bab i - repositori.unud.ac.id file(sistranas), serta memenuhi standar keselamatan jalan, dan...

41
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk memperlancar arus distribusi barang dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Pembangunan jalan dan jembatan sebagai infrastruktur transportasi mengacu pada tata ruang, terintegrasi sistem transportasi nasional (sistranas), serta memenuhi standar keselamatan jalan, dan berwawasan lingkungan. Pembangunan infrastruktur jalan harus pula memperhatikan 3 aspek penting sekaligus yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (pro green). Menjawab tuntutan zaman, teknologi yang pro environment dengan prinsip reuse, reduce & recycle pada pekerjaan jalan perlu semakin dikembangkan. Selama pengoperasian infrastruktur jalan terus berlangsung penurunan layanan sampai dengan umur ekonomisnya. Untuk mengembalikan kondisi layanan jalan ini perlu pemeliharaan jalan. Satu diantara jenis pemeliharaan jalan adalah peningkatan jalan. Peningkatan jalan dapat berupa peningkatan struktur perkerasan jalan dan juga pelebaran jalan untuk meningkatkan kapasitas jalan. Pada masa pelaksanaan ini memerlukan zona kerja untuk rung kerja pengaturan peralatan dan keselamatan pekerja. Zona kerja ini selalu berdampak negative bagi pengguna jalan dan lingkungan. Gilchrist A. et al (2005), Andrew et al (2005), Hunken et al (2006), Allauche et al (2004), Ting et al (2010), Borchrdt et al (2009), Matthews Jon C et al (2010), menyatakan dampak lain adanya zona kerja adalah kerugian pelaku ekonomi masyarakat dan tercemarnya lingkungan disekitarnya. Bahkan Borchardt et al (2009) mendapatkan adanya peningkatan partikel emisi mendekati 40% dan tereduksinya kapasitas jalan mencapai 20% pada zona kerja IH35 di San Antonio. Hasil pengamatan Greenwood I.D. (2007) pada ruas jalan 2 lajur di Thailand, mendapatkan bahwa jika terjadi kemacetan berindikasi terjadinya peningkatan percepatan kebisingan dari 0.1 m/s 2 menjadi 0,7 m/s 2 . Antara tahun 1999 sampai 2003 Federation of Highway Administration (FHWA) (2006) mendapatkan bahwa pada zona kerja setiap tahunnya terjadi 41.000

Upload: truongnga

Post on 04-Jul-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk memperlancar arus

distribusi barang dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan

kesejahteraan manusia. Pembangunan jalan dan jembatan sebagai infrastruktur

transportasi mengacu pada tata ruang, terintegrasi sistem transportasi nasional

(sistranas), serta memenuhi standar keselamatan jalan, dan berwawasan

lingkungan. Pembangunan infrastruktur jalan harus pula memperhatikan 3 aspek

penting sekaligus yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (pro green).

Menjawab tuntutan zaman, teknologi yang pro environment dengan prinsip reuse,

reduce & recycle pada pekerjaan jalan perlu semakin dikembangkan.

Selama pengoperasian infrastruktur jalan terus berlangsung penurunan

layanan sampai dengan umur ekonomisnya. Untuk mengembalikan kondisi

layanan jalan ini perlu pemeliharaan jalan. Satu diantara jenis pemeliharaan jalan

adalah peningkatan jalan. Peningkatan jalan dapat berupa peningkatan struktur

perkerasan jalan dan juga pelebaran jalan untuk meningkatkan kapasitas jalan.

Pada masa pelaksanaan ini memerlukan zona kerja untuk rung kerja pengaturan

peralatan dan keselamatan pekerja. Zona kerja ini selalu berdampak negative bagi

pengguna jalan dan lingkungan.

Gilchrist A. et al (2005), Andrew et al (2005), Hunken et al (2006),

Allauche et al (2004), Ting et al (2010), Borchrdt et al (2009), Matthews Jon C et

al (2010), menyatakan dampak lain adanya zona kerja adalah kerugian pelaku

ekonomi masyarakat dan tercemarnya lingkungan disekitarnya. Bahkan

Borchardt et al (2009) mendapatkan adanya peningkatan partikel emisi

mendekati 40% dan tereduksinya kapasitas jalan mencapai 20% pada zona kerja

IH35 di San Antonio. Hasil pengamatan Greenwood I.D. (2007) pada ruas jalan 2

lajur di Thailand, mendapatkan bahwa jika terjadi kemacetan berindikasi

terjadinya peningkatan percepatan kebisingan dari 0.1 m/s2 menjadi 0,7 m/s2.

Antara tahun 1999 sampai 2003 Federation of Highway Administration (FHWA)

(2006) mendapatkan bahwa pada zona kerja setiap tahunnya terjadi 41.000

2

kecelakaan dan sekitar 1000 orang meninggal. Menurut catatan Midwest

Trasportation Consortium (MTC) 2010, tahun 2001-2008 pada zona kerja di

Iowa statewide terjadi kejadian sebanyak 5.405 tabrakan, yang mengakibatkan

kecelakaan 10.639 kendaraan atau rata-rata kecelakaan adalah 1,9 kendaraan

setiap kejadian tabrakan. Menurut Bai Young et al (2006) menemukan bahwa di

Kansas Departemen of Trasportation prosentase terjadi tabrakan yang signifikan

(32%) pada malam hari, dimana jalan pada zona kerja tanpa penerangan. Allauche

et al (2004), menyebut kerugian-kerugian masyarakat terkait adanya zona kerja

pada pelaksanaan pemeliharaan jalan ini sebagai kerugian biaya sosial (social

cost).

Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun

ke tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata

masalah transportasi saja tetapi sudah menjadi permasalahan sosial

kemasyarakatan. Hal ini dapat dilihat dengan dicanangkannya Decade of Action

for Road Safety 2010-2020 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sejalan

dengan pesatnya pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor di Indonesia dalam

beberapa tahun terakhir, dikombinasikan pula dengan bertambahnya penduduk

dan beragamnya jenis kendaraan telah mengakibatkan masalah keselamatan jalan

yang semakin memburuk. Oleh karena itu, keselamatan jalan menjadi

pertimbangan pertama dalam menentukan kebijakan yang menyangkut jalan raya

Di Indonesia, keselamatan jalan telah diatur dalam Peraturan Perundang-

undangan seperti UndangUndang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Peraturan

Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, Undang-Undang No. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta RUNK (Rencana Umum

Nasional Keselamatan) jalan yang baru-baru ini diluncurkan. Direktorat Jenderal

Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai instansi yang memiliki tugas

dalam mengelola jalan nasional di Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya

dalam peningkatan keselamatan jalan.

Sebelum infrastruktur jalan mulai dipergunakan atau operasional, terlebih

dahulu dilakukan audit keselamatan jalan/Road Safety Audit (RSA). Setelah

beroperasinya infrastruktur jalan ini, seiring dengan perjalanan waktu infrastruktur

jalan ini mengalami penurunan tingkat layanan. Penurunan tingkat layanan ini

3

akibat dari penurunan kondisi struktur lapisan perkerasan jalan yang disebakan

beban kendaraaan dan cuaca. Jenis pemeliharaan jalan yang berdampak terhadap

pennguna jalan adalah jenis Peningkatan Kapasitas Jalan baik berupa rekonstruksi

maupun pelebaran. Upaya pencegahan keselamatan dijalan selama masa

rekonstruksi telah diatur dalam kontrak pelaksanaan jalan. Namun cara penilaian

pemeriksaan keselamatann di jalan pada zona kerja pelaksanaan rekonstruksi

belum diteliti.

1.2 Perumusan Masalah.

Permasalahan yang dapat diangkat pada penelitian ini adalah:

1) Atribut apa saja yang terkait keselamatan di zona kerja pelaksanaan proyek

peningkatan jalan Nasional?.

2) Bagaimana prioritas dari atribut keselamatan di zona kerja pada pelaksanaan

peningkatan jalan Nasional?.

1.3 Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan:

1. Sebagai referensi bagi pengelola proyek peningkatan jalan dalam

manajemen pelaksanaan proyek peningkatan jalan Nasional yang

berkeselamtan.

2. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang berkaitan pada pelaksanaan

proyek peningkatan jalan Nasional.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi, Bagian dan Ruang Jalan

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang

Jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat, yang meliputi

segala bagiannya, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas

permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas

permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel

Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan

umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan

jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum

dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang

Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam

sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan

mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan

definisi Jalan Nasional beserta aturannya.

2.1.1 Klasifikasi Menurut Status Jalan

Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang

diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai

berikut:

a) Jalan Nasional

b) Jalan Provinsi

c) Jalan Kabupaten

d) Jalan Kota

e) Jalan Desa

5

2.1.2 Bagian-bagian Jalan

Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik

jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai

bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui

persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial

dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat

dilihat sebagai berikut.

2.1.3 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)

Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh

lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan

yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang

meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA

hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,

saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian,

gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam

rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan

konstruksi jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang

bebas disini maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman

tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi

paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima)

meter dari permukaan jalan.

2.1.4 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)

Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh

lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan

sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai

ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan

diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur

lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum

RUMIJA, seperti sebagai berikut:

6

a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter

b. Jalan Raya : 25 meter

c. Jalan Sedang : 15 meter

d. Jalan Kecil : 11 meter

2.1.5 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan

yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana

diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi

jalan serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan

minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut:

a. Jalan Arteri Primer : 15 meter

b. Jalan Kolektor Primer : 10 meter

c. Jalan Lokal Primer : 7 meter

d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter

e. Jalan Arteri Sekunder : 15 meter

f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter

g. Jalan Lokal Sekunder : 3 meter

h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter

i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.

Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud

badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu

jalan.

2.2 Jalan Nasional di Provinsi Bali

Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang

menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai

nilai strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri

Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang

Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal

19 Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di

provinsi Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan,

7

Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan, dimana

panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk dua

SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ Bali

dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar.

2.3 Pengertian Proyek

Proyek merupakan kombinasi sumberdaya manusia dan non manusia yang

bekerja sama dalam suatu organisasi yang bersifat sementara untuk mencapai

tujuan tertentu. Proyek dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan sementara

yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya

tertentu, dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Soeharto, 1995).

Ciri-ciri proyek sebagai berikut:

1) Memiliki tujuan yang khusus berupa produk atau hasil akhir

2) Jumlah biaya, sasaran jadwal serta mutu dalam proses mencapai tujuan telah

ditentukan

3) Waktu awal dan akhir ditentukan jelas

4) Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung

5) Bersifat kompleks.

2.4 Infrastruktur Jalan Ramah Lingkungan

Permintaan masyarakat untuk transportasi jalan yang bersih , lebih

tenang dan lebih hemat energi dengan dampak minimal pada masyarakat dan

habitat alami , menimbulkan tantangan mengatasi kesenjangan yang saling

bertentangan antara keinginan masyarakat dengan industri yang terlibat dengan

transportasi jalan . Melalui desain, konstruksi dan penggunaan bahan , rekayasa

sektor jalan dapat memberikan kontribusi yang ramah lingkungan (green)

infrastruktur .

Inovasi konsep infrastruktu yang ramah lingkungan yang dikembangkan di Eropa

dikenal dengan New Road Construction Concept (NR2C) visi Eropa 2040

(fehrl.org,2010). Visi ini didasarkan pada empat kunci konsep yang mewakili

karakteristik dominan dari harapan masyarakat untuk infrastruktur jalan masa

depan :

8

1. Infrastruktur yang handal (reliable), berpijak untuk mengoptimalkan

ketersediaan infrastruktur.

2. Infrastruktur Hijau/ ramah lingkungan (green) , berpijak untuk mengurangi

dampak lingkungan lalu lintas dan pada masyarakat, sehinnga menjadi

infrastruktur berkelanjutan.

2) Infrastruktur yang aman dan cerdas (safe and smart), berpijak untuk

mengoptimalkan arus lalu lintas dari semua kategori pengguna jalan dan

konstruksi jalan yang berkeselamatan.

3) Infrastruktur manusiawi (human), berpijak untuk menyelaraskan

infrastruktur dengan dimensi manusia

Keempat konsep berlaku untuk tiga bidang proyek NR2C : jalan perkotaan dan

antarkota dan konstruksi . Masyarakat kandang-kadang menuntut komposisi

infrastruktur handal, hijau, manusia, aman dan cerdas. Keempat konsep

konstruksi membentuk kerangka berpikir tentang solusi teknis dan program

penelitian. Pada Gambar 2.1, digambar dan dijabarkan visi NR2C, yang meliputi

4 konsep NR2C yaitu konsep infrastruktur yang handal, ramah lingkungan, aman

serta cerdas dan humanitis.

Gambar 2.1 Karakteristik, Konsep Konstruksi dan Arahan Solusi dari NR2C

visi Eropa 2040 (fehrl.org, 2010)

9

2.5 Zona Kerja (Work Zone)

Zona kerja (work zone) adalah suatu area atau segmen jalan dimana satu

atau lebih lajur jalan ditutup untuk pelaksanaan konstruksi jalan yang

mengakibatkan berkurangnya pergerakan lalu lintas dan menurunannya kapasitas

jalan (Jiang et al, 2010; FHWA, 2011; MTI, 2012)

Proyek rekonstruksi jalan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian

masyarakat (Jiang et al, 2010). Namun selama masa konstruksi menimbulkan

dampak negatif bagi masyarakat pengguna jalan dan lingkungan sekitarnya akibat

adanya zona kerja (work zone). Zona kerja ini mengakibatkan para pengemudi

mengalami stress, terganggunya lalu-lintas seperti tertundanya perjalanan,

kemacetan dan juga terjadinya kecelakaan (Jiang et al, 2003). Dampak lainnya

adalah kerugian pelaku ekonomi masyarakat pada zona kerja dan tercemarnya

lingkungan disekitarnya (DJBM, 1991; Allauche et al, 2004). Dampak merugikan

pelaksanaan rekonstruksi jalan digolongkan menjadi dampak lalu lintas,

lingkungan dan ekologi/kesehatan (Allauche et al, 2004):

1) Dampak lalu lintas (traffic) meliputi dampak akibat penutupan lajur lebih

panjang (prolonged closure of road space) yang diperuntukkan untuk

proteksi tenaga kerja dan penempatan peralatan, dampak pengalihan arus

(detours/altered traffic pattern), dampak terputusnya utilitas (utility cuts)

infrastruktur seperti jaringan air bersih dan telekomunikasi yang tertanam

pada jalan dan kecelakaan bagi pengendara dan pekerja

2) Dampak polusi (pollution) yang merugikan seperti bising (noise), debu

(dust), getaran (vibration) dan polusi udara dan air (air/water pollution).

3) Dampak ekologi/sosial/kesehatan (ecologi/social/health) seperti kerusakan

permukaan dan sub permukaan (surface/subsurface disruption) misalnya

terganggunya aliran drainase dan kerusakan fisik fasilitas rekreasi (physical

damage to recreasional facilities).

2.6 Instrumen Keselamatan pada Masa Pelaksanaan Peningkatan Jalan

Zona kerja adalah ruang kerja yang diperlukan untuk menempatkan

material, ruang gerak melaksanaan bagian pekerjaan selama pelaksanaan

10

peningkatan jalan. Untuk menjaga keselamatan di lokasi pekerjaan jalan

diperlukan rambu peringatan bagi pengguna jalan, dan instrumen

keselamatan (IndII, 2011). Pada Gambar 2.2, dapat dilihat pedoman

pemasangan rambu dan istrumen keselamatn kerja.

Gambar 2.2. Pemasangan rambu dan instrumen keselamatan di lokasi pekerjaan jalan (IndII, 2011)

2.7 Metoda Skala Prioritas Menggunakan Analytical Hierarchy Process

AHP

AHP (Analytical Hierarchy Process) atau Proses Hirarki Analisa dalam

buku ” Proses Hirarki Analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang

kompleks ” (Thomas L. Saaty, 1986). AHP adalah suatu metoda yang

sederhana dan flexibel yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap

suatu masalah. Metoda ini menstruktur masalah dalam bentuk hierarki dan

memasukan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas

relatif.

Ada tiga prinsip dasar Proses Hierarki Analitik yaitu :

1. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarki yang disebut menyusun

secara hierarkis yaitu : mecah-mecah persoalan menjadi unsur yang terpisah

pisah.

2. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut penetapan prioritas yaitu

menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.

11

3. Konsistensi Logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokan secara

logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang

logis.

Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang

kompleks dimana masalah tersebut diuraikan kedalam elemen-elemen yang

bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya

melakukan penilaian atas elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana

yang diambil. Proses penyusunan elemen secara hirarkis meliputi pengelompokan

elemen komponen yang sifatnya homogen dan menyusun komponen tersebut

dalam level hirarki yang tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu

sistem yang mepelajari fungsi interaksi antara komponen dan juga dampaknya

pada sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling terkait tersusun dalam

suatu sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan, ke pelaku (aktor)

yang emberi dorongan dan turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan,

strategi-strategi tersebut.

Dengan demikian Hirarki adalah sistem yang kegiatan-kegiatan (level)

keputusan berstratifikasi dengan elemen-elemen keputusan pada setiap tingkatan

keputusan.

Abstraksi susunan hirarki keputusan adalah sebagai berikut :

Level 1 : Fokus / sasaran utama / Goal

Level 2 : Faktor/kriteria/ objectives

Level 3 : Alternatif/sub objectives

(Sumber : Thomas L. Saaty, 1986)

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4

Goal

Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif

12

2.7.1 Menentukan Prioritas

Dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah pada

saat pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati nilai yang

sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan

pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan sering

digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen dan kriteria yang

ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap

tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak

dipertimbangkan untuk diambil. Untuk setiap kriteria dan alternatif kita harus

melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yaitu

membandingkan setiap elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara

berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk

pendapat kualitatif.

Untuk mengkuantitatifkan pendapat kualitatif tersebut digunakan skala

penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka

(kuantitatif). Menurut Saaty untuk berbagai permasalahan skala 1 sampai dengan

9 merupakan skala terbaik dalam mengkualifikasi pendapat, yaitu berdasarkan

akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Squre Deviation) dan MAD

(Median Absolute Deviation). Nilai dan difinisi pendapat kualitatif dalam skala

perbandingan Saaty sperti pada Tabel 2-1.

13

Tabel 2-1 Skala Matrik Perbandingan Berpasangan

Intensitas

Kepentingan

1

3

5

7

9

Definisi

Elemen yang sama pentingnya

dibanding dengan elemen yang lain

( equal importen)

Elemen yang satu sedikit lebih penting

dari pada elemen lain (Moderate more

importance)

Elemen yang satu jelas lebih penting

dari pada elemen lain ( essential,

strong more impotance)

Elemen yang satu sangat jelas lebih

penting dari pada elemen lain

(demonstrated importance)

Elemen yang satu mutlak lebih penting

dari elemen lain (absolutely more

importance)

Penjelasan

Kedua elemen menyumbang

sama besar pada sifat tersebut.

Pengalaman menyatakan sdikit

berpihak pada satu elemen

Pengalaman menunjukan secara

kuat memihak pada satu elemen

Pengalaman menunjukan secara

kuat disukai dan dominannya

terlihat dalam praktek

Pengalaman menunjukan satu

elemen sangat jelas lebih

penting.

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai

uang berdekatan (grey area)

Nilai ini diberikan bila

diperlukan kompromi

Kebalikan

I / (2-9)

Jika kriteria CI mendapat satu angka

bila dibandingkan dengan kriteria C2

memiliki nilai kebalikan bila

dibandingkan CI

Jika kriteria CI mempunyai nilai

x bila dibandingkan dengan

kriteria C2, maka kriteria C2

mendapat nilai 1/x bila

dibandingkan kriteria CI

(Sumber : Thomas L. Saaty, 1986)

2.7.2 Proses-proses dalam Metoda Analytical Hierarchy Process ( AHP )

Prosses yang terjadi pada Metoda AHP :

14

1. Mendifinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali tujuan umum dilanjutkan dengan

kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah.

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi

relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap kriteria yang setingkat di atasnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment

(keputusan) sebanyak n x ((n-1)/2) buah, dengan n adalah banyaknya elemen

yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka

pengambilan data diulangi lagi.

6. Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk setiap tingkatan hirarki

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matrik perbandingan berpasangan

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka

penilaian data judgment harus diperbaiki.

2.7.3 Matriks Perbandingan Berpasangan

Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental

AHP dengan pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat

penting sekali sesuai dengan tabel 2.1. Dari susunan matrik perbandingan

berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas yang merupakan pengaruh relatif

sejumlah elemen pada eemen di dalam tingkat yang ada di atasnya. Perhitungan

eigenvektor dengan mengalikan elemen-elemen pada setiap baris dan mengalikan

dengan akar n, dimana n adalah jumlah elemen. Kemudian melakukan normalisasi

untuk menyatukan jumlah kolom yang diperoleh. Dengan membagi setiap nilai

dengan total nilai. Pembuat keputusan bisa menentukan tidak hanya urutan

ranking prioritas setiap tahap perhitungannya tetapi juga besaran prioritasnya.

Kriteria tersebut dibandingkan berdasarkan opini setiap pembuat

keputusan dan kemudian diperhitungkan prioritasnya.

15

Tabel 2.2 Perbandingan Kriteria Berpasangan

Pembuat

Kriteria

A

Kriteria

B

Kriteria

C

Kriteria

D

Kriteria

E Prioritas

Keputusan

Kriteria A 1,00

Kriteria B 1,00

Kriteria C 1,00

Kriteria D 1,00

Kriteria E 1,00

(Sumber : Thomas L. Saaty, 1986)

2.7.4 Perhitungan bobot elemen

Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks.

Dalam suatu sub sistem operasi terdapat ” n ” elemen yaitu elemen operasi

tersebut akan membentuk suatu matrik perbandingan. Perbandingan berpasangan

dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai

dasar pembuatan perbandingan. Bentuk matrik perbandingan berpasangan dapat

dilihat dalam gambar berikut :

A1 A2

…………. An

A1 A11 A12 ……….. A1n

A2 A21 A22 ………… A2n

…. … … ………… …..

An An1 An2 ………… Ann

Matrik A nxn di atas merupakan matrik resiprokal dan diasumsikan

terdapat n elemen yaitu W1, W2, ……..,Wn yang akan dimulai secara

perbandingan nilai (judgement) perbandingan secara berpasangan antara (Wi, Wj)

dapat dipresentasikan seperti matrik tersebut

Wi = a(i,j) ; I,j = 1,2, …, n ………………………………………………… (2-1)

16

Wj

Dalam hal ini matrik perbandingan adalah matrik A dengan unsur-unsurnya

adalah a dengan I,j = 1,2,….. n

Unsur-unsur matrik tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen

operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat Hirarki yang sama

misalnya unsure a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan

elemen operasi sendiri, sehingga dengan sendirinya nilai unsur a11 adalah sama

dengan 1. Dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matrik

perbandingan sama dengan 1.

Nilai unsur a12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap

elemen A2, besarnya elemen a21 adalah 1/a12 yang menyatakan tingkat intensitas

kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1.

Bila vector pembobotan elemen operasi A1,A2, …,An tersebut dinyatakan

sebagai vektor W dengan W = (W1,W2, …,Wn) maka nilai intensitas kepentingan

elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat pula dinyatakan sebagai

perbandinganbobot elemen operasi A1 terhadap A2 yakni W1/W2 yang sama

dengan a12 sehingga matrik perbandingan dapat pula dinyata pada Gambar 2.4.

A1 A2

…………. An

A1 W1/W1 W1/W2 ……….. W1/Wn

A2 W2/W1 W2/W2 ………… W2/Wn

…. … … ………… …..

An Wn/W1 Wn/W2 ………… Wn/Wn

Gambar 2.4. Matrik Perbandingan berpasangan

(Sumber : Thomas L. Saaty, 1986 halaman 86)

Nilai Wi/Wj dengan i,j = 1,2,...,n dijajagi dengan partisipan yaitu orang-

orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik

perbandingan preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap

baris tersebut dengan menggunakan rumus :

Wi = n √ (ai1 x ai2 x ai3, ..., x aij ) ............................................................................(2-2)

17

Perhitungan dilanjutkan dengan memasukan nilai Wi pada matrik hasil

perhitungan tersebut kerumus :

Wi

Xi = ── ................................................................................. (2-3)

∑Wi

Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vektor yang juga

merupakan bobot kriteria.

Nilai eigen vektor terbesar ( λmaks) diperoleh dari rumus

λ max = ∑aij.Xj ............................................................................................... ( 2-4 )

2.7.5 Perhitungan Konsistensi

Matrik bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan

tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut :

1. Hubungan kardinal : aij-ajk = aik

2. hubungan ordinal : Ai>Aj, Aj>Ak maka Ai>Ak

Hubungan di atas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut :

a. Dengan melihat preferensi multiplikatif misalnya keselamatan lalu lintas lebih

penting 4 kali dari kerusakan jalan, dan kerusakan jalan lebih penting 2 kali

dari kemacetan maka keselamatan lalu lintas lebih penting 8 kali dari

kemacetan.

b. Dengan melihat preferensi trasitif, misalnya keselamatan lalulintas lebih

penting dari kerusakan jalan dan kerusakan jalan lebih penting dari kemacetan,

maka keselamatan lalulintas lebih penting dari kemacetan.

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan

tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi

karena ketidak konsistenan dalam preferensi seseorang.

Contoh konsistensi matriks sebagai berikut :

18

I J K

I 1 4 2

A = J 1/4 1 1/2

K 1/2 2 1

(Sumber : Thomas L. Saaty, 1986)

Matrik A tersebut konsisten karena :

aij x ajk = aik → 4 x ½ = 2

aik x akj = aij → 2 x 2 = 4

ajk x aki = aji → ½ x ½ = ¼

Dalam teori matrik diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan

menyebabkan penyimpangan kecil pada eigen value. Dengan mengkombinasikan

apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matrik A bernilai

satu dan jika konsisten, maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap

menunjukan eigen value terbesar. λmaks nilainya akan mendekati n dan

eigenvalue sisanya akan mendekati nol.

Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi

didapat dari rumus :

CI = (λ maks-n ) / ( n-1) ............................................................... (2 – 5)

Dimana λmaks = Eigen value maksimum dan n = ukuran matriks

Indeks konsistensi ( CI ), matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan

9 beserta kebalikannya sebagai indeks random (RI). Berdasarkan perhitungan

Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika jugdment numerik diambil secara

acak dari skala 1/9, 1/8, ...,1, 2, ....., 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk

matriks dengan ukuranyang berbeda.

Tabel 2.3 Nilai Indeks Random

Ukuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Matriks

Indeks 0,00 0,00 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Random

(Sumber : Thomas L. Saaty, 1994)

19

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai ratio

konsistensi (CR). Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai

ratio konsistensinya tidak lebih dari 10 % atau sama dengan 0,1

CR = CI / RI ≤ 0,1 ( OK ) .................................................................... ( 2-6)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

Metoda yang dipergunakan adalah metoda deskriptif meliputi suvai

langsung melalui wawancara. Responden adalah stakeholder sekaligus sebagai

pengguna jalan. Jumlah responden ditentukan berdasarkan metode non

probabality sampling jenis purposive. Kerangka penelitian ini disajikan pada

Gambar 3.1

Gambar 1 Kerangka Penelitian

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Provinsi Bali. Responden adalah

stakeholder yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait pelaksanaan

proyek peningkatan jalan Nasional.

Studi Kasus: Proyek Peningkatan Jalan

Nasional, Bali

Identifikasi Atribut Keselamatan di Zona Kerja

Sebelum Zona Pendekat

Taper Awal

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Rekomendasi

Pegumpulan data dengan quisioner

Zona Kerja Taper Penjauh

21

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survey langsung dengan

menggunakan kuisioner.

3.3 Analisis Data

Analisis data secara deskriptif untuk mendeskripsikan hasil analisis dan

kemudian membahasnya.

22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyusunan Hirarki

Acuan penyususnan hirarki adalah merujuk pada Petunjuk Praktis Keselamatan di

Zona Kerja di Jalan seperti digambarkan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Tipikal Zona Kerja (DJBM, 2010)

Tipikal pembagian zona kerja di jalan dan fungsi masing-masing zona disajikan

pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Pembagian Zona Kerja dan Fungsinya

Sumber : DJBM, 2010

23

Atribut pada masing-masing zona dapat berupa perambuan, Alat Pengendali

Isyarat Lalu Lintas (APILL), guardrail serta jarak aman untuk masing-masing

zona. Atribut dari masing-masing zona dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2. Atribut-atribut keselamatan di zona kerja pekerjaan jalan

Zona Kerja Atribut

Zona pendekat (A)

Rambu peringatan ada pekerjaan jalan (A1`)

Rambu petunjuk penggunaan lajur jalan (A2)

Rambu peringatan kecepatan kendaraan maksimum

(A3)

Rambu peringatan penyempitan lajur jalan (A4)

Jarak zona pendekat untuk jalan arteri 300-500m

(A5)

Taper Awal (B)

Panjang Taper awal minimum 280 m (B1)

Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (B2)

Pertemuan Taper awal dengan Zona kerja dipasang

Reflektor/Lampu kedip (B3)

Zona kerja (C)

Panjang zona kerja minimalkan (C1)

Lebar zona kerja minimalkan (C2)

Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (C2)

Jarak antar zona kerja minimal 1 km (C4)

Taper akhir (D) Panjang Taper akhir minimal 45-90 m (D1)

Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (D2)

Atribut-atribut pada Tabel 4.2 selanjutnya disusun hirarkinya menurut kaidah

AHP. Hirarki ini dapat dilihat pada Gambar 4.1

Pada Gambar 4.1 dapat dijelaskan hirarki teratas adalah tujuan studi (Goal) pada

level 1, dilanjutakan penjabarannya ke level 2 dibawahnya adalah sasaran/kreteria

(Objectives) dengan 4 kreteria yaitu A,B,C dan D, kemudian dilanjukan pada

level 3 yaitu alternative (sub objectives) dengan kreteria A terdiri dari 5 sub

kreteria (A1. A2, A3, A4 dan A5), kreteria B terdiri dari 3 sub kreteria (B1, B2

24

dan B3), kreteria C terdiri dari 4 sub kreteria (C1, C2, C3 dan C4) dan kreteria D

terdiri dari 2 sub kreteria (D1 dan D2).

Rambu peringatan ada pekerjaan jalan

(A1`) Rambu petunjuk penggunaan lajur jalan (A2) Rambu peringatan kecepatan kendaraan maksimum (A3) Rambu peringatan penyempitan lajur jalan (A4) Jarak zona pendekat untuk jalan arteri 300-500m (A5)

Panjang Taper awal minimum 280 m

(B1) Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (B2) Pertemuan Taper awal dengan Zona kerja dipasang Reflektor/Lampu kedip (B3)

Panjang zona kerja minimal (C1)

Lebar zona kerja minimal (C2) Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (C2) Jarak antar zona kerja minimal 1 km (C4)

Panjang Taper akhir minimal 45-90 m

(D1) Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (D2)

Goal

Objectives

Sub Objectives

Gambar 4.1. Hirarki Penilaian aspek keselamatan di zona kerja Peningkatan Jalan Nasional

Zona pendekat (A)

Taper Awal (B)

Zona kerja (C)

Taper akhir (D)

Penilaian aspek keselamatan di Zona kerja (C)

25

4.2 Pengumpulan dan Kompilasi Data

Data yang dikumpulkan sebanyak 11 responden dari stakeholders expert,

kemudian dikompilasi dengan mencari nilai modusnya. Berikut hasil kompilasi

dalam bentuk matrik.

4.2.1 Matrik Objectives

Kompilasi untuk matrik objective untuk level 2 disajikan pada Tabel 4.3a, dan

matrik resiprocalnya disajika pada Tabel 4.3b

Tabel 4.3a Kompilasi data untuk matrik objectives

Pembuat Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D

Keputusan

Kriteria A 1.00 6.00 3.00

Kriteria B 1.00 3.00

Kriteria C 3.00 7.00 1.00 8.00

Kriteria D 1.00

Tabel 4.3b Matrik reciprocal dari objectives

Pembuat Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D

Keputusan

Kriteria A 1.00 6.00 0.33 3.00

Kriteria B 0.17 1.00 0.14 3.00

Kriteria C 3.00 7.00 1.00 8.00

Kriteria D 0.33 0.33 0.13 1.00

4.2.1 Matrik Sub Objectives Sub Kreteria Zona Pendekat (A)

Kompilasi untuk matrik Sub objective kreteria zona A untuk level 3

disajikan pada Tabel 4.4a, dan matrik reciprocal-nya disajika pada Tabel 4.4b

26

Tabel 4.4a Kompilasi untuk matrik Sub objective Sub Kreteria A

Pembuat

Sub Kriteria

A1

Sub Kriteria

A2

Sub Kriteria

A3

Sub Kriteria

A4

Sub Kriteria

A5

Keputusan

Sub Kriteria

A1 1.00 7.00 6.00 6.00 7.00 Sub Kriteria

A2 1.00 7.00 7.00 7.00 Sub Kriteria

A3 1.00 7.00 Sub Kriteria

A4 7.00 1.00 7.00 Sub Kriteria

A5 1.00

Tabel 4.4b Matrik reciprocal dari sub objectives A

Pembuat

Sub Kriteria

A1

Sub Kriteria

A2

Sub Kriteria

A3

Sub Kriteria

A4

Sub Kriteria

A5

Keputusan

Sub Kriteria

A1 1.00 7.00 6.00 6.00 7.00 Sub Kriteria

A2 0.14 1.00 7.00 7.00 7.00 Sub Kriteria

A3 0.17 0.14 1.00 0.14 7.00 Sub Kriteria

A4 0.17 0.14 7.00 1.00 7.00 Sub Kriteria

A5 0.14 0.14 0.14 0.14 1.00

4.2.2 Matrik Sub Objectives Sub Kreteria Taper Awal (B)

Kompilasi untuk matrik Sub objective kreteria B untuk level 3 disajikan pada

Tabel 4.5a, dan matrik reciprocal-nya disajika pada Tabel 4.5b

27

Tabel 4.5a Kompilasi untuk matrik Sub objective/Sub Kreteria B

Sub Kriteria B1 Sub Kriteria B2 Sub Kriteria B3

Kreteria

Sub Kriteria B1 1.00

Sub Kriteria B2 3.00 1.00 2.00

Sub Kriteria B3 2.00 1.00

Tabel 4.5b Matrik reciprocal dari sub objectives/ Sub Kreteria B

Sub Kriteria B1 Sub Kriteria B2 Sub Kriteria B3

Kreteria

Sub Kriteria B1 1.00 0.33 0.50

Sub Kriteria B2 3.00 1.00 2.00

Sub Kriteria B3 2.00 0.50 1.00

4.2.3 Matrik Sub Objectives Sub Kreteria Zona Kerja (C )

Kompilasi untuk matrik Sub objective kreteria C untuk level 3 disajikan pada

Tabel 4.6a, dan matrik reciprocal-nya disajika pada Tabel 4.6b

Tabel 4.6a Kompilasi untuk matrik Sub objective Sub Kreteria C

Tabel 4.6b Matrik reciprocal dari sub objectives/ Sub Kreteria C

Kreteria Sub Kriteria C1 Sub Kriteria C2 Sub Kriteria C3 Sub Kriteria C4

Sub Kriteria C1 1.00 7.00 7.00 9.00 Sub Kriteria C2 1.00 3.00 2.00

Sub Kriteria C3 1.00 Sub Kriteria C4 2.78 1.00

Kreteria Sub Kriteria C1 Sub Kriteria C2 Sub Kriteria C3 Sub Kriteria C4

Sub Kriteria C1 1.00 7.00 7.00 9.00 Sub Kriteria C2 0.14 1.00 3.00 2.00 Sub Kriteria C3 0.14 0.33 1.00 0.36 Sub Kriteria C4 0.11 0.50 2.78 1.00

28

4.2.4 Matrik Sub Objectives Sub Kreteria Zona Taper Penjauh (D)

Kompilasi untuk matrik Sub objective kreteria D untuk level 3 disajikan pada

Tabel 4.7a, dan matrik reciprocal-nya disajika pada Tabel 4.7b

Tabel 4.7a Kompilasi untuk matrik Sub objective/Sub Kreteria D

Sub Kriteria D1 Sub Kriteria D2

Kreteria

Sub Kriteria D1 1.00

Sub Kriteria D2 5.00 1.00

Tabel 4.7b Matrik reciprocal dari sub objectives/ Sub Kreteria D

Sub Kriteria D1 Sub Kriteria D2

Kreteria

Sub Kriteria D1 1.00 0.20

Sub Kriteria D2 5.00 1.00

4.3 Analisis Eigen Vector dan Eigen Value

Untuk mendapatkan nilai eigen vector yang merupakan bobot prioritas dari

masing-masing kreteria atau sub kreteria/ alternative, maka dilakukan perhitungan

pada matrik preferensi pada Tabel 4.3b, Tabel 4.4b, Tabel 4.5b, Tabel 4.6b dan

Tabel 4.7b dengan menggunakan formula (2-2) dan (2-3).

Sedangkan untuk menghitung indek konsistensi (CI) dimulai dengan

menggunakan formula (2-4) untuk perhitungan eigen value dan formula (2-5)

untuk CI. Selanjutnya dikontrol dengan menggunakan rasio konsistensi (CR)

menggunakan formula (2-6).

Hasil perhitungan untuk kreteria/objectives level 2 disajikan pada Tabel 4.8, Sub

kreteria/ alternative A, B, C dan D disajikan pada Tabel 4.9, Tabel 4.10, Tabel

4.11 dan Tabel 4.12

Pada Tabel 4.8 dapat dijelaskan jawaban responden sudah konsisten hal ini dapat

dilihat dari nilai rasio konsistensi CR= 0.09 <0.10.

Bobot prioritas pada level 2 atau kreteria atau objectives untuk penanganan aspek

keselamatan pada bagian-bagian zona kerja yang didapat adalah mulai dari

prioritas utama pemasangan atribut keselamatan yaitu pada zona kerja (C=59%),

29

diikuti dengan zona pendekat (A=27%), Taper awal (B=9%) dan Taper penjauh

(D=6%).

Tabel 4.8 Matrik reciprocal objectives , nilai Eigen vector dan Eigen value dan

CI dan CR untuk level 2 atau goal

Kreteria

Kriteria

A

Kriteria

B

Kriteria

C Kriteria D Eigen-Vektor Eigen-Value

Kriteria A

1.00

6.00

0.33

3.00 0.27 1.15

Kriteria B

0.17

1.00

0.14

3.00 0.09 0.39

Kriteria C

3.00

7.00

1.00

8.00 0.59 2.45

Kriteria D

0.33

0.33

0.13

1.00 0.06 0.25

Jumlah 1.00 4.24

Indek Konsistensi (CI) 0.08

Rasio Konsistensi (CR) 0.09 < 0.10

Tabel 4.9 Matrik reciprocal sub objectives Zona Pendekat (A), nilai Eigen

vector dan Eigen value dan CI dan CR.

Sub Kreteria A1 A2 A3 A4 A5

Eigen-Vektor

Eigen-Value

A1

1.00 7.00

6.00 6.00 1.00 0.46 2.44

A2 0.14 1.00

7.00 7.00 1.00 0.23 1.54

A3 0.17 0.14

1.00 0.14 1.00 0.05 0.33

A4 0.17 0.14

7.00 1.00 1.00 0.11 0.71

A5 1.00 1.00

1.00 1.00 1.00 0.15 1.00

Jumlah 1.00 5.04

Indek Konsistensi (CI) 0.01

Rasio Konsistensi (CR) 0.08 < 0,10

30

Pada Tabel 4.9 dapat dijelaskan jawaban responden sudah konsisten hal ini dapat

dilihat dari nilai rasio konsistensi CR= 0.08 <0.10.

Bobot prioritas pada level 3 atau sub kreteria atau sub objectives atau alternatif

untuk penanganan aspek keselamatan pada bagian Zona Pendekat yang didapat

adalah mulai dari prioritas utama pemasangan atribut keselamatan yaitu Rambu

peringatan ada pekerjaan jalan (A1=46%), diikuti dengan Rambu petunjuk

penggunaan lajur (A2=23%), Jarak zona pendekat untuk jalan arteri 300-500 m

(A5=15%), Rambu peringatan penyempitan lajur jalan (A4=11%) dan Rambu

peringatan batas kecepatan (A3=5%).

Tabel 4.10 Matrik reciprocal sub objectives zona Taper awal (B) , nilai Eigen

vector dan Eigen value dan CI dan CR

Sub Kreteria

Sub Kriteria

B1

Sub Kriteria

B2

Sub Kriteria

B3 Eigen-Vektor

Eigen-Value

Sub Kriteria

B1 1.00 0.33 0.50 0.17 0.50

Sub Kriteria

B2 3.00 1.00 2.00 0.53 1.64

Sub Kriteria

B3 2.00 0.50 1.00 0.30 0.91

Jumlah 1.00 3.05

Indek Konsistensi (CI) 0.03

Rasio Konsistensi (CR) 0.04 < 0,10

Pada Tabel 4.10 dapat dijelaskan jawaban responden sudah konsisten hal ini dapat

dilihat dari nilai rasio konsistensi CR= 0.04 <0.10.

Bobot prioritas pada level 3 atau sub kreteria atau sub objectives atau alternatif

untuk penanganan aspek keselamatan pada bagian zona Taper awal yang didapat

adalah mulai dari prioritas utama pemasangan atribut keselamatan yaitu dengan

Pemasangan kerucut/guardrail (B2=53%) diikuti Pemasangan reflector (lampu

31

berkedip pada pertemua taper awal dengan zona kerja (B3=30%) dan persyaratan

panjang taper minimum (B1=17%).

Tabel 4.11 Matrik reciprocal sub objectives pada Zona kerja (C ), nilai Eigen

vector dan Eigen value dan CI dan CR

Kreteria

Sub

Kriteria C1 Sub Kriteria C2

Sub

Kriteria

C3

Sub

Kriteria

C4 Eigen-Vektor

Eigen-Value

Sub

Kriteria C1 1.00 7.00 7.00 9.00 0.70 2.90 Sub

Kriteria C2 0.14 1.00 3.00 2.00 0.15 0.63 Sub

Kriteria C3 0.14 0.33 1.00 0.36 0.09 0.26 Sub

Kriteria C4 0.11 0.50 2.78 1.00 0.06 0.45

Jumlah 1.00 4.25

Indek Konsistensi (CI) 0.08

Rasio Konsistensi (CR) 0.09 < 0.10

Pada Tabel 4.11 dapat dijelaskan jawaban responden sudah konsisten hal ini dapat

dilihat dari nilai rasio konsistensi CR= 0.09 <0.10.

Bobot prioritas pada level 3 atau sub kreteria atau sub objectives atau alternatif

untuk penanganan aspek keselamatan pada bagian Zona kerja yang didapat adalah

mulai dari prioritas utama pemasangan atribut keselamatan yaitu Panjang zona

kerja diminimalkan (C1=70%) diikuti dengan atribut Lebar zona kerja

diminimalkan (C2=15%), Pemasangan kerucut/guardrail (C3=9%) dengan dan

jarak antar zona kerja minmal 1 km (C4=6%).

32

Tabel 4.12 Matrik reciprocal sub objectives zona Taper akhir (D) , nilai Eigen

vector dan Eigen value dan CI dan CR

Kreteria Sub Kriteria D1 Sub Kriteria D2 Eigen-Vektor Eigen-Value

Sub Kriteria D1 1.00 0.20 0.18 0.34

Sub Kriteria D2 5.00 1.00 0.82 1.71

Jumlah 1.00 2.05

Indek Konsistensi (CI) 0.05

Rasio Konsistensi (CR) 0.05 <0.1

Pada Tabel 4.12 dapat dijelaskan jawaban responden sudah konsisten hal ini dapat

dilihat dari nilai rasio konsistensi CR= 0.05 <0.10.

Bobot prioritas pada level 3 atau sub kreteria atau sub objectives atau alternatif

untuk penanganan aspek keselamatan pada bagian zona Taper akhir yang didapat

adalah mulai dari prioritas utama pemasangan atribut keselamatan yaitu dengan

Pemasangan kerucut/guardrail dan diikuti dengan atribut persyaratan panjang

taper akhir minimum dengan bobot masing-masing: 82%; 18%.

Bobot prioritas pemasangan atribut aspek keselamatan di zona kerja pelaksanaan

peningkatan jalan dari goal (level 1) sampai alternative (level 3) disajikan pada

Gambar 4.2

33

Rambu peringatan ada pekerjaan jalan

(A1) = 46% Rambu petunjuk penggunaan lajur jalan

(A2) = 23% Rambu peringatan kecepatan kendaraan

maksimum (A3)=5% Rambu peringatan penyempitan lajur

jalan (A4)=11% Jarak zona pendekat untuk jalan arteri

300-500m (A5)=15%

Panjang Taper awal minimum 280 m (B1)= 17%

Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (B2)= 53%

Pertemuan Taper awal dengan Zona kerja dipasang Reflektor/Lampu kedip

(B3)= 30%

Panjang zona kerja minimal (C1)=70%

Lebar zona kerja minimal (C2)=15%

Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail (C2)= 9%

Jarak antar zona kerja minimal 1 km (C4)=6%

Panjang Taper akhir minimal 45-90 m

(D1)=18% Pemasangan kercut lalu lintas/ guardrail

(D2)=82%

Goal (level 1)

Objectives (level 2)

Sub Objectives (level 3)

Gambar 4.2 Bobot prioritas pemasangan atribut aspek keselamatan di zona kerja

pekerjaan peningkatan jalan Nasional

Zona pendekat (A) = 27%

Taper Awal (B)= 9%

Zona kerja (C)= 59%

Taper akhir (D)= 6%

Penilaian aspek keselamatan di Zona kerja

34

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis dan pembahasan untuk rancangan penilaian pemeriksaan aspek

keselamatan pada masa eksekusi proyek peningkatan jalan Nasional di Bali

adalah:

1) Atribut yang terkait keselamatn di zona kerja pada masa eksekusi peningkatan

jalan pada 4 zona adalah:

a) Pada zona pendekat ada 5 atribut meliputi: Rambu peringatan ada

pekerjaan jalan; Rambu petunjuk penggunaan lajur; Rambu peringatan

batas kecepatan; Rambu peringatan penyempitan lajur jalan; Jarak zona

pendekat untuk jalan arteri 300-500 m.

b) Pada zona Taper awal ada 3 atribut meliputi: Persyaratan panjang taper

minimum; Pemasangan kerucut/guardrail dan Pemasangan reflector

(lampu berkedip pada pertemua taper awal dengan zona kerja.

c) Pada zona Kerja ada 4 atribu meliputi : Panjang zona kerja diminimalkan;

Lebar zona kerja diminimalkan; Pemasangan kerucut/guardrail dan

jarak antar zona kerja minmal 1 km

d) Pada zona Taper akhir ada 2 atribut meliputi : atribut persyaratan panjang

taper akhir minimum dan Pemasangan kerucut/guardrail

2) Bobot prioritas atau bobot kepentingan untuk penilaian aspek keselamatan di

zona yang terdiri dari 4 kretria pembagian zona kerja secara teurut dari bobot

kepentingan yang lebih besar adalah zona kerja; zona pendekat; zona taper

awal dan zona taper akhir dengan bobot adalah 59%; 27%; 9% dan 6%

a) Bobot penilaian atribut alternative untuk kreteria zona pendekat secara

teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: rambu peringatan

ada pekerjaan jalan; rambu petunjuk penggunaan lajur; jarak zona

pendekat untuk jalan arteri 300-500 m; Rambu peringatan penyempitan

lajur jalan dan rambu peringatan batas kecepatan dengan bobot masing-

masing adalah: 46%; 23%; 15%; 11%; 5%.

35

b) Bobot penilaian atribut alternative untuk kreteria zona Taper awal secara

teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: pemasangan

kerucut/guardrail; pemasangan reflector (lampu berkedip pada pertemua

taper awal dengan zona kerja) dan persyaratan panjang taper minimum

dengan bobot masing-masing: 53%; 30%; 17%.

c) Bobot penilaian atribut untuk kreteria zona kerja secara teurut dari bobot

kepentingan yang lebih besar adalah: panjang zona kerja diminimalkan;

diikuti dengan atribut lebar zona kerja diminimalkan; pemasangan

kerucut/guardrail; dengan dan jarak antar zona kerja minmal 1 km

dengan bobot masing-masing: 70%; 15%; 9%; 6%.

d) Bobot penilaian atribut untuk kreteria zona Taper akhir secara teurut dari

bobot kepentingan yang lebih besar adalah: Pemasangan kerucut/guardrail

dan diikuti dengan persyaratan panjang taper akhir minimum dengan bobot

masing-masing: 82%; 18%.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk studi lanjutan adalah penilaian skor

masing-masing atribut sesuai dengan kesesuain pelaksanaan dilapangan sehingga

pemeriksaan penilaian aspek keselamatan di zona kerja selama eksekusi

mendapatkan hasil penilaian kuantitatif yang memadai.

36

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Republik Indonesia

Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan Umum. Dewan Perwalikan Rakyat Republik Indonesia

Allouche Erez N., Gilcrist Andrew. 2004. Quantifying Construction Realated

Social Costs, North American Society for Trenchless Technology (NASTT), New Orleans,Lusiana

Bai Yong, Li Yingfeng. 2006. Determining Major Causes of Highway Work Zone

Accident in Kansas. Kansas Department of Transportation.

Borchartdt Darrell W., Pesti Geza, Sun Dazhi, Ding Liang. 2009. Capacity and Road User Cost Analysis of Selected Freeway Work Zones in Texas. Report 0-5619-1,Texas Transportation Institute.

Busbhait Abdulaziz A. 2003. Incentive/Disincentive Contracts and Its Effects on

Industrial Projects, International journal of Project Management.[21], 63-70, Enselvier.

Chen Yali, Qin Xiao, Noyce David A., Lee Chanyoung. 2010. Interactive Process

of Microsimulation and Logistic Regression for Short-Term work Zone Traffic Diversion, Journal of Transportation Engineering. 136 (3): 243-254, ASCE

Choi Kunhee, Kwak Young Hoon, Yu Byunggu. 2010. Quantitative Model for

Determining Incentive/Disincentive Amounts through Schedule Simulation, Proceedings of the 2010 Winter Simulation Conference.

Choi Kunhee, Kwak, Young Hoon. 2011. Decision Support Model for

Incentive/Disincentive Time-Cost Tradeoff, Journal of Automation in Construction. 21: 210-228. Enselvier

DPU (Departemen Perhubungan). 2004. Undang-undang No. 38 Tahun 2004

Tentang Jalan, Pustaka Widyatama, Yogyakarta. DPU (Departemen Pekerjaan Umum). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia

(MKJI), Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. FEHRL. Org. 2010. New Road Construction Concepts: Vision 2040. http://nr2c.fehrl.org/?m=23&id_directory=429

37

Gilchrist, Andrew and Allouche Erez N. 2005.Quantification of social costs associated with construction projects: state-of-the-art review, Journal Tunnelling and underground Space Technology. 20 (1): 89-104. Elsevier

Garry D. Creedy, Martin Skitmore, and Johnny K. W. Wong. 2010. Evaluation of Risk Factors Leading to Cost Overrun in Delivery of Highway Construction Projects,J. Constr. Engrg. and Mgmt. 136, 528

Gilcrist Andrew and Allouche Erez N. 2005.Quantification of Social Costs

Associated with Construction Project: State of the Art Review, Journal Tunneling and Undenground Space Technology. (20): 89-104, Enselvier

IndII (Indonesia Infrastructure Inisiatives). 2011. Petunjuk Praktis- Keselamatan

Jalan Pada Zona Kerja Di Jalan, Dalam Mendukung Proyek-Proyek EINRIP.

Jennifer Shane, Kelly Strong, Daniel Enz. 2009. Construction Project

Administration and Management for Mitigating Work Zone. Crashes and Fatalities: An Integrated Risk Management Model. MTC (Midwest Transportation Consortium) Report 2008-02

KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina Marga).

2012. Serial Rekayasa Keselamatan Jalan, Panduan Teknis 3 Keselamatan Di Lokasi Pekerjaan, “Mewujudkan lokasi pekerjaan jalan yang lebih berkeselamatan” Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII)- SMEC-AusAID.

KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina

Marga).2010. Dokumen Pelelangan Nasional Penyedia Jasa an Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi).

Kelly C. Strong and Jennifer S. Shane, 2011. Risk Mitigation Strategies for

Operations and Maintenance Activities. Report from Institute for Transportation Iowa State University, 2711 South Loop Drive, Suite 4700 Ames, IA 50010-8664

. Saaty, Thomas L. 1986. The Analytical Hierarchy Process. Great Britain: Eta

service Ltd.

Saaty, Thomas L. 1993. Proses Hirarki Analitik untuk pengambilan keputusan

dalam Situasi yang kompleks. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

38

Saaty, Thomas L., and Luis G. Vargas. 1994. The Analytical Hierarchy Process

Vol. VII; “ Decision Making in Economic, Poliyical, Social, Technological

Environments, 1st Edition P,9. Pittsburg: RWS Publications.

Soeharto, Imam. 2001. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional.

Jakarta: Erlangga

39

LAPORAN PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN BAGI DOSEN PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

RANCANGAN PENILAIAN PEMERIKSAAN ASPEK KESELAMATAN PADA MASA EKSEKUSI PROYEK

PENINGKATAN JALAN NASIONAL

Nama Peneliti :

Dr. Ir. Dewa Ketut Sudarsana, MT. Ir. Mayun Nadiasa, MT. Ida Bagus Artamana, ST.

Program Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana

2015

40

ABSTRAK

Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun

ke tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata masalah transportasi saja tetapi sudah menjadi permasalahan sosial kemasyarakatan. Hal ini dapat dilihat dengan dicanangkannya Decade of Action for Road Safety 2010-2020 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, dikombinasikan pula dengan bertambahnya penduduk dan beragamnya jenis kendaraan telah mengakibatkan masalah keselamatan jalan yang semakin memburuk. Oleh karena itu, keselamatan jalan menjadi pertimbangan pertama dalam menentukan kebijakan yang menyangkut jalan raya. Upaya pencegahan keselamatan dijalan selama masa rekonstruksi telah diatur dalam kontrak pelaksanaan jalan. Namun cara penilaian pemeriksaan keselamatann di jalan pada zona kerja pelaksanaan rekonstruksi belum diteliti. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi atrikait aspek keselamatan di zona kerja pekerjaan jalan. Hirarki dan pembobotan penilaian masing atribut menggunakan metode Proses Hirarki Analitikal (PHA). Hasil rancangan pembobotan pada level kreteria medapatkan 4 kreteria pembagian zona kerja secara teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah zona kerja; zona pendekat; zona taper awal dan zona taper akhir dengan bobot adalah 59%; 27%; 9% dan 6% . Penilaian atribut alternative untuk kreteria zona pendekat secara teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: rambu peringatan ada pekerjaan jalan; rambu petunjuk penggunaan lajur; jarak zona pendekat untuk jalan arteri 300-500 m; rambu peringatan penyempitan lajur jalan dan rambu peringatan batas kecepatan dengan bobot masing-masing adalah: 46%; 23%; 15%; 11%; 5%. Penilaian atribut alternative untuk kreteria zona taper awal secara teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: pemasangan kerucut/guardrail; pemasangan reflector pada pertemua taper awal dengan zona kerja; persyaratan panjang taper minimum dengan bobot masing-masing: 53%; 30%; 17%. Penilaian atribut untuk kreteria zona kerja secara teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: panjang zona kerja diminimalkan; diikuti dengan atribut lebar zona kerja diminimalkan; pemasangan kerucut/guardrail; dan jarak antar zona kerja minmal 1 km dengan bobot masing-masing: 70%; 15%; 9%; 6%. penilaian atribut untuk kreteria zona penjauh secara teurut dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: pemasangan kerucut/guardrail dan diikuti dengan persyaratan panjang taper akhir minimum dengan bobot masing-masing: 82%; 18%. Kata kunci : penilaian, metode PHA, keselamtan, zona kerja, peningkatan jalan

i

41

DAFTAR ISI ABSTRAK........................................................................................... ...... i DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 2

1.3 Manfaat Penelitian ................................................................ 2 BAB II TINJAUN PUSTAKA ................................................................... 3 2.1 Klasifikasi, Bagian dan Ruang .................................................. 3 2.1.1 Klasifikasi menurut Status Jalan…………………… 4 2.1.2 Bagian Bagian Jalan ……………………………… 4 2.1.3 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) ………………… 4 2.1.4 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)……………………… 5 2.1.5 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)…………….. 6 2.2 Jalan Nasional di Provinsi Bali ............................................ 6

2.3 Pengertian Proyek.............................. ................................... 7 2.4 Infrastruktur Jalan Ramah Lingkungan ……………………. 7 2.5 Zona Kerja (Work Zone) …………………………………… 9

2.6 Instrumen Keselamatan pada Masa Pelaksanaan Peningkatan Jalan Matrik Risiko …………………………… 9 2.7 Metode Skala Prioritas dengan Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) ……………………….. 10 2.7.1 Menentukan Prioritas……………………………….. 12 2.7.2 Proses dengan Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) ……………… 13 2.7.3 Matrik Perbandingan Berpasangan………………… 14 2.7.4 Perhitungan Bobot Elemen ……………………….. 15 2.7.5 Perhitungan Konsistensi …………………………… 17 BAB III METODE PENELITIAN…………………………………… 20 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………… 20 3.3 Metode Pengumpulan Data………………………………… 21 3.4 Analisa Data………………………………………………… 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 22 4.1 Penyusunan Hirarki …………………………………………. 22 4.2 Pengumpulan dan Kompilasi Data………………………….. 25 4.3 Analisa Eigen Vector dan Eigen Value ……………………….. 28 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….. 34 5.1 Kesimpulan …………………………………………………. 34 5.2 Saran ……………………………………………………….. 35 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 36

ii