bab i file · web viewimplementasi strategi pembelajaran life skill dalam mata pelajaran fiqih di...

35
PROPOSAL PENELITIAN Implementasi Strategi Pembelajaran Life Skill Dalam Mata Pelajaran Fiqih di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3). Selama ini pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan, misalnya perbaikan kurikulum, peningkatan kualitas SDM, pengadaan sumber belajar dan sarana prasarana lainnya, namun upaya ini belum menampakkan hasil yang berarti. Dari studi komparasi internasional menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan. Hasil studi Human Development

Upload: letram

Post on 29-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIAN

Implementasi Strategi Pembelajaran Life Skill Dalam Mata Pelajaran Fiqih

di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal

A. Latar Belakang Masalah

Dalam UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan

nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab (UU Sistem Pendidikan Nasional Bab II

pasal 3).

Selama ini pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan terus

dilakukan, misalnya perbaikan kurikulum, peningkatan kualitas SDM,

pengadaan sumber belajar dan sarana prasarana lainnya, namun upaya ini

belum menampakkan hasil yang berarti. Dari studi komparasi internasional

menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan.

Hasil studi Human Development Index (HDI), Indonesia menempati peringkat

ke 112 dari 175 negara yang disurvei, tiga tingkat di bawah Vietnam.

Demikian pula The Political Economic Risk Consultation (PERC) melaporkan

Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 12 negara yang disurvei, satu

peringkat di bawah Vietnam. Selanjutnya The Third International

Mathematics and Science Study-Repeat (TIMSS-R 1999) melaporkan bahwa

siswa SLTP Indonesia menempati peringkat ke 32 untuk Ilmu Alam dan 34

untuk Matematika, dari 38 negara yang disurvei di Asia, Australia dan Afrika.

Ditambah lagi data statistik yang menunjukkan bahwa sekitar 30%

penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan, tidak semua lulusan

SLTP dan SMA dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi,

data tahun 1999/2000 menunjukkan angka tidak melanjutkan pendidikan, di

mana 19,45% untuk lulusan SLTP dan sebagian besar yaitu 53,12 untuk lulusan

SMA. Padahal sebagai generasi penerus, mereka membutuhkan kecakapan agar

tetap survive dalam hidupnya (Depag, 2005: 1-2).

Berpangkal tolak dari permasalahan tersebut dapat dipahami bahwa

pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks, berdampak jangka

panjang serta memiliki berbagai aspek yang mencakup dalam proses yang

saling berkaitan satu dengan yang lain, sehingga bermuara pada terwujudnya

manusia yang memiliki kecerdasan, pengetahuan, perilaku yang baik dan

kecakapan atau ketrampilan dalam menjalani hidup (Zamroni, 2000: 128).

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dalam pengembangan

pendidikan diperlukan adanya pendidikan life skill (Muhaimin, 2003: 155).

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan sekolah, perlu dilakukan

pengembangan dan penyempurnaan kurikulum pada semua jenjang

pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan berbasis masyarakat luas

(Broad Based Education) berorientasikan pada kecakapan untuk hidup (life

skill). Dengan titik berat pendidikan pada kecakapan hidup, diharapkan

pendidikan benar-benar dapat meningkatkan taraf hidup dan martabat

masyarakat dalam mengantisipasi tuntutan masa depan.

2

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dengan melalui Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan berusaha merumuskan sebuah kurikulum

pendidikan yakni Kurikulum 2004 yang berorientasikan pendidikan

kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup adalah kecakapan-kecakapan

yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai

macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan hidup (life skill) terdiri

dari: (1) kecakapan hidup generik (generic life skill), yang meliputi kecakapan

hidup personal/personal skill (kecakapan dalam memahami atau mengenal

diri/self awarennes skill dan kecakapan berfikir/thinking skill) dan kecakapan

hidup sosial/social skill (kecakapan berkomunikasi/communication skill dan

kecakapan kerjasama/collaboration skill), dan (2) kecakapan hidup spesifik

(specific life skill), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan

tertentu, yang meliputi kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan

intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill) (Depdiknas RI, 2004:

4). Hal ini bertujuan agar peserta didik bisa menghadapi problema hidup dan

kehidupannya secara wajar, mampu mengenal diri, mampu hidup secara

mandiri dan mampu mengelola serta memimpin dirinya untuk melihat

kebutuhan dan mencari peluang-peluang yang dapat mengarahkan dirinya

untuk dapat menjalankan fungsinya dalam hidup di dunia ini.

Sehubungan dengan hal di atas, maka komisi UNESCO mengenai

pendidikan abad XXI, menyatakan bahwa dalam pendidikan harus terdapat

empat pilar, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan

learning to live together (Delors, 1996: 85). Yaitu belajar untuk memperoleh

3

pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran selanjutnya (learning to

know), belajar untuk memiliki kompetensi dasar dalam berhubungan dengan

situasi dan tim kerja yang berbeda-beda (learning to do), belajar untuk

mengaktualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki

timbangan dan tanggung jawab pribadi (learning to be), dan belajar untuk

mampu mengapresiasikan dan mengamalkan kondisi saling ketegantungan,

keanekaragaman, memahami dan perdamaian intern antar bangsa (learning to

live together) (Majid dan Dian Andayani, 2004: 1).

Memang, dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

secara tersirat telah mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada

pencapaian kecakapan hidup bagi setiap peserta didik. Hal ini diperkuat

dengan terbitnya PP nomor 19 Tahun 2005 pasal 13 dan Panduan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan oleh BSNP (Badan

Standar Nasional Pendidikan), bahwa pada tingkat pendidikan dasar dan

menengah atau sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup (life

skill) (Depdiknas RI, 2004: 6).

Pada intinya pendidikan kecakapan hidup membantu peserta didik

dalam mengembangkan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri

potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema

kehidupan, serta memecahkannya secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup

bukanlah mata pelajaran baru, sehingga dalam pelaksanaannya tidak perlu

merubah kurikulum dan menciptakan mata pelajaran baru. Yang diperlukan di

sini adalah mereorientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi

4

pendidikan kecakapan hidup melalui pengintegrasian kegiatan-kegiatan yang

pada prinsipnya membekali peserta didik terhadap kemampuan-kemampuan

tertentu agar dapat diterapkan dalam kehidupan kesehariannya. Pemahaman

ini memberi arti bahwa mata pelajaran dipahami sebagai alat dan bukan tujuan

untuk mengembangkan kecakapan hidup yang nantinya akan digunakan oleh

peserta didik dalam menghadapi kehidupan nyata (Depdiknas RI, 2004: 13).

Salah satu muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum adalah

Pendidikan Agama Islam, yang memiliki peluang untuk memasukkan life skill

secara integratif sesuai dengan tujuan pendidikan.

Fiqih merupakan mata pelajaran yang menjadi bagian dari Pendidikan

Agama Islam. Fiqih merupakan bidang keilmuan yang terikat langsung

dengan kehidupan masyarakat sejak lahir sampai meninggal dunia (Abdullah,

2006: 319). Pembelajaran Fiqih bertujuan untuk menyiapkan peserta didik

untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam

yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan penggunaan, pengamalan dan

pembiasaan.

Mata pelajaran Fiqih Madrasah Tsanawiyah ini meliputi: Fiqih

Ibadah, Fiqih Muamalah, Fiqih Jinayat dan Fiqih Siyasah yang

menggambarkan bahwa ruang lingkup Fiqih mencakup perwujudan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah

Swt., dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun

lingkungannya (hablun min-Allāh wa hablun min al-nās) (BSNP, 2007: 140).

5

Life skill pada mata pelajaran Fiqih ternyata tidak hanya berkonotasi

kecakapan vokasional sebagaimana sering dipahami banyak orang, yang

melalui kecakapan tersebut diharapkan agar peserta didik siap pakai dan

mampu bekerja untuk penghidupannya sehari-hari setelah menyelesaikan

pendidikannya, tetapi lebih dari itu justeru kecakapan-kecakapan untuk mau

hidup dan berani menghadapi problema hidup atau kehidupan itu sendiri.

Pendidikan kecakapan hidup (life skill) dalam mata pelajaran Fiqih

pada jenjang MTs ini lebih menekankan kepada kecakapan hidup secara

umum (generic life skill), yakni kecakapan personal dan sosial. Karena

kecakapan hidup personal dan sosial merupakan pondasi yang penting dimiliki

peserta didik untuk mengolah kemampuan lain yang bersifat mendasar

(Yamin, 2007: 68). Hal ini memberikan gambaran bahwa untuk jenjang

pendidikan yang lebih rendah, lebih berorientasi pada kecakapan hidup yang

bersifat dasar/umum sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Oleh karena itu, proses pembelajaran dengan pembenahan aspek

personal dan sosial merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung

pada jenjang MTs. Peserta didik pada usia MTs tidak hanya membutuhkan

kecakapan membaca dan berhitung, melainkan juga butuh suatu kecakapan

lain yang mengajaknya untuk cakap bernalar dan memahami kehidupan secara

arif, sehingga pada masanya peserta didik dapat berkembang, kreatif,

produktif, kritis, jujur untuk menjadi manusia-manusia yang unggul

(Depdiknas RI, 2004.: 14).

6

Sebagaimana pada pembelajaran Fiqih di MTs khususnya kelas VII,

penekanan kecakapan hidup yang perlu dimiliki pertama kali oleh peserta

didik adalah kecakapan hidup dasar/umum, ini berfungsi sebagai bekal dasar

bagi kepribadian peserta didik untuk penyesuaian diri dalam hidup

bermasyarakat. Kecakapan ini penting diberikan sejak awal anak sekolah,

yang dibentuk melalui pembiasaan dan latihan, sehingga menjadi karakter dan

membentuk pola perilakunya. Kecakapan hidup dasar tersebut sebagai berikut

(Depag RI, 2005: 45):

Tabel 1.1. Kecakapan Hidup Dasar Siswa MTs

Kecakapan Personal Kecakapan Sosial

Kesadaran

Spiritual

Kesadaran

Potensi Diri

Kecakapan

Berfikir

Kecakapan

Komunikasi

Kecakapan

Bekerja sama

Untuk membangun kecakapan hidup ini diperlukan seperangkat ilmu

pengetahuan yang diwujudkan dalam latihan-latihan dan amal perbuatan,

sehingga menjadi sikap hidup dan pandangan hidupnya. Misalnya perumusan

standar kompetensi dasar yang melibatkan seluruh stakeholder yang ada

dalam lembaga pendidikan, perumusan indikator-indikator yang berorientasi

kepada kecakapan hidup, penyusunan silabus yang mengarah kepada

kecakapan hidup dan strategi pembelajaran yang mengarah pada kecakapan

hidup serta evaluasi pembelajaran yang mengandung aspek kecakapan hidup.

Oleh karena itu, Departemen Agama Republik Indonesia merumuskan

kurikulum yang mengarah kepada kecakapan hidup. Kurikulum Fiqih

Madrasah Tsanawiyah (MTs) secara nasional, yaitu kurikulum yang ditandai

dengan ciri-ciri, antara lain:

7

1. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment targets)

dari pada penguasaan materi;

2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya

pendidikan yang tersedia;

3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di

lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program

pembelajaran sesuai dengan kebutuhan (BSNP, 2007: 139).

Pendidikan, sebagai suatu proses penyiapan generasi muda (peserta

didik) untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara

lebih efektif dan efesien, mempunyai makna yang luas dan utuh yang

mencakup segala aspek potensi peserta didik. Pendidikan tidak sekedar

pengajaran yang fokusnya pada aspek kognitif/intelektual saja. Berbagai aspek

yang merupakan potensi yang ada pada peserta didik harus dipandang secara

luas dan utuh yang mencakup aspek mental-spiritual dan moral, aspek

intelektual dan profesional, aspek fisikal dan psikologikal, aspek personal dan

sosial. Dengan demikian peserta didik akan dapat memiliki kepribadian yang

utuh (Darwis, 2006: 134). Atau dengan kata lain, bahwa pendidikan harus

berorientasi kepada pengembangan aspek-aspek kemanusiaan manusia, baik

secara fisik-biologis maupun ruhaniah-psikologis (Tholkhah dan Ahmad

Barizi, 2004: v).

Untuk memenuhi hal tersebut, maka perlu sekali adanya perumusan

dan pelaksanaan strategi pembelajaran yang terarah, efektif dan efesien dalam

pembelajaran Fiqih di MTs, agar pembelajaran Fiqih benar-benar menjadikan

8

peserta didik yang memiliki kepribadian utuh serta cakap dalam menjalani

kehidupannya dengan baik. Sehingga peserta didik dapat menjalankan misinya

sebagai khalifah di dunia dengan baik, guna memakmurkan alam semesta dan

seisinya, sebagai realisasi bahwa Islam diturunkan ke bumi untuk rahmat seisi

alam (Zamroni, 2007: 228).

MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal merupakan institusi

pendidikan tingkat menengah yang berupaya melaksanakan strategi

pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,

penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “ Implementasi Strategi

Pembelajaran Life Skill Dalam Mata Pelajaran Fiqih di MTs N Model Babakan

Kabupaten Tegal ”.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut di atas maka

muncul permasalahan yang berkaitan dengan implementasi strategi

pembelajaran life skill di bidang Fiqih.

Fokus masalah di atas dapat dirinci sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan strategi pembelajaran life skill dalam mata

pelajaran Fiqih di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal?

2. Bagaimana efektivitas pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih

di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal?

9

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Penelitian di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal ini

dititikberatkan pada proses pembelajaran yang bertujuan untuk

mendeskripsikan:

1. Pelaksanaan strategi pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih di

MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal.

2. Efektivitas pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih di MTs N

Model Babakan Kabupaten Tegal.

Hasil kajian yang berupa gambaran yang jelas tentang pokok–pokok

persoalan sebagimana tersebut di atas, diharapkan dapat digunakan sebagai :

1. Masukan dan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam

pendidikan dan bagi praktisi pendidikan dan MTs negeri maupun swasta

agar dalam pembelajaran life skill pada mata pelajaran Fiqih bagi

pendidikan anak sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

2. Memberikan masukan bagi instansi terkait seperti Depdiknas dan Depag

untuk melaksanakan reformasi, dukungan program, pengawasan mutu

pendidikan secara optimal.

3. Wawasan bagi masyarakat terhadap pentingnya pendidikan life skill dalam

mata pelajaran Fiqih.

D. Kajian Pustaka

Peneliti telah berupaya melaksanakan penelusuran terhadap berbagai

sumber atau referensi yang memiliki kesamaan topik atau relevansi materi

10

dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini. Hal ini dikandung maksud

agar arah dan fokus penelitian ini tidak merupakan pengulangan dari

penelitian-penelitian sebelumnya melainkan untuk mencari sisi lain yang

signifikan untuk diteliti.

Selanjutnya, kegiatan penelusuran sumber juga sangat bermanfaat

dalam membangun kerangka teoritik yang mendasari kerangka pemikiran

peneliti yang berkaitan dengan proses dan penulisan laporan hasil penelitian

dalam bentuk tesis ini.

Sebagai penelitian awal, penulis telah mengadakan penelitian

kepustakaan atau membaca berbagai literatur penelitian untuk membantu

pelaksanaan penelitian lapangan nanti.

Sebagaimana dalam sebuah Disertasi karya Anwar (2004) tentang

“Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education): Konsep dan

Aplikasi”, menjelaskan bahwa lembaga pendidikan semakin menjamur, tetapi

kenyataan bahwa masih banyak lulusan lembaga pendidikan yang kurang bisa

menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan. Penyebabnya adalah karena

mereka tamat sekolah tanpa memiliki bekal berupa kecakapan hidup

produktif. Tepat kiranya bila tulisan ini dijadikan rujukan, karena di dalamnya

mengungkap tentang kondisi pendidikan nasional dalam menghadapi era

globalisasi, makna ketrampilan belajar, peningkatan mutu sumber daya

manusia melalui aktualisasi sistem Broad Based Education, hakikat life skill,

konsep life skill pada jalur pendidikan formal dan Community College untuk

menghadapi tantangan kehidupan.

11

Muhammad Hasbi (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Evaluasi

Penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Dalam Bidang

Pendidikan Luar Sekolah”, mengatakan bahwa penelitiannya bertujuan untuk

memperoleh gambaran tentang: (1) tingkat kebutuhan masyarakat dan

dukungan lingkungan terhadap program; (2) karakteristik peserta didik, nara

sumber teknis (NST), penyelenggara, program pembelajaran, serta sarana dan

prasarana; (3) proses penyelenggaraan program, meliputi: proses

pembelajaran, pendampingan dan penilaian pembelajaran; (4) hasil program

berupa capaian kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik dan manfaat

program terhadap penyelenggara dan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah)

SKB (Sanggar Kegiatan Belajar).

Hasil analisis deskriptif menunjukkan: Pertama, tingkat kebutuhan

masyarakat terhadap program cukup tinggi; Kedua, dukungan lingkungan

terhadap program cukup memadai; Ketiga, karakteristik peserta didik

memenuhi kriteria, tetapi pemahaman NST terhadap konsep PBKH serta rasio

NST dengan peserta didik belum memadai. Disamping itu, pemahaman

penyelenggara terhadap konsep PBKH masih kurang, serta masih terdapat

penyelenggara yang belum memiliki struktur dan uraian tugas yang jelas;

Keempat, program pembelajaran tidak disusun secara integratif; Kelima,

kualitas dan kuantitas bahan belajar pokok dan pelengkap masih kurang;

Keenam, aktivitas belajar mandiri peserta didik masih kurang, demikian pula

dengan aktivitas koordinasi lintas sektor penyelenggara masih kurang;

Ketujuh, pendampingan belum terlaksana dengan baik; Kedelapan, penilaian

12

pembelajaran belum menggunakan teknik bervariasi, belum terdokumentasi

dan belum diolah dengan baik; Kesembilan, peserta didik telah menunjukkan

pencapaian aspek social skills dan vocational skills yang baik. Sebaliknya,

pencapaian aspek personal skills berada dalam kategori kurang. Meskipun

demikian, Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara

maupun bagi UPTD SKB.

Mohamad Farid Ma’ruf ((2005) dalam tesisnya yang berjudul

”Implementasi Program Life Skill di MAN Yogyakarta III”, mengatakan

bahwa implementasi program life skill dapat diterapkan pada semua jenis dan

jenjang pendidikan sekolah. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk

meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah merupakan sarana yang tepat bagi

transformasi keilmuan dan pengalaman karena proses pembelajaran yang

berlangsung bersifat kontinyu, berjenjang dan berkelanjutan. Sehingga

sangatlah tepat apabila sekolah dijadikan tempat untuk mendapatkan bekal,

bukan merupakan tujuan akhir.

Demikian juga penulis mengkaji jurnal-jurnal penelitian seperti

halnya tentang “Kurikulum Berbasis Kompetensi Berpendekatan Kontekstual

dan Kecakapan Hidup” oleh R. Riyanto (2002) yang penekanannya pada

implementasi pendidikan lingkungan hidup, di mana aspek-aspek kecakapan

hidup dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran atau pokok bahasan.

Slameto (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Pendidikan

Kecakapan Hidup sebagai Konsep Dasar”, mengatakan bahwa pendidikan

kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan

13

keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan.

Tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar

yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan

hidup, dan perkembangannya di masa datang.

Sedangkan Djam’an Satori (2002) dalam penelitiannya yang

membahas tentang “Implementasi Life Skills dalam Konteks Pendidikan di

Sekolah”, mengatakan bahwa dalam wacana pengembangan kurikulum, life

skills merupakan salah satu fokus analisis penting yang selalu dikaji dalam isu

relevansi fungsi sosial dan masalah kehidupan kontemporer yang berkembang

di masyarakat. Tema life skills memiliki makna yang lebih luas dari

employbility atau vocational skills. Dilihat dari pendekatan manajemen

pendidikan, implementasi life skills hendaknya dipahami dalam konteks

School-Based Management, Community-Based Education dan Broad-Based

Education. Implementasi life skills sepatutnya menjiwai kurikulum semua

jenjang dan jenis sekolah. Namun demikian, dengan memperhatikan misi

kelembagaan dan permasalahan yang dihadapinya, implementasi life skills di

SLTP dan SMU perlu menjadi prioritas.

Dari penelitian dan kajian yang dilakukan oleh para pakar tersebut di

atas, penulis belum melihat adanya penelitian dan pengkajian yang spesifik

tentang pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih di MTs N Model

Babakan Kabupaten Tegal. Kajian ini diharapkan dapat dikemukakan suatu

pemikiran tentang pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih secara

komprehensif.

14

E. Metode Penelitan

1. Jenis Penelitian

Bertitik tolak dari pemikiran dan permasalahan di atas, karena

data yang dikumpulkan lebih banyak bersifat kualitatif, maka metode

penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif, yakni strategi

dan teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masyarakat,

masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak

mungkin fakta mendalam, data disajikan dalam bentuk verbal, bukan

dalam bentuk angka (Muhajir, 1996: 20). Metode penelitian kualitatif ini

dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode

penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika

matematis, prinsip angka atau metode statistik (Deddy Mulyana, 2004:

150). Ciri khas penelitian ini terletak pada tujuannya untuk menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, serta

perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2000: 3).

Dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian

kasus, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan

mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu yang

dalam hal ini adalah MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal.

2. Metode Pengumpulan Data

Peneliti dalam penelitian yang berjudul “Implementasi Strategi

Pembelajaran Life Skill dalam mata pelajaran Fiqih di MTs N Model

15

Babakan Kabupaten Tegal” berupaya mengumpulkan data, dengan

metode pengumpulan data sebagai berikut :

a. Observasi.

Menurut Riyanto (2001: 96) observasi merupakan metode

pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek

penelitian. Observasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun

tidak langsung. Dalam hal ini, penulis mengamati secara langsung

aktivitas siswa–siswi di MTs N Model Babakan serta pendidik dalam

proses kegiatan belajar mengajar serta mengobservasi lingkungan

sekitar yang mendukung atau yang tidak mendukung. Dengan metode

observasi ini akan diketahui kondisi riil yang terjadi di lapangan dan

dengan menggunakan metode observasi ini diharapkan mampu

menangkap gejala terhadap suatu kenyataan (fenomena) sebanyak

mungkin mengenai apa yang akan diteliti (Koentjaraningrat, 1997:

109).

Adapun data yang diperoleh melalui observasi adalah tentang

bagaimana pelaksanaan strategi pembelajaran life skill pada mata

pelajaran Fiqih serta sejauh mana evaluasi yang sudah dilakukan dan

efektivitas pembelajaran life skill pada mata pelajaran Fiqih.

b. Wawancara.

Supaya lebih mengenal serta tahu lebih mendalam guna

memenuhi data, penulis melakukan wawancara, yakni melakukan

interview selama observasi kepada orang-orang yang bersangkutan

16

dengan berstuktur dan tidak berstruktur (Sugiyono, 2005: 72).

Wawancara ini dilakukan dengan orang-orang yang ada dalam

lingkungan observasi dengan dilakukan percakapan antara peneliti

dengan dua orang atau lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh

peneliti pada obyek atau sekelompok obyek penelitian untuk dijawab

(Danim, 2002: 130). Dalam hal ini penulis berwawancara dengan

kepala sekolah, guru mata pelajaran Fiqih yang berjumlah 4 (empat)

orang dan orang-orang yang terkait di dalamnya.

Adapun hal–hal yang diajukan dalam wawancara tersebut

adalah hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan perlunya

pendidikan life skill pada Pendidikan Agama Islam serta bagaimana

aturan pelaksanaannya, khususnya dalam mata pelajaran Fiqih.

c. Dokumentasi.

Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 2002: 206). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data

tentang kondisi secara umum tentang MTs N Model Babakan Tegal

serta keadaan siswa dan guru khususnya guru mata pelajaran Fiqih.

3. Sumber Data Penelitian.

Data diartikan sebagai fakta atau informasi yang diperoleh dari

yang didengar, diamati, dirasa dan dipikirkan peneliti dari aktivitas dan

tempat yang diteliti (Harun Rasyid, 2000: 36). Sumber data yang dijadikan

acuan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder.

17

Yang dimaksudkan dengan sumber data primer di sini adalah

sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data

(Sugiyono, 2005: 62). Sumber data primer di sini antara lain berasal dari

kebijakan dan panduan tentang kurikulum pembelajaran life skill pada

Fiqih serta guru mata pelajaran Fiqih yang ada di MTs N Model Babakan

Tegal.

Sedangkan sumber data skunder adalah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang

lain atau dokumen (Sugiyono, 2005: 62). Yang menjadi sumber data

sekunder adalah seperti pimpinan atau Kepala Sekolah, Ketua Komite

Madrasah dan siswa, serta dokumen-dokumen lain yang mendukungnya.

4. Teknik Analisis Data.

Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode

deskriptif analisis karena berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-

gejala yang berkaitan dengan pembelajaran life skill dalam mata pelajaran

Fiqih di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal.

Analisis data kualitatif menurut Miles dan Hubermen dilakukan

secara interaktif melalui proses reduction, data display, dan verification

(Sugiyono, 2005: 147). Menurut Miles dan Hubermen dalam Harun

Rasyid (2000: 123), langkah-langkah yang dimaksud sebagai berikut:

a. Reduksi data.

Miles dan Hubermen mengemukakan bahwa reduksi data

diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

18

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Suparyogo dan

Tobroni, 2001: 193). Mereduksi data bisa berarti merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari

tema dan polanya (Sugiyono, 2005: 92). Setelah data penelitian yang

diperoleh di lapangan terkumpul, proses reduksi data terus dilakukan

dengan cara memisahkan catatan antara data yang sesuai dengan data

yang tidak, berarti data itu dipilih-pilih.

Data yang sudah dipilih adalah data dari hasil pengumpulan

data lewat metode observasi, metode wawancara dan metode

dokumenter. Seperti data hasil observasi mulai dari guru membuat

perencanaan pembelajaran dan guru mengajar di kelas. Semua data itu

dipilih sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Data hasil

wawancara di lapangan juga dipilih mana data yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian seperti wawancara mengenai proses

pembelajaran mulai dari persiapan sampai evaluasi. Semua data

wawancara itu dipilih yang sangat mendekati dengan permasalahan

penelitian.

b. Display data.

Menurut Miles dan Huberman dalam Imam Suparyogo dan

Tobroni (2001: 194) mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian

data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

19

pengambilan tindakan. Peneliti melakukan display data dalam

penelitian ini dengan penyajian data melalui ringkasan-ringkasan

penting dari data yang telah direduksi. Data yang terpilih kemudian

disajikan oleh peneliti.

Data dalam penelitian ini adalah pembelajaran life skil dalam

mata pelajaran Fiqih di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal,

yang meliputi strategi pembelajaran, aspek-aspek life skill dalam

pembelajaran Fiqih, evaluasi dalam pembelajaran life skill pada mata

pelajaran Fiqih, serta hasil-hasil yang telah dicapai dalam

pembelajaran life skill pada mata pelajaran Fiqih.

c. Verifikasi data dan penarikan kesimpulan.

Menurut Miles dan Huberman dalam Harun Rasyid (2000: 71)

mengungkapkan bahwa verifikasi data dan penarikan kesimpulan

yaitu upaya untuk mengartikan data yang ditampilkan dengan

melibatkan pemahaman peneliti. Kesimpulan yang dikemukakan pada

tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan

merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2005: 99).

Data yang didapat merupakan kesimpulan dari berbagai proses

dalam penelitian kualitatif, seperti pengumpulan data yang kemudian

dipilih data yang sesuai, kemudian disajikan yang dilanjutkan dengan

memberikan kesimpulan sehingga dihasilkan suatu penemuan baru

dalam penelitian yakni berupa deskripsi atau gambaran tentang

20

strategi pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih di MTs N

Model Babakan Kabupaten Tegal, yang sebelumnya masih kurang

jelas tergambarkan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini secara runtut mencakup

lima bab. Untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan terhadap

permasalahan, penulis mengklasifikasikan pembahasanya secara sistematis

yang berhubungan satu dengan lainya. Adapun sistematika pembahasanya

adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, sebagai gambaran umum mengenai isi

pembahasan selanjutnya, maka pada bab ini diuraikan tentang latar belakang

masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan signifikansi

penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistimatika penulisan

penelitian. Hal itu penulis tempatkan pada bab ini, karena sebagai pedoman

dasar yang harus diketahui terlebih dahulu, agar dalam pembahasan

berikutnya sesuai dengan dan tujuan yang ingin dicapai.

Bab II Landasan teoritis tentang strategi pembelajaran Fiqih dan life

skill, yang meliputi pembahasan tentang strategi pembelajaran dan kajian

tentang pembelajaran life skill dan Fiqih, yang meliputi aspek-aspek life skill,

karakteristik materi Fiqih, bentuk-bentuk life skill dalam Fiqih dan prinsip-

prinsip pembelajaran life skill dalam Fiqih.

21

Bab III Pembelajaran life skill dalam Fiqih di MTs Negeri Model

Babakan Kabupaten Tegal yang meliputi gambaran umum tentang MTs N

Model Babakan Kabupaten Tegal, kurikulum pembelajaran life skill dalam

Fiqih, pelaksanaan pembelajaran life skill dalam Fiqih dan evaluasi

pembelajaran life skill dalam Fiqih.

Bab IV Analisis Data. Dalam bab ini diuraikan pembahasan mengenai

analisis penerapan strategi pembelajaran life skill dalam mata pelajaran Fiqih

di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal dan efektivitas pembelajaran life

skill dalam mata pelajaran Fiqih di MTs N Model Babakan Kabupaten Tegal.

Bab V Penutup. Pada bab terakhir dari isi pokok pembahasan tesis ini

akan dikemukakan tiga sub bab yaitu: kesimpulan, saran-saran dan penutup.

22