bab ii a
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Personal Hygiene
2.1.1 Definisi
Menurut Wartonah (2003), personal hygiene berasal dari bahasa yunani
yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Menurut Perry (2005), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
Menurut Wartonah (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1. Body image, yaitu gambaran individu terhadap dirinya yang mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial, yaitu pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi, yaitu personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan, yaitu pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya, yaitu pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
mandi.
6. Kebiasaan seseorang, yaitu ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis, yaitu pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
2.1.3. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene
Dampak yang akan timbul jika personal hygiene kurang adalah (Wartonah,
2003):
1. Dampak fisik, yaitu gangguan fisik yang terjadi karena adanya gangguan
kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, adalah gangguan yang sering terjadi adalah gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial, yaitu masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.
2.1.4. Tanda dan Gejala
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), tanda dan gejala individu
dengan kurang perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau dan pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas dan tidak ada inisiatif
b. Menarik diri atau isolasi diri
c. Merasa tak berdaya , rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur, buang air besar dan buang air kecil di sembarang
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
2.1.5. Pemeliharaan dalam Personal Hygiene
Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan dan kesehatan (Perry, 2005). Personal hygiene meliputi:
a. Kebersihan Kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya.
Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan,
makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari.
Dalam memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat
harus selalu diperhatikan adalah menggunakan barang-barang keperluan
sehari-hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai sabun,
menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama banyak sayur dan
buah, dan menjaga kebersihan lingkungan.
b. Kebersihan Rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat bersih dan indah
sehingga akan menimbulkan kesan bersih dan tidak berbau. Dengan selalu
memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu memperhatikan
kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali
seminggu, mencuci rambut memakai sampo/bahan pencuci rambut lainnya, dan
sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.
c. Kebersihan Gigi
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan
membersihkan gigi sehingga terlihat bersih. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menjaga kesehatan gigi adalah menggosok gigi secara benar dan teratur
dianjurkan setiap sehabis makan, memakai sikat gigi sendiri, menghindari
makan-makanan yang merusak gigi, membiasakan makan buah-buahan yang
menyehatkan gigi dan memeriksa gigi secara teratur.
d. Kebersihan Telinga
Hal yang diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah membersihkan
telinga secara teratur, dan tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
e. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku
Seperti halnya kulit, tangan kaki, dan kuku harus dipelihara dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari.
Tangan, kaki, dan kuku yang bersih menghindarkan kita dari berbagai
penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi
dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari bahaya
kontaminasi maka harus membersihkan tangan sebelum makan, memotong
kuku secara teratur, membersihkan lingkungan, dan mencuci kaki sebelum
tidur.
2.1.6. Hal- Hal yang mencakup Personal Hygiene
Kegiatan-kegiatan yang mencakup personal hygiene adalah:
a. Mandi
Mandi merupakan bagian yang penting dalam menjaga kebersihan diri.
Mandi dapat menghilangkan bau, menghilangkan kotoran, merangsang
peredaran darah, memberikan kesegaran pada tubuh. Sebaiknya mandi dua kali
sehari, alasan utama ialah agar tubuh sehat dan segar bugar. Mandi membuat
tubuh kita segar dengan membersihkan seluruh tubuh kita (Stassi, 2005).
Menurut Irianto (2007), urutan mandi yang benar adalah seluruh tubuh
dicuci dengan sabun mandi. Oleh buih sabun, semua kotoran dan kuman yang
melekat mengotori kulit lepas dari permukaan kulit, kemudian tubuh disiram
sampai bersih, seluruh tubuh digosok hingga keluar semua kotoran atau daki.
Keluarkan daki dari wajah, kaki, dan lipatan- lipatan. Gosok terus dengan
tangan, kemudian seluruh tubuh disiram sampai bersih sampai kaki.
b. Perawatan mulut dan gigi
Mulut yang bersih sangat penting secara fisikal dan mental seseorang.
Perawatan pada mulut juga disebut oral hygiene. Melalui perawatan pada
rongga mulut, sisa-sisa makanan yang terdapat di mulut dapat dibersihkan.
Selain itu, sirkulasi pada gusi juga dapat distimulasi dan dapat mencegah
halitosis (Stassi, 2005).
Kesehatan gigi dan rongga mulut bukan sekedar menyangkut kesehatan
di rongga mulut saja. Kesehatan mencerminkan kesehatan seluruh tubuh.
Orang yang giginya tidak sehat, pasti kesehatan dirinya berkurang. Sebaliknya
apabila gigi sehat dan terawat baik, seluruh dirinya sehat dan segar bugar.
Menggosok gigi sebaiknya dilakukan setiap selesai makan. Sikat gigi jangan
ditekan keras-keras pada gigi kemudian digosokkan cepat-cepat. Tujuan
menggosok gigi ialah membersihkan gigi dan seluruh rongga mulut.
Dibersihkan dari sisa-sisa makanan, agar tidak ada sesuatu yang membusuk
dan menjadi sarang bakteri (Irianto, 2007).
c. Cuci tangan
Tangan adalah anggota tubuh yang paling banyak berhubungan dengan
apa saja. Kita menggunakan tangan untuk menjamah makanan setiap hari.
Selain itu, sehabis memegang sesuatu yang kotor atau mengandung kuman
penyakit, selalu tangan langsung menyentuh mata, hidung, mulut, makanan
serta minuman. Hal ini dapat menyebabkan pemindahan sesuatu yang dapat
berupa penyebab terganggunya kesehatan karena tangan merupakan perantara
penularan kuman (Irianto, 2007).
Berdasarkan penelitan WHO dalam National Campaign for
Handwashing with Soap (2007) telah menunjukkan mencuci tangan pakai
sabun dengan benar pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang
air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum
menyiapkan makanan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 40%.
Cuci tangan pakai sabun dengan benar juga dapat mencegah penyakit menular
lainnya seperti tifus dan flu burung.
Langkah yang tepat cuci tangan pakai sabun adalah seperti berikut
(National Campaign for Handwashing with Soap, 2007):
1. Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan
dengan sabun secara merata, dan jangan lupakan sela-sela jari.
2. Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
3. Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering.
d. Membersihkan Pakaian
Pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang untuk terlihat sehat dan
segar walaupun seluruh tubuh sudah bersih. Pakaian banyak menyerap
keringat, lemak dan kotoran yang dikeluarkan badan. Dalam sehari saja,
pakaian berkeringat dan berlemak ini akan berbau busuk dan menganggu.
Untuk itu perlu mengganti pakaian dengan yang besih setiap hari. Saat tidur
hendaknya kita mengenakan pakaian yang khusus untuk tidur dan bukannya
pakaian yang sudah dikenakan sehari-hari yang sudah kotor. Untuk kaos kaki,
kaos yang telah dipakai 2 kali harus dibersihkan. Selimut, sprei, dan sarung
bantal juga harus diusahakan supaya selalu dalam keadaan bersih sedangkan
kasur dan bantal harus sering dijemur (Irianto, 2007).
2.1.7. Tujuan Personal Hygiene
Menurut Wartonah (2003), tujuan dari personal hygiene adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan, memelihara kebersihan diri, memperbaiki
personal hygiene yang kurang, mencegah penyakit, menciptakan keindahan, dan
meningkatkan rasa percaya diri.
2.2 Sanitasi Lingkungan
Menurut Notoadmojo (2003), sanitasi lingkungan adalah status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan
air bersih, dan sebagainya. Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus
dicapai dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.
Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen
hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah
elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem
tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan
ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi.
2.2.1 Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Menurut Entjang (2000), hygiene dan sanitasi lingkungan adalah
pengawasan lingkungan fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi
kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna di tingkatkan dan
diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Usaha dalam
hygiene dan sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi :
a. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun
kwantitasnya.
b. Mengatur pembuangan kotoran, sampah dan air limbah.
c. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumah-rumah
tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
d. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti : lalat, nyamuk.
Istilah Hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengusahakan cara hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit, tetapi dalam
penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi lebih menitik
beratkan pada faktor lingkungan hidup manusia, sementara hygiene lebih menitik
beratkan pada usaha-usaha kebersihan perorangan (Kusnoputranto, 2000).
2.2.2. Sanitasi Lingkungan Pemukiman
Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi fisik,
kimia, dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Persyaratan kesehatan perumahan dan permukiman adalah ketentuan teknis
kesehatan yang wajib di penuhi dalam rangka melindungi penghuni dan
masyarakat yang bermukim di perumahan atau masyarakat sekitar dari bahaya atau
gangguan kesehatan (Soedjadi, 2005).
2.2.3 Sarana Air Bersih
Air merupkakan suatu sarana untuk menigkatkan derajat kesehatan
masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam
penularan penyakit (Slamet, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2003), penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan
yaitu :
a. Syarat fisik : persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening,
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
b. Syarat bakteriologis : air merupakan keperluan yang sehat yang harus
bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen.
c. Syarat kimia : air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu
dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat
kimia didalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
Menurut Chandra (2006), Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air
dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya.
Mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat:
1. Waterborne mechanism
Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui
mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui
mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan
poliomyelitis.
2. Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan berkaitan dengan kebersihan umum dan
perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata.
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit
leptospirosis.
3. Water-based mechanism
Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agent
penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor
atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya
skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculucmedinensis.
4. Water-related insect vector mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang
berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme
penularan sepert ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.
Menurut Suriawiria (1998), kelompok kehidupan di dalam air memiliki
faktor-faktor biotis yaitu terdiri dari bakteria, fungi atau jamur, mikroalge atau
ganggang-mikro, protozoa atau hewan bersel tunggal, dan virus. Kehadiran
mikroba di dalam air, mungkin akan mendatangkan keuntungan, tetapi juga
mendatangkan kerugian dan menghasilkan toksin seperti yang hidup anaerobik
seperti Clostridium, yang hidup aerobik seperti Pseudomonas, Salmonella,
Staphylococcus, dan sebagainya.
Menurut Chandra (2006), Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi
menjadi air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah.
1. Air Angkasa
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau
pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tesebut cenderung
mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung
di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas,
misalnya, karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia.
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air seperti sungai, danau,
telaga, waduk, raw, terjun, dam sumur permukaan, sebagian berasal dari air hujan
yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya.
3. Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan jatuh ke permukaan bumi
yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air
hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah
menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingakan air permukaan.
2.2.4 Sarana Pembuangan Kotoran ( Jamban)
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpukan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, dan tidak menjadi
penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman.
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan terjadinya berbagai
penyakit seperti diare, kolera, disentri, ascariasis, dan sebagainya. Kotoran
manusia merupakan buangan padat, selain menimbulkan bau, mengotori
lingkungan juga merupakan media penularan penyakit pada masyarakat.
Perjalanan agen penyebab penyakit melalui cara transmisi seperti dari tangan,
maupun dari peralatan yang terkontaminasi ataupun melalui mata rantai lainnya.
Dimana memungkinkan tinja atau kotoran yang mengandung agent penyebab
infeksi masuk melalui saluran pernafasan ( Dirjen P2M & PL, 1998).
2.2.5 Sasaran Saluran Pembuangan Limbah (SPAL)
Air limbah adalah sisa air yang di buang yang berasal dari rumah tangga,
industri dan pada umumya mengandung bahan atau zat yang membahayakan.
Sesuai dengan zat yang terkandung didalam air limbah, maka limbah yang tidak
diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran penyakit
(Notoadmodjo, 2003).
Keadaan saluran pembuangan air limbah yang tidak mengalir lancar,
dengan bentuk SPAL yang tidak tertutup dibanyak tempat sehingga air limbah
menggenang ditempat terbuka berpotensi sebagai tempat berkembang biak vektor
dan bernilai negatif dari aspek estetika (Soejadi, 2003).
2.2.6. Sarana Pembuangan Sampah
Sampah ialah suatu bahan atau benda yang terjadi karena berhubungan
dengan aktifitas manusia yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang
dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia
(Kusnoputranto, 2000).
Penanganan sampah yang tidak baik dapat menimbulkan pencemaran
sebagai berikut (Hadiwiyoto, 2003):
1. Sampah dapat menimbulkan pencemaran pada udara, akibat gas-gas yang
terjadi dari penguraian sampah terutama menimbulkan bau yang tidak
sedap. Selain itu sampah mengakibatkan mengganggu penglihatan yaitu
suatu area yang kotor yang mencemari rasa estetika.
2. Tumpukan sampah yang menggunung dapat menimbulkan kondisi
lingkungan fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan dengan kondisi
lingkungan normal. Pada umumnya hal tersebut menimbulkan kenaikan
suhu dan perubahan pH menjadi asam atau basa. Kondisi ini
mengakibatkan terganggunya kehidupan manusia dan makhluk lain di
lingkungan sekitarnya.
3. Kadar oksigen di area pembuangan sampah menjadi berkurang akibat
proses penguraian sampah menjadi senyawa lain yang memerlukan
oksigen yang diambil dari udara sekitarnya. Berkurangnya oksigen di
daerah pembuangan sampah menyebabkan gangguan terhadap makhluk
sekitarnya.
4. Dalam proses penguraian sampah dihasilkan gas-gas yang dapat
membahayakan kesehatan, berupa gas-gas yang beracun dan dapat
mematikan.
5. Sampah sangat berpotensi menjadi sumber penyakit yang berasal dari
bakteri patogen dari sampah sendiri serta dapat ditularkan oleh lalat, tikus,
anjing dan binatang lainnya yang senang tinggal di areal tumpukan
sampah.
Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan penutup.
2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, permukaan
bagian dalam rata dan dilengkapi dengan penutup.
3. Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau 2/3 bagian telah terisi
penuh.
4. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan
sertiap kegiatan. Tempat sampah harus disediakan minimal 1 buah untuk
setiap radius 10 meter, dan tiap jarak 20 meter pada ruang terbuka dan
tunggu.
5. Tersedianya tempat pembuangan sampah semetara yang mudah
dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak dilokasi yang
terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan
sekurang-kurangnya 3 x 24 jam.
Pemusnahan sampah di tempat pembuangan akhir terdiri dari
beberapa jenis kegiatan:
1. Daur ulang, yaitu sampah yang masih bisa dimanfaatkan didaur ulang
untuk dipakai kembali, biasanya bahan terbuat dari plastik, botol, besi tua,
dan kayu.
2. Komposting, yaitu pembuatan kompos di peruntukkan bagi sampah
organik dengan metode penguraian secara alami akan menghasilkan
kompos yang berguna untuk pertanian.
3. Dibakar, yaitu bagi sampah yang kering bisa dibakar.
4. Dikubur, yaitu sampah dapat dikubur dengan metode sanitary landfill
(Kusnoputranto, 2000).
Jenis-jenis sampah terdiri dari beberapa macam yaitu: sampah kering,
sampah basah, sampah berbahaya beracun (Pansimas, 2011).
a. Sampah kering
Sampah kering, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai
seperti gelas, besi, plastik.
b. Sampah basah
Sampah basah, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun, ranting, dan bangkai binatang.
c. Sampah berbahaya beracun
Sampah berbahaya beracun, yaitu sampah yang karena sifatnya dapat
membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit,
sampah nuklir, batu baterai bekas.
Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi
masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada
yang positif dan ada juga yang negatif.
a. Pengaruh Positif
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut :
1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa
dan dataran rendah.
2. Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
3. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses
pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh
buruk sampah tersebut terhadap ternak.
4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang
biak serangga dan binatang pengerat.
5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya
dengan sampah.
6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya
masyarakat.
8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana
kesehatan suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan
lain (Chandra, 2006)
b. Pengaruh Negatif
Menurut (Mukono, 2006) Pengelolaan sampah yang kurang baik
dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun
bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut.
1. Pengaruh terhadap kesehatan
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah
sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat,
tikus, serangga, jamur.
b. Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan
vektor Aedes Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan,
pengelolaan sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas
dan plastik dengan genangan air).
c. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah
yang menyengat yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan
Metylmercaptan.
d. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan
banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan
tempat penumpukan sampah.
e. . Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya
hidup dan berkembang biak di tempat pembuangan dan
pengumpulan sampah yang kurang baik. Penularan penyakit ini
dapat melalui kontak langsung ataupun melalui udara.
f. Penyakit kecacingan.
g. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara
sembarangan misalnya luka akibat benda tajam seperti kaca, dan
besi.
h. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain
2. Pengaruh terhadap lingkungan
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika
lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya
banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu
kesegaran udara lingkungan masyarakat.
b. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan
menyebabkan aliran air akan terganggu dan saluran air akan
menjadi dangkal.
c. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan
menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
d. Adanya asam organic dalam air serta kemungkinan terjadinya
banjir maka akan cepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan
masyarakat antara lain jalan, jembatan, saluran air, fasilitas
jaringan dan lain-lain.
e. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan
bahaya kebakaran lebih luas.
f. Apabila musim hujan datang, sampah yeng menumpuk dapat
menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber
air permukaan atau sumur dangkal.
g. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas
masyarakat, seperti jalan, jembatan, dan saluran air.
3. Pengaruh terhadap social ekonomi dan budaya masyarakat
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan
sosial-budaya masyarakat setempat.
b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan
menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang
berkunjung ke daerah tersebut.
c. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk
setempat dan pihak pengelola.
d. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga
produktifitas masyarakat menurun.
e. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang
besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.
f. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah
wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat
setempat.
g. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi
menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.
h. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu
lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan
jasa.
2.2.7 Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah yang harus dimiliki tiap rumah adalah memiliki syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Ventilasi
Ventilasi adalah sarana untuk memelihara kondisi atmosfer yang
menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu ruangan yang terlalu padat
penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan pada
penghuni tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan
(Chandra, 2006).
Lubang penghawaan pada bangunan harus dapat menjamin pergantian
udara didalam kamar atau ruang dengan baik. Luas lubang penghawaan yang
dipersyaratkan minimal 20% dari luas lantai (Soejadi, 2003).
b. Kelembaban
Kelembaban sangat berperan penting dalam pertumbuhan kuman penyakit.
Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan yang lembab dapat mendukung
terjadinya penularan penyakit (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Kepmenkes RI/NO.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan perumahan dari aspek kelembaban udara ruang,
dipersyaratkan ruangan mempunyai tingkat kelembaban udara yang
diperbolehakan antara 40-70%. Tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat
ditambah dengan prilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak
tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta
kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis
lingkungan (Soedjadi, 2003).
c. Pencahayaan
Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup,
karena suatu rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan
perasaan kurang nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit (Prabu, 2009).
Menurut Sukini (1999), sinar matahari berperan secara langsung dalam
mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah,
khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan bakteri
patogen. Dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan didalam ruangan
rumah terutama ruangan tidur.
Pencahayaan alami atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan
(Kepmenkes RI,1999).
2.2.8 Kepadatan Penghuni
Kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri penyebab
penyakit menular. Selain itu kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara
didalam rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin
cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran oleh karena CO2 dalam rumah
akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 yang diudara (Sukini,
1999).
Menurut Kepmenkes RI (1999), kepadatan dapat dilihat dari kepadatan
hunian ruang tidur yaitu luas ruangan tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan
lebih dari dua orang dalam satu ruangan tidur, kecuali anak dibawah usia 5 tahun.
2.2.9 Rumah Sehat
2.2.9.1 Definisi Rumah Sehat
Rumah bagi manusia memiliki arti sebagai tempat untuk melepas lelah,
beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari, sebagai tempat
bergaul dengan keluarga, sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya,
sebagai lambang status sosial, tempat menyimpan kekayaan (Azwar, 1996).
Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana
lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani
serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (WHO dalam
Keman, 2005).
Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik,
kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari
tanah (Depkes RI, 2003). Dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan
tempat berlindung dan beristirahat yang menumbuhkan kehidupan sehat secara
fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh
derajat kesehatan yang optimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar
rumah (Azwar, 1996):
1) Lingkungan di mana masyarakat itu berada, baik fisik, biologis, sosial. Suatu
daerah dengan lingkungan fisik pegunungan, tentu saja perumahannya berbeda
dengan perumahan di daerah pantai. Selanjutnya masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah lingkungan biologis yang banyak hewan buasnya tentu saja
mempunyai bentuk rumah yang lebih terlindung, dibanding dengan perumahan
di lingkungan biologis yang tidak ada hewan buasnya. Demikian pula
lingkungan sosial, seperti adat, kepercayaan dan lainnya, banyak memberikan
pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan.
2) Tingkat sosial ekonomi masyarakat, ditandai dengan pendapatan yang
dipunyai, tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan dan
atau dibeli dan lain sebagainya. Jelaslah bahwa suatu masyarakat yang lebih
makmur, secara relatif akan mempunyai perumahan yang lebih baik, dibanding
dengan masyarakat miskin.
3) Tingkat kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama teknologi bangunan.
Masyarakat yang telah maju teknologinya, mampu membangun perumahan
yang lebih komplek dibandingkan dengan masyarakat yang masih sederhana.
4) Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan menyangkut tata-guna tanah,
program pembangunan perumahan (RumahSederhana, Rumah Susun (Rusun),
Rumah Toko (Ruko), Rumah Kantor (Rukan))
2.2.9.2 Syarat Rumah Sehat
Rumah sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health
Association) harus memiliki syarat, antara lain:
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan
(ventilasi), ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara yang
mengganggu.
2) Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman bagi
masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan tempat tinggal yang
memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.
3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup
sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam persyaratan ini
antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya kebakaran, tidak
menyebabkan keracunan gas, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain
sebagainya.
2.2.9.3 Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan. meliputi 3
lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :
1) Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,
sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
2) Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan kotoran,
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3) Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan dirumah,
membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke jamban, membuang
sampah pada tempat sampah.
Adapun aspek komponen rumah yang memenuhi syarat rumah sehat
adalah :
1) Langit-langit
Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat
menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata
kerangka atap serta mudah dibersihkan.
2) Dinding
Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri,
beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat memikul
beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air
agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah,
lembab dan tampak bersih tidak berlumut.
3) Lantai
Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, tidak licin, stabil
waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan. Menurut Sanropie
(1989), lantai tanah sebaiknya tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan
akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap
penghuninya. Karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti
disemen, dipasang tegel, keramik. Untuk mencegah masuknya air ke dalam
rumah, sebaiknya lantai ditinggikan ± 20 cm dari permukaan tanah.
4) Pembagian ruangan / tata ruang
Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan
fungsinya. Adapun syarat pembagian ruangan yang baik adalah :
a) Ruang untuk istirahat/tidur
Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur orang tua
dengan kamar tidur anak, terutama anak usia dewasa. Tersedianya jumlah
kamar yang cukup dengan luas ruangan sekurangnya 8 m2 dan
dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang agar dapat memenuhi
kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan.
b) Ruang dapur
Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil
pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Ruang
dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur
dapat teralirkan keluar.
c) Kamar mandi dan jamban keluarga
Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu
lubang ventilasi untuk berhubungan dengan udara luar.
5) Ventilasi
Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan
dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara
buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh
buruk yang dapat merugikan kesehatan. Ventilasi yang baik dalam ruangan
harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya :
a) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan.
Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan.
b) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
kendaraan, dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c) Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua
lubang jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga proses
aliran udara lebih lancar.
6) Pencahayaan
Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan
pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang perlu diperhatikan,
pencahayaan jangan sampai menimbulkan kesilauan.
a) Pencahayaan alamiah
Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke
dalam ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah
yang terbuka, selain untuk penerangan, sinar ini juga mengurangi
kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan
membunuh kuman penyebab penyakit tertentu (Azwar, 1996). Suatu cara
sederhana menilai baik tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam
sebuah rumah adalah: baik, bila jelas membaca dengan huruf kecil,
cukup; bila samar-samar bila membaca huruf kecil, kurang; bila hanya
huruf besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca huruf besar.
b) Pencahayaan buatan
Penerangan dengan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti
lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya. (Azwar, 1996).
7) Luas Bangunan Rumah
Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan kepadatan penghuni (overcrowded). Hal
ini tidak sehat, disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Sesuai kriteria Permenkes tentang
rumah sehat, dikatakan memenuhi syarat jika ≥ 8 m2 / orang.
Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana
lingkungan yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut
:
1) Sarana Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Di Indonesia standar untuk air bersih diatur
dalam Permenkes RI No. 01/Birhubmas/1/1975 (Chandra, 2009).
Dikatakan air bersih jika memenuhi 3 syarat utama, antara lain :
a) Syarat fisik
Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu di bawah suhu
udara sehingga menimbulkan rasa nyaman.
b) Syarat kimia
Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia, terutama
yang berbahaya bagi kesehatan.
c) Syarat bakteriologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Misal sebagai
petunjuk bahwa air telah dicemari oleh faces manusia adalah adanya
E. coli karena bakteri ini selalu terdapat dalam faces manusia baik
yang sakit, maupun orang sehat serta relative lebih sukar dimatikan
dengan pemanasan air.
2) Jamban (sarana pembuangan kotoran)
Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan oleh
keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang air besar. Cara
pembuangan tinja, prinsipnya yaitu :
a) Kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah.
b) Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan / air tanah.
c) Kotoran manusia tidak dijamah lalat.
d) Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
e) Konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan.
Ada 4 cara pembuangan tinja (Azwar, 1996), yaitu :
a) Pembuangan tinja di atas tanah
Pada cara ini tinja dibuang begitu saja diatas permukaan tanah,
halaman rumah, di kebun, di tepi sungai dan sebagainya. Cara
demikian tentunya sama sekali tidak dianjurkan, karena dapat
mengganggu kesehatan.
b) Kakus lubang gali (pit privy)
Dengan cara ini tinja dikumpulkan kedalam lubang dibawah
tanah, umumnya langsung terletak dibawah tempat jongkok. Fungsi
dari lubang adalah mengisolasi tinja sehingga tidak memungkinkan
penyebaran bakteri. Kakus semacam ini hanya baik digunakan
ditempat dimana air tanah letaknya dalam.
c) Kakus Air (Aqua pravy)
Cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali, hanya lubang
kakus dibuat dari tangki yang kedap air yang berisi air, terletak
langsung dibawah tempat jongkok. Cara kerjanya merupakan
peralihan antara lubang kakus dengan septic tank. Fungsi dari tank
adalah untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta
melindunginya dari lalat dan serangga lainnya.
d) Septic Tank
Septic Tank merupakan cara yang paling dianjurkan. Terdiri
dari tank sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air masuk dan
mengalami proses dekomposisi yaitu proses perubahan menjadi
bentuk yang lebih sederhana (penguraian).
3) Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah
tangga, industri, dan tempat umum lainnya dan biasanya mengandung
bahan atau zat yang membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).
Menurut Azwar (1996) air limbah dipengaruhi oleh tingkat
kehidupan masyarakat, dapat dikatakan makin tinggi tingkat kehidupan
masyarakat, makin kompleks pula sumber serta macam air limbah yang
ditemui. Air limbah adalah air tidak bersih mengandung berbagai zat
yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan, dan
lazimnya karena hasil perbuatan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, sumber air limbah yang lazim
dikenal adalah :
a) Limbah rumah tangga, misalnya air dari kamar mandi dan dapur.
b) Limbah perusahaan, misalnya dari hotel, restoran, kolam renang.
c) Limbah industri.
4) Sampah
Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai
akibat aktifitas manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat.
Entjang (2000) berpendapat agar sampah tidak membahayakan
kesehatan manusia, maka perlu pengaturan pembuangannya, seperti
tempat sampah yaitu tempat penyimpanan sementara sebelum sampah
tersebut dikumpulkan untuk dibuang (dimusnahkan).
Syarat tempat sampah adalah :
a) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak
mudah bocor, kedap air
b) Harus di tutup rapat sehingga tidak menarikserangga atau binatang-
bnatang lainnya seperti tikus , kucing dan sebagainya.
2.3 Pondok Pesantren
2.3.1 Definisi
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri” yang mendapat
imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang menunjukkan tempat, maka artinya
adalah tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan
dari kata ”santri” (manusia baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong)
sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik
(Zarkasy, 1998: 106).
Lebih jelas dan sangat terinci sekali Madjid (1997 : 19-20) mengupas asal
usul perkataan santri, ia berpendapat ”Santri itu berasal dari perkataan ”sastri”
sebuah kata dari Sansekerta, yang artinya melek huruf, dikonotasikan dengan
kelas literary bagi orang jawa yang disebabkan karena pengetahuan mereka
tentang agama melalui kitab-kitab yang bertuliskan dengan bahasa Arab.
Kemudian diasumsikan bahwa santri berarti orang yang tahu tentang agama
melalui kitab-kitab berbahasa Arab dan atau paling tidak santri bias membaca al-
Qur'an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang agama.
Juga perkataan santri berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang berarti orang yang
selalu mengikuti guru kemana guru pergi menetap (istilah pewayangan) tentunya
dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai keahlian tertentu.
Pesantren juga dikenal dengan tambahan istilah pondok yang dalam arti
kata bahasa Indonesia mempunyai arti kamar, gubug, rumah kecil dengan
menekankan kesederhanaan bangunan atau pondok juga berasal dari bahasa Arab
”Fundũq” yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana, atau mengandung arti
tempat tinggal yang terbuat dari bambu (Zarkasy, 1998: 105-106).
Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren dapat
diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau mengaji ilmu
pengetahuan agama kepada kiai atau guru ngaji, biasanya komplek itu berbentuk
asrama atau kamar-kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang menunjukkan
kesederhanaannya.
Pengertian pondok pesantren secara terminologis cukup banyak
dikemukakan para ahli. Beberapa ahli tersebut adalah:
1. Dhofier (1994: 84) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
2. Nasir (2005: 80) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta
mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
3. Team Penulis Departemen Agama (2003: 3) dalam buku Pola Pembelajaran
Pesantren mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah pendidikan dan
pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara kiai dan ustdaz
sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di
masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengkaji dan
membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama masa lalu. Dengan
demikian, unsur terpenting bagi pesantren adalah adanya kiai, para santri,
masjid, tempat tinggal (pondok) serta buku-buku (kitab kuning).
4. Rabithah Ma‟ahid Islamiyah (RMI) mendefinisikan pesantren sebagai lembaga
tafaqquh fi al-dîn yang mengemban misi meneruskan risalah Muhammad SAW
sekaligus melestarikan ajaran Islam yang berhaluan Ahlu al-sunnah wa al-
Jamã’ah ‘alã T}arîqah al-Maz|ãhib al-‘Arba’ah.
5. Mastuhu (1994: 6) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agama Islam (tafaqquh fi al-dîn) dengan menekankan pentingnya moral agama
Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
6. Arifin (1995: 240) mendefinisikan pondok pesantren sebagai suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar,
dengan sistem asrama (kampus) di mana menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan
dari kepemimpinan (leadership) seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-
ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
Sedangkan pesantren tradisional merupakan jenis pesantren yang tetap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya
(Asrohah, 1999 : 59).
Menurut Mastuhu (1994: 55) pondok pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari Dari berbagai pengertian
di atas, maka dapat dipahami bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
tradisional yang mempelajari ilmu agama (tafaqquh fi al-dîn) dengan penekanan
pada pembentukan moral santri agar bisa mengamalkannya dengan bimbingan
kiai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber primer serta masjid sebagai
pusat kegiatan.
Pesantren berarti tempat para santri. Purwadarminta mengartikan
pesantren sebagai asrama dan tempat murid-murid belajar mengaji, Louis Ma’luf
mendefinisikan kata pondok sebagai “ Khon” yaitu setiap tempat seinggah besar
yang disediakan untuk menginap para turis dan orang-orang yang berekreasi.
Pondok juga bermakna rumah sementara waktu seperti didirikan di lading , di
hutan dan sebagainya. Soegarda Purbakawatja juga menjelaskan, pesantren
berasal dari kata santri , yaitu seorang yang belajar agama islam, dengan demikian
pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk mempelajari agama
islam. Secara definitive Imam Zarkasyi, mengartikan pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam dengan system asrama atau pondok, dimana kyai yang diikuti
santri sebagai kegiatan utamanya. Secara singkat pesantren bias juga dikatakan
sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan
bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya ( Umiarso dan Zazin, 2011)
Secara teminologi pesantren didefenisikan sebagai lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, dan mengamalkan
ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamanaan sebagai
pedoman sehari-hari. Perlu dijelasan bahwa pengertian “ tradisional” dalam
definisi ini bukan berarti kolot dan ketinggalan zaman, tetapi menunjukkan pada
pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu. Ia telah
menjadi bagian system kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesia. Bahkan,
telah pula mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan perjalanan
hidup umat Islam. Jadi term “ tradisional” disini bukan dalam arti tetapi tanpa
mengalami penyesuaian ( Damopoli, 2011)
2.4 kerangka Teori
Adapun kerangka teori untuk penelitian yang berjudul gambaran personal
hygine dan sanitasi lingkungan Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar
Citangkolo Kota Banjar yaitu:
- Kebersihan kulit
- Kebersihan rambut
- Kebersihan telinga
- Kebersihan gigi
- Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Personal Hygine
- Sanitasi lingkungan pemukiman
- Sarana air bersih
- Sarana pembuangan kotoran (jamban)
- Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
- Sarana pembuangan sampah
- Kondisi fisik rumah
Sanitasi Lingkungan
2.5 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep untuk penelitian yang berjudul gambaran
personal hygine dan sanitasi lingkungan Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-
Azhar Citangkolo Kota Banjar yaitu
- Kebersihan kulit
- Kebersihan tangan, kaki dan kuku
- Kebersihan pakaian
- Kebersihan handuk
- Kebersihan tempat tidur dan sprei
- Sarana air bersih
- Sarana pembuangan kotoran (jamban)
- Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
- Sarana pembuangan sampah
- Kondisi fisik Pondok Pesantren
Personal Hygine
Sanitasi Lingkungan