bab i pendahuluan -...

11
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip–prinsip ekonomi. Salah satu yang menonjol adalah sifat kompetitif yang berbasis pada mutu pelayanan rumah sakit. Fakta telah menunjukkan bahwa telah banyak orang Indonesia yang mencari pengobatan di luar negeri. Fenomena ini dapat kita sebut sebagai globalisasi tahap satu. Sementara itu globalisasi tahap kedua adalah beroperasinya Rumah Sakit asing atau penanaman modal asing dalam sektor kesehatan di Indonesia. Perubahan secara alamiah akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang berciri produk, sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen yang tepat. Di era globalisasi yang penuh persaingan ini, manajemen rumah sakit harus mempunyai kemampuan untuk mengakomodasikan setiap perubahan serta mampu menciptakan pelayanan yang aman bagi setiap klien maupun pengguna jasa kesehatan lainnya. Rumah sakit sebenarnya adalah sebuah badan usaha yang mempunyai unit–unit usaha strategis, misalnya instalansi rawat inap, instalansi rawat jalan, laboratorium, gawat darurat, gizi sampai ke lembaga pemulasaran jenazah. Dengan demikian rumah sakit secara keseluruhan dapat dianggap

Upload: hoangtuyen

Post on 06-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang

berbasis pada prinsip–prinsip ekonomi. Salah satu yang menonjol adalah sifat

kompetitif yang berbasis pada mutu pelayanan rumah sakit. Fakta telah

menunjukkan bahwa telah banyak orang Indonesia yang mencari pengobatan di

luar negeri. Fenomena ini dapat kita sebut sebagai globalisasi tahap satu.

Sementara itu globalisasi tahap kedua adalah beroperasinya Rumah Sakit asing

atau penanaman modal asing dalam sektor kesehatan di Indonesia. Perubahan

secara alamiah akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang berciri

produk, sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen yang

tepat.

Di era globalisasi yang penuh persaingan ini, manajemen rumah sakit harus

mempunyai kemampuan untuk mengakomodasikan setiap perubahan serta

mampu menciptakan pelayanan yang aman bagi setiap klien maupun pengguna

jasa kesehatan lainnya. Rumah sakit sebenarnya adalah sebuah badan usaha yang

mempunyai unit–unit usaha strategis, misalnya instalansi rawat inap, instalansi

rawat jalan, laboratorium, gawat darurat, gizi sampai ke lembaga pemulasaran

jenazah. Dengan demikian rumah sakit secara keseluruhan dapat dianggap

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

2

sebagai suatu lembaga usaha yang mempunyai berbagai unit bisnis strategis.

Unit–unit inilah yang dipergunakan langsung oleh masyarakat, dinilai dan

mempunyai akuntabilitas.

Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

fungsional. Ada beberapa area utama manajemen fungsional yaitu: SDM,

teknologi, keuangan, pengadaan dan pembelian, medis fungsional, keperawatan

fungsional, sistem informasi dan pemasaran. Kekhawatiran adalah bahwa

pengembangan Rumah Sakit ke sistem unit usaha akan menyebabkan Rumah

Sakit mempunyai tujuan menghasilkan keuntungan semata dengan mengabaikan

mutu pelayanan.

Saat ini rumah sakit dituntut mengembangkan pelayanan prima. Hal yang

relevan dengan pelayanan prima adalah medication error, tuntutan masyarakat

dan tuntutan tenaga sendiri. Saat ini error dalam pelayanan medik mempunyai

angka yang cukup tinggi, disebabkan karena diagnosa yang salah, kegagalan

untuk penanganan yang tepat, memberikan obat yang salah dan kegagalan

mengantisipasi adanya resistensi obat. (Seminar saftypasien, RS Eka, 2012).

Beberapa indikator mutu pelayanan rumah sakit yang dijadikan dasar pelayanan

prima merupakan prasyarat untuk melakukan standarisasi dan sistem

pemantauan aktif. Dengan prinsip umpan balik dan koreksi maka

pengembangan mutu dengan indikator pelayanan prima bukanlah suatu

pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu mengembangkan system menjaga mutu

diperlukan kepemimpinan dan dukungan seluruh sumber daya manusia di rumah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

3

sakit, yaitu: kepemimpinan medis, kepemimpinan keperawatan, kepemimpinan

bagian- bagian, kepemimpinan direksi dan pendukung.

Indikator mutu layanan adalah suatu cara menilai penampilan dari suatu kegiatan

dengan menggunakan sistem instrumen yang merupakan suatu variabel untuk

menilai suatu perubahan. Menurut Joint Comission on Acreditation of Hospital,

program menjaga mutu adalah program berlanjut yang disusun secara obyektif

dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan,

menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan

yang diselenggarakan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan. Secara

singkat sistem menjaga mutu yang dapat diterapkan di Indonesia cukup efektif

harus mengandung faktor-faktor sebagai berikut: standar, sistem pemantau

anaktif untuk memungkinkan tindakan proaktif, sistem evaluasi dan, umpan balik

dan sistem koreksi.

Rumah sakit merupakan suatu kompleks yang padat, baik padat tenaga, profesi,

prosedur, teknologi dan sebagainya, sehingga mudah terjadi permasalahan

dalam pelayanan. Akibatnya mudah terjadi kejadian tidak diharapkan dalam

pelayanan kesehatan rumah sakit yang ternyata dapat meningkatkan mortalitas,

morbiditas dan prolonged hospital stay. Infeksi nosokomial merupakan masalah

serius bagi semua rumah sakit dimana kerugian yang ditimbulkan tidak hanya

membebani pasien, keluarga, tenaga yang bekerja di rumah sakit, akan tetapi

mempengaruhi juga citra rumah sakit dimata masyarakat sehingga akan

menimbulkan kerugian terhadap rumah sakit tersebut. Survei prevalent yang

dilakukan dengan bantuan WHO pada 55 RS di 14 negara mewakili wilayah

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

4

WHO (Eropa, Mediteranian timur, Asia tenggara dan pasifik barat) menunjukan

rata–rata 8,7% pasien dirumah sakit mengalami infeksi nosokomial. Frekuensi

nosokomial yang tinggi dilaporkan dari wilayah Asia tenggara yaitu 10%.

(Jurnal Intravascular Device – related Infection, 2003)

Penggunaan peralatan intravaskuler saat ini tidak dapat dihindari lagi, misalnya

untuk memasukan cairan infus, obat, komponen darah, parenteral nutrisi.

Namun demikian penggunaan peralatan intravaskuler ini dapat menyebabkan

komplikasi lokal atau sistemik, termasuk septik trombhoplebitis, endocarditis,

infeksi aliran darah primer dan infeksi metastetik (osteomylitis, arthritis) yang

diakibatkan oleh terinfeksinya bagian tubuh tertentu karena kateter yang

terkolonisasi. Lebih kurang 2.000.000 kasus infeksi aliran darah primer

nosokomial terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil data

NNIS (National Nosokomial Infection Surveillance) pada tahun 1986 – 1990

melaporkan bahwa data laju infeksi aliran darah berkisar dari 2,1 – 30,2 kasus

infeksi per 1000 kateter vena sentral, untuk kasus kateter vena perifer lebih

rendah yaitu 0 – 2,0 kasus per 1000 hari pemakaian alat sehingga dapat

menaikan angka morbiditas dan mortalitas sehingga 10 – 20% dan menambah

hari perawatan dan biaya pengobatan. (Jurnal Intravascular Device – related

Infection, 2003)

Menurut hasil penelitian tentang analisis faktor yang berpengaruh terhadap

plebitis yang dilakukan oleh Asrin dkk di RSUD Purbalingga pada tahun 2006

didapatkan hasil bahwa jenis cairan intravena yang diberikan menjadi

penyebab terjadinya plebitis dengan nilai p value (0,01), golongan obat pekat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

5

dapat menyebabkan plebitis dengan nilai p value (0,02), lokasi pemasangan

infus sebagai salah satu faktor penyebab plebitis dengan nilai p value (0,01),

ukuran kanula berpengaruh dengan plebitis dengan nilai p value (0,01), lama

pemasangan kateter dalam terapi intravena akan mempengaruhi plebitis

dengan nilai p value (0,01), prosedur teknik cuci tangan akan mempengaruhi

plebitis dengan nilai p value (0,01), prosedur teknik aseptik akan

mempengaruhi terjadinya plebitis dengan nilai p value (0,01), prosedur teknik

aseptik akan mempengaruhi terjadinya plebitis dengan nilai p value (0,01),

teknik pemasangan kanula akan mempengaruhi terjadinya plebitis dengan nilai

p value (0,01), perawatan infus juga berpengaruh terhadap kejadian plebitis

dengan nilai p value (0,01).

Di rumah sakit pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh,

dimana kebanyakan pasien yang di rawat di rumah sakit diberikan pemberian

terapi intravena. Pemberian cairan intravena yaitu memasukkan cairan atau obat

langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu

dengan menggunakan infus set (Perry dan Potter, 2005). Bila terapi intra vena

hanya diperkirakan untuk jangka pendek, akses ke sirkulasi biasanya melalui

vena dipunggung telapak tangan, pergelangan tangan atau dilengan bawah.

Bila terapi intra vena dilakukan untuk jangka panjang, beberapa hari atau

minggu, biasanya kanulasi dilakukan di vena subklavia atau vena jugularis

internal. Prosedur ini merupakan prosedur infasif, oleh karena itu teknik asepsis

perlu dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi (Ruth Johnson, Wendy Taylor.

2004).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

6

Salah satu dari banyak komplikasi pemasangan infus adalah plebitis. Plebitis

sering dijumpai berkaitan dengan intra vena kateter, dengan tingkat kejadian

25% sampai 35% (H imam Rasjidi. 2008). Menurut Perry dan Potter (2005),

plebitis adalah peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi

kimiawi zat aditif dan obat–obatan yang diberikan secara intravena. Tanda

dan gejalanya meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit diatas vena, dan

beberapa kasus, timbul kemerahan ditempat insersi atau di sepanjang jalur

vena. Menurut Chris Brookke (2008), Etiologi plebitis antara lain berdasarkan

mekanismenya disebabkan oleh kanula di dalam vena, berdasarkan kimiawi

disebabkan oleh zat yang diinfus, berdasarkan bakteri disebabkan oleh infeksi

lokal.

Menurut H imam Rasjidi (2008), lokasi intravena harus diperiksa setiap hari

untuk menemukan eritema, nyeri dan indurasi (pengerasan). Plebitis dapat terjadi

meskipun telah dilaksanakan pengawasan yang ketat. Penelitian menunjukan

bahwa banyak kasus plebitis menampakan gejala awal lebih dari 12 jam

setelah penghentian kateter. Metode pencegahan yang dapat menurunkan risiko

infeksi meliputi teknik steril selama pemasangan dan perubahan tempat setiap 72

jam. Diagnosa didasarkan pada adanya demam, nyeri, eritema, indurasi dan cord

yang jelas atau dapat dipalpasi. Perawatan mencakup pemindahan kateter dan

kompres hangat. Dalam jurnal keperawatan Soedirman (2006), penelitian yang

dilakukan oleh Asrin dan tim didapatkan hasil penelitian bahwa 74 pasien

dengan 17 pasien mengalami plebitis (22,9%) .Dari hasil penelitian tersebut

didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis adalah jenis

ukuran dan bahan kateter, lama waktu pemasangan, pemilihan tempat insersi,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

7

jenis penutup tempat penusukan, teknik insersie, sterilitas perawatan terapi

intravena. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Hetti Aprilin

dalam jurnal Keperawatan Volume 1 (2011), didapatkan hasil penelitian bahwa

dari 20 responden 2 (10%) tidak dilakukan perawatan infus, 6 (30%) terjadi

plebitis.

Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas

perawat yang menuntut pengetahuan serta ketrampilan tentang pemasangan dan

perawatan infus, prinsip–prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti

baik komplikasi lokal maupun sisitemik. Jika plebitis terjadi maka masukan

terapi cairan intravena pasien harus mendapat pengawasan dan observasi yang

ketat. Eka Hospital memiliki sebuah komite pencegahan dan pengendalian

infeksi yaitu salah satu komite di Rumah Sakit yang dibentuk untuk dapat

menjalankan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial, dan membentuk

sebuah Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI). KPPI di Eka

Hospital ini memiliki tugas dan tangung jawab untuk mengevaluasi serta

menyetujui kelayakan dan kemampuan pelaksanaan semua kegiatan

surveilens infeksi nosokomial atau yang sering disebut dengan HAIS (healthcare

associated infection). Upaya pencegahan dan penanggulangan HAIS serta

prosedur–prosedur yang dibuat dan akan dilaksanakan. Meningkatkan mutu

layanan Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Menurunkan

angka penularan infeksi di Rumah Sakit.

Eka Hospital BSD memiliki bed aktif sebanyak 120 bed, terdiri dari perawatan

dewasa, anak, kebidanan, ruang intensif dan BOR selama tahun 2012 berkisar

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

8

62%. Untuk meningkatkan mutu layanan Eka Hospital BSD maka KPPI

melakukan pelaporan surveilans ditiap bulannya. Surveilans adalah suatu proses

dinamis, sistematis, terus menerus, dalam pengumpulan, identifikasi dan

interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang

didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan (pedoman

surveilens infeksi, kementrian kesehatan RI, 2011) .Salah satu poin yang di

lakukan surveilens adalah kejadian plebitis. Dari data laporan surveilans yang

didapatkan di Eka Hospital BSD bahwa total angka kejadian plebitis diruang

Pinus Eka Hospital BSD pada bulan Januari 2013 adalah 0, bulan Februari 2013

terdapat angka kejadian plebitis ada 5, bulan Maret 2013 terdapat angka kejadian

plebitis ada 1, bulan April 2013 angka kejadian plebitis ada 4, bulan Mei 2013

angka kejadian plebitis ada 7, bulan Juni 2013 angka kejadian plebitis ada 0,

bulan Juli 2013 angka kejadian plebitis ada 2, bulan Agustus 2013 angka

kejadian plebitis ada 5. Berdasarkan wawancara dari beberapa perawat diruang

Pinus didapatkan bahwa memang benar adanya kejadian plebitis tersebut selalu

ada ditiap bulannya.

Fenomena tersebut menggambarkan bahwa masih ditemukan angka kejadian

plebitis diruang rawat inap anak yaitu diruangan Pinus. Hal tersebut menunjukan

bahwa prevalensi kejadian plebitis masih dibawah standar indikator mutu Eka

Hospital BSD. Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

plebitis pada pasien anak diruang Pinus Eka Hospital.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

9

B. Rumusan Masalah

Kejadian plebitis merupakan hal yang penting untuk diperhatikan agar jangan

sampai terjadi pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD. Berdasarkan

uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian faktor-

faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian plebitis pada pasien anak

di ruang Pinus Eka Hospital BSD?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penulis akan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

plebitis pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi jenis cairan infus pada pasien anak yang terpasang infus

di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

b. Mengidentifikasi jenis obat yang diberikan melalui infus pada pasien anak

yang terpasang infus di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

c. Mengidentifikasi lokasi pemasangan infus pada pasien anak yang

terpasang infus di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

d. Mengidentifikasi ukuran kanul pada pasien anak yang terpasang infus di

ruang Pinus Eka Hospital BSD.

e. Mengidentifikasi teknik cuci tangan pada pasien anak yang terpasang

infus di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

f. Mengidentifikasi teknik aseptik pada pasien anak yang terpasang infus di

ruang Pinus Eka Hospital BSD.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

10

g. Mengidentifikasi teknik pemasangan kanula pada pasien anak yang

terpasang infus di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

h. Mengidentifikasi perawatan infus pada pasien anak yang terpasang infus

di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

i. Mengidentifikasi kejadian plebitis pada pasien anak yang terpasang infus

di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

j. Mengidentifikasi hubungan jenis cairan infus dengan kejadian plebitis

pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

k. Mengidentifikasi hubungan jenis obat yang diberikan melalui infus

dengan kejadian plebitis pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital

BSD.

l. Mengidentifikasi hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian

plebitis pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

m. Mengidentifikasi hubungan ukuran kanul dengan kejadian plebitis pada

pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

n. Mengidentifikasi hubungan teknik cuci tangan dengan kejadian plebitis

pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

o. Mengidentifikasi hubungan teknik aseptik dengan kejadian plebitis pada

pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD.

p. Mengidentifikasi hubungan teknik pemasangan kanula dengan kejadian

plebitis pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD

q. Mengidentifikasi hubungan perawatan infus dengan kejadian plebitis

pada pasien anak di ruang Pinus Eka Hospital BSD

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - digilib.esaunggul.ac.iddigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2458-BAB1.pdf · Unit–unit usaha ini ditopang oleh manajemen struktural dan oleh manajemen

11

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Eka Hospital BSD

Memberikan kontribusi kepada Eka Hospital BSD sebagai salah satu alat

evaluasi pencapaian tindakan pencegahan infeksi melalui jarum infus

(plebitis ) dalam rangka peningkatan mutu Rumah Sakit.

2. Bagi Perkembangan Ilmu keperawatan

Menjadi salah satu bahan kajian dalam pengembagan ilmu peneliti

selanjutnya.

3. Bagi Penelitian Keperawatan

Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan memberikan pengalaman

langsung dalam melaksanakan penelitian.