bab ii 5-34

46
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN 2. DAN HIPOTESIS 2.1 Perencanaan Tambang 7) Tahapan penting sebelum dilakukan operasi penambangan adalah perencanaan tambang. Perencanaan suatu tambang terbuka yang modern memerlukan model komputer dari sumber daya yang akan ditambang, baik berupa block model untuk tambang bijih atau kuari, maupun gridded seam model untuk endapan tabular seperti batubara. Dua aspek penting dalam pekerjaan perencanaan tambang adalah: a. Perencanaan pit atau penentuan batas akhir penambangan Masukan yang diperlukan dalam perancangan pit limit adalah aspek teknoekonomik seperti kemiringan lereng tunggal dan lereng keseluruhan, ongkos-ongkos 5

Upload: maman-surachman

Post on 17-Feb-2016

271 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

BAB II 5-34

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II 5-34

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

2. DAN HIPOTESIS

2.1 Perencanaan Tambang7)

Tahapan penting sebelum dilakukan operasi penambangan adalah

perencanaan tambang. Perencanaan suatu tambang terbuka yang modern

memerlukan model komputer dari sumber daya yang akan ditambang, baik berupa

block model untuk tambang bijih atau kuari, maupun gridded seam model untuk

endapan tabular seperti batubara.

Dua aspek penting dalam pekerjaan perencanaan tambang adalah:

a. Perencanaan pit atau penentuan batas akhir penambangan

Masukan yang diperlukan dalam perancangan pit limit adalah aspek

teknoekonomik seperti kemiringan lereng tunggal dan lereng keseluruhan, ongkos-

ongkos penambangan, pengolahan, pemurnian, recovery, serta harga komoditas.

b. Pentahapan dan penjadwalan produksi

Tingkat produksi, pentahapan penambangan (push back), dan penjadwalan

produksi yang optimum ditunjukan untuk memaksimalkan beberapa kriteria

finansial seperti net present value.

2.2 Sumberdaya dan Cadangan3)

Konsep sumberdaya dan cadangan dibatasi oleh ultimate pit slope.

Peningkatan dari sumberdaya menjadi cadangan apabila telah dilakukan kajian

5

Page 2: BAB II 5-34

6

ekonomi. Berdasarkan batasan kajian teknik dan kajian ekonomi maka

estimasi

Page 3: BAB II 5-34

7

cadangan khususnya pada tambang terbuka selain dibatasi oleh nilai ultimate pit

slope, juga dibatasi oleh batas IUP dan BESR (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Sumberdaya dan Cadangan3)

Metode perhitungan cadangan harus dapat menghitung dengan cepat,

dipercaya, dan mudah dilakukan cek ulang. Perbedaan dari berbagai metode

perhitungan cadangan biasanya dibedakan menurut penentuan perhitungannya yang

dipisahkan menjadi bagian-bagian atau blok. Hal ini didasarkan oleh faktor struktur

geologi, ketebalan, kadar, nilai ekonomi, kedalaman, dan lapisan penutup. Oleh

karena itu, dalam pemilihan metode tergantung pada kondisi geologi endapan

mineral, sistem eksplorasi, penambangan, dan faktor ekonomi.

2.2.1 Metode Geological Blocks13)

Pada metode ini, blok geologi digambarkan pada sebuah peta dari hasil

interpretesi data eksplorasi. Batas blok geologi didasarkan pada prinsip-prinsip

geologi yaitu :

Page 4: BAB II 5-34

8

- Batas sebaran alamiah seperti sesar dan singkapan endapan mineral di

permukaan, pelapukan atau oksidasi,

- Variasi ketebalan atau kadar,

- Ditambahkan pertimbangan faktor morfologi, kedalaman, metoda

penambangan yang akan ditetapkan, kemungkinan pemanfaatan, dan batas

konsesi administratif.

Prosedur metode ini relatif sederhana, yaitu dengan membatasi sebaran

endapan mineral untuk kemudian membaginya ke dalam blok-blok geologi. Setiap

blok diukur luas area dan dikoreksi faktor kesalahan dalam pengukuran, dihitung

nilai rata-rata ketebalan, kemudian tentukan volumenya. Dengan memperhatikan

faktor SG, maka dapat ditentukan beratnya.

Gabungan antara metode geological blocks dengan metode cross section

sering digunakan untuk perhitungan cadangan. Meskipun ketepatan perhitungan

cadangan tergantung pada jenis endapan mineral, jumlah blok, dan kerapatan data,

tetapi faktor subyektif geologist (personal interpretation) lebih berperan

dibandingkan dengan pengamatan obyektif kondisi geologi maupun hasil

pengambilan contoh.

2.2.2 Metode Cross Section13)

Metode ini membagi tubuh endapan ke dalam blok-blok dengan konstruksi

penampang geologi pada interval-interval sepanjang garis melintang atau pada level

yang berbeda sesuai kerja eksplorasi . Interval penampang dapat sama atau

bervariasi sesuai dengan keadaan geologi dari persyaratan penambangan.

Page 5: BAB II 5-34

9

Gambar 2.2 Sketsa Perhitungan Volume Endapan dengan Metode Penampang

Keuntungan metode cross section dapat menggambarkan keadaan geologi

endapan mineral, prosedurnya cepat, dan sederhana, tetapi menuntut analisa bentuk

dan ukuran penampang guna menentukan rumus yang tepat (Gambar 2.2). Metode

ini merupakan pilihan yang tepat untuk endapan mineral yang seragam, sering pula

pada endapan yang berbentuk perlapisan atau endapan placer.

2.2.3 Metode Polygon13)

Metode ini menggunakan bentuk prisma poligon, perbedaannya dengan

metode blok geologi adalah jika faktor geometrik blok tidak diperhitungkan.

Metode ini lebih didasarkan pada anggapan teoritis dari pada pertimbangan geologi

maupun penambangannya. Oleh karena itu, masih memerlukan suatu perencanaan

yang tepat serta penampang memanjang karena belum memberikan gambaran

bentuk tubuh endapan mineral serta perubahan variabel pada masing-masing blok.

Metode ini disebut juga metode area of influence (Gambar 2.3), caranya:

Page 6: BAB II 5-34

10

- Batas perluasan tiap lubang bor adalah setengah jaraknya di antara garis yang

menghubungkan dua lubang bor terdekat. Masing-masing luas poligon

ditentukan oleh kadar dan tebal dari lubang bor di samping-sampingnya dalam

satu poligon.

- Selanjutnya masing-masing cadangan dalam poligon dapat ditentukan

tonasenya.

Gambar 2.3 Metode Area Influence (Poligon)

Dalam penerapannya faktor-faktor kadar, tebal. dan berat dipertimbangkan

secara konstan pada tiap-tiap blok dengan sistem eksplorasi pola grid. Penerapan

terbaik metode poligon apabila digunakan untuk perhitungan cadangan endapan

mineral yang tabular, misal batubara, mangan, fosfat, endapan placer, vein yang

tebal, lensa berukuran besar, dan stock.

2.3 Penentuan Pit Potensial 2)

Penentuan dan pemilihan potensial merupakan langkah awal dalam

melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Page 7: BAB II 5-34

11

untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang

potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit

penambangan.

Data awal yang diperlukan merupakan data yang diperoleh /dihasilkan pada

saat memodelkan sumberdaya, yaitu:

1. Peta topografi: untuk mengetahui variasi topografi (terutama daerah tinggian-

lembah).

2. Peta geologi lokal: untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran dan

kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.

3. Peta iso-ketebalan: untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara sehingga

jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan dihitung, maka peta ini dapat

digunakan sebagai faktor pembatas.

4. Peta elevasi top (atap/roof) batubara: untuk mengetahui pola kemenerusan

lapisan batubara.

Page 8: BAB II 5-34

12

Gambar 2.4 Sketsa Konstruksi Peta Iso-Overburden 2:2)

Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah

membuat atau mengkontruksi peta iso-overburden (Gambar 2.4), yaitu dengan cara

melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta

topografi. Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan

overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat menggambarkan

(merefleksikan) kondisi sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal

tertentu.

Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal tanah

penutup) overburden yang disyaratkan, maka peta iso-overburden ini dapat dengan

cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit.

2.4 Tahapan Perhitungan Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)12)

2.4.1 Perhitungan Volume

Perhitungan volume merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam

penentuan stripping ratio. Penampang litologi pemboran menunjukkan formasi

litologi yang ditembus dan ketebalan masing-masing formasi litologi. Dari

informasi tersebut, dilakukan identifikasi ketebalan tanah penutup dan batubara.

Untuk batubara dengan sistem perlapisan multiseam, dilakukan penjumlahan total

ketebalan untuk seluruh seam.

Perbedaan ketebalan dari tanah penutup dan batubara berpengaruh terhadap

elevasi batas atas dan batas bawah keduanya. Perhitungan luas daerah tergantung

dari metode perhitungan cadangan yang digunakan. Setelah luas daerah diketahui,

Page 9: BAB II 5-34

13

lalu dilakukan kalkulasi antara ketebalan rata-rata batubara maupun tanah penutup

pada daerah tersebut dengan luasan daerah.

Perhitungan volume dinyatakan dengan persamaan berikut:

Volume=AT x A ……………… ……………………………… .. STYLEREF 1¿2 . SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿11

Dimana :

AT = Avarage Thickness (ketebalan rata-rata), m

A = Area (luas daerah), m2

2.4.2 Perhitungan Tonase

Dalam perhitungan cadangan, tanah penutup yang akan dikupas maupun

batubara yang akan ditambang dihitung dalam satuan berat (tonase). Konversi

satuan volume ke satuan berat dilakukan dengan bantuan suatu faktor yaitu density.

Besar nilai density untuk setiap material berbeda-beda. Umumnya satuan yang

digunakan untuk density antara lain gram/cm3, pound/feet3 dan ton/meter3.

Perhitungan tonase dinyatakan pada persamaan (2.3) dibawah ini :

T=V x D …………… ..…………………………………………… ..STYLEREF 1 ¿2. SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿1 2

Dimana :

T = Tonase (ton)

V = Volume (m3)

D = Density (ton/m3)

2.4.3 Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)

Nisbah Pengupasan adalah perbandingan antara volume tanah penutup yang

harus dipindahkan terhadap satu ton batubara yang ditambang (Gambar 2.5). Hasil

Page 10: BAB II 5-34

14

suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase batubara dan volume tanah

penutup yang dikandung pit itu. Perbandingan antara tanah penutup dan batubara

tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata–rata suatu open pit.1)

Gambar 2.5 Ilustrasi Perhitungan Stripping Ratio

Stripping Ratio=¿ burden yang harus digali( A)

Tonase batubara yang harus ditambang(B)… STYLEREF 1¿2 . SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿13

Dari nilai stripping ratio yang diperoleh dan dibandingkan dengan nilai

BESR (Break Even Stripping Ratio) yang telah dihitung sebelumnya, maka akan

diperoleh bahwa secara teknis batasan kegiatan penambangan dalam pit adalah nilai

BESR yang dicapai dalam perhitungan stripping ratio (Gambar:2.6).

Page 11: BAB II 5-34

15

Gambar 2.6 Batasan Penambangan Berdasarkan Nilai Stripping Ratio dan

BESR

Perhitungan SR bertujuan untuk menentukan pada elevasi berapakah nisbah

pengupasan yang paling menguntungkan untuk ditambang dengan cara tambang

terbuka. Nisbah pengupasan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

ekonomi tidaknya pengambilan suatu cadangan batubara. Semakin besar nisbah

pengupasannya, berarti semakin banyak overburden yang harus digali untuk

mengambil endapan batubara. Semakin kecil nisbah pengupasannya, semakin

sedikit overburden yang harus digali.

2.5 Batas Akhir Penambangan (Pit Limit)15)

Menurut Wright (1990) batas akhir penambangan diartikan sebagai bentuk

dan ukuran dari sebuah tambang (terbuka) pada saat penambangan tersebut berakhir

secara total. Perancangan batas akhir penambangan merupakan bagian dari proses

perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometri (Arif,

1998).

Batas penambangan (Pit Limit) ditentukan dengan cara menentukan daerah

yang layak untuk diproduksi. Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung

stripping ratio (SR). SR adalah perbandingan antara volume tanah penutup yang

dipindahkan per satuan berat batubara (satuan m3/ton). Jika SRnya lebih besar dari

SR yang ditentukan perusahaan, maka daerah tersebut tidak layak untuk diproduksi.

Geometri lereng merupakan salah satu faktor penting dalam perhitungan

cadangan. Hal ini berkaitan dengan perhitungan ekonomi cadangan

bahan galian tersebut. Penentuan letak  pit limit , desain  pit , serta besar sudut

Page 12: BAB II 5-34

16

lereng yang dibuat merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Untuk

menentukan  pit limit, dapat digunakan perhitungan  stripping ratio. Dengan melihat

volume overburden yang harus dikupas untuk mendapatkan tonase batubara, maka

dapat diketahui pada pit limit mana dapat menghasilkan keuntungan.

Gambar 2.7 Penentuan  Final Pit Limit

Pit limit sebagai salah satu kondisi batas untuk perhitungan cadangan perlu

didefinisikan menggunakan model matematis agar lebih fleksibel. Gambar 2.7

menunjukkan cara menentukan pit limit untuk mendapatkan final pit limit dengan

memperhitungkan faktor ekonomi. Perhitungan dilakukan secara berulang-ulang

untuk mendapatkan stripping ratio yang sesuai. Dengan mengekspresikannya

dalam suatu model matematis, maka geometri pit limit dapat diubah-ubah dengan

cepat dan mudah untuk menghasilkan  stripping ratio yang diinginkan.

Page 13: BAB II 5-34

17

2.6 Hubungan Stripping Ratio dengan Pit Limit

Berdasarkan perhitungan SR maka dapat ditentukan dimana Pit Limit yang

ekonomis dan berapa volume overburden yang harus dibongkar untuk mendapatkan

batubara per satuan berat (Gambar 2.8). SR dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :

1. Stripping Ratio maksimum yang diijinkan (SRmax)

Yaitu volume overburden (V) dibagi berat batubara (v) dalam Economic Pit

Limit (w).

2. Overall Stripping Ratio (SRo)

Yaitu volume overburden (V) dibagi berat keseluruhan batubara (W)

Dalam rangka penentuan Pit Limit pada cadangan batubara, digunakan

istilah Equivalent Yardage. Equivalent Yardage yaitu biaya pembongkaran per unit

volume overburden ($/m3 atau $/yd3) dan ditetapkan sebagai standar pada tambang

atau lokasi tersebut.

Gambar 2.8 Hubungan Pit Parameters dengan SRmax

Page 14: BAB II 5-34

18

(a) Penampang yang memotong Batubara dan Overburden

(b) Detail Pit Limit

(c) Detail Perpotongan Batubara – Overburden

(d) Efek dari Berm pada Pit Limit.

Dimana :

t = Ketebalan Batubara,

α = Kemiringan Lapisan Batubara,

TF = Tonase Faktor (ft3/ton atau m3/ton),

m = Jarak miring lapisan batubara sampai Pit Limit,

β = Pit Slope,

l = Jarak miring Pit Limit sampai lapisan batubara,

h = Kedalaman Pit,

d = Jarak Horisontal singkapan sampai Pit Limit,

V = Volume Overburden, dan

w = Berat batubara.

Perhitungan SRmax membagi overburden dalam unit-unit (b) pada Gambar

2.8(b) dimana volume dalam 1 unit b dinotasi v dan besarnya v adalah:

v=1×b×l27 …………….………………………………………. 2.1

Dimana b dan l dalam ft dan v dalam yd3 ( jika b dan l dalam m dan v dalam

m3, maka faktor konversi 27 diabaikan ). Berat batubara (w) yaitu :

w=1×1×tTF ……………………………………………………... 2.2

Page 15: BAB II 5-34

19

Maka, SR maksimum yang diijinkan (SRmax) adalah :

SRmax=vw

= ebl /27t /TF ………………………………………….... 2.3

Penggunaan equivalent yardage (e) akan memudahkan saat material overburden itu

berbeda-beda, sehingga besarnya b harus diketahui. Pada Gambar 2.8(c) didapat

jumlah sudut-sudutnya adalah :

α + β + γ + 90o = 180o ………………………………………….... 2.4

sehingga besarnya b adalah:

b = 1 cos γ = cos ( 90o - α - β ).…………………………………... 2.5

sedangkan besarnya l adalah

l=27 t×SReb×TF …………………………………………………….. 2.6

Besarnya kedalaman Pit Slope secara vertikal (h) dalam ft atau m, yaitu :

h = l sin β ………………………………………………………. 2.7

dan besarnya d yaitu jarak horisontal antara singkapan batubara dengan Pit Limit.

(menyertakan berm (a) sebagai pertimbangan faktor keamanan) :

d=a+ htan α

+ htan β ………………………………………….. 2.8

dengan demikian, besarnya m atau jarak miring lapisan batubara sampai Pit Limit

adalah :

m= hsin α ………………………………………………………. 2.9

Pada kenyataannya ada berbagai macam geometri cadangan dan juga

komposisi dari overburden yang dapat mempengaruhi penentuan nilai SR dan Pit

Page 16: BAB II 5-34

20

Limit. Misalnya terdapat dua lapisan overburden dengan nilai equivalent yardage e1

dan e2 seperti pada Gambar 2.9 dibawah ini

Gambar 2.9 Variasi Cadangan dan Komposisi Overburden

Pada Gambar 2.9(a) permukaan tanah rata, tetapi lapisan batubara miring,

sedangkan pada Gambar 2.9(b) permukaan tanah miring dan lapisan batubaranya

miring. Pada kondisi seperti diatas nilai dari SRmax adalah:

SRmax=vw

=(e1 b1 l1+e2b2 l2)/27

t /TF …………………………... 2.10

Dari persamaan 2.6 dan persamaan 2.8 didapat hubungan antara SRmax

dengan Sudut lereng (β ) yaitu :

SRmax=el (cos(90o−α−β )) /27

t /TF …………………………… 2.11

2.7 Ultimate Pit Slope (UPS)11)

Ultimate Pit Slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi

penambangan yang tidak menyebabkan kelongsoran atau lereng masih dalam

Page 17: BAB II 5-34

21

keadaan stabil. Dengan demikian, UPS akan berhubungan dengan geometri lereng

yang direncanakan. Hal ini berarti menentukan besar cadangan batubara yang akan

ditambang (tonase dan kualitas batubara) yang akan memaksimalkan nilai bersih

total dari endapan batubara tersebut.

Jadi dalam menentukan kemiringan lereng suatu tambang, maka harus

ditinjau dari dua pertimbangan, yaitu:

- dari pertimbangan ekonomis, kemiringan lereng masih menguntungkan, dan

- dari pertimbangan teknis, kemantapan (kestabilan) lereng masih bisa dijamin.

Dengan demikian, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kemiringan

lereng (ultimate pit slope) suatu tambang adalah:

- BESR ( Break Even Stripping Ratio ) yang diperkenankan,

- Sifat fisik dan mekanik batuan,

- Struktur geologi ( sesar, kekar, bidang perlapisan, bidang geser ),

- Kandungan air tanah pada lapisan-lapisan batuan, dan

- Waktu yang dibutuhkan.

2.8 Kemantapan Lereng

Suatu permukaan tanah yang miring yang membentuk sudut tertentu

terhadap bidang horisontal disebut sebagai lereng (slope). Lereng dapat terjadi

secara alamiah atau dibentuk oleh manusia dengan tujuan tertentu. Jika permukaan

membentuk suatu kemiringan maka komponen massa tanah di atas bidang gelincir

cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat

yang terjadi cukup besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut.

Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya

Page 18: BAB II 5-34

22

perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor

(Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Kelongsoran Lereng5)

Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving force) dan

gaya penahan (resisting force) yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak

adalah gaya-gaya yang mengakibatkan lereng longsor. Sedangkan gaya penahan

adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya

penahannya lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut dalam keadaan

mantap.

Page 19: BAB II 5-34

23

Gambar 2.11 Sketsa lereng dan gaya yang bekerja8:19)

Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal dengan

istilah faktor keamanan (safety faktor). Faktor keamanan merupakan perbandingan

antara gaya-gaya yang menahan dengan gaya-gaya yang menggerakkan

tanah/lereng (Gambar 2.11). Sedangkan gaya-gaya yang bekerja pada satu sayatan

dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Page 20: BAB II 5-34

24

Gambar 2.12 Sketsa Gaya yang Bekerja (τ/s) pada Satu Sayatan8:20)

2.8.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng

Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain :

1. Geometri Lereng

Dimensi jenjang yang diperhitungkan meliputi lebar, panjang, tinggi, serta

sudut kemiringan jenjang (Gambar 2.13). Dimensi jenjang akan mempengaruhi

Page 21: BAB II 5-34

25

jumlah bahan galian yang dapat di tambang, dan berpengaruh pada kestabilan

lereng dan keamanan penambangan. Lereng yang terlalu tinggi akan

mengakibatkannya menjadi tidak mantap dan cenderung untuk lebih mudah

longsor. Demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan

lereng, maka akan semakin tidak mantap.

Gambar 2.13 Geometri Lereng14)

2. Struktur Geologi11)

Struktur geologi yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng antara lain

sesar (fault), kekar (joint), lipatan (fold), rekahan (crack), dan bidang perlapisan

(bedding plane). Struktur-struktur geologi tesebut selain lipatan selanjutnya dikenal

sebagai bidang lemah. Untuk mengetahui karakteristik bidang lemah tersebut, perlu

dilakukan pengukuran kemiringan (dip) serta arah (dip direction) dari bidang lemah

tersebut (Gambar 2.14).

Page 22: BAB II 5-34

26

Gambar 2.14 Dip dan Dip Direction bidang lemah(Hoek & Bray, 1981)

Adanya bidang lemah tersebut akan mengurangi kekuatan massa batuan dan

dapat berfungsi sebagai jalur rembesan air yang dapat mengakibatkan terjadinya

rekahan tarik (tensile crack) pada massa batuan dimana hal tersebut dapat

mengurangi nilai safety factor dari lereng.

3. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan14)

Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah :

a. Bobot Isi

Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan

bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak

yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian,

kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.

b. Porositas

Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan

demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil

kemantapan lereng.

Page 23: BAB II 5-34

27

c. Kandungan Air

Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi

besar juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin kecil,

sehingga kemantapannya pun berkurang.

d. Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser

Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined &

unfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear

strength). Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.

e. Kohesi dan Sudut Geser Dalam

Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan

akan semakin besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.

f. Pengaruh Gaya

Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng

antara lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan,

gempa bumi dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser

sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.

2.8.2 Analisis Kemantapan Lereng

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar

dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi

dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut:

1. Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan

dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan

bergerak dan yang yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun

Page 24: BAB II 5-34

28

stabil dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara

ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila

tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan

memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.

2. Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus

(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara

Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis

kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan

tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi :

a. tak terdrainase,

b. efektif untuk beberapa kasus pembebanan,

c. meningkat sejalan pening- katan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau

dengan kedalaman,

d. berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu)

atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air

tanah.

Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah

melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir saja

yang dapat dihitung

3. Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,

Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk

material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri

Page 25: BAB II 5-34

29

atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara

komputasi).

Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat

menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip

kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.

2.8.3 Perhitungan Faktor Keamanan Lereng

Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode.

Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung dengan metoda

sayatan (slice method) menurut Fellenius atau Bishop. Untuk suatu lereng

dengan penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan nilai faktor

keamanannya dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng longsor,

sebaiknya nilai F yang diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan demikian

antisipasi akan diupayakan maksimal. Data yang diperlukan dalam suatu

perhitungan sederhana untuk mencari nilai F (faktor keamanan lereng) adalah

sebagai berikut :

a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng) meliputi:

sudut lereng, tinggi lereng, atau panjang lereng dari kaki lereng ke puncak

lereng.

b. Data mekanika tanah, yang terdiri dari:

- sudut geser dalam (; derajat)

- bobot satuan isi tanah basah (wet; g/cm3)

- kohesi (c; kg/cm2 atau kN/m2)

Page 26: BAB II 5-34

30

- kadar air tanah (ω; %)

Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah tak

terganggu. Kadar air tanah (ω) sangat diperlukan apabila perhitungannya

menggunakan komputer, terutama bila memerlukan data bobot satuan isi tanah

kering, yaitu dry = wet/(1+ ω). Pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air

tanah nilai F (dengan metoda sayatan, Fellenius) adalah sbb.:

F=c . L+tan .(W ᵢ .cos α ᵢ−μ ᵢ .l ᵢ)

(W ᵢ. sin α ᵢ)……………………………… STYLEREF 1 ¿2. SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿115

Dimana:

F = Faktor keamanan lereng

c = kohesi (kN/m2)

α = sudut bidang gelincir pada tiap sayatan (derajat)

= sudut geser dalam (derajat)

μ = tekanan air pori (kN/m2)

l = panjang bidang gelincir pada tiap sayatan (m)

L = jumlah panjang bidang gelincir

μᵢ.lᵢ = tekanan pori di setiap sayatan (kN/m)

W = luas tiap bidang sayatan (m2) x bobot satuan isi tanah (; kN/m3)

Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, maka nilai F dapat

dihitung dengan rumus:

F=c . L+tan .(W ᵢ .cos α ᵢ)

(W ᵢ .sin α ᵢ)……………………… ………STYLEREF 1¿2. SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿116

Page 27: BAB II 5-34

31

Apabila terdapat tegangan tarik (tension crack) pada lereng, maka perhitungan

Faktor Keamanan Lereng (F) maka digunakan perhitungan dengan metode Hoek dan

Bray, sebagai berikut :

F=c . A+(W . cos ψ ρ−U−V . sin ψ ρ) . tan φ

W . sin ψ ρ+V .cos ψ ρ …………2.12

dimana :

c = kohesi pada bidang luncur

A = panjang bidang luncur (m) = (H – Z). Cosec yρ

yρ= sudut kemiringan bidang luncur (o)

yƒ= sudut kemiringan lerang (o)

= sudut geser dalam batuan (o)

U = tekanan air dari bidang longsor = ½ w. Zw .A

V = tekanan air dari tension crack = ½ w . Zw 2

W = Berat massa batuan yang akan longsor (ton)

W = ½. H2 [ ( 1 – (Z/H)2 ) Cot yρ – Cot yƒ ], jika tension crack diatas lereng

(Gambar 2.13)

W = ½. H2 [ ( 1 – (Z/H)2 ) Cot yρ – (Cot yρ. Tan yƒ – 1)], jika tension

crack dimuka lereng (Gambar 2.14)

Z = kedalaman tension crack = H ( 1 – Cot yƒ.Tan yρ)

Page 28: BAB II 5-34

32

Gambar 2.15 Retakan Tarik di bagian Atas Lereng10:23)

Gambar 2.16 Retakan Tarik di bagian Muka Lereng10:23)

Nilai Faktor Keamanan (F) > 1,25 pada suatu lereng menurut Bowles (1989)

ditafsirkan sebagai lereng dengan longsor jarang terjadi atau disebut sebagai relatif

stabil. Untuk menyebutkan lereng stabil perlu dibuat nilai batas yang aman selain

F=1,25, karena nilai tersebut menandakan bahwa kejadian longsor pernah terjadi

walaupun jarang (Tabel 2.1). Untuk itu diusulkan nilai F > 2 sebagai nilai yang

aman bagi lereng (lereng stabil). Sebagai pebandingan, nilai F = 2 atau F = 3

Page 29: BAB II 5-34

33

biasanya dipakai untuk nilai aman (faktor keamanan) bagi daya dukung tanah untuk

berbagai pondasi dangkal.

Tabel 2.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor

(Bowles,1989)8:22)

Nilai Faktor Keamanan Kejadian/Intensitas Longsor

F kurang dari 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (lebih labil)

F antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)

F diatas 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

Dalam setiap perhitungan (cara manual maupun cara komputer), semua

satuan tiap-tiap variabel harus diperhatikan, seperti misalnya c (kohesi), ^(sudut

geser-dalam), dan y (bobot satuan isi tanah basah dan bobot satuan isi tanah

kering). Satuan disesuaikan melalui konversi dalam standar satuan internasional

(Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Contoh Penyesuaian Satuan (Konversi)8:32)

Nama variabel Satuan Faktor konversi Satuan

Bobot satuan isi tanah Berat jenis

1 g/cm3

1 g/cm39,807

19,807 kN/m3

1 T/m3

Kohesi1 kg/cm2

1 kg/cm2

1098,07

10 T/m2

98,07 kN/m2

Tekanan 1 kN/m2 1 1 kPa (= kilopascal)

2.9 Kerangka Pemikiran

Yang menjadi kerangka pemikiran dalam rangka mempelajari hubungan

antara stripping ratio (SR) dengan ultimate pit slope (UPS) adalah bahwa pada

Page 30: BAB II 5-34

34

perencanaan tambang terbuka akan dilakukan desain pit, di mana dalam mendesain

pit akan ditinjau dari dua faktor, yaitu faktor ekonomi dan faktor teknis. Sebagai

bahan pertimbangan dalam menentukan faktor ekonomi salah satunya adalah SR,

dengan tujuan untuk mengetahui keuntungan yang akan didapat. Adapun UPS

merupakan bagian dari pertimbangan faktor teknis, dengan tujuan untuk

mengetahui kestabilan lereng dari suatu bukaan tambang.

Data-data yang diperlukan diantaranya yang berhubungan dengan:

1. Stripping Ratio:

a. Volume overburden

b. Tonase batubara

2. Ultimate Pit Slope

a. Dimensi Jenjang

b. Data-data fisik dan mekanik: kohesi, bobot isi, sudut geser dalam, muka air

tanah, dll.

Untuk mendapatkan suatu nilai faktor keamanan minimum dari suatu

analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses coba-coba (trial and error). Pada

proses trial and error yang dilakukan secara manual akan membutuhkan waktu

yang cukup lama dan diperlukan ketelitian. Sehingga diperlukan sebuah program

analisis stabilitas lereng (software rocksience slide 6.0) untuk menghitung faktor

keamanan lereng. Dengan program ini diharapkan dapat mempercepat proses

analisis tersebut dan hasil perhitungan faktor keamanan yang didapatkan lebih

akurat

Page 31: BAB II 5-34

35

Data-data yang ada kemudian diolah dengan uji korelasi untuk mendapatkan

nilai Ultimate Pit Slope yang aman dan ekonomis untuk suatu bukaan tambang.

Setelah di ketahui nilai Ultimate Pit Slope yang aman dan ekonomis secara teoritis,

selanjutnya akan disandingkan dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

Apabila terjadi perbedaan yang mencolok, maka akan manjadi bahan koreksi

terhadap variable-variabel yang mengakibatkan perbedaan tersebut. Untuk lebih

jelasnya dijabarkan dalam diagram alir pada Lampiran I.

Page 32: BAB II 5-34

36

Gambar 2.17 Diagram Alir Pemikiran

2.10 Hipotesis

Yang menjadi jawaban sementara atas permasalahan yang diteliti adalah:

1. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara stripping ratio dengan ultimate

pit slope.

2. Semakin besar stripping ratio, maka ultimate pit slope akan semakin kecil.

Lereng stabil dan menguntungkanperusahaan

Ya

TidakSR&UPS Optimal?

Selesai

Uji Korelasi & Regresi

UPS Kecil FK 1,25Lereng benar-benar stabil/aman dari longsor

SR KecilMendapatkan keuntungan yang maksimal

Kajian Teknis

Ultimate Pit SlopeStripping Ratio

Input Datageometri lereng, data fisik dan mekanik batuan

Pengolahan Data

Input Datavolume overburden dan tonase batubara

Pengolahan Data

Kajian Ekonomis

Desain Pit

Perencanaan Tambang