bab ii analisis data - portal wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0112042_bab2.pdfg.k.r...

261
36 BAB II ANALISIS DATA A. Kajian Filologis Kajian Filologis (dalam filologi tradisional) bertujuan untuk menunjukkan kondisi naskah beserta teksnya dalam bentuk mulanya, dan ketika teks naskah itu sudah disajikan dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yakni dalam bentuk suntingan (Siti Baroroh Baried, 1994: 8). Pada transmisi penyalinannya, suatu teks profan sudah barang tentu tidak setia, banyak terdapat varian bahkan bacaan yang korup dalam teks, meskipun dalam judul yang sama. Seperti halnya naskah SSMM yang menjadi objek pokok dalam penelitian kali ini. Naskah tersebut merupakan naskah profan yang secara garis besar isinya bersifat menghibur, sudah barang tentu penyalin sadar akan sifat karya yang disalinnya. Artinya, karya yang bersifat menghibur disalin tidak seserius ketika penyalin menyalin sebuah karya yang serius. Sebuah karya yang serius harus ditransmisi dengan cermat dan tepat namun karya yang bersifat menghibur tidak harus demikian (Robson, 1994: 30). Jadi, perbedaan tulis antar naskah SSMM (A,B, dan C) dimungkinkan dipengaruhi oleh ketidaktelitian penulis pada saat transmisi penyalinannya. Berbagai faktor manusiawi, seperti kesalahan tulis secara tidak sengaja oleh penulis ketika mentransmisi sebuah tulisan merupakan hal yang wajar dalam tradisi kesusastran, karena bagaimana pun seorang penulis tetaplah manusia. Terkadang ditemui beberapa penyalin yang dengan setianya dan amat berhati-hati dalam menyalin teks dari awal hingga akhir dengan

Upload: duongtram

Post on 19-May-2018

421 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

36

BAB II

ANALISIS DATA

A. Kajian Filologis

Kajian Filologis (dalam filologi tradisional) bertujuan untuk menunjukkan

kondisi naskah beserta teksnya dalam bentuk mulanya, dan ketika teks naskah itu

sudah disajikan dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yakni dalam

bentuk suntingan (Siti Baroroh Baried, 1994: 8). Pada transmisi penyalinannya, suatu

teks profan sudah barang tentu tidak setia, banyak terdapat varian bahkan bacaan

yang korup dalam teks, meskipun dalam judul yang sama. Seperti halnya naskah

SSMM yang menjadi objek pokok dalam penelitian kali ini. Naskah tersebut

merupakan naskah profan yang secara garis besar isinya bersifat menghibur, sudah

barang tentu penyalin sadar akan sifat karya yang disalinnya. Artinya, karya yang

bersifat menghibur disalin tidak seserius ketika penyalin menyalin sebuah karya yang

serius. Sebuah karya yang serius harus ditransmisi dengan cermat dan tepat namun

karya yang bersifat menghibur tidak harus demikian (Robson, 1994: 30). Jadi,

perbedaan tulis antar naskah SSMM (A,B, dan C) dimungkinkan dipengaruhi oleh

ketidaktelitian penulis pada saat transmisi penyalinannya. Berbagai faktor manusiawi,

seperti kesalahan tulis secara tidak sengaja oleh penulis ketika mentransmisi sebuah

tulisan merupakan hal yang wajar dalam tradisi kesusastran, karena bagaimana pun

seorang penulis tetaplah manusia. Terkadang ditemui beberapa penyalin yang dengan

setianya dan amat berhati-hati dalam menyalin teks dari awal hingga akhir dengan

Page 2: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

37

tidak sama sekali mengubah struktur frasa maupun kalimatnya bahkan hanya satu

huruf. Meskipun penyalin tahu bahwa ada beberapa kata yang mungkin kurang pas di

hati penyalin. Penyalin yang setia, yang menyalin dengan secermat mungkin, tetap

juga ia adalah manusia, yang tidak pernah luput dari kesalahan, dan dengan demikian

bisa saja membuat suatu kesalahan di dalam menyalin, namun teori kita berdasar pada

asumsi bahwa setiap penyalin betul-betul teliti, dan tidak membuat suatu kesalahan

yang disengaja (Robson, 1994: 17).

Sebagaimana tujuan utamanya, dalam penelitian kali ini akan disajikan bentuk

teks yang telah disunting, yang dipandang asli sebagai bentuk mulanya, yang

nantinya tidak akan membingungkan atau menyesatkan pembaca teks kemudian, dan

menjawab penyebab dari perbedaan teks ketiga saksi naskah di atas. Melalui langkah-

langkah kerja filologis, maka suntingan teks akan disajikan sebaik mungkin

sebagaimana yang diinginkan.

Penerapan langkah-langkah kerja filologis adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Naskah

Identifikasi naskah ialah gambaran umum dan jelas serta terperinci tentang

aspek-aspek yang terdapat di dalam naskah, dengan tujuan mempermudah

pengenalannya terhadap naskah beserta konteks isinya (Emuch Hermansoemantri,

1986: 2). Deskripsi naskah akan diterapkan pada semua naskah yang ditemukan, yang

meliputi poin-poin penting seperti: (1) Judul naskah, (2) Nomor naskah, (3) tempat

penyimpanan naskah, (4) Asal naskah, (5) keadaan naskah, (6) ukuran naskah, (7)

tebal naskah, (8) jumlah baris perhalaman, (9) huruf, aksara tulisan, (10) cara

Page 3: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

38

penulisan, (11) bahsan naskah, (12) bahasa maskah, (13) bentuk teks, (14) umur

naskah, (15) pengarang / penyalin, (16) asal-usul naskah, (17) fungsi sosial naksah,

(18) ikhtisar teks. Identifikasi dari ke- lima naskah yang ditemukan adalah sebagai b a

berkut:

a. Naskah SSMM A

1) Judul naskah

Sêrat Srikandhi Maguru Manah

Judul serat tersebut terdapat pada halaman judul naskah. Pada cover naskah

tidak terdapat sama sekali judul naskah. Judul naskah ditulis dengan menggunakan

aksara Jawa carik dengan ukuran besar, teks ditulis pada rata tengah, serta huruf Latin

kapital dengan menggunakan pensil (huruf Latin asumsi ditulis oleh petugas

perpustakaan) di bawah aksara carik tersebut, sedangkan angka 192 diasumsi sebagai

nomor target microfilm.

Gambar 12. Judul naskah pada cover dalam naskah.

Gambar 13. Judul naskah dengan huruf latin kapital oleh petugas museum.

Page 4: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

39

2) Nomor naskah

SMP – RP 259

Tercantum pada cover naskah bagian pinggir, apabila pada katalog milik

Nancy K.Florida Javanese Literarure in Surakarta Manuscripts Volume 3

(manuscripts of the Radyapustaka museum and the Hardjonegaran library)

tertulis RP 259 192 (808.543 Sri s) Reel 16-40/17.

Gambar 14. Nomor lama dan nomor baru naskah pada halaman depan naskah.

3) Tempat penyimpanan naskah

Naskah tersimpan di museum Radyapustaka Surakarta. Berikut ditampilkan

cap museum versi baru maupun yang lama.

Gambar 15. Cap lama dan cap baru musem terdapat pada halaman pertama naskah.

Cap baru cap lama

Page 5: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

40

4) Asal naskah

Belum diketahui secara pasti darimana naskah itu diperoleh, dari hibah

ataupun koleksi museum sendiri. Terdapat cap museum pada cover maupun

halaman pertama naskah, yang mengasumsikan bahwa naskah memang sudah

sejak lama berada di museum Radyapustaka (hal ini diperkuat dengan cap

lama Museum)

Gambar 16. Cap lama pada halaman 1 naskah.

Panah merah menunjukkan angka tahun dalam cap lama milik Museum,

bertuliskan angka tahun 1931.

5) Keadaan naskah

Cover naskah masih baik karena sudah direcover dari pihak museum. Mulai

halaman judul naskah hingga halaman terakhir tidak ada satupun halaman

yang tercicir/hilang. Terdapat beberapa halaman naskah yang robek, akan

tetapi sebagian sudah direstorasi sehingga sebagian teks masih bisa

terselamatkan serta masih dapat terbaca, sedangkan teks yang terlanjur hilang

Page 6: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

41

karena kertas yang berlubang hingga saat ini belum mendapatkan perlakuan

khusus.

Gambar 17. Tampilan naskah dari muka serta bagian lembar naskah yang

direstorasi.

6) Ukuran naskah

Panjang naskah : 32 cm

Lebar naskah : 21 cm

Tebal naskah : 2cm

7) Ukuran teks

Panjang teks : 26 cm

Lebar teks : 14 cm

Margin atas teks : 3 cm

Margin bawah teks : 3 cm

Margin kanan rekto : 4,5 cm

Margin kiri rekto : 2,5 cm

Page 7: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

42

Margin kanan verso : 2,5 cm

Margin kiri verso : 4,5 cm

8) jumlah halaman dan jumlah rata-rata baris per halaman

Jumlah halaman keseluruhan naskah adalah 221 halaman isi dan 9 lembar atau

18 halam rekto verso yang kosong, serta satu halaman yang berisi kolofon

tentang asal usul naskah.

Jumlah rata-rata tiap halaman adalah 23 baris pada tiap halaman.

9) Huruf, aksara, tulisan

a) Aksara yang digunakan adalah aksara Jawa carik (manuskrip)

b) Ukuran huruf sedang dan semakin besar (pada halaman permulaan hingga

bagian tengah, namun semakin maju pada halaman terakhir huruf

semakin besar/tidak konsisten)

c) Bentuk huruf semi miji ketumbar, agak condong ke kanan.

d) Keadaan tulisan jelas, dan mudah dibaca, namun pada bagian belakang

ada beberapa huruf yang samar akibat tinta yang tembus.

e) Jarak antar huruf sedang, jarak antar baris renggang.

f) Mayoritas bekas pena membekas pada halaman berikutnya.

10) Cara penulisan :

a) Penulisan dilakukan dengan cara bolak balik yaitu lembaran naskah yang

ditulis pada kedua halaman, muka dan belakang (rekto dan verso).

Page 8: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

43

b) Penulisan dilakukan dari kiri ke kanan (seperti mayoritas naskah jawa)

artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah.

c) model tulisan semi miji ketumbar sedikit condong ke kanan, penulis tidak

konsisten pada tulisannya sendiri, pada halaman awal tertulis rapi dengan

ukuran huruf sedang, akan tetapi pada halaman pertengahan (halaman

111) penulis mulai tidak konsisten, ukuran huruf mulai agak membesar,

hingga pada halaman terakhir ukuran huruf semakin bertambah besar serta

goresan tinta yang semakin menebal hingga pada halaman terakhir

(halaman 221).

d) Penggunaan sasmita têmbang pada setiap pergantian pupuh.

e) Awal penulisan ditandai dengan mandrawapada bukan purwapada

sebagaimana mestinya.

Gambar 18. Mandrawapada diletakkan pada awal penulisan.

f) Setiap akhir bait ditandai dengan penanda bait sebagai tanda pergantian

bait tembang.

Gambar 19. Penada bait sebagai tanda tiap pergantian bait.

g) Setiap pergantian pupuh tembang diberi tanda mandrawapada yang

dihiasi wêdanarenggan sederhana.

Page 9: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

44

Gambar 20. Mandrawapada penanda pergantian pupuh.

h) Pada akhir pupuh menggunakan wasanapada seperti pada umumnya akhir

penulisan manuskrip Jawa.

Gambar 21. Wasanapada penanda akhir pupuh.

i) Penomoran halaman teks naskah ditulis dengan menggunakan angka

Jawa.

Gambar 22. Penomoran halaman naskah A

11) Bahan naskah : kertas HVS kecoklatan, warna kecoklatan dimungkinkan karena

usia naskah.

12) Bahasa teks :

Bahasa naskah yang digunakan adalah bahasa Jawa Baru, yang disisipi kata

arkais sebagai penghias kata seperti puisi Jawa klasik pada umumnya.

13) Bentuk teks :

Teks berbentuk puisi Jawa baru (Sekar Macapat/Sekar Alit) yang di dalamnya

mencakup 37 pupuh sêkar macapat, adapun perinciannya sebagai berikut:

Page 10: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

45

(1) Asmaradana 20 bait, (2) Mijil 38 bait, (3) Asmaradana 31 bait, (4) Sinom 27 bait,

(5) Dhandhanggula 31 bait, (6) Mijil 35 bait, (7) Dhandhanggula 29 bait, (8)

Asmaradana 31 bait, (9) Pangkur 36 bait, (10) Sinom 27 bait, (11) Kinanthi 36 bait,

(12) Asmaranada 31 bait, (13) Pangkur 31 bait, (14) Durma 37 bait, (15)

Dhandhanggula 26 bait, (16) Asmaradana 32 bait, (17) Kinanthi 29 bait, (18)

Pangkur 28 bait, (19) Durma 34 bait, (20) Pangkur 29 bait, (21) Asmaradana 26 bait,

(22) Durma 24 bait, (23) Pangkur 25 bait, (24) Durma 34 bait, (25) Asmaradana 33

bait, (26) Kinanhti 36 bait, (27) Sinom 30 bait, (28) Asmaradana 32 bait, (29) Sinom

28 bait, (30) Pocung 41 bait, (31) Kinanthi 33 bait, (32) Pangkur 31 bait, (33) Durma

34 bait, (34) Dhandhanggula 23 bait, (35) Sinom 28 Bait, (36) Asmaradana 33 bait,

(37) Pocung 23 bait.

14) Umur naskah :

Secara eksplisit tidak sama sekali tertera angka tahun yang menandakan

waktu mulainya atau akhir dari penulisan naskah tersebut, akan tetapi terdapat sebuah

informasi pada lembar setelah halaman terakhir (bagian verso halaman 221) yang

menginformasikan tentang induk naskah, yakni naskah disalin dari naskah milik

G.K.R Pembayun putra PB VII. G.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M

dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy yang mengatakan bahwa gaya huruf

yang digunakan merupakan model huruf yang digunakan pada karya sastra era

Pakubuwana X, PB X memerintah pada tahun 1893-1939 M (Nancy K. Florida,

2012: 200). Artinya, secara terminus a quo naskah pasti disalin antara tahun 1893

sampai tahun 1939 M.

Page 11: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

46

15) Pengarang / penyalin :

Naskah berjudul Sêrat Srikandhi Maguru Manah dikarang oleh R.Ng

Sindusastra di Surakarta pada tahun 1883 (Nancy K. Florida, 2012: 200). Mengenai

nama penyalin belum dapat diketahui secara pasti, dikarenakan tidak ditemukan sama

sekali mengenai informasi yang menunjukkan nama penyalin teks naskah.

Naskah tersebut diperkirakan disalin oleh juru tulis keraton kasunanan

Surakarta pada masa pemerintahan Pakubuwana X, mengingat gaya tulisan yang

mirip dengan gaya tulisan juru tulis keraton pada era Pakubuwana X (Nancy K.

Florida, 2012: 200).

16) Asal-usul naskah :

Sebagaimana kolofon yang terdapat pada akhir penulisan naskah yang tertulis

sebagai berikut:

Gambar 23. Kolofon pada halaman verso akhir.

Sêrat punika têdhakan saking kagunganipun Gusti Kangjêng Ratu Pambayun,

putri dalêm ingkang sinuhun Ki Jêng Susuhunan Pakubuwana ingkang kaping

pitu.

Page 12: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

47

Terjemahan: Serat (karya sastra) ini salinan dari kepunyaan Gusti Kanjeng Ratu

Pambayun, anak perempuan baginda raja Ki Jeng Susuhunan Pakubuwana yang ke

tujuh.

Artinya naskah ini merupakan naskah têdhakan atau salinan dari naksah kepunyaan

Gusti Ratu Pambayun, putra dari Susuhunan PB VII, yang mana naskah ini dulunya

(naskah induknya) berasal dari keraton kasusnanan Surakarta.

17) Fungsi sosial naskah :

Naskah ini merupakan naskah yang mengandung ceritera pewayangan Jawa,

teks naskah ini diasumsikan sempat populer di zamannya, karena terbukti naskah ini

diperbanyak, bukan hanya disalin secara manual, namun juga secara cetak. Hal ini

menandakan naskah tersebut dulunya pernah populer, entah dalam kalangan

sastrawan ataupun para praktisi kesenian khususnya pedalangan sebagai sumber

referensi lakon wayang (wayang orang ataupun wayang kulit), serta tidak menutup

kemungkinan sebagai bahan bacaan sehari-hari entah dari kalangan keraton maupun

luar tembok keraton. Pada era sekarang, Lakon/ ceritera ini juga masih banyak

dipentaskan pada panggung-panggung kesenian, entah dalam bentuk wayang kulit

ataupun wayang orang.

18) Ikhtisar teks/ceritera :

Sêrat Srikandhi Maguru Manah ini berisi tentang ceritera pewayanangan

Jawa, yang mengisahkan tentang liku-liku kisah asmara kesatria Pandhawa bernama

Arjuna, dengan putri raja negara Pancalaradya atau Cêmpalarêja yang bernama Wara

Srikandhi. Kisah cinta mereka diceriterakan bermula ketika keduanya bertemu di

Page 13: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

48

negara Dwaraka atau negara Dwarawati. Sejak pertemuanya dengan Arjuna itu,

Srikandhi mulai jatuh hati kepada salah satu kesatria Pandhawa tersebut. Kasih tak

sampai mengancam Srikandhi, dikarenakan tidak lama dari pertemuannya dengan

Arjuna itu ada seorang Raja dari negara Paranggubarja melamarnya. Seorang raja dari

tanah sabrang yang melamar Srikandhi itu bukanlah orang sembarangan, melainkan

seorang yang sakti keturunan dari seorang brahmana yang sangat sakti, di negaranya

raja yang bernama Jungkung Mardeya itu tiada tanding. Situasi kerajaan yang kurang

mendukung cinta mereka, mengakibatkan Srikandhi dijodohkan oleh Prabu Drupada

ayahnya dengan raja Jungkung Mardeya. Srikandhi adalah wanita berjiwa prajurit, ia

tidak menyetujui penjodhohan itu, ia tetap ingin mengejar cintanya, hingga pada

suatu malam Srikandhi kabur dari keraton dan pergi ke Kasatrian Madukara tempat

Arjuna berada.

Sesampainya di Madukara, ia bertemu dengan pujaan hatinya hingga pada

suatu malam mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing. Srikandhi

tidak hanya memburu kesenangnya semata, ia juga belajar memanah selayaknya

seorang prajurit. Keberadaanya semakin lama diketahui oleh permaisuri Amarta yang

tidak lain adalah kakaknya sendiri yakni Drupadi. Pada awalnya Drupadi tidak marah

jika lasan Srikandhi ke madukara adalah untuk belajar memanah dengan Arjuna, akan

tetapi ketika Drupadi mengetahui yang dilakukan adiknya bersama Arjuna, seketika

Drupadi sangat marah kepada adiknya, akhirnya Srikandhi pulang ke Pancala. Arjuna

yang dianggap menyembunyikan Srikandhi juga tidak luput dari kemarahan kakanya

yakni Yudhistira, akhirnya Sang Prabu Yudhistira melalui sri Krisna yang bijak bergi

Page 14: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

49

ke Pancala untuk meminta maaf atas kelakuan Arjuna. Setibanya di Pancala Prabu

Dropada tidak marah, justri sang prabu mengakui kesalahanya karena kepergian

Srikandhi dari keraton tidak lain karena sang prabu memaksakan kehendak untuk

menjodohkan Srikandhi dengan prabu Jungkung Mardeya. Prabu Dropada juga

mengutarakan alasan penjodohan tersebut karena demi keamaan kerajaan dan rakyat

Pancala, sifat orang sabrang jika tidak dituruti keinginannya akan menggempur

perang.

Sang Wrêkodara yang mendengar kerjaan milik saudaranya diancam perang

oleh raja sabrang langsung berpamitan undur diri dari pasewakan dan mengajak

putranya yakni Gathotkaca dan pemimpin pasukan Wrêsni yakni Setyaki bersama

prajuritnya masing-masing untuk menggempur perang prabu Jungkung Mardeya.

Setibanya di tempat persinggahan Jugkung Mardeya, kedua kubu saling merapatkan

barisan, perang besarpun tidak terelakkan. Pada awalnya pasukan Bima tidak

terkalahkan, bahkan banyak prajurit bahkan tumenggung dari pihak mungsung yang

mati, akan tetapi ketika Prabu Jungkung Mardeya maju ke medan perang, banyak

prajurit Bima Yang kocar-kacir, termasuk Sêtyaki dan Gathotkaca juga kuwalahan,

Jungkung Mardeya sangat sakti, ia mampu mengeluarkan ajian sakti yang dapat

mengeluarlan angina besar dan ribuan senjata dari pusaka saktinya, hal itulah yang

mengakibatkan Bima dan prajuritnya kuwalahan. Matahari sudah tenggelam,

perangpun berhenti sejenak dan akan diteruskan pada esok harinya. Malam itu Krisna

mendapatkan firasat buruk, ia bersama Arjuna menyusul Wrêkodara ke

pasanggrahan dimana tempat Bima dan para prajurit istirahat, kepergian Krisan juga

Page 15: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

50

disusul oleh seorang putra Raja Dropada bernama Drêsthajumêna bersama seribu

prajuritnya.

Pagi harinya perangpun dilanjutkan, kesaktian Jungkung Mardeya dapat

diimbangi oleh Arjuna, tiba-tiba pada saat perang berlangsung ayah Jungkung

Mardeya datang, Brahmana sakti itu mengeluarkan angina besar disertai petir

menyambar nyambar, akhirnya atas bantuan Krisna, arjuna mampu memanah leher

sang brahmana sehingga sang brahmana itupun tewas, Jungkungmardeya beserta

prajuritnya juga dihempaskan kembali ke negaranya dengan angina besar yang keluar

dari ajian Arjuna.

Pertandingan dimenangkan pihak Pancala, akan tetapi Srikandhi justru

menolak dinikahkan dengan Arjuna, Srikandhi mempunyai permintaan, apabila

seorang itu ingin menikahinya maka orang tersebut harus mampu mengalahkannya

dalam memanah. Arjuna tidak mau menandingi Srikandhi, hingga pada akhirnya

salah seorang istri Arjuna yakni Rarasati mengajukan diri untuk melawan Srikandhi.

Arjuna memarahi Rarasati dan meremehkan kemampuan Rarasati dalam menandingi

kemampuan Srikandhi dalam memanah, karena sepengetahuan Arjuna Rarasati tidak

bisa memanah apalagi berperang. Rarasati memang tidak pernah diajari Arjuna

memanah, akan tetapi ia mengintip Srikandhi dan Arjuna ketika mereka sedang

berlatih memanah. Pertandinganpun dimulai, tidak disangka Srikandhi yang semula

diremehkan Arjuna ternyata mampu mengalahkan Srikandhi dalam memanah, bahkan

tidak hanya memanah, ketika Srikandhi marah dan menantang untuk berperang

Page 16: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

51

dengan keris, Rarasati mampu mengimbanginya. Akhirnya Srikandhi menikah

dengan Arjuna dan diboyong ke Kasatrian Madukara.

B. Naskah SSMM B

1) Judul naskah

Sêrat Srikandhi Maguru Manah

Judul naskah terdapat pada cover luar naskah :

Gambar 24. Judul naskah B pada cover depan.

Judul naskah juga disebutkan secara eksplisit pada kalimat pembuka yang

ditulis di awal sebelum penulisan ceritera, adapun kalimatnya adalah sebagai berikut :

Ing ngandhap punika dumuginipun sêrat Partakrama inggih nama sêrat Srikandhi

Maguru Manah.

Gambar 25. Judul naskah B pada awal penulisan.

Page 17: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

52

2) Nomor naskah

270 Na

Tercantum pada cover luar naskah.

Gambar 26. Nomor naskah pada cover depan naskah.

Pada katalog Nancy K. Florida Javanese Literature in Surakarta Manuscripts

volume I tertulis dengan nomor katalog KS 412 / 270 Na.

3) Tempat penyimpanan naskah

Naskah teripan di Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Kasunanan Surakarta

Page 18: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

53

4) Asal naskah

Belum diketahui secara pasti darimana naskah itu diperoleh, karena tidak ada

keterangan apapun dari naskah mengenai asal naskah, hanya terdapat cap

perpustakaan yang menunjukan kepemilikan bahwa naksah tersebut adalah milik

Sasanapustaka.

Gambar 27. Cap perpustakaan pada naskah.

5) Keadaan naskah

Keadaan naskah baik, dan utuh. Artinya tidak ada satupun lembaran yang

hilang maupun robek, serta tulisan masih dapat dibaca dengan jelas.

6) Ukuran naskah

Mengenai ukuran naskah akan didasarkan pada katalog Nancy K. Florida

Javanese Literature in Surakarta Manuscripts volume I, hal dikarenakan peneliti

tidak diperkenankan oleh petugas perpustakaan berhadapan langsung dengan naskah

dengan alasan apapun, melainkan hanya diperbolehkan berhadapan dengan data

berbentuk digitalnya.

Panjang naksah : 32,3 cm

Lebar naskah : 20,6 cm

Page 19: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

54

7) jumlah halaman

a) Jumlah halaman : 151 halaman

b) Satu lembaran kosong, yakni pada lembar pertama.

8) Jumlah rata-rata baris per halaman

rata-rata 35 baris pada tiap halaman

9) Huruf, aksara, tulisan

a) Aksara yang digunakan adalah aksara jawa carik (manuskrip)

b) Ukuran huruf sedang

c) Bentuk huruf semi miji ketumbar, agak condong ke kanan (cursive

Surakarta script).

d) Estetika bentuk tulisan sedang (hal ini didasarkan pada komparasi

terhadap naskah lain dalam tempat koleksi yang sama ), tidak terlalu

bagus dan tidak terlalu jelek.

e) Jarak antar huruf di halaman bagian awal sedang, namun pada halaman

akhir jarak antar huruf mulai agak renggang, jarak antarbaris rapat

(kurang konsisten).

f) Mayoritas bekas pena tidak membekas pada halaman disebaliknya

(meskipun ada beberapa yang membekas di halaman bagian awal), karena

kualitas kertas yang baik dan penekanan pena tidak terlalu keras sehingga

tidak membekas pada halaman disebaliknya.

Page 20: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

55

10) Cara penulisan :

a) Penulisan dilakukan dengan cara bolak balik yaitu lembaran naskah yang

ditulis pada kedua halaman, muka dan belakang (rekto dan verso).

b) Penulisan dilakukan dari kiri ke kanan (seperti mayoritas naskah jawa)

artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah.

c) Bentuk tulisan jelas, dan mudah dibaca, namun kurang konsisten dalam

mempertahankan keindahan tulisannya. Pada halaman bagian awal

nampak bagus, namun ketika sudah memasuki halaman akhir jarak antar

huruf mulai agak renggang dari sebelumnya dan sedikit kurang rapi dari

sebelumnya.

d) Penggunaan sasmita têmbang pada setiap pergantian pupuh.

e) Awal penulisan ditandai dengan mandrawa pada bukan purwa pada

sebagaimana lazimnya pada penulisan karya sastra Jawa baru umumnya.

Gambar 28. Mandrawapada sebagai penanda awal bait

f) Setiap akhir bait ditandai dengan penanda bait sebagai tanda pergantian

bait tembang.

Gambar 29. Penada bait sebagai tanda tiap pergantian bait.

g) Disetiap pergantian pupuh tembang diberi tanda mandrawapada yang

dihiasi dengan wêdanarênggan sederhana.

Page 21: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

56

Gambar 30. Mandrawapada penanda pergantian tiap pupuh.

g) Akhir pupuh tetap menggunakan mandrawapada, bukan wasana pada

sebagaimana mestinya.

Gambar 31. Mandrawapada digunakan sebagai penanda akhir pupuh.

h) Penomoran halaman ditulis dengan menggunakan angka Arab.

Gambar 32. Penomoran halaman naksah B menggunakan angka Arab.

i) Setiap pergantian bait terdapat penanda bait yang disertai angka Arab

yang menandakan urutan bait.

Gambar 33. Penggunaan penanda bait disertai angka Arab.

11) Bahan naskah :

kertas bergaris (seperti folio), dan terdapat garis tipis sebagai garis

bantu pada batas margin kiri dan kanan.

Page 22: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

57

12) Bahasa teks :

Bahasa naskah yang digunakan adalah bahasa Jawa baru yang disisipi

dengan kata-kata arkais.

13) Bentuk teks :

Bentuk teks puisi Jawa baru (Sekar Macapat/Sekar Alit) yang di

dalamnya mencakup 36 pupuh tembang macapat, adapun perinciannya

sebagai berikut:

(1) Asmaradana 20 bait, (2) Mijil 38 bait, (3) Asmaradana 31 bait, (4) Sinom

27 bait, (5) Dhandhanggula 31 bait, (6) Mijil 35 bait, (7) Dhandhanggula 29

bait, (8) Asmaradana 31 bait, (9) Pangkur 36 bait, (10) Sinom 27 bait, (11)

Kinanthi 36 bait, (12) Asmaranada 31 bait, (13) Pangkur 31 bait, (14) Durma

37 bait, (15) Dhandhanggula 26 bait, (16) Asmaradana 32 bait, (17) Kinanthi

28 bait, (18) Pangkur 28 bait, (19) Durma 34 bait, (20) Pangkur 29 bait, (21)

Asmaradana 26 bait, (22) Durma 24 bait, (23) Pangkur 24 bait, (24) Durma

34 bait, (25) Asmaradana 33 bait, (26) Kinanhti 36 bait, (27) Sinom 30 bait,

(28) Asmaradana 32 bait, (29) Sinom 28 bait, (30) Pocung 41 bait, (31)

Kinanthi 33 bait, (32) Pangkur 31 bait, (33) Durma 34 bait, (34)

Dhandhanggula 23 bait, (35) Sinom 28 Bait, (36) Asmaradana 33 bait.

14) Umur naskah :

Secara eksplisit tidak sama sekali tertera angka tahun yang menandakan waktu

mulainya atau akhir dari penulisan naskah tersebut, serta tidak dijumpai kolofon apapun yang

mungkin dapat dijadikan penanda waktu penulisan naskah tersebut. Namun Nancy K.

Page 23: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

58

Florida dalam katalog Javanese Literature in Surakarta Manuscripts volume I

mengatakan bahwa Sêrat Srikandhi Maguru Manah tersebut dikarang oleh R.Ng

Sindusastra di Surakarta pada tahun 1883 (1993: hal. 229).

15) Pengarang / penyalin :

Pengarang SSMM adalah R.Ng Sindusastra, akan tetapi untuk

penyalin/penulis naskah ini belum dapat diketahui secara pasti.

16) Asal-usul naskah :

Secara tekstual naskah, belum diketahui naskah tersebut disalin dari induk

yang mana, serta siapa pemilik naskah tersebut sebelum pada akhirnya ditaruh di

Perpustakaan Sasanapustaka.

17) Fungsi sosial naskah :

Sebagaimana isi daripada teks naskah, yang mengadung sebuah ceritera

pewayangan Jawa yang dikutip dari induk ceritera dalam epos mahabarata, sudah

barang tentu bahwa teks naskah ini sering dijadikan sebagai babon lakon atau sumber

ceritera yang akan diangkat dalam sebuah pertunjukan wayang kulit ataupun wayang

orang. Pada era sekarang, juga tidak sedikit ditemui sebuah karya-karya seni yang

mengangkat judul Srikandhi Maguru Manah, seperti pertunjukan wayang orang dari

goroup wayang orang Sriwedari Sala. Substansi dari pada teks juga sering dijadikan

sebagai sumber inspirasi dalam berbagai karya literer lainnya, seperti Pesona Wanita

dalam Khasanah Pewayangan karya Sri Wintala Achmad.

Page 24: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

59

18) Ikhtisar teks/ceritera:

Secara garis besar ikhtisar ceritera pada naskah B ini sama persis dengan

naskah A, yakni menceriterakan tentang liku-liku kisah Asmara Srikandhi dengan

Arjuna yang, dimulai keika pertemuan mereka di Dwaraka, dilamar oleh Prabu

Jungkung Mardeya raja negara Paranggubarja, perginya Srikandhi dari keraton,

pertandingan memanah antara Srikandhi dengan Rararsati, hingga pada pernikahan

Arjuna dengan Srikandhi dan diboyongnya Srikandhi ke Madukara (selengkapnya

lihat iktisar naskah A). Perbedaan ceritera hanya terdapat pada bagian akhir ceritera,

karena pada naskah C tidak terdapat pupuh ke- 36, pada pupuh tersebut berisi tentang

suasana di kasatrian Madukara ketika kedatangan Srikandhi sebagai tamu agung,

selebihnya sama persis dengan naskah A.

c). Nasakah SSMM C

1) Judul naskah

Serat Cariyos Srikandhi Maguru Manah

Judul serat tersebut terdapat pada lembar tengah naskah, tepatnya terletak

setelah ceritera Partakrama usai.

Gambar 34. Judul naskah C pada halaman tersendiri setelah ceritera

sebelumnya (Partakrama) selesai.

Page 25: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

60

Hal ini dikarenakan naskah tersebut nerupakan naskah bendel yang mana di dalam

satu naskah terdapat dua judul sêrat. Naskah bendel ini berjudul Sêrat Partakrama

dumugi Srikandhi Maguru Manah.

2) Nomor naskah

D 59b, terletak pada cover depan naskah.

Gambar 35. Nomor naskah C terdapat pada cover depan naskah.

Pada katalog Nancy K.Florida Javanese Literature in Surakarta

Manuscripts, Volume 2 Manuscripts of the Mangkunegaran Palace tertulis dengan

nomor katalog MN 436.2 / D59b.

3) Tempat penyimpanan naskah

Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta.

4) Asal naskah

Sebagaimana informasi yang termuat pada kolofon yang terdapat pada lembar

tambahan (satu lembar sendiri bukan satu kesatuan naskah) yang terselip pada

lembar utama naskah yang menyatakan bahwa naskah ini dulunya kepunyaan

Page 26: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

61

seorang Belanda bernama Ir. Moen, yang pada akhirnya naskah tersebut dihibahkan

kepada pihak Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta.

“Srikandhi Maguru Manah kagungan dalêm ugi wontên kirangipun. Kathah

cariyosanipun Srikandhi Maguru Manah ingkang saking Tuwan Ir. Moen. Kalêtipun

wiwit ing kaca purwaka – 106 (kaot 19 :ska)”…

Terjemahan: Srikandhi Maguru Manah milik beliau juga terdapat kekurangan.

Banyak ceritera Srikandhi Maguru Manah yang dari Tuan Ir. Moen. Yang dimulai

pada halaman pembuka sampai halaman 106

….

“Nuwun, ing sarèhning kagungan dalêm buku wau wontên kirangipun saking

panimbangipun pangagênging Kantor Rêksapustaka, amrayogèkakên kapundhut”.

Artinya: Terimakasih, dikarenakan buku milik beliau tadi terdapat kesalahan dari

perimtimbangan pimpinan Kantor Reksapustaka, diharapkan dijadikan maklum.

5) Keadaan naskah

Keadaan naskah tidak cukup baik, naskah sudah mengalami suatu upaya

pelestarian naskah yakni restorasi naskah. Kover naskah sudah direkover ulang,

jilidan sudah terlepas, kertas sebagian sudah dilaminasi karena kertas banyak yang

patah dikarenakan faktor pemakaian terdahulu dan faktor usia, terdapat beberapa

huruf yang hilang dikarenakan kondisi tersebut.

6) Ukuran naskah

Panjang naksah : 29 cm

Lebar naskah : 19 cm

Tebal naskah : 5 cm

Page 27: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

62

7) Ukuran teks

Panjang teks : 22 cm

Lebar teks : 12 cm

Margin atas teks : 3, 5 cm

Margin bawah teks : 3, 5 cm

Margin kanan rekto : 4, 5 cm

Margin kiri rekto : 2, 5 cm

Margin kanan verso : 2, 5 cm

Margin kiri verso : 4, 5 cm

8) Jumlah halaman dan jumlah rata-rata baris tiap halaman

a) Jumlah halaman keseluruhan (satu naskah utuh) : 614 halaman + satu

halaman keterangan dari petugas Perpustakaan Reksa Pustaka.

b) Jumlah halaman Serat Srikandhi Maguru Manah : 204 halaman.

c) Jumlah rata-rata baris tiap halaman adalah 19 baris per halaman.

9) Huruf, aksara, tulisan

a) Aksara yang digunakan adalah aksara jawa carik (manuskrip)

b) Ukuran huruf sedang

c) Bentuk huruf semi miji ketumbar, agak condong ke kanan.

d) Keadaan teks jelas, dan mudah dibaca.

e) Jarak antar huruf sedang.

f) Jarak antar baris renggang.

Page 28: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

63

g) Mayoritas bekas pena tidak membekas pada halaman disebaliknya,

dikarenakan penekanan pena tidak terlalu keras sehingga tidak membekas

pada halaman disebaliknya.

10) Cara penulisan :

a) Penulisan dilakukan dengan cara bolak balik yaitu lembaran naskah yang

ditulis pada kedua halaman, muka dan belakang (recto dan verso).

b) Penulisan dilakukan dari kiri ke kanan (seperti mayoritas naskah jawa)

artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah.

c) model dan bentuk tulisan konsisten dari awal hingga akhir penulisan

termasuk kerapian dan keindahan dalam penulisan setiap hurufnya.

d) Penggunaan sasmita têmbang pada setiap pergantian pupuh.

e) Awal penulisan ditandai dengan purwapada.

Gamabar 36. Purwapada penanda awal penulisan

h) Tiap pergantian bait diberi tanda pembatas bait yang disertai dengan

angka Arab sebagai penanda pergantian bait sekaligus penomoran urutan

bait.

Gambar 37. Penada bait disertai angka Arab sebagai tanda tiap pergantian

bait.

Page 29: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

64

i) Pada setiap pergantian pupuh tembang diberi tanda mandrawapada yang

dihiasi wêdanarênggan sederhana, dan disertai angka Arab sebagai

penomoran pupuh.

Gambar 38. Mandrawapada disertai angka Arab pada tiap pergantian

pupuh

i) Akhir pupuh menggunakan wasanapada dengan style yang berbeda

(berdasarkan pada perbandingan teks jawa klasik pada umumnya) yakni

tidak menggunakan aksara swara “i” melainkan menggunakan

sandhangan “wulu”.

Gambar 39. Bentuk wasanapada yang berbeda pada akhir pupuh.

j) Penomoran halaman ditulis dengan menggunakan angka Arab

Gambar 40. Penomoran halaman naskah menggunakan angka Arab.

11) Bahan naskah :

kertas dluwang sebagimana kertas asli dari Indonesia yang digunakan sebagai

media penulisan pada era Jawa klasik.

Page 30: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

65

12) Bahasa teks :

Bahasa naskah yang digunakan adalah bahasa Jawa Baru, yang disisipi kata

arkais seperti puisi Jawa klasik pada umumnya.

13) Bentuk teks :

Teks berbentuk puisi Jawa baru (Sekar Macapat/Sekar Alit) yang di dalamnya

mencakup 37 pupuh tembang macapat, adapun perinciannya sebagai berikut:

(1) Asmaradana 20 bait, (2) Mijil 38 bait, (3) Asmaradana 31 bait, (4) Sinom 27 bait,

(5) Dhandhanggula 31 bait, (6) Mijil 35 bait, (7) Dhandhanggula 25 bait, (8)

Asmaradana 31 bait, (9) Pangkur 24 bait, (10) Sinom 27 bait, (11) Kinanthi 36 bait,

(12) Asmaranada 31 bait, (13) Pangkur 31 bait, (14) Durma 37 bait, (15)

Dhandhanggula 26 bait, (16) Asmaradana 32 bait, (17) Kinanthi 27 bait, (18)

Pangkur 28 bait, (19) Durma 34 bait, (20) Pangkur 29 bait, (21) Asmaradana 26 bait,

(22) Durma 24 bait, (23) Pangkur 24 bait, (24) Durma 34 bait, (25) Asmaradana 33

bait, (26) Kinanhti 36 bait, (27) Sinom 30 bait, (28) Asmaradana 29 bait, (29) Sinom

28 bait, (30) Pocung 41 bait, (31) Kinanthi 33 bait, (32) Pangkur 31 bait, (33) Durma

34 bait, (34) Dhandhanggula 23 bait, (35) Sinom 28 bait, (36) Asmaradana 33 bait,

(37) Pocung 23 bait.

14) Umur naskah :

Secara eksplisit tidak sama sekali tertera angka tahun yang menandakan

waktu mulainya atau akhir dari penulisan naskah tersebut, serta tidak dijumpai

kolofon berupa sêngkalan ataupun sandiasma yang mungkin dapat dijadikan

Page 31: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

66

penanda waktu penulisan naskah tersebut. Namun Nancy K. Florida dalam katalog

Javanese Literature in Surakarta Manuscripts volume 2 mengatakan bahwa Serat

Srikandhi Maguru Manah itu ditulis pada tahun 1899, mungkin asumsi Nancy

berdasar pada gaya huruf khas naskah Yogyakarta (2000: 306).

15) Pengarang / penyalin :

Menurut katalog Nancy K. Florida Sêrat Srikandhi Maguru Manah dikarang

oleh R.Ng Sindusastra di Surakarta. Akan tetapi pada data naskah sama sekali tidak

tercantum nama pengarang maupun penyalinya (baik secara eksplisit maupun

implisit).

16) Asal-usul naskah :

Tidak ditemukan kolofon ataupun petunjuk lainnya mengenai induk dari

naskah ini (dari mana naskah ini disalin).

17) Fungsi sosial naskah :

Naskah ini merupakan naskah yang mengandung ceritera pewayangan Jawa,

naskah ini diasumsikan sempat populer di zamannya, karena terbukti naskah ini

diperbanyak, bukan hanya disalin secara manual, namun juga secara cetak. Hal ini

menandakan naskah tersebut dulunya pernah populer, entah dalam kalangan

sastrawan ataupun para praktisi kesenian khususnya pedalangan. Lakon/ ceritera ini

juga sudah banyak dipentaskan pada panggung kesenian, entah dalam bentuk

wayang kulit atau wayang orang.

Page 32: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

67

18) Ikhtisar teks/ceritera :

Jalan ceritera maupun urutan pupuh pada naskah C sama persis dengan naskah

A dan B (selengkapnya lihat iktisar nasah A). Letak perbedaan hanya terdapat pada

pemotongan adegan, penulis naskah C banyak melakukan pemotongan adegan yang

dirasanya tidak perlu ada, karena mungkin adegan tersebut dianggap tidak

mempengaruhi esensi substansi ceritera. Naksah C memotong beberapa adegan dan

menggantinya dengan sekelompok kalimat sebagai penyambung ceritera sebelum

dengan sesudah adegan yang dipotong tersebut, sehingga terkesan tidak ada adegan

yang hilang dan ceritera terus mengalir (lihat perbandingan bait). Akhir ceritera pun

naskah C ini juga sama persis dengan akhir ceitera pada naskah A, oleh karena itulah

naskah C ini dianggap masih dalam versi yang sama dengan naskah A maupun B.

2. Perbandingan Naskah

Sebagaimana yang telah tersebut pada bab sebelumnya, bahwa dalam rangka

kritik teks harus terlebih dahulu melalui tahap perbandingan naskah, hal ini

dikarenakan metode yang digunakan adalah legger atau sering disebut dengan istilah

metode landasan. Metode landasan ini digunakan apabila salah satu dari objek

penelitian disinyalir sebagai naskah terbaik dari pada naskah lainya yang sejenis dan

seversi. Langkah kerja perbandingan naskah inilah yang sangat diperlukan guna

menentukan salah satu naskah yang dijadikan sebagai naskah landasan atau dasar

suntingan.

Page 33: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

68

Perbandingan naskah pada penelitian kali ini, dilakukan dengan cara

mengambil teks naskah dari sepuluh bait pertama, sepuluh bait tengah dan sepuluh

bait akhir sebagai sempel data perbandingan. Perbandingan naskah dilakukan melalui

tahapan perbandingan umur naskah, perbandingan bait, kelompok kata, kata per kata,

dan bacaan. Hal ini dilakukan guna menemukan naskah yang paling baik sebagai

dasar suntingan.

a. Perbandingan Umur Naskah

Perbandingan umur naskah dilakukan guna mengetahui ketuaan naskah,

naskah yang tua biasanya disinyalir sebagi naskah yang lebih dekat dengan

autograph, meskipun tidak mutlak demikian. Banyak ditemukan naskah yang muda

akan tetapi mengandung teks yang tua dan lebih baik secara bacaan, dan diasumsi

sebagai naskah yang lebih dekat dengan aslinya.

Umur naskah A belum dapat ditentukan secara pasti, dikarenakan tidak

terdapat informasi yang akurat untuk dijadikan dasar penentuan kapan teks tersebut

ditulis. Berdasarkan pada style huruf, huruf yang digunakan seperti model huruf yang

digunakan oleh juru tulis keraton Kasunanan Surakarta pada masa pemerintahan PB

X yang memerintah pada tahun 1839-1939 M, oleh karenanya naskah diasumsi

disalin dari induknya sekitar tahun tersebut (Nancy K. Florida, 2012: 200).

Naksah B juga tidak dapat diperkirakan secara pasti mengenai waktu

penulisan teks tersebut. Hal ini dikarenakan pada teks naskah tidak dijumpai sama

sekali kolofon yang memberikan informasi mengenai waktu penulisan atau apapun

yang dapat membantu menentukan umur naskah, selain itu adanya kendala mengenai

Page 34: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

69

tidak diperbolehkannya peneliti berhadapan langsung dengan objek oleh petugas

perpustakaan, sehingga tidak dapat diketahui ketuaan naskah ditinjau dari bahan

naskahnya.

Umur naskah C diperkirakan ditulis pada tahun 1899 M, perkiraan ini

didasarkan pada pendapat Nancy yang mengatakan bahwa naskah ditulis pada tahun

tersebut (Nancy K Florida, 2000: 306).

Perbandingan angka tahun penulisan sebagai penentu ketuaan naskah akan

disajikan dalam table berikut:

Tabel 1

Perbandingan Umur Naskah

Naskah A Naskah B Naskah C

±1893-1939 M - ±1899M

Pada data naskah A tidak sama sekali ditemukan informasi dari berbagai

sumber (termasuk katalog) yang menginformasikan mengenai kepastian tahun

penulisan teks naskah salinan tersebut, hanya diterangkan mengenai sumber salinan

(babon) dari naskah tersebut, yang mana sumber arketip diasumsi sangat dekat

dengan autograph.

Page 35: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

70

Naskah B belum diketahui kapan waktu penulisannya, dikarenakan sama

sekali tidak diperoleh informasi dari sumber manapun yang menginformasikan

mengenai waktu penulisan naskah, hanya saja berdasarkan bentuk tulisannya yang

khas keraton Surakarta (Cursive Surakarta Script) diasumsi naskah ini disalin dari

induk yang sama dengan naskah A.

Naskah B secara pasti belum diketemukan kapan penulisan naskah tersebut,

dikarenakan pada data naskah tidak disebutkan secara pasti kapan waktu penulisan

teks naskah salinan tersebut, hanya tertuliskan mengenai asal naskah, yakni dari mana

naskah tersebut berasal. Namun demikian, diperkirakan teks naskah disalin pada

tahun 1899 yang mana perkiraan tersebut didasarkan pada pendapat Nancy pada

katalognya (Nancy K. Florida, 2000: 306).

b. Perbandingan Urutan Pupuh dan Jumlah Bait

Terlebih dahulu untuk mempermudah perbedaan jumlah bait pada tiap-tiap

naskah yang akan dijadikan sebagai objek pokok penelitian, dibuatkan tabel sebagai

berikut:

Page 36: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

71

Tabel 2

Perbandingan Urutan Pupuh dan Jumlah Bait pada Tiap Naskah

No

Pupuh

Jenis Tembang Jumlah Bait Tiap-Tiap Naskah

A B C

1 Asmaradana 20 20 20

2 Mijil 38 38 38

3 Asmaradana 31 31 31

4 Sinom 27 27 27

5 Dhandhanggula 31 31 31

6 Mijil 35 35 35

7 Dhandhanggula 29 29 25

8 Asmaradana 31 31 31

9 Pangkur 36 36 24

10 Sinom 27 27 27

11 Kinanthi 36 36 36

12 Asmaradana 31 31 31

13 Pangkur 31 31 31

14 Durma 37 37 37

Page 37: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

72

15 Dhandhanggula 26 26 26

16 Asmaradana 32 32 32

17 Kinanthi 29 28 27

18 Pangkur 28 28 28

19 Durma 34 34 34

20 Pangkur 29 29 29

21 Asmaradana 26 26 26

22 Durma 24 24 24

23 Pangkur 25 24 25

24 Durma 34 34 34

25 Asmaradama 33 33 33

26 Kinanthi 36 36 36

27 Sinom 30 30 30

28 Asmaradana 32 32 29

29 Sinom 28 28 28

30 Pocung 41 41 41

31 Kinanthi 33 33 33

32 Pangkur 31 31 31

Page 38: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

73

33 Durma 34 34 34

34 Dhandhanggula 23 23 23

35 Sinom 28 28 28

36 Asmaradana 33 33 33

37 Pocung 23 - 23

Jumlah 37 36 37

Keterangan :

…: perbedaan jumlah bait pada naskah B.

… : perbedaan jumlah bait pada naskah C.

- : bait tembang tidak ada

Berdasarkan tabel perbandingan di atas, dapat diketahui berbagai

penyimpangan yang mencolok dari jumlah bait pada masing-masing pupuh, serta

perbedaan jumlah pupuh dari tiap-tiap naskah. Perbedan-perbedaan tersebut antara

lain (1) perbedaan jumlah pupuh pada naskah A, B, dan C. Naskah A = C, sedangkan

naskah B ≠ A dan C. Disamping itu juga terdapat perbedaan lainnya yaitu (2)

perbedaan jumlah bait pada naskah A yang terjadi pada urutan bait ke 11 dan 32,

nasakh B perbedaan terjadi pada urutan bait ke 17 dan 23, pada naskah C terdapat

banyak perbedaan kuantitas bait yakni pada urutan bait ke 7, 9, 17 dan 28.

Page 39: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

74

c. Perbandingan Bait

Selanjutnya adalah perbandingan isi naskah yang diawali dengan

perbandingan bait terlebih dahulu. Sebelumnya pada tabel I telah ditampilkan

beberapa pupuh yang berbeda pada tiap-tiap naskah, yakni pada pupuh ke-7, 9, 11,

17, 23, 28, 32, dan 37. Secara lebih terperinci perbedaan-perbedaan jumlah bait pada

tiap-tiap pupuh tersebut ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 3

Perbandingan Bait pada Pupuh ke- 7 Tembang Dhandhanggula

Bait ke- Naskah A Naskah B Naskah C

1 V V V

2 V V V

3 V V V

4 V V V

5 V V V

6 V V V

7 V V V

8 V V V

Page 40: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

75

9 V V V

10 V V V

11 V V V

12 V V V

13 V V V

14 V V -

15 V V -

16 V V -

17 V V -

18 V V V

19 V V V

20 V V V

21 V V V

22 V V V

23 V V V

24 V V V

Page 41: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

76

25 V V V

26 V V V

27 V V V

28 V V V

29 V V V

Melalui table 3 perbandingan bait pada pupuh 7 di atas, nampak perbedaan

jumlah bait naskah C dibandingkan dengan naskah A dan B, naskah A dan B

berjumlah 29 bait, sedangkan naskah C berjumlah 25 bait saja. Perbedaan tersebut

sebenarnya terjadi pada bait 5 (lima) sampai dengan bait ke- 17 (tujuh belas), isi dari

teks pada bait-bait tersebutlah yang mengakibatkan perbedaan jumlah bait, teks tidak

hilang dan ceriteranya pun tidak terputus, dalam artian terjadi sebuah penyederhaan

ceritera namun tidak menghilangkan esensi dari pada ceritera itu sendiri. Pada bait

ke- 5-17, penulis naskah C lebih memadatkan ceritera, dengan menggunakan kosa

kata yang berbeda dan mengurangi beberapa adegan akan tetapi ceritera berujung

pada titik temu yang sama, seperti contoh pada naskah A dan B bait lima dan enam

yang tertulis sebagai berikut:

5. Sang kusuma alon anauri/ kula bibi wong sajaban kitha/ padesan pinggir

alase/ anguruh kadang sêpuh/ nguni wontên ing Dwarawati/ suwita

amawongan/ mangkya wartinipun/ umiring mring Madukara/ ing gustine

kusuma Banoncinawi/ kagarwa Dyan Janaka//

Page 42: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

77

6. Kula bibi pan dèrèng udani/ Madukara pundi prênahira/ kang darbe

bango saure/ pan wus cêlak nakingsun/ lurung ingkang ngidul puniki/ têrusan

Madukara/ marga gêng jumujug/ anjog Taman Maduganda/ pan ing mangke

Kusuma Banoncinawi/ sampun ambabar putra//

Sebagai teks pembanding ialah bait lima pada naskah C yang tertulis sebagai berikut:

5. Sang kusuma angandika aris/ lah ta bibi ingsun atêtanya/ wong agung

Madukarane/ lah apa karyanipun/ anèng dalêm garwanirèki/ matur ingkang

tinanya/ gustiku sang bagus/ wong agung ing Madukara/ kalangênan lan

garwa putra puniki1/ sawêg ambabar anyar//

Pada naskah A dan B adegan pertemuan antara Srikandhi dengan Mbok

Nganten diwarnai dengan pertanyaan yang kompleks hingga dua bait tembang, akan

tetapi pada naskah C, adegan tersebut hanya tercakup dalam satu bait tembang saja.

Meskipun pertanyaan yang disodorkan Srikandhi kepada mbok bakul dalam naskah A

dan B berbeda dengan naskah C, akan tetapi esensi ceritera teteap sama, yakni

menanyakan seputar kasatrian Madukara dan Raden Arjuna yang mana diselimuti

kegembiraan atas kelahiran putra pertamanya yakni Angkawijaya.

Bait yang berbeda susunan kalimatnya akan tetapi masih tetap dalam satu

esensi ceritera yang sama, terjadi pada naskah C ditulis pada bait 5-13, untuk

memperjelas perbedaannya berikut ditampilkan bait tembang yang dimaksud:

1 Terjadi lacuna satu suku kata pada baris ke- 9. Pada teks asli kata „‟puniki‟‟ hanya tertulis „‟niki‟‟.

Page 43: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

78

Tabel 4

Perbandingan Susunan Kalimat Pada Pupuh ke- 7 Tembang Dhandahnggula

Bait

ke-

Naskah A dan B

Bait

ke-

Naskah C

4 Lamun iku putraning narpati/

sang kusuma sayah lampahira/

rarywan pinggir lurung gedhe/

ngaub ana ing warung/ ingkang

darbe bango lon angling/ ing riki

den sakeca/ mbok ngantèn

alungguh/ ing pundi wisma

andika/ ayu anom têka lêlampah

pribadi/ pundi ingkang sinêdya//

4 Lamun iku putraning narpati/

sang kusuma sayah lampahira/

rarywan pinggir lurung gedhe/

ngaub ana ing warung/ ingkang

darbe bango lon angling/ ing riki

den sakeca/ mbok ngantèn

alungguh/ ing pundi wisma

andika/ ayu anom têka lêlampah

pribadi/ pundi ingkang sinêdya//

5 Sang kusuma alon anauri/ kula

bibi wong sajaban kitha/

padesan pinggir alase/ anguruh

kadang sêpuh/ nguni wontên

ing Dwarawati/ suwita

amawongan/ mangkya

wartinipun/ umiring mring

Madukara/ ing gustine kusuma

Banoncinawi/ kagarwa dyan

Janaka//

5 Sang kusuma angandika

aris/ lah ta bibi ingsun

atatanya/ wong agung

Madukarane/ lah apa

karyanipun/ anèng dalêm

garwanirèki/ matur ingkang

tinanya/ gustiku sang bagus/

wong agung ing Madukara/

kalangênan lan garwa putra

puniki/ sawêg ambabar

anyar//

6 Kula bibi pan dèrèng udani/

madukara pundi prênahira/

kang darbe bango sahure/ pan

wus cêlak nakingsun/ lurung

ingkang ngidul puniki/ têrusan

madukara/ marga gêng

jumujug/ anjog taman

maduganda/ pan ing mangke

kusuma Banoncinawi/ sampun

ambabar putra//

6 Putranipun kalangkung

apêkik/ cahyanipun

anuksmèng sasangka/

Angkawijaya parabe/ ling

malih sang rêtnayu/ wus

kariya bibi sirèki/ laju sang

rêtnaning dyah/ tan

kawarnèng ngênu/ wus

Prapta ing Madukara/ nulya

jujug kusuma Wara

Srikandhi/ mring taman

Page 44: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

79

Madukara//

7 Miyos kakung warnane apêkik/

sinung nama dyan

Angkawijaya/ puniki lurung

kang ngalèr/ anjag ing

dalêmipun/ satriya gung ing

Jodhipati/ radèn Sadewa wetan/

de kilèn kadhatun/ dalême

Radèn Nakula/ ari catur dalêm

ngubêngi nagari/ pura madya

Ngamarta//

7 Sapraptaning jroning

tamansari/ juru taman tan

ana uninga/ sang rêtna duk

malêbune/ nulya

kusumaningrum/ mêthik

sêkar ing taman sari/ jaluki

sumarsana/ argulo nojèku/

kanikir wora-wari bang/

ambêlasah pinêthikan urut

margi/ sagung kang

kêmbang-kêmbang//

8 Pan wong agung Madukara

mangkin/ salamine kanggowa

ambabar/ awis kundur mring

dalême/ kêkuwu taman santun/

kalangênan lesan jêmparing/

sang rêtna duk miyarsa/ mèsêm

ngandika rum/ nggih bibi

bangêt tarima/ tuduh dika lah

bibi kari ya laris/ sang dyah

lajêng tumédhak//

8 Supayane sang rêtnaning

rêtnaning putri/ mrih

nêpsune kang darbe taman/

wong agung Madukarane/

nulya sang rêtnaningrum/

duk umiyat marang botrawi/

wus praptèng…7a./

…6u/…8a/ nèng botrawi

ting kulacar ting kulicir/

mina gêng samya

ngambang//

9 Saking bangu anurut ing

margi/ kang mangidul tan

dangu lampahnya/ katon

munggul gapurane/ pucuk

mutyara mancur/ nawung

sunaring surya kadi/ sasmita

angenggalna/ sang dyah

lampahipun/ wontên witing

naga puspa/ ngapit kori pangira

kanginan kadi/ angawe sang lir

rêtna//

9 Eram mulat kacaryan

ningali/ rêrênggane taman

Madukara/ kadya Suwarga

rakite/ urange runtung-

runtung/ wadêr bange bayak

ngulincir/ urang sapucang-

pucang/ kutuknya

malumpuk/ kunêng sang

rêtna nèng taman/

kawuwusa satriya

Madukarèki/ arsa têdhak

mring taman//

Page 45: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

80

10 Lampahira sang kusuma prapti/

lajêng manjing salêbêting

taman/ pan maksih mênga

korine/ sang dyah eram andulu/

rêrênggane kang taman sari/

sarwa mas lan sêsotya/ lir

taman swarga gung/ bot rawi

binale kambang/ sri kawuryan

kêmbang-kêmbange ngubêngi/

kang samya jinêmbangan//

10 Sêmar Bagong wau kang

umiring/ tan kawarna wus

prapta ing taman/ satriya

Dananjayane/ jroning taman

wus rawuh/ amung Sêmar

Bagong kang ngiring/ anèng

ing jawi taman/ lawan

sutanipun/ sami angampil

woh-wohan/ Dananjaya wau

sarêng aningali/ sagung

kang kêmbang-kêmbang//

11 Eram mulat wêninging kang

warih/ umbul mijil tuke saking

sela/ udal andêdêl ganggênge/

urangi arêruntung/ wadêr

bange bayak ngêbyaki/ ucêng

sapucang-pucang/ kutuke

anglumpuk/ urut lêbinging

balumbang/ puspawarna

sangkêp sawarnaning sari/ sru

nilan sumarsana//

11 Sami rubuh balasah nèng

siti/ kocar-kacir pan saurut

marga/ kêkêmbangan

sadayane/ rahadyan

langkung bêndu/ sapa

ingkang angrusak iki/ iya

têka mêjana/ mring

sariraningsun/ sapa wonge

ingkang karya/ amêthiki

kakêmbangan urut margi/

apa warnane baya//

12 Nêdhêng panjrah ingkang

sarwa sari/ kamarutan

gandanya mrik ngambar/ sang

dyah ayêm ingtyas rèrèh/

kataman maruta rum/ midêr

mêthik kang sarwa sari/ kang

samya jinêmbangan/ satêpining

ranu/ karsanya sang lir

kusuma/ marma dangu

ngayêmkên sarira dingin/

nadyan mangke marêkta//

12 Laju sarwi angandika aris/

yèn lananga iya kang

mêjana/ sun tugêl-tugêl

gulune/ tan lêga ing tyas

ingsun/ yèn wadona ingsun

kauli/ sun kungkung pitung

dina/ iya pitung dalu/ anèng

sajroning paprêman/

Dananjaya sarêng wau

aningali/ marang putri

Cêmpala//

13 Mring sang Parta manawa wus

aring/ dene juru taman kalih

wêlas/ kang nyiram

pêpêthètane/ lawan ingkang

angangsu/ datan wontên

ngaruh-aruhi/ kinandêlkên

kewala/ sang dyah solahipun/

13 Dene iku kangbok dèwi

Ratih/ kang mêthiki

kêmbang urut marga/ nora

kêjamah anggêpe/ angrusak

taman santun/ mêjanani

marang ing mami/ sang

rêtna pinarpêkan/ wus cêlak

nggènipun/ marang putri ing

Page 46: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

81

denira angambil sêkar/ nyana

lamun parêkan dinutèng gusti/

angundhuh kêmbang-

kêmbang//

Cêmpala/ Dananjaya ningali

dèrèng anggalih/ lamun

putri cêpala//

14 Marma datan ana kang

malangi/ ing sasolahira sang lir

rêtna/ denya angalap sêkare/

wauta kang winuwus/ radyan

Dananjaya marêngi/ tedhak

marang ing taman/ kang

umiring namung/ ki lurah

Bagong lan Sêmar/ pan

gumêdêr gêguyon samargi-

margi/ sang dyah kagyat

miyarsa//

-

15 Gugup minggah marang ing

botrawi/ saklèbatan sang parta

tumingal/ wanudya têmah

ciptane/ apa ta sibok ayu/ dewi

ratih prapta ing ngriki/ wus

sabêne mangkana/ yèn tuwi

anjujug/ jroning botrawi

kewala/ gya sang parta

ngubêngi kêmbang sarya

ngling/ mirungu kang

umpêtan//

-

16 Sapa iki kang angalap sari/

kocar-kacir kaliwat mêjana/ mèt

nora nêmbung kang duwe/ kaya

pawarnanipun/ yèn wanodya

punagi mami/ sun kungkung

pitung dina/ ana ing jinêmrum/

hèh Sêmar Bagong kariya/

anèng jaba sadhela sun arsa

guling/ ana ing Yasakambang//

-

17 Sang kusuma têtela miyarsi/

sang Arjuna dènira ngandika/

tambuh-tambuh ing solahe/

-

Page 47: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

82

arsa medal kabutuh/ Dananjaya

mêngakên kori/ sang dyah

dheprok karuna/ anèng

ngarsanipun/ jungkêl nutupi

wadana/ Dananjaya ningali

dèrèng andugi/ lamun putri

cêmpala//

18 Maksih nyana lamun dèwi ratih/

sarwi gumujêng dènya ngandika/

hèh babo iki ta wonge/ kang

ngrusak taman ingsun/ liwat

saking amêjanani/ marang kang

duwe taman/ yêkti kênèng ukum/

wus dadi punaginingwang/

ingsun kungkung nèng paprêman

pitung bêngi/ sang dyah

sinambut sigra//

14 Maksih nyana lamun dèwi ratih/

sarwi gumujêng dènya ngandika/

hèh babo iki ta wonge/ kang

ngrusak taman ingsun/ liwat

saking amêjanani/ marang kang

duwe taman/ yêkti kênèng ukum/

wus dadi punaginingwang/

ingsun kungkung nèng paprêman

pitung bêngi/ sang dyah

sinambut sigra//

Berdasar pada table diatas, dapat dilihat bahwa adanya selisih empat bait

antara naskah C berjumlah 25 bait dengan naskah A dan B berjumlah 29 bait,

dikarenakan mulai bait ke- 5 sampai dengan 17 oleh penulis naskah C ceritera

dirangkum hanya dalam sembilan bait saja (bait 5-13 pada teks cetak tebal),

sedangkan naskah A dan B ceritera ditulis dalam tiga belas bait (bait 5-17 pada teks

cetak tebal), sehingga terjadi selisih empat bait pada jumlah bait pupuh ke-7 tersebut.

Selanjutnya adalah perbandingan bait ke- 9 tembang Pangkur yang mana juga

mengalami perbedaan jumlah bait antara naskah C dengan naskah B dan C.

perbedaan tersebut ditampilkan pada tabel berikut:

Page 48: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

83

Tabel 5

Perbandingan bait pada pupuh ke- 9, bait tembang Pangkur

Bait ke- Naskah A Naskah B Naskah C

1 V V V

2 V V V

3 V V V

4 V V V

5 V V V

6 V V V

7 V V V

8 V V V

9 V V V

10 V V V

11 V V V

12 V V V

13 V V V

Page 49: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

84

14 V V V

15 V V V

16 V V V

17 V V V

18 V V V

19 V V V

20 V V -

21 V V -

22 V V -

23 V V -

24 V V -

25 V V -

26 V V -

27 V V -

28 V V -

29 V V -

Page 50: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

85

30 V V -

31 V V -

32 V V V

33 V V V

34 V V V

35 V V V

36 V V V

Kasus yang terjadi pada pupuh ke- 9 ini hampir sama dengan pupuh 7 di atas.

Pada pupuh ke- 9 ini, ada beberapa adegan yang dihilangkan oleh penulis naskah C,

disinyalir penulis naskah C menganggap adegan tersebut tidak begitu penting

sehingga dihilangkan. Kutipan dua bait teks (bait ke- 18 dan 19) sebagai penyambung

ceritera sebagai berikut:

18. Antara samadya candra/ dènira nèng Madukara sang putri/ langkung rêpit

tingkahipun/ sanadyan wadyanira/ Madukara sadaya apan dèrèng wruh/

anyana gustine samya/ iya tapa kang sayêkti//

19. anèng sajrone ing taman/ wadyanira datan ana udani/ kunêng wau kang

winuwus/ ingkang lumampah kuma/ sabanira pramèswari Ngamartèku/ wus

prapta ing Madukara/ momor sagung para cèthi//

Pada naskah A dan B (lihat suntingan teks), konflik ceritera mengalami sedikit

pengembangan, dimulai dari bait ke- 19-31 terdapat percakapan antara Rarasati

Page 51: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

86

dengan Sembadra, yang mana Rarasati menggosipkan Arjuna yang sedang tapa

nendra di taman kasatriyan Madukara ditemani dengan Srikandhi dan melakukan hal

yang tidak senonoh disertai sendau gurau lainya. Nampaknya penulis naskah C

menganggap hal itu tidak begitu penting, peristiwa yang ditulis sepanjang 13 (tigas

belas) bait itu ditiadakan, diganti dengan dua bait tembang saja, yakni pada bait ke

sembilan belas dan dua baris bagian akhir pada bait ke delapan belas sebagai

jembatan penyambung ceritera dari ceritera sebelumnya menuju setelahnya tanpa

merusak jalannya ceritera.

Tabel 6

Perbandingan Bait Pupuh ke- 17, tembang Kinanthi.

Bait ke- Naskah A Naskah B Naskah C

1 V V V

2 V V V

3 V V V

4 V V V

5 V V V

6 V V V

7 V V V

Page 52: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

87

8 V V V

9 V V V

10 V V V

11 V V V

12 V V V

13 V V V

14 V V V

15 V V V

16 V - -

17 V V -

18 V V V

19 V V V

20 V V V

21 V V V

22 V V V

23 V V V

Page 53: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

88

24 V V V

25 V V V

26 V V V

27 V V V

28 V V V

Perbedaan jumlah bait pada pupuh ke- 17 tembang Kinanthi ini terjadi pada

bait ke- 16 dan 17. Naskah B tidak mempunyai bait ke- 17 dan naskah C tidak

mempunya bait ke- 16 dan 17.

Berikut ditampilkan empat bait, yang mana dua dari bait tersebut merupakan

bait ke- 16 dan 17.

15. Narendra Krêsna andhêku/ pan inggih sami basuki/ paman aji lampah

kula/ mring Cêmpala pan tinuding/ ing putra Tuwan Ngamarta/

ngaturkên[…91] lêpatirèki//

16. Miwah pêjah gêsangipun/ putra tuwan pun Prêmadi/ kurêbêna ing

abahan/ dadosa tontonan nagri/ putra tuwan ing Ngamarta/ sumangga ing

asta kalih//

17. Botên ing grantês sarambut/ suka lila lair batin/ saking sangêt

merangira/ putra puwan yayi aji/ Ngamarta dhatêng paduka/ mèh kêdhik

arinirèki//

18. Pun Dananjaya pukulun/ dipuntélasi pribadi/ dene sangêt dènya karya/

saru-saruning praja di/ pocapan kang tan sayogya/ kapyarsa liyan nagari//

Page 54: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

89

Bait tembang yang dicetak tebal di atas merupakan bait tembang yang di maksud

sebagai bait yang tidak ada pada naskah C. Pada bait-bait tersebut berisi kalimat-

kalimat penegas penyesalan Yudhistira atas perbuatan adiknya si Arjuna. Bait

tersebut dirasa harus ada, mengingat watak Yudhistira raja agung yang selalu

menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan, melihat kelakuan adiknya yang

melanggar norma seorang kesatria negara maka pantaslah untuk dihukum setimpal

dengan kesalahan yang diperbuat. Sehingga, apabila kedua bait tersebut dhilangkan

dirasa kurang mengena pada penggambaran watak seorang Yudhistira.

Selanjutnya adalah perbandingan bait pada pupuh ke- 23, tembang Pangkur.

Pada pupuh ini terjadi perbedaan kuantitas bait antara naskah B dengan naskah A dan

naskah C. Berikut akan ditampilkan table untuk mempermudah dalam mengetahui

letak perbedaan tersebut

Tabel 7

Perbandingan Bait pada Pupuh ke- 23 Tembang Pangkur.

Bait ke- Naskah A Naskah B Naskah C

1 V V V

2 V V V

3 V V V

4 V V V

Page 55: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

90

5 V V V

6 V V V

7 V V V

8 V V V

9 V V V

10 V V V

11 V V V

12 V V V

13 V V V

14 V V V

15 V - V

16 V V V

17 V V V

18 V V V

19 V V V

20 V V V

Page 56: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

91

21 V V V

22 V V V

23 V V V

24 V V V

25 V V V

Terjadi kekurangan jumlah bait pada naskah B pupuh ke- 23, kekurangan ini

diakibatkan karena hilangnya satu bait tembang yakni urutan bait ke-15. Berikut

kutipan bait tembang yang dimaksud:

5. Ingkang padha ling-ulingan/ hèh ta bapa kabèh prajurit mati/ mêngku

têmpuh ing prang pupuh/ dèn ajêg barisira/ aja owah mung sun pundhut

surakipun/ sira bae dèn waspada/ patih sandika tur nèki//

6. […121] sang prabu ngêtap ratanya/ gumrit nêngah gêbyar-gêbyar tulya

sri/ rêganing rata mas murub/ kataman diwangkara/ prabawaning makutha

muncar ngênguwung/ pan sarwi ngiwa gandhewa/ èndhong pamungkasing

tandhing//

7. Pantês wanguning prabawa/ asêmbada pêkike sri bupati/ sri Krêsna mulat

lingnya rum/ hèh yayi mungsuhira/ sida ngajak mungkasi ing aprang pupuh/

iya wus nêngahkên rata/ lah yayi dèn ngati-ati//

Bait tembang yang ditebalkan merupakan bait tembang yang tidak dimilliki

oleh naskah B. Hilangnya satu bait tembang ini bukan dari faktor kesengajaan, karena

dilihat dari segi isi, ketiga bait tersebut saling berkaitan antara satu dengan lainnya,

sehingga apabila salah satu dari bait-bait tersebut hilang dirasa ceritera tidak utuh dan

runtut, oleh karena itu hal ini memang dianggap sebagai kelalaian penyalin naskah,

Page 57: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

92

bukan karena penyalin dengan sengaja ingin menghilangkan bait tersebut karena

dirasa tidak penting.

Perbandingan selanjutnya adalah perbandingan jumlah bait pada pupuh ke- 28.

Terjadi perbedaan kuantitas bait yang cukup banyak, antara naskah C dengan naskah

A dan naskah B. adapun perinciaanya akan ditampilkan pada table perbandingan

berikut:

Tabel 8

Perbandingan Bait pada Pupuh ke- 28 Tembang Asmaradana.

Bait ke- Naskah A Naskah B Naskah C

1 V V V

2 V V V

3 V V V

4 V V V

5 V V V

6 V V V

7 V V V

8 V V V

Page 58: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

93

9 V V V

10 V V V

11 V V V

12 V V V

13 V V V

14 V V V

15 V V V

16 V V V

17 V V V

18 V V V

19 V V V

20 V V V

21 V V V

22 V V V

23 V V -

24 V V -

Page 59: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

94

25 V V -

26 V V V

27 V V V

28 V V V

29 V V V

30 V V V

31 V V V

32 V V V

Kasus yang terjadi pada pupuh 28 ini hampir sama dengan kasus yang terjadi

pada pupuh ke- 7, terdapat beberapa adegan yang dihilangkan serta adanya beberapa

kalimat baru, akan tetepi ceritera berujung pada titik temu yang sama serta

penggunaan konvensi tembang dan kalimat yang sama pula. Berikut ditampilkan

perbedaan dari pernyataan yang dimaksut, sebagai contoh dari naskah A dimuai dari

bait ke- 18 hingga bait ke- 26, sedangkan naskah C dari bait ke- 18 hingga 23:

Page 60: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

95

Tabel 9

Perbandingan Susunan Kalimat Pada Pupuh yang Sama

Bait

ke-

Naskah A

Bait

ke-

Naskah C

18 Kapan nggonmu anjêmparing/

nggepok gandhewa kewala/

durung tau saêjêge/ mangka

putri ing Cêmpala/ nguni lamun

mêmanah/ kang kinarya lesan

rambut/ anggêr wruh prênahe

kêna//

18 Kapan nggonmu anjêmparing/

nggepok gandhewa kewala/

durung tau saêjêge/ mangka

putri ing Cêmpala/ nguni lamun

mêmanah/ kang kinarya lesan

rambut/ anggêr wruh prênahe

kêna//

19 Miwah manah dhoging pêking/

sipat katon bae kêna/ nora luput

pangarahe/ samêngko pasthi

sangsaya/ wuwuh awas

wasisnya/ sanadyan ingsun

kang muruk/ rumasa yèn wus

kasoran//

19 Mèsêm nikèn Rarasati/ dyan

Parta maringi sigra/ gandhewa

lan jêmparinge/ karsanira kinèn

nyoba/ Rarasati tur nêmbah/

mbok sampun tanggêl pukulun/

inggih lesanipun pisan//

20 Têkarsa sira ayoni/ dêstun si

wong tanpa ngrasa/ dhêmên

gawe wiranging ngong/

Rarasati aturira/ inggih yêktos

kawula/ dèrèng nate asinau/

ananging manah kawula//

20 Rema lan terong gêlathik/

dhoging pêking pinasangan/

pan kawula salamine/ sapisan

dèrèng tumingal/ gèn tuwan

lesan liyan/ inggih namung

lesan rambut/ terong lan

dhoging kukila//

21 Kadi-kadi yèn kadugi/ ulah

sanjata mung kadya/ putri ing

Cémpala bae/ Dananjaya sru

21 Sang Parta ngêmpus sarya

ngling/ ewa têmên sun miyarsa/

ing ature si mêngkono/ lesane

Page 61: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

96

anyêntak/ pintêrmu saka ngapa/

yèn nora lawan winuruk/

Rarasati aturira//

nulya pinasang/ terong gêlathik

lawan/ tiganing pêking

ginantung/ rema pinasang nèng

têngah

22 Inggih dèrèng anglampahi/

winulang nanging kawula/

asring ngintip sayêktine/ nggèn

tuwan mulang nyanjata/

dhatêng putri Cêmpala/ wontên

ing taman rumuhun/ manah

kawula kaduga//

22 Sinami longkangirèki/ terong

lan doging kukila/ angapit rema

ênggone/ nikèn Rarasati nulya/

ngewahi lungguhira/ rêspati

pangêmbatipun/ gandhewa

pamawasira//

23 Rakite dènya jêmparing/

panyêpêngirèng gandhewa/

miwah ta ing pamawase/

kaduga lamun nelada/ mring

rakite kang mulang/ Dananjaya

sigra mundhut/ jêmparing

lawan gandhewa//

-

24 Sun dêlênge si kumini/

tandange dènya amanah/ dene

lipat kumênèse/ lah iya iki

gandhewa/ lawan panah

manaha/ arahên wit randhu

iku/ samana apa ta kêna//

-

25 Mèsêm nikèn Rarasati/ denya

nampèni gandhewa/ sarta

lawan jêmparinge/ kêndhênge

sampun pinasang/ ngewahi

lungguhira/ rêspati

pangêmbatipun/ gandhewa

mawas sanjata//

-

Page 62: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

97

26 Mèh lumêpas kang jêmparing/

cinandhak gandhewanira/ sang

parta lon andikane/ dhuh dene

parigêl sira/ pacak tandang-

tanduknya/ kaya wong wus olah

wuruk/ pangêmbatirèng

gandhewa//

23 Mèh lumêpas kang jêmparing/

cinandhak gandhewanira/ sang

Parta lon andikane/ dhuh dene

parigêl sira/ pacak tandang

tanduknya/ kaya wong wus olèh

wuruk/ pangêmbatirèng

gandhewa//

Bait tembang yang dicetak tebal di atas merupakan bait tembang yang berisi

susunan kalimat yang berbeda, akan tetapi substansi dari keduanya sama serta

dilanjutkan bait tembang yang sama baik secara konvensi tembang maupun susunan

kalimatnya.

Berdasarkan perbandingan-perbandingan bait di atas nampak bahwa naskah A

secara kuantitas lebih unggul dibandingkan naskah B maupun naskah C, akan tetapi

ditinjau dari segi kuantitas bait saja tidak cukup di dalam menentukan kualitas naskah

yang lebih unggul sebagai naskah dasar suntingan. Hal inilah yang dirasa perlu untuk

melakukan perbandingan lanjutan yakni perbandingan kata per kata dan kelompok

kata, guna menemukan keunggulan dari masing-masing naskah. Naskah yang secara

kualitas paling baik akan dijadikan sebagai naskah dasar suntingan/landasan.

d. Perbandingan Kata

Perbandingan pada tahapan ini dilakukan dengan cara mengambil sempel teks

naskah dari sepuluh bagian awal yakni pupuh pertama sepuluh bait, bagian tengah

Page 63: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

98

yakni pupuh ke-19 sejumlah sepuluh bait, dan bagian akhir yakni pupuh ke- 36

sejumlah sepuluh bait. Perbandingan kata berikut dilakukan dengan cara memilih

diksi pada teks naskah yang mengalami penyimpangan entah karena kesalahan secara

tidak sengaja oleh penyalin pada saat mentransmisi teks, ataupun juga adanya varian

kata. Diksi dari salah satu bacaan teks naskah yang dipandang lebih baik daripada

lainya akan dimasukkan pada kolom edisi.

Tabel 10

Perbandingan Kata per-kata

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 1/3/5 Manusa Manungsa Manungsa * A

2 Pupuh 1/5/4 Brêmana Brêmana Brêmara @ A, B

3 Pupuh 1/5/5 Sêkti Sêkti Sakti *A, B

4 Pupuh 1/5/1 Pinrêdi Pinrêdi Pinardi *A, B

5 Pupuh 1/6/1 Sakaning sangkaning Sangkaning * A

6 Pupuh 1/6/3 Popor Pupoh Popor * A, C

7 Pupuh 1/8/4 Wêntala mêntala Wantala * A

8 Pupuh 1/8/6 Warnanipun Warnanipun Dhapuripun * A, B

Page 64: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

99

9 Pupuh 1/8/7 Parusa Purusa Parusa * A, C

10 Pupuh 1/10/2 Bupati Bupati Bopati * A, B

11 Pupuh 19/1/4 Kyèh Kyèh Kèh * A,B

12 Pupuh 19/2/1 Nglesanpura Nglesanpura Lesanpura @ A, B

13 Pupuh 19/2/7 Dening Dening Dene * A, B

14 Pupuh 19/3/1 Gathotkaca Gathutkaca Gathutkaca * A

15 Pupuh 19/4/1 Brajamikalpa Brajamikalpa Brajapikalpa * A, B

16 Pupuh 19/6/6 Tinut Tinut Tinurut # A, B

17 Pupuh 36/1/5 Saking Sangking Saking * A, C

18 Pupuh 36/2/3 Umyang Umyang Umyung * A, B

19 Pupuh 36/3/2 Dananjaya Dananjaya Danangjaya *A, B

20 Pupuh 36/3/3 Têdhakke têdhakke Atêdhak *A, B

21 Pupuh 36/3/7 Ngrêrêpa Ngrêrêpa Ngrarêpa *A, B

22 Pupuh 36/4/4 Rarasing Rarasing Larasing * A,B

23 Pupuh 36/6/4 Pasugata Pasunggata Pasugata *A, C

24 Pupuh 36/6/6 Dhadharan Gêgaran Dhadharan @ A, C

Page 65: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

100

25 Pupuh 36/6/7 Narpadayita Narpatidayita Narpadayita # A, C

26 Pupuh 36/7/1 Dhadharan Dhaharan Dhadharan *A, C

27 Pupuh 36/7/3 Sagêde Sagêde Wagêde *A, B

28 Pupuh 36/7/5 Anggung Anggung Agung @ A, B

29 Pupuh 36/7/7 Pawongan Pawongan Parêkan @ A, B

30 Pupuh 36/8/1 Ana Ana Anèng *A, B

31 Pupuh 36/10/2 Maring Marang Ing *A

Jumlah edisi 31 19 7 -

* : Pembetulan berdasarkan pertimbangan lingguistik

# : Pembetulan berdasarkan pertimbangan konvensi tembang

@ : Pembetulan berdasarkan konteks ceritera

Berdasarkan tabel perbandingan di atas nampak bahwa dari 31 kata yang

dibandingkan, terdapat sejumlah 31 kata dari bacaan naskah A dipilihi sebagai kata

yang diedisikan.

Page 66: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

101

e. Perbandingan kelompok kata

Berikut ditampilkan table perbandingan kelompok kata guna memperkuat

dugaan dalam menentukan teks naskah yang paling berkualitas yang nantinya akan

dijadikan sebagai dasar suntingan.

Tabel 11

Perbandingan Kelompok Kata

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 1/1/1 Kuneng gantya

kang winarni

Kunêng gantya

kang winarni

Kasmaran

ingkang winarni

@A,B

2 Pupuh 1/4/7 kasor nungkul

sabalanya

kasor nungkul

sabalanya

kasor nungkul

saha bala//

*A, B

3 Pupuh 1/9/1 Dene punggawa

gêng nagri

Dene punggawa

gêng nagri

Dene kang

sumosor patih/

@A,B

4 Pupuh 1/9/3 bupati jêro bupati jêro bupati gêdhe #A,B

5 Pupuh 1/9/4 nênggih sami

pêpilihan

sami pêpilihan nênggih sami

pêpilihan

#A,C

6 Pupuh 1/10/4 sakawan

gêgêdhugira

sakawan

gêgêdhugira

kakawan

gagêdhugira

*A,B

Page 67: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

102

7 Pupuh 19/3/7 Anindhihi Kang nindhihi Anindhihi *A,C

8 Pupuh 19/5/1 kinari rêngga kinari rêngga kêna rinêngga @A,B

9 Pupuh 19/8/7 ngobrak-abrik bobrak-babrik ngobrak-abrik *A,C

10 Pupuh 36/1/3 saking

kayungyun

sangking

kayuyun

saking kayungyun *A,C

11 Pupuh 36/4/1 Mèsêm

sasmitanira ja

Mèsêm

sasmitanira ji

Sarya mèsêm

sasmitaning

#B

12 Pupuh 36/4/6 Cêmpala

pasrahipun

Cêmpala

pasrahipun

Cêmpala sang

aprabu

@A,B

13 Pupuh 36/8/5 Kakurangan kang kurangan Kakurangan *A, C

Jumlah edisi 12 8 5

* : Pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik

# : Pembetulan berdasarkan pertimbangan konvensi tembang

@ : Pembetulan berdasarkan konteks ceritera

Tabel perbandingan kelompok kata di atas memperkuat dugaan bahwa naskah

A merupakan naskah yang memiliki bacaan terbaik, terbukti dari tabel perbandingan

kelompok kata di atas, dari 13 kelompok kata yang diperbandingan terdapat 12

kelompok kata yang dimasukkan pada kolom edisi. Hal ini berarti (berdasar pada

Page 68: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

103

table II-X) naskah A merupakan naskah yang secara kualitas paling baik

dibandingkan dengan naskah B dan C.

3. Penentuan Naskah Dasar Suntingan

Sebagaimana metode yang dipilih dalam penelitian filologis kali ini, dalam

metode landasan harus ada satu naskah yang dipandang sebagai naskah yang secara

kualiatas paling baik untuk dijadikan naskah pegangan, sedangkan naskah sejenis

lainnya dijadikan sebagai pembanding. Penentuan naskah dasar ini tentunya tidak

boleh asal-asalan, akan tetapi harus berdasar pada teori yang relevan. Menurut Edi S.

Ekadjati (1980: 6-7) teori dalam menentukan naskah sebagai dasar suntingan adalah

sebagai berikut:

1. Isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan naskah lin;

2. Tulisannya jelas dan mudah dibaca;

3. Keadaan naskah baik dan utuh

4. Bahasanya lancar dan mudah dipahami;

5. Umur naskah lebih tua.

Naskah yang memenuhi kriteria sesuai dengan teori tersebut diatas adalah naskah

yang layak dijadikan sebagai naskah dasar suntingan.

Merujuk pada tabel perbandingan (perbandingan pupuh, bait, kata per kata,

kelompok kata), naskah A merupakan naskah yang memiliki jumlah pupuh dan

jumlah bait paling lengkap, serta mengandung bacaan paling baik di antara bacaan

pada naskah B dan C. Pada tabel I telah dijelaskah jumlah pupuh dari masing-masing

Page 69: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

104

naksah, naskah A berjumlah 37 pupuh, naskah B 36 pupuh, dan naskah C 37 pupuh.

Meskipun jumlah pupuh antara naskah A dan naskah C sama, akan tetapi banyak

terjadi penyimpangan pada naskah C baik dari diksi maupun alur ceritera, banyak

terdapat adegan pada ceritera yang hilang (adegan dipadatkan), sehingga ceritera

terlihat kurang runtut. Selain dari keruntutan ceritera dan jumlah pupuh yang lengkap,

naskah A juga memiliki diksi paling baik diantara saksi naskah yang lain, nampak

pada table IX dan X bahwa naskah A tercatat memiliki diksi terbanyak pada kolom

edisi teks.

Pada point identifikasi naskah telah disebutkan mengenai kondisi serta gaya

tulisan pada teks masing-masing naskah. Mayoritas saksi memiliki tulisan yang jelas

serta mudah untuk dibaca, akan tetapi dari sekian banyak saksi, naskah A merupakan

naskah yang memiliki bacaan paling baik dan mudah untuk dimengerti, mulai dari

keruntutan ceritera hingga penggunaan diksinya naskah A merupakan naskah yang

lebih unggul secara kualitas bacaannya. Ditinjau dari perspektif kodekus, kondisi

naskah A juga masih baik dan utuh, begitu pula dengan naskah B dan C juga masih

utuh meskipun usia naskah dari ketiganya tergolong tua, tidak ada bagian lembar

naskah yang patah maupun hilang.

Berdasar pada tabel perbandingan umur naskah, disinyalir naskah A

merupakan naskah yang paling tua dibandingkan dengan saksi naskah lainnya, hal ini

didasarkan pada kolofon naskah A (baca identifikasi) yang menyatakan bahwa

naskah ini dulunya disalin langsung dari naskah induknya kepunyaan G.K.R

Pembayun putra dari PB VII. Artinya naskah ini sangat dekat dengan autograph,

Page 70: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

105

dikarenakan penulis asli naskah SSMM ini adalah R.Ng Sindusastra yang tidak lain

merupakan carik atau juru tulis di Kapurbayan, carik dari Kangjeng Gusti Pangeran

Purbaya nama muda dari I.S.K.S Pakubuwana VII (Poerbatjaraka, 1954: 155).

Menurut Nancy, gaya huruf pada naskah A merupakan gaya huruf keraton yang

digunakan pada era I.S.K.S Pakubuwana X yang memerintah pada tahun 1893-1939

M (2012: 200). Oleh karenanya naskah A diperkirakan ditulis pada kisaran tahun

tersebut. Naskah B belum dapat dilacak kapan penulisan naskah tersebut dilakukan,

dikarenakan dalam naskah itu sendiri serta dari berbagai sumber literer lainnya belum

diketemukan kapan penulisan naskah tersebut dilakukan. Berdasarkan gaya huruf

yang digunakan pada teks naskah, naskah C diperkirakan ditulis pada tahun 1899

(Nancy K. Florida, 2000: 306). Pada naskah C secara pasti juga tidak dapat dipastikan

kapan waktu penulisannya, dikarenakan sama sekali tidak terdapat informasi apapun

mengenai waktu penulisan didalam naskah.

Berdasar pada lima kategori di atas, serta didukung dengan adanya data yang

kuat dengan melalui berbagai tahapan, serta berbagai pertimbangan filologis, maka

dapat diputuskan bahwa teks naskah terpilih sebagai teks naskah dasar suntingan

adalah teks milik naskah A.

4. Kritik Teks

Kritik teks merupakan kegiatan pemurnian teks, dimana seorang filolog

memberikan evaluasi terhadap teks yang disunting, meneliti dan menempatkan teks

pada tempatnya yang tepat (Siti Baroroh Baried, 1994: 61). Kegiatan kritik teks ini

bertujuan membersihkan teks dari kesalahan sehingga dapat menghasilkan teks yang

Page 71: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

106

terbebas serta bersih dari kesalahan sehingga dapat ditemukan teks yang dipandang

sebagai bentuk mulanya.

Pada perbandingan kata, dan kelompok kata telah diperoleh beberapa kelainan

bacaan antar naskah sejenis. Kelainan tersebut di dalam kritik teks dikelompokkan

pada jenisnya masing-masing. Jenis-jenis kesalahan yang nampak pada teks naskah

SSMM adalah sebagai berikut:

Hiperkorek : perubahan ejaan karena pergeseran lafal.

Lacuna : bagian bacaan yang terlampaui, baik suku kata, kata, maupun

kelompok kata.

Adisi : bagian yang kelebihan atau terjadi penambahan pada bacaan, baik

suku ka ta, kata, maupun kelompok kata.

Substitusi : penggantian kata maupun kelompok kata yang mempunyai arti sama.

Kritik teks pada penelitian ini melibatkan 3 (tiga) naskah, yakni naskah A, B

dan naskah C. Pengkritisian dilakukan dengan sistem tabel, sebagaimana tersebut di

atas bahwa tiap-tiap tabel berisi kelainan bacaan yang telah dikelompokkan pada

jenisnya masing-masing. Perbaikan bacaan dilakukan atas dasar bacaan naskah

pembanding, serta adanya beberapa pertimbangan yakni pertimbangan Linguistis,

dan konvensi tembang (guru lagu, guru wilangan).

Berikut tabel varian bacaan yang ditampilkan secara berurutan sesuai dengan

jenis kelainan bacaan tersebut di atas.

Page 72: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

107

Tabel 12

Hiperkorek Kata dan Kelompok Kata

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 1/3/5 Manusa Manungsa Manungsa * A

2 Pupuh 1/5/5 Sêkti Sêkti Sakti *A, B

3 Pupu1/5/1 Pinrêdi Pinrêdi Pinardi *A, B

4 Pupu1/6/1 Sakaning sangkaning sangkaning * A

5 Pupuh 1/8/4 Wêntala Mêntala Wantala * A

6 Pupuh 1/10/2 Bupati Bupati Bopati * A, B

7 Pupuh 19/1/4 Kyèh Kyèh Kèh * A,B

8 Pupuh 19/2/1 Nglesanpura Nglesanpura Lesanpura @ A, B

9 Pupuh 19/3/1 Gathotkaca Gathutkaca Gathutkaca * A

10 Pupuh 19/4/1 Brajamikalpa Brajamikalpa Brajapikalpa * A, B

11 Pupuh 36/1/5 Saking Sangking Saking * A, C

12 Pupuh 36/2/3 Umyang Umyang Umyung * A, B

Page 73: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

108

13 Pupuh 36/3/2 Dananjaya Dananjaya Danangjaya *A, B

14 Pupuh 36/3/7 Ngrêrêpa Ngrêrêpa Ngrarêpa *A, B

15 Pupuh 36/6/4 Pasugata Pasunggata Pasugata *A, C

16 Pupuh 36/7/1 Dhadharan Dhaharan Dhadharan *A, C

17 Pupuh 36/7/3 Sagête Sagête Wagête *A, B

18 Pupuh 36/8/1 Ana Ana Anèng *A, B

19 Pupuh 1/10/4 sakawan

gêgêdhugira

sakawan

gêgêdhugira

kakawan

gagêdhugira

*A,B

20 Pupuh 19/8/7 ngobrak-abrik bobrak-babrik ngobrak-abrik *A,C

Keterangan :

* : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik.

@ : pembetulan berdasarkan konteks ceritera.

Page 74: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

109

Tabel 13

Lakuna Kata dan Kelompok Kata

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 1/9/4 nênggih sami

pêpilihan

sami pêpilihan nênggih sami

pêpilihan

#A,C

2 Pupuh 36/1/3 saking

kayungyun

sangking

kayuyun

saking

kayungyun

*A,C

3 Pupuh 36/4/1 Mèsêm

sasmitanira ja

Mèsêm

sasmitanira ji

Sarya mèsêm

sasmitaning

#B

Keterangan :

* : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik.

# : pembetulan berdasarkan pada konvensi tembang.

Page 75: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

110

Tabel 14

Adisi Kata dan Kelompok Kata

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 19/6/6 Tinut Tinut Tinurut # A, B

2 Pupuh 36/6/7 narpadayita Narpatidayita narpadayita # A, C

3 Pupuh 36/8/5 Kakurangan kang kurangan Kakurangan *A, C

Keterangan :

* : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik.

# : pembetulan berdasarkan pada konvensi tembang.

Page 76: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

111

Tabel 15

Substitusi Kata dan Kelompok Kata

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 1/6/3 Popor Pupoh Popor * A, B

2 Pupuh 1/8/6 Warnanipun Warnanipun Dhapuripun * A, B

3 Pupuh 19/2/7 Dening Dening Dene * A, B

4 Pupuh 36/2/3 Umyang Umyang Umyung * A, B

5 Pupuh 36/3/3 Têdhakke Têdhakke Atêdhak *A, B

6 Pupuh 36/4/4 Rarasing Rarasing Larasing * A,B

7 Pupuh 36/7/1 Dhadharan Dhaharan Dhadharan *A, C

8 Pupuh 36/7/3 Sagêde Sagêde Wagêde *A, B

Page 77: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

112

10 Pupuh 36/8/1 Ana Ana Anèng *A, B

11 Pupuh 36/10/2 Maring Marang Ing *A

12 Pupuh 1/4/7 kasor nungkul

sabalanya

kasor nungkul

sabalanya

kasor nungkul

saha bala//

*A, B

13 Pupuh 19/3/7 Anindhihi Kang nindhihi Anindhihi *A,C

Keterangan :

* : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik.

Tabel 16

Varian Kata dan Kelompok Kata yang Mengakibatkan Perbedaan Arti

No

Letak

(pupuh/bait/baris)

A B C Edisi

1 Pupuh 1/5/4 Bremana Bremana Brêmara @ A, B

2 Pupuh 1/8/7 Parusa Purusa Parusa * A, C

Page 78: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

113

3 Pupuh 36/6/6 Dhadharan Gêgaran Dhadharan @ A, C

4 Pupuh 36/7/5 Anggung Anggung Agung @ A, B

5 Pupuh 36/7/7 Pawongan Pawongan Parêkan @ A, B

6

Pupuh 1/1/1 Kuneng gantya

kang winarni

Kunêng gantya

kang winarni

Kasmaran

ingkang

winarni

@A,B

7 Pupuh 1/9/1 Dene punggawa

gêng nagri

Dene punggawa

gêng nagri

Dene kang

sumosor patih/

@A,B

8 Pupuh 1/9/3 bupati jêro bupati jêro bupati gêdhe #A,B

9 Pupuh 19/5/1 kinari rêngga kinari rêngga kêna rinêngga @A,B

10 Pupuh 36/4/6 Cêmpala

pasrahipun

Cêmpala

pasrahipun

Cêmpala sang

aprabu

@A,B

Keterangan :

* : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik.

# : pembetulan berdasarkan pada konvensi tembang.

Page 79: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

114

@ : pembetulan berdasarkan konteks ceritera.

5. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Hasil akhir dari sebuah penelitian filologi tradisional adalah menyajikan teks

naskah yang dipandang sebagai bentuk mulanya dan murni dari kesalahan, agar teks

itu dapat dipahami sejelas-jelasnya oleh pembaca kemudian. Untuk membebaskan

teks naskah dari kesalahan, serta teks dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca

kemudian, diperlukan tahapan filologis yakni penyuntingan teks (Edwar Djamaris,

1991: 18). Dalam rangka penyuntingn teks, langkah penting yang perlu dilakukan

terlebih dahulu adalah transliterasi. Transliterasi atau alih huruf dalam pengertian

filologis adalah “penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang

lain, lepas dari lafal bunyi kata yang sebenarnya” (kamus filologi, 1977: 3). Prinsip

menurut kamus filologi tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan, dikarenakan

sistem penulisan antara aksara Jawa dengan aksara Latin berbeda. Dalam transliterasi

teks manuskrip Jawa kali ini, digunakan Parama Sastra Gagrak Anyar Basa Jawa

(Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2013) dan kamus Baoesastra Djawa

(Poerwadarminta, dkk, 1939) sebagai dasar acuan dalam penulisan Suntingan teks ini.

Pentransliterasian aksara Jawa yang menggunakan Sastra laku tetap ditulis

sebagaimana ejaan dalam kaidah penulisan huruf latin pada umumnya, tidak ditulis

rangkap konsonan, seperti halnya penulisan pada frasa Prawirèng ngayuda (aksara

Jawa) diteransliterasikan pada ejaan latin Prawirèng ayuda dan lain sebagainya.

Penulisan tersebut dilakukan karena kata-kata tersebut tidak mencirikan bahasa lama,

untuk sistem penulisan aksara Jawa yang menunjukkan ciri-ciri bahasa lama

Page 80: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

115

ditransliterasikan dengan tetap mempertahankan ciri bahasa lama tersebut, seperti

kata Hyang, ywa dan lain-lain. Pengkecualian untuk kata tempat seperti kata

Nglesanpura, Ngastina, Ngamarta, tetap ditulis apa adanya tidak dipisah berdasarkan

etimologinya seperti halnya ng-Lesanpura dan lain-lain. Penulisan kata jadian yang

terdapat dwi purwa salin swara seperti Kukuwu, ditulis sebagaimana mestinya pada

ejaan latin yang berlaku yakni Kêkuwu, begitu pula dengan kata “mangsa” yang

mana dalam aksara Jawa ejaan Sriwedari akan ditulis “mongsa”, akan tetapi pada

penulisan latin menggunakan sebagaimana mestinya yakni ditulis “mangsa”.

Mengingat teks naskah dalam naskah SSMM ini menggunakan aksara Jawa

(carik/tulisan tangan), maka hal ini sangat perlu dilakukan guna mempermudah

pembaca kemudian dalam memahami isi teks tersebut, selain itu juga sebagai sarana

bagi para peneliti dari bidang ilmu lain, dalam rangka meneliti teks ini secara lebih

lanjut sesuai dengan ilmu yang ditekuni.

Teks naskah yang sudah melewati tahapan perbandingan selanjutnya

ditentukan sebagai teks landasan suntingan. Teks terpilih sebagai teks landasan

dikritisi sebagai mana mestinya, apabila terdapat varian ataupun segala bentuk

kelainan bacaan yang diakibatkan ketidakcermatan penyalin dalam mentransmisi teks

tersebut, selanjutnya dibenarkan atas dasar bacaan pada naskah sejenis, sedangkan

bentuk mula pada teks landasan dimasukkan pada aparat kritik. Aparat kritik menurut

Kamus Filologi adalah “Perabot pembanding yang menyertai penyajian suatu teks

naskah” (1977: 5). Aparat kritik biasanya ditaruh pada bagian tersendiri, yakni pada

bagian bawah setelah bacaan utama dibawah garis dasar berupa Footnote dengan

disertai nomor urut dengan menggunakan angka Arab.

Page 81: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

116

Agar memudahkan pemahaman pembaca terhadap Suntingan teks dalam

naskah SSMM, teks disajikan secara horizontal menyamping (kanan) dengan

menggunakan tanda sebagai berikut:

a. Tanda garis miring (/) sebagai pembatas tiap-tiap baris.

b. Tanda garis miring dua (//) sebagai penanda akhir bait.

c. Titik-titik diikuti angka dalam kurung kurawal […1], […2], […3] dan

seterusnya sebagai penanda pergantian halaman naskah.

d. Penomoran pupuh dengan menggunakan angka romawi, misal pupuh I

Asmaradana.

e. Penomoran bait menggunakan nomor dengan angka Arab.

f. Angka Arab kecil diatas kata ataupun kelompok kata yang salah (¹˒²˒³)

merupakan nomor urut kritik. Varian yang jumlahnya hingga satu bait atau

lebih tidak dimasukkan pada aparat kritik, melainkan ditampilkan pada

perbandingan bait.

g. Tanda * adalah tanda pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistic.

h. Tanda # merupakan tanda pembetulan berdasarkan konvensi tembang.

i. Tanda @ adalah tanda pembetulan berdasarkan konteks ceritera

j. Huruf „è‟ dibaca „Ɛ‟seperti kata dalam bahasa Indonesia “edisi”.

k. Huruf „ê‟ dibaca „Ə‟ seperti kata dalam bahasa Indonesia “petani”.

Page 82: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

117

I. ASMARADANA

1. Kunêng gantya kang winarni/ wontên gêmpalaning kandha/ kadya yèn sarêng

lampahe/ nanging gênti kang carita/ paran yèn sinarênga/ wontên ratu kang

pinunjul/ prajane ing tanah sabrang//

2. Agêng karatonirèki/ kêkutha Paranggubarja/ bisikanira sang katong/ Sang

Prabu Jungkung Mardeya/ kasub kalokèng jana/ mandraguna ing prang pupuh/

sura sêkti ing ayuda//

3. Warnanya kalangkung pêkik/ taruna jumênêng raja/ sêmbada kaprawirane/

nênggih bêbala bacingah/ kang rong duman manusa/ ingkang saduman

dityagung/ sami prawirèng ayuda//

4. Dene kang kinarya patih/ tilas ratune duk kuna/ Prabu Jaya Sukendrane/ kasor

ing prang mring sang nata/ Prabu Jungkung Mardeya/ angabên kasuranipun/

kasor nungkul sabalanya//

5. Tinêtêpken dadya patih/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ apan trah wiku kinaot/

ing sabrang brêmana tapa/ marma gunaning aprang/ sêkti prawira pinunjul/ Sri

Maha Jungkung Mardeya//

6. Pinrêdi sakaning alit/ diwasanira sang nata/ lêlana andon prang popor/ bêdhah

praja tanpa rowang/ Nagri Paranggubarja/ gêmpur ing prang lajêng nungkul/

Sang Prabu Jaya Sukendra//

7. Sapunggawanira sami/ sadaya sinalin nama/ Prabu Jaya Sukendrane/ sinalinan

namanira/ Patih Jaya Sudarga/ kinarya manggalèng pupuh [...2]/ dadya patih

tur misesa//

8. Wuwuh kasantikanèki/ Kya Patih Jaya Sudarga/ mèh sami lawan gustine/ ing

aprang têguh wêntala/ bisa ngambah gêgana/ asêmbada warnanipun/ dêdêg

parusa berawa//

9. Dene punggawa gêng nagri/ pan sami santananira/ sakawan bupati jêro/

nênggih sami pêpilihan/ wasta Jaya Supana/ Jaya Pramana puniku/ katiga Jaya

Pralaya//

Page 83: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

118

10. Sakawan Jaya Kartèki/ bupati jro kang pinatah/ dene punggawa jabane/

sakawan gêgêdhugira/ nama Jaya Sêngara/ miwah Jaya Sukathèku/ katiga Jaya

Supala//

11. Jaya Sudarma patnèki/ dene kang tunggu muwara/ bupati pasisir kabèh/ ing

sungapan lan pabeyan/ kalih samya punggawa/ ingkang sêpuh namanipun/ Ki

Tumênggung Juwalgita//

12. Dene namane kang rayi/ Dyan Wanènggati pan samya/ kalih pisan ingkang

angrèh/ wadya pasisir sadaya/ sagung manca nagara/ dene têtêlukanipun/

sagung kang bala wraksasa//

13. Ratune dadya pangarsi/ anama Kala Pramuka/ pra bupati sesorane/ catur

punggawa rasêksa/ anama Wil Prakêmpa/ Wil Pradêksa kalihipun/ katiga Kala

Pragangsa//

14. Lawan Prakênca prajurit/ kapat prakosèng ayuda/ sabên bupati sawiyos / ditya

sèwu balanira/ namung rêkyana patya/ ingkang bê-[...3]bala rongèwu/ lyan

prajurite sang nata//

15. Mantri jro ingkang sinêlir/ marang Sri Jungkung Mardeya/ sèwu pêpilihan

Kabèh/ ingkang sumêdhêng taruna/ trahing winani samya/ kang sêmbada

warnanipun/ kang nate sumêngka ing prang//

16. Duk samana sri bupati/ Jungkung Mardeya supêna/ kang katingal jroning sare/

nambut silaning akrama/ antuk putri Cêmpala/ Wara Srikandhi ranipun/

warnanya ayu utama//

17. Cahyane anuksmèng sasi/ galak ulat liringira/ tuhu musthikaning wadon/

gandhang tur raga karana/ sang nata duk tumingal/ jroning guling rangu-rangu/

kacaryan tyase sang nata//

18. Lagyarsa pinurwèng rêsmi/ kagyat wungu dènya nendra/ sang prabu ngungun

driyanê/ supênane kang kacipta/ tan antuk dhahar nendra/ anggung rangu

kapirangu/ ngênglêng ing supênanira//

19. Dhasare sri narapati/ dèrèng andarbèni garwa/ amung jêjamahan bae/ ngungun

tyasira sang nata/ sigra mêdal ing jaba/ nimbali pêpatihipun/ wus prapta ing

ngarsanira//

Page 84: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

119

20. Ngandika sri narapati/ hèh apa sira miyarsa/ nagri Cêmpalarêjane/ bisikanira

narendra/ iya prabu Drupada/ adarbe putri pinunjul/ wijile anglir Supraba//

II. MIJIL

1. Kyana patih matur awotsari/ dhuh gusti sang katong/ pan kawula miyarsa

wartine/ lamun nagari ing Tanah Jawi/ wastanipun gusti/ Cêmpa- […4]la

Rêjèku//

2. Inggih Prabu Drupada nrêpati/ darbe putri kaot/ Rêtna Wara Srikandhi namane/

Tanah Jawa kasub ing sabumi/ Punapa karsaji/ dene tuwan dangu//

3. Mèsêm angandika sri bupati/ hèh ya patih ingong/ sun jarwani sira sayêktine/

mau bêngi patih sun angipi/ katêmu dyah luwih/ warnanira ayu//

4. Tinandhinga wanodya sabumi/ kabèh pasthi kasor/ nuksmèng sasangka bapa

cahyane/ katonira bapa jroning guling/ marang tilam mami/ ngunggahi

maringsun//

5. Sun takoni ratuning rêspati/ balaka maring ngong/ lamun putri Cêmpala rêjane/

pêparab Rêtna Wara Srikandhi/ marma tinggal nagri/ umarêg maringsun//

6. Dhasar nêdya mawongan mring mami/ ature maringong/ pan pasaja awantah

sêmune/ yèn anaa ingsung ora pangling/ pawakane ramping/ sêdhêng

dêdêgipun//

7. Pidêgsane aruruh rêspati/ rada kaduk sêmon/ kadya kilat thathit ing liringe/

raga karana solah mantêsi/ salêlewanèki/ têka nganyut-anyut//

8. Gonas-ganès nènès saprak ati/ wilêd ing pasêmon/ lathi rêngat sêdhêp

mêmanise/ yèn wacana kadya madu gêndhis/ myang cahyane ugi/ sumunar

umancur//

9. Jro supêna kacaryan ningali/ duk lagya patêmon/ ing asmara durung kong-

[…5]si olèh/ nulya kagèt ingsun sêlak nglilir/ rasane tyas mami/ bapa maksih

kuwur//

10. Kadi maksih anèng ngarsa mami/ cumanthèl ing panon/ pan gumantung ing tyas

ingsun bae/ yèn tan klakon mondhong sang rêtnadi/ tan wurung ngêmasi/ ingsun

wayang wuyung.

Page 85: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

120

11. Mati ngarang kalurung ngranuhi/ linglung anglêlamong/ ngênglêng binglêng

ingsung tanpa sare/ bapa nuli parintahna aglis/ mring sagung bupati/ lan pra

mantrinipun//

12. Samêktaa kapraboning jurit/ bapa karsaningong/ ingsun tindak mring tanah

Jawane/ karsa nglamar mring Wara Srikandhi/ kya patih wotsari/ nêmbah sarwi

matur//

13. Yèn kenginga sampun nyarirani/ paduka sang katong/ mring cêmpala pan

kawula bae/ ingkang nglamar mring sang raja putri/ paduka narpati/ eca

angadhatun//

14. Ing karaton agêng padukaji/ lan Cêmpala katong/ sing pamanah ulun jêng

pamase/ langkung nistha yèn tindak pribadi/ ngasorkên kang pasthi/

panjênenêngan prabu//

15. Lampahipun pan kirang prayogi/ kawula kemawon/ gusti nuwun tinuding

lampahe/ pan anglamar mring sang raja putri/ kados-kados gusti/ ramanta sang

prabu//

16. Ing Cêmpala lajêng anampèni/ ing panduka katong/ masa dadak nampik sang

pamase/ yèn nampika ngupados punapi [...6]/ de paduka gusti/ ratu gung

pinunjul//

17. Miwah tanpa lawan ing ajaurit/ sudibya kinaot/ mandra guna sura sêkti dhewe/

bandha bandhu sugih baranadi/ asugih prajurit/ lan wadya gung-agung//

18. Dhasar pêkik paduka narpati/ dèrèng darbe katong/ pramèswari kang luwih

warnane/ masa dadak nampik padukaji/ yèn nampik sayêkti/ kawula kang

ngrêbut.

19. Anggêmpura kalawan ing jurit/ ing Cêmpala katong/ datan wande karêbut

putrine/ nuntên katur paduka narpati/ gumujêng sang aji/ sarwi ngandika rum//

20. Iya bênêr aturira patih/ Cêmpala sang katong/ agolèka mantu apa bae/ yèn

nampika marang jênêng mami/ satêmêne patih/ bapa karsaningsun//

21. Sun tuturi sawadine yêkti/ ana karyaning ngong/ marma ingsun anindaki dhewe/

aywa tanggung praptèng tanah Jawi/ ngiras maro kardi/ laladan prang pupuh//

Page 86: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

121

22. Anêlukkên ing satanah Jawi/ sagung para katong/ tanah Jawa sumêmbaha

kabèh/ lamun ana ingkang duwe putri/ sun karya paminggir/ amung sang

rêtnayu/

23. Ingkang dadya jêjênênging padmi/ hèh patih dèn gupoh/ undhangana

wadyaningsun kabèh/ ingsun arsa budhalan tumuli/ marang tanah Jawi/ patih

nêmbah mundur//

24. [...7]Nulya mêdal rêkyana apatih/ saking ngarsa katong/ angundhangi pra dipati

kabèh/ asamêkta kapraboning jurit/ myang wadya pasisir/ kèn samêkta prabu//

25. Miwah sagung kang bala rasêksi / samêktèng palugon/ wus samêkta wadya

sadayane/ nulya têdhak wau sri bupati/ nitih rata rukmi / busana mas murub//

26. Sampun prapta pasisir sang aji/ lampahira katong/ sang aprabu wus numpak

palwane/ sawahananira sri bupati/ wus kamot sakoci/ amancal sang prabu//

27. Saking Paranggubaja nagari/ sagung wadya katong/ sampun numpak ing pêrau

kabèh/ tan kawarna lami nèng jaladri/ cinêndhak wus prapti/ ing muaranipun//

28. Ing pasisir nagri tanah Jawi/ labuh jangkar katong/ sigra minggah maring

dharatane/ lawan sagung wadyanira sami/ manusa raseksi/ mudhun saking

prau//

29. Minggah marang dharatan sang aji/ lan sawadya katong/ sri narendra wus

antuk wartane/ lamun ana Cêmpala nagari/ Drupada narpati/ darbe putra ayu//

30. Wus diwasa apan dèrèng krami/ warnanya kinaot/ rêtna Wara Srikandhi parabe/

langkung suka sang nata miyarsi/ nulya sri bupati/ aparentah gupuh//

31. Kinèn karya pasanggrahan dadi/ sawadya wus kamot/ [...8] rina wêngi ingkang

nambut gawe/ pan ambanjêng pakuwon pasisir/ sangking gungirèki/ wadyanya

sang prabu//

32. Kadya mêndhung pakuwon pasisir/ sinawung saking doh/ pakuwone sang

aprabu dhewe/ kang pinindha-pindha jroning puri/ dinulu tulya sri/ lir pendah

kadhatun//

33. Anglir pura wangunan pan asri/ pasebane kaot/ ngarsa wuri warata lêmahe/

alun-alun radin munggèng ngarsi / gapura tulya sri / lan têtarub agung//

Page 87: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

122

34. Nulya karya sêrat sampun dadi/ parentah sang katong/ kinèn gambar marang

sarirane/ sampun darbe sang nata kang nyungging/ sing sabrang nagari/

ginambar sang prabu//

35. Nèng lêpiyan tan sewahing warni/ miwah ing pasêmon/ wus ngêblêgi sang Nata

warnane/ wusnya dadya sinungkên mring patih/ lan surat narpati/ ngandika sang

prabu//

36. Suratingsun aturêna dhingin/ ing rama sang katong/ yèn wis titi iya pamaose/

nuli gambar aturna tumuli/ supayane patih/ jêng rama sang prabu//

37. Ing Cêmpala ywa mamang ing galih/ mulat gambar ingong/ masa wandea

pinaringake/ gambaringsun mring putra sang putri/ miwah ibu sori/ bangêt

sarjunipun//

38. Sayêktine andulu sang putri/ marang gambaringong/ maksih anom tur pê-

[...9]kik warnane/ kaya-kaya tyasira sang putri/ mulat gambar mami/ kasmaran

andulu//

III. ASMARADANA

1. Aja liya kang nampani/ ngamungna natèng Cêmpala/ layang miwah

gambaringong/ aja sira kaya bocah/ dèn awas dèn prayitna/ patih sandika wus

mundur/ sapraptanira ing jaba//

2. Lajêng anapak wiyati / satunggal tan mawi bala/ kunêng gantya winiraos/ Sri

Narapati Cempala/ enjang duk sinewaka/ ing pancaniti supênuh/ sagunge kang

pradipatya//

3. Kang munggèng ngarsa narpati/ Rahadyan Drêsthajumêna/ rêkyana patih

jajare/ sri naranata ngandika/ marang rêkyana patya/ hèh ta Patih Candrakètu/

paran wartane ing jaba//

4. Ki patih matur wotsari/ wontên narendra lêlana/ saking sabrang pinangkane/

nagrine Paranggubarja/ Prabu Jungkung Mardeya/ ambêg narendra pinunjul/

balane tanpa wilangan//

Page 88: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

123

5. Kêkuwu pinggir jaladri/ ing warti maksih jêjaka/ kalangkung pêkik warnane/

ratu abala bacingah/ manusa lawan ditya/ pakuwon pindha kadhatun/ banjêng

pinggiring samodra//

6. Jêjêl munggèng kanan kering/ pakuwone pra dipatya/ radi wiyar lun-alune/

pinindha pura wangunan/ mawi taratag rambat/ nanging wadyabalanipun/ tan

wontên gêndhak sika-[...10]ra//

7. Dhatêng abdi dalêm siti/ malah sami amrasanan/ kados yèn sae sêdyane/ Sang

Prabu Jungkung Mardeya/ praptaning tanah Jawa/ alon ngandika sang prabu/

ana èmpêre turira//

8. Wus karasa ing tyas mami/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ dènya ngajawa

marene/ kêrigan sawadyanira/ saka praboning yuda/ jumujuk nagaraningsun/

pantês lamun darbe karsa//

9. Iya marang nini putri/ sêmune yen tinampika/ ratu sabrang panglamare/ sayêkti

ngrabasèng yuda/ anggêmpur ing Cêmpala/ mangkono sarapatipun/ praptane

nagara ingwang//

10. Ngandika dèrèng dumugi/ sri bupati ing Cêmpala/ kasaru wau praptane/ Ki

Patih Jaya Sudarga/ anjog saking ngawiyat/ lajêng nunggil dènnya lungguh/

awor sagung pra dipatya//

11. Sêrate maksih pinundhi/ kawistarèng sri narendra/ Candrakètu muwus age/

andangu ing karyanira/ matur lamun dinuta/ nênggih marang gustinipun/ Sang

Prabu Jungkung Mardeya//

12. Kang kêkuwu nèng pasisir/ kinèn ngaturkên nawala/ sawusnya katur ature/ kinèn

ngirit marang ngarsa/ praptèng byantara nata/ sêratira sampun katur/ winaos

sinuksmèng driya//

13. Bêbukane atur tulis/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ ing sabrang ratu kinaot/

ingkang abala bacingah/ kutha Paranggubarja/ ingkang wirutamèng kewuh/

kang sudibya ing ayuda//

14. Ingkang prawira nom pêkik/ sura sêkti mandraguna/ katura paduka katong/

Cêmpala ingkang pinudya/ kang ambêg santabudya/ martèng tyas lêgawèng

kalbu/ wiyose prapta kawula//

Page 89: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

124

15. Saking sabrang angajawi/ kabêkta dening supêna/ katarik ing tyas wirage/

katingal jroning supêna/ putranta sang lir rêtna/ Wara Srikandhi pukulun/

prapta ing Paranggubarja /

16. Tan mawi cèthi satunggil/ jumujug tilam kawula/ jro supêna wèlèh-wèlèh/ lajêng

kagarwèng kawula/ milamba nuntên bidhal/ sowan ing paduka prabu/ anuwun

dèn abdèkêna//

17. Ing putranta sang rêtnadi/ jro Pura Paranggubarja/ katura mring sang lir

sinom/ sêdyamba saking nagara/ inggih sampun pratignya/ suka lêburèng prang

pupuh/ yèn botên kalampahana//

18. Mondhong putranta sang putri/ mantuka aran kewala/ sawadya kawula kabèh/

rèhning paduka sang nata/ dèrèng nate tumingal/ anênggih ing warni ulun/ pun

Patih Jaya Sudarga//

19. Sampun kawula bêktani/ lêpiyan gambar kawula/ sêrat titi pamaose/ Ki Patih

Jaya Sudarga/ ningali pamaos-[...12]nya / ing nawala sampun putus/ lajêng

ngaturakên gambar//

20. Mèsêm dènira nampani/ sri narapati Cêmpala/ lajêng binuka gambare/ sang

prabu ngalêm ing driya/ mring Sri Jungkung Mardeya/ tuhu pêkik warnanipun/

sêmbada maksih taruna//

21. Sang prabu ngandika aris/ hèh Patih Jaya Sudarga/ antinên sawêngi mangko/

ingsun patih durung bisa/ kalamun wangsulana/ marang layange gustimu/ nini

putri wus diwasa//

22. Bênêre nganggo tinari/ nampèni kalawan ora/ mring gustimu panglamare/

sayektine nora kêna/ wong tuwa kang gêgampang/ hèh ta patih Candrakètu/ si

Patih Jaya Sudarga//

23. Gawanên wismanirèki/ aja kongsi kakurangan/ sawêngi ing pangrêksane/ Ki

Patih matur sandika/ wusnya dhawuh narendra/ kondur tumamèng kadhatun/

bubar sagung kang sewaka//

24. Dutèng sabrang wus kinanthi/ mring Candrakètu binêkta/ mantuk marang ing

dalême/ rinêngga sinuba-suba/ asrining pasugata/ wauta ingkang ngadhatun/ sri

narapati Cêmpala//

Page 90: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

125

25. Pinêthuk ing pramèswari/ sawusnya tata alênggah/ sang prabu ngandika alon/

nutur lampahing caraka/ ingkang mundhi nawala/ sarta lawan gambaripun/

Sang Prabu Jungkung Mardeya//

26. Ratu[...13] prawira nom pêkik/ kêkutha Paranggubarja/ wus kêkuwu sabalane/

anèng muwara Cêmpala/ praptane pan anglamar/ marang sutanira iku/ patihe

ingkang dinuta//

27. Lah iki layange yayi/ lawan gambare paringna/ mring nini putri dèn age/

pramèswari dèn abisa/ maripih ing sutanta/ apan ingsung wus panuju/ mring

Prabu Jungkung Mardeya//

28. Kapindhone yen tinampik/ nora wurung dadi aprang/ wong sabrang abot

yudane/ ratune amandraguna/ abêbala bacingah/ kang dadi panujuningsun/

dene wus nora kuciwa//

29. Mêngkua mring nini putri/ sanadyan silih anaa/ ing tingkah dir diksurane/ pan

wus watake wong sabrang/ adi gung adi guna/ dene warnane abagus/ sun

watara sutanira//

30. Samangsane aningali/ gambare Jungkung Mardeya/ kaya yèn rêsêp atine/

pramèswari matur nêmbah/ lêrês paduka nata/ kawula inggih panuju/ tumingal

ing gambarira//

31. Sang prabu ngêndika malih/ yayi dèn bisa kewala/ maripih amrih kênane/

marang tyase sutanira/ pramèswari gya mentar/ umanjing mring taman santun/

gambar sri nata binêkta//

IV. SINOM

1. Wauta ingkang winarna/ Kusuma Wara Srikandhi/ ing uni sa-[...14]undurira/

saking nagri Dwarawati/ kêkuwu taman sari/ anggung dènira nahênkung/

manungku ingkung rimang/ kakênan kunjana kingkin / kênèng onang mangunêng

tyas mangunêngan//

2. Anggung wuyung mawuyungan/ angunêng tyas poyang-paying/ yayah kadya

kaprêyangyang/ kayungyun sruning wiyadi/ marang Radèn Prêmadi/ satriyadi

Page 91: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

126

ambêg sadu/ widigdyèng priyêmbada/ pamrêdinirèng kênyadi / lir sadpada

ngudi maduning kusuma//

3. Kusuma putri Cêmpala/ tan antuk dhaharan guling/ solahira anèng taman/ lir

kênèng guna piranti/ ing tyas tan antuk aring/ anggung rangu kapirangu/

saparan karungrungan/ wirangrong ngarang ngranuhi/ kambuh-kambahing tyas

wimbuh-kawimbuhan//

4. Barubah kadya ginubah/ tyase rantas rontang-ranting/ katon ing sasolahira/ duk

ana ing Dwarawati/ ginagas ing tyas wingit/ tan lyan kang pinarandulu/ namung

Sang Dananjaya/ gumantung tung-tunging ati/ wus cumanthèl anèng padonira

netya//

5. Dhuh lae-lae wong ika/ baya nora aningali/ marang ing dhêdhayohira/ duk

kêmbên lukar sapalih/ wonga-wonga mèh kengis/ gêlung lukar tan kaetung/ pijêr

ngênglêng tumingal/ dènira liling-liniling/ mendah baya nèng langêning

pagulingan//

6. […15] Sumakèhan duwe garwa/ pinunjul yang-yanging bumi/ ingayap ing

pasamuan/ tan ana dèn kalingsêmi/ sanggone dènya linggih /dinuga nèng

pangkonipun / liling-liniling gantya / mulung gantyan saking lathi/ limang dina

durung kumon gone bênggang//

7. Kaya mimi lan mintuna/ konthal-kanthil akêkinthil/ anggung kanthèt

kêkanthètan/ marang patirtan kinanthi/ apa ta amêmengin/ wong agung mring

dhayohipun/ pantês lamun emana/ garwane lumakwèng siti/ saparane anèng

ngêmbanan kewala//

8. Mangkana sang rêtnaning dyah/ duk lagya wungu aguling/ uyang ing sarira

siram/ lênggah maksih ngore wèni/ sinêratan mring cèthi/ rema rawuh ing

jêjêngku/ mêmak cêmêng sinawang/ muyêk ngendra wila wilis/ sarirane alus

risak sawatara//

9. Labêtira tajin dhahar/ rarasing sarira kadi/ pradapa sore sinêmpal/ anglêlêntrih

èsmu wilis/ lir layoning apsari/ tingal kocak èsmu balut/ labête tajin nendra/

liring galak èsmu lindri/ cahya mancur pindha banguning kartika//

Page 92: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

127

10. Pan sarwi anganggit sêkar/ gambir sinawung malathi/ jarijyalus ngrayung

ngraras/ kanaka ngudayaning ri/ jangga anglung rês-[…16]pati/ tuhu lamun

karya wuyung/ raja putri Cêmpala/ dènira anganggit sari/ anggung dènya

sinawang sawang nèng asta//

11. Sarwi mèsêm angandika/ sapa ta pantêse iki/ biyang ingkang anganggoa/

goningsun anganggit sari/ gambir lawan malathi/ rênyêp-rênyêp rayung-rayung/

ni êmban matur nêmbah/ pantês-pantêsipun gusti/ rayi dalêm Rahadèn

Drêsthajumêna//

12. Wong agung pêkik sêmbada/ sasolahe ngrêspatèni/ sang rêtna mèsêm ngandika/

ya bênêr aturirèki/ nanging pangrasa mami/ pan maksih kuciwa biyung/ ingkang

pantês nganggoa/ ing panganggit ingsun iki/ iya amung pamadyanirèng

pandhawa//

13. Kinalungakên nèng jangga/ mendah si dènya rêspati/ bok êmban matur alatah/

inggih lêrês-lêrês gusti/ tuhu Rahadèn Prêmadi/ wong agung baguse nulus/ sang

dyah mèsêm ngandika/ upama biyang kang nganggit/ pinangkua apa pantês

mring wong ika//

14. Bok êmban matur anêmbah/ kados lamun nyamlêng gusti/ lir sotya munggèng

kancana/ sudama anawung sasi/ gumujêng sang lir Ratih/ dhuh gêguyon bae

biyung/ masa dadak mikira/ wong ika mring awak mami/ garwane wus

ngasorkên langêning swarga//

15. Duk lagya sapagujêngan/ sang kusuma lawan cèthi/ kasaru sang ibu prapta/

sang rêtna gupuh nungkêmi/ ing padanira kalih/ rinang-[…17]kul lungayanipun/

sarya lon angandika/ dhuh babo putrèng ngong yêkti/ bangêt têmên rusake

sariranira//

16. Baya ana kang karasa/ anglong sariranirèki/ cahyanira ingsun sawang/

nglayung kadya gêrah gusti/ sang rêtna matur aris/ ibu kawula tan anglu/

marma nglong sawatara/ kawula sawêg nglampahi/ asêsilih cêgah dhahar lawan

nendra//

Page 93: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

128

17. Duk lagya angsal2 sacandra / sêdyamba lamun dumugi / jangkêpa ing tigang

candra / sang ibu suka nauri / dhuh nyawa putra mami / tutugna karsanairèku/

sêsirih sawatara / lamun kaparênga ugi /lan karsane Jawata ingkang minulya//

18. Wus cêpak jatukramanta / praptaningsun pan tinuding / marang ing

sudarmanira / maringi uninga gusti / ramanira sang aji / katêkan kongkonanipun

/ Prabu Jungkung Mardeya / ratu sabrang sura sêkti / mandra guna kuthane

Paranggubarja //

19. Angaturakên nawala / pêpatihe kang tinuding / praptane ing tanah Jawa /

anglamar mring sira Gusti / ramanira sang aji / anggalihe wus anuju / mring Sri

Jungkung Mardeya / dene ratu gung linuwih / bagus anom dhasare maksih

jêjaka//

20. Sêmbada prawirèng yuda / mandra guna sura sêkti / pan ing mêngko

sawadyanya/ kêkuwu anèng pasisir/ balane lir jaladri / lah ta iki layangipun /

lawan gambare pisan / […18] sira tingalana nini / natèng sabrang tuhu yèn

bagus sêmbada //

21. Sang kusuma duk miyarsa / kumêpyar sakala kadi / pinêcat tyasira mêsat /

saking angga tumiba ring / ngarsèng radèn Prêmadi / ingkang pinaran ing dulu /

aris nampèni sêrat / lan gambar sangking bunèki / namung sêratira kang sampun

binuka//

22. Lajêng sinuksmèng wardaya / kadriya raosing tulis / panglamare Ratu Sabrang /

praptane mring tanah Jawi / katarik dening ngimpi / kapanggih sariranipun /

praptèng Paranggubarja / jumujug tilamirèki/ sawusira sang dyah ningali

sadaya//

23. Rêngu panduking sasmita / ngatirah laraping liring / sumrambah marang sarira

/ jêjabang lir wora-wari / sirung rêngu tur nèki / ibu matura dèn gupuh / ing jêng

rama narendra / kawula sru nuwun runtik / maksih rêmên momong sarira

kewala//

24. Dahat dèrèng arsa krama / wikana ibu ing benjing / yèn wus mangsa arsa

krama/ nadyan sampuna upami / kawula purun laki / yêkti botên numbuk-

2 *B, bacaan sebenarnya “asal”

Page 94: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

129

numbuk / nubruking ratu sabrang / ngunggahi anyundêl anjing / ngêndêlake

lamun ratu sugih bala //

25. Bagus tur maksih taruna/ mandra guna sura sêkti/ masa ta nora nyandêra/ iya Si

Wara Srikandhi/ ngènèl mara kêkinthil / ngunggahi mring tilamipun / lamun

njêng rama mêksa/ sangking wus pa-[…19]rênging galih / inggih pintên ibu

sakiting palastra//

26. Sêrat gambare binuwang/ mundur sarwi lara nangis/ minggah marang yasa

kambang/ kang ibu èbêg ing galih/ mundur marang jro puri/ umatur marang

sang prabu/ yèn kang putra rudita/ sasampune maos tulis/ saha ture kang putra

katur sadaya//

27. Kagyat tayasira narendra/ miyarsa aturing sori/ gupuh dènira tumêdhak/ mring

taman Sri Narapati/ nusul minggah bot rawi/ Wara Srikandhi andulu/ ingkang

rama wus lênggah/ gupuh dènira nungkêmi/ anèng pangkon karuna pindha

Sarkara//

V. DHANDHANGGULA

1. Sri narendra angandika aris/ ngêlus-êlus srinataning putra/ sarwi ngusapi

waspane/ dhuh babo putraningsun/ sarèhêna tyasira dhingin/ aywa ge

kabêranang/ dene layangipun/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ pangêmote ing

layang dènira ngipi/ saking wantah pasaja//

2. Dene ana digunge sathithik/ wus watake wong tanah ing sabrang/ rada kurang

dêdugane/ pan ing besuk lamun wus/ lawas ana ing Tanah Jawi/ sayêkti bisa

padha/ solah bawanipun/ lawan sanak-sanakira/ masa dadak ninggal ta

warnanireki/ bagus raga karana//

3. Dhasar ratu agung sura Sêkti/ la-[…20]mun sira nini anampika/ golèki wong

apa manèh/ rasane ing tyas ingsung/ amêngkuwa mring sira nini/ pan wus nora

kuciwa/ loking jana patut/ sira laki ratu sabrang/ pinikala panglamare dèn

awaki/ prapta ing Tanah Jawa.

4. Lawan kakangira si Drupadi/ kagarwa ring kakangmu Ngamarta/ ing tyasingsun

padha bae/ panujune tyasingsun/ kapindhone yèn sira nampik/ nagara ing

Page 95: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

130

Cêmpala/ yêkti rêmak rêmpu/ sira nini wus diwasa/ yêkti bisa bobot nimbang-

nimbang budi/ wêlas marang wong tuwa//

5. Sang kusuma wau duk miyarsi/ pangandikanira ingkang rama/ aris adrêng

pamêksane/ saking sampun panuju/ marang Ratu Sabrang kang prapti/ mangên-

angên upaya/ sang dyah kèndêlipun/ mangunêng angunandika/ baya ta wus

karsaning dewa linuwih/ margane raganingwang//

6. Anêmpuh byat wirang lawan isin/ ambruk marang wong Madukara/ nênuwun

sihing wêlase/ pangukupe maringsun/ marga saking wong sabrang iki/ ingkang

dadya jalaran/ ing panglamaripun/ ambêg digung adi guna/ yèn tinampik nêdya

misesa ing jurit/ gêmpur Cêmpala Rêja//

7. […21]Dadya sêdhêng goningsun angungsi/mring wong ika lumuh yèn lakia/

wong sabrang kumawambêge/ kaya-kaya wong agung/ yèn sun bruki bisa

ngukuhi/ bêcik sun samudana/ marang rama prabu/ amrih sarèhe wong sabrang/

sêdhêngingsun ing wuri pradandan budi/ sawusnya ngartikèngtyas//

8. Nêmbah matur sang raja pinutri/ dhuh pukulun karsa padukendra/ sampun

pasthi panujune/ dhatêng panglamaripun/ ratu sabrang kang lagya prapti/

paranta gèn kawula/ sagêda umingkuh/ suminggah ing rèh paduka/ wirang isin

sayêkti kula lampahi/ anyèthi ratu sabrang//

9. Pinisahkên lan yayah myang bibi// nanging ramaji panuwun amba/ ratu sabrang

ing karsane/ wontêna sarèhipun/ pan kawula sawêg nglampahi/ sêsirih tarak

brata/ sêdyamba pukulun/ dumugiya tigang candra/ dene ingkang sampun

kawula lampahi/ sawêg angsal sacandra//

10. Ingkang dèrèng kantuk kalih sasi/ lamun sampun jangkêp tigang candra/ Natèng

Sabrang pamundhute/ dhatêng kula pukulun/ pan sumangga ing siyang ratri/ yèn

dèrèng kalampahan/ praptèng kalih tèngsu/ kawula dahat lênggana/ sri

narendra langkung cumêplonging galih/ myarsa aturing putra//

11. Pan gina-[…22]lih ature sang putri/ yèn satuhu denira sêmaya/ tan wruh yèn

ngecani bae/ pangandikanira rum/ aja ingkang sarèh rong sasi/ sanadyan

patang candra/ sêmayanirèku/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ sayêktine nini

lamun angêntèni/ marang sêmayanira//

Page 96: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

131

12. Lawan sêdhêng ibunira nini/ gone cawis rêrêngganing karya/ wus sampurna

sadayane/ lah ta wis putraningsung/ tutugêna sêdyanirèki/ sêsirih tarak brata/

sun karya sul-angsul/ layang mring nrêpati sabrang/ andhawuhkên mring

sêmayanira nini/ poma ta wêkasingwang//

13. Sajroning rong sasi dèn abêcik/ rumêksanta marang ing sarira/ nêlas kang rama

wêlinge/ nulya kondur sang prabu/ praptèng pura ngandikèng sori/ winartan yèn

kang putra/ ing mangke tyasipun/ wus manut ing sarèh ing wang/ apan amung

nyuwun sarèh ing rong sasi/ wus sêdhêng yayi sira//

14. Asanega sabeyaning kardi/ kurang pira mung kurang rong candra/ kang garwa

sandika ture/ ngling malih sang aprabu/ kapindhone sutanirèki/ natèng

Paranggubarja/ kadohan satuhu/ makuwon pinggir samudra/ yèn sêmbada iku

yayi sun kon ngalih/ marang ing sawojajar//

15. […23]Pasanggrahan wus katêmu dadi/ sêdhêng dohe kalawan jro pura/ kaya

kamot sabalane/ pramèsuri jumurung/ kunêng dalu wuwusên enjing/ Patih Jaya

Sudarga lawan Candrakètu/ wus saos nèng panangkilan/ pinaringan surat sul

angsul wus katampi/ Patih Jaya Sudarga//

16. Sampun mundur sangking pancaniti/ praptèng jawi lajeng dènya mêsat/ margèng

gêgana lampahe/ kya Patih Candrakètu/ dhinawuhan kinèn ngrêsiki/ pakuwon

Sawojajar/ wêwangunanipun/ kang wus risak rakit ira/ kinèn mulih bidhal

rêkyana apatih/ lawan catur punggawa//

17. Ya ta wau lampahe ki patih/ Jaya Sudarga pan sampun prapta/ pakuwonirèng

gustine/ lajêng tumamèng ayun/ katur solahira tinuding/ miwah nawalanira/

wangsulan wus katur/ kasêrat lajêng binuka/ sinuksmèng tyas kadriya raosing

galih/ suka dènya ngandika//

18. Iki bapa wus lêgêt tyas mami/ wus tinampan ing panglamaringwang/ jêng ramaji

wangsulane/ kang muni suratipun/ suka lila ing lair batin/ putrane yèn kagarwa/

marang jênêngingsun/ miwah ta sang rêtnaning dyah/ apan amung nuwun sarèh

ing rong sasi/ kapanggihe lan[…24] ingwang//

19. Pan kapalang lagya anglakoni/ tarak brata ing sampurnanira/ mung kurang

rong sasi bae/ yèn wus prapta rong tèngsu/ pan sumangga sakarsa mami/ ramaji

Page 97: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

132

ing Cêmpala/ iki dhawuhipun/ kadohan pakuwoningwang/ nèng pasisir ingsun

kinèn nuli ngalih/ marang ing Sawojajar//

20. Pasanggrahan wus katêmu dadi/ sêdhêng dohe kalawan jro pura/ dênê mêngko

pêpatihe/ iya si Candrakètu/ wus dinuta kinèn ngrêsiki/ Pa kuwon Sawojajar/ ki

patih umatur/ pukulun tuwan anuta/ ing sakarsanipun rama paduka ji/ ngandika

sri narendra//

21. Iya bapa budhala tumuli/ wadyaningsun ing Paranggubarja/ kêbuta sadina kiye/

ki patih nêmbah mundur/ praptèng jawi sigra ngundhangi/ ing sagung pra

dipatya/ têngara gumuruh/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ sampun budhal

sangking pakuwon pasisir/ kêbut sabalanira//

22. Kunêng marga cinêndhak wus prapti/ lampahira nênggih Sawojajar/

masanggrahan sabalane/ ki Patih Candrakètu/ kang ambage pakuwon sami/

sagunging pra dipatya/ bala ditya pungkur/ ki patih makuwon ngar-[…25]sa/

pra dipati manungsa ing kanan kering/ wadya jro tumut ngarsa//

23. Langkung sukanira sri Bupati/ dênê pakuwon pinanggih dadya/ kamot sawadya

balane/ ing têngah dalêm agung/ tilamira sampun miranti/ tulya sri pinapajang/

gapurane munggul/ paseban tinarub rambat/ kanan kering sinungan bangsal

pangapit/ alun-alun ing ngarsa//

24. Pasanggrahan Sawojajar nguni/ dalêmira Radyan Gandamana/ wus kadya praja

rakite/ raden sasedanipun/ padalêman winangun dadi/ kinarya mêng-amêngan/

lawan sang aprabu/ rêkyana Patih Cêmpala/ tinimbalan marang ing ngarsa

narpati/ lawan catur punggawa//

25. Samya ginanjar busana adi/ pan sadaya samya ngalêmbana/ marang sang prabu

pêkike/ mung kêdhik solahipun/ rongèh kirang ajatmikani/ ing tingkah kaduk

ringas/ kirang sarêhipun/ wau ki Patih Cêmpala/ pamit mundur punggawa

sakawan maksih/ tinilar Sawojajar//

26. Anjagèni sêgahing nagari/ binage mring sagunging punggawa/ mêntah matêng

sugatane/ kang katur mring sang prabu/ pêparinge sang pramèswari/ andina

sangking pura/ dhaharan lumintu/ sêkar miwah ganda wida/ prabu Jungkung

Mar-[…26]deya suka tan sipi/ cipta tulus sihira//

Page 98: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

133

27. Natèng Cêmpala myang pramèswari/ dadya sagung ing kang raja brana/ saking

sabrang bêbêktane/ pan kathah warnanipun/ guru bakal lan guru dadi/ pirang-

pirang gotongan/ ing ngaturkên sampun/ marang Sang Prabu Cêmpala/

linajêngkên marang salêbêting puri/ tinampan ingkang garwa//

28. Sang kusuma tan arsa ningali/ pisungsunge Sri Jungkungmardèya/ mung katur

kang ibu bae/ mangkana kang winuwus/ nênggih Rêtna Wara Srikandhi/ mêtêg

wiyoganira/ tan kêna sinayut/ miyarsa lamun kang rama/ myang kang ibu

kalangkung dènira asih/ marang nrêpati sabrang//

29. Sabên dina dènira pêparing/ miwah Sang Prabu Jungkung Mardeya/ wus kathah

atur-ature/ tinampèn mring kang ibu/ guru bakal lan guru dadi/ raja putri

Cêmpala/ tyas ira wus tamtu/ dènyarsa tilar nagara/ mêgat trêsna ing rama

myang ibu sori/ nuju sawiji dina//

30. Angandika mring êmbanirèki/ hèh ta biyung êmbaningsun arsa/ patigêni dina

kiye/ sarta lawan ambisu/ pitung dina lan pitung bêngi/ pan ora kêna mêdal/

saking tilamingsun/ poma biyang wêkasingwang/ lamun durung pitung dina

pitung bêngi/ kabèh parêkaningwang//

31. Aja ana kang marak ing mami/ babu[…27] inya lan cèthi parêkan/ sadaya

sandika ture/ nulya sang rêtnaningrum/ minggah tilam atangkêb samir/ sagung

cèthi parêkan/ anèng jawi tugur/ mangkana sang rêtnaningdyah/ praptèng dalu

ing tyasira mêrêm mêlik/ anggung angraras driya//

VI. MIJIL

1. Ngrasuk busana sang raja putri/ dênira salolos/ nulya têdhak angandhut

patrême/ tiningalan parêkan myang cèthi/ wus samya aguling/ lajêng

lampahipun//

2. Madya ratri kentarnya mangikis/ sira sang lir sinom/ saking taman miyos

butulane/ datan wontên cèthine3 udani/ lampahe lêstari/ wus ngambah marga

gung//

3 Terdapat interpolasi suku kata “thi” pada kata “cèthi”

Page 99: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

134

3. Alon-lonan sahengga nganglangi/ langêning kalangon/ padhang bulan gumilang

langite/ wulan kalangan sumilak wêning/ duk lagya tumiling/ dumêling kadulu//

4. Angênglêngi lêlangêning langit/ wulan mèh mangulon/ lir nganglangi buwana

langêne/ kalong-kalongan golong tumiling/ pan kadya sung peling/ samar dalu-

dalu//

5. Kyèh kadulu lêlangêning ratri/ katanggrêna abyor/ ing gêgana ambabar sêkare/

lintang wuluh rênyêp-rênyêp kaki/ rumêngga asrining/ angsananing gêlung//

6. Gêtêr patêr dhèdhèt erawati/ kilat thathit mawor/ obar-[…28]abir ambabar

pinggire/ kêlap-kêlip kalamban belani/ lêlidhah lumindhih/ sang kusuma

ngadhuh//

7. Lidhah-lidhah lir andhudhah cêdhih/ kêlabe tan adoh/ clèrèting kilat kadya

angawe/ obar-abir ambabar ing pinggir/ wus kadya ngobari/ mring kang lampah

dalu//

8. Angkup-angkup rame pinggir margi/ lir sapdaning kayon/ rês-rês angrês

barungan walang krek/ lir namudana ingkang lumaris/ bêluk miwah kolik/ kadya

cêluk-cêluk//

9. Kongkang ngungkung jroning jurang trêbis/ barung cênggèrèt nong/ lir

pradangga barungan arame/ puyuh pêlung sahengga nyalahi/ pêpêlung mêlingi/

mêlung lir anulung//

10. Lawa-lawa maliwêran kadi/ ngawêri kang lolos/ pêcruk katêrak nglêpêr ibêre/

saking wuri tumuntur nglancangi/ ing ngarsa sang dèwi/ lir tuduh marga gung//

11. Rangu-rangu risang kadi ratih/ pan sarwi amirong/ rasa-rasa tumindak

lampahe/ kang kudhasih munya ngasih-asih/ pangangsahe kadi/ tangisirèng

dalu//

12. Bambang wetan wayahe kang wêngi/ mrêbabang sumorot/ mega malang sêmu

bang sunare/ têturutan lir wastra majêthi/ sèngga panyandhanging/ kang

pinaran ingkung//

Page 100: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

135

13. Risang[…29]Parta sêsaji asalin4/ nira sang lir sinom/ Hyang Haruna samana

wijile/ mêntas saking we ning jalanidhi/ mungup-mungup mugwing/ udayaning

gunung//

14. Ngênthêt-ênthêt kadi ngintip-intip/ mring kang nut marga lon/ kathah kapinulur

ing lampahe/ ulur sêlur wong mring pasar sami/ nyimpang sang lir ratih/ saking

ing marga gung//

15. Manjing wana tan etang pringganing/ marga jurang segrong/ grênging ori ori

pêpinggire/ nut ing èrèng-èrèng jurang têbing/ pêpèringe miring/ parang curi

parung//

16. Jurang trêjung pinggir anggaligir/ ingkang rèpèh ropoh/ êmbês-êmbês rambas

rêmbêsing we/ nginggil bondhot bundhêt ri panjalin/ siluk-siluk sungil/ mangap

singup-singup//

17. Toya mijil saking lambung wukir/ gumrujuk toyanjog/ tirta jroning jurang

gumarènjèng/ lir tinalang kêkalène mili/ têtilase limit/ lêlumute lunyu//

18. Kang bêbaya wus tan bêbayani/ margewuh tan awoh/ sampun langkung sang

rêtna lampahe/ saking jroning jurang5 singnggrong ori/ ngambah wana radin/

tarataban ngayun//

19. Sata wana barungan munya njrit/ manyura nyêngonglong/ kadya nguwuh

ngampirkên lampahe/[…30]myang kukila andon rame munggwing/ mandera

gêng kadi/ ngaturi sêsuguh//

20. Singa warak andanu kang sami/ kapranggul kaprêgok/ giwar ajrih akongas

gandane/ wruh kalamun wanodya linuwih/ trah kusuma yêkti/ rumêmbêsing

madu//

21. Buron agêng-agêng samya nêbih/ lumakwèng ngarsadoh/ ana ingkang rumêksa

wurine/ miwah ingkang munggèng kanan kering/ wus kadya njajari/ ngiring

ngurung-ngurung//

4 #B: bacaan semula “alin”

5 *B: teks naskah A tertulis “jarang”

Page 101: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

136

22. Silir lumrang satêpining margi/ sêsêkaran abyor/ neka warna sêdhêng duk

panjrahe/ argulo manglung sêkare kadi/ lumaku pinêthik/ mring sang

rêtnaningrum//

23. Tan wus lamun winuwus asrining/ wana kyèh katonton/ saya mancat baskara

wayahe/ mêmanisi sayahe sang dèwi/ lon-lonan anut ing/ iring-iring gunung//

24. Sang rêtnadi ningali we wêning/ kang naga puspayom/ gandapura tumurun

pinggire/ parang jatha pêpandhan maripit/ satêpining bèji/ mirit lir pinatut//

25. Sang kusuma kacaryan ningali/ rarywan anèng kono/ lunggwèng sela kumlasa

ênggone/ suku kanan kinobokên warih/ kang mina lit-alit/ ngrubung sukunipun//

26. Mangsa klalar wus kadya ngabêkti/ mring kang lagya rawoh/ […31]mina gêng-

agêng molah solahe/ lir nambrama marang sang rêtnaji/ puspita marnani/

satêpining ranu//

27. Sêdhêng panjrah ingkang sarwa sari/ bang putih pita byor/ aliwêran brêmara

arame/ wor maruta gumêr prasamya mrih/ mangrabasèng sari/ sarine

sumawur//

28. Tibèng tirtan larasa ngarsani/ sang kênèng wirangrong/ lir nyugata brêmara

karsane/ atur ganda mring sang kadya ratih/ trênyuh tyasnya tistis/ sang

juwitaningrum//

29. Paran baya dening awak mami/ dadining lêlakon/ lamun prapta ing

Madukarane/ uga nora sinapa tumuli/ tambuhira saking/ ering garwanipun//

30. Kalakona mangkono sayêkti/ ingsun mati ngênggon/ sang kusuma marêbêl

waspane/ mutêk kapêtêk ing tyas nampêki/ rênyuh lir rinujit/ emut ramanipun//

31. Pêtêng dhêdhêt kadya têngah wêngi/ udan adrês mawor/ pancawara prakêmpa

gora rèh/ sindhung riwut mawur bajra pati/ prahara gumérit/ lesus lir pinusus//

32. Grênging ori-ori rampal-rumpil/ Wrêksa gêng-agêng sol/ sêmpal papal kaprapal

êpange/ abusêkan ing sining wanadri/ buron alit-alit/ puyêngan sumawur//

33. Buron agêng[…32]-agêng gung kaguling/ gègèr ting galêmbor/ bilulungan

tambuh pangungsène/ madyèng wana gênjot lir ginunjing/ ladhu-ladhu mili/

agraning arga rum//

Page 102: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

137

34. Sang kusuma kêkês ing tyas maksih/ tan owah saking gon/ andhêkukul ing

ngrêngkul jêngkune/ suruping arka riris sira ris/ samirana ngidid/ mawur kang

rum arum//

35. Rêrêm ing tyas sang raja pinutri/ ngudhar asta karo/ mingsêr saking talaga

lungguhe/ asasèndhen witing nagasari/ yayah tanpa guling/ dhandhang munyèng

ngayun//

VII. DHANDHANGGULA

1. Bangun mangu anom lêlangêning/ duk tumingal katon sirat wetan/ pêtha

pêpanthan thathite/ kilat-kilat abarung/ lir sasmitanira ing latri/ matur yèn wus

antara/ enjang wayahipun/ manuk muni mawurahan/ lir mawungu barungan

sata wanadri/ kadya matak mangkana//

2. Byar rahina baskara wus mijil/ sang kusuma saksana umêsat/ saking pinggir

talagane/ nut iring-iring gunung/ rangu-rangu sang kadi ratih/ lumampahing

satitah/ madyaning wana gung/ tan ana baya kaetang/ kalih dalu sanggone

dènira guling/ rinêksèng sato wana//

3. Tan winarna solahe nèng[…33] margi/ sang kusuma dènya nasak wana/ miwah

ngambah padesane/ cinêndhak lampahipun/ duk samana sang rêtna prapti/

nagara ing Amarta/ kathah kang kadulu/ ngambah rêratan nagara/ namur

momor mring wong bêbakulan sami/ tan ana kang grahita//

4. Lamun iku putraning narpati/ sang kusuma sayah lampahira/ rarywan pinggir

lurung gedhe/ ngaub ana ing warung/ ingkang darbe bango lon angling/ ing riki

dèn sakeca/ mbok ngantèn alungguh/ ing pundi wisma andika/ ayu anom têka

lêlampah pribadi/ pundi ingkang sinêdya//

5. Sang kusuma alon anauri/ kula bibi wong sajaban kitha/ padesan pinggir alase/

anguruh kadang sêpuh/ nguni wontên ing Dwarawati/ suwita amawongan/

mangkya wartinipun/ umiring mring Madukara/ ing gustine Kusuma

Banoncinawi/ kagarwa Dyan Janaka//

6. Kula bibi pan dèrèng udani/ Madukara pundi prênahira/ kang darbe bango

sahure/ pan wus cêlak nakingsun/ lurung ingkang ngidul puniki/ têrusan

Page 103: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

138

Madukara/ marga gêng jumujug/ anjog taman Maduganda/ pan ing mangke

Kusuma Banoncinawi/ sampun ambabar6 putra//

7. Miyos kakung warnane apê[…34]kik/ sinung nama Dyan Angkawijaya7/ puniki

lurung kang ngalèr/ anjog ing dalêmipun/ satriya gung ing Jodhipati/ Radèn

Sadewa wetan/ de kilèn kadhatun/ dalême Radèn Nakula/ ari catur dalêm

ngubêngi nagari/ pura Madya Ngamarta//

8. Pan wong agung Madukara mangkin/ salamine kanggowa ambabar/ awis

kondur mring dalême/ kêkuwu taman santun/ kalangênan lesan jêmparing/ sang

rêtna duk miyarsa/ mèsêm ngandika rum/ nggih bibi bangêt tarima/ tuduh dika

lah bibi kariya laris/ sang dyah lajêng tumêdhak//

9. Saking bango anurut ing margi/ kang mangidul tan dangu lampahnya/ katon

munggul gapurane/ pucuk mutyara mancur/ nawung sunaring surya kadi/

sasmita angenggalna/ sang dyah lampahipun/ wontên witing Nagapuspa/ ngapit

kori pangira kanginan kadi/ angawe sang lir rêtna//

10. Lampahira sang kusuma prapti/ lajêng manjing salêbêting taman/ pan maksih

mênga korine/ sang dyah eram andulu/ rêrênggane kang taman sari/ sarwa mas

lan sêsotya/ lir taman swarga gung/ botrawi binale kambang/ sri kawuryan

kêmbang-kêmbange ngubêngi/ kang samya jinêm-[…35]bangan//

11. Eram mulat wêninging kang warih/ umbul mijil tuke8 saking sela/ udal andêdêl

ganggênge/ urange arêruntung/ wadêr bange bayak ngêbyaki/ ucêng sapucang-

pucang/ kutuke anglumpuk/ urut lêbinging balumbang/ puspawarna sangkêp

sawarnaning sari/ sruni lan sumarsana//

12. Nêdhêng panjrah ingkang sarwa sari/ kamarutan gandanya mrik ngambar/ sang

dyah ayêm ing tyas rèrèh/ kataman maruta rum/ midêr mêthik kang sarwa sari/

kang samya jinêmbangan/ satêpining ranu/ karsanya sang lir kusuma/ marma

dangu ngayêmkên sarira dhingin/ nadyan mangke marêka//

6 *B: bacaan sebelumnya terdapat adisi huruf layar, yakni berbunyi “ambarbar”

7 *B: naskah A penulisan nama tokoh “Angkawijaya” selalu ditulis “Ongkawijaya”, entah dengan

aksara Swara “O” (bila berdiri sendiri), atau pun dipergunakannya pasangan “ha” yang diapit huruf

“taling tarung” apabila didahului dengan kata “dyan”. 8 Pada teks manuskrip terdapat interpolasi huruf taling

Page 104: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

139

13. Mring Sang Parta manawa wus aring/ dene juru taman kalih wêlas/ kang nyiram

pêpêthètane/ lawan ingkang angangsu/ datan wontên ngaruh-aruhi/ kinandêlkên

kewala/ sang dyah solahipun/ dènira angambil sêkar/ nyana lamun parêkan

dinutèng gusti/ angundhuh kêmbang-kêmbang//

14. Marma datan ana kang malangi/ ing sasolahira sang lir rêtna/ dènya angalap

sêkare/ wauta kang winuwus/ Radyan Dananjaya marêngi/ tedhak marang ing

taman/ kang umiring namung/ ki lurah Bagong lan Sêmar/ pan gumêdêr gêguyon

samargi-margi/ sang dyah kagyat miyarsa//

15. Gugup minggah marang ing botra-[…36]wi/ saklèbatan Sang Parta tumingal/

wanodya têmah ciptane/ apa ta sibok ayu/ dèwi Ratih prapta ing ngriki/ wus

abêne mangkana/ yèn tuwi anjujug/ jroning botrawi kewala/ gya Sang Parta

ngubêngi kêmbang sarya ngling/ mirungu kang umpêtan//

16. Sapa iki kang angalap sari/ kocar-kacir kaliwat mêjana/ mèt nora nêmbung kang

duwe/ kaya pawarnanipun/ yèn wanodya punagi mami/ sun kungkung pitung

dina/ ana ing jinêmrum/ hèh Sêmar Bagong kariya/ anèng jaba sadhela sun arsa

guling/ ana ing Yasakambang//

17. Sang kusuma têtela miyarsi/ Sang Arjuna dènira ngandika/ tambuh-tambuh ing

solahe/ arsa mêdal kabutuh/ Dananjaya mêngakkên kori/ sang dyah dheprok

karuna/ anèng ngarsanipun/ jungkêl nutupi wadana/ Dananjaya ningali dèrèng

andugi/ lamun Putri Cêmpala//

18. Maksih nyana lamun Dèwi Ratih/ sarwi gumujêng dènya ngandika/ hèh babo iki

ta wonge/ kang ngrusak taman ingsun/ liwat saking amêjanani/ marang kang

duwe taman/ yêkti kênèng ukum/ wus dadi punaginingwang/ ingsun kungkung

nèng paprêman pitung bêngi/ sang dyah sinambut sigra//

19. Miwah asta rinangkul wus kêni/[…37]nèng ngêmbanan pan ingaras-aras/ sang

dyah sumaput tingale/ nèng ngêmbanan lir kantu/ tan panon ngrat idhêpirèki/

miyarsa ngling Sang Parta/ yayah nguwus-uwus/ sêmbranane parikêna/

Dananjaya sarambut dèrèng anggalih/ lamun Putri Cêmpala//

20. Maksih ginalih yèn Dèwi Ratih/ pan satuhu sang rêtna mèh kêmbar/ Lan Dèwi

ratih citrane/ mangkana dangu-dangu/ Dananjaya dènya angliling/ ing wadana

Page 105: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

140

sang rêtna/ waspada yèn dudu/ Kusuma ing Cakrakêmbang/ wruh kalamun

Kusuma Wara Srikandhi/ langkung pangungunira//

21. Dangu jêtung datan bisa angling/ Dananjaya wasana ngrêrêpa/ anungkêmi

wadanane/ dhuh babo mirah ingsun/ apuranên dasihirèki/ sumangga ing dêduka/

dènya kami purun/ akarya atur sêmbrana/ ing nah anggèr sarambut botên

angipi/ yèn dewaning kusuma//

22. Ingsun nyana lamun Dèwi Ratih/ jêr kêkadang pan ing saban-saban/ mring

Madukaramu dhewe/ jujug ing taman santun/ tan wruh lamun ratuning ratih/

sarining Ngendraloka/ sêkaring swarga gung/ musthikaning jagad raya/ kang

nêdhaki marang ing dasih kaswasih/ sun cipta pirang warsa//

23. Nalika nèng nagri Dwarawati/ mèh-mèh bae sun ngêmohi narpa/ mulat marang

sarirane/[…38]praptèng mangke durung wus/ ing panyipta kawula gusti/ mring

sang liring kusuma/ karsaning dewa gung/ kang asihing kawlas arsa/

gustiningsun tinibakakên pribadi/ nèng taman Maduganda//

24. Dènya mangke abdine tur pati/ sang kusuma lamat-lamat myarsa/ Dananjaya

pangrêpane/ dadyèngêt pungun-pungun/ nèng ngêmbanan umatur aris/ dhuh

mangke udhunêna/ kawula rumuhun/ amba matur liring sêdya/ saking praja

Sang Parta suka miyarsi/ ngaras sarwi ngandika//

25. Inggih mangke dhawuhêna gusti/ liring karsa wontên jro paprêman/ boten

kêkècèr karsane/ sang dyah binêkta sampun/ mring jinêmrum ingarih-arih/

sêrênging tyas pan samya/ putri lawan kakung/ rarasing rèh karasikan/ tan

cinatur sawusnya luwar sarêsmi/ mijil lênggah kaliyan//

26. Maksih munggèng pangkyan sang lir Ratih/ Dananjaya alon angandika/ sarwi

ngaras sri natane/ dhuh babo mirah ingsun/ dene kesah saking nagari/ jarwa

aliring karsa/ paran kang pinundhut/ gusti marang dasihira/ ciptaningsun datan

darbe pati urip/ sumangga kang sakarsa//

27. Sang kusuma aturira aris/ mila kesah saking ing nagara/ ngungsi marang

sarirane/ sumêdya nyuwun tulung/ saking susah ing tyas tan sipi/ linamar[…39]

ratu sabrang/ misesa mbêkipun/ yèn tinampik ngrabasèng prang/ rama prabu

ajrih satêmah nampèni/ kawula sru pinêksa//

Page 106: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

141

28. Nglampahana ing karsanirèki/ marmanipun kawula glis kesah/ saking praja

sayêktine/ kawula lampu lampus/ laki ratu sabrang tan sudi/ tan lyan sêdya

kawula/ namung nyuwun tulung/ mring paduka lawan nêdya/ anggêguru

pangawasaning jêmparing/ marmamba kalampahan//

29. Anêmpuh byat ing wirang lan isin/ mring paduka sakêthi tan nyana/ lamun

makatên dadine/ sang rêtnanya rinangkul/ pan ingaras awanti-wanti/ dhuh atma

jiwaningwang/ kang sawang jumêrut/ intên-intênipun kakang/ dasihira gusti

ingkang angukuhi/ brangtane ratu sabrang//

VIII. ASMARADANA

1. Tumpêka ngêbêki bumi/ ratu sabrang ingkang prapta/ ing prang tan gumingsir

tanggon/ wuwuha sapuluh raja/ dèn bak ing tanah Jawa/ ditya rasêksa myang

diyu/ kang abdi datan suminggah//

2. Pangawasaning jêmparing/ inggih gusti dasihira/ ingkang mulang sêsagête/

lesan rambut mamrih sigar/ lawan mamrih pêgata/ myang lesan dhog pêking

rêmuk/ mrih bolong kawula wulang//

3. Sang kusuma maloroki/ andêlna yèn maksih anyar/ wong iki kèwês

luwêse[…40]/ yèn wus lawas luwas puwas/ sang dyah sigra ing ngaras/

sêtyanana dasihipun/ lumuh cidra ing ngubaya//

4. Sêmar Bagong dangu ngintip/ saking jawi wus waspada/ kalih sarêng dènya

dhèhèm/ Dananjaya sigra mêdal/ Sêmar umatur latah/ radèn sintên rowangipun/

ting garunêng gêgunêman//

5. Dananjaya anaturi/ kakang ingsun acarita/ Sêmar Bagong sru guyune/ sintên

rencange carita/ tingal kula wanodya/ warnanipun yu pinunjul/ munggèng

pangkon pindha garwa//

6. Dananjaya mèsêm angling/ kakang aja wara-wara/ sun jarwani sayêktine/ raja

putri ing Cêmpala/ wus tinutur sadaya/ ing tingkah myang sêdyanipun/ praptane

nèng Madukara//

Page 107: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

142

7. Sêmar ngungun matur aris/ sinumpêt masa kenginga/ lamining dina tan wande/

dawaning catur kawarta/ dhatêng garwa paduka/ sayêktine sangêt bêndu/ pênêd

yèn jinarwanana//

8. Sayêkti lêga kang galih/ Dananjaya angandika/ kanang saprakara kiye/ lamun

kongsiya kapyarsa/ sri sinuhun Ngamarta/ mendah dukane maringsun/ tuwin

ramaji Cêmpala//

9. Miwah kang bok pramèswari/ iba dukane maringwang/ mulaningsun sidhêm

bae/ dene lamun arinira/ biyang kulup atanya/ mulane ingsun tan kondur/ lawas

nèng ta-[…41]man kewala//

10. Warahên yèn ingsun lagi/ anglakoni tapa nendra/ anèng botrawi wangêne/ iya

patangpuluh dina/ iku sira gumrahna/ mring kabèh kanca-kancamu/ haywa na

seba maringwang//

11. Yèn wis patang puluh ari/ ana pikir manèh kakang/ iya kang enak linakon/ rolas

sikêp juru nyiram/ wêtokna saking taman/ munga sira dhewe kantun/ iya lawan

sutanira//

12. Anèng jroning taman sari/ padha tunggua maringwang/ lawange kuncinên

kabèh/ poma kakang wêkas ingwang/ singa kang jaluk lawang/ nadyan silih

biyang kulup/ iya balèkne kewala//

13. Sêmar ngandika tur nèki/ mêdal panggih lan Sucitra/ pan sampun ginumyahake/

yèn gustine tapa nendra/ wangsulira mring taman/ lawange kalih tinutup/ pinati

kuncine samya//

14. Cinatur ing sabên ari/ Dananjaya pamulangnya/ jêmparing marang sang sinom/

lesane ingkang kinarya/ êndhog pêking lan rema/ yèn dalu karoron lulut/ anèng

jroning madeyasa//

15. Gumyah pawartaning jawi/ lamun lagya tapa nendra/ langkung rêpit pratikêle/

Satriya Andananjaya/ lawan Putri Cêmpala/ dènira nèng taman lulut/ sagung

wadya Madukara//

16. […42]Tan ana kang grahitani/ ing tingkahe gustinira/ nyana tapa sayêktine/

namung Bagong lawan Sêmar/ siyang dalu tan pisah/ ladosi sakarsanipun/

anèng taman Maduganda//

Page 108: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

143

17. Kunêng gantya kang winarni/ nênggih nagari Cêmpala/ sapungkurira sang

sinom/ praptane ing pitung dina/ sagung êmban lan inya/ kang jaga jawining

pintu/ pra samya angarsa-arsa//

18. Têdhaka gustinirèki/ dene wus praptèng antara/ dadya sadaya rêmbage/

sagunging cèthi parêkan/ êmban babu lan inya/ wus rêmbag samya amungu/

sigra nikèn êmban inya//

19. Lumêbu jroning botrawi/ minggah marang pasareyan/ rumangkang miyak

samire/ gustine datan katingal/ sajroning pasareyan/ binalengkrah sadaya wus/

suwung gustine wus musna//

20. Êmban inya sarêng anjrit/ sagunging cèthi parêkan/ sadaya lara tangise/

sampun katur mring sang nata/ sigra têdhak mring taman/ miwah

pramèswarinipun/ lara dènira karuna//

21. Langkung ribêng tyas siraji/ wus pasthi panyiptanira/ lamun kang putra lolose/

saking dahat lumuhira/ akrama ratu sabrang/ sang prabu nimbali gupuh/ ing

radyan Drêsthajumêna//

22. Miwah rêkyana apatih/ wus prapta ngarsa narendra/ rahadyan lara tangise/

[…43]sang prabu alon ngandika/ lah wis aja karuna/ balikan sira dèn gupuh/

padha mikira ngupaya//

23. Sira patih ingsun tuding/ mring anak Prabu ing sabrang/ paring uninga lungane/

gustimu saka nagara/ murca sing pagulingan/ ingsun bangêt jaluk tulung/ mring

anak prabu ing sabrang//

24. Ing lungane nini putri/ dèn rewangana ngupaya/ hèh ta kulup sira dhewe/

lumakua mring Ngamarta/ lêlancaran kewala/ tur uninga anak Prabu/ ing

lungane kakangira//

25. Dene wadyanira sami/ Cêmpala kang pra dipatya/ sêbarên sadina kiye/ kabèh

padha ngulatana/ ngusak-asik mring wana/ miwah marang gunung-gunung/

kalih umatur sandika//

26. Wus mundur saking ngarsaji/ prapta ing jawi parentah/ pra dipati kang saparèh/

budhalan sawadyanira/ sinêbar angupaya/ kyana patih Candrakètu/ mring

pakuwon Sawojajar//

Page 109: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

144

27. Radèn Drêsthajumêna glis/ lancaran marang Ngamarta/ namung turangga

sêlawe/ wau lampahe ki patya/ Candrakètu wus prapta/ pakuwon lajêng

tumundhuk/ ing ngarsa Jungkung Mardeya//

28. Umatur saha wotsari/ pukulun amba dinuta/ ing rama paduka katong/ kinèn

maringi uninga/ arinta sang lir rêtna/ musna kalanirèng da-[…44]lu/ murca

saking pagulingan//

29. Tan wontên banon kang gigrig/ icale sang lir kusuma/ kadya pinundhut dewane/

arinta sang narpa putra/ lan sagung pra dipatya/ Cêmpala sinêbar sampun/ pra

samya kinèn ngupaya//

30. Mring wana lan wukir-wukir/ pukulun rama paduka/ myang ibu pramèswarine/

sangêt ing panyuwunira/ dhatêng paduka nata/ wadyanta sadayanipun/

pinundhut pitulungira//

31. Ngupaya ari sang putri/ yèn kapanggih ing samangsa/ ibunta lan rama katong/

tumut ngèngèr mring paduka/ prabu Jungkung Mardeya/ ngandika héh

Candrakètu/ jêng rama têka mungkura//

IX. PANGKUR

1. Lah iya sira matura/ ing jêng rama miwah mring ibu sori/ aywa sungkawa ing

kalbu/ ilange sang kusuma/ lamun9 maksih urip ngêndi paranipun/ yèn maksih

ngambah bantala/ sayêkti lamun kapanggih//

2. Sanadyan silih ngungsiya/ Suralaya kacandhak dening mami/ Candrakètu amit

sampun/ mundur saking ngajêngan/ Prabu Jungkung Mardeya ngandika asru/

mring Patih Jaya Sudarga/ apa mataha dèn aglis//

3. Sagunging bala rasêksa/ budhalêna kabèh aywa na kari/ ngupaya gustinirèku/

lu[…45]nga saka nagara/ alas-alas guwa-guwa gunung-gunung/ aywa na kang

kalipatan/ jurang pèrèng kali-kali//

4. Konên ngosak-asik padha/ dalan-dalan sajabaning nagari/ kang sungil kang

siluk-siluk/ lah jaganana ditya/ pra dipati manusa patahên gupuh/ kang saparo

budhalêna/ sawadya balanirèki//

9 *B: bacaan pada teks naskah A dalah “yamun”

Page 110: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

145

5. Ngusak-asik jro nagara/ sira dhewe bapa ingsun bubuhi/ anuksma jroning

kadhatun/ sabên dalu na mara/ aywa kongsi kawruhan lakunirèku/ kang sun jaga

bok manawa/ pagaweyan sri bupati//

6. Miguna mring jênêng ingwang/ kyana patih sandika turirèki/ mundur saking

ngarsa sampun/ praptèng jawi parintah/ marang sagung pra dipati ditya

sampun/ gumuruh nêmbang têngara/ budhal sawadyanirèki//

7. Ingkang ngalèr sapunggawa/ ingkang budhal mangetan sabupati/ ingkang

sapunggawa ngidul/ mangilèn sapunggawa/ alas-alas jurang-jurang guwa

gunung/ tan ana kang kaliwatan/ sadaya dèn osak-asik//

8. Dene kang bala raksêsa/ sapunggawa pinatah anjagèni/ sadaya kang lurung-

lurung/ pra dipati manusa/ sabalane pinatah sadayanipun/ nalasah sajroning

kitha/ namur mo-[…46]mor lan wong bumi//

9. Ki patih Jaya Sudarga/ sabên dalu anjêjêp jroning puri/ kunêng gantya kang

winuwus/ Radèn Drêsthajumêna/ lampahira praptèng Nagri Ngamarta wus/

tinimbalan marang ngarsa/ umatur lamun tinuding//

10. Mring kang rama tur uninga/ yèn kang raka Rêtna Wara Srikandhi/ kesah

nalikaning dalu/ murca sing pagulingan/ purwa madya wasana pan sampun

katur/ yèn linamar ratu sabrang/ pan dadya kesahirèki//

11. Sang Aprabu Yudhisthira/ duk miyarsa langkung10

ngungun ing galih/

pangandikanira arum/ iya yayi matura/ ing jêng rama mêngko sapungkurirèku/

bocahira ing Ngamarta/ ingsung sêbare ngulati//

12. Rahadyan Drêsthajumêna/ amit nêmbah mundur saking ngarsaji/ Prabu

Yudhisthira sampun/ parentah mring kya patya/ sigra matah pra mantri samya

angruruh/ mring raja putri Cêmpala/ budhal sagung para mantri//

13. Sang Aprabu Yudhistira/ sampun paring uninga marang sori/ ingkang rayi

praptanipun/ Radèn Drêsthajumêna/ pan dinuta mring kang rama sang aprabu/

kinèn maringi uninga/ kèsahe Wara Srikandhi//

10

*B: terdapat lacuna huruf pada bacaan sebelumnya yakni tertulis “lakung”

Page 111: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

146

14. Linamar mring ratu sabrang/ ingkang dadya margane dènira nis/ saking

pagulingan dalu/ de wadya balanira/ ing Amarta kang saparo wus sun tuduh/

[…47]ngubrês sagung alas-alas/ jurang guwa wukir-wukir//

15. Pramèswari duk miyarsa/ langkung saking sungkawanirèng galih/ sigra nuduh

êmbanipun/ nuksma11

mring Madukara/ rêtna wara Drupadi grahitanipun/

mring satriya Dananjaya/ anatrêkanirèng galih//

16. Dene lami tan sewaka/ Sang kusuma tan antuk dhahar guling/ saking

sungkawaning kalbu/ kunêng gantya winarna/ Dananjaya ingkang tansah karon

lulut/ anèng taman Maduganda/ lan Rêtna Wara Srikandhi//

17. Apan wus sahengga garwa/ yèn rahina sang dyah lesan jêmparing/ kang kinarya

lesan rambut/ sang rêtna sampun wignya/ miwah lesan doging kukila ginantung/

sok wruha prênahe kêna/ miwah yèn maksih kaèksi//

18. Antara samadya candra/ dènira nèng Madukara sang putri/ langkung rêpit

tingkahipun/ sanadyan wadyanira/ Madukara sadaya apan dèrèng wruh/ yèn

raja putri Cêmpala/ anèng jroning taman sari//

19. Pan amung pamyarsanira/ kang satuhu gustine tapa guling/ mangkana ingkang

winuwus/ rêtna Wara Sumbadra/ lagya lênggah sarwi mangku putranipun/

Rahadèn Angkawijaya12

/ Rarasati lan Sulastri//

20. Kang tansah munggèng ngarsanya/ aglar sagung parêkan lawan cèthi/ sang

rêtna ngandika alus/ paran wartaning jaba/ dene la-[…48]was gustinira nora

kondur/ Rarasati matur nêmbah/ pukulun gumyahing jawi//

21. Raka paduka jêng pangran/ anèng taman nglampahi tapa guling/ winangênan

laminipun/ ing kawandasa dina/ nanging dènya tapa nendra rowangipun/ lan

raja putri Cêmpala/ Kusuma Wara Srikandhi//

22. Praptanipun Madukara/ lêlungsine gusti ngguru jêmparing/ kang kinarya lesan

rambut/ sipat katingalêna/ lamun dalu kang winuruk gantya muruk/ Srikandhi

kang dados lesan/ kapat gata sabên ratri//

11

*B: terdapat lacuna huruf pada bacaan sebelumnya sehingga tertulis “nukma” 12

*B: terjadi kesalahan tulis pada naskah A, pada bacaan mula tertulis “Ongkawijaya”, penulisan

diawali dengan menggunakan aksara swara “O”

Page 112: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

147

23. Gumujêng Rêtna Sumbadra/ gumêr sagung parêkan para cèthi/ sang dyah

angandika arum/ apa sakarsanira/ gustinira dènira nèng taman santun/ lan raja

putri Cêmpala/ pan ingsun ora sasêrik//

24. Nadyan silih sawinduwa/ anèng taman apa sakarsanèki/ Rarasati sira iku/ ing

batin dèn narima/ padha momong bae mring iki sutamu/ sokur banjura kagarwa/

ana rewang ngong ngladèni//

25. Rarasati matur nêmbah/ botên manah gusti kang sapuniki/ nadyan kramaa

rongatus/ inggih sokur kewala/ nanging dipunpasaja ing karsanipun/ gusti

dhumatêng paduka/ sampun mawi angilapi//

26. Kang dados ngungun kawula/ inggih rayi tuwan Wara Srikandhi/ […49]dene ta

putraning ratu/ Sêmbada yu utama/ bok inggiha ngupaya margi kang patut/

sasêmbèr-sêmbèranneya/ dhêstun anginggih-inggihi//

27. Bok sampun bêdhug kewala/ ngandhag-adhag gumledhag nyundêl anjing/

numbuk-numbuk soroh bathuk/ ngandêlake kang warna/ jêr si ayu dhèwèke lan

gustinipun/ hèh Sulastri yèn anaha/ iya pangajaning gusti//

28. Padha samêngko kewala/ ingsun larak tan atur praptèng pati/ binêbêka kadi

bubuk/ mring jêng pangran sun têmah/ iya saking panas-panase atiku/ Kusuma

Wara Sumbadra/ pangandikanira aris//

29. Sira iku bocah apa/ lamun ngucap nora nganggo pakering/ wuwus tan pantês

rinungu/ bok wis padha narima/ pan wus ana samangko lêlirunipun/ kang

minangka gustinira/ iya sutanira iki//

30. Aja na kang munasika/ mring jêng pangran13

kang lagya tapa guling/ tutuga

sakarsanipun/ lawan putri Cêmpala/ Rarasati Sulastri myarsa tumungkul/

kungkulan kang pangandika/ ing gusti sang raja putri//

31. Dadya kandhêg aturira/ Rarasati mring gustinya sru ajrih/ kunêng wau kang

winuwus/ ingkang lumampah nuksma14

/ êmbanira pramèswari Ngamartèku/ wus

prapta ing Madukara/ momor sagung […50]para cèthi//

13

*C: pada naskah A dan B tertulis “paran” 14

*B: pada bacaan sebelumnya tertulis “nukma”

Page 113: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

148

32. Parêkan ing Madukara/ sadayanya tan ana grahitani/ lamun dinuta puniku/

mring gusti pramèswara/ tan kawarna laminira tigang dalu/ antuk warta kang

sanyata/ yèn Rêtna Wara Srikandhi//

33. Anèng taman Maduganda/ lan satriya Dananjaya pribadi/ yèn dalu karêm mong

lulut/ apan sahengga garwa/ yèn rahina gêguru pamanahipun/ lesan jêmparing

ning taman/ winulang ing saben ari//

34. Ing sawusira mangkana/ nulya wangsul yun matur marang gusti/ sigra-sigra

lampahipun/ wus prapta ing Ngamarta/ laju marêk ing ngarsane gustinipun/

dinangu saha turira/ dhuh gusti sang raja putri//

35. Rayi dalêm sang lir rêtna/ inggih èstu wontên Madukarèki/ langkung rêmit

sasabipun/ tan wontên kang uninga/ karsanipun nèng taman rayi pukulun/ mring

wong agung Madukara/ inggih gêguru jêmparing//

36. Sabên rahina winulang/ ing rayinta Madukara jêmparing/ makatên ing

karyanipun/ sampun samadya candra/ rayi dalêm sang lir rêtna ing genipun/

wontên taman Maduganda/ kinêkêr angurewèni//

X. SINOM

1. Narpadayita Ngamarta/ miyarsa aturing cèthi/ yayah sinipi dukanya/ kagagas

wiranging galih/ mring so-[…51]lahe kang rayi/ pramèswari têdhak gupuh/

marang ing Madukara/ mung lawan cèthi satunggil/ ingkang mêntas nuksma15

marang Madukara//

2. Miyos lawang bêbutulan/ mring raka tan mawi pamit/ ing marga datan winarna/

ing Madukara wus prapti/ jumujug taman sari/ asru dènya ndhodhog pintu/

Sêmar kagyat miyarsa/ sapa ta kang jaluk kori/ dhodhog lawang liwat tan

wruhing dêduga//

3. Mokal yèn ora ngrunguwa/ gustine lagi aguling/ age baliya kewala/ pramèswari

anahuri/ kakang Sêmar dèn aglis/ ingsun ingkang jaluk pintu/ Pramèswari

Ngamarta/ ngrungu lamun si Srikandhi/ anèng kene ingsun arsa katêmuwa//

15

*B: pada bacaan sebelumnya “nukma”

Page 114: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

149

4. Ki lurah Sêmar miyarsa/ swarane kang minta kori/ yèn pramèswari Ngamarta/

Sêmar lumayu angênthir/ nêdya atur udani/ pramèswari rawuhipun/ satriya

Dananjaya/ duk mijil saking botrawi/ lurah Sêmar matur sarwi mêgap-mêgap//

5. Pukulun atur uninga/ punika rakanta prapti/ Narpadayita Ngamarta/ asru

dhodhog minta kori/ kawula jrih ngêngani/ sampun uninga pukulun/ lamun rayi

paduka/ Wara Srikandhi nèng ngriki/ pan ing wau linge arsa pêpanggiha//

6. Dananjaya duk miyarsa/ langkung pangungunirèki/ ciptaning tyas paran ba-

[…52]ya/ dadine lêlakon iki/ dene kongsi kapyarsi/ mring kang bok sapa kang

matur/ kakang paranrèhira/ bêcik êndi sun wêngani/ lawan ora Sêmar alon

aturira//

7. Èwêt lêlakon punika/ upami dipunwêngani/ sayêkti yèn dados gêndra/ tan wande

ulêng sang putri/ yèn botên dèn wêngani/ pramèswari yêkti matur/ mring raka

Sri Narendra/ mendah ta dukanirèki/ kadhatêngan putri tan atur uninga//

8. Satriya Andananjaya/ langkung ribêng jroning galih/ alon dènira ngandika/ ayo

kakang dèn wêngani/ kapriye gone mikir/ ing budi pan wus kabutuh/ Sêmar sigra

wangsulnya/ sinuruk mênga kang kori/ pramèswari sampun manjing jroning

taman//

9. Tumundhuk Sang Dananjaya/ mêndhak satêpining kori/ pramèswari mèsêm

lingnya/ yayi dhayohan sirèki/ arinta si Srikandhi/ nèng ngêndi sun arsa

pangguh/ Dananjaya aturnya/ wontên sakilèn botrawi/ kalangênan jêmparing

sampun saenjang//

10. Lajêng Sang Narpadayita/ Dananjaya mêdal jawi/ Sêmar asru aturira/ niku

radèn dhatêng pundi/ têka dadak ngesahi/ lêrêse radèn têtulung/ boten wande

punika/ ingkang rayi dèn gêbagi/ Dananja-[…53]ya gumujêng dènya ngandika//

11. Ingsun ngadoh bae kakang/ mrana kang rada andhêlik/ aja kongsi amiyarsa/

kakang bok dukanirèki/ sira bae ywa têbih/ ngintipa sajaban pintu/ lan si Bagong

ngawasna/ paran ta dadine mangkin/ Sêmar Bagong wangsul ngintip anèng

lawang//

Page 115: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

150

12. Wau sang narpa dayita/ wus praptèng kilèn botrawi/ Wara Srikandhi tumingal/

mring raka kagyat tan sipi/ gupuh dènya mlajêngi/ tundhuk ngrangkul16

padanipun/ sarwi lara karuna/ kathah sêsambatirèki/ pramèswari alon dènira

ngandika//

13. Wis yayi aja karuna/ dèn aris payo alinggih/ sun arsa atakon warta/ kang dadi

lunganirèki/ liwat karya prihatin/ sokur wis padha rahayu/ kang rayi duk

miyarsa/ asrêp ing galih dinugi/ ingkang raka rawuhe tan mawi suka//

14. Kèndêl dènira karana/ aris wus tata alinggih/ rêtna Srikandhi turira/ milamba

angikis ratri/ saking praja tan mawi/ pamit ing rama myang ibu/ linamar ratu

sabrang/ jêng rama myang ibu sori/ sampun parêng nampèni panglamarira//

15. Satêmah amba pinêksa/ mila nuntên angesahi/ kawula lampus17

palastra/ laki

sabrang botên sudi/ prapta kawula ngriki/ duk lagya samadya tèngsu/ sampun

lami sêdyamba/ mriki angguru jêmpa-[…54]ring/ dhatêng rayi paduka ing

Madukara//

16. Kang raka mèsêm ngandika/ apa ta wis pintêr yayi/ gonira sinau manah/ turnya

pan sawêg sairib/ lamun lesan dhok pêking/ sagêd amba namung rêmuk/ lamun

rema mung pêgat/ pramèswari ngandika ris/ lah ta mara manaha sun arsa

wikan//

17. Lesane nulya pinasang/ rema lawan dhoging pêking/ sang rêtna mênthang

gandhewa/ lumêpas ingkang jêmparing/ dhoging kukila pêking/ kacundhuk

sanjata sumyar/ nulya rema pinanah/ pêdhot kataman jêmparing/ pramèswari

gumujêng dènya ngandika//

18. Yayi wus pintêr têmênan/ iya gonira jêmparing/ mara ingsun wurukana/

kapencut bisa jêmparing/ kaya rêrakit nèki/ nalika sira winuruk/ marang ing

kakangira/ kang rayi umatur aris/ gih suwawe kakang bok kawula wulang//

19. kang raka sampun ngaturan/ gandhewa lawan jêmparing/ kêndhênge sampun

pinasang/ kang rayi lênggah nèng wuri/ sarwi umatur aris/ dhuh kakang bok

16

*B: bacaan pada naskah A tertulis “ngrakul” 17

@C: bacaan pada naskah A dan B tertulis “lampu”

Page 116: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

151

kula nuwun/ langkung saking digsura/ rakite mulang jêmparing/ mara yayi

ngarah apa wus sun sêdya//

20. Kang rayi sigra tur sêmbah/ ngrakêti pungkurannèki/ asta kanan sami kanan/

nyêpêng nyênyêping jêmparing/ gandhewa asta kering/ rakite kadya

angrangkul[…55]/ manglung jangga tumumpang/ anèng pamidhangannèki/ pipi

kering tumèmpèl ing pipi kanan//

21. Rakite kadya angaras/ ing ringing grana nèmpèli/ pangarasan ingkang kanan/

jaja karakêt ing gigir/ jêngkunira kêkalih/ mipit ing wêwangkong kukuh/ astanya

kering kanan/ pangrangkule angêpithing18

/ Rêtna Wara Drupadi kalangkung

duka//

22. Nulya mingêr dènya lênggah/ angajêngakên kang rayi/ sarywa dik laraping

netra/ mawinga winga mawêngis/ sarêng pêdhês dènya ngling/ dhuh lae sira

wong ayu/ nanging jaba kewala/ ing jro ulêrên wus bacin/ bêcik têmên

mangkono ing solahira//

23. Dudu solahe wong manah/ solahe wong nyundêl anjing/ jêjamahan kang wus

lanyah/ rênyuh nyunyur nyonyor nyanyir/ bok ya dèn idhêp ngisin/ kêpiye ta

pangrasamu/ mendah dene dhudhaa/ têka dadak sira bruki/ bojone wus sèwu

kaya warnanira//

24. Pageneya kanjêng rama/ wèh kadang mangkene iki/ dene jêng ibu tan ramban/

pêputra têka mêtoni/ sêmbèr lèwèrnya luwir/ ngêlonthe kongsi mathunthung/

ngadhag-adhag gêladhag/ pêdhot amamah kêndhali/ lumah-lumah wong lumuh

kinèn jêjamah//

25. Dene ta tinari krama/ kumayu[…56] minggat ing wêngi/ ingsun nyana tyase

nyata/ dènira lumuh alaki/ praptaning dèn si anjing/ têka nubruk numbuk-

numbuk/ ngêbruki kongsi babrak/ bêdhug wong wus duwe rabi/ angur oblo

maksih anduwèni wirang//

26. Manglulu mangala-ala/ Kusuma Wara Drupadi/ mring kang rayi dukanira/

saputing tyasnya tan sipi/ anjrit njungkêl ing siti/ tan panon ngrat idhêpipun/

18

*B: pada teks naskah A tertulis “angêpinging"

Page 117: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

152

myarsa dukaning raka/ gumrêgêt Wara Drupadi/ ingkang rayi dyan ing ngukêl

remanira//

27. Apan sarwi jinêjêgan/ lan age minggata anjing/ Nadyan sira ngêlontheya/ goleka

liyan nagari/ aja gêgawa mami/ wus dangu pamalanipun/ ing usulkên saksana/

kang rayi mundur anangis/ minggah marang bot rawi nganthi sanjata//

XI. KINANTHI

1. Endhonge sinandhang sampun/ anèng gendhongan mathinthing/ gandhewa nèng

asta kiwa/ pantês wanguning prajurit/ raja putri ing cêmpala/ acancut ramping

tarincing//

2. Ingkang pinundhut puniku/ marang sang raja pinutri/ apan dudu panah lesan/

sanjata agêming jurit/ denira Sang Dananjaya/ aran sanjata dhadhali//

3. Mijil saking taman santun/ Kusuma Wara Srikandhi/ mêdal lawang bêbutulan/

wauta[…57] ingkang winarni/ narpa dayita Ngamarta/ sawêdale ingkang rayi//

4. Ngandika mring êmbanipun/ biyang timbalana aglis/ ariningsun si Sumbadra/

nikèn ban sigra lumaris/ manjing dalêm panggih lawan/ Kusuma Banoncinawi//

5. Nikèn êmban nêmbah matur/ kawula anggèr pinuding/ ing raka Narpadayita/

paduka dipuntimbali/ dhatêng taman Maduganda/ ing rakanta pramèswari//

6. Sang dyah miyarsa kumêpyur/ apata wus suwe bibi/ kang bok rawuhe nèng

taman/ nikèn êmban matur aris/ gusti sawêg sapunika/ sang kusuma mangkat

aglis//

7. Lampahe amagêr timun/ mêndat mêntul ngrêspatèni/ sêngkang lir lintang mèh

enjang/ gonèl-gonèl balêrêngi/ nadyan kathah wong lumampah/ nora padha lan

sang putri//

8. Sarwi ngêmban putranipun/ Sulastri lan Larasati/ tan kantun lan wurinira/

samarga pating jêrawil/ hèh Sulastri tingalana/ gustimu gènnya lumaris//

9. Rêspati angêmban sunu/ tindake nglêlêntrih lirih/ mêntas babar kasangsaya/

bonyoning sarira maksih/ wênês ijo amrêdapa/ liringe luruh alindri//

10. Tejane wênês sumunu/ kasor raras ruming sasi/ kaya rêmuk kêkanginan/ lah ing

êndi ana putri/ ingkang[…58]kongkulan ngakasa/ kang kasangga dening bumi//

Page 118: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

153

11. Ana miribing gustimu/ Sulastri alon nauri/ lagi pangeran kewala/ wong agung

dhêmênyar yêkti/ karêm putri ing Cêmpala/ yèn mungguh pangrasa mami//

12. Nêmbah amung patutipun/ marang gustiku sang dèwi/ bok lawan sira kewala/

warnane Wara Srikandhi/ tambuh ingkang piniliha/ maksih pantês jajar

lingggih//

13. Wauta sang dyah wus rawuh/ salêbêting taman sari/ pramèswari ngawe sigra/

kene linggih ari mami/ lah ta êndi sutanira/ bagus têmên sun tingali//

14. Kang putra ngaturkên sampun/ anèng pangkon gya liniling/ sang rêtna mèsêm

ngandika/ bagus têmên bocah iki/ ruruh sêmune jatmika/ lan bapakne wus tan

têbih//

15. Pira yayi ngumuripun/ sang rêtna umatur aris/ kang bok kalih wulanira/ namung

kirang pitung ari/ Narpadayita ngandika/ bênêr mung kacèk sêsasi//

16. Sutanira ngumuripun/ lan si Pancawala yayi/ kakang adhine mèh kêmbar/

pasêmone mèh sairib/ hèh ta yayi praptaningwang/ marma njujug taman sari//

17. Njujuk mring ari nirèku/ iya Sri Wara Srikandhi/ lunga saka ing nagara/ tanpa

pamit ing ramaji/ nuli pasrah rakanira/ dadya ingsun angulari//

18. […59]Ingsung kongkon nyuluh nyuwuh/ katêmu arinirèki/ yèn ana ing

Madukara/ nuli ingsun anêkani/ jumujug ing tamanira/ wus panggih ingsun

dukani/

19. Mbuh ta mau paranipun/ lungane maksih anangis/ mbuh mulih marang

Cêmpala/ mbuh banjur minggata yayi/ Kusuma Wara Sumbadra/ miyarsa

ngungun tan sipi//

20. Nêmbah alon dènya matur/ punapaa dèn dukani/ kang bok pangraos kawula/

wontên Madukara ngriki/ sanadyan kalih winduwa/ apan dalême pribadi//

21. Datan wontên sanèsipun/ lawan ing Cêmpala nagri/ yèn kawula mêningana/

kang bok gèn tuwan dukani/ yêkti malang botên suka/ kesahipun saking ngriki//

22. Sêdya kawula pukulun/ têtêpa dadosa kanthi/ gumujêng Narpadayita/ iya sokur-

sokur yayi/ lamun mêngkana tyasira/ liwat panarima mami//

Page 119: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

154

23. Lah wis ingsun pamit mantuk/ yayinya sutanirèki/ Wara Sumbadra tur sêmbah/

mbok inggih kèndêl rumiyin/ aso nèng dalêm sakêdhap/ pramèswari ngandika

ris//

24. Manawa dèn ayun-ayun/ mring rakanira sang aji/ goningsun mring Madukara/

nyolong bae nora pamit/ putra sampun tinampènan/ lajêng kondur pra-

[…60]mèswari//

25. Ki lurah Sêmar andulu/ yèn pramèswari wus mijil/ wauta Sang Dananjaya/

prapta angandika aris/ lahta priye mau kakang/ ing dadine si Srikandhi//

26. Apa nora ana mêtu/ iya saka taman sari/ Ki Lurah Sémar turira/ sayêktine lamun

maksih/ yèn kesaha saking taman/ wêdale kula udani//

27. Mung pramèswari kang kondur/ nanging kawula watawis/ sang rêtna sangêt

pinala/ kapyarsa dènira nangis/ paduka kang damêl dosa/ têka botên dèn

tulungi//

28. Mendah sakite tyasipun/ mring paduka sang suputri/ lahta dawêg dipunenggal/

linggih paduka rih-arih/ mupung maksih anèng taman/ Dananjaya ngandika ris//

29. Yèn age-ageya ingsun/ kakang nêmoni pribadi/ mêlang ingsun bok manawa/

maksih kabêranang runtik/ bêcik sira bae kakang/ ingkang nêmonana dhingin//

30. Dimène rèrèh tyasipun/ têkakna prasêtya mami/ dene ta padha wanodya19

›/

lawan kadange pribadi/ ingkang prapta anèng taman/ mulane ingsun lungani//

31. Yèn ta wonga liyanipun/ utawa lanang kang prapti/ aywa kang padha satunggal/

sanadyan sri narapati/ Ngamarta lan ing Cêmpala/ praptaa[…61]ing taman

sari//

32. Anggawa bakale mantu/ sawadyabalanirèki/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/

ditya diyu myang rasêksi/ dèn bêka ing Madukara/ nora nêdya sun ginggangi//

33. Ajura dèn kumur-kumur/ sarambut datan gumingsir/ dene lamun sang kusuma/

keron tyasira ningali/ iya marang si Sumbadra/ jinaluk lunganirèki//

34. Aja sumêlang ing kalbu/ esuk sore sun turuti/ nora mada saking warna/ satuhu

ayu linuwih/ ing warnane si Sumbadra/ nanging atine tan bêcik//

19

› Terdapat interpolasi kelompok kata, kalimat sebelumnya berbunyi “dene padha wadon”

Page 120: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

155

35. Bangêt lêngus wani kakung/ kongsi suwe anak siji/ lan ingsun anak pêpêksan/

saking tiwase tyas mami/ bêbutuhan wurungana/ ing budi ingkang nyondhongi//

36. Sêmar Jêngèk dènya matur/ niku radèn kadi pundi/ têka tombok Gustiningwang/

ingkang botên nika-niki/ sajagad masa ontêna/ brangta bêktine ing laki//

XII. ASMARADANA

1. Dananjaya ngandika ris/ wuwus lamis mung kinarya/ angenaki ati bae/ satus

putri ing Cêmpala/ masata kalakona/ ambuwang kang wus sêsunu/ lah ta wis

sira mangkata//

2. Sêmar pinêksa nuruti/ sampun lumêbêt ing taman/ ing wanci surup srêngenge/

lagya tanggal kaping tiga/ rêtna wa-[…62]ra Sumbadra/ samana lagyarsa

kondur/ kèndêl ningali mring Sêmar//

3. Dumuk-dumuk lampah nèki/ nguwuh mring putri Cêmpala/ sang dyah anggarjita

tyase/ wus nrêka lamun dinuta/ marang ing gustinira/ mring Rarasati lingnya

rum/ si Sêmar ika kang prapta//

4. Angulati si Srikandhi/ patute ika dinuta/ iya marang bêndarane/ Rarasati

saurana/ sira kang kêmbar swara/ kinongkon apa puniku/ nikèn Rarasati sigra//

5. Ngadêg ing ngarsa sang putri/ cumênthèng panguwuhira/ kakang sêmar kene-

kene/ bayata sira dinuta/ marang ingkang jêng pangran/ dene dadak cêluk-cêluk/

lurah Sêmar amiyarsa//

6. Mring swarane Rarasati/ dinuga putri Cêmpala/ dene sami cumêngklinge/ lurah

Sêmar sigra mara/ sarya sru aturira/ wontên jawi dalu-dalu/ puniki mundhut

punapa//

7. Kang mindha alon nauri/ iya ninis bae kakang/ kang rada isin nèng kene/ sarira

ingsun grah uyang/ Sêmar wus praptèng ngarsa/ ngulap-ulap alon matur/ dene

wau sru karuna//

8. Dipunnapakakên gusti/ ing raka Narpadayita/ kang minddha alon saure/ nora

kinapakkên kakang/ pan namung dinukanan/ kang dadi panangisingsun/ dene ta

tininggal lunga//

Page 121: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

156

9. […63]Iya mring gustinirèki/ Sêmar alon aturira/ kawula niki kinèngkèn/ ing

rakanta jêng pangeran/ marang kèn prasêtyanya/ milane rakanta wau/ inggih

ngêsohi kewala//

10. Rawuhipun pramèswari/ dene priyayi wanodya/ wah kadang paduka dhewe/ yèn

priyaa ingkang prapta/ sayêkti katandangan/ sanadyan rakanta prabu/ ing

Amarta ingkang prapta//

11. Sayêktine dèn tanggoni/ miwah ramanta Cêmpala/ bêktaa badhe mantune/ ing

sabrang Jungkung Mardeya/ sabalane sadaya/ ditya Rasêksa myang diyu/ dèn

kèbêka Madukara//

12. Boten nêdya dèn ginggangi/ rangkêpa sayuta ngarsa/ tan gumingsir aprang

tanggon/ dene lamun tyas paduka/ sungkawa dèrèng rêna/ botên kêrsa kinêmaru/

lan Dèwi Wara Sumbadra//

13. Sampun sumêlang ing galih/ pan inggih samangsa-mangsa/ rakanta ing

pambucale/ dhasare wus lami dènya/ puwas marang kang garwa/ botên mada

warnanipun/ tuhu yèn ayu utama//

14. Nanging winada ing galih/ lêngus wani marang priya/ kang dados botên

condhonge/ malah ingkang pangandika/ dene ngantos pêputra/ satunggal ing

dadosipun/ pêpêksan ing galihira//

15. Lamine ngantos samangkin/ tinaksihakên kagarwa/ pan inggih saking dèrènge/

antuk kang condhonging karsa/ ing mang-[…64]ke mung paduka/ ingkang

dados/ condhongipun/ marma sih anrus ing driya//

16. Rarasati duk miyarsi/ ing ngampêt tyase tan kêna/ kadya sinêntak guyune/ iku

apanyata kakang/ mangkono jêng pangeran/ wus puwas mring garwanipun/

condhongingtyas mung maringwang//

17. Sih trêsna ing lair batin/ Sêmar umatur supata/ botên watak gawe-gawe/ lah ta

mangke ta takona/ yèn panggihan priyangga/ manawi dora tur ulun/ Rarasati

latah-latah//

18. Gya jinawil saking wuri/ mring Dèwi Wara Sumbadra/ winisik ing sêsaure/

Rarasati sawusira/ winisik gya ngandika/ iya kakang yèn satuhu/ mangkana

linge jêng pangran//

Page 122: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

157

19. Prasêtyane marang mami/ nuli sira aturana/ sun arsa miyarsa dhewe/

pangandikane jêng pangran/ Sêmar umatur sagah/ inggih masthi mangka rawuh/

sampun tuwan kesah-kesah//

20. Kula turane tumuli/ raka paduka pangeran/ Rarasati lon dêlinge/ iya nuli

aturana/ kakang sira sun ganjar/ lah iki sêsupeningsun/ mirah rêga sèkêt reyal//

21. Sêmar gupuh anampèni/ mundur sarwi lênggak-lênggak/ Samarga-marga

sêsêndhon/ Kusuma Wara Sumbadra/ alon dènya ngandika/ Rarasati nya

sutamu/ gawanên ngiwa marana//

22. Ring-aringana kang bêcik/ ing mêngko kalamun prapta/[…65] ingsun têmonane

dhewe/ priyayining Madukara/ kêpriye prasêtyanya/ kang putra tinampan

sampun/ mring Rarasati ing êmban//

23. Lan Sulastri mundur aglis/ ngiwa marang pojok bata/ sang rama miranti gone/

jumênêng sor naga puspa/ lagya tanggal ping tiga/ sangandhaping naga santun/

radi pêtêng sawatara//

24. Tan pramana aningali/ nanging grêmênge katara/ pupusên wau lampahe/ ki

Lurah Sêmar wus prapta/ ing ngarsanira radyan/ wus katur saaturipun/ solah

tingkahe dinuta//

25. Dènya manggihi sang putri/ rahadyan saka miyarsa/ kaya pa mau dêlênge/ raja

putri ing Cêmpala/ apa nora sungkawa/ ki Lurah Sêmar umatur/ tingale sae

kewala//

26. Mila radyan dèn aturi/ têdhak soring naga puspa/ kêdah miyarsakên dhewe/

kang dados janji paduka/ mring kula tan pracaya/ Dananjaya sukèng kalbu/

sigra dènira tumêdhak//

27. Lumêbêt ing taman sari/ jujug soring naga puspa/ tan taha-taha galihe/ wus

pasthi putri Cêmpala/ kang jumênêng katingal/ nèng soring naga santun/ lajêng

pinondhong kewala//

28. Rinungrum ing arih-arih/ pan sarwi ing ngras-aras/ gusti mirah ingsung anggèr/

intên-intêne pun kakang/ ingkang sawang kumala/ apuranên dasihipun/ dahat

cidra ing ubaya//

Page 123: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

158

29. Mar-[…66]mane ingsun lungani/ rawuhe Narpadayita/ dene ta priyayi wadon/

yèn lêlananga kewala/ aywa ingkang satunggal/ sanadya satusan èwu/ dèn

kèbêkan Madukara//

30. Nora sêdya sun ginggangi/ dhuh anggèr pan ora dora/ si Sêmar mau ature/

sayêkti lamun sakingwang/ ngaturakên prasêtya/ mring kusuma jiwaningsun/

anjanma akaping sapta//

31. Tan nêdya mulat dyah malih/ ngamungna sang lir kusuma/ kang asih marang

dasihe/ Kusuma Wara Sumbadra/ nalikane miyarsa/ yèn ingkang raka satuhu/

dènya ngungkurakên trêsna//

XIII. PANGKUR

1. Murub kadya binêranang/ datan kêna ingampêt tyasirèki/ miyarsa lingirèng

kakung/ dahat anglêsing driya/ lir tinunjêl ing sela tinotog alu/ pêdhês wêngis

wuwusira/ dhuh babo wong apa iki//

2. Jumujug prapta angêmban/ singa katon tan nganggo dèn tingali/ mondhong

dudu bedhangipun/ nora ngrasa sêmayan/ rinarêpa manawi mangke kaliru/ kula

dede lonthe dika/ ngêpithing kaya tan gêthing//

3. Angaras nora nganggo was/ bok dèn awas wuwuse ngasih-asih/ apa wuwus

nguwus-uwus/ age dika udhuna/ Dananjaya miyarsa kagyat kalangkung/ wruh

kaliru ingkang garwa/ nulya ing ngudhunkên lirih//

4. Satriya Andananjaya/ pan […67]anglênggêr merangi tyas tan sipi/ lêngêr-lêngêr

sèwu ngungun/ sakêthi nora nyana/ yèn kang garwa dhêlêg-dhêlêg joto jêtung/

datan kêna angandika/ sang rêtna wêngis dènya ngling//

5. Lah dawêg age ulihna/ awak kula mring nagri Dwarawati/ prapta kawula

rumuhun/ apan botên nênêka/ mara dhewe soroh badan nubruk-nubruk/

ngêbruki wong Madukara/ margane dika parani//

Page 124: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

159

6. Ing mangke dika wus puwas/ inggih ulihêna kang klawan20

bêcik/ sampun mawi

nguwus-uwus/ sayêkti tanpa tuwas/ ngawètakên mring wong lawas bêngus

lêngus/ dhoso wani marang priya/ marma ulihna dèn aglis//

7. Botên nyênyukêri tingal/ yèn awèta kawula wontên ngriki/ nyênyampuri mring

wong agung/ karya nisthaning praja/ pantês dika kang timbang sayêkti namung/

raja putri ing Cêmpala/ bapa raja ibu sori//

8. Botên wontên kang kuciwa/ satriyadi akrama putri adi/ sêmbada bêkti ing

kakung/ beda lawan kawula/ ala rupa têtampikan ora payu/ lêngus wani marang

priya/ tan wruh kanisthanirèki//

9. Sumêngka angangka-angka/ nistha papa anyèthi mring wong singgih/ kaniaya

kakang prabu/ têka sêsoroh kadang/ têmahane mung dèn anggêp raganingsun/

bêbutuhan têtambalan/ aji wong anyun-[…68]dêl anjing//

10. Langkung garês wuwusira/ sang kusuma saking gêrusing galih/ ngoso-oso

nguwus-uwus/ mangundhat ngundhamana/ Dananjaya èbêg tyasira kalangkung/

miyarsa linge kang garwa/ sèwu susah sèwu sêdhih//

11. Angrasa ing lêpatira/ langkung saking rêrêpa ngasih-asih/ apuranên biyang

kulub/ sakèhe luputingwang/ pan wus nyata lamun ingsun sèwu luput/ nanging

biyang kulup aja/ sira trusakên ing galih//

12. Wuwus lamis mung sun karya/ angenaki atine si Srikandhi/ sakêthi ya

warnanipun/ kaya putri Cêmpala/ masa dadak kalakona raganingsun/

ambuwang kang wus sêsuta/ rewang ngong sapati urip//

13. Apa kang sira tamakna/ yèn nêdyaa cidra prasêtya mami/ ing nguni marang

sirèku/ bêbênduning jawata/ suralaya kabèh nampêka maringsun/ manawa darbe

panyipta/ ambuwang mring sira gusti//

14. Rowang ngong salara lapa/ kongsi prapta ing ari loka benjing/ tulus sarèntèng

rêruntung/ kusuma lawan sira/ gêgandhèngan aywana kang nyandhang-

nyandhung/ gustinya mung nalaningwang/ sang rêtna asru ambêkis//

20

Terdapat interpolasi kata, yakni bertuliskan “kala”, diasumsi kata “kalawan” untuk pengganti frasa

“kang klawan”

Page 125: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

160

15. Dhuh ewa têmên wakingwang/ amiyarsa wuwus kinarya lamis/ lan ewa têmên

wakingsun/ mring kang tuhu ngubaya/ dene kaya wong alali raganingsung/ têtêp

mantêp ing[…69]prasêtya/ mung nêdya utamèng laki//

16. Sanadyan rabia sasra/ suka lila ing lair trus ing baitn/ wus sun sêdya momong

maru/ narima dadi tuwa/ ciptaningsun anjanma kaping sèwu/ tulus saha ngèstu

pada/ marang sariranirèki//

17. Tan wruh kinarya butuhan/ Dananjaya ngrêrêpa ngasih-asih/ dadiya ndhêg

amun-amun/ lamun duweya cipta/ kêlap-kêlap marang sira biyang kulup/ utawa

nganggêp butuhan/ lêbura padha saiki//

18. Sang dyah gabêr saurira/ dhuh-dhuh adhuh mambu wong tuhu janji/ inggih

sukur lae sukur/ botên nganggêp butuhan/ mring kawula sih trêsna anrusing

kalbu/ kula inggih tur prasêtya/ sanadyan nèng Dwarawati//

19. Botên ginggang ing panyipta/ gèn kawula marêkan anyênyèthi/ marang paduka

wong agung/ pisah ngriki kewala/ ing dêlahan taksih asariraningsun/ angèstu

pada paduka/ wus narima lair batin//

20. Amomong anak pêpêksan/ nanging sampun tunggil lan wontên ngriki/ karya

nisthaning wong agung/ inggih benjang kewala/ nèng dêlahan taksiha karsa

maringsun/ anganggêp cèthi butuhan/ Dananjaya duk miyarsi//

21. Aturing garwa mangkana/ ngêrês-êrês nanging nggarês tan sipi/ sang saya

ribêng tyasipun/ aris dènya ngandika/ dhuh bok[…70] aja mangkana ta biyang

kulup/ yèn kongsiya sira tinggal/ baya wurung wong wak mami//

22. Marang ngêndi paranira/ aja ingkang marang ing Dwarawati/ lumêbuwa gêni

murub/ ambyar têlêng samodra/ ingsun masa kariya sayêki milu/ kusuma

saparanira/ marang ngêndi sun tutwuri//

23. Mati urip aja pisah/ lawan sira Dananjaya mrêpêki/ kang garwa arsa sinambut/

nanging sampun prayitna/ pinrêpêkan mundur lajêng dènya kondur/ Sang Parta

maksih tut wuntat/ sang dyah nguwuh Rarasati//

24. Hèh Rarasati prènèkna/ sutanira sun bane pribadi/ putra ing ngaturkên sampun/

ngêmban sarwi lumampah/ pan ing ngoso-oso rahadyan sru muwun/ Dananjaya

angandika/ kene kulup milu mami//

Page 126: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

161

25. Lah biyang kulup prènèkna/ sun êmbane dimène mari nangis/ sang dyah wêngis

sauripun/ lae anak pêpêksan/ yun ingêmban mring wong agung mênèk nguyuh/

wontên ngêmbanan paduka/ masa wandeya binanting//

26. Lah ta dene iku bocah/ nèng ngêmbanan dadak nganggo anangis/ sun kapakake

sirèku/ kaya wong dèn la-ela/ ngadi-adi budi dadak ngadu-adu/ bayi dadimu

pêpêksan/ bok iya dèn nglara ati//

27. Wus manjing dalêm sang rêtna/ miwah Rarasati lawan Su-[…71] lastri/ sang

dyah dènya nutup pintu/ ingantêp lir pêcaha/ wus kinunci Dananjaya kèndêl

mangu/ myarsa tangise kang putra/ cinêblèk anjêrit-jêrit//

28. Bingung tyasira Sang Parta/ sigra wangsul sang martibaning runtik/ Lurah

Sêmar kang kawuwus/ marang ing warung jajan/ sêsupene mirah kang kinarya

urup/ sêkul lawan pêpanganan/ Bagong anggung dèn pêpingin//

29. Dènya linggih têngah nglawang/ ambrêgagah sêgane dèn kakahi/ ngipit-ipit

dènya muluk/ lamun wus sapulukan/ nulya kèndêl nyawang pêpangananipun/

kapundhung kuwèni nangka/ Bagong anggung dènya ngrintih//

30. Dhuh ki rama bok iyaa/ ingsun jaluk sêga iwak sathithik/ lah mosok êntèka iku/

samana sira pangan/ eman-eman dadi wadhang pasthi mambu/ rama angur sun

pangana/ Sêmar njêngèk anauri//

31. Lah ambungên tanganira/ mambu apa têka sae si anjing/ jaluk sêga arsa muluk/

dudu sêga jalukan/ sira jaluk dene têka enak-enak/ sipunuk datanpa ngrasa/

mundura aja ngrêgoni//

XIV. DURMA

1. Bagong mêksa ngrêrêpa panjalukira/ Sêmar maksih mêmengin/ Dananjaya

prapta/ ngadêg nèng wurinira/ sinêndhal kuncungirèki/ tiba kalumah/ lajêng dèn

uncit-uncit//

2. […72]ginitikan gupuh angrukêbi pada/ sêgane kocar-kacir/ panganane wutah/

Bagong suka abungah/ panganane dèn kukubi/ sega wus wutah/ kètès awor lan

siti//

Page 127: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

162

3. cikrak-cikrak Bagong sarwi amêmangan/ impènku21

mau bêngi/ tinêmune boya/

katone mangan tinja/ nangka madu baya iki/ lêgi lir gula/ Sêmar nangis

angrintih//

4. Bagong ngèngèhana nangkane kewala/ Bagong ginuyu bêlik/ iki pêlêm ganda/

lêgi wangi kalintang/ Sêmar jêlèh dènya nangis/ pêlême ganda/ ngèngèhana

sathithik//

5. Bagong nyêntak dene kobêre si gêrang/ nangis akon ngèngèhi/ pêlêm lawan

nangka/ gusti niku si murka/ sudhètên wêtênge aglis/ atine ala/ kumêde

nglêliwati//

6. Iya bagong patine mêngko kewala/ sun laranane dhingin/ dosane wus katrap/

gawe sakêthi wirang/ iya marang awak mami/ urip karyapa/ wus sêdhêng dèn

patèni//

7. Sêmar myarsa kèndêl dènira karuna// ngrêrêpa matur aris/ nggih mangke

bêndara/ sanadyan patènana/ dika tuduhake dhingin/ dosa kawula/ Dananjaya

ngling wêngis//

8. Pageneya sira ngloropakên ingwang/ mau tuturirèki/ putri ing Cêmpala/ anèng

sor naga puspa[…73]/ iya gone angêntèni/ banjur sun êmban/ ngandêl marang

sirèki//

9. Dene têka/ jêbul biyang kulup iki/ nêpsune nglêliwati/ si kulup pinala/ malah

ikarsa lunga/ mulih marang Dwarawati/ margane sira/ kang nglorobkên ing

mami/

10. Liwat karya sèwu sêdhih sèwu wirang/ Sêmar duk amiyarsi/ andikane radyan/

matur sarwi karuna/ yèn puniku dosa mami/ amung tinrêka/ nglorobakên ing

gusti//

11. Wong wis tuwa cadhok duwe lara mata/ wus pêtêng wayah nèki/ pantês kalirua/

saking nora waspada/ balikan radèn pribadi/ kaya wong tuwa/ andadak tumut

pangling//

21

*B: terdapat lacuna huruf pada bacaan sebelumnya tertulis “ipèn”

Page 128: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

163

12. Nadyan silih nora waspada warnanya/ saking pêtêng wus wêngi/ dene wus dèn

êmban/ têka boten angrasa/ grayange pasthi katawis/ masa panglinga/ mring

garwane pribadi//

13. Dananjaya mèsêm aris angandika/ kakang Sêmar ya uwis/ bênêr saking sira/

ingsun kang kaluputan/ Sêmar anjrit nibèng siti/ agêgulungan/ saya sru dènya

nangis//

14. Sarwi ngundhut–undhut ngundhamana ingkang/ wus seda nguni-uni/ adhuh

gustiningwang/ ya Sang Manumayasa/ Bagawan Sakutrêm Sakri/ Sang

Parikênan/ rêsi Palasara ji//

15. Gustiningsun prabu Pandhu Dewanata/ kang asih marang dasih/ gusti

tingalana/ dasihe […74] kawlas arsa/ sabên dina dèn gitiki/ mring putra dika/

kula tan sagêd kari//

16. Inggih pintên turunan pamomong kula/ dèrèng nate nglampahi/ katibanan sada/

ing ngugung dèn la-êla/ lamun turu dèn kêbuti/ lamun lêlungan/ saparan dèn

payungi//

17. Pêpanganan apa sadoyanan ingwang/ tinêkan dèn pancèni/ ing mangke tinilar/

kinèn momong kang putra/ kêrênge anglêliwati/anggung pinala/ age gawanên

mami//

18. Botên bisa kula momong putra dika/ Sang Parta ngrês anggalih/ wis kakang

mênênga/ nya iki tampanana/ sêsupeningsun hèr thathit/ sèwu rêganya/ sun

paringkên sirèki//

19. Lurah Sêmar nampèni sarwa karuna/ masa Mênênga mami/ yèn

pangananingwang/ durung bali maringwang/ Dananjaya ngandikaris/ Bagong

balikna/ besuk ingsun lironi//

20. Bagong matur sampun têlas kula têdha/ Sêmar matur sarya njrit/ maksih kula

ninga/ kinandhut kantun nangka/ Bagong wuwuse masisil/ edan si picak/ têka

maksih udani//

Page 129: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

164

21. Nangka kari sathithik anèng kandhutan/ binalangakên22

aglis/ Sêmar lenggak-

lenggak/ sarwi amangan nangka/ Dananjaya ngandikaris/ lah payo kakang/ sira

dêdana aglis/

22. Anututi marang putri ing Cêmpala/ kakang panduga mami/ sang rêtna

wus[…75] lunga/ mêtu saka ing taman/ putri lumaku pribadi/ watir manawa/

nêmu pakewuh margi//

23. Sêmar Bagong umatur dawêg dèn enggal/ Dananjaya nulya glis/ minggah

yasakambang/ ningali sanjatanya/ dhadhali datan kaèksi/ sampun anduga/ yèn

binêkta sang putri//

24. Dadya mundhut sanjatanya Sarotama/ sampun binêkta mijil/ lajêng lampahira/

satriya Dananjaya/ Sêmar Bagong atut wuri/ radyan amatak/ paganda wruhing

margi//

25. Ingkang kambah marang putri ing Cêmpala/ gandane pan katawis/ kunêng kang

winarna/ wauta lampahira/ Kusuma Wara Srikandhi/ wus byar rahina/ praptèng

madyèng wanadri//

26. Anêrajang barisanira rasêksa/ têtindhihe bupati/ Wil Kala Pradêksa/ ditya

Paranggubaja/ kagyat non putri lumaris/ datanpa rowang/ warnanira lir sasi//

27. Wus anduga lamun putri ing Cêmpala/ matag wadyanira glis/ ngêpung

amêlawang/ sigra kala pradêksa/ mrêpêki marang sang putri/ arsa têtanya/ sang

dyah mênthang jêmparing//

28. Wil Pradêksa kèndêl mangu lampahira/ têtanya saking têbih/ hèh sintên paduka/

lumampah tanpa rowang/ wanodya ayu linuwih/ tan wruhing samar/ lêlaku nèng

wanadri//

29. Rêtna Wara[…76] Srikandhi aris saurnya/ aja tambuh sirèki/ sun Putri

Cêmpala/ Wil Pradêksa miyarsa/ sukèng tyas asru tur nèki/ dhuh gustiningwang/

bêgja têmên wakmami//

30. Pun kawula abdine raka paduka/ Paranggubarja nagri/ Sri Jungkung Mardeya/

dinuta angupaya/ ing gusti sang raja putri/ mangke kapanggya/ samadyaning

wanadri//

22

Terdapat interpolasi “nga”

Page 130: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

165

31. Lah suwawi kula dhèrèkkên paduka/ mring Sawojajar gusti/ nitiha jêmpana/

Sang dyah rêngu ngandika/ lah apa ucapirèki/ arsa anggawa/ marang sarira

mami//

32. Dene enak-enuk wuwuse gumampang/ basakakên raka ji/ hèh buta lungaa/ aja

na ngarsaningwang/ yên sira nora lunga glis/ yêkti sun panah/ wil pradêksa

miyarsi//

33. Latah-latah sarwi ngungalakên jaja/ dawêg gusti dèn aglis/ paduka tibakna/

abdine titir tatal/ dinadar ing rakanta ji/ gêret lumêpas/ dhadhali kadya thathit//

34. Wil pradêksa kacundhuk janggane pagas/ gumêbrug tibèng siti/ wadyanya

tumingal/ yèn punggawane pêjah/ gumuruh sarêng dènya ngrik/ mara kumêrab/

sêdyambyuk angêbyuki/

35. Ingkang anèng ngarsa kèh rampas kapapas/ ing sanjata dhadhali/ kêparêng

praptanya/ satriya Da-[…77]nanjaya/ kagyat mulat ing sang putri/ rinêbut ing

prang/ ditya lawaning jurit//

36. Sang kusuma tan owah saking gènira/ têtêg tatag têrampil/ wêsating sanjata/

Dhadhali nêngên ngiwa/ mangarsa susun ngênèni/ ditya kèh pêjah/ tuhu putri

prajurit//

37. Dananjaya nguculakên Sarotama/ mêtu muntab nampêki/ ing ditya suh sirna/

Sang dyah ngungun tumingal/ sirnane mungsuhirèki/ saking sanjata/ nyambêri

kadya pêksi//

XV. DHANDHANGGULA

1. Sang kusuma anolih ing wuri/ aningali yèn Sang Dananjaya/ ingkang nglêpasi

panahe/ mapalar kadya manuk/ sang kusuma ewa ningali/ kagagas merang ing

tyas/ lajêng lampahipun/ Sang Parta maksih tut wuntat/ saking têbih datan arsa

marêpêki/ lamun cêlak lampahnya//

2. Sang kusuma gya mênthang jêmaring/ dadya Sang Parta nêbih kewala/

ngêtutakên saparane/ cinêdhuk lampahipun/ sang kusuma pan sampun prapti/

nagari ing Cêmpala/ Dananjaya wangsul/ anèng sajawining kitha/ de sang rêtna

wus manjing jroning nagari/ ilang kuwatirira//

Page 131: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

166

3. Tan kawarna solahirèng margi/ Dananjaya cinatur wus prapta/ ing Madukara

lampahe/ ningali garwanipun/ mak-[…78]sih sangêt rênguning galih/ tan kêna

pinrêpêkan/ dadya siyang dalu/ anèng Pandhawa kewala/ pan anganthi lilihe

garwanirèki/ kunêng gantya winarna//

4. Sakundure kusuma Drupadi/ saking Madukara sru sungkawa/ anggung ginagas

galihe/ kang rayi solahipun/ dahat merang marang ing laki/ datan arsa matura/

ing raka sang prabu/ antara ing catur dina/ prabu Yudhistira anggarjitèng galih/

kang garwa sungkawanya//

5. Dadya Nikèn êmban dèn timbali/ pan dinangu kang dadya purwanya/ ingkang

garwa sungkawane/ ni êmban aturipun/ amiwiti malah mêkasi/ nalika têdhakira/

anilingkên laku/ mring Madukara dêduka/ mring kang rayi Kusuma Wara

Srikandhi/ anéng taman pinala//

6. Prabu Yudhisthira duk miyarsi/ turing êmban langkung dukanira/ sang Prabu

nimbali age/ Radyan Nangkula sampun/ praptèng ngabyantara narpati/ asru

dènnya ngandika/ Nakula dèn gupuh/ timbalana kakangira/ Madukara sabojone

aja kari/ lan sabocahe pisan//

7. Watês lurah sapandhuwur yayi/ aja kari kabèh timbalana/ Nakula sandika ture/

mijil saking kadhatun/ radèn laju lampahirèki/ lêlancaran kewala/ […79]kang

umiring namung/ panakawan kalih wêlas/ tan kawarna ing margi pan sampun

prapti/ nênggih ing Madukara//

8. Manjing ngregol Nakula ningali/ mring kang raka lênggah nèng Pandhawa/

dhêkukul ngrangkul jêngkune/ Sêmar bagong nèng ngayun/ lan Sucitra kang

datan têbih/ sigra radèn Nakula/ mring raka umundhuk/ Sang Parta kagyat

tumingal/ mudhar asta kang rayi wus kinèn linggih/ Nakula matur nêmbah//

9. Dhuh kakang mas punapa prihatin/ lênguk-lênguk lênggah nèng pandhapa/

sarwa angrangkul jêngkune/ punapa grah pukulun/ lir gêgêtun tingalirèki/

Dananjaya ngandika/ yayi nora anglu/ prihatin yayi ya ora/ amung rada krêkês-

krêkês awak mami/ mau bêngi wiwitnya//

10. Dyan Nakula umatur wot sari/ dhuh kakangmas kawula dinuta/ paduka

ngandikan age/ ing rakanta sang prabu/ lan sagarwa putra myang abdi/ pra

Page 132: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

167

mantri miwah lurah/ sampun wontên kantun/ Dananjaya lon ngandika/ iya yayi

dene gonira nimbali/ sarta lan bakyunira//

11. Bocah namung lurah para mantri/ liya yayi ingkang tinimbalan/ apa kang dadi

karsane/ Nakula nêmbah matur/ kangmas kula botên udani/ kang dados

karsanira/ rakanta sang prabu/ ananging dènira dhawah/ tingali-[…80]pun

kakangmas kalangkung runtik/ Dananjaya ngandika//

12. Ya sandika yayi atur mami/ nanging bakyumu masa bodhowa/ yayi dhawuhana

dhewe/ Nakula nêmbah matur/ mila kang mas têka nyelaki/ mring kang bok

paran ingkang/ dados wadinipun/ kang raka mèsêm ngandika/ satêmêne ingsun

lagi padu yayi/ iya lan bakyunira//

13. Kongsi mêngko maksih muring-muring/ mulaningsun wêdi katêmua/ Nakula

latah ature/ wau kumbi kalangkung/ botên ngakèn lamun prihatin/ mangke têmah

pasaja/ lamun lagya padu/ inggih kawula piyambak/ kang dhawuhkên timbalane

Sri Bupati/ paduka siyagaa//

14. Iya yayi matura pribadi/ mring bakyumu wuri sun siyaga/ Nakula tur Sêmbah

lèngsèr/ lumêbèng dalêm agung/ panggih lawan sang raja putri/ wus tata samya

lênggah/ Nakula umatur/ kakang bok kula dinuta/ inggih dhatêng raka paduka

sang aji/ paduka tinimbalan//

15. Asarênga lan salampah mami/ Rêtna Wara Sêmbadra ngandika/ yayi apa ingsun

dhêwê/ tinimbalan sang prabu/ Dyan Nakula umatur aris/ raka paduka kangmas/

inggih botên kantun/ saabdine tinimbalan/ ingkang nama lurah miwah para

mantri/ dhuh kang bok[…81] ulun tanya//

16. Dene kangmas sangêt dènya ajrih/ andhawuhi dhatêng ing paduka/ kula kinèn

panggih dhewe/ punapa padosipun/ sang dyah mèsêm dènya nauri/ kangmasmu

lagi duka/ marang raganingsun/ buh kang dadi luput ingwang/ wus sapasar

dènya tan sudi kapanggih/ iya lan raganingwang//

17. Sru gumuyu nakula miyarsi/ padha bae jaba ya mangkana/ kakang mas ing

pangakune/ lagya sinêrêng bêndu/ mring kakang bok wêdine panggih/ gumêr

saguh pawongan/ sang dyah ngandikarum/ lah iya yayi sandika/ ingsun dandan

antinên nèng jaba dhingin/ Nakula nulya mêdal//

Page 133: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

168

18. Dananjaya sampun marentahi/ mring Sucitra caosa jêmpana/ sarta lan

sajajarane/ sadaya samêkta wus/ kawan dasa kang para mantri/ salawe para

lurah/ andhèr ngarsaningsun/ kusuma Wara Sumbadra/ nulya mijil ginarêbêg

para cèthi/ sampun nitih jêmpana//

19. Rarasati kalawan Sulastri/ ingkang nunggal sajroning jêmpana/ radèn putri

sakawane/ binudhalkên rumuhun/ kawan dasa ingkang jajari/ wong kaputrèn

sadaya/ upacara ngayun/ nunggil sagunging pawongan/ Dananjaya dharat

anèng wuri têbih/ lawan sa-[…72]abdinira//

20. Kawan dasa ingkang para mantri/ lurah slawe adharat sadaya/ wêlas asih ing

lampahe/ songsonge maksih mingkup/ miwah upacara tan mawi/ dadya Radèn

Nakula/ lan sawadyanipun/ belani dharat sadaya/ sampun prapta Ngamarta

sang raja putri/ lajêng manjing jro pura//

21. Dananjaya kèndêl srimanganti/ lajêng ingêrès sabalanira/ pinundhut kêrise

kabèh/ horêg sapraja ngrungu/ ing dukane sri narapati/ mring kang rayi tan ana/

wruh ing wadinipun/ Wrêkodara datan bisa/ umatura miyat dukaning raka jrih/

dadya kèndêl kewala//

22. Gathotkaca tinimbalan prapti/ ing Amarta ing sawadyanira/ langkung sami

sungkawane/ datan kenging kapangguh/ mring kang paman dipunawêri/ Santana

para putra/ sadaya tan sinung/ pêpanggih lawan Sang Parta/ dadya sanagara

wuyungan gung alit/ kunêng gantya winarna//

23. Nênggih sang prabu ing Dwarawati/ dahat onêng mring nata Pandhawa/ wus

budhal saking prajane/ nitih rata sang prabu/ Arya Wrêsniwira kang ngiring/

radèn Samba pinatah/ lan Udawa kantun/ ing marga datan winarna/ lampahira

Sang Aprabu Arimurti/ praptèng nagri Ngamarta//

24. Prabu Darma pu-[…83]tra umijil/ saking pura mêthuk ingkang rama/ lan para

ri sadayane/ tundhuk nèng siti luhur/ nêng-onêngan sang prabu kalih/ pra sami

rêrangkulan/ sawusira laju/ lumampah kakanthèn asta/ prabu Padmanaba23

mèsêm aningali/ kang anèng sri mangantya//

23

*B: naskah A tertulis “Papmanaba”.

Page 134: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

169

25. Dananjaya sawadyanirèki/ kinênthêngan tan ana dhuwungan/ sampun kadugi

ing tyase/ wus rawuh jro kadhatun/ tata lênggah sang prabu kalih/ Wrêkodara

tan têbah/ munggèng ngarsanipun/ miwah Nakula Sadewa/ Wrêsniwira jajar lan

Sang Bimasiwi/ Sang Prabu Darmaputra//

26. Sangêt noraga aturirèki/ dhuh pukulun sami karaharjan/ kang tinilar sadayane/

garwa tanapi sunu/ nata Krêsna umatur aris/ inggih sami raharja/ sadaya kang

kantun/ ingkang wontên ing Aamarta/ kadang kula punapa sami basuki/ tan

wontên manggih Brangta//

XVI. ASMARADANA

1. Sri Yudhisthira turnya ris/ pan inggih sami raharja/ rayi tuwan sadayane/ Sri

Maha Narendra Krêsna/ alon dènya ngandika/ tingal kula yayi prabu/ punika

kirang satunggal//

2. Ki ipe botên kaèksi/ Sri Yudhisthira turira/ inggih sawêk kula êrès/ punika nèng

srimangantya[…84]/sarencangipun samya/ Narendra Krêsna gumuyu/ punapata

dosanira//

3. Dene ta ngantos amanggih/ dêdukane yayi nata/ Sri Yudhisthira ature/

dosanipun katamuwan/ rayi tuwan Cêmpala/ pun Srikandhi dhatêngipun/ pan

sampun samadya candra//

4. Botên mawi tur udani/ inggih dhumatêng kawula/ pun Srikandhi ing dhatênge/

rama paduka Cêmpala/ sampun paring uninga/ pun Srikandhi kesahipun/ ing

dalu nis saking pura//

5. Kang dados purwanirèki/ linamar ratu ing sabrang/ pinêksa sangêt lumuhe/

têmah kesah saking pura/ ing dalu tan wêwarta/ kantos samangke pukulun/ ratu

ing Paranggubarja//

6. Sabalane tugur maksih/ masanggrahan Sawojajar/ angêntosi pinanggihe/ balane

samya sinêbar/ miwah wadya Cêmpala/ sadaya pra samya ngruruh/ tan wruh

anèng Madukara//

Page 135: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

170

7. Puruhita anjêmparing/ dhumatêng pun Dananjaya/ ingkang ginumrahkên

ngakèh/ pan Janaka tapa nendra/ wontên ing tamanira/ mila kawula sru bêndu/

sagêdipun kauningan//

8. Rayi tuwan pun Drupadi/ anglampahakên panuksma24

/ wus nyata tinêkan

dhewe/ dhatêng taman Maduganda/ pan Srikandhi pinala/ mangkya tambah

purugipun/ saking taman[…85] sampun kesah//

9. Sang aprabu Arimurti/ kapi ngungun galihira/ sarwi sidhakêp astane/ aris dènira

ngandika/ inggih sêdhêng kewala/ dêdukane yayi prabu/ samantên ing lêpatira//

10. Karya susah karya sêdhih/ mring rama aji Cêmpala/ myang yayi prabu wus

dene/ akarya sakêthi tiwas/ rama prabu Cêmpala/ iba ta panutuhipun/ inggih

dhatêng yayi nata//

11. Lah ing mangke kados pundi/ lajêngipun ri paduka/ ingkang dados patrapane/

Wrêkodara nambung sabda/ iku patrapan apa/ yèn bêcike pikir iku/ banjur

dhinaupna pisan//

12. Lanang wadone wus dadi/ sênênge atine padha/ apa kang pinikir manèh/ dene

lamun ana gugat/ saka nagri Cêmpala/ aja na kang milun-milu/ ingsun dhewe

wus kaduga//

13. Mangsuli gugatirèki/ lanangane25

nora ngundang/ wadone kang têka dhewe/ lah

ta patrapane apa/ liyane pinanggihna/ lamun kudu jaluk ukum/ ya lonthene dèn

ukuma//

14. Gumujêng Sri Arimurti/ bênêr yèn pikir wong jaba/ kaya padunira kuwe/ yèn

yayi prabu Amarta/ lan ramaji Cêmpala/ sayêkti yèn ora patut/ paduwa masang

drigama//

15. Sri Yudhisthira turnya ris/ puku-[…86]lun kula sumangga/ ngunjana

kapatrapane/ ukum pêjah miwah gêsang/ kawula nut ing karsa/ narendra Krêsna

lingnya rum/ yayi prabu yèn kawula//

24

*B: pada naskah A tertulis “Nukma” 25

*B: teks naskah A mengalami adisi huruf, tertulis “langnangane”

Page 136: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

171

16. Sae aturna tumuli/ pun Janaka mring Cêmpala/ sumanggakna sadosane/

pinêjahan ginêsangan/ sumanggakna kewala/ ing ramanta sang aprabu/ katingal

taklim paduka//

17. Mring wong tuwa tur samya ji/ kawula purun dinuta/ mring Cêmpala

masarhake/ Sang Aprabu Yudhisthira/ dhêku anêkêm sirah/ kawula anut ing

tuduh/ sih parimarma paduka//

18. Pan inggih sèwu kapundhi/ narendra Krêsna ngandika/ yayi Wrêkodara kowe/

ingsun gawa mring Cêmpala/ lawan si Gathotkaca/ padha dèn samêktèng laku/

karana nagri Cêmpala//

19. Ana isine samangking/ ratu saka tanah sabrang/ aja gêgampang panggawe/

ewuh aya dudu bangsa/ Wrêkodara lingira/ wus pasthi yèn ingsun milu/ iya lan

si Gathotkaca//

20. Kudu-kudu wruh pribadi/ patrapane si Janaka/ narendra Krêsna dêlinge/ lah wis

padha siyagaa/ sun budhal benjang-enjang/ Wrêkodara mijil sampun/ saking

salêbêting pura//

21. Lan kang putra Pringgadani/ pra samya siyaga bala/ mring nyèwu pilihan[…87]

bae/ satriya Andananjaya/ pan sampun dhinawuhan/ ing ngaturkên bagenipun/

mring nagri Cêmpalarêja//

22. Linilan ambêkta dasih/ saka praboning ngayuda/ wadya pêpilihan bae/ gangsal

atus kathahira/ prajurit Madukara/ kajawi pra mantrinipun/ lawan ingkang para

lurah//

23. Pra samya trahing winani/ bagus-bagus warnanira/ usrêk anata barise/ wau

sang prabu kalihnya/ ingkang lumêbèng pura/ wus prapta jroning kadhatun/

tumundhuk wau kang garwa//

24. Kusuma Wara Drupadi/ ngabêkti mring nata Krêsna/ Wara Sumbadra wus dene/

ngraras padane kang raka/ Krêsna gumujêng lingnya/ lah puniki yayi prabu/

rabine tiyang dêdosan//

25. Punapa gawene kari/ bojone kênèng patrapan/ wajib lawan saanake/ tumuta

dados boyongan/ matur Sri Yudhisthira/ kawula jêng kakang prabu/ kang

nuwunkên pangaksama//

Page 137: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

172

26. Sawêg rencang rare alit/ adamêl susah ing marga/ ing lampah kathah repote/

gumujêng narendra krêsna/ panuju si Sumbadra/ dèn maklumi yayi prabu/ yèn

kongsiya mèlu sira//

27. Boyongan wajib kinardi/ padang nutu sabêndina/ yêkti yèn pêdhot boyoke/

gumêr[…88] kang sami miyarsa/ ing tinimbalan Sri Krêsna/ Wara Sumbadra

tumungkul/ ngandika Sri Padmanaba//

28. Punika pun Rarasati/ inggih prayogi tumuta/ umiringakên gustine/ wontêna kang

ngladosana/ kaping kalih kinarya/ acungan boyongan patut/ ingkang rayi tur

sumangga//

29. Kunêng salabêting puri/ ingkang samya pagujêngan/ sadalu tan wontên sare/

enjang pan sampun samêkta/ ingkang siyaga wadya/ saka praboning prang

pupuh/ Radèn Arya Gathotkaca//

30. Kang pinatah manganjuri/ lah sèwu wadya rasêksa/ Pringgadani salamine/

sabên seba mring Ngamarta/ sira Radèn Guritna/ amung bêkta wadya sèwu/

liyane mantra punggawa//

31. Datan arsa anglangkungi/ lan balane ingkang rama/ amung sèwu prajurite/ mug

kala pangarakira/ kang paman Madukara/ mring Dwarawati rumuhun/ bêkta

rongèwu balanya//

32. Dèn nyana wus pasthi dadi/ sêsungut prang lan Kurawa/ nèng Dwarawati

rêrêmpon/ wau sadaya kang samya/ samêkta wadya bala/ saka praboning prang

pupuh/ tan pisah golonganira//

XVII. KINANTHI

1. Budhal kang dadya panganjur/ satriya ing pringgadani/ lan sawadya balanira/

saka praboning ngajurit[…89]/ sèwu ditya pêpilihan/ gumuruh lampah ing

margi//

2. Wurine ingkang sumambung/ wadyabala Jodhipati/ sèwu pamuking ayuda/

dharat samya mandhi bindi/ siji tan ana wahana/ gustine nindhihi wuri//

3. Dharat amandhi gada gung/ sengga prabata lumaris/ lumakuwa marga jurang/

alas gunung pèrèng kali/ sukane dharat kewala/ wong agung ing Jodhipati//

Page 138: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

173

4. Lampahing bala gumrêgut/ ingkang sumambung ing wuri/ wadya bala

Madukara/ gangsalatus busana sri/ saka praboning ayuda/ kawandasa para

mantri/

5. Anung-anung bagus-bagus/ sadaya trahing winani/ pra samya wahana kuda/

ngiwa gandhewane sami/ gêndhing endhonge sinandhang/ patih Sucitra

nindhihi//

6. Adhangah sarwi pêpayung/ anitih turangga patih/ ingkang sumambung ing

wuntat/ wadya bala Dwarawati/ sèwu saka praboning prang/ têtindhih arya

Sêtyaki//

7. Prabu Padmanaba pungkur/ nitih rata manik wilis/ kumêlap maniking toya/

prabu Yudhisthira nunggil/ lan satriya Dananjaya/ kapat nikèn Rarasati//

8. Ngampil pakêcohanipun/ sumrêg lampahirèng baris/ prapta sajaban nagara/

wangsul Sang Yudhisthira ji/ pangatêre ingkang raka[…90]/ wus ungkur-

ungkuran sami//

9. Kunêng marga lampahipun/ cinêndhak pan sampun prapti/ nênggih nagari

Cêmpala/ horêg sapraja miyarsi/ Rahadèn Drêsthajumêna/ kang tinuduhing

rama ji//

10. Mêthuk marang rawuhipun/ sang prabu ing Dwarawati/ tundhuk sajawining

kitha/ ing ngaturan laju sami/ manjing nagari sadaya/ lumirig sagunging baris//

11. Sang Prabu Drupada sampun/ mijil maring pancaniti/ wau sri narendra Krêsna/

sawadya balanirèki/ ing alun-alun wus prapta/ têdhak saking rata manik//

12. Lan ingkang paman wus tundhuk/ cinandhak astanirèki/ binêkta lênggah sang

nata/ munggèng ing dhêdhampar rukmi/ pra putra angglar ing ngarsa/

Wrêkodara munggèng kèring//

13. Sri Drupada ngandika rum/ kawula boten angipi/ inggih lamun katamuwan/

anak prabu Dwarawati/ guguping manah wor lawan/ marwata suta tan sipi//

14. Cipta kawula satuhu/ sasat Sang Hyang Otipati/ kang tumêdhak mring Cêmpala/

mring pun bapa nugrahani/ punapa sami raharja/ ingkang tinilar ing wingking//

Page 139: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

174

15. Narendra Krêsna andhêku/ pan inggih sami basuki/ paman aji lampah kula/

mring Cêmpala pan tinuding/ ing putra tuwan Ngamarta/ ngaturkên[…91]

lêpatirèki//

16. Miwah pêjah gêsangipun/ putra tuwan pun Prêmadi/ kurêbêna ing abahan/

dadosa tontonan nagri/ putra tuwan ing Ngamarta/ sumangga ing asta kalih//

17. Botên ing grantês sarambut/ suka lila lahir batin/ saking sangêt merangira/

putra puwan yayi aji/ Ngamarta dhatêng paduka/ mèh kêdhik arinirèki//

18. Pun Dananjaya pukulun/ dipuntêlasi pribadi/ dene sangêt dènya karya/ saru-

saruning praja di/ pocapan kang tan sayogya/ kapyarsa liyan nagari//

19. Mèh langkung samadya tèngsu/ kadhatêngan pun Srikandhi/ bok inggih darbe

pangrasa/ sanadyan kadang jêr èstri/ sêmbadane maksih Kênya/ tunggilan

samadya sasi//

20. Ngeca-eca manahipun tan mawi atur udani/ sanadyan silih wontêna/ karyane

guru jêmparing/ bok inggih darbe pangrasa/ yèn saru tinon ing nagri//

21. Mila sangêt dukanipun/ wus supe kadang sayêkti/ kawula kang sangêt ngampah/

sanadyan prapta ing pati/ wajibe saking jêng paman/ inggih ingkang amatrapi//

22. Yèn wontên karsa pukulun/ sampun sumêlang ing galih/ putranta pun Wrêko-

[…92]dara/ ingkang angantêpna pati/ mring arine pun Janaka/ nèng ngarsane

paman aji//

23. Sang Prabu Drupada jêtung/ miyarsa aturirèki/ kang putra Sri Padmanaba/

tyasira kadya jinahit/ lêrêpa dènya ngandika/ dhuh sutèng ngong Dwarawati//

24. Sakêthi panrimaningsun/ ing sêtyanira kang rayi/ Ngamarta Sri Yudhisthira/

pangraos kula ing ngriki/ apan dede pun Janaka/ awit saking pun Srikandhi//

25. Ingkang lêpat solahipun/ ananging ta kados pundi/ lamun botên pinupusa/

roning kalihira sami/ wus samya sênêng ing driya/ sayêktosipun samangkin//

26. Pun Srikandhi sampun mantuk/ wontên ing Cêmpala ngriki/ kawula dèrèng

kapanggya/ mung ibune kang wus panggih/ ing mangke karsa kawula/ yèn anak

prabu jurungi//

27. Pun Dananjaya puniku/ lan arine pun Srikandhi/ lajênga ing dhaupira/ narendra

Krêsna miyarsi/ lingira natèng Cêmpala/ langkung cumêplong ing galih//

Page 140: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

175

28. Umatur sèwu jumurung/ ing karsane paman aji/ lajênga ing dhaupira/ pan botên

bêbadhe malih/ wus samya sadhênging driya/ sri Drupada ngandika ris//

29. Yèn paduka wus jumurung[…93]/ balikan sri narapati/ ing sabrang Jungkung

mardeya/ paran karsanta ing mangkin/ punika masa wandeya/ anggitik prang

saking wuri//

XVIII. PANGKUR

1. Wrêkodara duk miyarsa/ langkung suka asru dènira angling/ yèn iku

bubuhaningsun/ dadine ingayuda/ sira kabèh aja na kang milu-milu/ bakal

pangantèn lan sira/ krêsna aja milu jurit//

2. Karia sabalanira/ nèng jro pura sun dhewe kang mêtoni/ mungsuh sabrang

krodhanipun/ amung si Wrêsniwira/ lan Si Gathotkaca ingkang ingsun jaluk/ wis

kabèh padha karia/ sun mêtu sadina iki//

3. Sri narapati Cêmpala/ angandika kulub asowa dhingin/ maksih sayah sabalamu/

besuk-esuk kewala/ radèn wrêkodara asru dènya muwus/ tyas ingsun wus nora

kêna/ kudu ing sadina iki//

4. Narendra Krêsna ngandika/ lah ta yayi iya dèn ngati ati/ luwih abot mungsuh

iku/ Wrêkodara lingira/ iya namung pangèstunira sun jaluk/ wus kabèh padha

karia/ Wrêkodara Mêsat aglis//

5. Lawan radèn Gathotkaca/ Wrêsniwira sawadyanira sami/ têngara budhal

gumuruh/ jêngkar natèng Cêmpala/ manjing pura prabu Padmanaba

sampun[…94]/ ing aturan masanggrahan/ sawadyabalanirèki//

6. Myang satriya Dananjaya/ sawadyane sampun makuwon sami/ kunêng gantya

kang winuwus/ prabu Jungkung Mardeya/ kang kêkuwu lan sawadabalanipun/

masanggrahan Sawojajar/ pan sampun miyarsa warti//

7. Saking ki Patih turira/ lamun putri Cêmpala sampun prapti/ Wara Srikandhi

sang ayu/ ing uni kesahira/ dhatêng Madukara sang dyah anggêguru/ mring

satriya Dananjaya/ pangawasaning jêmparing//

8. Ing mangke rama paduka/ katamuwan Sang Prabu Dwarawati/ saka praboning

prang pupuh/ bêkta pun Dananjaya/ Rêtna Wara Srikandhi ingkang dènsuwun/

sagah mêngsah ing samangsa/ ing prang lawan paduka ji//

Page 141: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

176

9. Sang Prabu Jungkung Mardeya/ sru gumujêng bapa haywa kuwatir/ dhasare

wus karsaningsun/ nglamar putri Cêmpala/ maro gawe lêlana andon prang

pupuh/ ingkang aran si Janaka/ miwah ratu Dwarawati//

10. Apa baya gunaning prang/ dene saguh ngayoni marang mami/ lagya ngandika

sang prabu/ kasaru praptanira/ bala buta ingkang sami dipunutus/ ngupaya putri

Cêmpala/ prapta mung tigang bupati//

11. Ingkang sapunggawa pêjah/ sabalane tumpês tan ana kari/ a-[…95]prang

wontên ing wana gung/ lawan radèn Janaka/ raja putri Cêmpala ingkang dèn

rêbut/ wontên malih tur uninga/ wadya kang pacalang baris//

12. Yèn wontên dêdamêl prapta/ arsa gitik ing prang paduka gusti/ apan ta

sarayanipun/ sang prabu ing Cêmpala/ akêkirab barisê sampun lumurug/ saking

nagari Ngamarta/ satriya ing Jodhipati//

13. Lawan Radèn Gathotkaca/ mawa bala ditya lir paduka ji/ sang prabu ngandika

asru/ payo bapa papagna/ ing ngayuda sun tontone saking pungkur prajuriting

tanah Jawa/ apa gunaning ajurit//

14. Ki patih matur sandika/ nêmbah mundur sapraptanirèng jawi/ nêmbang têngara

gumuruh/ sagung ing pra dipatya/ kat gadèng tyas sawadyanira gumrêgut/ bala

ditya kang kinarya/ manggala panganjur jurit//

15. Budhal wil catur punggawa/ saha bala gumuruh gêgirisi/ ing wuri budhal

kumrutug/ sagung bala manusa/ pra dipati sagolong sajuru-juru/ tumundhung

matundha-tundha/ asri kang kaprabon jurit//

16. Nawung sunaring baskara/ sênggani lan kyèh ning busana rukmi/ ting paluncar

ting paluncur/ prabu Jungkung mardeya/ nitih rata nawa rêtna ing palancur/

wuri ginrêbêg ing wadya/ ya ta wau kang winarni//

17. Pa[…96]-ngarsa bala rêksasa/ kèndêl dening mêngsah sampun kaèksi/ saking

jro kitha ambubul/ tan pae lawan rowang/ tur uninga kyana patih duk andulu/

mulad mungsuhe kang prapta/ ditya panganjuring jurit//

18. Kya patih sigra parentah/ masang byuha sagung wadya rasêksi/ tinêtêpakên

nèng patuk/ ditya patang punggawa/ pra dipati manusa pinatah sampun/ nèng

tênggak patang punggawa/ pangawat kanan lan kering//

Page 142: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

177

19. Punggawa catur tinata/ ingkang munggèng dhadha rêkyana patih/ lan

sawadyabalanipun/ nganti tigang punggawa/ prabu Jungkungmardeya mungguhi

buntut/ kinubêng prajuritira/ miwah sagung para mantri//

20. Ngapit kanan kering rata/ mulan kèndêl wil bala Pringgadani/ dene mêngsah

wus kadulu/ masang gêlaring aprang/ radèn Gathotkaca krodha dènya dulu/

asru ngandika ing bala/ hèh apa sira andhêgi//

21. Dumèh mungsuh lir samodra/ ing prang lamun tan nêdya de rah pati/ yêkti tan

tumêkèng mungsuh/ têmbe kapaon padha/ gêlar sabên ing prang payo soroh

amuk/ aja ngetung kèhing mêngsah/ ing aprang tunjangên wani//

22. Hèh paman Brajamikalpa/ tindhihana wadyanira kang jurit/ ingsun[…97]

jangkung saking luhur/ Gathotkaca gya mêsat/ mring gêgana patih Braja

Mikalpa wus/ nglancangi sagung ing bala/ wil sèwu parêng dènya ngrik//

23. Anut ing Braja mikalpa/ ditya sèwu kumrutuk rêbut dhingin/ jujur banjur ing

prang numbuk/ ditya Paranggubarja/ angêrobi ing ngayuda bakuh kukuh/

tinunjang ing prang apanggah/ sarêng têpuh gada bindi//

24. Caruk cakra lan candrasa/ ujung dhêndha tandhing badhama gandhi/ silih piling

palu limping/ nênggala alugora/ ulêng lori musala trisula limpung/ mangkana

praptaning wuntat/ Wrêkodara lan Setyaki//

25. Mulat sawadya balanya/ kang pangarsa wil bala Pringgadani/ wus campuh ing

ngaprang pupuh/ kuwêl samya rasêksa/ radèn arya Wrêkodara asru muwus/ heh

Sêtyaki sutanira/ iku wus campuhing jurit//

26. Olèh tandhing padha buta/ lah ta payo sira ingsun bubuhi/ sawadyabalanirèku/

nêmpuh pangawat kanan/ kang pangawat kèring bubuhna26

maringsun/ Sêtyaki

matur sandika/ sawadyabalanira glis//

27. Nêmpuh kang pangawat kanan/ Wrêkodara nêmpuh pangawat kering/ lawan

sawadyabalanipun/ wadya Paranggubarja/ ngêrobi ing ngaprang angêrèp ru-

[…98]mêbut/ kanan kering wuri ngarsa/ ambyuk parêng angêbyuki//

26

Terdapat interpolasi berupa kelompok kata “buhna (bubuhna)”, serta mencoret suku kata yang salah

yakni “hê” (bubuh hê marang).

Page 143: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

178

28. Wadya bala ing pamênang/ ing prang kadya banthèng atawan kanin/ sakêthi

parêng angamuk/ tan kêna tinanggulang/ miwah wadya Dwarawati pamukipun/

kadya sardula mrih mangsa/ sakêthi tanpa ngunduri//

XIX. DURMA

1. Gathotkaca mulat lamun ingkang rama/ wus ngawaki ngajurit/ ngamuk

sawadyanya/ mêngsah kyèh kasulayah/ kababit ing gada bindi/ kabrubuh rêbah/

bêlasah bosah-basih//

2. Myang kang paman Nglesanpura pamukira/ sawadyanya mbêk pati/ kadya mong

sayuta/ krura samya mrih mangsa/ kang kaarsa tumpês tapis/ rampas kapapas/

dening Arya Sêtyaki//

3. Gathotkaca anjog sigra udhunira/ praptane anguwori/ pamuke balanya/ mulat

yèn gustinira/ wus mudhun ngawaki jurit/ ngantêp pamuknya/ gustine anindhihi//

4. Anut patih Brajamikalpa nèng ngarsa/ kadya lun anggulungi/ golong pamukira/

tan kêna tinanggulang/ gumulung anggêgilani/ gêgalanira/ wil bala

Pringgadani//

5. Saparane pan kadya kinari rêngga/ rinêbut kanan kering/ wuri miwah ngarsa/

tan kewran pamukira/ kang katêrak bo-[…99]brak-babrik/ rêbah bêlasah/

atusan kang ngêmasi//

6. Dening pamuk kya Patih Brajamikalpa/ kang munggèng turanggèsthi/ binabit

ing gada/ luluh lawan kang nunggang/ saparane mobat-mabit/ tinut ing bala/

miwah pamukirèki//

7. Radèn Gathotkaca mung kalawan asta/ dêkung-dêkung ambanting/ nyandhak

ngadu kumba/ nyêndhal dhadhal anêpak/ andêdêl cêngêl pinuntir/ sirahe parah/

dening Sang Bimasiwi//

8. Bubrah gêlaring prang wus worsuh liwêran/ wil bala Pringgadani/ sang saya

manêngah/ miwah bala pamênang/ tuwin wadya Dwarawati/ wus sami nêngah/

pamuke ngobrak-abrik/

9. Pan sadaya wus samya tilar wahana/ anut ing Jodhipati/ samya ngamuk dharat/

mangkana kawistara/ dening rêkyana apatih/ Jayasudarga/ eram dènya ningali//

Page 144: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

179

10. Dene mungsuh sakêdhik ing balanira/ kadya tan kênèng pati/ wutuh saparanya/

wadya Paranggubarja/ kang kapêrak tumpês-tapis/ ewon kang pêjah/ tanpa

kiwul ing jurit//

11. Krodha patih Jaya Sudarga gya matag/ mring sagung pra dipati/ têtulung ing

bala/ pêpulih mamrih mêngsah/ tandang sagung pra dipati/ ngawaki ing[…100]

prang/ miwah rêkyana patih//

12. Wus tan ketung sanjata guna prabawa/ saking ramening jurit/ saênggèn

busêkan/ kuwêl kyèh liru papan/ sadaya wus wuru gêtih/ mungsuh lan rowang/

wus samya ambêk pati//

13. Wadya sabrang kaduk sura ing Ngayuda/ dhasare angêroti/ tan ketang kang

pêjah/ nêdya ngidak kewala/ tumpês ngarsa tangkêp wuri/ myang kering kanan/

ambyuk sarêng ngêbyuki//

14. Tanpa rungyan sambate ingkang kapranan/ panggrone buta kanin/ bruk tibaning

gada/ kêpruking alugora/ myang panjriting turanggèsthi/ rêkatak ingkang/ dwaja

lêlayu sêbit//

15. Pra dipati Paranggubarja keh samya/ dharat ngapaki jurit/ samya ngundha

gada/ ana ngikal bidhama/ têtulung marang tala mrih/ mrawasèng mêngsah/

mêmalu milih tandhing//

16. Harya Braja Mikalpa lon Wil Prakênca/ paguting ngaprang kalih/ sami

prakosanya/ dangu prang ujung dhêndha/ ditya Prakênca sor titih/ tiniban

dhêndha/ luluh ajur wor siti//

17. Duk tumingal krodha wil Kalaprakêmpa/ tinunjangkên ning èsthi/ nrêgakên

turangga/ patih Brajamikalpa[…101]/ dèn têlabung saking kering/ binarêng

dênya/ rêbah tinumbuk ngèsthi//

18. Pan kalênggak kêpagut bindhi mukanya/ rêbah pinumbuk ngèsthi/ mèh linud ing

gada/ krodha rya Gathotkaca/ lumumpat cinandhak aglis/ ditya Prakêmpa/

sinêndhal saking èsthi//

19. Gya dinêdêl cêngêlira wil Prakêmpa/ pêdhot gulu pinuntir/ dipangga cinandhak/

marang Brajamikalpa/ rinangkus sukune kalah/ gumêbruk tiba/ ajur linut ing

bindhi//

Page 145: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

180

20. Ditya kala Pragangsa langkung krodhannya/ mangsah angundha bindhi/

pinapak Sang Sena/ putra wus katandangan/ ditya Pragangsa ngêmasi/ rêmuk

mukanya/ tinêpak Bima siwi//

21. Sapêjahe punggawa tri sabalanya/ giris lumayu ngisin/ ngungsi wurinira/ ditya

kala Pramuka/ tilas ratunya ing nguni/ ditya pangarsa/ ing prang anglêlajêri//

22. Krodha mangsah sarwi angundha badhama/ sêsumbar nguwuh tandhing/ hèh

saparanira/ sarayaning cêmpala/ ambêgmu prang ngléluwihi/ matèni ditya/ kaya

ngrêmêti cindhi//

23. Lah ta iki bongkotane ayonana/ ing mangko sira mati/ dening astaning wang/

lah[…102] iki tadhahana/ tibane badhama mami/ sumêbut mêsat/ Gathotkaca

nadhahi//

24. Pan gumadhug badhama suh tibèng jaja/ murub lan anêdhasi/ arya Gathotkaca/

asru ing wuwusira/ hèh buta sapa sirèki/ rupamu beda/ lan kabèh kang wus

mati//

25. Anauri ya ingsun Kalapramuka/ ditya raja ing nguni/ sor ing prang kabala/

mring sri Jungkungmardeya/ maksih kinèn misesani/ ing balaningwang/ kinarya

ndêling jurit//

26. Hèh prajurit ngakua aranmu sapa/ dene kêlar nadhahi/ ing badhamaningwang/

iki liwat bêbaya/ pilih kang kêlar nadhahi/ mung lagi sira/ Gathotkaca nauri//

27. Kalingane sira iku ratu buta/ pantês dhapurirèki/ lan kang akèh beda/ aja

tambuh ya ingwang/ satriya ing Pringgadani/ ing rat sang arya/ Gathotkaca ran

mami//

28. Sena putra mandra prakosèng ngayuda/ dèn padha ngungsi pati/ wil kala

Pramuka/ krodha angundha dhêndha/ mangsah manggalak anggitik/ sang

Senaputra/ panggah datan gumingsir//

29. Binarêngan tibaning dhêndha sinangga/ rinêbut sampun kêni/ dhêndhanya

binuwang/ sigra candhak-cinandhak/ rukêt rok tarik-tinarik/ sang Sena[…103]-

putra/ panyêndhale nguwati//

Page 146: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

181

30. Karungkêp ing siti wil Kala Pramuka/ kèndhêg ing Bimasiwi/ mukanya

dhinupak/ rêmuk sirahe parah/ giris wadyanya ningali/ mawur sar-

saran/sakarine kang mati//

31. Ngungsi tênggak sapunggawa sampun dhadhal/ ngêlun marang ing wuri/

ngungsi dhadhaning prang/ patih Jayasudarga/ myang pangawak kanan kering/

wus samya sêmpal/ kamuk arya Sêtyaki//

32. Miwah kamuk radèn arya Wrêkodara/ catur punggawa mati/ kang munggèng

pangawat/ Jaya Pramana lawan/ Jayapralaya ngêmasi/ sang Wrêsniwira/

ingkang mrawasèng bindi//

33. Sabalane malêduk samya sasaran/ kathah ingkang ngêmasi/ miwah kang

pamawat/ kering sami sasaran/ tumpês ing prang bobrak-babrik/ Jaya Sudarga/

lan Jaya Sakamati//

34. Tinimbanan ing gada dyan Wrêkodara/ mawur wadyane ngungsi/ marang

gustinira/ prabu Jungkung Mardeya/ krodha ratanira gumrik/ ngêmbat

gandhewa/ majêng tan tolih wuri//

XX. PANGKUR

1. Kyana patih duk tumingal/ yèn gustine ngawaki ing ajurit/ mantri sêsêliranipun/

gumrêdêk majêng samya/ kyana patih gugup u[…104]-nduripun/ tilar mungsuh

sawadyanya/ ngumpul ing gustinirèki//

2. Tata malih undurira/ kyana patih munggèng ngarsa tan têbih/ wadya gung

pinrênah pungkur/ mung mantra sêsêliran/ sèwu ingkang munggèng kananira

prabu/ prajurit jro pêpilihan/ ingapit wontên ing kering//

3. Bupati sakawan ingkang/ mangawati kanan kering tan tébih/ sri

Jungkungmardeya prabu/ nglêpasi sanjatanya/ narawantah saking gandhewa

kumrusuk/ mawa prahara ruhara/ ngiring lêpasi jêmparing//

4. Ki patih Jayasudarga/ anusuli sanjatanir mijil/ saking gandhewa gumludhug/

mawa braja ruhara/ gumalêdhêg nênggala parasu limpung/ kunta cakra lan

candrasa/ badhama dhêndha myang gandhi//

Page 147: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

182

5. Wêtune saking gandhewa/ gada bindhi lir ladhu kang umili/ mawa lesus lir

pinusus/ myang mantra sêsêliran/ sèwu sarêng nglêpasi sanjatanipun/ myang

prajurit pêpilihan/ sarêng dènya anglêpasi//

6. Kumrusuk ngayuh gêgana/ myang punggawa sakawanira sami/ sanjatanira

kumrusuk/ mêtu matumpa-tumpa/ samya mawa prahara sanjatanipun/

Wrêkodara Gathotkaca[…105]/ miwah Rahadèn Sêtyaki//

7. Kandhêk kadung pamukira/ katampêking sanjata kang mawa ngin/ gègèr lan

sawadyanipun/ dhasar wus sangêt sayah/ dhêdhêg kandhêg samya têkên

gadanipun/ katêmpuh gunging sanjata/ lan katampêg drêsing angin//

8. Tan nana bisa majua/ sanjata gung tan kêna dèn susupi/ prajurit kang tigang

èwu/ samya têguh wêntala/ datan pasah katiban jêmparing timbul/ nanging kyèh

kang galundhungan/ lèn kontal tiba kabanting//

9. Kantun arya Wrêkodara/ Radèn Gathotkaca lawan Sêtyaki/ adêge kang maksih

kukuh/ gègèr madyaning rana/ pira-pira hru prabawa tibanipun/ ngurugi

sariranira/ katri datan mantra busik//

10. Malêduk sumyur nèng angga/ nanging maju-maju mêksa kabalik/ dening lesus

lir pinusus/ kontal katampêk kunta/ kandhih dening nênggala parasu limpung/

trisula dhêndha badhama/ kêras tibanya mawangin//

11. Radèn Arya wrêkodara/ kapi têmên krodhanira ing jurit/ dènya mrih parêg tan

mungsuh/ bayunirèng sarira/ mêtu kabèh têmpuh lan27

bayuning mungsuh/ mulêk

madyaning ranangga[…106]/ lêbu malêdug nglimputi//

12. Marma bayune sang Sena/ datan bisa nulak sagung jêmparing/ têmpuh lan

angining mungsuh/ midid kang samirana/ mulêg mêsês mawêrdi kadi pinusus/

Sang Prabu Jungkung Mardeya/ mulad sukanya kang sipi//

13. Mungsuhe kyèh galundhungan/ tiba têbih wênèh kontal kabanting/ mung tiga

kang maksih wutuh/ gègèr madyaning rana/ katêmpuh ing sanjata kyèh datan

keguh/ mêksa maju nora bisa/ sinurakan saking têbih//

27

*B: Lacuna huruf, pada bacaan naskah A tertulis “lbayuning”

Page 148: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

183

14. Radèn Arya Wrêkodara/ prasêtyèng tyas nêmah mati ing Jurit/ merang mundur

ing prang pupuh/ myang arya Gathotkaca/ Wrêsniwira samya pratignya ing

kalbu/ kasaput suruping arka/ esthane kadya anyapih//

15. Sang Prabu Jungkung Mardeya/ saha bala undurira dhingini/ praptèng pakuwon

gumuruh/ dalu samya bujana/ suka-suka tan lyan kang ginunêm namung/

prakosane mungsuhira/ dene sawadyanirèku//

16. Tan ana braja tumama/ rowang èwon kang mati ing ajurit/ mungsuh sabalane

wutuh/ tatu bae tan ora/ yèn ajaa bapa mungsuh lawan ingsun/ prajurit ing

tanah Jawa[…107]/ pilih kang kêlar nadhahi//

17. Bapa sapa kancanira/ pra dipati ingkang ing jurit/ kyana patih nêmbah matur/

gusti punggawa ditya/ pan sakawan sisan pêjah ing prang pupuh/ lawaning

prang sami ditya/ wadyane kantun sapalih//

18. Dene punggawa manusa/ ingkang munggèng pangawat kanan kering/ sakawan

pisan pukulun/ pêjah kasambut ing prang/ têtumpêsan balane kêdhik kang

kantun/ mêngsah maksih wutuh ayam/ eram kawula ningali//

19. Gumujêng narpati sabrang/ iya bapa ngeramakên ing jurit/ yèn aja mungsuh lan

ingsun/ sapa lawan ing aprang/ ngêndi bae ratu kang kawawa mungsuh/ besuk

esuk aja owah/ rakitira ing ajurit//

20. Kang prawira munggèng arsa/ pra dipati padha ngantêpa jurit/ kang luwih kaya

duk mau/ guna santikaning prang/ besuk esuk sun panahe gunung watu/

mungsuh ing têguh wêntala/ yèn maksih kêlar nadhahi//

21. Besuk maning têmpuh ing prang/ ingsun tibanane sanjata gêni/ ingkang luwih

panasipun/ lan gêni marca pada/ yèn tan gêsêng pinangan ing gêni murub/

panahingsun kang pamungkas/ sun tamakne ing ajurit[…108]//

22. Kunêng kang lagya mong suka/ natèng sabrang sawadaynira sami/ gunêm

tingkahing prang pupuh/ gantya ingkang winarna/ arya Wrêkodara ing

saunduripun/ Gathotkaca Wrêsniwira/ sawadyane samya sêdhih//

23. Radèn Arya Wrêkodara/ nglêngga jêtung dhêlêk-dhêlêk tan angling/ sarwi

ngêkêp gadanipun/ myang arya Gathotkaca/ asidhakêp sungkawa

sawadyanipun/ Radèn Arya Wrêkodara/ marêk arsa matur aris//

Page 149: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

184

24. Pukulun paran ing karsa/ benjing enjing yèn têmpuh ing prang malih/ yèn

maksih ta kadya wau/ pan wande karisakan/ paduka mung prang wantah amara

bau/ pupuh rosa ngadu gada/ botên kendhang guna sêkti//

25. Sang prabu Jungkung Mardeya/ enjang-enjang lamun mêdal ing jurit/ yêkti

luwih saking wau/ gènya mêdalkên guna/ hru prabawa ing prang

kasantikanipun/ tan wande ing prang kinarya/ dolanan kadya duk wingi//

26. Prayogi atur uninga/ ing rakanta Sang Prabu Arimurti/ rayi paduka pukulun/

kakang mas Madukara/ tuwan suwun tulung ing aprang pupuh/ nadhahi

sêktining mêngsah/ paduka ingkang nadhahi//

27. Prangipun agal kewala/ sagêndhinge[…109] botên kuciwa tandhing/ Radèn

Wrêkodara bêkuh/ apa kang sira ucap/ ingsun wirang yèn kongsiya jaluk tulung/

sanadyan silih bisaa/ mungsuh angrubuhkên langit//

28. Masa ta ingsun mirisa/ lamun sira padha wêdi ngêmasi/ lah minggata dèn

agupuh/ pan wus wayahe aprang/ rebut pêjah kalah sirna28

mênang ngukup/

nyênyambat asile apa/ aku dhewe maksih wani//

29. Radèn arya Wrêkodara/ dhêku ajrih miyat kang raka runtik/ kunêng gantya kang

winuwus/ kang wontên jroning29

praja/ prabu Padmanaba sumêlanging kalbu/

mring kang samya mangun yuda/ manawi akarya kingkin//

XXI. ASMARADANA

1. Sang aprabu Arimurti/ lan satriya Dananjaya/ Drêsthajumêna kanthine/ sarêng

dalu manjing pura/ panggih prabu Drupada/ wus tata samya alungguh/

ngandika natèng30

Cêmpala//

2. Anak prabu Dwarawati/ dalu-dalu manjing pura/ baya ta wontên karsane/ matur

prabu Padmanaba/ jêng paman kawularsa/ têtinjo kang aprang pupuh/ mangkat

ing dalu punika//

28

Adisi huruf “pada lingsa” 29

*B: Lakuna huruf “cakra”, bacaan pada naskah A “joning” 30

*B: lacuna huruf “cêcêk”, bacaan pada naskah A adalah “natè”

Page 150: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

185

3. Saking sumêlang tyas mami/ mring putra tuwan pun Bima/ lan Wrêsniwira

kalihe/ tuwin ta pun Gathot-[…110]kaca/ katri mung pupuh rosa/ prang wantah

mung mara bau/ mangka pun Jungkungmardeya//

4. Mandraguna sura sêkti/ ing sabrang wus tanpa lawan/ prawira sapunggawane/

ing tandhing yêkti kuciwa/ suka natèng cêmpala/ kawula sèwu jumurung/ anak

prabu darbe karsa//

5. Têtulung kang samya jurit/ arinta Drêsthajumêna/ sampun kantun salampahe/

dhèrèk paduka bantu prang/ kulub Drêsthajumêna/ prajurit Cêmpala sèwu/

gawanên bantu ngayuda//

6. Poma sajroning ajurit31

/ anuta ing rakanira/ Dwarawati sabarangrèh/ kang

putra matur sandika/ têtiga sarêng mêdal/ saking sajroning kadhatun/ prapta ing

jawi sanega//

7. Saka praboning ajurit/ sèwu wadya ing Cêmpala/ prajurit pilihan kabèh/ sadaya

sampun samêkta/ myang wadya Madukara/ gangsalatus samêkta wus/ para

mantra Madukara//

8. Wadya bala Dwarawati/ mung kantun kang upacara/ ingkang sèwu prajurite/

sadaya sampun binêkta/ mring Radèn Wrêsniwira/ prajurit budhale dalu/ saking

jro kitha Cêmpala//

9. Sang aprabu32

Arimurti/ lan satriya Danan-[…111]jaya/ kalih dhingine

lampahe/ sami anapak gêgana/ mung kantun kratonira/ kang ginrêbêg ing wadya

gung/ lan Radèn Drêsthajumêna//

10. Ingkang nindhihi ing wuri/ ing ngarsa patih Sucitra/ amung matah mantra bae/

kang rumêksèng pasanggrahan/ mangkana kang ngumbara/ prabu Padmanaba

sampun/ rawuh pasanggrahanira//

11. Wong agung ing Jodhipati/ lan satriya Dananjaya/ tan ana wruh ing lêbête/

Radèn Arya Wrêkodara/ maksih nglênggêr kewala/ sarwi ngrangkul gadanipun/

gêrêng-gêrêng tan ngandika//

31

*B: lacuna satu suku kata, bacaan pada naskah A adalah “jurit” 32

*B: lacuna satu suku kata, Bacaan pada naskah A adalah “prabu”

Page 151: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

186

12. Gathotkaca munggèng ngarsi/ lawan arya Wrêsniwira/ ing ngadhêp wadya

balane/ siji tan ana sabawa/ mèsêm sri nata krêsna/ winêdalan saking pungkur/

kagyat Radyan Wrêkodara//

13. Mulat ingkang raka prapti/ lan kang rayi Madukara/ sigra nyèlèhkên gadane/

wus sami tata alênggah/ Sêtyaki Senaputra/ samya asrêp manahipun/ Wrêkodara

lan lingira//

14. Dene prapta bêngi-bêngi/ apa ta karyane padha/ liwat saking karya kagèt/

gumujêng narendra Krêsna/ yayi tinjo kewala/ paran wartane prang pupuh

Wrêkodara lon lingira//

15. Wingi têmpuh ing[…112] ajurit/ ya saking pangèstunira/ mungsuh kèh tumpês

balane/ rowang ngong siji tan ana/ ingkang mati ing aprang/ nanging ingsun lan

sutamu/ lan si arya Wrêsniwira//

16. Tan ana bisa mrêpêki/ marang gone ratu sabrang/ kadhangan dene panah kèh/

mawa prahara ruhara/ kèbêkan ing paprangan/ gumlêdhêg dhêdhêg tumêmpuh/

batur kabèh galundhungan//

17. Korugan panah mawa ngin/ kaya gunturing prabata/ lah iya ta sesuk bae/ ngong

susupane kewala/ panahe lamun kêna/ bisa aprak ratunipun/ age kêmbulana

gada//

18. Singa tiwas angêmasi/ sri Padmanaba ngandika/ ya yayi ingsun dulune/ sesuk

tingkahira aprang/ wrêkodara lingira/ iya sakarsanirèku/ yèn nêdya dulu

kewala//

19. Yèn arsa têtulung jurit/ maringsun yêkti tan arsa/ pan maksih wani wak ingong/

lan ratu Paranggubarja/ yèn sira nêdya aprang/ iya pranga dhewe sesuk/ apan

akèh mungsuh sabrang/

20. Sasukanira prang tandhing/ yêkti nora kakurangan/ aja têtulung maringong/

lamun durung asêsambat/ gumujêng nata Krêsna/ i-[…113]ya ngong nora

têtulung/ sun prang dhewe benjang enjang//

21. Suka sagung kang miyarsi/ ing dalu datan kawarna/ gagap enjing ing praptane/

Rahadèn Drêsthajumêna/ sawadya balanira/ lajêng tata barisipun/ miwah wadya

Madukara//

Page 152: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

187

22. Enjang prabu Arimurti/ lan satriya Dananjaya/ sampun numpak ing ratane/

kinubêng prajuritipun/ Wrêkodara kalawan/ Sêtyaki Gathotkaca wus/ sabalane

tata ngarsa//

23. Ing prang kang badhe nadhahi/ nêmpuh marang mungsuhira/ pêpuling wingi

yudane/ sasat kinarya dolanan/ mangkana natèng sabrang/ sabalane mijil

sampun/ angglar munggèng pabaratan//

24. Tata baris kadya wingi/ kang para prawira ngarsa/ samya ngiwa gandhewane/

bala gung pinrênah wuntat/ kagyat dènya tumingal/ dene mungsuhira wuwuh/

Sang Prabu Jungkung Mardeya//

25. Krodha sru dènira angling/ hèh bapa Jayasudarga/ mungsuh ika bêbantune/

baya nrêpati Cêmpala/ iya kang munggèng rata/ payo kabèh wadyaningsun/ dèn

prayitna ing ayuda//

26. Dèn ngeja sadina iki/ pêpungkasaning ayuda/ sagunging guna kasêktèn/ lah

payo padha mêtokna/ wus-[…114]nya matag ing wadya/ mangsah gumrit

ratanipun/ ing prang tan nêdya mundura//

XXII. DURMA

1. Ngêmbat langkap Sang Prabu Jungkung Mardeya/ ginêdhêg-gêdhêg mijil/ eka

hru prabawa/ sela mong lan prahara/ kadya ladhu-ladhu mili/ saking gandhewa/

gumlêdhêg gêgilani//

2. Sawusira wêtuning prahara sela33

/ gêdhêg gadhewa malih/ mijil neka warna34

/

muntab saking gandhewa/ Nênggala parasu piling/ cakra candrasa/ dhêndha

badhama Gandhi//

3. Gada bindi salukun lan alugara/ samoga pugal lori/ musala trisula/ limpung

parasu kunta/ kumrusun ngayuh wiyati/ mawa prahara/ miwah rêkyana patih//

4. Sanjatane mêtu pirang-pirang yuta/ panthan makêthi-kêthi/ myang catur

punggawa/ prajurit jro sadaya/ lan sèwu mantra sinêlir/ sarêng dènira/

anglêpasi jêmparing//

33

Terjadi lacuna huruf “pada lingsa” 34

Terjadi lacuna huruf “pada lingsa”

Page 153: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

188

5. Kadya têdhuh gêgana kyèh ning sanjata/ dhêdhêt ngampak-ampaki/ sela lêng-

ulêngan/ wor jêmparing arakan/ kumrusuk srêsêk nampêgi/ mara kumêrap/

kumêrut gêgirisi//

6. Sira prabu padmanaba sigra matag/ mring Parta kinèn aglis/ mêthak ing

panulak/ mi-[…115]wah Drêsthajumêna/ ngêmbat langkapira kalih/ sarêng

dènira/ nglêpasakên jêmparing//

7. Apan samya hru prabawa eka warna/ sela wor angin-angin/ têpuh nèng gêgana/

ibêgan dirgantara/ maworing sanjata kalih/ goraning swara/ lir Guntur

gêgêtêri//

8. Kêpruk ingkang sela têmpuh lawan sela/ bindi pan samya bindi/ gada samya

gada/ kunta pra samya kunta/ piling têmpuh samya piling/ dhêndha lan dhêndha/

Gandhi pra samya Gandhi//

9. Alugara têmpuh samya alugara/ lori pra samya lori/ musala trisula/ limpung

cakra candrasa/ sadaya kaprabon jurit/ katêmpuh ing prang/ tan ana liru

tandhing//

10. Wrêkodara Wrêsniwira Gathotkaca/ giyuh ing tyas tan sipi/ gègèr yudanira/ tan

antuk mangsah ing prang/ kadhangan gunging jêmparing/ katêmpuh ing prang/

jêjêl tan kêna pinrih//

11. Sela-sela lêlumbungan lêng-ulêngan/ jêmparing lir sêsiring/ tan kêna tinrajang/

nulya Sucitra prapta/ mêndhan nèng ngarsanirèki/ matur manêmbah/ ulun

dinutèng gusti//

12. Ing rakanta sang aprabu Padmanaba/ paduka dèn timbali/ mundur saha bala/

sampun[…116] mangsah ing ayuda/ kinèn asowa rumiyin/ raka paduka/ karsane

anuruti//

13. Ing krodhane Sang Prabu Jungkung Mardeya/ dènya ngabên kasêktin/ lan rayi

paduka/ satriya Madukara/ ing mangke35

yèn wus dumugi/ tuwan linilan/

mangsah ing aprang malih//

35

Lacuna huruf “cêcêk”

Page 154: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

189

14. Wrêkodara myarsa ature sucitra/ kêju krodhaning jurit/ ajrih yèn nyingkirna/ ing

rèh narendra Krêsna/ mundur sawadyanirèki/ lan ingkang putri/ Gathotkaca

Sêtyaki//

15. Sampun nunggil lan barising Madukara/ Sang Prabu Arimurti/ matag mring

sang Parta/ kinèn nyampuni dènya/ ngabên prabawa kasêktin/ sanjatanira/ kang

samya têpuh jurit//

16. Radèn Parta musthi sanjata pratipa/ angin retuning angin/ linêpaskên sigra/

kêlapira kumupak/ wêdallingkang bajra pati/ saking gandhewa/ nyapu sagung

jêmparing//

17. Sirna larut hru prabawa eka warna/ siji tan nora kari/ sri Jungkung Mardeya/

kagyat ngungun kalintang/ sirnane sagung jêmparing/ asru ngandika/ marang

rêkyana patih//

18. Hèh ta bapa prajurit ing tanah Jawa/ nyata lamun linuwih/ gunane ing

aprang[…117/ padha sadhela bisa/ nimbangi kadebyan mami/ tan mantra

kewran/ nyapu sagung jêmparing//

19. Sêdhêng36

dadya kaojat ing tri bawana/ matur rêkyana patih/ lêrês padukendra/

sampun kirang prayitna/ ing aprang dèn ngati-ati/ mêngsah paduka/ botên

kewran ing tandhing//

20. Prange kasar prakosa prang lêmbut guna/ gumujêng sri bupati/ iya bênêr sira/

prawirane sêmbada/ yèn aja mungsuh lan mami/ sapa kuwawa/ nanggulang ing

ajurit//

21. Iya mêngko prajuriting tanah Jawa/ ingsun balange tulis/ sun jake prang rupak/

tandhing prang lawaningwang/ nganggo panah kang sayêkti/ singa tiwasa/ yèn

maksih ngadu sêkti//

22. Masa tekatan pawêkasaning yuda/ sira bae dèn eling/ gêlar sabên ing prang/ yèn

wus panah pinanah/ ingsun tan mungsuh dèn aglis/ sira niliba/ nyidra saking

wiyati//

36

Terdapat interpolasi kata “lamun”

Page 155: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

190

23. Patih Jayasudarga matur sandika/ natèng sabrang nulya glis/ nênurat wus

dadya/ tinrap anèng sanjata/ linêpaskên kang jêmparing/ ing arah-arah/ tibanira

nglêrêsi//

24. Nèng ngarsane satriya Andananjaya/ kagyat dènya ningali/ jêmparing

cinandhak[…118]/ pinundhut suratira/ winaos sinuksmèng galih/ bêbukanira/

panantang ing prang wuri//

XXIII. PANGKUR

1. Pèngêt iki layang ingwang/ natèng sabrang kaprawira nom pêkik/ mandra

prakosa dibya nung/ lêlana andon yuda/ marang tanah Jawa ingkang anjêjuluk/

Sang Prabu Jungkung Mardeya/ Paranggubarja narpati//

2. Ingkang abala bacingah/ kang wus kasub tanpa lawan ing jurit/ têkaa marang

sirèku/ prajurit tanah Jawa/ ingkang bisa nulak ing kadibyaningsun/ lah ta sapa

aranira/ lan apa lungguhirèki//

3. Ratu utawa satriya/ aja mati tanpa aran ing jurit/ angakuwa mupung durung/

payo nuli prang rupak/ ngadu wulêding kulit tosing bêbalung/ padha nganggo

panah wantah/ singa tiwas angêmasi//

4. Yèn maksih ngadu prabawa/ masa tekatan pawêkasing jurit/ iya sun puja

satuhu37

/ ing guna sêktinira/ anèng tanah Jawa ing prang lalu wudhu, ananging

samêngka sira/ sayêkti yèn antuk tandhing//

5. Prajuriting tanah sabrang/ ingkang prapta38

lêlana andon jurit/ wus titi

pamaosipun/ satriya Da[…119]-nanjaya/ mèsêm ing tyas sêrat ing aturkên

gupuh/ mring raka narendra Krêsna/ winaos sinuksmèng galih//

6. Wus titi pamaosira/ sru gumujêng Sang Prabu Arimurti/ yayi wangsulana gupuh/

layange rajèng sabrang/ kudu ngajak amungkasi ing prang pupuh/ iya sarahên

kewala/ satriya Dananjaya glis//

37

*B: Terdapat interpolasi suku kata “hu” pengganti suku kata “pa”, kata sebelumnya adalah “satupa” 38

*B: terdapat kesalahan tulis, kata sebelumnya bertuliskan “pratta”.

Page 156: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

191

7. Akarya surat wus dadya/ angsul-angsul tinrap anèng jêmparing/ sanjata agêm

prang pupuh/ anggrahita lir janma/ sarotama suwiwi lar kadya manuk/

linêpasakên saksana/ lumarap lir kilat thathit//

8. Ngarsane Jungkung Mardeya/ sarotama kêkêjêr kadya pêksi/ natèng sabrang

kagyat dulu/ jêmparing lir kukila/ bêkta sêrat wus dinuga angsul-angsul/ kang

sêrat wus tinampanan/ sarotama wangsul aglis//

9. Natèng sabrang eram mulat/ gya binuka sêrat sinuksmèng galih/ pèngêt iki

layangingsun/ satriya Madukara/ pamadyaning Pandhawa ingkang jêjuluk/

satriya Andananjaya/ pêparab prabu Karithi//

10. Iya Rahadèn Arjuna/ iya Radèn Janaka Dyan Pamadi/[…120] Pandhuputra iya

ingsun/ Radèn Indratanaya/ kang ing ngambil sraya tur binakal mantu/ mring

narapati Cêmpala/ têkaa marang sirèki//

11. Sang Prabu Jungkung mardeya/ natèng sabrang kang lêlanandon jurit/ kang

ambêg narendra punjul/ amrih putri misesa/ lire sira awèh layang marang

ingsun/ iya wus prapta maringwang/ sarta wus sun tupiksani//

12. Surasane layangira/ sira ngajak mungkasi ing ajurit/ prang rupak tandhing lan

ingsun/ nganggo panah pamungkas/ ngadu wulêding kulit tosing bêbalung/ lah

iya sakarêpira/ ing aprang ingsun ladèni//

13. Wus titi pamaosira/ natèng sabrang gumujêng sarya angling/ babo dene pirang

puluh/ jênêng saijab-ijab/ dèn dhèwèki sumakèhan kang pinunjul/ prajuriting

tanah Jawa/ durung tau olèh tandhing//

14. Ingkang padha ling-ulingan/ hèh ta bapa kabèh prajurit mati/ mêngku têmpuh

ing prang pupuh/ dèn ajêg barisira/ aja owah mung sun pundhut surakipun/ sira

bae dèn waspada/ patih sandika tur nèki//

15. […121] sang prabu ngêtap ratanya/ gumrit nêngah gêbyar-gêbyar tulya sri/

rêngganing39

rata mas murub/ kataman diwangkara/ prabawaning makutha

muncar ngênguwung/ pan sarwi ngiwa gandhewa/ endhong pamungkasing

tandhing//

39

*C: terdapat lacuna huruf “cêcêk", bacaan sebelumnya tertulis “rêganing”

Page 157: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

192

16. Pantês wanguning prabawa/ asêmbada pêkike sri bupati/ sri Krêsna mulat

lingnya rum/ hèh yayi mungsuhira/ sida ngajak mungkasi ing aprang pupuh/ iya

wus nêngahkên rata/ lah yayi dèn ngati-ati//

17. Ing prang aja kurang yitna/ rajèng sabrang anak brahmana sêkti/ luwih gêntur

tapanipun/ tan kêna ginagampang/ Gathotkaca sira dèn prayitnèng luhur/ miwah

sira Wrêkodara ing dharat dèn ati-ati//

18. Tarombol lan jaganana/ wusnya mangsit Sang Prabu Arimurti/ gumrit nêngah

ratanipun/ namung sunaring surya/ gêbyar-gêbyar prabawaning rata murub/

kadya paguting baskara/ timbangan ratanirèki//

19. Lan ratane natèng sabrang/ dohnya sêdhêng satibaning jêmparing/ kalih kèndêl

ratanipun/ dangu sawang sinawang/ samya ngiwa gandhewa pamungkasipun/

dèrèng nguculkên sanjata/ mrih papan pantêsing jurit//

20. Pra samya molahkên rata/ natèng sabrang ratane ngrèd-ngèring/ Dananjaya

rata-[…122]nipun/ mingêr angèrèt nganan/ adu ngarsa adu ngiring adu

pungkur/ tan ewah têbih ing rata/ pan sami ngasta jêmparing//

21. Wusnya mubêng kaping tiga/ rata kèndêl jarang dènya nglêpasi/ jêmparing tikêl

pinêthuk/ têmpuh sami sanjata/ sarêng salin laras sami limpadipun/ laraping

warastra kadya/ sêsiringing kilat thathit//

22. Wadya gung surak gumêrah/ awor maras-maras surake sami/ mar-kumêsar

dènya dulu/ solah bawaning aprang/ Dananjaya lan Jungkung Mardeya prabu/

yayah lir wus caruk wastra/ rukêting ratannya kalih//

23. Rêkyana patih tumingal/ yèn gustine wus têmpuh ing ajurit/ panah-pinanahan

mungsuh/ sigra mêsat gêgana/ ngikal limpung arsa nyidra saking luhur/

Gathotkaca awas mulad/ garjita ing tyas nulya glis//

24. Mêsat marang ing gêgana/ wus ngungkuli marang rêkyana patih/ ngawaskên

sasolahipun/ ki patih tan grahita/ yèn mungsuhe wus ana ing luhuripun/ dupi

niyup arsa nyidra/ sinambêr saking wiyati//

25. Limpunge sinêndhal kêna/ wus binuwang ki patih kagyat nolih/ dhinupak

mukanira sru/ kontal tibèng banta-[…123]la/ sajabaning baris sangêt dènya

kantu/ asilir ing samirana/ èngêt tan mundur ing jurit//

Page 158: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

193

XXIV. DURMA

1. Patih Jayasudarga sangêt krodhanya/ nyandhak kunta nulyaglis/ mêsat ing

gêgana/ nguwuh uwuh sêsumbar/ hèh sapa aranirèki/ mungsuh kang cidra/

nungkul prang saking wuri//

2. Angakuwa mupung maksih duwe nyawa/ dumèh apanirèki/ prakosa berawa/ bisa

ngambah gêgana/ lan apa lungguhirèki/ anèng Cêmpala/ Gathotkaca nauri//

3. Hèh wruhanta ingsun dudu wong Cêmpala/ wong sarayan sun iki/ prajurit

Ngamarta/ umiring kangjêng rama/ lan jêng paman ing ajurit/ ing ngambil

sraya/ mring eyang Cêmpala ji//

4. Ingsun Senaputra ya Bimaatmaja/ Gathotkaca ran mami/ ya Radèn Guritna/

parab prabu Têtuka/ satriya sasatnarpati/ kratoning uwa/ prabu kang ingsun

goni/

5. Pringgadani waris saking ibuningwang/ balikan sira iki/ dhapurmu sêmbada/

gagah dêdêg prakosa/ lan apa lungguhirèki/ ana ing sabrang/ satriya pa bupati//

6. Niggal dhapur nêdya culikèng ayuda/ nyidra saking wiyati/ iya mring jêng

paman/ […124] kaya dudu prawira/ marmane ingsun dhingini/ jêr sira cidra/

kya patih sru nauri//

7. Aja tambuh iya ingsun patih sabrang/ Paranggubarja nagri/ patih amisesa/ aran

Jayasudarga/ he Gathotkaca sirèki/ sêdhêng wus imbang/ ing prang tandhing lan

mami//

8. Sira iku satriya gung sasat raja/ ingsun iki pêpatih/ nanging tilas raja/ ratu

Paranggubarja/ sor ing prang maksih kinardi/ patih misesa/ andêl-andêling

jurit//

9. Mring gustiku Sang Prabu Jungkung Mardeya/ aywa sira kuwatir/ manawa

kacuwan/ nora tutug ing aprang/ sagêndhingmu sun tadhahi/ angajak apa/ toh

pati jayèng jurit//

10. Apa ngajak prang tata panah-pinanah/ ngadu wulêding kulit/ apa pupuh rasa/

prang rupak bindi gada/ apa ingsun kang dhingini/ apa ta sira/ kang dhingini

ngajurit//

Page 159: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

194

11. Radèn Gathotkaca asru wuwusira/ ya wus sêdhêng sirèki/ tandhing prang lan

ingwang/ patih tilas raja/ pantês prawirèng ajurit/ aja ngucira/ dèn padha

ngungsi pati//

12. Lah ta payo apa kang ana ing sira/ tibakna sun tadhahi/ krodha ngikal dhêndha/

patih Jayasudarga/ pamupuh-[…125]e dèn tadhahi/ gapyuk cinandhak/

dhêndhane kyana patih//

13. Rame sêndhal sinêndhal anèng gêgana/ Gathotkaca nguwati/ nyêndhal sarwi

dhupak/ jajane kyana patya/ kontal dhêndhanya wus kêni/ sêbut binuwang/

krodha rêkyana patih//

14. Anêrajang tinadhahan sarêng tandang/ caruk-ruk rukêt sami/ kuwêl nèng

gêgana/ sami prakosanira/ sarêng dènya tibèng siti/ pan kalihira/ wangsule rukêt

malih//

15. Anèng dharat ngadu sudiraning prang/ dêdêr dinêdêr sami/ rame drêg-udrêgan/

silih gon maputêran/ untiran untir inguntir/ wêluk pulêtan/ kêkêt banting

binanting//

16. Rame dugang dinugang sarêng gulimpang/ gulungan gantya guling/ rame lêng

ulêngan/ lir cakra panggilingan/ rêkyana patih sor titih/ kadêkung ing prang/

dinêdêg wus kalindhih//

17. Kèngêr cêngêlira jojoh suh dinupak/ pêjahe kyana patih/ sarêng lan praptanya/

rêsi bramana tapa/ saking ing sabrang miyarsi/ dene kang putra/ dènira mamrih

putri//

18. Marang tanah Jawa ing temah dadya prang/ marma sang bramana glis/

sumusul ing putra/ praptèng na-[…126] gri cêmpala/ mênangi ramening jurit/

kang anèng wiyat/ ngungun dènya ningali//

19. Ing patine ki patih Jayasudarga/ mung mungsuh padha siji/ duk ana ing sabrang/

wus wudhu tanpa lawan/ ing mangkya nèng tanah Jawi/ luwih apêsnya/ prangira

tan ngudhili//

20. Mung tinangan kewala mring mungsuhira/ mati madyaning jurit/ lan malih

tumingal/ kang putra sri narendra/ wusnya campuh ing prang tandhing/ lan

mungsuhira/ samya nèng rata manik//

Page 160: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

195

21. Rame tuju tinuju panah pinanah/ dèrèng wontên kasilib/ sami wasisira/ rikat

awase samya/ myang wêgigira mèh sami/ bramana tapa/ krura sru dènira ngrik//

22. Nèng gêgana swarane lir gêlap sasra/ gumuruh gêgirisi/ ibêkan ngawiyat/

sarêng pêpêtêng prapta/ sumaput pêtêng ngliputi/ madyèng payudan/ pêtêng lir

têngah wêngi//

23. Dadya kèndêl kang samya kang kalihira/ dene pêdhut nglimputi/ sri Jungkung

Mardeya/ suka ing tyas wus duga/ lamun ingkang rama prapti/ têtulung ing

prang/ angrik anèng wiyati//

24. Dadya mundur Sang Prabu Jungkung Mardeya/ ngingêrakên rata glis/

bênggang[…127] lun mungsuhnya/ sampun mawor ing bala/ maras wadya

Dwarawati/ Cêmpala lawan/ pamênang Pringgodani//

25. Samya sêdhih tan bisa mangsah ing yuda/ dene pêtêng nglimputi/ swara kadya

gêrah/ ibêkan dirgantara/ kang darbe swara tan kèksi/ kaku tyasira/ tan wruh

sawiji-wiji//

26. Wrêkodara Sêtyaki lan Gathotkaca/ samya prayitnèng jurit/ dhêdhêg

sawadyannya/ lawan Drêsthajumêna/ mung jêng prabu Arimurti/ kang nora

samar/ Arjuna wus winangsit//

27. Hèh ta yayi iki si Bramana tapa/ praptarsa nyidrèng jurit/ iya marang sira/

angrik anéng gêgana/ karya pêtêng anglimputi/ haywa pêpeka/ ing prang dèn

ngati-ati//

28. Ramanira Sang Prabu Jungkung Mardeya/ bramana luwih Sêkti/ wus gêntur

tapanya/ ing ajur ajèr bisa/ lah payo yayi dèn aglis/ sira lêpasa/ bramastra

mring wiyati//

29. Dèn wus padhang sarotama tamakêna/ mring si bramana sêkti/ kalamun wus

pagas/ dhase sira pisaha/ lan gêmbunge ingkang têbih/ dhase tibakna/ anèng

ngarsanirèki//

30. Naténg sabrang Sang Prabu Jungkung Mardeya/ gêmbung buncangên ngangin/

lamun maksih pêrak[…128]/ lan sirah yékti bisa/ patrap dhewe urip malih/

marma dohêna/ payo yayi dèn aglis//

Page 161: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

196

31. Nora nistha dhingini prang mungsuh cidra/ dyan Parta wus winangsit/ ngêmbat

langkapira/ lumêpas kang bramastra/ murub nungsung mring wiyati/ bramana

tapa/ kênèng padhanging gêni//

32. Gugup ing tyas sigra anarik candrasa/ niyup saking wiyati/ pan arsa nigasa/

tênggake sang Arjuna/ pagas pinapag Jêmparing/ ki sarotama/ dhasar sapatrap

malih//

33. Mring gêmbunge tinadhahan endrasara/ tinibakakên aglis/ anèng ratanira/

prabu Jungkung Mardeya/ gêmbunge binuwang ing angin/ kabuncang sirna/ tiba

anèng Jaladri//

34. Tulus pêjahira sang bramana tapa/ dhase pinisah têbih/ lawan gêmbungira/

sarêng lawan ilangnya/ pêdhut kang pêtêng nglimputi/ katut maruta/ padhang

asmarèng jurit//

XXV. ASMARADANA

1. Sang prabu kagyat tan sipi/ andulu sirahing rama/ gumêbruk tibèng pangkone/

tiningalan nora samar/ yèn sirahe kang rama/ mustaka nulya sinambut/

sinungkêman[…129] anèng asta//

2. Pan sarwi dipuntangisi/ sang prabu wusnya karuna/ sakala èngêt ing tyase/

sigra dènira parentah/ mring sagung pra dipatya/ sadaya kinèn angruruh/

marang jisime kang rama//

3. Miwah sagung para mantri/ sadaya samya ngupaya/ bramana tapa jisime/

sajawining pabarisan/ mubêng datan kapanggya/ katur marang sang aprabu/

kalangkung ngungun ing driya//

4. Dene mungsuhe udani/ pêjah gêsange kang rama/ liwat guna waspadane/ sirah

tinibakkên ngrata/ gêmbungira binuwang/ saking pabarisan agung/ tan karuan

tibanira//

5. Anglês ing tyas sri bupati/ têlas ing pangarsa-arsa/ ingkang rama katigase/

mring mungsuh datanpa bisa/ miwah pêpatihira/ mati ing prang tanpa kiwul/

tuwin sagung pra dipatya//

Page 162: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

197

6. Wus ngrasa kasor ing jurit/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ nanging wus

pratignyèng tyase/ tan arsa yèn ngoncatana/ ing prang miwah nungkula/ suka

lêbur awor mungsuh/ sadina mêngko kewala//

7. Lawan sawadyanirèki/ haywa na kari satunggal/ ing aprang sarêng sirnane/

ambela-[…130]ni mring kang rama/ miwah pêpatihira/ sawusnya pratignyèng

kalbu/ Sang Prabu Jungkung Mardeya//

8. Mêdal krodhaning ajurit/ ngêtap rata gumrit kontrag/ pan sarwi ngawe balane/

sasmita nggarubuh ing prang/ garjita pra dipatya/ ing karsane gustinipun/ nêdya

mungkasi ngayuda//

9. Ngantêp garubuh ing jurit/ wadya ing Paranggubarja/ samya sêtya ing gustine/

sami labuh karsanira/ tan nêdya lumayuwa/ miwah nungkula mring mungsuh/

nadyan sikêpe sadaya//

10. Suka matiyèng ngajurit/ lêbura wur musuhira/ anèng ngarsane gustine/ sigra

parêng dènya mangsah/ kumrêtêg rebut ngarsa/ angamuk ing aprang numbuk/

sigra Radèn Wrêkodara//

11. Gathotkaca lan Sêtyaki/ miwah dyan Drêsthajumêna/ nadhahi ing prang balane/

têmpuh ing yuda èbêkan/ wadya Paranggubarja/ mêrêm ing prangira numbuk/

tan ketung kèhing palastra//

12. Lir sulung alêbu gêni/ kamuk dening Arya Sena/ myang Gathotkaca pamuke/

miwah arya Wrêsniwira/ lawan putrèng Cêmpala/ musuh kang kaarsa

lêbur/[…131] ing wuri ngidak kewala//

13. Tumpês ngarsa tangkêp wuri/ narendra Krêsna tumingal/ garjita ing tyas

wuwuse/ hèh ki ipe tingalana/ mungsuhira ing aprang/ wadya Paranggubarjèku/

ing prang wus de rah palastra//

14. Sapunên ing sanjata ngin/ tibakna Paranggubarja/ haywa kari sabalane/ yèn

wus ilang sêrênging prang/ yêkti duwe pangrasa/ ing aprang wus tanpa kiwul/

angeman karatonira//

15. Sang Dananjaya nulya glis/ musthi astra pawanendra/ retuning angin têgêse/

kumyus ingkang bayu bajra/ mêtu saking gandhewa/ prahara gora gumuntur/

Sang Prabu Jungkung Mardeya//

Page 163: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

198

16. Katut dening sanjata ngin/ kabuncang sabalanira/ sirna gusis sabalane/

tinibakakên sadaya/ nagri Paranggubarja/ kunêng wau kang winuwus/ kang

maksih anèng payudan//

17. Sang aprabu40

Arimurti/ miwah kang rayi sadya/ wus budhalakên barise/ tinata

lampahing marga/ lumirig manjing kitha/ swaraning bala gumuruh/ wus katur

ing sri narendra//

18. Yèn unggul kang magut jurit/ nulya miyos pagêlaran/ angurmati ing

prapta[…132]-ne/ kang mêntas unggul ing aprang/ tan dangu katingalan/

pangarsaning lampahipun/ manjing alun-alun samya//

19. Bala wil ing Pringgadani/ surak-surak giyak-giyak/ bêngkilung rame gêndhinge/

nulya wiyak ngering nganan/ baris angapit marga/ wadya Cêmpala sumundhul/

nulya wuri Madukara//

20. Nulya wadya Dwarawati/ kang mungkasi wuri pisan/ wadya Jodhipati kabèh/

anut bala ing pangarsa/ piyak angering nganan/ rakit baris ngurung larung/

wong agungira sadaya//

21. Lajêng marang pancaniti/ sri maha narendra Krêsna/ têdhake saking ratane/

sapraptanirèng naratag/ sri bupati Cêmpala/ nyandhak astanira gupuh/ kinanthi

binênta lênggah//

22. Saking sumêlang miyarsi/ ing warti Jungkung Mardeya/ langkung awrat ing

yudane/ umatur narendra Krêsna/ saèstu lamun awrat/ marma tilar

prajanipun/[…133] mring tanah Jawi andon prang//

23. Saking wus tan ngsal tandhing/ wontên sabrang gunaning prang/ naracak

sapunggawane/ samya prawirèng ayuda/ wadyanipun sadaya/ sêtya marang

ratunipun/ marmane awrat sinangga//

24. Sajroning prang tigang ari/ wadyanipun têtumpêsan/ tanpa kiwul ing yudane/

tan wontên kang lumayuwa/ maksih ambyuk kewala/ mêrêm ing prang soroh

amuk/ nèng ngarsane ratunira//

40

#B: terjadi lacuna suku kata, pada naskah A tertulis “prabu”.

Page 164: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

199

25. Marmanya glis dèn lêpasi/ ing sanjata pawanendra/ mring pun Dananjaya age/

awlas kathah ing pêpêjah/ prabu Jungkung Mardeya/ kabuncang sabalanipun/

tiba ing Paranggubarja//

26. Miwiti manah mêkasi/ solah tingkahing ngayuda/ sampun katur sadayane/ sri

bupati ing Cêmpala/ langkung sukaning driya/ yèn makatên anak prabu/ tmuntên

kalampahana//

27. Rayi tuwan pun Srikandhi/ dhaupe lan pun Arjuna/ ing soma ngarsa pênêde/

sêdhêng ngaso ingkang wadya/ matur narendra Krêsna/ inggih kawula

jumurung/ paman prabu arsa tuwan//

28. Punapa kang[…134] dèn antosi/ ing rèh wus dadya ubaya/ prayogi nuntên

panggihe/ lingira natèng Cêmpala/ kulup Drêsthajumêna/ lan si patih

Candrakètu/ besuk ari soma ngarsa//

29. Padha dèn samêktèng kardi/ ing dhaupe bakyunira/ kang putra sandika ture/

nulya kondur sri Narendra/ lumêbèng dhatulaya/ prabu Padmanaba sampun/

masranggahan saha bala//

30. Bubar sagung kang anangkil/ wau Sang Prabu Drupada/ sarawuhirèng

kadhaton/ pinêthak marang kang garwa/ sawusnya tata lênggah/ alon ngandika

sang prabu/ hèh ta yayi mungsuhira//

31. Samêngko wus tumpês tapis/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ sirna lêbur

sabalane/ sutanira si Arjuna/ ingkang marwasèng yuda/ wus dadi ubayaningsun/

yèn kalakon mungsuh sirna//

32. Sutanira ni Srikandhi/ ingkang sun karya ganjaran/ mau wus sun dhawahakên/

besuk ari soma ngarsa/ dhaupe sutanira/ samêngko wus sêdhêngipun/ kanthinên

maring jro pura//

XXVI. KINANTHI

1. Watir anèng taman san-[…135]tun/ bêcik rêksanên jro puri/ kang garwa matur

sandika/ wus mundur saking ngarsa ji/ lajêng marèng patamanan/ kunêng

gantya kang winarni//

Page 165: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

200

2. Kang kêkuwu taman santun/ Kusuma Wara Srikandhi/ rawuh saking Madukara/

anjujug ing taman sari/ dèrèng sowan mring kang rama/ miwah dèrèng dèn

timbali//

3. Wira-wiri mung kang ibu/ nênggih ingkang atutupi/ catur sang rêtnaning dyah/

ing galihira wus têbih/ Mring satriya Dananjaya/ tan ana labêtirèki

4. Brangtanira kang rumuhun/ wus supe ing tyasnya saking/ asru karêm

kaprawiran/ tan antuk dhahar lan guling/ tan lyan namung ciptanira/ dadiya

putri prajurit//

5. Sang Parta wêwulangipun/ pratingkah ngadoni jurit/ wus kang cakêt sadayanya/

mangkana sang raja putri/ pangawasaning sanjata/ miwah jaya wijayanti//

6. Kang dadya sêngsêming kalbu/ nalika binegal margi/ ditya ing Paranggubarja/

tan rêkasa ing ajurit/ pira-pira ingkang sirna/ dening sanjata dhadhali//

7. Samana sang rêtnaningrum/ duk lagya sinipèng cèthi/ lênggah soring

Nagapuspa/ dangu wartaning ajurit/ ni êmban u-[…136]matur nêmbah/ wau

praptanipun gusti//

8. Kang saking magut prang pupuh/ pinêthak nèng Pancaniti/ ing ramanta sri

narendra/ wartine mêngsah wus tapis/ Sang Prabu Jungkung Mardeya/ sabalane

wus sirnanting//

9. Sakantunipun kang lampus/ sinapu sanjata angin/ mring satriya Dananjaya/ tan

wontên kantun satunggil/ dadya rama padukendra/ kenging ing sayêmbarèki//

10. Janjinipun sang aprabu/ marang Rahadèn Prêmadi/ sintên kang sagêd

nyirnakna/ ning mungsuh ginanjar putri/ ingkang kinarya bang-êbang/ pan

inggih paduka gusti//

11. Ing wau pan sampun dhawuh/ sang prabu ing pancaniti/ benjang ari Soma

ngarsa/ ing panggih paduka gusti/ lan satriya Dananjaya/ sang rêtna duk

amiyarsi//

12. Mèsêm sarwi ngandika rum/ gumampang jêng rama aji/ ingsun kinarya

ganjaran/ mring wong ika tan tinari/ apa ta dumèh wak ingwang/ wus nunggal

samadya sasi//

Page 166: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

201

13. Nèng Madukara gêguru/ pangawasaning jêmparing/ masa ta nora uwisa/

nunggal budi golong pikir/ mangkana panggalihira/ marma tan nganggo tinari//

14. […137] baya badhêdhêg sagunung/ atine kang mênang jurit/ wus pasthi tampa

ganjaran/ dhasare wus wanuh nguni/ yêkti yèn ora bêbakal/ kukur jinawil

sumrinthil//

15. Babo aja gupuh-gupuh/ amondhong Wara Srikandhi/ samêngko mênèk tan kêlar/

pamanggile ing akrami/ putrine natèng Cêmpala/ ayu prawirèng ajurit//

16. Lah ta dene rama prabu/ girisan têmên ing galih/ ukur mungsuh ratu sabrang/

dadaknya nyambat ing jurit/ yèn ing nguni ngandikaa/ ingsun kewala nguwisi//

17. Sadina sirna kang mungsuh/ ngandika dèrèng dumugi/ kasaru ing rawuhira/

ingkang ibu pramèswari/ gupuh mêthak sang lir rêtna/ tundhuk ing ngarsa wot

sari//

18. Rinangkul lungayanipun/ wusnya tata lênggah sami/ munggèng soring

nagapuspa/ kang ibu ngandika aris/ babo nini putraningwang/ lakuningsun pan

tinuding//

19. Mring ramanira sang prabu/ kinén maringi udani/ yèn mungsuh sabrang wus

sirna/ sabalane tumpês tapis/ rakanira Madukara/ iya kang marwasèng jurit//

20. Wus[…138] daya punaginipun/ ramanira sri bupati/ sira nini kang kinarya/

ganjarane ing ajurit/ mring rakanira ki Parta/ mau anèng pancaniti//

21. Ramanira pan wus dhawuh/ mring Sang Prabu Arimurti/ besuk ari Soma ngarsa/

karsane ginawe pasthi/ iya nini dhaupira/ kalawan rakanirèki//

22. Timbalane wong tuwamu/ sira ywa nèng taman sari/ kurang pira soma ngarsa/

bêcik rinêksa nèng puri/ ila-ilane wong kuna/ sang rêtna matur wot sari//

23. Dhuh ibu paduka matur/ ing jêng rama sri bupati/ karsane ingkang punika/

kawula tur pati urip/ nuwun dukane jêng rama/ dèrèng arsa nambut krami//

24. Sawêg kasêngsêm tyas ulun/ kaprawiraning ajurit/ kang ibu duk amiyarsa/ kang

putra rinangkul aglis/ dhuh ta nini kaya paran/ mangkono aturirèki//

25. Mendah ramanta sang prabu/ sungkawanira ing galih/ ratu iku nora kêna/ cidra

sasamaning aji/ dene wus kêna janjinya/ mring Sang Prabu Arimurti//

Page 167: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

202

26. Ing satêmah nora wurung/ mindho papa dadi jurit/ ala mungsuh ratu sabrang/

dene […139] mungsuhira nini/ iya lan nata pandhawa/ apa kang kinarya wani//

27. Sang rêtna nêmbah umatur/ yèn kêdah misesèng jurit/ satriya ing Madukara/

kawula ingkang ngêmbari/ sagêndhingirèng ayuda/ ewa dene jêng ramaji//

28. Kapidêrêng galihipun/ ibu dènyarsa angambil/ mantu mring wong Madukara/

saking janjine wus kêni/ mring Sang Prabu Padmanaba/ inggih kawula lampahi//

29. Ananging paduka matur/ ibu mring kangjêng ramaji/ apan ing nguni kawula/

inggih gadhah pasang giri/ botên arsa nambut krama/ yèn tan antuk satriya di//

30. Kang sagêd dhatêngi ibu/ hamba nuwun apêpanggil/ lamun akrama tampiya/

tiba sampir wanodya di/ ingkang wasis ananjata/ bangkitipun kang ngungkuli//

31. Lan pamanah kula ibu/ lamun tan sagêd dhatêngi/ panuwun kula punika/ nadyan

praptèng nini-nini/ yêkti wadat tanpa krama/ dipundhawuhna tumuli//

32. Dhatêng kang binadhe mantu/ yèn botên sagêd dhatêngi/ sampun yèn mênggah

ginarwa/ wanuh kewala tan sudi/ wasis ndadosna mêngsah/ ing prang

pundi[…140] gone panggih//

33. Upami jêng rama prabu/ dukanipun mrih nêkani/ paripêksa mring kawula/

pintên sakite wong mati/ kang ibu langkung sungkawa/ miyarsa aturing siwi//

34. Ngandika sarwi angrangkul/ lah ta kaya para nini/ mring ramanira sang nata/

iya sun aturkên nini/ yèn mangkana ing tyasira/ nulya kondur pramèswari//

35. Sapraptanirèng kadhatun/ ing ngarsa sri narapati/ matur solahe dinuta/ miwiti

malah mêkasi/ dènya dhawuh mring kang putri/ miwah wangsulanirèki//

36. Kang putra panuwunipun/ sadaya wus katur sami/ sang prabu duk amiyarsa/

anglênggêr tan bisa angling/ cipta sru duka ing putra/ mèh têdhak angorewèni//

XXVII. SINOM

1. Kasaru ing praptanira/ sang aprabu Arimurti/ lan Radèn Drêsthajumêna/ gupuh

dènya ngacarani/ wus tata lênggah sami/ sri Drupada ngandika rum/ kaparêng

putraningwang/ lumêbêt sajroning puri/ yèn sampuna rawuh kawula utusan//

2. Inggih ngaturi paduka/ saking sungkawaning galih/ dene ta ari paduka/ pun

Srikandhi ing[…141] samangkin/ karya beka sayêkti/ ibunta kang kula tudhuh/

Page 168: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

203

dhawuhi dhatêng taman/ mring arinta pun Srikandhi/ lamun mêngsah ing

sabrang mangke wus sirna//

3. Ing prang dening pun Arjuna/ sawadyane tumpês tapis/ pun Srikandhi ulun

karya/ ganjaran ungguling jurit/ kula panggihkên nuli/ inggih lawan

kadangipun/ benjang ing Soma ngarsa/ mopo tan purun nglampahi/ pamopone

arinta gadhah panêdya//

4. Marma dahat tyas kawula/ sungkawa wor muring-muring/ kadi wus kola-

koluwa/ mring arinta pun Srikandhi/ de mawi pasanggiri/ sadaya sampun

tinutur/ mring prabu Padmanaba/ panuwunira sang putri/ mung punika masgule

manah kawula//

5. Dhaupe lan pun Arjuna/ mawi gadhahi punagi/ kang dados panêdhanira/ botên

kaprah ing sabumi/ lan kono pramèswari/ aturna marang putramu/ kabèh-kabèh

kang dadya/ panuwune si Srikandhi/ aturêna aja na kang kakurangan//

6. Pramèswari aturira/ mring Sang Prabu Arimurti/ dènya dhawuh mring kang

putra/ miwah wangsul-[…142] lan nirèki/ panuwune sang putri/ sadaya pan

sampun katur/ pêpanggiling akrami/ tampiya patiba sampir/ wanodya di kang

wignya ulah sanjata//

7. Awase kang ngasorêna/ pun Srikandhi yèn Jêmparing/ lamun botên

kadhatêngan/ inggih botên nêdya krami/ Sang Prabu Arimurti/ gumujêng alon

umatur/ paman sampun dêduka/ mring putranta pun Srikandhi/ pinaksaa punika

masa kenginga//

8. Panêdhanipun wus dadya/ pasanggirining pawèstri/ lamun botên kadhatêngan/

yêkti dèn pilaur mami/ dhasar nêdya ngayoni/ inggih dhatêng gurunipun/

putranta pun Arjuna/ prayogi tuwan dhawuhi/ sri narendra Cêmpala alon

ngandika//

9. Anak prabu tyas kawula/ sampun bodho tanpa budi/ sumanggèng karsa kewala/

rayi tuwan pun Srikandhi/ Sang Prabu Arimurti/ nolih sarwi ngandika rum/ yayi

Drêsthajumêna/ pan sira kang ingsun tuding/ dhawuhana kakangira si Arjuna//

10. Kabèh sapanjalukira/ bakyumu dhawuhna sami/ mring rakanira[…143] ing

kana/ lamun bisa anêkani/ yêkti yèn sida rabi/ yèn tan bisa yêkti wurung/ Radèn

Page 169: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

204

Drêsthajumêna/ sandika tur sêmbah mijil/ praptèng jawi lampahe lajêng

kewala//

11. Mung lan Panakawan sapta/ wau ta ingkang winarni/ satriya ing Madukara/

anèng pakuwonirèki/ lagya karya jêmparing/ Rarasati munggèng ngayun/ sarwi

ngrêmpêlas gandar/ radèn ingkang angêlari/ Dananjaya alon dènira ngandika//

12. Rarasati bêcik sira/ iya muliha dhingini/ maring nagara Ngamarta/ mangkata

ing benjing-enjing/ lakunira sun tuding/ matura mring biyang kulub/ lamun putri

Cêmpala/ karsane sri narapati/ pan ing mêngko pinaringakên maring wang//

13. Besok ari Soma ngarsa/ ingsun mopo nora kêni/ rèhning putri wus kinarya/

sayêmbaraning ajurit/ gustimu konên pamit/ iya ing jêng kakang prabu/ mulih

mring Madukara/ ngrêsiki wismanirèki/ lan nampani praptane putri Cêmpala//

14. Paturone dèn prênahna/ yèn lêga gustinirè-[…144]ki/ iya ning kamar kang

wetan/ Rarasati maleroki/ sarwi mèncêp tur nèki/ dhuh lae mambu wong luput/

mbok sampun samudana/ karya ewuh kang miyarsi/ sajatine pan inggih galih

paduka//

15. Lamun kawula maksiha/ anèng Cêmpala nagari/ panggihe pangantèn benjang/

mbok manawi makèwêdi/ akarya sanggarunggi/ mring pangantèn manahipun/

suwawi supatanan/ yèn botên kadya tur mami/ gusti sang dyah malah kula

gêgasaha//

16. Kondur asile punapa/ mindhak anyênyakit ati/ Dananjaya duk miyarsa/

gumujêng sarwi anjiwit/ lambene Rarasati/ gya tinampèl astanipun/ aja

mangkono sira/ bok dèn wêlas marang mami/ masa dadak ngalahna kang wus

sêsuta//

17. Mung lawan sira kewala/ ing tyas ingsun wus sayêkti/ nora bisa angalahna/

mulane sira dèn bangkit/ ing esuk amaripih/ mring atine biyang kulup/ yèn

kongsi bisa ilang/ muring-muringe mring mami/ sayêkti-[…145]ne gêdhe

ganjaran manira//

18. Sesuk-esuk si Sucitra/ sun kon ngiringkên pribadi/ iya marang lakunira/ lan

prajurit kang sapalih/ eca imbalan angling/ kasaru ing praptanipun/ Radén

Drêsthajumêna/ Dananjaya ngacarani/ lah ing kene yayi banjura kewala//

Page 170: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

205

19. Rahadèn Drêsthajumêna/ majêng sarwi awotsari/ Rarasati mingsêr sigra/ nèng

wuri rada kapering/ maksih dènira ngampil/ dêdêr rêmpêlasan wau/

Drêsthajumêna mulad/ mring raka umatur aris/ dhuh kakang mas têmbe kawula

tumingal//

20. Sintên ing wingking paduka/ ingkang ngrêmpêlas jêmparing/ satriya

Andananjaya/ nolèh sarwi ngandika ris/ iku bocah ngong yayi/ palihane

bakayumu/ sinungakên maringwang/ sun karya garwa paminggir/ nêmbah matur

Rahadèn Drêsthajumêna//

21. Kakangmas lampah kawula/ dinuta kangjêng ramaji/ mring raka Sri

Padmanaba/ ing ngutus paring udani/ mring paduka manawi/ panggih tuwan

dèrèng tamtu/ lan kang bok Soma ngarsa/ wontên pakèwêt nusuli/ rayi tuwan ka-

[…146]kang bok akarya beka//

22. Mawi gadhahi panêdha/ pasanggirining akrami/ panuwune mring paduka/

tampiya pa tiba sampir/ wanodya kang linuwih/ awase pamanahipun/ kang

sagêd ngasorêna/ kakang bok yèn anjêmparing/ panuwune kakang bok amung

punika//

23. Kang wus kinarya ubaya/ yèn kangmas sagêd dhatêngi/ sampun mênggah kang

ginarwa/ padmi sanadyan paminggir/ marêkan anglampahi/ kakang bok

pratignyanipun/ kangmas lamun paduka/ botên sagêd andhatêngi/ praptèng nini-

nini wadat tanpa karma//

24. Dhuh kangmas manah kawula/ mring kang bok sèwu anggêni/ dene kumingsun

kalintang/ nuntên upadosna tandhing/ yèn kasor kang bok benjing/ sayêkti

kawula kaul/ sang Parta duk miyarsa/ Drêsthajumêna tur nèki/ langkung kagyat

anglênggêr sajroning driya//

25. Nanging sinambut ing netya/ gumujêng dènya nauri/ yayi mas aja gumampang/

mring rakanira sang putri/ awase yèn jêmparing/ sipat katon ora luput/

[…147]walikên tri buwana/ yèn padha samining putri/ nora ana kang nimbangi

sang lir rêtna//

26. Lah ta wis yayi matura/ iya mring sang prabu kalih/ ingsun wus nora kaduga/

iya yayi anêkani/ pamundhute sang putri/ ing tyas ingsun wus amupus/ yèn wus

Page 171: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

206

karsaning dewa/ durung jinêdha lan mami/ Radèn Drêsthajumêna matur

mangrêpa//

27. Dhuh kangmas sèwu dupara/ paduka botên kadugi/ masa dadaka kewrana/

inggih ngupadoskên tandhing/ ingkang sagêd jêmparing/ kakang bok sintên kang

muruk/ inggih saking paduka/ Dananjaya ngandika ris/ ingsun yayi ingkang

muruk wus kasoran//

28. Rarasati duk miyarsa/ ing ngarsa gunêmirèki/ aturing Drêsthajumêna/

pamundhutira sang putri/ sang Parta tan nyagahi/ nulya jawil saking pungkur/

bêbisik aturira/ pangeran tuwan sagahi/ pamundhute sang raja putri Cêmpala//

29. Kawula kang ngladosana/ sagêndhingipun jêmparing/ ature tan piniyarsa/

nanging nikèn Rarasati/ sinikut-sikut maksih/ jawil matur saking pungkur/

[…148] dènya ken nyagahana/ Dananjaya rêngu nolih/ Radèn Drêsthajumêna

tyase grahita//

30. Tumingal marang kang raka/ gung jinawil saking wuri/ sinikut maksih kewala/

Rarasati dènya jawil/ dadya umatur aris/ kangmas paran karsanipun/ dene èsmu

dêduka/ mring kang jawil saking wuri/ punapa kang dados brangtane aturna//

XXVIII. ASMARADANA

1. Dananjaya ngandika ris/ sun srêngên ing bocahira/ cangkême angomèl bae/

nora atut piniyarsa/ ature wong angomyang/ lah wus kondur ariningsun/ aturna

mau turingwang//

2. Wus nora bisa nêkani/ wau dyan Drêsthajumêna/ maksih kèndêl ngawasake/

Rarasati solahira/ rinêngu mring kang raka/ maksa jawil saking pungkur/

sangsaya sru aturira/

3. Sang Parta èbêk ing galih/ nolih wuri asru nyêntak/ kèn Rarasati ambêkis/ yèn

pangeran botên sagah/ kula sakêthi merang/ darbe gusti mantuk ngunthul/

mêmirang angur[…149] matiya//

Page 172: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

207

4. Luhung paduka ing nguni/ sampun ambêkta kawula/ kondur ngunthul sakarsane/

wau dyan Drêsthajumêna/ miyarsa langkung suka/ mring raka sru aturipun/

dhuh kangmas dene punika//

5. Tan mawi ngupados têbih/ bakayu wingking punika/ pan sampun nyagahi dhewe/

têka dadak dinukanan/ Dananjaya ngandika/ yayi aja sira rungu/ ing ngature

bocahira//

6. Saguhe wong andalêming/ gêpok gandhewa kewala/ durung tau sajêg-jêge/ têka

saguh ngayonana/ pamanahe sang rêtna/ dhêstun tan wruh ngawakipun/

mundhak mamirang kewala//

7. Lah ta wus kondura yayi/ Rarasati wus miyarsa/ tan kêna ingampah tyase/ sigra

majêng dènya lénggah/ nèng keringe sang Parta/ dhuh radèn paduka matur/ ing

ramanta sri narendra//

8. Yèn kawula kang nyagahi/ pamundhutipun sang rêtna/ angladosi sakarsane/

ngabên awasan sanjata/ Radèn Drêsthajumêna/ miyarsa suka kalangkung/ sarwi

kêplok saurira//

9. Ing-[…150]gih bakyu inggih-inggih/ kula kang matur jêng rama/ lamun bakyu

saguh dhewe/ kakangmas ingkang anakal/ wong saguh dinukanan/ radèn tur

sêmbah gya mundur/ saking ngarsane kang raka//

10. Latah sarwi asêsirig/ satriya Andananjaya/ muwuh asru pangêndhêge/ hèh ta

yayi aja-aja/ ature bocahira/ gongsiya katur sang prabu/ masa dadak sayêktiya//

11. Ingkang pasthi atur mami/ aturêna sri Narendra/ pan wus nora sagah sagoh/ iya

yèn anêkanana/ pamundhute sang rêtna/ Drêsthajumêna gumuyu/ sadasa

kangmas paduka//

12. Inggih botên anyagahi/ jêr bakyu ingkang asagah/ yêkti kula aturake/ wus lajéng

Drêsthajumêna/ ingandhêg datan kêna/ Dananjaya kari jêtung/ dhêlêg-dhêlêg

tan ngandika//

13. Ebêk ing tyas muring-muring/ muring-muringira marang/ Rarasati cinawowo/

sarwi ingagakan asta/ dhuh sirèki wong apa/ cangkêmu lêbang calêbung/ matur

mring putra Cêmpala//

Page 173: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

208

14. Têka dadak anyaguhi/ pamundhut-[…151]e sang lir rêtna/ apa kang

kosaguhake/ kapan gonmu amêmanah/ lah ing mêngko kaya pa/ pasthi ika mau

matur/ iya amarang sri Narendra//

15. Lamun sira wus nyaguhi/ dhuh-adhuh iki wong apa/ têka mangkono cangkême/

Rarasati matur nêmbah/ pun pa kang dèn ucapa/ sagah kang sampun katrucut/

paran nggène wangsulana//

16. Kajawi dipunayoni/ inggih kantênanne bênjang/ yèn sampun sami kalakon/

kawula ingabên lesan/ lawan putri Cêmpala/ kantênan sor unggulipun/ sang

Parta atêbah jaja//

17. Dhuh kabanjur si wong iki/ baya kasurupan apa/ dene kumini kumênès/ sêdya

wani ngayonana/ lawan putri Cêmpala/ awase pamanahipun/ wong kudu

bêbarang wirang//

18. Kapan nggonmu anjêmparing/ nggêpok gandhewa kewala/ durung tau saêjêge/

mangka putri ing Cêmpala/ nguni lamun mêmanah/ kang kinarya lesan rambut/

anggêr wruh prênahe kêna//

19. Mi-[…152]wah manah dhoging pêking/ sipat katon bae kêna/ nora luput

pangarahe/ samêngko pasthi sangsaya/ wuwuh awas wasisnya/ sanadyan ingsun

kang muruk/ rumasa yèn wus kasoran//

20. Têkarsa sira ayoni/ dêstun si wong tanpa ngrasa/ dhêmên gawe wiranging

ngong/ Rarasati aturira/ inggih yêktos kawula/ dèrèng nate asinau/ ananging

manah kawula//

21. Kadi-kadi yèn kadugi/ ulah sanjata mung kadya/ putri ing Cémpala bae/

Dananjaya sru anyêntak41

/ pintêrmu saka ngapa/ yèn nora lawan winuruk/

Rarasati aturira//

22. Inggih dèrèng anglampahi/ winulang nanging kawula/ asring ngintip sayêktine/

nggèn tuwan mulang nyanjata/ dhatêng putri Cêmpala/ wontên ing taman

rumuhun/ manah kawula kaduga//

41

*B: terjadi lacuna suku kata, pada naskah A tertulis “nyêntak”.

Page 174: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

209

23. Rakite dènya jêmparing/ panyêpêngirèng gandhewa/ miwah ta ing pamawase/

kaduga lamun nelada/ mring rakite kang mulang/ Dananjaya sigra mundhut/

jêmparing lawan […153] gandhewa//

24. Sun dêlênge si kumini/ tandange dènya amanah/ dene lipat kumênèse/ lah iya iki

gandhewa/ lawan panah manaha/ arahên wit randhu iku/ samana apa ta kêna//

25. Mèsêm nikèn Rarasati/ denya nampèni gandhewa/ sarta lawan jêmparinge/

kêndhênge sampun pinasang/ ngewahi lungguhira/ rêspati pangêmbatipun/

gandhewa mawas sanjata//

26. Mèh lumêpas kang jêmparing/ cinandhak gandhewanira/ sang Parta lon

andikane/ dhuh dene parigêl sira/ pacak tandang-tanduknya/ kaya wong wus

olah wuruk/ pangêmbatirèng gandhewa//

27. Miwah pamawasirèki/ wus nyamlêng mung lungguhira/ rada kêmiringên bae/

lawan kamanglungên jangga/ yèku pangincêngira/ rada mambu pacak kakung/

dudu pacaking wanodya//

28. Ya bênêr nora ngowani/ lakune jêmparingira/ nanging saru sawanganne/

pawèstri lamun mêmanah/ nganggo pacaking priya/ lah tirunên ingsun wuruk/

kang nyamlêng pacak wanodya//

29. Mundhut […154] lesan dhoging pêking/ terong gêlathik kalawan/ rema

kinêncang ing gone/ pan anèng têngah jinangka/ sinami longkangira/ terong

lawan dhoging manuk/ sang parta ngêmbat gandhewa//

30. Mawas sanjata sarya ngling/ lah ta iki tingalana/ pamawas ingsun rakite/ kang

nyamlêng pacak wanodya/ dudu pacaking priya/ awasna ingkang katiru/ wus

lumêpas kang sanjata//

31. Terong gêlathik kang pinrih/ têngah bênêr ingkang kêna/ maksih tumancêp

panahe/ nulya maksih ananjata/ dhoging kukila kêna/ bolong têngah panah laju/

dhog katon wutuh kewala//

32. Nulya rema jinêmparing/ kêna têngah bênêr sigar/ maksih kêkanthil panahe/

Dananjaya angandika/ mara sira manaha/ tirunên pacakku mau/ sarwi ngusapi

sri nata//

Page 175: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

210

XXIX. SINOM

1. Iku putri ing Cêmpala/ durung kongsi ngong wuruki/ manah rambut mamrih

sigar/ panahe maksih kêkanthil/ lan manah êndhog pêking/ […155] bolong

têngah panah laju/ nora rêmuk sinawang/ lan manah terong gêlathik/

jêmparinge maksih tumancêb kewala//

2. Kang wus sun wurukên marang/ putri ing Cêmpala wuni/ bisane mung manah

rema/ pêdhot nora bisa kanthil/ yèn manah êndhog pêking/ mêsthi kêna nanging

rêmuk/ mrih bolong durung bisa/ yèn manah terong gêlathik/ kêna sigar mrih

tumancêp wurung bisa//

3. Nora kudu sira bisa/ manah rambut mamrih kanthil/ bisa apapak kewala/

kalawan sang raja putri/ wus narima tyas mami/ dadi ana sasabipun/ goning sun

wurung krama/ duwe ya kêlik sathithik/ mung sêlare bae kang dèn adu lesan//

4. Manah kalawan sang rêtna/ bisa pun dènya jêmparing/ lah mara sira manahe/

sun awasne saking wuri/ Rarasati nampèni/ langkap lan jêmparingipun/ lajêng

ngêmbat gandhewa/ nyamlêng pacaking pawèstri/ dangu mawas cinandhak

gandhewanira//

5. Mangko manênga sadhela/ rada kasupèn sathithik/ iku[…156] ing pamawasira/

yêktine bakal ngowani/ mara mawasa maning/ yèn wus awor bedhoripun/ lan

lesan nuli culna/ sigra nikèn Rarasati/ ngêmbat langkap wus awor pamawasira//

6. Bedhore kalawan lesan/ lumêpas ingkang jêmparing/ lesan rambut kang dèn

angkah/ kêna sigar panah maksih/ nèng rema kanthil-kanthil/ Rarasati gya

rinangkul/ ingaras asru nyêngkah/ dhuh priyayi apa iki/ têka dadak angregoni

wong mamanah//

7. Kula dugèkne punika/ lesan ingkang kantun kalih/ bok mênawi mangke lêpat/

Dananjaya ngandika ris/ dhuh wode ing tyas mami/ apuranira sun pundhut/

goningsun adêduka/ kèh akèh marang sirèki/ iya sapa wonge ingkang duwe

nyana//

8. Dede dadakan kewala/ iya goningsun muruki/ mung dulu sadhela bisa/

angungkuli kang wus lami/ gonira anjêmparing/ nuli bisa manah rambut/

Page 176: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

211

mendah ka-[…157]ul ngong benjang/ yèn kalakonna sirèki/ kongsi bisa

angrabèkakên maringwang//

9. Ingsun kêmbong pitung dina/ anèng sajroning jinêmrik/ dèn kongsi nêlaskên

karsa/ Rarasati maleroki/ nora kudu wak mami/ ginanjar mangkono iku/ namung

sok kalakonna/ sarirane sida krami/ ingkang dados panase manah kawula//

10. Mendah dene yèn ajaa/ jaba jêrone wus kêni/ têka dadak alêlewa/ nganggo duwe

pasanggiri/ majana ngêngilani/ iya marang kang amuruk/ satriya Dananjaya/

gumujêng ngandika aris/ lah ta mara tutukna pamanahira//

11. Ingkang lesan karo ika/ Rarasati nêmbah nuli/ ngêmbat gandhewa winawas/

lumêpas ingkang jêmparing/ doging kukila pêking/ kêna bolong nora rêmuk/

nulya malih sanjata/ kêna kang terong gêlathik/ têngah bênêr têrus maksih

jêmparingnya//

12. Tumancêp satêngah gandar/ gya pinondhong sa-[…158]king wuri/ angayang-

ayang pinêksa/ pangeran mangke rumiyin/ bok dèn sarèh ing galih/ kirang

pintên Soma ngayun/ panggih lawan paduka/ Kusuma Wara Srikandhi/

kawularsa dugèkkên lesan42

sanjata//

13. Satriya Andananjaya/ ngaras sarwi andika ris/ lah masa kuranga dina/ sesuk

manèh iya bêcik/ sun ngêping kaul dhingin/ binêkta marang jinêmrum/ nahênta

ingkang lagya/ angêla-êla mring dasih/ kawuwusa Rahadèn Drêsthajumêna//

14. Wus prapta sajroning pura/ ngarsane sang prabu kalih/ sri maha narendra

Krêsna/ apan ta maksih ngêntosi/ praptanira kang rayi/ rahadèn nêmbah

umatur/ sasolahnya dinuta/ miwiti manah mêkasi/ dènya dhawuh mring kang

raka Madukara//

15. Katur ing pamoponira/ sadaya wus katur sami/ wande krama wus tinêmbah/

wasana ingkang nyagahi/ garwanipun paminggir/ dinukanan maksa maju/ sagah

samangsa-mangsa/ mring kakang bok angêmbari/ […159] sami ngabên

pangawasaning sanjata//

16. Gumujêng narendra Krêsna/ mring kang paman matur aris/ paman aji putra

tuwan/ sae nuntên dèn dhawuhi/ yèn sampun sanggupi/ kang dados

42

Interpolasi huruf “sandhangan taling” dan “pasangan la”

Page 177: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

212

panuwunipun/ matur natèng Cêmpala/ pun bapa wus pasrah yêkti/ Pan

sumangga ing anak prabu kewala//

17. Inggih ingkang andhawuhna/ sang Padmanaba lingnya ris/ hèh yayi

Drêsthajumêna/ banjura mring taman sari/ iya sira sun tuding/ dhawuhana

bakayumu/ yèn ing mêngko kang dadya/ panjaluke dèn saguhi/ iya marang

kakangira Madukara//

18. Sêlire ingkang kinarya/ sasrahan pa tiba sampir/ iya marang bakyunira/

sagêndhinge dèn ladèni/ ngêndi gone nglêkasi/ apa anèng taman santun/ lah iya

besuk apa/ dènira lesan jêmparing/ ing samangsa-mangsa kene wus samêkta//

19. Radèn tur sêmbah gya matur/ lajêng maring taman sari/ wau ta ingkang

winarna/ […160] Kusuma Wara Srikandhi/ gya sinipèng cèthi/ lênggah soring

naga santun/ êmban iya nèng ngarsa/ sang rêtna ngandika aris/ hèh ta biyang

kaya pa panduganira//

20. Priyayi ing Madukara/ apa bisa anêkani/ kang dadi panjalukingwang/ pa tiba

sampir pawèstri/ kang wignya anjêmparing/ ngasorna pamanahipun/ bok êmban

matur nêmbah/ kados botên sagêd gusti/ lah ing pundi inggih gènipun ngupaya//

21. Èstri kadi sang lir rêtna/ wignyanipun anjêmparing/ wikan yèn ing Endraloka/

yèn mênggah samining putri/ ingkang kasonggèng bumi/ masa wontêna pukulun/

jêmparing lesan rêma/ ukur wruh prênahe kêni/ sang kusuma mèsêm aris

angandika//

22. Hèh biyang aywa gumampang/ nora kêna dèn kilani/ priyaining Madukara/

garwane putri linuwih/ lan sêlire kêkalih/ bok mênawa wus winuruk/ iya marang

kang lanang/ pangawasaning jêmpa-[…161]ring/ nanging iya sanadyan wus

sawinulang//

23. Lagya lawase sawarsa/ sanadyan wisa rong warsi/ ingsun mung samadya

candra/ biyang rasane tyas mami/ kaduga angungkuli/ marang ingkang wus rong

taun/ malah-malah tyasingwang/ wis kaduga angayoni/ mring kang muruk

pangawasaning sanjata//

24. Dèrèng dugi angandika/ kagyat praptane kang rayi/ ingawe majêng mring

ngarsa/ sang dyah angandika aris/ yayi apa tinuding/ dene sun dulu agupuh/

Page 178: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

213

kang rayi matur nêmbah/ inggih kakang bok tinuding/ ing ramaji myang raka sri

Padmanaba//

25. Kinèn dhawuhi paduka/ panuwun tuwan samangkin/ kakang mas ing Madukara/

inggih sampun anyagahi/ sêlire kang kinardi/ pa tiba sampir pukulun/ punika

ingkang sagah/ ingabên lesan jêmparing/ angayoni kang bok sagêndhing

paduka//

26. Pangawasaning sanjata/ nama nikèn Rarasati/ warnanipun yu utama/ lan

paduka mèh sairip/ panthêlênge madosi/ […162]wau kasagahanipun/

gênthilênge sêmbada/ pantês wignya anjêmparing/ dhuh kakang bok yèn parêng

atur kawula//

27. Bok inggih krama pasajan/ sampun mawi kêdhah-kêdhih/ inggih asile punapa/

yèn kawon ngisin-isini/ sagêd tuwan jêmparing/ inggih kakangmasmu ika/ ngrika

masa wandeya/ wus dèn ulig rina wêngi/ marma gadhah kandhuk tan manah

kaduga//

28. Sang rêtna rêngu ngandika/ lah ta wis aja cariwis/ pan wus dadi karêpingwang/

paran gene ambalèni/ yèku si Rarasati/ nadyan bisa manah lêmut/ ingusun masa

ulapa/ kang rayi umatur aris/ yèn saèstu mawi pocung ing43

ngakrama//

XXX. POCUNG

1. Kang bok nuwun ing pundi kambênganipun/ lan benjang punapa/ murwani lesan

jêmparing/ sang rêtna ngling iya nèng taman kewala//

2. Bangsalipun cilik taman kulon iku/ bakal gone kana/ lan kene sêdhêng doh nèki/

tarubana lan wangun-[…163]nên têtuwuhan//

3. Gustinipun sayêktine ika mèlu/ kêkinthil mring taman/ sêlire kang dèn botohi/

sun wangêni bature ingkang binêkta//

4. Patang puluh aja luwih saking iku/ ingsun gawe padha/ lan kèhe parêkan mami/

iya patangpuluh kalêbu ni êmban//

5. Bangsal agung kana taman ingkang kidul/ iya tarubana/ palênggahane ramaji/

lawan sira sang aprabu Padmanaba//

43

*B: terjadi salah tulis, kata pada naskah A adalah “king”

Page 179: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

214

6. Santanèku nunggala kana gonipun/ pêrak gone lesan/ waspada dènya ningali/

têngah-têngah lan kene myang kulon kana//

7. Pasang tarub rêngganên kang sarwa patut/ singa kang amanah/ maju mring

bangsal gonèki/ dènya lêkas têtandhingan manah lesan//

8. Iya besuk Buda Cêmêngan puniku/ sêdhêng purnamanya/ lêboking si Rarasati/

ingsun jake lêkas manah ingkang enjang//

9. Lan sirèku matura jêng rama prabu/ yèn wus padha lesan/ ingsun lan si

Rarasati/ bêcik ngang-[…164]go gamelan sarta lan surak//

10. Bangsalipun ing kana lawan goningsun/ bêcik nganggo padha/ mangku gamêlan

pribadi/ tinon ngakèh nora kêmba piniyarsa//

11. Lamun antuk Rarasati panahipun/ ya bature kana/ dèn rame surakirèki/

patangpuluh kabèh aloka yèn kêna//

12. Lamun luput ing kana pamanahipun/ nora tibèng lesan/ ing kene ingkang

nyuraki/ bocah ingsun parêkan êmbanan ika//

13. Patangpuluh kabèh ngêlokna yèn luput/ kene ya tan beda/ yèn luput pamanah

mami/ ya bature kana ingkang anyuraka//

14. Patangpuluh kabèh ngêlokna yèn luput/ yèn tumibèng lesan/ sakèhe parêkan

mami/ ingkang surak patangpuluh alokêna//

15. Aturipun kang rayi sarwi gumuyu/ kang bok sayêktosan/ karsa paduka puniki/

tandhing lesan jêmparing mawi gamêl-[…165]lan//

16. Sartanipun surak lir wong ngabên sawung/ culipun kambêngan/ kakang bok dèn

ngati-ati/ misah tuwan sawung sampun lig-uligan//

17. Sawungipun wêton mrapi simpên ampuh/ kang bok kula sawang/ sêmune pun

Rarasati/ kadi-kadi katètèsan trah kusuma//

18. Kula dulu dede alit wijilipun/ sang rêtna ngandika/ iya karuhane benjing/

gêgitike yèn wis mêtu ing kalangan//

19. Panyuwunku44

yayi aturna sadarum/ aja kakurangan/ pangrêngganing taman

sari/ dèn samêkta poma yayi aturingwang/

44

Khusus untuk tembang Pocung pada setiap empat suku kata dberi tanda koma atau “padalingsa”,

akan tetapi terkadang juga tidak.

Page 180: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

215

20. Awot santun kang rayi wus amit mundur/ saking patamanan/ wangsul manjing

jroning puri/ praptèng ngarsanira sang prabu kalihnya//

21. Awot santun mring nata Krêsna turipun/ lampahnya dinuta/ panggih kang raka

sang dèwi/ panuwune wus ingaturakên samya//

22. Duk angrungu Narendra Krêsna gumuyu/ Sang Prabu Drupada/ pangandikanira

aris/ […166] anak prabu paran ing karsa paduka//

23. Nulya prabu Padmanaba ngandikarum/ yayi parentahna/ kabèh-kabèh ingkang

dadi/ panuwune bakayumu dèn samêkta//

24. Sang aprabu Padmanaba pamit sampun/ mêdal masanggrahan/ Drêsthajumêna

tan kari/ prapta jawi lajêng dènya aparentah//

25. Dhawuhipun mring ki patih Candrakètu/ lawan pra dipatya/ ngrêsiki ing taman

sari/ lan amangun angrêngga bangsal têtiga//

26. Tarub-tarub kêmbang têtuwuhanipun/ wau kang winarna/ sang prabu ing

Dwarawati/ sampun dhawuh mring kang rayi Madukara//

27. Karsanipun putri Cêmpala wus tamtu/ ing Buda Cêmêngan/ dènira tandhing

jêmparing/ anèng taman mawi surak lan gamêlan//

28. Wangênipun gawabdi mung patangpuluh/ ingkang badhe surak/ ing benjang

nèng tamansari/ cinarita satriya Andananjaya//

29. Pan amêsu rong dina dènira jungkung/ ing pamulangira/ marang Nikèn

Rarasati/ wus tan owah wignyane dènya nanjata//

30. Lan winuruk pratingkah ing aprang pupuh/ kalamun pinanah/ tan kewran dènira

tangkis/ miwah nyandhak jêmparing lumarap bisa//

31. Myang winuruk ing aji jaya pinunjul/ kabèh wus tinampan/ Rarasati sampun

bangkit/ sapraptane ing ari Buda Cêmêngan//

32. Samêkta wus rêrêngganing taman santun/ kang bangsal têtiga/ panggènanira

jêmparing/ tarub-tarub kinêmbang ing têtuwuhan//

33. Sang aprabu Krêsna ingaturan sampun/ manjing jroning pura/ lajéng têdhak

taman sari/ lênggah munggèng bangsal gêng kang tinaruban//

34. Pandhusunu Rarasati datan kantun/ Radèn Wrêkodara/ Gathotkaca lan Sêtyaki/

amung bêkta kang ngampil-ampil kewala//

Page 181: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

216

35. Tata lungguh nèng bangsal gêng kang tinarub/ sagung pra dipatya/ sadaya wus

dèn timbali/ manjing taman kèri dyan Drêsthajumêna//

36. Pandhusunu lawan Ra-[…168]rasati sampun/ lan saabdinira/ kawandasa

manggèn sami/ anèng bangsal alit kilèn kang rinêngga//

37. Samêkta wus gamelan niyaganipun/ miwah bangsal wetan/ panggènanira sang

putri/ pan pinajang-pajang lungsi ing kaswargan//

38. Sri dinulun kinêmbang-kêmbang kang tarub/ sang putri Cêmpala/ lênggah

munggèng kursi gadhing/ andhêr ngarsa parêkane kawandasa//

39. Lesanipun têtiga pinasang sampun/ êndhog pêking lawan/ rema myang terong

gêlathik/ kadya saban rema ingkang munggèng têngah//

40. Praptanipun dyan Drêsthajumêna matur/ kang bok katimbalan/ ramanta

kangjêng ramaji/ kinèn nuntên anglêkasana nanjata//

41. Dhawuhipun paduka kinèn rumuhun/ yèn sampun paduka/ gantya nikèn

Rarasati/ sang rêtna ngling lah Kanthiya dhawuhana//

XXXI. KINANTHI

1. Kang rayi tur sêmbah mundur/ wangsul ing ngarsa sang aji/ sang[…169] rêtna

nyandhak gandhewa/ têdhak saking kursi gadhing/ rêspati sasolahira/ ajênge

sang raja putri//

2. Munya gêndhing Ladrang Mangu/ wusnya lênggah sang lir Ratih/ munggèng

taratag wangunan/ ginêlaran prang wêdani/ lajêng angêmbat gandhewa/ kaping

tiga dèn kèndêli//

3. Ngewahi pamasangipun/ kêndhêngnya lawan jêmparing/ sarwi ngêluk dêdêrira/

sawunya ingêmbat malih/ lambunge kadya pêpêsa/ bêsus tangkêpe jêmparing//

4. Nanging maksih pacak kakung/ lênggahnya kapara miring/ lawan kamanglungên

jangga/ pamawasirèng jêmparing/ linêpasakên saksana/ dhoging kukila kang

kêni//

5. Kataman sanjata sumyar/ surak sagung para cèthi/ patang puluh alokêna/ wus

mundur sang raja putri/ ladrang Mangu sêsêg niba/ sang dyah lênggah kursi

gadhing//

Page 182: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

217

6. Surak kèndêl gêndhing suwuk/ eram kang samya ningali/ sagunging kang pra

dipatya/ kang munggèng ngarsa narpati/ sajêg dèrèng wontên mulad/ lesan

panah doging[…170] pêking//

7. Saking kadohan kadulu/ nora luput jinêmparing/ pra samya angalêmbana/ mring

gustinira sang putri/ ing wignyanira sang rêtna/ tuhu punjul ing sabumi//

8. Lesan sinalinan sampun/ kang wus rêmuk doging pêking/ bangsal kilèn

dhinawuhan/ gantya majêng anjêmparing/ sang Dananjaya sasmita/ nêmbah

nikèn Rarasati//

9. Têdhak saking dènya lungguh/ gandhewanira cinangking/ sinawung nèng asta

kiwa/ rinangkêp lawan jêmparing/ ajêngnya binarêng lawan/ gêndhing

Gandrung Mangu muni//

10. Sapraptanirèng têtarub/ kèndêl nata silanya ris/ tarub gèn pamanahira/

ginêlaran prawêdani/ lajêng angêmbat gandhewa/ pasajana ing rêspati//

11. Pacak èstri solahipun/ sêrêngnya angrêspatèni/ wus ingêmbat langkapira/

winawas lesanirèki/ wus awor lumêpas sigra/ doging kang kukila kêni//

12. Bolong têngah panah[…171] laju/ saking doh datan kaèksi/ nyana kasèmpèt

kewala/ obah ingkang doging pêking/ tiningalan maksih wêtah/ surak sagung

para cèthi//

13. Patang puluh alok luput/ suka kêplok-kêplok sami/ Rarasati mèsêm ing tyas/

nolih sarwi angêjèpi/ mring lurah Bagong lan Sêmar/ tanggap sarêng surak

anjrit//

14. Garjita wong patangpuluh/ anut ing ki lurah kalih/ sarêng surak alokêna/ kang

wetan suraknya maksih/ arame surak sinurak/ mundur nikèn Rarasati//

15. Sêsêg gêndhing Gandrung Mangu/ wetan kulon surak sami/ alok luput lawan

kêna/ dhinawuhan kèndêl sami45

/ sarêng suwuk kang gamêlan/ nulya prabu

Arimurti//

16. Utusan lesan pinundhut/ prapta katur ing sang aji/ Cêmpala eram tumingal/

bolong ingkang lesan dening/ liwat saking nora majat/ wutuhe lesan

dhog[…172] pêking//

45

#B: Terjadi lacuna huruf, Tidak terdapat “padalingsa”

Page 183: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

218

17. Ingkang pasthi yêkti rêmuk/ dog pêking kênèng jêmparing/ satêmah bolong

kewala/ pra santana pra46

dipati/ sadaya eram tumingal/ muji NIkèn Rarasati//

18. Wasise47

pamanahipun/ tuhu punjul ing sabumi/ sandhinge nambungi sabda/

punggawa ing Dwarawati/ satriya ing Madukara/ yèn bab sawiji jêmparing//

19. Pangira kêna ginayuh/ iya sêsamaning janmi/ wong agung ing Madukara/

jêmparingira pra sami/ duwe grahita lir janma/ banggane sang raja putri//

20. Gurune ingkang amuruk/ têka arsa dèn ayoni/ mundhak amba barang wirang/

kasoran mring Rarasati/ wau dyan Drêsthajumêna/ wus dinuta andhawuhi//

21. Lan ambêkta lesanipun/ praptèng raka matur aris/ kang bok kawula dinuta/ ing

rakanta sri bupati/ myang ramanta narendra/ gèn paduka anjêmparing//

22. Lesan doging pêking su-[…173]myar/ timbalan sri Arimurti/ kang bok kang

kinarya andhap/ inggih mring wus Rarasati/ ing rika dènya nanjata/ lesanipun

wêtah maksih//

23. Nanging têngah bolong têrus/ saking têbih tan katawis/ punika kawula bêkta/

lesane tuwan tinali/ pan amung bolong kewala/ botên rêmuk jinêmparing//

24. Sang rêtna tumingal ngungun/ dahat merang jronging galih/ nanging sinamun

ing netya/ sarwi gumujêng dènnya ngling/ iya yayi wus kasoran/ manah lesan

doging pêking//

25. Ingkang kari loro durung/ manawa bisa nulusi/ lah ta wis sira matura/ kang rayi

mundur wot sari/ sang rêtna nyandhak gandhewa/ munya gêndhing Gonjang-

ganjing//

26. Majêng marang ing têtarub/ kèndêl nata silanya ris/ lajêng amênthang

langkapnya/ lumêpas ingkang jêmparing/ sapa ngarahirakêna/ tugêl kang terong

gêlathik//

27. Kang nginggil maksih gumantung/ kang ngandhap tumibèng siti/ gumêr su-

[…174]raking pawongan/ mundur sang raja pinutri/ munya sêsêg gêndhing

niba/ wusnya lênggah kursi gadhing//

46

#B: Terjadi lacuna kata, pada nakah A tertulis “pra santana dipati” 47

#B: terjadi lacuna suku kata, pada naskah A tertulis “wasis”

Page 184: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

219

28. Surak kèndêl gêndhing suwuk/ kilèn sampun dèn dhawuhi/ gantya majêng

ananjata/ nulya nikèn Rarasati/ majêng anyangking gandhewa/ munya gêndhing

Gambir Sawit//

29. Praptèng têngah ing têtarub/ lênggah nata silanya ris/ lajêng amênthang

gandhewa/ lumêpas ingkang jêmparing/ kras kêndhone winatara/ kang terong

gêlathik kêni//

30. Têngah bênêr bolong têrus/ kèndêl jêmparinge maksi,/ tumancêp satêngah

gandar/ nèng lesan terong gêlathik/ surak wadya Madukara/ mundur Nikèn

Rarasati//

31. Gêndhing sêsêg lajêng suwuk/ dyan Drésthajumêna prapti/ ngarsaning raka

turirira/ kakang bok kasoran malih/ gèn paduka ananjata/ tugêl kang terong

gêlathik//

32. Sapalih maksih gumantung/ kang sapalih tibèng siti/ ing raka dènya nanjata/

bolong jêmparinge mak-[…175]sih/ tumancêp satêngah gandar/ kang bok kasor

kantun wasis//

33. Sang rêtna nandika rêngu/ iya wus narima mami/ goningsun kasoran lesan/ dhog

pêking terong gêlathik/ kari siji pêpungkasan/ lesan rambut ing kawuri//

XXXII. PANGKUR

1. Ing kana wus karampungan/ sor unggule ingsun lan Rarasati/ yèn wus padha

manah rambut/ lah wis sira matura/ mring jêng rama ingkang rayi pamit

mundur/ sang rêtna nyandhak gandhewa/ têdhak saking kursi gadhing//

2. Majêng maring tarub têngah/ sarêng munya kang gêndhing Gandasuli/ lajêng

mênthang langkapipun/pinawas gya lumêpas/ angênèni tugêl ingkang lesan

rambut/ giyak sagunging pawongan/ surake gumuruh atri//

3. Patang puluh alokêna/ mundur saking tarub sang raja putri/ gêndhing sêsêg

lajêng suwuk/ sarêng kèndêl kang surak/ bangsal kilèn apan dhinawuhan

sampun/ Rarasati majêng sigra/ Da-[…176]nanjaya lingira ris//

Page 185: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

220

4. Sapisan iki pungkasan/ sun rewangi ngêdên sing ngati-ati/ kari siji manah

rambut/ kèn Rarasati nêmbah/ nyandhak langkap mudhun saking dènya lungguh/

majêng maring tarub têngah/ gêndhing Calunthang munya sri//

5. Lajêng mênthang langkapira/ wus lumêpas jêmparing angênèni/ sigar ingkang

lesan rambut/ maksih sanjatanira/ kanthil-kanthil anèng lesan datan runtuh/

giyak wadya Madukara/ gumuruh surake atri//

6. Patang puluh alokêna/ mundur saking tarub kèn Rarasati/ gêndhing sêsêg lajêng

suwuk/ Radèn Drêsthajumêna/ sampun prapta ngarsaning raka umatur/ dhuh

kang bok ingkang timbalan/ ramanta kangjêng ramaji//

7. Lan raka sri Padmanaba/ kang bok kandhap awasipun jêmparing/ tugêl ingkang

lesan rambut/ ngrika sigar kewala/ kanthil-kanthil jêmparinge maksih gandhul/

kasor tuwan kaping tiga/ ingkang […177] têtêp kawon wasis//

8. Dhawuhipun jêng ramanta/ kang bok kinèn manjinga jroning puri/ sampun

anèng taman santun/ benjing ing soma ngarsa/ linajêngkên panggih paduka

pukulun/ lan kakangmas Madukara/ janji paduka wus kêni//

9. Botên kenging yèn selaka/ duk miyarsa Rêtna Wara Srikandhi/ ingkang rayi

aturipun/ jêjabang winga-winga/ wus tan kêna sinayutan dukanipun/ ginagas

merang ing driya/ ringas pasuryanira ndik//

10. Ya wus kasor panah ingwang/ nanging maksih ana kari sawiji/ iya ing

punaginingsun/ kang durung kalampahan/ ngadu wulêding kulit tosing bêbalung/

prang tandhing panah pinanah/ yèn nyata si Rarasati//

11. Bisa ngasorkên maringwang/ sakarsaning jêng rama sun takoni/ aja ingkang

Soma ngayun/ nadyan samêngko iya/ pan sandika sakarsane rama Prabu/ kinèn

mawongan marana/ yèn durung karuhan yayi//

12. Luwar-[…178]e pêpanggil ingwang/ aprang tandhing lawan si Rarasati/ kang

adu tosing bêbalung/ yêkti ingsun lênggana/ yèn tinari pêksa lawan rama prabu/

dhawuhkên duka maringwang/ pira larane wong mati//

13. Lah ta wis sira matura/ mring jêng rama mangkono atur mami/ kang rayi

sêdhakêp jêtung/ langkung èmêng tyasira/ amiyarsa kang raka timbalanipun/

dadya matur angrêrêpa/ ragi sêndhu nanging ririh//

Page 186: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

221

14. Dhuh kakang bok kadya paran/ dene mawi pasanggiri nusuli/ janji ngajêng

inggih namung/ manah lesan têtiga/ mangke têka mawi garêndhèl ing pungkur/

nusuli gadhah panêdha/ punagi dolanan pati//

15. Angajak panah pinanah/ ngabên tosing balung wulêding kulit/ dede pabênan

satuhu/ punagining akrama/ ingkang kadi karsa paduka puniku/ angajak panah

pinanah/ singa tiwas angêmasi//

16. Ing ngrika masa sukaa/ kang mas Madu-[…179]kara darbe sêlir/ punapa

ingkang binuru/ upama nurutana/ yèn paduka kasoran sayêkti lampus/ punapa

ngrabèni bathang/ yèn kasor pun Rarasati//

17. Kenging panah yêkti pêjah/ wurung rabi malah sêlire mati/ utawi yèn kongsi48

sampyuh/ têmbung kopar-kapiran/ wus kawêngan sêlir bakal bojo lampus/ dhuh

kakang bok kadang ingwang/ dununge sêmbah ngong yêkti//

18. Apan botên wontên ngadat/ putri adi kang bok cidra ing janji/ tan sae

pinanggihipun/ yèn kang bok anglajêngan/ ing karsane kang kadya punika wau/

kang pasthi botên narima/ kakang mas ing Jodhipati//

19. Lan pun arya Gathotkaca/ watak kukuh rêmêne gêdhag-gêdhig/ wong kinarya

anglêlucu/ yêkti sangêt krodhanya/ dhuh kakang bok wêlasa mring rama ibu/

utawi dhatêng kawula/ sang rêtna ngandika wêngis//

20. […180] Sira iku bocah apa/ wong dikongkon cangkême acariwis/ masa ta

mundura ingsun/ marga ing aturira/ yèn kasuwèn mêngko sun panah matamu/

Rahadèn Drêstajumêna/ myat dukane kang raka jrih//

21. Mundur sarwi garundêlan/ praptèng ngarsanira sang prabu kalih/ ngaturkên

saaturipun/ ingkang raka sang rêtna/ nênggih dènya nusuli panuwunipun/ sri

narendra ing Cêmpala/ miyarsa duka tan sipi//

22. Jêjabang mawinga-winga/ gya rinapu mring prabu Arimurti/ paman aji sampun-

sampun/ krodha duka ing putra/ pun Srikandhi punika ing bekanipun/ sae tinurut

kewala/ yayi Drêsthajumêna glis//

48

*B: lacuna huruf “Cêcêk”, pada naskah A tertulis “kosi”

Page 187: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

222

23. Iya banjura kewala/ panjaluke bakyumu si Srikandhi/ kapriye wangsulanipun/

kakangmu si Janaka/ Radèn Drêsthajumêna tur sêmbah mundur/ bangsal kilèn

sampun prapta/ umatur saha wot sari//

24. Kakang mas kula di-[…181]nuta/ ing rakanta Sang Prabu Arimurti/ dhawuhkên

panuwunipun/ inggih rayi paduka/ kakang bok ing mangke anusuli atur/

jêmparing lesan têtiga/ wus kasor sadaya sami//

25. Kakang bok sampun narimah/ kasorupun nanging kantun satunggil/ nênggih ing

pêpanggilipun/ kang dèrèng kalampahan/ ngabên wulêding kulit tosing

bêbalung/ prang tandhing panah pinanah/ lan bakyune Rarasati//

26. Yèn ngriku sagêd ngasorna/ mring kakang bok sakarsanta nglampahi/ sampun

kang ginarwa tuhu/ dados èndhèl parêkan/ pan sumaos sakarsa tuwan pukulun/

nadyan ari soma ngarsa/ samangke dhatêng nglampahi//

27. Nanging yèn dèrèng kantênan/ kasoripun ing prang tandhing jêmparing/ lan

bakyu kang anèng pungkur/ kakang bok sru lênggana/ dhinaupkên lawan

paduka pukulun/ prasêtya datan akrama/ wadat praptèng nini-nini//

28. […182]Utawi pinaripêksa/ mring jêng rama yêkti lampus ngêmasi/ lah punika

aturipun/ kados pundi paduka/ ing wangsulan tuwan kang pasthi pinundhut/

mring raka Sri Padmanaba/ sagah lan botên nirèki//

29. Satriya Andananjaya/ duk miyarsa gumujêng dènira ngling/ lah wis uwis

ariningsun/ nora kudu akrama/ dudu wadon mangkana pamundhutipun/ prang

tandhing panah pinanah/ uwis-uwis yayi uwis//

30. Mung pamitêna kewala/ mring sang prabu ingsun mêtu saiki/ saking taman sari

banjur/ mulih mring Madukara/ ing saduka-dukane pan ingsun suwun/ lan

aturna sêmbah ingwang/ katura sang prabu kalih//

31. Aran wus karsaning dewa/ ingsun wurung jinodho lan sang putri/ mulih isin wus

sun pupus/ Rarasati miyarsa/ de sang putri Cêmpala pamundhutipun/ yayah

kadya binêranang/ tyase tan nêdya ngunduri//

Page 188: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

223

XXXIII. DURMA

1. […183]Dhuh pangeran lamun makatên kewala/ pamundhute sang putri/ kawula

pan sagah/ inggih angladosana/ sagêndhinge jro jêmparing/ nadyan rukêta/

inggih kula kêmbari//

2. Dananjaya nolih wuri asru nyêntak/ wis asu aja muni/ cangkêmmu gumampang/

pan dudu jêjalukan/ pasanggiri rêbut pati/ asile apa/ angur muliha aris//

3. Ingsun ora kudu krama saking sira/ marga dolanan pati/ si calak caluthak/ apa

asoroh badan/ maju kono bosah-basih/ bangkemu basah/ ajur dening

jêmparing//

4. Rarasati tur sêmbah nadyan ajura/ sampun kula andhêmi/ pan sakêthi merang/

lamun kula mêdala/ ngunthul saking taman ngriki/ luhung pêjaha/ aprang lawan

sang putri//

5. Dananjaya langkung kaku ing wardaya/ binungkêm Rarasati/ iki cangkêm apa/

dene mangap kewala/ apa lambene sun iris/ mari-[…184]ne mênga/ lah wis

payo dèn aglis//

6. Lah dhisika mêtuwa ing jaba kana/ aja kèh sira pikir/ wirang-wirang apa/ apan

ta dudu sira/ ingkang nora sida rabi/ isin lan wirang/ sun andhêmi pribadhi//

7. Lah wis-uwis payo ta mulih kewala/ Rarasati ambêkis/ nadyan kang tinantang/

inggih dede paduka/ dhumatêng sang raja putri/ apan kawula/ kang ingajak

prang tandhing//

8. Praptèng pêjah pan inggih dede paduka/ kawula kang ngêmasi/ lamun

padukarsa/ kondur inggih kondura/ kawula kantun pribadhi/ ngladosi ing prang/

tandhing lawan sang putri//

9. Dananjaya asru dènya têbah jaja/ saking kakuning galih/ dyan Drêsthajumêna/

nêmbah sru aturira/ dhuh kakangmas kadi pundi/ dene grêjêgan/ bakayu wus

nyagahi//

Page 189: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

224

10. Têmah kangmas49

ngêkahi sarta dêduka/ paranta ingkang pasthi/ mangke tur

kawu-[…185]la/ sang Parta emêng ing tyas/ ngandika sarwi ngesahi/ sira tariya/

ingsun aja miyarsi//

11. Rarasati nulya matur mring rahadyan/ matura ing sang aji/ yèn kawula sagah/

latah Drêsthajumêna/ inggih bakyu inggih-inggih/ mangke kawula50

/ ingkang

matur sang aji//

12. Pan ing mangke matane kangbok kewala/ sipatên ing jêmparing/ wuwuh kaul

kula/ lamun kangbok kasoran/ sanadyan kadang pribadi/ tyase tan kaprah/

langkung ngakokkên ati//

13. Sigra wangsul wau dyan Drêsthajumêna/ praptèng ngarsa wot sari/ matur mring

kang rama/ sasolahe dinuta/ yèn Rarasati nyagahi/ tinandhing ing prang/ lan

kakangbok kadugi//

14. Wau kangmas sangêt kêkah botên suka/ nanging pun Rarasati/ dinukanan mêksa/

majêng ing sagahira/ prang tandhing sami jêmparing/ nadyan rukêta/ ing prang

sagah ngêmbari//

15. Sru gumu-[…186]jêng narendra51

Krêsna ngandika/ iya banjura yayi/ mring

bakyumu kana/ lamun wus sinaguhan/ iya mring si Rarasati/ dènira karya/

pasanggiri prang tandhing//

16. Nêmbah mundur Rahadèn Drêsthajumêna/ bangsal wetan wus prapti/ alon

aturira/ nèng ngarsane kang raka/ dhuh kangbok dèn ngati-ati/ pamundhut

tuwan/ pan sampun dèn sagahi//

17. Mring pun Rarasati prang tandhing sanjata/ sakarsanta ngladosi/ dhuh kang bok

tur kula/ bok bibaran kewala/ sampun mawi kêdhah-kêdhih/ lamun paduka/

lumuh-umuh sayêkti//

18. Mring kakangmas kawula ingkang matura/ yêkti tan dados runtik/ saene punapa/

ing wong dolanan pêjah/ manah kawula kuwatir/ miyat dènira/ sagah pun

Rarasati//

49

*B: lacuna huruh “cêcêk”, pada naskah A tertulis “kamas” 50

Lacuna huruf “padalingsa” 51

*B: Kesalahan tulis pada naksah A terulis “Garendra”, “Na murda” ditulis seperti huruf “Ga”

Page 190: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

225

19. Kadya wêsi ingêlus-êlus tan kêna/ sang dyah ngandika wêngis/ dhasar wus sun

sêdya/ tandhing padha pra-[…187]wira/ hèh ta dhawuhna dèn aglis/

gamêlaningwang/ ing mêngko yèn wis muni//

20. Ingsun mijil kana nuli nimbangana/ mêtu gamêlan muni/ ing prang

anganggowa/ panah lesan kewala/ kang rayi mundur wotsari/ mring bangsalira/

kilèn wus dèn dhawuhi//

21. Rarasati lan sang rêtna sarêng dènya/ ngrasuk kaprabon jurit/ endhonge

sinandhang/ ngiwa gandhewa samya/ acancut singsêt mathinthing/ pantês

kalihnya/ wangun putri prajurit//

22. Sang dyah mijil gamêlan munya angangkang/ bangsal kilèn nimbangi/ muni

Sobrang barang/ mijil sarêng lan surak/ wus ayun-ayunan kalih/ sawang

sinawang/ ngiwa gandhewa sami//

23. Sêdhêng dohe dènira samya mrih papan/ satibaning jêmparing/ yayah lir

kinêmbar/ warnane kang tandhing prang/ kalihe ayu linuwih/ lir Wilutama/

tandhing prang lawan Ratih//

24. Prabu kalih sarêng têdhak dènya[…188] lênggah/ jumênêng satêpining/ tarub

dènya nglênggah/ myang sagung prasantana/ pra dipati dhodhok sami/ langkung

marmanya/ mulat kang arsa jurit//

25. Dananjaya sèwu maras sèwu susah/ tambuh solah ing jurit/ nora têgêl52

mulat/

mring kalih kang tandhing prang/ sakêthi saking kuwatir/ yèn ta sampuna/ ajrih

sri Arimurti//

26. Rarasati kadya linarak larakke/ sinêndhal saking wuri/ sagung kang pawongan/

lan wadya Madukara/ kang surak sadaya sami/ arawat waspa/ wauta kang

ngajurit//

27. Sang dyah ngawe sasmita kèn dhinginana/ Rarasati nulya glis/ mênthang

langkapira/ jêmparing wus lumarap/ tinangkis gandhewa gadhing/ sang rêtna

gantya/ jêmparing gya tinangkis//

52

*B, terjadi slah tulis pada naskah A, bacaan sebelumnya tertulis “têgêg”

Page 191: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

226

28. Ing gandhewa lajêng mênthang langkapira/ lumarap kang jêmparing/ praptane

cinandhak/ tinikêl gya binuwang/ gantya wau anjêmparing/ cinan-[…189]dhak

kêna/ tikêl binuwang aglis//

29. Sarêng salin laras sarêng ananjata/ pur pupug papag sami/ sanjata sun sirna/

larape kang warastra/ lir sêsiring kilat thathit/ marma kang samya/ mulat

tingkah ing jurit//

30. Kalihira wasis miwah awasira/ tan nana kang kasisib/ wus dangu dènira/ aprang

lancaran panah/ gantya nyandhak gantya tangkis/ yèn sarêng culnya/ papag

sami jêmparing//

31. Dangu-dangu kaledhon panangkisira/ Rêtna Wara Srikandhi/ gandhewanya

pagas/ sinipat ing sanjata/ tumamèng jaja sang putri/ kantêp tan panah/ mung

badhonge kang sêbit//

32. Langkung merang yayah kadi tan panon ngrat/ narik patrêmira glis/ Rarasati

mulat/ nimbangi sigra mbuwang/ gandhewa patrêm tinarik/ paran-pinaran/

kumêsar kang ningali//

33. Kalihira kantun gapyuke kewala/ nulya sri Arimurti/ anyandhak sang rêtna/

[…190] sang Parta gurawalan/ gya nyandhak mring Rarasati/ sapih kalihnya/

ingundurakên sami//

34. Sang kusuma grêjêgan anjrit karuna/ kang raka ngarih-arih/ lah wis aja-aja/

sêdhêng samene uga/ ing wong ngluwari punagi/ lamun luwiha/ ilang manising

putri//

XXXIV. DHANDHANGGULA

1. Pan kantaka sang raja pinutri/ lajêng binêkta manjing jro pura/ pawongan

gumêr tangise/ bubar sadaya sampun/ mêdal saking ing taman sari/ wau ta sang

lir rêtna/ wungu pungun pungun/ èngête saking kantaka/ sang dyah wangsul

têdhak taman sari malih/ kang ibu nulya prapta//

2. Ngrangkul putra sarwi ngandika ris/ nini lakuningsun pan dinuta/ mring wong

tuwanira anggèr/ anodhi mring sirèku/ karêpira ingkang sayêkti/ samêngko

Page 192: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

227

ingkang dadya/ panjalukira wus/ kalakon sadayanira/ miwah lesan jêmpa-

[…191]ring lan aprang tandhing/ wus kêna janjinira//

3. Nora kêna selak sri bupati/ yèn wus dadi parênge tyasira/ ing Soma arsa dadine/

dhinaupkên sirèku/ lan ki Parta karsa sang aji/ ewadene yèn sira/ nini bangêt

lumuh/ dhaup lan si Dananjaya/ wus tinanggung mring Sang Prabu Arimurti/

ing kana wus narima//

4. Ingkang putra sang dyah matur aris/ botên ewah ibu tur kawula/ rumiyin dalah

samangke/ panêdha kawula mung/ pasanggiri lesan jêmparing/ mangkya wus

kalampahan/ inggih luwaripun/ panêdha kula tinêkan/ lesan panah miwah prang

tandhing jêmparing/ ibu atur kawula//

5. Botên wontên putri cidrèng janji/ sampun mênggah kang kinarya garwa/

sanadyan inggih ginawe/ garwa paminggiripun/ sayêktine kula lampahi/ kang

ibu duk miyarsa/ kang putra rinangkul/ […192] ya mangkono putraningwang/

mendah baya ing mêngko sukaning galih/ ramanira sang nata//

6. Wus kariya anèng taman sari/ ingsun matur mring sudarmanira/ pramèswari

kondur age/ praptèng arsa sang prabu/ pramèswari matur wot sari/ saature kang

putra/ sadaya wus katur/ sang nata kalangkung suka/ sigra dènnya parèntah

marang apatih/ tuwin marang kang putra//

7. Asanengga samêktaning kardi/ panggihira sang rêtna kalawan/ satriya

Madukarane/ myang rêngganing têtarup/ ing jro pura lan pancaniti/ kunêng

malih winarna/ nênggih taman santun/ Kusuma Putri Cêmpala/ lênggah anèng

botrawi siniwèng cèthi/ êmbanira dinuta//

8. Sira biyang sebaa dèn aglis/ iya mring wong agung Madukara/ yèn parêng lêga

galihe/ abdine ingsun suwun/ mring jro pura si Rarasati/ ngla-[…193]dènana

maringwang/ anèng jro kadhaton/ lah biyang nuli mangkata/ lan pêthukên

lêbune si Rarasati/ rong puluh kang pawongan//

9. Apan iya sêlire kêkalih/ sasat garwa rêngganên ing marga/ êmban sandika

ature/ saking arsa wus mundur/ lawan upacara sapalih/ pawongan kang

ambêkta/ wau kang winuwus/ satriya Andananjaya/ nèng pakuwon duk lênggah

siniwèng dasih/ Sêmar Bagong nèng ngarsa//

Page 193: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

228

10. Kagyat mulat pawongan kyèh prapti/ gumarêdêg sartane ambêkta/ pacara raja

kaputrèn/ nikèn êmban tumundhuk/ praptèng arsa matur wot sari/ gusti lampah

kawula/ dinuta pukulun/ ing ari sang rêtnaning dyah/ pan anuwun abdinta kèn

Rarasati/ tinimbalan mring taman//

11. Ngladosana ing ari sang dèwi/ sakarsane praptèng ari Soma/ punika upacarane/

kang sapalih pukulun/ pinêthukkên abdinta gusti/ sampun kuciwèng […194]

marga/ mangke lampahipun/ Dananjaya mèsêm ing tyas/ sarwi nolih ngandika

mring Rarasati/ sirèku tinimbalan//

12. Mring gustimu sang raja pinutri53

/ kaya ngapa iya aturira/ Rarasati tur

sêmbahe/ pintên-pintên pukulun/ sinaruwe marang ing gusti/ mugi tuwan

paringna/ Sang parta lingnyarum/ iya dèn bisa kèwala/ angladèni sun karya

patiba sampir/ nuli sira dandana//

13. Hèh Sucitra iringna pribadi/ arinira lakune nèng marga/ mung ngalanjajaran

bae/ aja anganggo tandhu54

/ pira dohe ing taman sari/ sucitra tur sandika/

Rarasati sampun/ nêmbah mundur saking ngarsa/ Dananjaya têdhak angatêr ing

kori/ ningali lampahira//

14. Rarasati pinayungan putih/ ginarêbêg rong puluh pawongan/ sakawan bêktane

dhewe/ nênggih parêkanipun/ sang kusuma Banoncinawi/ pan raras-[…195]se

sêngkêran/ warnanya yu-ayu/ binêktakên mring Cêmpala/ munggèng arsa wor

pawongan ingkang sami/ angampil upacara//

15. Jajarane waos rolas sisih/ mantra patang puluh wurinira/ arya Sucitra tindhihe/

adhangah apêpayung/ ing samarga-marga pan dadi/ tontonan lampahira/

têpining marga gung/ jêjêl tan kêna piniyak/ jalu èstri ting balêbar ingkang kari/

akèh kang tinggal karya//

16. Tilar jantra ingkang lagya ngantih/ ingkang lagya adang tinggal dandang/ kang

ngliwêt tinggal kêndhile/ ingkang ngangsu tinggal jun/ kang nusoni tinggal

bêbayi/ kêmbênne kulèwèran/ nora etang-etung/ susune sinonggèng asta/ pan

kasusu prêlu dènya ningali/ kang sawênèh wanodya//

53

#C: terjadi lacuna suku kata, pada naskah A tertulis “sang raja putri”, sedangkan pada naskah B

tertulis “sang kusuma adi”. 54

*B: terjadi lacuna huruf koma atau “padalingsa”

Page 194: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

229

17. Ngêmban anak dènira ningali/ praptanira pinggiring dêdalan/ gumuyu ngliling

anake/ miluwa bapakamu/ yèku ingkang pêpayung wi-[…196]lis/ ana kang

nyablèk anak/ lah miluwa gupuh/ iya marang ibunira/ kang ginrêbêg ing arsa

pinayung putih/ pangantèn ngêndi baya//

18. Dene dharat lumaku sarimbit/ eman-eman pantêsa kalihnya/ nungganga jaran

bêcike/ wadonne munggèng tandhu, kang wus wikan alon nauri/ dudu pangantèn

anyar/ yèku patihipun/ satriya ing Madukara/ kang dèn iring iku garwane

paminggir/ kang dèn adu nèng taman//

19. Manah lèsan rambut dhoging pêking/ terong gêlathik sang dyah kasoran/ iku sun

wêruh pêrake/ iya nora sri gunung/ nyata lamun ayu linuwih/ sairib lan sang

rêtna/ ing pasêmonipun/ iku gumyah ing pawarta/ palihanne kusuma

Banoncinawi/ anake Antagopa55

//

20. Juru sawah ing Madukara nguni/ kang anggadhah sang rêtna Sumbadra/ miwah

kang raka kalihe/ sri Baladewa prabu/ […197] myang sri Krêsna ing

Dwarawati/ anake Antagopa/ among loro iku/ Patih Udawa kang tuwa/ wuragile

iku nikèn Rarasati/ nanging panduganingwang//

21. Dudu Antagopa kang nètèsi/ iya baya mambu trah kusuma/ sun sawang ana

tèmpèle/ iku kêkuwungipun/ lir trênggana angikis ratri/ layak sang dyah

kasoran/ prang tandhing lan iku/ galak ulate wus samya/ lan sang rêtna

pawakan ramping tarincing/ pantês wantir ing driya//

22. Tan wus wuwusan ingkang ningali/ pan lam-lamên samyal ngalêmbana/

mangkana prapta lampahe/ kèn Rarasati sampun/ lajêng manjing ing taman sari/

wangsul patih Sucitra/ lan sakancanipun/ wau ta sajroning taman/ sang kusuma

wus têdhak saking botrawi/ mêthuk ing prajanira//

23. Rarasati ginrêbêg pra cèthi/ pan kinanthi marang nikèn êmban/ sang rêtna

gupuh angawe/ […198] Rarasati tumundhuk/ praptèng arsa mêndhak wotsari/

sang dyah angrangkul sigra/ sarwi ngandikarum/ lah ta yayi basaningwang/

marang sira sun ngambil kadang sayêkti/ iya kadang taruna//

55

*B: pada setiap penulisan nama “Antagopa” pada naskah A tertulis “ontagopa”, sama dengan kasus

sebelumnya pada penulisan nama “Angkawijaya” yang ditulis “Ongkawijaya”.

Page 195: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

230

XXXV. SINOM

1. Iya milu raganingwang/ mring kangbok Banoncinawi/ pamundhute marang sira/

ingakên kadang sayêkti/ lir tunggal yayah bibi/ dhasare palihanipun/ haywa ta

sira beda/ panganggêpira ing mami/ lawan marang kakangbok gawenên padha//

2. Dene sagung kaluputan/ ingkang wus kalakon yayi/ padha binuwang kewala/

salin pikir ingkang kari/ gone bakal nglakoni/ yèn salamêt marang kakung/

ingsun yayi tuduhna/ kang dadi wadining laki/ lan kang dadi parênge iya

tuduhna//

3. Rarasati matur nêmbah/ dhuh gusti botên kuwawi/ kang abdi yèn nampènana/

pangandika sang rêtnadi/ dènya andhawuhkên sih/ […199] dasihe arsa

pinundhut/ kadang dede sawawrat/ mila-mila trahing abdi/ nèng dêlahan

pantêse angèstu pada//

4. Ing gusti sang rêtnaning dyah/ Kusuma Wara Srikandhi/ langkung rêsêp ing

wardaya/ myarsa ture Rarasati/ mèsêm ngandika aris/ yayi sun tannya satuhu/

lawase pirang candra/ sira winulang jêmparing/ mring jêng pangran samono

kawignyanira//

5. Rarasati matur nêmbah/ inggih naming kalih ari/ wontên ing ngriki kewala/

sarêng dhawah sang rêtnadi/ mundhut patiba sampir/ rakanta pamulangipun/

ingkang kinarya lèsan/ waluh gerong gêng saguling/ têbihipun naming kalih

dasa tindak//

6. Punika awis kengingnya/ gèn kawula anjêmparing/ mila ngong ngungun

kalintang/ wingi kala angladosi/ ing gusti sang rêtnadi/ lesan anèng taman

santun/ sarambut tan supêna/ lesan tigan […200]dènya kenging/ mila sarêng

pêpungkasan lesan rema//

7. Ciptèng ulun datan angsal/ ing pamawas langkung têbih/ lêt sadhêpa saking

lesan/ dumadakan kang jêmparing/ menggok mara pribadi/ mring lesan rema

cumundhuk/ kanthil-kanthil tan rêntah/ kados-kados dèn japani/ jêmparinge

gusti mring raka paduka//

Page 196: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

231

8. Dene grahita lir janma/ mara mring lesan pribadi/ sang rêtna duk amiyarsa/

gumujêng sarwi gablogi/ gêgêre Rarasati/ suthik têmên sira iku/ yayi ingaran

wignya/ bojone ingkang kinardi/ aling-aling kang dèn aranana guna//

9. Masa ta dadak iyaa/ panah nganggo dèn japani/ gumêr gujênging pawongan/

sadaya rêsêp ningali/ marang kèn Rarasati/ gandhês luwêsing pamuwus/ wasis

ing pasang cipta/ ing têmbung manis patitis/ cinarita kusuma pu-[…201]tri

Cêmpala//

10. Yayah kasok ing tyasira/ sihira mring Rarasati/ tan kênacah sanalika/ kinanthi

ing siyang ratri/ dhahar sare tinunggill/ nèng tilam sakarang ulu/ prapta ing ari

soma/ jaba jro samêkta sami/ ing saupa rênggane sadayanira//

11. Rêroncène tan winarna/ cinandhak ramening kardi/ rêrênggan sang

pinangantyan/ wus pinanggihakên kalih/ Sang Parta lan sang putri/

sinêmbahkên rama ibu/ sri bupati Cêmpala/ lan Sang Prabu Arimurti/ pra

santana para putri pra dipatya//

12. Nutug suka parisuka/ jaba jro sukanya ngênting/ samya amboga ndrawina/

karamèn ing siyang ratri/ miwah sajroning puri/ sang pangantyan kalihipun/

rêsêping pagujêngan/ rapête karamèn sami/ Rarasati kang dadya sêsêdhepira//

13. Karya bêbukaning suka/ dhè-[…202]mês sapa ngucap manis/ kakênan tyase

sadaya/ jro pura myang pramèswari/ asih mring Rarasati/ rêsêping galih

rumasuk/ lir yayah gènnya yoga/ cinatur panggihirèki/ Dananjaya lan raja putri

Cêmpala//

14. Pan maksih anunggil warsa/ kalawan lahirirèki/ Rahadèn Angkawijaya56

/

jamanira purwa maksih/ sêngkalanira karti/ yèn wulana rasa mungguh/

mangkana sawusira/ nênggih ing panggihirèki/ catur dina sri Krêsna sampun

anduta//

15. Radèn Arya Gathotkaca/ ingkang tinuduh dhingini/ tur uninga mring Amarta/

dadosa lampahirèki/ radèn among pribadi/ mêsat ing gêgana ngayuh/ wadyanira

tinilar/ ing wuri samêkta sami/ enjing badhe budhale narendra Krêsna//

56

*B: pada naskah A tertulis “Ongkawijaya”

Page 197: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

232

16. Angundhuh pangantènira/ ing dalu datan kawarni/ enjingira wus […203]

samêkta/ narendra Krêsna wus pamit/ lan pangantèn kêkalih/ nêmbah marang

rama ibu/ Radèn Drêsthajumêna/ nênggih kang kinèn umiring/ mring Ngamarta

lan sapalih pra dipatya//

17. Panganjur têngara budhal/ bala wil ing Pringgadani/ ki patih Brajamikalpa/

ingkang anindhihi baris/ umyang kêndhang saruni/ ing wuri ingkang

sumambung/ wadyabala Cêmpala/ pra dipati kang nindhihi/ munggèng wuri

Rahadèn Drêsthajumêna//

18. Nitih rata nawa rêtna/ nulya wadya Dwarawati/ Radèn Arya Wrêsniwira/

ingkang anindhihi baris/ nulya upacarèstri/ jêmpana ingkang sumambung/

titihane sang rêtna/ prajurit ingkang jajari/ wolung dasa prajurit kapraboning

prang//

19. Wadyabala Madukara/ ingkang sumambung ing wuri/ Sri Maha Narendra

Krêsna/ lawan ingkang rayi nunggil/ nèng jroning rata[…204] manik/ ing wuri

ingkang sumambung/ mungkasi wuri pisan/ wong agung ing Jodhipati/ mandhi

gada adharat sawadyanira//

20. Samarga dadya tontonan/ lampahi baris tulya sri/ sabên saupacara bra/ sagung

ingkang pradipati/ ingkang samya nindhihi/ pangkat-pangkat lampahipun/

prapta jawining kitha/ wus lêpas lampahing baris/ kari tistis nagari Cêmpala

Rêja//

21. Lir koncatan ing sêsotya/ kunêng kang maksih nèng margi/ gantya malih

kawuwusa/ satriya ing Pringgadani/ kang dinuta dhingini/ margèng gêgana

prapta wus/ nagari ing Ngamarta/ tumamènga byantara ji/ ngraup pada

rinangkul lungayanira//

22. Wus kinèn lênggah nèng ngarsa/ dinangu matur wotsari/ lamun dinuta kang

uwa/ Sang Aprabu Dwarawati/ kinèn atur udani/ raharjane lampah-[…205]ipun/

marang nagri Cêmpala/ dhawuhing pangapura ji/ mring kang paman

linajêngakên kewala//

23. Pinaringkên putranira/ ing têmah dadosing jurit/ lan prabu Jungkung Mardeya/

miwah duk nèng taman sari/ dadya lesan jêmparing/ praptèng prang

Page 198: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

233

tandhinganipun/ wus katur sadayanya/ sasolah tingkahirèki/ nèng Cêmpala tan

wontên kang kakirangan//

24. Inggih sapêngkêr kawula/ rakanta ing Dwarawati/ budhalan sawadyanira/

saking Cêmpala nagari/ sang prabu duk miyarsi/ mèsêm ing tyas sigra dhawuh/

mring Nakula Sadewa/ miwah marang pramèswari/ asanega samêktanira ing

karya//

25. Badhe pangantèn praptanya/ kusuma Banoncinawi/ wus linilan kondurira/

sanega dalêmirèki/ dènya badhe nampèni/ pangantèn ing kunduripun/ Madukara

Ngamarta/ […206]saneganira ing kardi/ wus samêkta antara ing tigang dina//

26. Rawuh kang saking Cêmpala/ Sang Aprabu Arimurti/ ngambah rêratan nagara/

tinata lampahing baris/ sagunging pradipati/ ing sapangkat-pangkatipun/ tuwin

para Santana/ sabên saupacara sri/ ingkang nitih rata myang kang munggèng

kuda//

27. Busêkan wadya sapraja/ kayungyun tyasira sami/ ing rawuhe gustinira/ satriya

Madukara di/ suka-sukanya ngênting/ dene nguni akatipun/ maring nagri

Cêmpala/ sapraja samya prihatin/ bok manawa gustine manggih dêduka//

28. Satêmah rawuh raharja/ malah antuk boyong putri/ Wara Srikandhi kabêkta/

marma sukanya tan sipi/ yayah dadya punagi/ tyase kang wadya bala gung/ jêjêl

têpining marga/ jalwèstri ingkang ningali/ pan kasmaran ing rawuhe[…207]

gustinira//

XXXVI. ASMARADANA

1. Tan wus sukanira sami/ punagi ing gustinira/ saking kayungyun rawuhe/ miwah

srining lampahira/ ingkang saking Cêmpala/ cinêndhak sadaya sampun/

praptèng alun-alun samya//

2. Wadya gung anganan ngering/ amèt gon tata barisnya/ umyang gumuruh

swarane/ Sang Aprabu Yudhisthira/ wus mijil pagêlaran/ jêmpana ing

praptanipun/ linajêngakên mring pura//

Page 199: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

234

3. Rawuh prabu Arimurti/ lan satriya Dananjaya/ têdhakke saking ratane/ anèng

têpining têratag/ Sang Prabu Yudhisthira/ mring raka sigra tumundhuk/

ngrêrêpa nyandhak astanya//

4. Mèsêm sasmitanira ji/ matur raharjaning lampah/ sri Krêsna latah gujênge/

karasa rarasing karsa/ dènya sarèh sumarah/ mring Cêmpala pasrahipun/ sapa

ekanira kêna//

5. Pangancase […208] nora sisip/ dènya mirapêt rêrênggang/ gumrèwèl kêna

putrine/ nulya kalih kanthèn asta/ aris ing lampahira/ pra santana grêbêg

pungkur/ sapraptanirèng jro pura//

6. Tata lênggahira sami/ anèng madyaning Pandhawa/ wus aglar sêsaosanne/

asrining kang pasugata/ tan nana kakurangan/ samya dhadharan anutub/ miwah

sang narpadayita//

7. Dhadharan lawan kang rayi/ luwar saking ing sungkawa/ kèn Rarasati sagête/

akarya sukane samya/ anggung dènya gujêngan/ cucud ing mêmanisipun/ gumêr

gujênging pawongan//

8. Kang ana ing Pancaniti/ pra dipati tinimbalan/ angladosi ing karamèn/

wadyagung wus sinêgahan/ tan ana kakurangan/ gumuruh ing alun-alun/ cinatur

ing tigang dina//

9. Sang Prabu ing Dwarawati/ dènya mung[…209] sukaning driya/ mring kang

rayi sadayane/ tan pêgat sukandrawina/ suka anutug suka/ ing sawuse tigang

dalu/ anèng nagari Ngamarta//

10. Prabu Padmanaba pamit/ kondur maring prajanira/ budhal sawadyabalane/

miwah putra ing Cêmpala/ lan Radèn Gathotkaca/ budhal lan sawadyanipun/

mantuk maring prajanira//

11. Nulya enjingipun malih/ Satriya Andananjaya/ sampun linilan pamite/ kondur

sarta lan kang garwa/ marang ing dalêmira/ kang umiring lampahipun/ Radèn

Nakula Sadewa//

12. Ing samarga maksih dadi/ tontonan ing lampahira/ tan wus sukaning wadyakèh/

kang mulat ing gustinira/ cinêndhak srining marga/ ing madukara prapta wus/

têdhakke saking jêmpana//

Page 200: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

235

13. Kusuma Wara Srikandhi/ Rarasati tan kêna sah/ kinanthi ki-[…210]wa astane/

kusuma Wara Sumbadra/ mêthuk nèng paringgitan/ Wara Srikandhi tumungkul/

nêmbah anungkêmi pada//

14. Cinandhak astanirèki/ kinanthi binêkta lênggah/ nèng madyaning dalêm gêdhe/

Rarasati maksih dènya/ datan sinung pisaha/ acakêt dènira lungguh/ wuri rada

keringira//

15. Sulastri munggèng wurining/ gustine Rêtna Sumbadra/ kapara rada kananne/

aglar sagunging pawongan/ Rêtna Wara Sumbadra/ mèsêm angandika arum/

heh yayi putri Cêmapala//

16. Ingsun pasrah ing sirèki/ jroning dalêm Madukara/ tampanana saisine/ lan

sapawonganne pisan/ sira kang bakonana/ aja sumêlang maringsun/ lair batin

wus narima//

17. Momong mring sutanirèki/ lan ngawat-awati sira/ iya saka wuri bae/ ba-

[…211]rang parentahing driya/ sira kang nampanana/ ingsun darma dadi

sêpuh/ amung titip bocahira//

18. Rarasati lan Sulastri/ kanthinên nèng wurinira/ amung yèn ana lupute/ dèn

agung aksamanira/ miwah wêwulangira/ karana bocahirèku/ karo pisan pan

ugungan//

19. Durung pati ingsun prêdi/ tapsilanirèng wanodya/ marma ing tandang tanduke/

kurang tapsilaning krama/ mung wanine kewala/ nanging yayi lowung-lowung/

kanthinên wuri kewala//

20. Sulastri lan Rarasati/ myarsa linge gustinira/ samya tumungkul kalihe/ miwah

sagunging pawongan57

/ wau putri Cêmpala/ Wara Srikandhi anjêtung/ kakênan

tyasira kadya//

21. Rêmêk rêntah tibèng siti/ marêbêl mijil waspanya/ èsmu karuna ature/ dhuh sang

dewa-[…212]ning wanodya/ kangbok gusti kawula/ sarambut pinara sèwu/

botên andarbeni cipta//

57

#B: Terjadi lacuna satu suku kata, padanaskah A tertulis “pawong”.

Page 201: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

236

22. Kumawawa ambawani/ kadya ingkang pangandika/ ing uni dalah samangke/

prapta ulun Madukara/ nêdya angèstu pada/ mring paduka nuting tuduh/ kadya

yayi kalihira.//

23. Sulastri lan Rarasati/ ngamping-ampingi paduka/ worên dèn atêmah layon/

lamun gadhahana cipta/ lyan saking sapunika/ Wara Sumbadra lingnyarum/

witne lamun mangkonoa//

24. Prasêtyanta yayi dèwi/ nêdya ngambil kadang tuwa/ marang ingsun lamis bae/

yèn sira tan nampanana/ marang ing pasrah ingwang/ yèn anggêpingsun satuhu/

yayi dèwi marang sira//

25. Kadang sayayah sabibi/ praptèng don aja sulaya/ lêbur luluha wong loro/

angladèni ma-[…213]rang priya/ duk sira durung prapta/ iya bocahira iku/ karo

pisan pan ugungan//

26. Aling-aling anampani/ barang parentahing priya/ ingsun jangkung wuri bae/ ing

mêngko wus ana sira/ wajibe mêngko sira/ wêrana ling-alingingsun/ Wara

Srikandhi miyarsa//

27. Sumungkêm ing pada kalih/ dhuh kangbok inggih sandika/ ulun nglampahi

sapakon/ lêbura awor lan kisma/ sarambut tan suminggah/ mangkana

pawonganipun/ bêbêktan saking Cêmpala//

28. Kawandasa dongong sami/ mulat ing Wara Sumbadra/ miyarsa pangandikane/

kadya tumètèsing kalang/ jawil-jinawil samya/ dene mau ingsun dulu/ warnane

babag kewala//

29. Lawan gustiku sang putri/ mung kacèk ruruh lan ladak/ mêngko basa suwe-suwe/

ayune sang-[…214]saya prapta/ miwah mêmanisira/ cahyane gumrêmêt muncul/

kêkuwunge kang wadana//

30. Ngasorkên rêsmining sasi/ soring wiyat ngêndi ana/ putri kang kaya mangkono/

sandhinge nambungi sabda/ mêndah sira mulata/ nguni duk pangantènipun/

rinêngga dèning busana//

31. Ingayap ing para cèthi/ ayune mijil sadaya/ miwah sêdhêpe manise/ kang

sinimpên kabèh prapta/ kalumut ing sarira/ cahya kêkuwunge rawuh/ mulêk

sênênne kang cahya//

Page 202: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

237

32. Jro kadhaton Dwarawati/ sasat rinênggèng markata58

/ para putri surêm kabèh/

kang dadya pangarihira/ garwa hyang Kamajaya/ wartane guruning ayu/ apsari

Ngendra bawana//

33. Ingkang apan dèwi Ratih/ parandene nora bisa/ ngasorake putri kuwe/ ing

warna mi-[…215]wah ing cahya/ malah-malah kapara/ dèwi Ratih kari ruruh/

kurang mucung ing wanodya//

XXXVII. POCUNG

1. Tan wus lamun winuwus kang samya muwus/ pawongan Cêmpala/ idung-

idungên prasami/ ngalêmbana mring Rêtna Wara Sumbadra//

2. Ya ta wau kang karamèn Pandhawa gung/ Radèn Dananjaya/ nyugata mring

rayi kalih/ lan punggawa Ngamarta dhèrèk sadaya//

3. Pan sadalu dènira bojana nutug/ wadya Madukara/ prajurit kang para mantri/

lir punagi sukane anutug suka//

4. Dènya wau mêntas unggul ing prang pupuh/ gustinya akrama/ Kusuma Wara

Srikandhi/ ingkang mangka boyongan ing kondurira//

5. Enjingipun dyan59

Nakula Sadewèku/ kondur dalêmira/ kang kantun karamèn

malih/ cinari-[…216]ta Satriya Andananjaya//

6. Sukandulu garwanira ingkang sêpuh/ dene wus tan ana/ labête rênguning galih/

nênggih dènya nampèni putri Cêmpala//

7. Tangkêpipun wus tan mantra lamun maru/ wus sahengga kadang/ tunggil

sayayah sabibi/ miwah putri Cêmpala tansah bêktinya//

8. Sungkêmipun mring kang garwa sakalangkung/ anrus ing wardaya/ luwih saking

ibu sori/ lêbur luluh sapakone linampahan//

9. Sang dyah sampun pinatah panggenanipun/ nèng kamar kang wètan/ kusuma

Banoncinawi/ kamar kilèn wau pasareanira//

58

*B: terjadi kesalahan tulis, bacaan pada naskah A adalah “mangkata”. 59

Terdapat interpolasi huruf “pengkal”, bacaan sebelumnya “dan”.

Page 203: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

238

10. Sêliripun kêkalih samya sih lulut/ mring putri Cêmpala/ basane samya anggusti/

nanging putri Cêmpala yayi basanya//

11. Kalihipun pan inganggêp kadang […217] tuhu/ marmanya sih samya/ runtut

datan walang ati/ dene sungkêmira mring Wara Sumbadra//

12. Katrinipun sungkême kadya mring ibu/ dènira mrih gungan/ nanging ing batin

anggusti/ luwih saking mring wong agung ajrihira//

13. Tuhu lamun winongwong ing jawata gung/ Rahadèn Janaka/ inutug karsanirèki/

sinatriya wibawa ngluwihi raja//

14. Lamun nuju siniwi ing para arum/ garwa kalih jajar/ tan têbih nèng kanan

kering/ munggèng kanan kusuma Wara Sumbadra//

15. Sang Dyah Ayu Srikandhi nèng keringipun/ Rarasati ngarsa/ jajar lan nikèn

Sulastri/ ngêpalani garwa paminggir sadaya//

16. Patang puluh pêpingitan ayu-ayu/ andhèr wuri ngarsa/ pawongan parêkan cèthi/

êmban inya wurine garwa kalihnya//

17. Sêliripun kalih sami kaduk pu-[…218]run/ mring Radèn Arjuna/ tan mantra

garwa paminggir/ luwih saking purune garwa kalihnya//

18. Nyiwêl pupu jiwiti wêntise purun/ lamun gêgujêngan/ nyablèk bêkis maleroki/

angosoa ing atur purun kewala//

19. Mangke sampun radèn putri yuswanipun/ dungkap tigang warsa/ sêdhênge

ambêbêlêri/ mring kang ibu gungane kalintang-lintang//

20. Siyang dalu anggêgêndhil mring kang ibu/ ginanti tan arsa/ mring Sulastri

Rarasati/ miwah marang kang ibu putri Cêmpala//

21. Radèn sunu sinaputan kang jinaluk/ budine sangsaya/ kang jinaluk solan-salin/

kang wus ana tinampik jaluk tan ana//

22. Ramanipun wêlas ing garwa duk dulu/ dadya gung pêpara/ misaya kidang

myang kancil/ jaring pêksi jontrot mangkat masang ka-[…219]la//

23. Kunêng wau kang bêbêdhag ing wana gung/ gantya kang winarna/ nênggih

ngastina nagari/ prabu Suyodana kang tansah sungkawa//

Page 204: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

239

6. Ringkasan Isi Teks

Berikut ditampilkan ringkasan isi teks yang di ambil dari suntingan teks di

atas guna mempermudah pembaca dalam memahami isi pokok teks pada tiap-tiap

pupuh-nya

Pupuh I Asmaradana

Jêjêran atau pasewakan agung negara Paranggubarja, pertemuan Sang Raja

Jungkung Mardeya dengan Patih Jayasudarga, para punggawa keraton, dan segenap

raja-raja têtêlukan (raja kecil) serta para abdi keraton. Patih Jaya Sudarga adalah Raja

Paranggubarja sebelum ditakhlukan oleh Jungkung Mardeya, ketika masih menjadi

raja ia bernama Prabu Jaya Sukendra, ketika Paranggubarja dikuasi Jungkung

Mardeya semua punggawanya berganti nama. Dalam pertemuan besar tersebut sang

prabu menceriterakan tentang mimpi yang baru saja dialaminya semalam sebelum

pasewakan agung tersebut. Dalam mimpinya, sang prabu bertemu dengan putri

negara Pancala Radya yang tak lain ialah Srikandhi. Sang prabu menanyakan kepada

ki patih tentang keberadaan negara Pancala.

Pupuh II Mijil

Ki patih memberikan keterang bahwa negara Cêmpala Rêja atau Pancala

Radya itu berada di salah satu daerah di Tanah Jawa. Sang prabu merasa mimpinya

itu nampak seperti nyata sehingga membuatnya seperti orang kebingungan, Jungkung

Mardeya seketika itu memerintahkan Patih Jayasudarga untuk menyiapkan prajurit

karena hari itu juga akan berangkat ke Tanah Jawa. Atas perintah sang raja ki patih

Page 205: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

240

mengundang segenap prajurit untuk menyiapkan perabot dan perbekalan untuk pergi

ke Tanah Jawa, setelah semua sudah nampak siap, sang prabu naik ke kapal dan

berangkatlah mereka ke Tanah Jawa.

Singkat ceritera sang prabu bersama prajuritnya sudah sampai di pelabuhan di

Tanah Jawa, para prajurit membuat pakuwon (seperti penginapan sementara) untuk

bermukim sementara di Tanah Jawa. Sang prabu memerintahkan ki patih supaya

membuat surat dan lukisan wajah sang prabu untuk ditujukan kepada raja negara

Cêmpala.

Pupuh III Asmaradana

Ki patih yang menerima perintah tersebut langsung menjalankannya, Ia

berangkat ke Cêmpala seorang diri dengan terbang ke angkasa. Berbeda yang

diceriterakan, adegan pasewakan agung negara Cêmpala Sang Prabu Drupada yang

dihadap Patih Trusthakètu, putra raja Radèn Trusthajumêna, dan segenap para

punggawa keraton. Pasewakan tersebut membahas tentang keberadaan raja dari tanah

seberang yang datang ke negara Cêmpala, di tengah perbincangan tersebut datanglah

Patih Jayasudarga dengan membawa segenap pesan rajanya. Patih Jayasudarga

mengutarakan maksut kedatangannya ke kedhaton Pancala dan menyerahkan surat

yang berisi lamaran Jungkung Mardeya beserta lukisan wajah rajanya kepada Prabu

Drupada. Prabu Drupada berkata bahwa ia harus bertanya kepada anaknya terlebih

dahulu, sehingga belum bisa memberi kepastian, sembari menunggu keputusan

Page 206: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

241

tersebut sang prabu menyuruh Patih Trusthakètu untuk mengajak Jaya Sudarga

bermalam di tempat tinggalnya.

Pasewakan usai dan sang prabu pulang ke dalam kedhaton, sang prabu

bertemu prameswari dan memberi tahu bahwa Srikandhi telah dilamar oleh seorang

raja dari tanah seberang bernama Jungkung Mardeya. Prameswari diutus sang raja

untuk memeberitahu Srikandhi akan hal itu dan menyampaikan surat serta lukisan

Jungkung Mardeya.

Pupuh IV Sinom

Adegan taman sari, Srikandhi yang sedang jatu hati dengan Arjuna, ia seperti

orang terkena ilmu pèlèt, badanya tidak terawat, rambutnya terurai acak-acakan, dan

abdi-abdinya berusaha menghiburnya. Ketika mereka sedang bercanda tawa tiba-tiba

ibu suri datang menemui Srikandhi. ibu suri menyampaikan surat yang dibawanya

kepada Srikandhi sembari berkata bahwa Srikandhi telah dekat dengan jodohnya,

karena ada raja muda, tampan dan sakti melamarnya. Srikandhi membuka surat

tersebut dan membacanya, selesai membaca Srikandhi berkata, bahwa ia lebih baik

mati daripada menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai. Ibu suri kaget

dan sedih mendengarnya, ia pergi dan menemui sang raja, rajapun kaget dengan apa

yang disampaikan oleh permaisurinya, sang raja dengan segera menemui Srikandhi.

Pupuh V Dhandhanggula

Prabu Dropada menemui putrinya yang sedang menangis, sang prabu

berusaha menenangkan putrinya dan berkata dengan halus akan maksud kedatangan

Page 207: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

242

Jungkung Mardeya ke Tanah Jawa, sang prabu mencoba memberi pengertian kepada

Srikandhi akan nasib negaranya apabila lamaran itu ditolak, karena sudah jadi watak

orang sabrang apabila ditolak sudah tentu akan mengajak berperang. Srikandhi yang

mengetahui ayahnya yang demikian menjadi tidak tega untuk menolaknya, Srikandhi

meminta izin untuk bersemedi selama dua bulan dan tidak ada seorang pun yang

boleh mengganggunya dengan alasan untuk memantaskan diri dan laku prihatin.

Sang prabu mengizinkannya, akan tetapi sang prabu tidak mengetahui apabiala

perkataan Srikandhi tersebut hanya sebagai dalih agar ayahnya tidak marah dan

bersedih, dan ia diam-diam mengatur rencana terselubung untuk kabur dari keraton.

Prabu Drupada memberi surat kepada Patih Jaya Sudarga untuk diberikan

kepada Raja Jungkung Mardeya, isi surat tersebut mengenai Srikandhi yang meminta

waktu dua bulan untuk bersemedi, sang prabu juga meminta Jungkung Mardeya

beserta segenap prajuritnya untuk bermukim di Sawojajar. Jungkung Mardeya yang

membaca surat terebut merasa senang dan langsung memerintahkan segenap

prajuritnya untuk berkemas dan pergi ke Sawojajar, tempat dimana penjamuan

mereka dari Sang Raja Dropada.

Bagian selanjutnya adalah Srikandhi dengan para dayangnya, Srikandhi

berpesan kepada para abdi bahwa selama tujuh hari tujuh malam ia akan melakukan

pertapaan pati geni, jangan sampai ada salah sorang pun yang mendekatinya.

Page 208: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

243

Pupuh VI Mijil

Srikandhi nampak berkemas, ketika semua tertidur lelap ia pergi

meninggalkan keraton lewat jalan pintas taman sari yang tembus ke jalan utama.

Malam yang sangat terang benderang, namun ada kilat menyambar-nyambar

gumuruh suara petir seakan-akan mengingatkan sang dewi agar mengurungkan

niatnya, akan tetapi karena niatnya sudah bulat, Srikandhi tidak menghiraukannya

dan meneruskan perjalanan. Sampailah Srikandhi di tengah hutan, ia istirahat sejenak

duduk di bebatuan suatu telaga yang jernih airnya, kakinya dimasukkan ke air dan

dikerumuni ikan kecil-kecil, tidak lama kemudian langit yang semula cerah tiba-tiba

gelap sperti tengah malam, hujan lebat disertai angin kencang dan petir menyambar-

nyambar, hal itu membuat takut hati sang dewi, ia hanya bisa menangis dan pasrah, ia

hanya teringat kepada ayahandanya. Hewan-hewan seisi hutan tidak mandang kecil

atau pun besar lari terbirit-birit, gunung-gunung mengeluarkan lahar lumpur,

Srikandhi pergi dari telaga dan berlindung di bawah pohon Nagasari.

Pupuh VII Dhandhanggula

Sang surya muncul di ufuk timur, Srikandhi meneruskan perjalanannya, Ia

melewati pinggir telaga dan gunung-gunung masuk dan keluar hutan selama dua hari

lamanya. Singkat ceritera Srikandhi sudah sampai di negara Amarta, ia masuk ke

pasar dan bertanya kepada pedagang di pasar tersebut, satu pun tidak ada yang

mengira bahwa Srikandhi adalah putri Pancala. Srkandhi berusaha mencari informasi

mengenai kasatrian Madukara, setelah ia tahu dimana tempat kasatrian tersebut,

Page 209: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

244

Srikandhi melanjutkan perjalanannya. Setibanya di kasatrian ia langsung masuk di

taman Maduganda tanpa meminta izin siapapun di taman itu, dan kebetulan pintu

taman masih terbuka. Arjuna tidak sengaja melihat Srikandhi, akan tetapi dikiranya

Bathari Ratih, Arjuna datang dan Srikandhi langsung tersungkur di hadapannya

karena sudah tidak sabar menyatakan perasaan sedihnya karena akan dijodohkan

dengan Jungkung Mardeya, akan tetapi Arjuna mengira itu adalah Bathari Ratih yang

sedang bercanda, setelah Arjuna tahu bahwa wanita di depannya itu adalah Putri

Pancala, Arjuna langsung berlutut dan meminta maaf atas ketidaksopanannya.

Srikandhi memaafkan Arjuna, dan Arjuna mengajak Srikandhi ke jinêmrum (tempat

tidur) untuk beristirahat sejenak sembari menceriterakan semua, di tempat tidur justru

naluri laki-laki dan perempuan mereka bergejolak, mereka pun pada akhirnya

melakukan sarêsmi (bersetubuh). Setelah kejadian itu usai, Srikandhi menceriterakan

alasannya pergi dari keraton dan menemui Arjuna. Srikandhi melarikan diri dari

keraton tidak lain untuk menghindari penjodohannya dengan Jungkung Mardeya,

selain itu Srikandhi juga ingin belajar kepiawaian dalam memanah kepada Arjuna.

Pupuh VIII Asmaradana

Dalam perbincangan itu Sêmar dan Bagong mengintip dari luar kamar, setelah

Dananjaya keluar Sêmar bertanya kepada Arjuna mengenai teman bicaranya di dalam

kamar, karena dari luar terdengar suara samar-samar. Arjuna berusaha menjelaskan

kepada Panakawan-nya bahwa ada Putri Cêmpala yang berkunjung ke Madukara,

Sêmar dan Bagong yang berpura-pura tidak tahu itu seketika tertawa terbahak-bahak.

Arjuna berniat unutk merahasiakan hal ini, karena apabila sampai terdengar berita

Page 210: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

245

tersebut, maka semua orang akan menyalahkan Arjuna, ia pun memerintahkan kepada

para Panakawan untuk menjaga rahasia tersebut, semua pintu taman Maduganda

harus ditutup tidak ada yang boleh masuk meski itu adalah istri Arjuna sendiri. Setiap

malam Arjuna dan Srikandhi nampak bermesaraan, serta tiada hari tanpa berlatih

memanah, Arjuna mengajari Srikandhi berbagai tekhnik memanah, tidak ada yang

tahu mengenai keberadaan Srikandhi di taman kecuali Arjuna, Sêmar dan Bagong,

semua juru taman dan istri-istri Arjuna mengira Arjuna sedang melakukan tapa

nendra.

Adegan Negara Cêmpala, Sang Prabu Drupada kebingungan dan bersusah

hatinya karena hilangnya Srkandhi dari keraton, sang prabu mengira hal itu

disebabkan karena ia terlalu memaksa Srikandhi untuk menikah dengan Jungkung

Mardeya. Sang prabu mengutus Patih Trusthakètu untuk memberitahu Prabu

Jungkung Mardeya akan hal itu. Jungkung Mardeya yang mendengar berita tersebut

langsung mengerahkan bala tentaranya untuk mencari Srikandhi dimana pun tempat.

Pupuh IX Pangkur

Jungkung Mardeya merintahkan patih dan segenap prajuritnya untuk mencari

Srikandhi di dalam dan di luar keraton, di dalam negara bahkan di luar negara.

Drêsthajumêna pun pergi ke Negara Amarta untuk memberi tahu Prabu Yudhisthira

atas kepergian Srikandhi dari Negara Pancala, selain itu juga meminta bantuan untuk

menemukan Srikandhi. Prabu Yudhisthira menyanggupinya dan langsung

memerintahkan para prajurit untuk mencari Srikandhi di sekitaran negara Amarta.

Page 211: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

246

Drupadi yang mendengar hal itu langsung curiga kepada Arjuna, karena sudah lama

Arjuna tidak datang di pasewakan Amarta. Drupadi mengutus salah satu dayangnya

untuk menyamar sebagai dayang di Madukara guna mencari informasi mengenai

keberadaan Srikandhi.

Dayang utusan Drupadi berhasil masuk ke Kasatria Madukara, dan tidak ada

satupun dayang di Madukara yang mengetahuinya. Dalam waktu tiga hari dayang

utusan Drupadi tersebut mengetahui kabar mengenai keberadaan Srikandhi yang

sedang berlatih memanah di dalam taman bersama Arjuna. Setelah mengetahui

informasi yang sebenarnya, dayang tersebut bergegas pulang untuk memberi tahu

Drupadi tentang keberadaan Srikandhi.

Pupuh X Sinom

Drupadi yang mendengar berita tersebut langsung bergegas pergi ke

Madukara, dalam hatinya marah dan merasa malu atas kelakuan adiknya itu.

Setibanya di Madukara ia mengetuk pintu dengan sangat keras, Sêmar pada mulanya

tidak membukakan pintu dan nyaris saja memarahi orang yang mengetuk pintu

dengan tidak sopan tersebut, setelah mengetaui bahwa yang mengetuk pintu tersebut

adalah permaisuri Amarta, Sêmar langsung membukakan pintu. Sêmar nampak

gugup menerima kedatangan Drupadi karena pasti akan terjadi perang mulut antara

adik dan kakak, Sêmar kemudian memberi tahu Arjuna akan hal itu, Arjuna pun

demikian, ia merasa tidak enak dengan Drupadi, Arjuna justru pergi dari taman dan

Page 212: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

247

tidak mau melihat kemarahan Drupadi nanti, ia menyuruh Sêmar dan Bagong untuk

mengintip dari kejauhan.

Drupadi menemui adiknya di taman, Srikandhi merasa takut dan berusaha

menjelaskan kepada kakaknya motif kepergiannya dari Pancala. Pada awalnya

Drupadi tidak marah ketika mendengar penjelasan Srikandhi yang pergi karena ingin

belajar memanah kepada Arjuna dan menghindari penjodohan tersebut, akan tetapi

Drupadi menjadi marah besar ketika ia menyuruh Srikandhi untuk mengajarinya

memanah, melalui gerak-gerik Srikandhi dalam mengajari Drupadi nampak semua

apa yang dilakukan Srikandhi dengan Arjuna selama ini, yang dilakukan Srikandhi

diangggap sangat tidak pantas bagi seorang putri raja, kelakuannya tidak berbeda

dengan pelacur. Srikandhi menangis, Drupadi memarahinya sambil menendangnya

dan sangat merendahkannya, Srikadhi lalu pergi dengan membawa senjatanya.

Pupuh XI Kinanthi

Srikandhi pergi meninggalkan Madukara dengan membawa panah, bukan

panah biasa akan tetapi panah prajurit milik Arjuna yakni panah Dhadhali. Drupadi

menyuruh embanya untuk memanggil Rara Irêng, Drupadi ingin menanyakan kabar

Sumbadra yang mana baru saja melahirkan momongan pertamanya. Sumbadra tidak

lama kemudian datang dengan membopong putranya yakni Angkawijaya dan diiring

oleh Sulastri dan Rarasati (istri paminggir/selir Arjuna), keduanya saling melepas

rindu dan saling menanyakan putra pertamanya, Drupadi juga mengatakan motif

kedatangannya ke Madukara yang tidak lain karena mencari Srikandhi yang pergi

Page 213: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

248

dari keraton tanpa sepengetahuan orang tuanya. Setelah dirasa urusan sudah cukup,

Drupadi segera berpamitan dan pulang ke Amarta.

Sêmar melihat Drupadi sudah nampak keluar dari Kasatrian, dan Arjuna

segera menemui sêmar guna menanyakan kabar tentang Srikandhi, Sêmar

menyalahkan Arjuna karena tidak menolong Sikandhi, Sêmar juga mengutarakan

bahwa Srikandhi belum keluar dari kasatrian dan menyuruh Arjuna untuk segera

menyusulnya.

Pupuh XII Asmaradana

Sêmar mengejar Srikandhi, Srikandhi nampak sangat sedih, selain karena

kemarahan Drupadi terhadapnya, ia juga sangat menyesalkan atas sikap Arjuna yang

justru malah meninggalkannya di saat ia membutuhkannya. Sêmar menjelaskan

kepada Srikandhi, bahwa ia diutus Arjuna untuk meyakinkan bahwa perasaan Arjuna

sungguh-sungguh kepadanya. Rarasati yang mendengar pebincangan Srikandhi

dengan Sêmar tertawa nada mengejek, Sumbadra lalu mencubitnya dari belakang dan

menyuruhnya bersama Sulastri untuk mengajak bermain Angkawijaya di sudut

taman. Srikandhi berkata kepada Semar bahwa ia percaya ucapanya apabila Arjuna

sendira yang mengatakannya, Sêmar menyampaikan pesan tersebut kepada Arjuna,

Arjuna serasa gembira hatinya dan langsung menemui Srikandhi di bawah pohon

Nagasari. Setibanya di hadapan Srikandhi, Arjuna berusaha menjelaskan bahwa

kepergianya dari taman karena yang marah adalah seorang perempuan, apabila lelaki

yang memarahinya jangankan seorang, ribuan orangpun akan dihadapinya. Arjuna

Page 214: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

249

berusaha keras untuk meyakinkan cintanya kepada Srikandhi, hingga ia pun berkata

bahwa meskipun renkarnasi ke tujuh ia tidak akan melirik perempuan lagi kecuali

Srikandhi.

Pupuh XIII Pangkur

Sêmbadra yang mendengar perkataan Arjuna yang seolah melupakanya

sebagai istri utama merasa sangat sakit hati, seperti terbakar hatinya, seketika

menghampiri Angkawijaya dan mengajaknya pergi. Arjuna tidak menyangka kalau

Sumbadra menjadi marah karena perkataannya kepada Srikandhi. Arjuna

menghampiri Sumbadra, dan berusaha menjelaskan bahwa perkataanya terhadap

Srikandhi hanya untuk menenangkan hati Srikandhi saja, Arjuna berkata bahwa tidak

akan melupakan istri utamanya yang telah menemaninya suka dan duka. Sumbadra

sangat kecewa dengan segala ucapan Arjuna, bahkan saking sakit hatinya Sumbadra

bersedia untuk dipulangkan ke Dwarawati, Arjuna semakin sedih hatinya mendengar

perkataan Sumbadra.

Sêmar dan Bagong berusaha menghibur majikannya yang bersusah hati,

seperti biasa tingkah kocak mereka yang dipertontonkan di hadapan majikannya.

Sêmar membawa makanan dan Bagong berusaha memintanya akan tetapi Sêmar

tidak memperbolehkannya.

Pupuh XIV Durma

Sêmar dan Bagong masih sibuk berebut makanan di hadapan Arjuna, Bagong

berusaha untuk mendapatkan makanan itu, tak lama kemudian makanan tersebut

Page 215: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

250

tumpah, nasi dengan lauknya yang lezat tidak lagi terlihat lezat, hanya tinggal buah

nagka dan mangga kuweni yang masih bisa dibersihkan, Bagong terus mengejek

Sêmar karena ia berhasil merebut mangga dan nangka milik Sêmar. Sêmar yang terus

merengek meminta belas kasihan Bagong, Bagong akhirnya melempar sebagian

mangga dan nangka itu ke arah Sêmar, Sêmar pun tertawa terbahak-bahak dan merasa

sangat senang.

Arjuna mengajak Sêmar untuk mengejar Srikandhi, karena Srikandhi

diperkirakan sudah keluar dari kasatrian, Arjuna pun melihat panah Dhadhali

miliknya juga tidak ada, dimungkinkan dibawa oleh Srikandhi. Arjuna mengeluarkan

ajian pangganda yang mana dapat melacak jalan yang dilewati Srikandhi berdasarkan

bau, Sêmar dan Bagong mengikuti Arjuna dari belakang. Pagi telah menyingsing,

Srikandhi sudah sampai di tengah hutan, langkahnya terhenti oleh barisan raksasa

yang dipimpin oleh Kala Pradêksa. Kala Pradêksa adalah utusan Jungkung Mardeya

yang sengaja diutus untuk mencari Srikandhi, karena Srikandhi tidak sudi untuk di

ajak pulang bersama sekawanan raksasa itu, akhirnya terjadi peperangan, Wil Kala

Pradêksa terkena panah Srikandhi seketika putus lehernya. Arjuna yang melihat

Srikandhi sedang dikroyok oleh para raksasa langsung membantunya, dilepaskanya

pusaka panah Kyai Sarotama melesat mengenai para raksasa bagaikan burung yang

terbang.

Page 216: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

251

Pupuh XV Dhandhanggula

Srikandhi menoleh ke belakang dan ternyata yang membantunya adalah

Arjuna, Srikandhi merasa tidak senang akan hal itu, lalu ia melanjutkan perjalanan

pulang ke Pancala, Arjuna pun masih membuntutinya, setelah sudah sampai di

Pancala Arjuna merasa lega dan kembali ke kasatrian.

Adegan nagara Amarta, yudhisthira nampak kesal akibat laporan dayangnya

yang mengutarakan bahwa hilangnya Srikandhi dari Pancala ada hubungannya

dengan Arjuna, akhirnya sang prabu mengutus Nakula untuk memanggil Arjuna

bersama istri dan anaknya untuk ke keraton. Sesampainya di Madukara, Nakula

menyampaikan perintah rajanya kepada Arjuna, bahwa Arjuna bersama anak dan

istrinya diperintahkan untuk menghadap Yudhisthira ke keraton. Arjuna dan Drupadi

yang sedang bermarahan itu bersiap-siap untuk pergi keraton, setelah upacara

pemberangkatan selesai, mereka bersama dengan segenap prajurit berangkat ke

Amarta. Setibanya di Amarta Drupadi masuk ke dalam pura, sedangkan Arjuna

bersama para abdinya ditahan di srimanganti dihukum dan dilucuti senjatanya.

Gempar warga negara Amarta, Bima dan Gathotkaca nampak sangat sedih sekali.

Adegan negara Dwarawati, Sri Krisna yang sangat rindu dengan raja Amarta,

ia sangat ingin bertemu dengan putra bibinya itu, kepergian Krisna menuju Amarta

diiring oleh Sêtyaki, Raden Samba dan segenap prajurit. Sedangkan Patih Udawa

tinggal di keraton.

Page 217: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

252

Pupuh XVI Asmaradana

Pada pertemuan agung itu, tidak nampak Arjuna karena ia sedang dihukum,

Sri Krisna yang bijak lalu menanyakan kepada Yudhisthira mengenai keberadaan

Arjuna, Yudhisthira lalu menjelaskannya bahwa Arjuna sedang menjalani hukuman

dan alasannya dihukum. Sri Krisna yang bijak lalu mengusulkan suatu solusi, bahwa

tidak Arjuna saja yang salah, melainkan Srikandhi pun juga, karena yang datang ke

kasatrian dari pihak wanita, oleh karena harus dipertemukan keduanya. Krisna

bersedia untuk menjadi juru bicara yang akan menyerahkan kebijaksanaan kepada

Prabu Drupada atas hukuman yang akan diterima Arjuna. Prabu Yudhistira

menyetujui usulan tersebut, Sri Krisna juga mengajak Wrêkodara dan Gathotkaca

bersama prajurit-prajuritnya untuk ikut dengan Krisna ke Pancala, karena pada saat

itu Pancala sedang kedatangan tamu dari tanah sabrang yakni Jungkung Mardeya dan

bala tentaranya, yang mana apabila lamaran mereka ditolak pasti akan menggempur

perang.

Keesokan harinya semua prajurit dari berbagai negara nampak bersiap-siap,

yakni prajurit Pringgadani, Jodhipati, Amarta, dan Dwarawati, setelah semuanya

sudah siap, mereka semua berangkat mengiring Arjunake negara Pancala.

Pupuh XVII Kinanthi

Berangkatnya para prajurit dari Pringgodani yang dipipimpin Gathotkaca,

para prajurit Jodhipati yang dipimpin oleh Wrekodara, prajurit dari Madukara yang

dipimpin oleh Arjuna, serta prajurit Dwarawati yang dipimpin oleh patih Sêtyaki,

Page 218: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

253

mereka menuju ke negara Cempala guna memintakan maaf atas perbuatan Arjuna

yang dinilai tidak pantas untuk seorang kesatria negara.

Setibanya di Cempala, nampaknya kedatangan prajurit Amarta

menggemparkan rakyat Cempala, serta Sri Krisna yang juga ikut hadir pada kejadian

itu menambah rasa tersanjung bagi raja Cempala. Sri Krisna sebagai juru bicara atas

nama Prabu Puntadewa memintakan maaf atas kelakuan Arjuna yang dinilai kurang

baik, serta mengajukan lamaran agar Arjuna dan Srikandhi segera dinikahkan

mengingat keduanya nampak saling mencintai. Mendengar ucapan Sri Krisna

membuat lega hati Prabu Dropada, sang raja Cempala pun menyetujuinya, namun ada

sesuatu yang menjadi ganjalan yakni lamaran raja dari tanah sabrang Prabu Jungkung

Mardeya, yang mana akan memerangi negara Cempala apabila lamarannya ditolak.

Pupuh XVIII Pangkur

Wrêkodara yang nampaknya mendengar bahwa ada yang akan menggempur

perang sudah tak sabarkan hati, ia segera berpamitan untuk menggempur perang

Prabu Jungkung Mardeya beserta bala tentaranya, Krisna berserta prajurit Wresni dan

Gathotkaca beserta prajurit Pringgadani lekas menyusul Wrêkodara dan bala tentara

Jodhipati.

Berganti adegan pasanggrahan Sawojajar yang kala itu baru dihuni Jungkung

Mardeya dan bala tentaranya, mereka sedang membicarakan tentang informasi yang

diterimanya dari salah satu abdi, bahwa Srikandhi sebenarnya sedang berada di

Madukara belajar memanah bersama Arjuna, selain itu beberapa prajurit dan bupati

Page 219: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

254

telah tewas terbunuh di tengah hutan ketika berperang dengan Prêmadi. Raja

Paranggubarja yang mendengar berita itu nampak marah dan ingin segera

melancarkan serangan, akan tetapi tidak lama kemudian salah satu abdi memberi

informasi bahwa di luar pasanggrahan sudah dinanti oleh Raden Wrêkodara bersama

Raden Gathotkaca dan Sêtyaki beserta balatentaranya untuk berperang. Para prajurit

Paranggubarja segera merapatkan barisan, perang pun tidak terelakan, Gathotkaca

berperang melawan Patih Jaya Sudarga beserta pasukannya di udara, Sêtyaki di sisi

kanan, sedangkan Wrêkodara di sisi kiri.

Pupuh XIX Durma

Perang besar tidak dapat dihindari, banyak prajurit Paranggubarja yang tewas

sia-sia di medan pertempuran, banyak para bupati yang tewas di tangan Sêtyaki,

Wrêkodara dan Gathotkaca. Perang semakin memanas, hingga pada akhirnya Patih

Jayasudarga turun tangan karena melihat prajuritnya kocar-kacir, ia melawan

Gathotkaca, setelah perang sengit diantara keduanya dimulai dan Gathotkaca berhasil

memenangkan peperangan itu, para prajurit Paranggubarja yang melihat kejadian

tersebut lari terbirit-birit dan melapor kepada Jungkung Mardeya.

Jungkung Mardeya yang mendapatkan kabar buruk dari salah seorang

punggawanya bahwa sang patih telah gugur, seketika hatinya serasa terbakar,

dicambuknya kuda perangnya dan menujulah ia ke medan peperangan.

Page 220: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

255

Pupuh XX Pangkur

Perang semakin sengit, prabu Jungkung Mardeya yang diselimuti amarahnya

segera mengeluarkan ajiannya berupa angin besar yang keluar dari tubuhnya serta

ribuah berbagai jenis senjata yang keluar dari senjata andalanya yang berupa panah,

seketika dilepaskannya secara bersamaan, dan banyak para prajurit dari Amarta yang

berlarian dan terpelanting karena angin besar dari Jungkung Mardeya, di medan

pertempuran hanya tertinggal tiga orang prajurit Amarta yakni Bima, Gathotkaca dan

Sêtyaki.

Tiga prajurit Amarta yang sakti itu nyaris tak kuasa menerima ajian dari

Jungkung Mardeya, akan tetapi Wrêkodara berusaha menandinginya dengan cara

mengeluarkan ajian yang berupa angin besar, akan tetapi angin dari keduanya sama

kuat dan hanya berputar-putar di tengah medan peperangan, namun demikian senjata

yang beribu-ribu itu belum dapat dihentikan. Perang belum berhenti, kedua belah

pihak tidak ada yang mau mengalah, akan tetapi matahari sudah hampir tenggelam,

terpaksa perang dihentikan sejenak, kedua belah pihak kembali ke pakuwon masing-

masing.

Pada malam itu Jungkung Mardeya bersenang-senang dengan bala tentaranya,

serta mengatur siasat hendak menyerang prajurit Amarta dengan ajian yang lebih

dahsyat. Berbanding terbalik dengan Bima dan segenap prajurit yang sedang bersedih

hati, Raden Gathotkaca ingin kembali ke Pancala untuk meminta bantuan Sri Krisna

Page 221: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

256

dan Arjuna, akan tetapi dilarang oleh Wrêkodara, raden Wrêkodara tidak ingin

mengecewakan sang kakak Puntadewa.

Berganti ceritera yakni di kedaton Pancala, Sri Krisna yang mengkawatirkan

sesuatu yang kurang menguntungkan terjadi.

Pupuh XXI Asmaradana

Sang Arimurti meminta mendapatkan firasat tidak baik, pada malam hari itu

pula meminta izin kepada prabu Dropada untuk melihat keadaan di medan perang,

dengan senang hati prabu Dropada mengizinkan, bersamaan dengan itu sang prabu

juga mengutus Drêsthajumêna putranya untuk memimpin seribu prajurit Pancala

guna membantu prajurit Amarta. Arimurti dan Prêmadi dengan segera bergegas

menuju peperangan dengan terbang, selagi prajurit Madukara dan Pancala dibawah

komando Drêsthajumêna berjalan di darat.

Setibanya di pakuwon Sang Arimurti dan Prêmadi melihat Sang Bima nampak

bersedih dan hanya memegang gadanya saja. Pada malam itu juga para prajurit

Amarta mengatur siasat untuk perang esok harinya. Fajar menyingsing para prajurit

kedua belah pihak saling merapatkan barisan masing-masing, dan siap untuk

berperang.

Pupuh XXII Durma

Prabu Jungkung Mardeya membentangkan panah saktinya, keluar angin besar

dan bebatuan hingga seperti lumpur yang mengalir, tidak hanya itu, dari panah

Page 222: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

257

saktinya prabu Jungkung Mardeya juga mengeluarkan ribuan berbagai jenis senjata

dan saling beterbangan, senjata-senjata itu seperti alugara, limpung, ribuan busur

panah, musala dan lain sebagainya. Senjata-senjata tersebut digerakan dengan melalui

puja mantra, seketika angin, bebatuan serta ribuan senjata menyerang barisan prajurit

Amarta. Sang Arimurti bersama dengan Arjuna berpuja mantra untuk mengalahkan

ajian dari Jungkung Mardeya, bersamaan dengan itu Drêsthajumêna juga

mementangkan kedua panahnya secara bersamaan.

Peperangan berlangsung sengit, kedua belah pihak sama-sama kuat, tiba-tiba

datang seorang utusan dari Cêmpala bernama Sucitra memberikan pesan agar Sri

Krisna menyudahi peperangan sejenak dan diteruskan nanti. Arjuna berusaha

menandingi kesaktian Jungkung Mardeya, ia mengeluarkan senjata pamungkas,

keluar angina besar dari panah Arjuna, dan seketika menyapu habis ribuan senjata

yang dikendalikan Jungkung Mardeya, raja Paranggubarja itu seketika terkejut

melihat kesaktian para prajurit Tanah Jawa.

Akhirnya Jungkung Mardeya mengatur siasat, ia menantang perang panah,

karena di tanah sabrang tidak ada satupun yang dapat menandinginya. Surat

tantangan pun dikirimnya melalui sebuah busur panah, surat yang yang diikatkan di

sebuah busur itu secara kebetulan mengarah ke Arjuna. Seketika panah ditangkap

Arjuna dan dibacanya isi surat tersebut.

Page 223: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

258

Pupuh XXIII Pangkur

Isi surat tersebut Jungkung Mardeya menantang Arjuna untuk berperang

panah, Dananjaya pun membalas surat tantangan tersebut, surat diikatkan pada busur

panah Sarotama dan diantarkannya ke hadapan raja negara Paranggubarja. Jungkung

Mardeya terheran-heran melihat busur panah yang seperti burung, mempunyai sayap

dan seperti hidup, setelah surat diterima Sarotama kembali kepada Arjuna. Isi surat

Arjuna adalah perkenalan dirinya kepada Jungkung Mardeya, dan akan melayani

tantangan Jungkung Mardeya. Raja Paranggubarja yang membaca isi surat balasan

itu, langsung mencambuk kudanya menuju ke tengah medan pertempuran, begitu

pula dengan Arjuna yang melihat musuhnya menuju tengah medan pertempuran,

langsung menuju ke tengah medan peperangan yang mana kereta kuda miliknya

dikusiri oleh Krisna.

Peperangan berlangsung sengit, keduanya saling beradu kepiawaian

memanah, di sisi yang lain Patih Jayasudarga yang melihat rajanya sedang berperang

berusaha melancarkan rencana liciknya, ia membawa limpung dan terbang ke

angkasa dengan tujuan hendak menyerang dari atas, akan tetapi ia tidak melihat

bahwa ada Gathotkaca yang terbang lebih tinggi dan mengawasinya dari atas, ketika

Patih hendak lancarkan aksinya, Sang Gathotkaca dengan cepat menyambar limpung

Jayasudarga dan menendang wajahnya.

Page 224: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

259

Pupuh XXIV Durma

Patih Jayasudarga sangat marah atas kelakuan Gathotkaca yang

menyerangnya dari belakang, perang tanding pun tidak terelakkan. Perang tanding

antara Gathotkaca melawan Jayasudarga berlangsung sengit, perang di udara maupun

di daratan, Patih Jayasudarga akhirnya pun tewas di tangan Gathotkaca. Kematian

Jayasudarga bersamaan dengan datangnya seorang brahmana sakti ayah Jungkung

Mardeya.

Sang brahmana terheran-heran melihat kematian Jayasudarga yang mana di

tanah sabrang sakti tiada lawan akan tetapi di Tanah Jawa kematiannya hanya

melawan satu orang. Bersamaan dengan itu, sang brahmana juga melihat putranya

sedang berperang melawan seorang kesatria, melihat keadaan yang demikian

memprihatinkan menjadikan sang brahmana marah, kemarahannya mampu membuat

langit berwarna hitam, suara petir yang sangat dahsyat di angkasa semakin membuat

suasana semakin mencekam. Jungkung mardeya yang melihat ayahnya datang merasa

gembira seketika membalikkan keretanya untuk sementara menyudahi perang

melawan Janaka.

Sri Krisna yang cerdas segera menyuruh Permadi untuk melepaskan

brahmastra kearah sang brahmana, dan apabila leher sang brahmana sudah putus,

Permadi disuruh untuk memisahkan jauh-jauh kepala sang brahmana dengan

badannya. Arjuna yang pandai tanpa banyak mengulur waktu langsung melepaskan

pusaka Sarotama ke arah sang brahmana, seketika sang brahmana tewas, kepala

Page 225: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

260

terpisah dengan badanya. Seperti yang diperintahkan Arimurti, Permadi membuang

jauh-jauh badan sang brahmana dan melempar kepala brahmana ke arah Sang Prabu

Jungkung Mardeya.

Pupuh XXV Asmaradana

Prabu Jungkung Mardeya yang melihat kepala ayahnya tergeletak di

pangkuanya seketika menangis sembari memberi penghormatan, ia menyuruh para

bupati untuk mencari jasat ayahnya, sedangkan Prabu Jungkung Mardeya dan

segenap prajuritnya kembali ke palagan untuk melanjutkan peperangan. Sri Krisna

menyuruh Arjuna mengeluarkan senjata angin, untuk menyapu Jungkung Mardeya

beserta prajuritnya dan menjatuhkannya ke negara asalnya. Sang Parta mengeluarkan

senjata Pawanendra dan menyapu habis pasukan Paranggubarja, hal ini dilakukan

karena sri Krisna menyayangkan negaranya, dan setelah dipulangkan agar Jungkung

Mardeya beserta balatentaranya berfikir bahwa prajuritnya sudah tidak

memungkinkan untuk berperang.

Setelah perang usai para prajurit dan senapati kembali ke negara Pancala,

setibanya di keraton Pancala sri Krisna menceriterakan semuanya kepada Prabu

Dropada, mendengar semua perkataan Krisna hati sang prabu sangat gembira, sang

prabu berkata bahwa pesta pernikahan Srikandhi dengan Arjuna akan dilaksanakan

pada hari senin depan.

Page 226: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

261

Pupuh XXVI Kinanthi

Sang Prabu Dropada menyuruh permaisurinya untuk menjenguk putrinya

Srikandhi yang sedang berada di taman sari. Berganti ceritera, yakni yang sedang

berada di taman keputren, Srikandhi seorang diri yang sedang melamunkan peristiwa-

peristiwa yang baru saja dialaminya bersama Arjuna, tidak lama kemudian Srikandhi

dikagetkan dengan kedatangan salah seorang abdi keraton yang menginformasikan

bahwa pangeran Arjuna telah berhasil mengalahkan raja negara Paranggubarja

beserta segenap prajuritnya, ditengah-tengah perbincangan Srikandhi dengan abdinya,

tiba-tiba ibunda Srikandhi dhatang, Srikandhi dan embannya langsung memberi

hormat.

Kedatangan ibu suri tidak lain diutus Sang Prabu Dropada untuk

menyampaikan berita bahwa pangeran Arjuna telah berhasil memukul mundur

pasukan dari Paranggubarja. Ibu suri juga memberitahu Srikandhi bahwa pesta

pernikahannya dengan Permadi akan dilaksanakan hari Senin yang akan datang.

Srikandhi justru menolaknya, karena ia belum ingin menikah, Srikandhi masih ingin

banyak belajar olah kaprajuritan, ia mau menikah hanya dengan kesatria yang baik

lagi sakti, yang mampu mengalahkannya dalam memanah. Ibu suri menangis sembari

memeluk putrinya, akhirnya ibu suri kembali ke istana untuk memberitahu sang raja

atas jawaban putrinya. Mendengar berita yang disampaikan permaisuri, seketika sang

raja marah serta kecewa dengan jawaban dari putrinya.

Page 227: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

262

Pupuh XXVII Sinom

Prabu Dropada meminta permaisurinya untuk menjelaskan semuanya di

hadapan Arimurti, setelah Krisna mendengar semua penjelasan dari permaisuri ia

hanya senyum dan meminta Drêsthajumêna untuk menyampaikan segala permintaan

Srikandhi kepada Arjuna.

Berganti yang diceriterkan yakni pangeran Arjuna bersama istrinya Rarasati

dan para Panakawan, Arjuna sedang berbincang-bincang dengan Rarasati, ditengah

perbincangan mereka tiba-tiba datanglah Drêsthajumêna. Pangeran Drêsthajumêna

memberi informasi bahwa kakaknya yakni Srikandhi mau menikah asalkan seorang

yang akan menikahinya itu mampu mengalahkan kepiawaiannya dalam memanah,

apabila tidak ada yang dapat mengalahkannya, Srikandhi memilih tidak menikah.

Sang Parta menolak untuk menandingi Srikandhi dalam memanah, namun dari

belakang Rarasati yang mendengar perbincangan itu membisikan kata-kata kepada

Arjuna bahwa dialah yang akan menandingi Srikandhi.

Pupuh XXVIII Asmaradana

Sang Arjuna tidak menggubris apa yang dibisikkan Rarasati, Arjuna berkata

kepada Drêsthajumêna agar menyampaikan pesan kepada raja Pancala bahwa ia tidak

sanggup untuk menandingi Srikandhi dalam beradu memanah. Drêsthajumêna

berkata bahwa ia lebih baik mati daripada pulang dengan tangan kosong, akhirnya

sang Rarasati memberanikan diri untuk unjuk bicara, ia mengatakan kepada

Drêsthajumêna bahwa ia sanggup menandingi Srikandhi dalam beradu memanah.

Page 228: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

263

Drêsthajumêna yang mendengar jawaban Rarasati seketika bertepuk tangan dengan

penuh gembira, ia langsung berpamitan kepada Arjuna yang tidak sanggup berkata-

kata lagi karena tingkah Rarasati itu dan hendak menyampaikan berita baik itu

kepada Prabu Dropada.

Arjuna marah kepada Rarasati yang lancang berbicara, karena kawatir akan

membuat malu di hadapan orang banyak, selain itu sepengetahuan Prêmadi Rarasati

tidak tahu menahu soal memanah. Rarasati hanya berusaha menjelaskan kepada

Arjuna bahwa ia sebenarnya sering mengintip Srikandhi ketika belajar memanah

bersama Arjuna. Arjuna yang mendengar jawaban Rarasati seketika mengambil

panah beserta busurnya, ia menyuruh Rarasati membuktikan perkataanya. Rarasati

hanya tersenyum ketika Arjuna menyuruh memanah pohon kapas, ketika hendak

membentangkan panahnya, tiba-tiba Arjuna memegang panah tersebut seraya memuji

Rarasati, meskipun tidak diajari namun gaya memanahnya sudah terlihat lihai seperti

orang yang diajari seorang ahli. Suasana romantik pun terjadi, Arjuna mengajari

Rarasati dengan penuh kesabaran, Arjuna mengajari gaya memanah yang pantas

untuk wanita, karena gaya memanah Rarasati masih seperti laki-laki. Rarasati mampu

menguasai tekhnik memanah yang diajarkan Arjuna dengan cepat, ia memanah mulai

dari sasaran pohon kapas, terong, telur puyuh dan sehelai rambut, ia dapat mengenai

semua sasaran dengan tepat.

Page 229: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

264

Pupuh XXIX Sinom

Rarsati dan Arjuna masih tetap berlatih, Arjuna dibuat kagum akan

kepiawaian Rarasati, meskipun baru sehari itu diajari oleh Arjuna akan tetapi

kemahirannya tidak kalah dengan yang telah lama belajar. Arjuna meminta maaf akan

ucapanya tadi, bahwa ia telah meremehkan Rarasati.

Berganti yang diceriterakan, yakni Drêsthajumêna yang sudah samapai di

Cêmpala, kedatangannya telah ditunggu oleh kedua raja agung yakni Sang Krisna dan

Dropada ayahnya. Drêsthajumêna membawa pesan baik, bahwa ada yang mau

menandingi kakaknya dalam memanah yang tidak lain adalah istri Arjuna yakni

Rarasati. Prabu Dropada meminta pertimbangan Sri Krisna, Sang Padmanaba itu

dengan bijak memerintahkan Drêsthajumêna untuk menemui kakaknya di taman

keputren guna memberi tahu bahwa ada seorang perempuan yang akan

menandinginya dalam beradu kepiawaian memanah, serta menanyakan waktu kapan

tanding memanah itu dilakukan dan dimana tempat itu dapat dilaksanakan,

berangkatlah Drêsthajumêna ke taman keputren. Setibanya di taman keputrèn,

Drêsthajumêna mengatakan semuanya kepada Srikandhi kakaknya, ia berusaha

mengingatkan Srikandhi untuk mengurungkan niatnya, akan tetapi justru menjadikan

kemarahan Srikandhi.

Page 230: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

265

Pupuh XXX Pocung

Srikandhi menjawab pertanyaan Drêsthajumêna bahwa mengenai tempat

beradu memanah akan dilaksanakan di dalam taman keputren saja, dan akan

dilaksanakan pada hari Buda cêmêngan (Rabu Wage). Srikandhi menyuruh segenap

abdinya untuk mendekorasi taman agar terlihat lebih indah supaya jalanya tanding

panah semakin meriah, pada saat jalanya pertandingan juga harus diiringi lantunan

suara gamelan. Srikandhi juga menyuruh para abdinya berlaku adil pada saat jalanya

pertandingan, apabila ada salah satu dari peserta yang meleset ataupun tepat dalam

mengenai sasaran panahnya para emban harus bersorak, entah itu Rarasati ataupun

Srikandhi. Setelah selesai berpesan kepada semua abdinya, Srikandhi mengutus

Drêsthajumêna untuk menyampaikan semua permintaannya kepada Sang Sri

Padmanaba dan Prabu Dropada. Usai menerima perintah, Drêsthajumêna segera

berpamitan dan menemui kedua raja yang sedang menantinya.

Setibanya di dalam keraton Drêsthajumêna menyampaikan pesan yang

dibawanya kepada kedua raja agung di hadapanya, Sang Krisna hanya tersenyum

mendengar berita tersebut, Krisna yang bijak segera mengutus Drêsthajumêna untuk

menyiapkan segala perabot-perabot yang dibutuhkan dalam pertandingan sesuai yang

dikehendaki Srikandhi. Prabu Dropada setelah pertemuan usai segera keluar dari

dalam keraton dan memerintah patih Candrakètu dan segenap prajurit untuk

membersihkan taman keputren dan menghiasnya.

Page 231: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

266

Hari Rabu Wage tinggal dua hari lagi, Rarasati tidak henti-hentinya berlatih

bersama Arjuna, berlatih penuh semangat dan tak kenal lelah. Dua hari berlalu, saat

yang dinanti-nanti pun tiba, pertandingan akan segera dimulai, semua tamu agung

seperti Sri Krisna, segenap Pandawa, Sêtyaki nampak sudah duduk pada tempatnya

masing-masing, ketiga sasaran panah yakni telur puyuh, sehelai rambut, dan terong

gelathik sudah terpasang, abdi dalem penabuh gamelan juga mulai memainkan

tugasnya masing-masing. Drêsthajumêna diutus ayahnya untuk memberi tahu

kakaknya agar segera mempersiapkan diri.

Pupuh XXXI Kinanthi

Srikandhi memasuki arena pertandingan, sorak sorai para penonton

bergemuruh bersamaan dengan lantunan gendhing Ladrang Mangu mengiringi

langkah Srikandhi menuju panggung pertandingan. Srikandhi mulai duduk bersila

dan merentangkan panahnya dan mulai mengincar sasaran yang berwujud telor

puyuh, akan tetapi gaya memanahnya masih nampak seperti gaya seorang lelaki,

seiring dengan mencepatnya ritme iringan gamelan, Srikandhi melepaskan anak

panahnya dan mengenai sasaran dengan tepat, sorak sorai penonton bergemuruh.

Rarasati mendapatkan giliran, ia meminta restu kepada suaminya, langkahnya

menuju panggung diiringi dengan gending Gandrung Mangu, setibanya di panggung

Rarasati mulai merentangkan panahnya, mulai diincarnya sasaran busur yang berupa

telor puyuh itu, bersamaan dengan ritme lantunan gending mencepat, ia melepaskan

anak panah dan mengenai telor puyuh itu, akan tetapi telor tidak pecah nampak

Page 232: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

267

seperti meleset dan hanya menyentuh saja, para pendukung Srikandhi bersorak

merendahkan. Rarasati hanya tersenyum, Sri Krisna yang bijak mengutus salah

seorang untuk mengambil telor puyuh yang dijadikan sasaran panah Rarasati dan

memberinya kepada Prabu Dropada, dang prabu terpaku keheranan melihat telor itu,

telor yang seharusnya hancur terkena busur panah namun hanya berlubang. Para

bupati dan pejabat keraton terheran-heran dan memuji kepiawaian Rarasati.

Drêsthajumêna membawa telor puyuh itu ke hadapan kakaknya, ia memberi

tahu bahwa Srikandhi telah kalah pada babak pertama, Srikandhi terpaku melihat

telor yang dipanah Rarasati, dalam hatinya merasa kecewa. Babak kedua dimulai,

dengan diiringi gending Gonjang-ganjing Srikandhi naik ke panggung,

direntangkannya panah dan mulai mengincar sasaran kedua yang berwujud terong

gelathik, terong putus terkena busur panah Srikandhi, bagian atas masih terganung di

atas, sedangkan sebagian jatuh ke tanah, sorak gemuruh beserta tepuk tangan para

penonton bergemuruh. Giliran Rarasati yang naik ke panggung, suara gending

Gambir Sawit mengiringi langkahnya menuju ke atas panggung, direntangkannya

panah dan diincarnya terong gelathik, seketika sasaran tembus dengan busur panah

sebagian masih menyangkut di tengah sasaran tanpa merusak wujud dari terong

gelathik. Drêsthajumêna menyampaikan kabar kepada kakanya bahwa pada sesi

kedua ini Srikandhi kakaknya juga kalah. Srikandhi dengan kesal mengatakan kepada

Drêsthajumêna bahwa masih ada sesi terakhir, yakni memanah sehelai rambut.

Page 233: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

268

Pupuh XXXII Pangkur

Gending Gandasuli berbunyi, Sang Srikandhi segera menuju panggung,

segera dibentangkan panah olehnya, diincar tepat pada sasaran, dilepaskanlah busur

panah oleh Srikandhi tepat mengenai sasaran helai rambut putus seketika. Sorak sorai

para penonton pertandingan itu bergemuruh ketika Sang Srikandhi dapat mengenai

sasaran dengan tepat. Rarasati segera mempersiapkan diri, kembali ia meminta restu

kepada Sang Arjuna, dengan alunan gendhing Calunthang Rarasati naik ke atas

panggung, segera diincarnya sehelai rambut yang sudah terpasang di hadapannya,

dilepaskannya busur panah itu dan mengenai sehelai rambut hingga terbelah, rambut

tidak putus melainkan terbelah dengan busur panah masih bergantung pada rambut,

sorak bergemuruh para pendukung Rarasati.

Drêsthajumêna diutus ayahandanya untuk menemui Srikandhi guna memberi

tahu bahwa sayêmbara telah usai dan Srikandhi akan segera dinikahkan dengan

Arjuna. Srikandhi mengakui kekalahannya, akan tetapi ia mempunyai satu

permintaan lagi, ia harus perang tandhing dengan Rarasati, Drêsthajumêna menolak

untuk menyampaiakn kepada sang raja karena hal itu sangat membahayakan

Srikandhi, karena salah satu akan mati dan bahkan keduanya akan mati. Srikandhi

memarahi adiknya, ia tidak mau tahu akan hal itu, dan apabila ayahnya tidak

menuruti maka ia bersedia mati. Drêsthajumêna mendengar hal tersebut merasa

sangat bersedih, akhirnya dengan terpaksa Drêsthajumêna melaporkan permintaan

kakaknya itu kepada Prabu Dropada, sang prabu sangat marah mendengar berita

tersebut, Sri Krisna yang bijak berusaha menenangkan hati sang raja, ia mengusulkan

Page 234: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

269

bahwa keinginan Srikandhi harus dituruti. Akhirnya dengan terpaksa Prabu Drupada

menuruti keinginan Srikandhi, karena apabila keinginannya tidak dituruti maka

Srikandhi tidak akan menikah meski sampai tua nanti, dan apbila ayahnya memaksa

maka ia lebih baik mati, lalu diutuslah Drêsthajumêna untuk menemui Arjuna guna

menyampaikan keinginan Srikandhi. Sesampainya di tempat Arjuna berada,

Drêsthajumêna menghaturkan permohonan maaf dan maksud kedatangannya. Arjuna

hanya tersenyum dan berkata dengan bijak bahwa ia tidak mau menuruti keinginan

Srikandhi, ia tidak jadi menikah tidak jadi masalah, dan meminta kepada

Drêsthajumêna untuk menyampaikan permintaan maafnya kepada Sri Arimurti dan

Prabu Drupada. Rarasati yang mendengar percakapan itu merasa tersinggung hatinya

bagai terbakar.

Pupuh XXXIII Durma

Rarasati menyela percakapan diantara keduanya, ia mengatakan kepada

Arjuna bahwa ia sanggup menuruti keinginan Srikandhi, Arjuna langsung

menyentaknya, dan menyuruh Rarasati untuk pulang ke Madukara karena permintaan

Srikandhi itu tidak wajar. Rarasati tetap bersi keras dengan keinginannya, di tengah

pedebatan di antara Arjuna dan Rarasati, Drêsthajumêna menyela meminta kepastian,

akhirnya Arjuna pergi sembari berkata kepada Drêsthajumêna untuk menanyakan

langsung kepada Rarasati tanpa sepengetahuan Arjuna, karena Arjuna dalam hati

tidak menegakan keduanya. Rarasati berkata kepada Drêsthajumêna bahwa ia

menyanggupi tantangan Srikandhi, Drêsthajumêna lalu menyembah dan pamit

pulang.

Page 235: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

270

Sesampainya di Pancala, Drêsthajumêna menyampaikan berita bahwa

Rarasati sanggup untuk menandingi Srikandhi dalam berperang, Sri Krisna lalu

menyuruhnya untuk menemui Srikandhi dan menyampaikan berita itu.

Drêsthajumêna dengan sopan menyampaikan berita itu kepada Srikandhi sembari

menawarkan pilihan, apabila memang kakaknya tidak berniat menikah dengan Arjuna

maka Drêsthajumêna yang akan menyampaikannya kepada Sang Parta. Srikandhi

mengatakan bahwa memang hal itu disengaja olehnya, karena ia ingin berperang

tanding. Srikandhi menyuruh Drêsthajumêna untuk menyuruh para pangrawit untuk

membunyikan gamelan sebagai iringan, apabila gamelan sudah berbunyi Srikandhi

akan keluar dan begitupun Rarasati agar segera keluar. Gamelan Jawa

berkumandhang, Srikandhi dan Rarasati nampak bersiap-siap, kedua belah pihak

sama-sama menggunakan busana perang, Dananjaya miris dan tidak kuasa melihat

kedua orang yang dicintainya hendak berperang yang mana resiko dari peperangan itu

satu di antaranya bahkan keduanya akan mati.

Rarasati dan Srikandhi memasuki arena peperangan, mereka saling beradu

ketrampilan memanah, Rarasati memanah ke arah Srikandhi lalu di tangkis busur

panah itu, begitu sebaliknya. Keduanya nampak sama kuat, namun Srikandhi lengah,

panahnya putus terkena busur panah Rarasati, busur panah mengenai dada Srikandhi

akan tetapi hanya mengenai badhong-nya (bagian dari pakaian perang) hingga putus.

Srikandhi semakin memuncak amarahnya, lalu ia mencabut patrêm (keris kecil) dan

mendekati Rarasati, Rarasati yang melihat hal itu lalu membuang panahnya dan

mencabut patrêm miliknya, Sang Arjuna semakin khawatir melihatnya, begitupun

Page 236: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

271

semua penonton yang melihat petandingan tersebut. Ketika keduanya hendak

menghantamkan petrêm-nya Sri Krisna sigap dan menangkis Srikandhi, begitupun

Arjuna ia menangkis Rarasati dan membawa keduanya menjauh dari arena

pertandingan.

Pupuh XXXIV Dhandhanggula

Srikandhi pingsan, lalu ia dibawa ke dalam pura, setelah Srikandhi sadar ibu

suri menanyakan kepastian kepada Srikandhi mengenai pernikahanya dengan Arjuna,

semua permintaan Srikandhi sudah terlaksana, apabila memang Srikandhi tidak mau

menikah dengan Arjuna maka Prabu Drupada yang akan menanggung segala

risikonya. Srikandhi mengatakan kepada ibunya bahwa tidak ada seorang putri raja

yang ingkar dengan janjinya, ia bersedia menjadi istri Arjuna meski pun hanya

menjadi istri paminggir saja. Ibu suri nampak sangat senang mendengar berita

tersebut, begitu pula sang baginda raja. Srikandhi menyuruh ke dua puluh abdinya

untuk menemui Rarasati guna mengajak Rarasati untuk pergi ke taman bertemu

dengan Srikandhi. Dua puluh abdi Srikandhi berangkat menuju pakuwon, Arjuna

kaget tiba-tiba melihat banyak abdi Srikandhi menemuinya, ternyata kedua puluh

abdi Srikandhi tersebut diutus oleh majikannya untuk membawa Rarasati ke taman

sari guna bersilaturahmi dengan Srikandhi. Arjuna tersenyum mendengarnya,

Rarasati lalu dibawa ke taman sari diiring oleh kedua puluh abdi Srikandhi dan

seorang kepercayaan Arjuna bernama Sucitra. Semua orang di jalan terkagum-kagum

melihat kecantikan Rarasati, bahkan kegiatan mereka rela dihentikan sejenak hanya

untuk melihat kecantikan Rarasati. Setibanya di taman keputren Rarasati langsung

Page 237: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

272

menundukkan kepala hendak berlutut menyembah, akan tetapi Srikandhi langsung

merangkulnya, Srikandhi berkata bahwa sudah menganggap Rarasati seperti

saudaranya sendiri.

Pupuh XXXV Sinom

Srikandhi meminta maaf atas seluruh kesalahan yang diperbuatnya kepada

Rarasati, dan meminta pengarahan kepada Rarasati mengenai cara melayani Arjuna

dengan baik. Dalam taman keputren keduanya saling memahami satu sama lain,

bercanda tawa bersama dengan para dayangnya.

Hari senin yang telah dinanti-nanti pun tiba, pernikahan Srikandhi dan Arjuna

akhirnya terlaksana, kedua mempelai dirias dengan berbagai bunga-bunga yang indah

dan diiring menuju pura guna ditemukan dengan Prabu Dropada dan permaisuri

beserta para sanak saudara. Semua orang bersuka cita, pesta berlangsung meriah dari

siang hingga malam, makan besar bersama-sama. Pesta pernikahan terjadi masih

dalam satu bulan yang sama dengan kelahiran Angkawijaya anak pertama Arjuna,

pada jaman purwa yang ditengarai oleh sêngkalan “karti wulana rasa mungguh”

(1614). Empat hari berjalan sudah, Krisna mengutus Gathotkaca untuk mendahului ke

Amarta untuk mempersiapkan penyambutan pengantin keduanya. Esok harinya Sri

Krisna berpamitan kepada Prabu Drupada begitu pun mempelai keduanya, kedua

mempelai hendak di boyong ke Kasatrian Amarta, Drêsthajumêna ditugaskan oleh

ayahnya sebagai pengiring kedua mempelai hingga sampai di Amarta. Krisna

mewakili segenap keluarga besar negara Amarta untuk meminta maaf kepada

Page 238: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

273

keluarga besar negara Cêmpala khususnya Prabu Drupada karena telah banyak

menyusahkan sang prabu, mulai terjadinya perang hingga sayembara Srikandhi.

Prabu Dropada tersenyum gembira dalam hati. Segenap prajurit Amarta pulang ke

negaranya, mereka tiba di negara Amarta dengan selamat, disambut gembira oleh

para warga negara Amarta.

Pupuh XXXVI Asmaradana

Setibanya di Amarta, rombongan mempelai disambut meriah dan penuh suka

cita oleh Prabu Yudhisthira, pesta berlangsung meriah, semua saling bersuka cita,

makan besar bersama-sama sembari bercanda tawa. Setelah tiga malam lamanya di

Amarta Sri Krisna berpamitan untuk pulang ke Dwarawati, begitu pula Raden

Gathotkaca, Raden Drêsthajumêna, semua pulang ke negaranya masing-masing.

Keesokan harinya giliran Arjuna bersama istri-istrinya berpamitan untuk pulang ke

kasatrian, dalam perjalanan ke Madukara mereka diiring oleh Raden Nakula dan

Sadewa. Setibanya di Madukara Srikandhi disambut sangat baik oleh Sumbadra,

bahkan Sumbadra memintakan maaf atas kelakuan Rarasati dan Sulastri apabila

kurang kurang sopan dalam bertutur maupun bertindak, bahkan Sumbadra

mempersilahkan Srikandhi untuk menjadi pimpinan istri-istri Arjuna, Srikandhi

langsung menangis tersendu tatkalan mendengar perkataan Sumbadra yang begitu

menyentuh hatinya. Srikandhi lalu mengatakan niat tulusnya bahwa ia tidak ingin

berkuasa, justru ingin melayani Arjuna sebagaimana yang dilakukan Rarasati dan

Sulastri.

Page 239: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

274

Pupuh XXXVII Pocung

Arjuna menjamu adik-adinya yakni Nakula dan Sadewa, bersuka cita makan

besar bersama-sama selama semalam di Madukara. Pada keesokan harinya Raden

Nakula dan Sadewa berpamitan untuk pulang ke kasatriannya masing-masing.

Arjuna sangat bahagia melihat istri-istrinya rukun dan saling menghargai satu

sama lain, Sumbadra juga nampak tidak marah lagi dengannya. Kamar untuk para

istri Arjuna pun sudah tertata, sebelah timur adalah kamar Sumbadra, dan kamar yang

barat adalah kamar Srikandhi dan para selir Arjuna. Singkat cerita Angkawijaya

sudah berumur tiga tahun, saat-saat dimana seorang anak memasuki masa nakal-

nakalnya, aneh-aneh permintaanya Angkawijaya kepada ibunya, siang malam selalu

ingin dekat dengan ibunya, apabila meminta suatu hal dan sudah terpenuhi ia ganti

meminta yang tidak ada lagi. Arjuna menjadi tidak tega melihat istrinya yang begitu

kuwalahan mengasuh putranya, akhirnya Arjuna mencarikan kijang dan kancil di

hutan untuk mainan anaknya.

Page 240: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

275

B. Kajian Isi Teks

Teks naskah SSMM secara garis besar berisi tentang ceritera pewayangan

Jawa, yang meceriterakan tentang kisah percintaan seorang putri raja dari negara

Pancala Radya yang bernama Wara Srikandhi dengan salah seorang kesatria

pandhawa yakni Pangeran Arjuna. Secara implisit, dalam ceritera Srikandhi Maguru

Manah sebenarnya banyak terkandung nilai-nilai etik yang dapat dijadikan pelajaran

bagi para pembaca, meskipun pemahaman seorang pembaca terhadap karya sastra

tersebut berbeda-beda. Jausz (dalam Teeuw, 1984: 196) berpendapat bahwa tiap-tiap

pembaca mempunyai horizon harapan yang tercipta karena pembacaannya terhadap

karya sastra terdahulu, pengalamanya selaku manusia budaya, dan seterusnya.

Artinya penafsiran seorang terhadap suatu karya sastra itu tergantung pada

pengalaman bacanya (terhadap karya sastra sejenis) dan pengalaman sosial yang

dialaminya sebagai manusia budaya. Seorang pembaca berhak menilai terhadap suatu

karya sastra yang dibacanya itu baik atau pun buruk, demikian pula terhadap SSMM

ini. Dalam ceritera Srikandhi Maguru Manah ini seorang pembaca bisa saja menilai

Srikandhi adalah seorang wanita yang tidak benar, melanggar etika keraton dan

sebagainya, begitu pula penilaiannya terhadap Arjuna yang dengan sengaja

menyembunyikan Srikandhi di taman Maduganda. Pembaca yang lain mungkin saja

mempunyai perspektif yang berbeda terhadap kelakuan Srikandhi dan Arjuna

begitupun tokoh-tokoh lainya. Pembaca yang lain itu tentunya mempunyai horizon

harapan yang berbeda dengan seorang pembaca pertama tadi. Perbedaan penafsiran

disebabkan oleh horizon harapan yang berbeda sehingga menimbulkan suatu

Page 241: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

276

perspektif yang berbeda pula. Kelakuan Srikandhi bisa saja dinilai baik dan mulia

apabila ditinjau dari niatnya demi kemaslahatan rakyat dan negara Pancala, demikian

Arjuna, kelakuanya menyembunyikan Srikandhi di taman Maduganda bisa saja

dianggap suatu yang baik, apabila dilihat dari niatnya yang ingin mengajari Srikandhi

memanah dengan leluasa dan demi menyelamatkan Srikandhi dari sebuah pernikahan

paksa.

Dalam teks naskah SSMM memang secara eksplisit pengarang tidak

mengungkapkan mengenai peran perempuan secara konseptual sebagai mana karya

sastra Wulang pada zamannya, seperti Sêrat Wulang Putri, Sêrat Sandi Wanita, Sêrat

Candra Rini dan lain sebagainya, akan tetapi aktifitas-aktifitas, dialog, serta

keputusan-keputusan yang diambil oleh sang tokoh utama yakni Srikandhi dalam

ceritera, telah mencerminkan pandangan dan sikap pengarang terhadap emansipasi

wanita. Sebagaimana yang diketahui bersama, bahwasannya karya sastra Jawa

mayoritas ditulis oleh kaum laki-laki, sehingga pandangan laki-laki tentang

kedudukan wanita harus dibawah laki-laki dan menguntungkan laki-laki, itulah

hierarki gender yang mentradisi dalam masyarakat patriarki dan membuat perempuan

mengalami suatu penderitaan yang disebut Syndrome Patriarki (Christiana Dwi

Wardana: 2015: 5).

Hal inilah yang perlu untuk diteliti lebih lanjut, bahwasanya banyak nilai-nilai

etik yang dapat ditarik dari tiap-tiap konflik yang terjadi pada ceritera Srikandhi

Maguru Manah ini. Tokoh-tokoh utama yakni Srikandhi dan Arjuna, serta tokoh

figuran Rarasati, apabila dinilai dari perspektif etika keraton tentu saja ketiganya

Page 242: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

277

melanggar kode etik keraton, akan tetapi apabila dilihat dari motif yang

melatarbelakangi tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh-tokoh tersebut, tidak

menutup kemungkinan tindakan mereka dianggap terpuji dan mulia. Selain daripada

itu, ada sebuah keunikan dari karya sastra yang muncul di abad XIX tersebut, seorang

pengarang laki-laki yang hidup di kalangan keraton yang notabene diselimuti dengan

kekentalan budaya patriarkat. Pengarang juga seorang carik atau juru tulis keraton

(juru tulis dari pangeran Purboyo/PB VII), akan tetapi menulis sebuah karya sastra

yang justru secara tidak langsung melawan sistem terebut, dan karya sastra ini sempat

popular di zamannya, terbukti naskah ini diperbanyak, baik secara tradisional

(têdhak/mutrani) maupun secara cetak. Unsur-unsur feminisme sangat kental pada

karya sastra ini, padahal konsep emansipasi belum pernah muncul di kala itu, bukan

hanya Srikandhi, Rarasati pun juga memerankan sebagai wanita yang anti patriarkat.

Berikut akan dibahas secara rinci mengenai hal tersebut.

1. Nilai Etika dalam Sêrat Srikandhi Maguru Manah

Perspektif etik diterapkan pada ketiga tokoh dalam ceritera Srkandhi Maguru

Manah, dua tokoh utama yakni Srikandhi dan Arjuna, dan satu tokoh figuran

perempuan yakni Rarasati adalah sebagai berikut:

a. Srikandhi

Dalam ceritera Srikandhi Maguru Manah ini banyak peristiwa-peristiwa atau

adegan-adegan yang dinilai kurang etis, akan tetapi apabila dinilai dari sudut pandang

yang berbeda tidak menutup kemungkinan hal itu dapat dinilai sebagai sesuatu yang

Page 243: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

278

etis bahkan mulia apabila dilihat dibalik motifnya. seperti yang tercermin pada pupuh

IV, bait ke- XXIII dan XXV tembang Sinom berikut:

24. Dahat dèrèng arsa krama / wikana ibu ing benjing / yèn wus mangsa arsa

krama/ nadyan sampuna upami / kawula purun laki / yêkti botên numbuk-

numbuk / nubruking ratu sabrang / ngunggahi anyundêl anjing / ngêndêlake

lamun ratu sugih bala //

Terjemahan:

Sangat belum ingin menikah/ ketahuilah ibu nanti/ kalau sudah waktunya

ingin menikah/ meski sudahlah saumpama/ hamba mau berkeluarga/ pasti

tidak nabrak-nabrak/ nabrak pada raja seberang/ mengemis cinta seperti

wanita rendah/ mengndalkan (mentang-mentang) raja yang mempunyai

banyakprajurit//

25. Bagus tur maksih taruna/ mandra guna sura sêkti/ masa ta nora nyandêra/

iya Si Wara Srikandhi/ ngènèl mara kêkinthil / ngunggahi mring tilamipun/

lamun njêng rama mêksa/ sangking wus pa-[…19]rênging galih / inggih

pintên ibu sakiting palastra//

Terjemahan:

Tampan dan masih muda/ sangat pandai pemberani sakti/ apa iya tidak

mendatangi (mau)/ ya Si Wara Srikandhi/ terpesona terkagum-kagum/ naik ke

ranjangnya/ apabila ayahanda memaksa/ karena sudah sangat menginginkan

pernikahan itu/ ya seberapa sakitnya orang mati//

Pada kutipan diatas berisi tentang penolakan Srikandhi atas penjodohannya dengan

Jungkung Mardeya, pada saat ibunya membawakan surat dari Jungkung Mardeya

kepadanya, Srikandhi menolak dengan alasan belum ingin menikah, dan apabila ia

ingin menikah maka sudah barang tentu ia tidak memilih raja dari tanah seberang

yang congkak. Pada kutipan di atas, Srikandhi memilih untuk mati apabila

ayahandanya memaksanya untuk menikah. Sekilas dari kutipan di atas, Srikandhi

nampak sebagai seorang anak yang tidak berbakti kepada orang tua, ia sudah

melanggar etika dalam kehidupan keraton, bahwasanya seorang raja apalagi Prabu

Drupada adalah ayah kandung Srikandhi, maka sudah sepantasnya Srikandhi

mengikuti perintah ayahandanya, toh hal itu juga demi kemaslahatan bersama, yakni

Page 244: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

279

rakyat dan negara Pancala. Hal serupa terjadi pada adegan pertemuan antara Prabu

Dropada dengan Srikandhi tatkala setelah permaisuri melapor kepada sang prabu

bahwa Srikandhi menolak lamaran Jungkung Mardeya.

6. Dadya sêdhêng goningsun angungsi/mring wong ika lumuh yèn lakia/

wong sabrang kumawambêge/ kaya-kaya wong agung/ yèn sun bruki bisa

ngukuhi/ bêcik sun samudana/ marang rama prabu/ amrih sarèhe wong

sabrang/ sêdhêngingsun ing wuri pradandan budi/ sawusnya

ngartikèngtyas//

Terjemahan: jadi cukup untukku pergi mencari keselamata n/ dari orang

itu yang tak baik menjadi suami/ orang seberang semena-mena

perbuatanya/ sepintas seperti orang besar/ kalau kulawan bisa

mempertahankan (melawan)/ lebih baik aku mencari akal/ kepada

ayahanda prabu/ supaya orang sabrang mau menunggu/ secukupnya untuk

ku mencari akal/ setelah itu mengatur siasat// (bait VII tembang

Dhandhanggula)

Pada adegan tersebut diceriterakan bahwa srikandhi berpura-pura bersedia menerima

lamaran Jungkung Mardeya karena melihat keinginan ayahnya yang begitu

menggebu-gebu. Pandangan Prabu Dropada terhadap Jungkung Mardeya adalah

seorang raja yang muda, sakti, dan mempunyai kerajaan besar, sehingga nantinya

dapat menjamin kelangsungan hidup putrinya. Selain daripada itu, Prabu Dropada

juga mengkhawatirkan nasib rakyat dan negara Pancala, Jungkung Mardeya dengan

segenap pasukannya yang terdiri dari golongan manusia dan raksasa siap

menggempur Pancala kapan saja apabila lamaran Jungkung Mardeya ditolak.

Srikandhi nampaknya mempunyai pemikiran yang lain, ia ingin menyelamatkan

negara dan rakyat Pancala dengan cara mengusir Jungkung Mardeya beserta

balatentaranya dari Pancala, bukan menjadikan Jungkung Mardeya sebagai suaminya.

Srikandhi tidak ingin mempunyai seorang suami yang congkak dan haus akan

kekuasaan , yang pada nantinya justru ingin menjadikan Pancala sebagai negara

Page 245: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

280

jajahannya. Hal tersebutlah yang mengakibatkan Srikandhi melancarkan rencana

terselubung, ia berpura-pura menyetujui penjodohan itu karena menghargai perasaan

ayahnya, dan kemudian ia berencana untuk pergi dari keraton untuk menemui Arjuna

guna meminta bantuan dan untuk mengajarinya memanah, disamping itu motif

perasan Srikandhi terhadap Arjuna yang sudah ia pendam lama sejak pertemuan

mereka di Dwarawati.

Tindakan terselubung Srikandhi di atas apabila dilihat dari kacamata etika

keraton dan masyarat pada umumnya, merupakan suatu tindakan yang salah, sangat

tidak etis untuk golongan priyayi bertindak tidak jujur hanya untuk memenuhi nafsu

lahirnya saja. Seorang wanita priyayi harus mempunyai sifat-sifat yang diantaranya

mampu bersikap sabar, halus, lembut, ikhlas, nrima ing pandum, mampu

mengendalikan emosi-emosi negatif, dan selalu bijaksana dalam mengambil

keputusan (Nugraheni Eko Wardani, 2011: 77). Ditinjau dari perspektif yang lain,

perbuatan Srikandhi tersebut juga dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang

terpuji meskipun jalan yang ditempuhnya melanggar kode etik dalam keraton. Secara

implisit, perbuatan Srikandhi dalam melancarkan rekncana terselubung tersebut agar

(1) tidak melukai persaan ayahanda slekaligus rajanya yang sangat ia hormati, (2)

Srikandhi juga tidak ingin apabila nasib buruk menimpa kerajaan Pancala dan

rakyatnya, karena dikawatirkan setelah pernikahan itu terjadi justru kerajaan Pancala

dijadikan sebaga daerah jajahan Paranggubarja, (3) Srikandhi tidak ingin memiliki

seorang suami raja dari tanah seberang yang terkenal congkak dan haus akan daerah

jajahan.

Page 246: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

281

b. Arjuna

Seorang kesatria tidak boleh berkata dusta (lumuh ing wacana), Arjuna adalah

seorang kesatria yang cerdas, pikirannya jernih seperti air jambangan (Mardjono,

2008: 11), akan tetapi perbuatannya telah mencoreng nama baik Yudhisthira sebagai

raja Amarta dan sekaligus kakak kandungnya di mata dunia. Perbuatan Arjuna yang

telah berani menyembunyikan Srikandhi di taman Maduganda dinilai tidak etis

sebagai golongan kesatria, suatu perbuatan yang hina dan merendahkan martabatnya

sebagai seorang kesatria, apalagi dengan kebohongan yang ia sengaja dengan

menyuruh para panakawan-nya (abdi) untuk berbohong kepada siapapun termasuk

kepada para saudara dan istri-istri Arjuna sekalipun. Semua orang tidak

diperbolehkan mengetahui keberadaan Srikandhi di Maduganda kecuali para

panakawan (Semar, Garèng, Petruk, dan Bagong) Arjuna dan Srikandhi sendiri.

10. Warahên yèn ingsun lagi/ anglakoni tapa nendra/ anèng botrawi wangêne/ iya

patangpuluh dina/ iku sira gumrahna/ mring kabèh kanca-kancamu/ haywa na

seba maringwang//

Terjemahan:

Suruhlah jika aku sedang/ menjalani pertapaan tidur/ di jabangan taman lamanya/

empat puluh hari/ itu kau suarakan/ kepada semua teman-temanmu/ jangan ada

yang datang kepadaku//

11. Yèn wis patang puluh ari/ ana pikir manèh kakang/ iya kang enak linakon/ rolas

sikêp juru nyiram/ wêtokna saking taman/ munga sira dhewe kantun/ iya lawan

sutanira//

Terjemahan Kalau sudah empat puluh hari/ dipikir lagi kakak/ iya yang enak untuk dilakukan/

segenap duabelas juru (tukang) siram keluarkanlah/ keluarkanlah dari taman/

hanya kamu sendirian yang tinggal/ juga bersama putramu//

12. Anèng jroning taman sari/ padha tunggua maringwang/ lawange kuncinên

kabèh/ poma kakang wêkas ingwang/ singa kang jaluk lawang/ nadyan silih

biyang kulup/ iya balèkne kewala//

Terjemahan:

Page 247: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

282

Di dalam taman sari/ pada tungguilah aku/ pintunnya kuncilah semua/ ini kakang

pesanku/ siapa yang meminta pintu/ meskipun para saudaraku/ iya suruhlah

kembali saja// (pupuh VIII Asmaradana).

Arjuna melakukan hal itu agar semua rang tidak ada yang mengetahui bahwa

Srikandhi berada di taman Madganda, apabila ada orang yang mengetahuinya dan

berita itu sampai tersebar di kerajaan Amarta bahkan Pancala, maka Yudhisthira akan

habis-habisan memarahinya, dan semua orang akan merendahkannya bahkan raja

Dropada sekalipun, selain itu Srkandhi pun juga aka terkena amarah dari kakaknya

yakni Drupadi dan Srikandi juga akan dipandang rendah di mata rakyat kedua negara.

Tindakan Arjuna sebenarnya tidak semata-mata mementingkan nafsu

lahiriahnya saja, dibalik itu semu Arjuna pun timbul perasaan belas kasihan melihat

Srikandhi yang akan dinikahkan paksa dengan Jungkung Mardeya raja dari tanah

seberang yang sama sekali tidak dicintai Srikandhi. Dilihat dairi sudut pandang yang

lain, kelakuan Arjuna ini sebenarnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang baik,

karena Arjuna ingin melindungi Srikandhi dari pernikahan paksa, serta mengajari

Srikandhi teknik-teknik dalam memanah dengan leluasa tanpa ada seorang pun yang

mengganggu mereka.

1. Tumpêka ngêbêki bumi/ ratu sabrang ingkang prapta/ ing prang tan gumingsir

tanggon/ wuwuha sapuluh raja/ dèn bak ing tanah Jawa/ ditya rasêksa myang

diyu/ kang abdi datan suminggah//

Terjemahan:

Datanglah memenuhi bumi/ raja seberang yang datang/ perang tidak

menyingkiri serta dapat diandalkan/ ditambah dengan sepuluh raja/ memenuhi

tanah Jawa/ (serta) para raksasa/ abdi ini tidak akan menghindar/

2. Pangawasaning jêmparing/ inggih gusti dasihira/ ingkang mulang sêsagête/

lesan rambut mamrih sigar/ lawan mamrih pêgata/ myang lesan dhog pêking

rêmuk/ mrih bolong kawula wulang//

Page 248: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

283

Terjemahan:

Dalam kemahiran memanah/ ya gusti teman paduka ini/ yang mengajari

sebisanya/ sasaran rambut supaya terbelah/ serta supaya terputus/ serta telur

burung pêking hancur/ supaya berlubang hamba ajari//

(pupuh VIII Asmaradana bait 1-2)

Kutipan di atas merupakan penggambaran kesungguhan niat Arjuna dalam

melindungi Srikandhi, hal ini tentunya dikaitkan dengan sifat seorang kesatria lumuh

ing wacana, artinya Arjuna tidak mungkin berbohong kepada Srikandhi atau pun

hanya sebagai ungkapan rayuan belaka. Ungkapan tersebut dengan sungguh-sungguh

ia ucapkan bahwa ia akan melindungi Srikandhi apapun yang terjadi meskipun raja

seberang bersama segenap prajuritnya ditambah dengan sepuluh raja memenuhi

bumi, Arjuna tidak akan menghindarinya. Arjuna juga mengatakan bahwa ia sungguh

akan mengajari berbagai tekhnik dalam memanah sampai Srikandhi dapat menguasai

betul tekhnik tersebut, mulai dari teknik dalam memanah telur burung pêking dari

yang hanya pecah sampai pada teknik telur tersebut berlubang, serta tekhnik

memanah sehelai Rambut mulai dari rambut itu putus hingga sehelai rambt tersebut

terbelah. Hal ini berarti motif Arjuna dalam menyembunyikan Srikandhi dalam taman

tidak semata-mata memenuhi nafsu syahwatnya saja, akan tetapi lebih pada

kedarmaanya sebagai seorang kesatria yang mana harus senantiasa menjaga

kedamaian dan sêtya ing sêsanggêman atau pantang berdusta.

c. Rarasati

Dalam SSMM ini terdapat seorang tokoh figuran yang dianggap berperan

cukup penting dalam ceritera. Rarasati adalah salah satu dari sekian banyak istri

Arjuna, meskipun hanya sebagai istri selir, akan tetapi niatnya dalam memuliakan

Page 249: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

284

suami pantas untuk ditiru, meskipun sekilas melanggar norma-norma dalam keraton

atau pun masyarakat umum. Rarasati mungkin dinilai kurang etis, ketika ia banyak

membantah perintah Arjuna sebagai suaminya, hal ini nampak jelas ketika Rarasati

diperintahkan Arjuna untuk mengurungkan niatnya menandingi Srikandhi dalam

memanah, karena Arjuna belum mengetahui bahwa Rarasati juga mempunyai

kemampuan memanah yang tidak kalah dengan Srikandhi meskipun tidak diajari

oleh Arjuna sebagaimana Srikandhi.

27. Rarasati duk miyarsa/ ing ngarsa gunêmirèki/ aturing Drêsthajumêna/

pamundhutira sang putri/ Sang Parta tan nyagahi/ nulya jawil saking

pungkur/ bêbisik aturira/ pangeran tuwan sagahi/ pamundhute sang raja

putri Cêmpala//

Terjemahan:

Rarasati ketika mendengar/ di depan percakapannya/ ucapan Drêsthajumêna/

permintaannya sang putri/ Sang Parta (Arjuna) tidak menyanggupi/ lalu

mencolek (Arjuna) dari belakang/ membisikan ucapanya/ pangeran tuan

sanggupi/ permintaan sang putri raja//

28. Kawula kang ngladosana/ sagêndhingipun jêmparing/ ature tan piniyarsa/

nanging nikèn Rarasati/ sinikut-sikut maksih/ jawil matur saking pungkur/

dènya ken nyagahana/ Dananjaya rêngu nolih/ radèn Drêsthajumêna tyase

grahita//

Terjemahan:

Hamba yang meladeni/ sepuasnya dalam memanah/ ucapnya tidak

didengarkan (Arjuna)/ akan tetapi Nikèn Rarasati/ masih menyiku-nyiku/

menyolek dari belakang/ supaya mau menyanggupi/ Dananjaya (Arjuna)

menoleh (Rarasati) dengan penuh amarah/ raden Drêsthajumêna hatinya

mengira//(pupuh XXVII tembang Sinom)

Pada kutipan di atas nampak bagaimana kuat tekat Rarasati untuk meyakinkan Arjuna

bahwa ia mampu menjadi tandingan Srikandhi, meskipun Arjuna memandangnya

dengan penuh amarah akan tetapi tidak mengurungkan niatnya untuk meyakinkan

Arjuna bahwa ia layak menandingi Srikandhi. Pada pupuh XXVIII tembang

Page 250: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

285

Asmaradana (lihat suntingan) digambarkan betapa marahnya Arjuna kepada Rarasati

bahkan Arjuna mencaci maki meremehkan Rarasati, akan tetapi tidak sedikitpun

mematahkan semangatnya dalam meyakinkan Arjuna, hingga Drêsthajumêna

mengetahui niat Rarasati yang begitu bulat untuk menandingi Srikandhi dalam

memanah, sehingga dengan terpaksa Arjuna mengabulkan permintaan Rarasati.

Ketidakpatuhan Rarasati yang kedua, ketika Arjuna menyuruhnya untuk tidak

nekat meladeni amarah Srikandhi yang ingin meneruskan pertandingan dengan cara

berperang panah. Dalam hal ini Rarasati tetap nekat untuk menandingi Srikandhi

meskipun hal itu dapat membahayakan nyawanya, andai kata Rarasati yang

memenangkan pertandingan itu, pasti Srikandhi yang tewas berkalang tanah,

begitupun sebaliknya.

1. Dhuh pangeran lamun makatên kewala/ pamundhute sang putri/ kawula pan

sagah/ inggih angladosana/ sagêndhinge jro jêmparing/ nadyan rukêta/

inggih kula kêmbari//

Terjemahan:

Duh pangeran jika hanya itu saja/ permintaan sang putri/ hamba sanggup/ iya

meladeni/ sepuasnya dalam memanah/ meskipun bergulung-gulung (perang

tanding)/ iya hamba kembari (tandingi)//

2. Dananjaya nolih wuri asru nyêntak/ wis asu aja muni/ cangkêmmu

gumampang/ pan dudu jêjalukan/ pasanggiri rêbut pati/ asile apa/ angur

muliha aris//

Terjemahan:

Dananjaya menoleh kebelakang menyentak keras/ sudah anjing jangan bicara/

mulutmu menganggap enteng/ memang bukan permintaan/ nadir berebut mati

(pertaruhan nyawa)/ hasilnya apa/ lebih baik pulanglah saja//

3. Ingsun ora kudu krama saking sira/ marga dolanan pati/ si calak caluthak/

apa asoroh badan/ maju kono bosah-basih/ bangkemu basah/ ajur dening

jêmparing//

Page 251: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

286

Terjemahan:

Aku tidak harus menikah dari (upaya) kamu/ karena bermain (pertaruhan)

kematian/ si lancang yang rakus/ apa menyerahkan badan/ majulah sana tidak

karuan/ bangkaimu busuk/ hancur karena panah//

4. Rarasati tur sêmbah nadyan ajura/ sampun kula andhêmi/ pan sakêthi

merang/ lamun kula mêdala/ ngunthul saking taman ngriki/ luhung pêjaha/

aprang lawan sang putri//

Terjemahan:

Rarasati menyembah meskipun hancur/ sudah saya niati/ meski seratus ribu

malu/ tetap saya keluar/ lari dari taman ini/ lebih baik mati/ berperang dengan

sang putri//

(pupuh XXXIII tembang Durma)

Kutipan di atas menggambarkan tekat kuat Rarasati dalam mempertahankan niatnya

untuk melawan Srikandhi meskipun Arjuna dengan keras melawannya.

Dalam dua kasus di atas, dua kali dalam waktu yang sama Rarasati menentang

perintah Arjuna. Secara etika dalam kehidupan berumahtangga, telah menyimpang

dari kebenaran, karena ia berani menentang perintah Arjuna yang notabene sebagai

panutannya (suami). Apabila ditinjau dari perspektif yang berbeda, Rarasati justru

merupakan seorang perempuan dan istri yang mulia dan patut dipuji, demi

memuliakan suaminya ia bahkan merelakan nyawanya sebagai tumbal.

Ketidakpatuhan Rarasati terhadap perintah Arjuna didasari oleh (1) rasa ingin

menunjukkan kepiawainya dalam memanah kepada Arjuna, meskipun tidak

mendapatkan perlakuan khusus layaknya Srikandhi, akan tetapi ia mampu dan layak

untuk menjadi istri yang baik dan membanggakan untuk Arjuna. (2) Rarasati juga

ingin memuliakan nama Arjuna dihadapan semua orang bahwa selain mempunyai

istri yang membanggakan dan berbakti, Arjuna juga sangat pantas untuk

mendapatkan putri Cempala Radya. Motif tersebutlah yang melatarbelakangi

Page 252: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

287

pembangkangan Rarasati terhadap perintah suaminya, sehingga tidak mutlak apa

yang diperbuat Rarasati adalah perbuatan tercela.

2. Kesetaraan Gender dalam Sêrat Srikandhi Maguru Manah

Pada pertunjukan wayang, khususnya wayang kulit Jawa, jarang ditemui

seorang dhalang yang mengambil tokoh perempuan sebagai tokoh utama, hanya

beberapa dalang yang terkadang memakai tokoh wanita sebagai tokoh utama dalam

lakon, itu pun adalah dalang putri. Tokoh-tokoh perempuan rata-rata hanya dijadikan

sebgai tokoh pelengkap, hal ini mempertegas pandangan bahwa dalam masyarakat

Jawa wanita hanya sebagai kanca wingking (Sri Wintala Achmad, 2015: 13). Sistem

patriarkat semakin tumbuh subur di kalangan masyarakat Jawa terlebih di kalangan

para priyayi yang memandang wanita selalu dalam posisi inferior. Hal ini ditengarai

dengan banyaknya karya sastra Jawa yang bergenre ajaran (sastra wulang) yang

bermunculan di dalam tembok keraton, seperti Sêrat Candra Rini, Sêrat Sandi

Wanita, Sêrat Wulangrèh Putri dan lain sebagainya, yang mengarahkan kepada

kerabat, abdi bahkan kawula (rakyat) keraton untuk mematuhi ajaran-ajaran yang

terkandung di dalamnya.

Karya Sastra (Jawa khususnya) pada abad XIX yang muncul di dalam tembok

keraton, mayoritas pasti telah terpengaruh dengan konvensi keraton sentris dalam hal

ini adalah perspektif perempuan Jawa di kalangan priyayi. Gambaran perempuan

priyayi dalam karya sastra abad XIX adalah memposisikan perempuan pada posisi

domestik, dicetak untuk menjadi seorang istri yang senantiasa membahagiakan

suami, berpenampilan fisik menarik dan berbudi pekerti baik (Nugraheni Eko

Page 253: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

288

Wardani, 2011: 75). Seorang perempuan apalagi notabene sebagai putri raja sudah

sepantasnya patuh terhadap perintah Ayahnya, seperti yang tertulis pada salah satu

karya sastra yang seabad dengan SSMM yakni Sêrat Wulangrèh Putri karya PB X

sebagai berikut:

Babo nini sira sun tuturi/ prakara kang abot/ rong prakara gedhene

panggawe/ ingkang dhingin parentah narpati/ kapindhone laki/ padha

abotipun//

Terjemahan: wahai putriku kamu aku beritahu/ masalah yang berat (suatu

yang penting)/ dua perkara yang besar/ yang pertama perintah raja/ keduanya

suami/ sama beratnya//”

Kutipan satu bait tembang Mijil di atas berisi akan kewajiban seorang perempuan

yang mana harus patuh dan mengutamakan kepada perintah Raja atau pun juga

suaminya.

Berbeda dengan karya sastra populer yang muncul dari dalam tembok keraton

lainya, SSMM merupakan naskah berjenis sastra wayang (lakon wayang gubahan)

yang mana didalamnya banyak terkandung nila-nilai feminisme yang menunjukan

anti patriarkat. Secara garis besar SSMM berisi kisah romantika Srikandhi dengan

Arjuna, dan bukan sama sekali naskah ber-genre piwulang yang mana isi daripadanya

secara eksplisit menuliskan ajaran perempuan secara konseptual. Dalam ceritera

Srikandhi Maguru Manah ini, banyak adegan-adegan yang berisikan perlawanan-

perlawanan seorang tokoh perempuan terhadap seorang tokoh laki-laki, seperti halnya

tokoh utama yang bernama Srikandhi. Srikandhi adalah seorang perempuan berjiwa

prajurit, ia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam memanah dan olah kanuragan

layaknya seorang prajurit laki-laki. Artinya, hal ini sejalan dengan pendapat Sri

Wintala Achmad yang menyatakan bahwa Srikandhi tidak sekedar berperan sebagai

Page 254: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

289

kanca wingking meskipun ia adalah seorang perempuan (2015: 107). Selain

Srikandhi, juga terdapat satu tokoh figuran perempuan yang berperan penting dalam

ceritera yakni Rarasati. Rarasati adalah salah satu dari sekian banyak istri Arjuna,

dalam ceritera ini Rarasati nampak sebagai seorang perempuan yang tidak sekedar

macak, masak, dan manak. Dalam perang mulut dengan Arjuna sebenarnya ia ingin

menunjukkan eksistensinya sebagai seorang istri yang tidak sekedar sebaga kanca

wingking, meskipun tidak seperti Srikandhi seorang putri raja yang diajari secara

khusus oleh Arjuna, akan tetapi ia ingin menunjukkan bahwa ketrampilannya dalam

memanah serta berperang tidak kalah dengan Srikandi.

Nilai kesetaraan gender yang menginginkan suatu hak yang sama antara laki-

laki dan perempuan, diperlihatkan Srikandhi tatkala menerima sebuah surat dari

Jungkung Mardeya melalui ibunya. Surat tersebut berisi tentang lamaran Jungkung

Mardeya kepada Srikandhi, raja dari tanah seberang itu mengaku bertemu dan

berolah asmara dengan Srikandhi di dalam mimpi, oleh karena mimpinya tersebut

Jungkung Mardeya datang jauh-jauh dari Paranggubarja ke tanah Jawa untuk mencari

dan melamar Srikandhi. Srikandhi mempunyai prinsip yang kuat, bahwasanya

seorang perempuan tidak hanya untuk dipilih akan tetapi juga berhak untuk memilih,

meskipun Srikandhi adalah seorang putri bangsawan akan tetapi tidak sudi untuk

dijodohkan dengan sembarang pria, terlebih pria itu adalah seorang yang berasal dari

tanah seberang. Hal ini nampak pada pupuh IV, bait ke- 23 dan 25 tembang Sinom

berikut:

26. Dahat dèrèng arsa krama / wikana ibu ing benjing / yèn wus mangsa arsa

krama/ nadyan sampuna upami / kawula purun laki / yêkti botên numbuk-

Page 255: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

290

numbuk / nubruking ratu sabrang / ngunggahi anyundêl anjing / ngêndêlake

lamun ratu sugih bala //

Terjemahan:

Sangat belum ingin menikah/ ketahuilah ibu nanti/ kalau sudah waktunya

ingin menikah/ meski sudahlah saumpama/ hamba mau berkeluarga/ pasti

tidak nabrak-nabrak/ nabrak pada raja seberang/ mengemis cinta seperti

wanita rendah/ mengndalkan (mentang-mentang) raja yang mempunyai

banyakprajurit//

27. Bagus tur maksih taruna/ mandra guna sura sêkti/ masa ta nora nyandêra/

iya Si Wara Srikandhi/ ngènèl mara kêkinthil / ngunggahi mring tilamipun/

lamun njêng rama mêksa/ sangking wus pa-[…19]rênging galih / inggih

pintên ibu sakiting palastra//

Terjemahan:

Tampan dan masih muda/ sangat pandai pemberani sakti/ apa iya tidak

mendatangi (mau)/ ya Si Wara Srikandhi/ terpesona terkagum-kagum/ naik ke

ranjangnya/ apabila ayahanda memaksa/ karena sudah sangat menginginkan

pernikahan itu/ ya seberapa sakitnya orang mati//

Kutipan diatas berisi tentang ketidaksetujuan Srikandhi atas penjodohan

dirinya dengan Jungkung Mardeya. Srikandhi mengatakan kepada ibunya bahwa ia

belum mempunyai keinginan untuk menikah, apabila ingin pun tidak akan

merendahkan dirinya dengan mendatangi raja dari tanah seberang, ia lebih memilih

mati daripada bersuamikan seorang raja dari tanah seberang yang congkak dan

mengagung-agungkan kekuasaan, kesaktian, kekayaan, dan ketampanannya.

Perlawanan Srikandhi yang kedua adalah ketika ayahandanya sendiri yang

mendatangi dan bertanya mengenai penjodohan itu. Srikandhi dalam satu sisi adalah

seorang anak yang tidak tega melihat keinginan ayahandanya yang bergitu

menggebu-gebu ingin menjodohkannya dengan Jungkung Mardeya, akan tetapi satu

sisi ia sama sekali tidak mencintai raja dari tanah seberang tersebut. Srikandhi

mencari jalan tengah dan terpaksa unutuk berbohong kepada ayahandanya, ia

mengaku sedang mengalami pertapaan dan sudah berjalan satu bulan, pertapaannya

Page 256: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

291

kurang dua bulan lagi, padahal Srikandhi tidak sedang menjalani pertapaan apapun,

waktu dua bulan tersebut digunakan Srikandhi untuk mengatur siasat untuk pergi dari

Pancala dan menemui pujaan hatinya di Maduganda untuk meminta bantuan dan

belajar memanah. Hal tersebut nampak pada pupuh ke- V bait ke- 6-7 tembang

Dhandhanggula dan pupuh ke-V bait ke- 1-2 tembang Mijil berikut:

Dhandhanggula

7. Anêmpuh byat wirang lawan isin/ ambruk marang wong Madukara/

nênuwun sihing wêlase/ pangukupe maringsun/ marga saking wong

sabrang iki/ ingkang dadya jalaran/ ing panglamaripun/ ambêg digung adi

guna/ yèn tinampik nêdya misesa ing jurit/ gêmpur Cêmpala Rêja//

Terjemahan: menempuh suatu yang berat dan memalukan/ jatuh (hati)

kepada Sang Arjuna/ meminta belas kasihannya/ belas kasihnya kepadaku/

karena orang dari tanah seberang ini/ yang menjadi penyebab/ lamaranya/

betindak sok kuasa dan pandai/ kalau ditolak lamarannya pasti mengajak

berperang/ menggempur negara Cempala.

8. Dadya sêdhêng goningsun angungsi/mring wong ika lumuh yèn lakia/

wong sabrang kumawambêge/ kaya-kaya wong agung/ yèn sun bruki bisa

ngukuhi/ bêcik sun samudana/ marang rama prabu/ amrih sarèhe wong

sabrang/ sêdhêngingsun ing wuri pradandan budi/ sawusnya

ngartikèngtyas//

Terjemahan: jadi cukup untukku pergi mencari keselamatan/ dari orang

itu yang tak baik menjadi suami/ orang seberang semena-mena

perbuatanya/ sepintas seperti orang besar/ kalau kulawan bisa

mempertahankan (melawan)/ lebih baik aku mencari akal/ kepada

ayahanda prabu/ supaya orang sabrang mau menunggu/ secukupnya untuk

ku mencari akal/ setelah itu mengatur siasat//

Mijil

36. Ngrasuk busana sang raja putri/ denira salolos/ nulya têdhak angandhut

patrême/ tiningalan parêkan myang cèthi/ wus samya aguling/ lajêng

lampahipun//

Terjemahan: memakai busana sang putri raja/ ia melarikan diri/ lalu ia

bawa patrem-nya (semacam keris tapi kecil)/ ditinggalkannya para

abdinya/ yang sudah terlelab tidur/ lalu langkahnya//

37. Madya ratri kentarnya mangikis/ sira sang lir sinom/ saking taman miyos

butulane/ datan wontên cèthine udani/ lampahe lêstari/ wus ngambah

marga gung//

Page 257: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

292

Terjemahan: tengah malam perginya sudah di perbatasan/ ia yang masih

muda/ dari taman keluar tembus luar istana/ taka ada abdi perempuannya

yang tahu/ langkahnya selamat/ sudah sampai pada jalan besar//

Srikandhi tetap teguh dalam mempertahankan pendiriannya, meskipun jalan

yang ditempuhnya dinilai kurang baik, akan tetapi dalam hal ini lebih menekankan

pada kesamaan hak laki-laki dan perempuan. Kebohongan akan kesanggupannya

menikah dengan Jungkung Mardeya hanya untuk menyenangkan hati prabu Drupada

yang sangat menggebu-gebu ingin anaknya menikah dengan raja dari tanah seberang

terebut demi tidak terjadiya pertumpahan darah, rencana terselubung Srikandhi

tersebut dilanjutkan dengan aksinya melarikan diri dari Pancala tatkala semua sedang

tertidur lelap di tengah malam.

Contoh lainnya yang melukiaskan kejiwaprajuritan Srikandhi adalah ketika

pertempurannya melawan pasukan dari Paranggubarja yang diutus prabu Jungkung

Mardeya untuk mencari Srikandhi di tengah hutan, Srikandhi mampu membunuh

banyak raksasa dengan panahnya, sebagaimana kutipan berikut:

25. “Ingkang kambah marang putri ing Cêmpala/ gandane pan katawis/ kunêng

kang winarya/ wauta lampahira/ Kusuma Wara Srikandhi/ wus byar rahina/

praptèng madyèng wanadri//

32. Dene enak enuk wuwuse gumampang/ basakakên raka ji/ heh buta lungaa/

aja na ngarsaningwang/ yên sira nora lunga glis/ yékti sun panah/ wil

pradêksa miyarsi//

33. Latah-latah sarwi ngungalakên jaja/ dawêg gusti dèn aglis/ paduka tibakna/

abdine titir tatal/ dinadar ing rakanta ji/ gêret lumêpas/ dhadhali kadya

thathit//

34. Wil pradêksa kacundhuk janggane pagas/ gumêbrug tibèng siti/ wadyanya

tumingal/ yèn punggawane pêjah/ gumuruh sarêng dènya ngrik/ mara

kumêrab/ sêdyambyuk angêbyuki/”(pupuh XIV Durma )

Terjemahan:

25. yang dilewati sang putri Cêmpala/ baunya tak terlacak (karena pada saat itu

Arjuna mengejar Srikandhi dengan menelusuri jejak baunya)/ berganti yang

Page 258: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

293

diceriterakan/ alkisah langkahnya/ Kusuma Wara Srikandhi/ sudah pagi hari/ sampai

di tengah hutan//

32. mudah sekalai kau berkata/ menyebut kakanda raja/ heh raksasa pergilah/ jangan

ada di depanku/ kalau kamu tidak segera pergi/ sungguh ku panah/ raksasa Pradêksa

mendengarnya//

33. tertawa terbahak-bahak melihatkan dhadhanya (menyombongkan diri)/ segera

gusti segeralah/ paduka lepaskan (panah)/ abdi yang tak henti berlatih/ dilatih oleh

kandha prabu/ panah dilepaskan/ dhadhali (nama panah) seperti kulat//

34. raksasa Pradêksa terkena lehernya putus/ jatuh di tanah/ prajuritnya melihat/ kalau

pimpinannya tewas/ bergemuruh semua berteriak/ datang berbondong/ bermaksud

menolong pimpinannya//

Kutipan empat bait diatas yakni bait 25, 32, 33, dan 34 merupakan bait yang berisi

tentang perjalanan pulang Srikandhi menuju Pancala, di tengah hutan ia dihadang

oleh sekawanan raksasa, raksasa tersebut merupakan utusan Jungkung Mardeya untuk

mencari Srikandhi tatkala Srikandhi dikabarkan menghilang dari keraton. Dalam

kutipan diatas secara tersirat nampak ketegasan Srikandhi dalam menolak lamaran

Jungkung Mardeya, tolakan itu nampak pada kedua kalimat ini “Dene enak ênuk

wuwuse gumampang/ basakakên raka ji” (bait ke- 32) yang secara bebas dapat

diartikan “mudah sekali kau berkata/ menyebut kandha raja”, maksutnya Srikandhi

tidak sudi menjadi istri Jungkung Mardeya, sebutan raka ji merupakan panggilan

Srikandhi untuk Jungkung Mardeya apabila mereka menikah. Srikandhi sangat marah

akan hal itu, ejekan para denawa yang menyombongkan diri itu semakin membuat

Srikandhi tidak sabar hati, dilepaskannya busur panah tepat pada leher pimpinan

denawa tersebut hingga terputus dari badanya. Hal ini berarti tokoh Srikandhi telah

membuktikan kepada siapapun bahwa dirinya monolak adanya satu sistem

kemasyarakatan yang kurang berpihak kepada kaum perempuan.

Page 259: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

294

Selain Srikandhi, dalam SSMM ini juga terdapat salah seorang tokoh figuran

yang juga menonjolkan sikap anti inferioritas, tokoh tersebut adalah Rarasati, salah

seorang dari istri Arjuna. Rarasati juga berhak dan pantas apabila ia dianggap sebagai

tokoh feminisme dalam dunia pewayangan. Meskipun Rarasati termasuk salah satu

dari istri Arjuna (garwa paminggir/selir), akan tetapi keinginanya yang begitu kuat

untuk menjadi seorang prajurit putri layaknya Srikandhi pantas untuk diapresiasi.

Secara langsung memang Rarasati tidak mendapatkan bimbingan Arjuna dalam olah

kaprajuritan terutama dalam memainkan senjata panah, akan tetapi ia memanfaatkan

momen ketika Arjuna mengajarkan teknik memanah kepada Srikandhi di taman

Maduganda, Rarasati mengintip tanpa sepengetahuan Arjuna dan Srikandhi. Berikut

kutipan dari pengakuan Srikandhi kepada Arjuna:

24. “Kadi-kadi yèn kadugi/ ulah sanjata mung kadya/ putri ing Cémpala bae/

Dananjaya sru anyêntak/ pintêrmu saka ngapa/ yèn nora lawan winuruk/

Rarasati aturira//

25. Inggih dèrèng anglampahi/ winulang nanging kawula/ asring ngintip

sayêktine/ nggèn tuwan mulang nyanjata/ dhatêng putri Cêmpala/ wontên ing

taman rumuhun/ manah kawula kaduga//”(pupuh XXVIII Asmaradana)

Terjemahan:

24. seakan-akan kalau mampu/ memainkan senjata hanya seperti/ Putri dari

Pancala saja/ Dananjaya membentak dengan keras/ pintarmu dari mana/ kalau

tidak dengan diajari/ rarasati ujarnya/

25. iya memang belum pernah menjalani/ diajar akan tetapi hamba/ sebenarnya

sering mengintip/ ketika tuan mengajarkan senjata/ kepada putri Cêmpala/ di

taman dahulu/ perasaanku bisa//

Kutipan diatas berisi tentang pengakuan Rarsati kepada Arjuna bahwasanya ia telah

mahir dalam memanah meskipun tidak secara langsung diajari oleh Arjuna layaknya

Page 260: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

295

Srikandhi. Pada pupuh XXVII dan XXVIII (lihat suntingan) terdapat dialog antara

Rarasati dengan Arjuna yang sangat menonjolkan bentuk tindakan anti patriarkat

yang mana hal itu dianggap kurang menguntungkan Rarasati. Ketika Rarasati

mendengar bahwa seorang yang menikahi Srikandhi harus bisa mengalahkannya

dalam memanah, Rarasati mengajukan diri untuk itu. Terjadi perdebatan antara

Rarasati dengan Arjuna, bahkan Arjuna memarahi Rarasati dan merendahkannya.

Rarasati sangat teguh hati dan berusaha meyakinkan Arjuna, bahwa ia bukan hanya

seorang istri yang tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun tidak diajari oleh Arjuna

secara langsung dalam memanah, ia sangat yakin akan kebisaanya menandingi

Srikandhi dalam memanah. Pada saat pertandingannya melawan Srikandhi, Rarasati

mampu menandingi kemampuan Srikandhi dalam memainkan panah, bahkah teknik

Rarasati lebih baik dibandingkan Srkandhi. Srikandhi yang merasa terkalahkan, tidak

menerima akan hal itu, ia mengunus keris dan berusaha menyerang Rarasati, akan

tetapi Rarasati yang hanya sebagai garwa paminggir Arjuna itu ternyata mampu

menandingi Srikandhi yang telah lama belajar kaprajuritan.

Contoh-contoh yang tersebut di atas merupakan hal-hal yang tidak sewajarnya

dilakukan oleh seorang perempuan. Srikandhi adalah seorang wanita yang berjiwa

prajurit, meskipun ia dikodratkan sebagai seorang perempuan, akan tetapi fisiknya

sebagai seorang perempuan tidak menghalangi niatnya untuk menjadi seorang

prajurit, berlatih senjata dan berperang layaknya laki-laki. Srikandhi juga anak

seorang Raja negara Pancala atau Cempala yang dengan terpaksa berbohong kepada

ayahandanya demi perasaan cintanya, dan hal tersebut tidak sepantasnya dilakukan

Page 261: BAB II ANALISIS DATA - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab2.pdfG.K.R Pambayun sendiri lahir pada tahun 1825 M dan meninggal dunia pada tahun 1917 M. Nancy

296

oleh seorang perempuan dari golongan priyayi. Kebohongan dan rencana terselubung

Srikandhi tidak semata karena nafsu asmaranya saja, akan tetapi lebih menekankan

pada kesamaan hak yang diperoleh laki-laki dan perempuan, yang mana seorang

perempuan pun berhak untuk memilih pendamping hidupnya. Selain Srikandhi

seorang tokoh perempuan juga menentang adanya inferioritas terhadap perempuan,

tokoh tersebut adalah Rarasati. Seorang garwa paminggir biasanya juga tidak berani

untuk menentang suaminya yang notabene sebagai seorang kesatria agung, demi

untuk memantaskan dirinya di mata Arjuna, Rarasati nekat menentang segala

perkataan Arjuna yang menganggapnya remeh. Tindakannya dalam menentang

Arjuna bukan semeata-mata seorang istri yang berani terhadap suami, akan tetapi

lebih kepada kesamaan haknya sebagai seorang perempuan yang tidak hanya sebagai

kanca wingking, serba nurut kepada suami meski perintah suami tidak benar. Tekat

Rarasati yang begitu kuat akhirnya bukan hanya Arjuna saja yang mengakui

ketrampilan Rarasati dalam memanah, akan tetapi seluruh yang menyaksikan

pertandingan itu termasuk Srikandhi sendiri telah mengakui kemahiran Rarasati

dalam memanah.

Keinginan Srikandhi yang begitu besar di dalam mengejar cita-citanya untuk

menjadi seorang prajurit putri, serta usaha Rarasati dalam memantaskan diri sebagai

seorang istri kesatria agung patut untuk dijadikan contoh bagi perempuan Jawa masa

kini, tentunya disesuaikan dengan konteks kekinian.