bab i pendahuluan - · pdf filesalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses...

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor penentu untuk memajukan bangsa Indonesia dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa Indonesia di dunia global. Agar tercapai tujuan tersebut penduduk Indonesia harus memiliki taraf kesehatan dan status gizi yang lebih baik agar dapat bertahan hidup lebih lama, lebih aktif, lebih produktif serta lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan kata lain penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan, jumlah, kemanan, dan mutu gizi yang memadai harus benar benar terjamin sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi seluruh penduduk Indonesia (Tsauri, 1998). Pembinaan penduduk Indonesia perlu dilakukan sejak dini terutama pembinaan di sekolah. Pendidikan formal yang diberikan di sekolah akan sangat bermanfaat untuk menciptakan generasi penerus yang lebih baik. Hal tersebut akan berjalan lancar jika ditunjang oleh status kesehatan dan status gizi. Salah satu upaya untuk meningkatkan status gizi yang lebih baik dalam institusi sekolah adalah dengan diselenggarakannya pelayanan gizi institusi di sekolah yang dimaksudkan untuk membantu meningkatkan status gizi siswa di sekolah, yang lambat laun menjadi kebutuhan, sebagai akibat waktu sekolah yang panjang ataupun tidak sempat sarapan di rumah sebelum berangkat ke sekolah (Mukrie, 1990). 1

Upload: dangnhi

Post on 16-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor penentu

untuk memajukan bangsa Indonesia dalam meningkatkan produktivitas

dan daya saing bangsa Indonesia di dunia global. Agar tercapai tujuan

tersebut penduduk Indonesia harus memiliki taraf kesehatan dan status

gizi yang lebih baik agar dapat bertahan hidup lebih lama, lebih aktif, lebih

produktif serta lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Dengan kata lain penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan, jumlah,

kemanan, dan mutu gizi yang memadai harus benar – benar terjamin

sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi seluruh penduduk

Indonesia (Tsauri, 1998).

Pembinaan penduduk Indonesia perlu dilakukan sejak dini terutama

pembinaan di sekolah. Pendidikan formal yang diberikan di sekolah akan

sangat bermanfaat untuk menciptakan generasi penerus yang lebih baik.

Hal tersebut akan berjalan lancar jika ditunjang oleh status kesehatan dan

status gizi. Salah satu upaya untuk meningkatkan status gizi yang lebih

baik dalam institusi sekolah adalah dengan diselenggarakannya

pelayanan gizi institusi di sekolah yang dimaksudkan untuk membantu

meningkatkan status gizi siswa di sekolah, yang lambat laun menjadi

kebutuhan, sebagai akibat waktu sekolah yang panjang ataupun tidak

sempat sarapan di rumah sebelum berangkat ke sekolah (Mukrie, 1990).

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

2

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak berkembang sekolah

yang di dalamnya terdapat penyelenggaraan makanan. Namun dalam

perjalanannya, kegiatan penyelenggaraan makannya pun ada yang baik

dan ada yang kurang baik karena banyak faktor yang mempengaruhi

sukses atau tidaknya suatu penyelenggaaan makan di suatu sekolah.

Salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya

pelayanan gizi di sekolah adalah dengan melihat asupan energi dan

protein yang dikonsumsi (Depkes, 1991).

Kualitas pelayanan di suatu institusi pelayanan kesehatan di bidang

gizi dapat dilihat dari perubahan status gizi dan asupan energi dan protein

konsumennya. Asupan energi dan protein yang sesuai dengan kebutuhan

gizi sangat diperlukan oleh tubuh, terutama dalam masa tumbuh kembang

(Mukrie, 1990).

Jika asupan energi baik maka diharapkan seseorang akan

mempunyai status gizi yang baik. Energi dapat dikatakan baik jika energi

tersebut seimbang, antara energi yang masuk ke tubuh melalui makanan

dengan energi yang dikeluarkan (Almatsier, 2004).

Begitu pula dengan asupan proteinnya, jika asupan proteinnya

baik, maka diharapkan status gizinya pun baik. Protein amat penting untuk

pertumbuhan dan rehabilitasi, terutama di usia anak-anak yang masih

dalam usia tumbuh kembang. Kecukupan protein hanya dapat dipakai

dengan syarat kebutuhan energinya lebih dulu terpenuhi. Karena jika

kebutuhan energi tidak terpenuhi maka sebagian protein yang masuk ke

dalam tubuh akan dipakai untuk pemenuhan kebutuhan energi (Muhilal,

1996).

Asupan zat gizi yang bisa memenuhi kebutuhan tubuh sangat

tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi. Jenis makanan yang baik

terdapat pada menu yang baik.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

3

Menu yang disajikan dengan baik dapat menjadi suatu alat

penyuluhan gizi yang baik sehingga terbentuk pola makan yang baik.

Menu yang baik dan bergizi tidak harus terdiri dari bahan makanan yang

mahal, tetapi harus disusun dengan bahan yang beraneka ragam dengan

biaya yang terjangkau dan bernilai gizi baik agar konsumen merasa puas

dengan biaya serta kualitas makanan yang dihidangkan.

Biaya mempunyai hubungan secara langsung terhadap pelayanan

makanan yang akan diselenggarakan, oleh karena itu biaya makanan

dapat dikendalikan dengan berbagai cara seperti menukar, merubah atau

mengganti bahan makanan dengan bahan makanan lain yang sesuai nilai

gizinya. Tujuan dari pengendalian biaya adalah menghindari atau

mengurangi pengeluaran yang berlebihan untuk menjamin supaya tujuan

dari perencanaan dapat dicapai (Mukrie, 1990).

Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Devi,

menyatakan dari 57 sampel yang diteliti, jika dilihat dari makan siang yang

dikonsumsi terhadap energi sebanyak 22 sampel (38,6%) tergolong dalam

kategori kurang dan terhadap protein sebanyak 25 sampel (43,9%)

tergolong dalam kategori kurang (Devi, 2010).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari makanan yang

dikonsumsi dapat dikaji seberapa besar kandungan energi dan protein

yang dikonsumsi, apalagi jika hal ini terjadi di usia tumbuh kembang pada

seorang anak. Usia tumbuh kembang anak yang baik ada di usia sekolah

dasar. Sedangkan penelitian mengenai biaya bahan makanan yang

dikonsumsi belum pernah ada sampai saat ini.

Sekolah Dasar Plus Nurul Aulia adalah salah satu contoh sekolah

dasar swasta yang melakukan kegiatan penyelenggaraan makanan siang.

Pada periode tahun 2010-2011 terdapat 351 siswa yang bersekolah di SD

Plus Nurul Aulia yang beralamat di jalan Sukarasa No. 8 Citeureup Cimahi

Utara. Penyelenggaraan makan siang di SD Plus Nurul Aulia dilaksanakan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

4

oleh pihak kedua (outsourcing). Pihak sekolah hanya memfasilitasi tempat

yaitu terdapat 2 kantin, kantin “Annisa” dan kantin “Outbond” dengan biaya

makan siang Rp 6500 per porsi. Kantin “Outbond” menjadi tempat

dilaksanakannya penelitian karena digunakan untuk siswa kelas 4 dan 5

yang sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Penelitian mengenai

hubungan biaya terhadap asupan energi dan protein belum pernah diteliti

di sekolah yang pernah juara 1 “Kantin Sehat” tingkat nasional pada tahun

2008.

Dalam rangka pengembangan penyelenggaraan makan siang yang

sedang dilakukan oleh pihak sekolah, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan antara biaya bahan makanan yang

dikonsumsi dengan asupan energi dan protein pada makan siang di SD

Plus Nurul Aulia.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Apakah ada hubungan antara biaya bahan makanan yang

dikonsumsi dengan asupan energi pada makan siang siswa – siswi

di SD Plus Nurul Aulia?

1.2.2 Apakah ada hubungan antara biaya bahan makanan yang

dikonsumsi dengan asupan protein pada makan siang siswa – siswi

di SD Plus Nurul Aulia?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

5

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan biaya bahan makanan yang

dikonsumsi dengan asupan energi dan protein pada makan siang

siswa – siswi di SD Plus Nurul Aulia.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui data karakteristik sampel (nama, umur, jenis

kelamin, dan kelas).

b. Mengetahui gambaran umum SD Plus Nurul Aulia (latar

belakang, struktur organisasi, dan jumlah siswa).

c. Memperoleh gambaran mengenai sistem

penyelenggaraan makanan di SD Plus Nurul Aulia,

meliputi siklus menu, pola menu, cara pemberian makan

siang, jam distribusi makanan, standar porsi, dan harga

hidangan.

d. Mengetahui faktor yang mempengaruhi asupan makan

siang yang dikonsumsi.

e. Mengetahui asupan energi makan siang yang

dikonsumsi.

f. Mengetahui asupan protein makan siang yang

dikonsumsi.

g. Mengetahui biaya bahan makanan yang dikonsumsi

h. Menganalisis hubungan antara biaya bahan makanan

yang dikonsumsi dengan asupan energi pada makan

siang.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

6

i. Menganalisis hubungan antara biaya bahan makanan

yang dikonsumsi dengan asupan protein pada makan

siang.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian di bidang

gizi institusi yang hanya dibatasi makan siang pada siswa – siswi yang

dijadikan sampel dan hal yang diteliti adalah biaya bahan makanan

(makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, dan bumbu) yang

dikonsumsi yang berhubungan terhadap asupan energi dan protein pada

makan siang.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti bisa mendapatkan

wawasan yang baru, yang bisa bermanfaat dalam

pengembangan diri dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Bagi Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi

Penelitian ini bisa menjadi sumber informasi dalam ilmu

pelayanan gizi di bidang institusi, sekaligus menambah literatur

di perpustakaan Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi yang

nantinya bisa digunakan oleh mahasiswa. Penelitian ini pun bisa

memberikan gambaran umum tentang penyelenggaraan makan

di institusi SD Plus Nurul Aulia.

c. Bagi Institusi Sekolah Dasar

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

7

Penelitian ini bisa dijadikan sebagai masukan dalam

penyelenggaraan makanan di SD Plus Nurul Aulia dan bisa

menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas

penyelenggaraan makanan berikutnya.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti masih memiliki keterbatasan yaitu

adanya variabel yang mempengaruhi makan siang yang

dikonsumsi siswa seperti kondisi kesehatan siswa tersebut.

Keterangan tentang biaya bahan makanan tidak selengkap yang

diharapkan karena kurangnya keterbukaan mengenai rincian biaya

dalam penyelenggaraan makan siang.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan Institusi

2.1.1 Pengertian Penyelenggaraan Makanan Institusi

Penyelenggaraan makanan institusi adalah

penyelenggaraan dan pelaksanaan makanan dalam jumlah yang

besar. Dari data yang ada, dapat disimpulkan bahwa

penyelenggaraan makanan di atas 50 porsi dapat dinyatakan

sebagai penyelenggaraan makanan institusi (Mukrie, 1990).

Penyelenggaraan makanan institusi adalah berbagai jenis

usaha yang melaksanakan suatu kegiatan berupa penyediaan

makanan. Di sisi lain juga disebutkan bahwa penyelenggaraan

makanan institusi merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi

penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu,

pembuatan taksiran bahan makanan, penyediaan / pembelian

bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan

makanan, persiapan, dan pemasakan makanan, penilaian dan

distribusi makanan, pencatatan pelaporan dan evaluasi yang

dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok

masyarakat di institusi (Depkes, 1991).

2.1.2 Karakteristik Penyelenggaraan Makanan Institusi

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

9

Setiap masyarakat terdiri dari berbagai golongan sehingga

timbulah kebutuhan yang berbeda-beda pula. Kebutuhan yang

berbeda ini menjadi awal mula munculnya berbagai macam

pengelolaan makanan banyak menurut kebutuhan konsumen yang

dilayani. Perkembangan dari waktu ke waktu membuat

penyelenggaraan makanan institusi yang kita jumpai menjadi

bermacam-macam jenisnya, tetapi sebenarnya cara

pengelolaannya dikerjakan dengan prinsip yang tidak jauh berbeda.

Perbedaan ini dapat dilihat dari tujuan penyediaan makanan serta

cara pengelolaan yang telah diatur sedemikian rupa oleh pemilik

institusi. Macam dan jumlah zat gizinya pun disesuaikan dengan

standar yang ada dan diperhitungkan sesuai kebutuhan konsumen

dan syarat gizi yang berlaku (Mukrie, 1990).

Penyediaan makanan institusi adalah penyediaan makanan

bagi konsumen dalam jumlah banyak, yang berada dalam kelompok

masyarakat yang terorganisir di institusi seperti sekolah,

perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah sakit,

panti sosial, lembaga pemasyarakatan, pusat transito dan pesantren

(Soegeng, 2004).

Institusi militer, rumah sakit, pusat pelayanan kesehatan,

sekolah, universitas, dan institusi lain yang tidak mengutamakan

keuntungan merupakan jenis penyelenggaraan makanan institusi.

Semua institusi memiliki beberapa hal kesamaan, seperti pelangan

tetap, harga murah satu kali makan, beberapa aturan standar, dan

peraturan pemerintah yang harus dipatuhi (Puckett,2004).

2.1.3 Tujuan Penyelenggaraan Makanan Institusi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

10

Semakin berkembangnya waktu dan ilmu pengetahuan,

penyelenggaraan makanan institusi dikelola oleh berbagai pihak

yang sifatnya pun berbeda, bisa komersial, semi komersial, atau

pun sosial. Namun dalam pelaksanaanya mempunyai beberapa

kesamaan tujuan yang diinginkan. Tujuan umumnya adalah

tersedianya makanan yang bisa memuaskan konsumen, dengan

manfaat yang setinggi-tingginya bagi institusi tersebut (Mukrie,

1990).

Namun secara khusus setiap institusi harus menyediakan

makanan yang berkualitas, yang meliputi:

a. Makanan yang baik

Makanan yang baik meliputi tepat nilai gizi, tepat cita rasa, tepat

sanitasi, tepat jumlah, tepat harga dan tepat waktu, serta

kepuasan konsumen (DEPKES RI, 2006).

Makanan bisa dinilai baik jika dari proses pembelian bahan

makanan baik, penyimpanan yang tepat, persiapan, pemasakan

dan penyajian yang benar (Mukrie, 1990).

Makanan yang memiliki mutu dan kualitas yang baik akan

memberikan zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

menjalankan fungsi tubuh, sedangkan apabila makanan yang

dikonsumsi tidak memiliki mutu dan kualitas yang baik untuk

tubuh maka tubuh akan mengalami defisiensi zat gizi.

Zat gizi terbagi dalam beberapa jenis diantaranya :

1. Karbohidrat sebagai sumber energi

2. Protein sebagai zat pembangun

3. Lemak sebagai memberikan rasa gurih pada makanan dan

sebagain sumber energi terbesar

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

11

4. Vitamin dan mineral sebagai zat pengatur

(Almatsier, 2001).

b. Pelayanan cepat dan menyenangkan

Makanan bisa menjadi alat komunikasi dalam hubungan antar

manusia. Untuk itulah diperlukan sikap yang baik dalam rangka

memberikan servis yang baik pula. Servis yang ramah tamah

dan menyenangkan akan membuat nyaman konsumen

sehingga institusi bisa mendapatkan predikat yang baik.

Pelayanan bisa berjalan dengan cepat jika disesuaikan dengan

jumlah konsumennya. Jka jumlah konsumen tidak terlalu banyak

bisa dilakukan dengan pelayanan langsung, tetapi jika

konsumen banyak maka perlu dilaksanakan cafetaria atau

pelayanan sendiri yang lebih tepat, bisa dengan mesin atau pun

manusia (Mukrie, 1990).

c. Menu seimbang dan bervariasi

Menu yang seimbang diperlukan untuk kesehatan. Namun

diperlukan juga variasi menu yang baik agar meningkatkan daya

terima konsumen. Variasi menu yang baik meliputi aspek

komposisi, warna, rasa, rupa dan kombinasi masakan yang

serasi (Mukrie, 1990).

Variasi dan keseimbangan jumlah merupakan kunci utama,

karena bila kekurangan satu saja zat gizi yang dipentingkan

oleh tubuh dapat menyebabkan ketidakseimbangan kecerdasan

(Graimes, 2005).

d. Harga layak

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

12

Harga makan per orang per hari yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan makanan. Harga dapat mempengaruhi

kualitas, kuantitas hidangan, besar porsi, atau jumlah konsumen

yang dilayani dalam suatu penyelenggaraan makanan

(DEPKES RI, 2006)

Cara pengelolaan yang berbeda bisa menimbulkan harga yang

berbeda pula. Namun sebenarnya konsumen bisa menerima

suatu harga jika apa yang dia dapatkan sesuai dengan nilai

harga tersebut. Standar makanan yang disajikan harus

sebanding dengan penampilan makanan, pelayanan dan

fasilitas yang disediakan, dan yang paling utama sesuai dengan

kebutuhan nilai gizi konsumen. Harga layak pun berguna untuk

pengendalian biaya untuk mencegah pemborosan dari biaya

yang dikeluarkan. Proses ini merupakan proses yang

berkelanjutan dan melibatkan beberapa aktivitas dimulai dari

perencanaan menu, penjualan dan penjadwalan dari personnnel

(Mukrie, 1990).

e. Fasilitas yang cukup

Ruangan dan peralatan yang disediakan harus memadai,

sehingga pelayanan dapat berjalan lancar (Mukrie, 1990).

f. Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi

Makanan yang baik sudah pasti harus memiliki nilai gizi yang

baik pula. Namun bukan hanya itu, keutuhan dan keamanan

makanan sangat penting juga bagi kesehatan yang

mengonsumsinya. Prosedur pemasakan yang benar dan

sanitasi yang layak amat diperlukan (Mukrie, 1990).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

13

Makanan yang sehat, bersih, dan dapat dimakan memiliki

syarat-syarat, yaitu :

1. Sesuai dengan susunan makanan yang diinginkan, benar

pada tahap-tahap pembuatannya dan layak untuk dimakan.

2. Bebas dari pencemaran benda-benda hidup yang sangat

kecil yang bisa menimbulkan penyakit.

3. Bebas dari unsur kimia yang merusak.

4. Bebas dari jasad renik dan parasit yang bisa menimbulkan

penyakit bagi orang yang memakannya.

(Laksono, 1986)

2.1.4 Klasifikasi Penyelenggaraan Makanan Institusi

a. Pelayanan gizi institusi industri

Biasa disebut dengan pelayanan gizi pekerja. Yang

termasuk ke dalam golongan ini adlah pabrik, perusahaan,

perkebunan, industri kecil di atas 100 karyawan, industri

tekstil, perkantoran, bank, dsb. Di banyak negara maju telah

ditetapkan peraturan dan perundangan menyangkut

penyediaan makanan atau pembentukan kantin karyawan

serta persyaratannya. Gagasan dan upaya pembentukan

kantin pada pabrik, perusahaan atau kantor-kantor telah

banyak dirintis dan dikelola oleh berbagai sektor terkait,

walaupun dalam jumlah dan ketetapan yang ada masih

terbatas (Depkes, 1991).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

14

b. Pelayanan gizi institusi sosial

Pelayanan gizi ini dilakukan oleh pemerintah atau swasta

yang berdasarkan azas sosial dan bantuan. Contoh dari

pelayanan gizi ini adalah panti asuhan, panti jompo, panti

tunanetra, tuna rungu, dsb (Mukrie, 1990).

c. Pelayanan gizi institusi asrama

Pelayanan gizi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

gizi golongan masyarakat tertentu yang tinggal di asrama.

Contohnya adalah asrama pelajar, militer, mahasiswa, dsb

(Mukrie, 1990).

d. Pelayanan gizi institusi sekolah

Pelayanan gizi yang diselenggarakan di sekolah yang

bertujuan untuk memberikan makanan bagi anak sekolah,

baik swasta atau pun negri (Mukrie, 1990).

Penyelenggaraan makan untuk anak di sekolah termasuk

dalam penyelenggaraan makan institusi. Ada yang bersifat

nonkomersil (orang tua membiayai atau subsidi dan sekolah

sedikit pun tidak mencari keuntungan), semi komersil

(keuntungan hanya sedikit untuk menutupi kebutuhan

tertentu) dan dapat juga bersifat sosial, yaitu tanpa pungutan

biaya kepada orang tua anak (Mukrie, 1990).

Fungsi penyelenggaraan makan di sekolah, diantaranya:

a. Menambah konsumsi zat gizi anak dalam menu

makan sehari- hari

b. Mendidik sopan santun dalam acara makan

bersama, memupuk hidup kebersamaan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

15

c. Melatih anak makan berbagai jenis bahan makanan

serta hidangan yang bergizi, dll (Muhilal, 2006).

Syarat makanan anak meliputi:

a. Mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan anak.

b. Higienis dan tidak membahayakan anak.

c. Mudah dan praktis.

d. Dibuat sama jenis hidangan dan porsi yang standar

sehingga cukup mengenyangkan anak.

e. Efisiensi dan mudah dalam pengelolaan program

makan, persiapan, pengolahan, dan penyajian.

f. Memenuhi syarat-syarat makan anak usia tertentu

(Muhilal, 2006).

e. Pelayanan gizi institusi kesehatan

Pelayanan gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi orang

sakit atau sehat selama mendapat perawatan. Contohnya

adalah rumah sakit tipe A, B, C, D, E, khusus, rumah sakit

bersalin, rumah bersalin, balai pengobatan atau pun

puskesmas perawatan (Mukrie, 1990).

f. Pelayanan gizi institusi komersial

Penyelenggaraan pelayanan gizi bagi masyarakat yang

makan di luar rumah dengan mempertimbangkan pelyanan

dan kebutuhan konsumen. Salah satu contohnya adalah

hotel, yang mengutamakan kepuasan walau dengan harga

yang mahal. Konsumen tetap puas karena pelayanan yang

diberikan melampaui harapan tamu, yang berarti tamu

memperoleh sesuatu yang melebihi nilai yang diharapkannya

melebihi dari harga yang mereka bayar (Sulastiyono, 1999).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

16

g. Penyelenggaraan makanan nonkomersial

Pada penyelenggaraan makanan nonkomersial, persiapan

dan pelayanan makanan masih diutamakan tetapi bukan

prioritas utama. Restoran hotel dan motel serta restoran club

country termasuk penyelenggaraan makanan jenis ini.

Beberapa dari penyelenggaraan makanan nonkomersial

seringkali tergantung dengan ekonomi. Ketika keadaan

ekonomi bagus maka akan banyak pelanggan yang

menggunakan uangnya untuk makan di restoran

(Sulastiyono, 1999).

h. Pelayanan gizi institusi khusus

Bentuk pelayanan ini tertuju untuk kelompok khusus.

Contohnya adalah pelayanan gizi di pusat latihan olahraga,

asrama haji, penampungan transmigrasi, kursus-kursus dan

nara pidana (Mukrie, 1990).

i. Pelayanan gizi untuk keadaan darurat

Dilakukan di saat keadaan darurat, seperti bencana alam.

Makanan matang dipersiapkan untuk jangka waktu yang

singkat dengan bahan makanan seadanya (Mukrie, 1990).

2.2 Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Usia anak-anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

yang baik secara fsik atau pun mental. Masukan makanan yang baik akan

sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula.

Usia anak-anak yang khususnya pada usia sekolah dasar sangat rawan

terhadap kekurangan zat-zat gizi terutama dari konsumsi makan yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

17

kurang baik. Makanan yang mereka konsumsi harus mengandung cukup

gizi dan zat-zat yang penting lainnya (Pergizi Pangan Indonesia, 1996).

Hampir semua anak usia sekolah dasar suka jajan, sebanyak

91,1% menurut hasil penelitian Susanto di Jogjakarta. Sebagai salah satu

alternatif makanan bagi anak sekolah, nilai gizi dan keamanan makanan

jajanan masih perlu mendapat perhatian. Hasil penelitian YLKI (Warta

Konsumen 2000) menyimpulkan bahwa persentase makanan jajanan

anak SD yang dicampur dengan berbagai zat yang berbahaya masih

sangat tinggi seperti es sirop warna warni, kue pukis, siomay, gorengan,

odading, usus tusuk goreng, chiki, wafer, mi remes, dan permen (Muhilal,

2006).

Pada usia anak sekolah dasar sangat membutuhkan terpenuhinya

zat-zat gizi untuk membantu mereka dalam berkonsentrasi dan menyerap

serta memahami pelajaran yang diberikan. Status gizi yang baik akan

mempengaruhi prestasi belajar mereka juga.

(Pergizi Pangan Indonesia, 1996)

Makanan dengan kandungan gizi seimbang akan membentuk

kebiasaan makan yang baik dan berpartisipasi dalam aktivitas olahraga

secara teratur guna mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang

optimal, berat badan normal, menikmati makanan, dan menurunkan risiko

menderita penyakit kronis (Muhilal, 2006).

Melihat kebutuhan tubuh yang cukup besar pada masa ini maka

kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi anak akan sangat

penting. Namun anak-anak sangat mudah sekali terpengaruh oleh iklan

produk makanan. Oleh karena itu sudah seharusnya bimbingan diberikan

kepada mereka tentang makanan yang berkualitas.

(Pergizi Pangan Indonesia, 1996)

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

18

2.3 Biaya dalam Penyelenggaraan Makan

Biaya merupakan pengorbanan yang diukur dalam satuan uang

untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh / memproduksi barang

/ jasa tertentu. Biaya yang dikeluarkan oleh konsumen harus sesuai

dengan kualitas makanannya, baik gizinya atau pun penampilan dan

sanitasinya. Untuk itulah diperlukan rancangan anggaran yang tepat

sesuai dengan kecukupan gizi konsumen. Jika harga yang ditawarkan

sesuai, maka konsumen pun akan mendapatkan kepuasan dari peyanan

yang diberikan (Depkes, 1991).

Biaya penyelenggaraan makan terdiri dari berbagai biaya belanja.

Biaya belanja dalam penyelenggaraan makanan yang diperhitungkan

adalah untuk bahan makanan, peralatan, tenaga, dan pengeluaran lain

yang disebut biaya overhead seperti bahan bakar, air, listrik, kerusakan,

sabun, pembersih, dsb (Mukrie, 1990).

2.3.1 Biaya untuk bahan makanan

Harga bahan makanan selalu tidak tetap dari waktu ke

waktu, sehingga perlu penyusunan harga yang baru pula untuk

penyelenggaraan di waktu berikutnya. Untuk memperhitungkan

biaya pembelian bahan makanan, diperlukan standar bahan

makanan perkapita, pengelompokkan bahan makanan (daging,

ikan, telur, sayur-sayuran, buah – buahan, beras dan bahan

makanan kering lain) serta penetapan kenaikan index harga bahan

makanan (Depkes, 1991).

Berikut Tahap penyusunan biaya makan :

a. Penyusunan menu menurut siklus menu

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

19

b. Penyusunan pedoman menu ( Rincian Pemakaian

Bahan makanan segar, kering dan bumbu)

c. Penyusunan standar menu

d. Mengalikan standar makanan dengan harga satuan

bahan makanan

e. Rekapitulasi harga (perporsi, perwaktu makanan,

perhari) dalam satuan siklus menu

Hasil dari rekapitulasi merupakan biaya bahan makanan

rata-rata perhari menurut macam dan kelas perawatan

(Munawar, 2007)

2.3.2 Biaya untuk peralatan

Perhitungan biaya untuk peralatan meliputi biaya untuk

peralatan besar dan kecil, biaya pemeliharaan dan penggantian

alat, serta biaya untuk bahan pembersih alat. Penggantian alat bisa

dilakukan jika alat tersebut sudah tua atau kurang efektif dipakai

yang bisa mengganggu proses produksi. Bisa juga direncanakan

alat baru yang dianggap sangat dibutuhkan karena terjadi

perubahan cara kerja (Depkes, 1991).

2.3.3 Biaya untuk tenaga

Biaya untuk pekerja yang diperhitungkan adalah jumlah

tenaga, kenaikan gaji, hari libur, cuti sakit dan lembur, serta

kemungkinan penambahan pegawai baru (Depkes, 1991).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

20

2.3.4 Biaya lain-lain

Biaya lain-lain disebut juga biaya overhead. Biaya overhead

meliputi biaya untuk bahan bakar, air, listrik, alat tulis kantor, dsb.

Biasanya biaya ini sudah termasuk dalam biaya institusi pemilik

penyelenggaraan makanan (Depkes, 1991).

2.4 Evaluasi Biaya

Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen,

bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan apakah sudah sesuai

dengan perencanaan. Pada kegiatan evaluasi, tekanan penilaian

dilakukan terhadap resources, proses, luaran, dampak untuk menilai

relevansi, kecukupan, kesesuaian dan kegunaan. Jadi dalam hal ini

diutamakan luaran atau hasil yang dicapai. Untuk melancarkan penilaian

ini maka sebagai alat ukur adalah membandingkan kenyataan yang terjadi

dengan rencana (Mukrie, 1990).

Pada dasarnya evaluasi biaya makan dilakukan pada setiap unit

kegiatan pengelolaan makanan banyak yang dimulai pada saat

perencanaan menu, perencanaan taksiran kebutuhan bahan makanan,

pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pemasakan,

pendistribusian, kemudian diperhitungkan pula biaya tenaga dan biaya

lain-lain (overhead). Data untuk evaluasi harga makanan didasarkan atas

pencatatan yang periodik dan teratur terhadap pemakaian, pemasukan

dan harga bahan makanan. Dengan perhitungan yang cermat dapat

diperbandingkan biaya yang dipakai dan biaya yang direncanakan

(Mukrie, 1990).

Persentasi dari harga penjualan ditetapkan atas dasar perhitungan

pengeluaran untuk bahan mentah, tenaga dan pengeluaran lain. Di

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

21

samping itu diperhitungkan pula sisa makanan yang tidak/belum terjual

yang dapat dinyatakan sebagai keuntungan kasar dalam bentuk bahan

makanan (Mukrie, 1990).

Bagi institusi komersial biaya bahan makanan dapat merupakan

40-60 % dari harga jual. Tetapi bagi institusi sosial/semi sosial, persentasi

biaya bahan makanan 100% artinya tidak diperhitungkan keuntungan dari

penyediaan makanan. Pada institusi bersubsidi, persentasi biaya bahan

makanan sekitar 45% dari harga jual (Mukrie, 1990).

Salah satu restoran di USA menyatakan perbandingan antara

unsur biaya adalah:

- harga bahan makanan 45%

- biaya tenaga 40%

- biaya lain-lain 15%

Hal-hal yang harus dikumpulkan yang dapat mempengaruhi harga,

antara lain, kesalahan pemesanan, kerusakan bahan makanan,

kehilangan selama persiapan dan pemasakan, standar porsi yang salah,

kelebihan jumlah makanan, sisa makanan yang berlebih, dan makanan

untuk pegawai (Mukrie, 1990).

2.5 Kecukupan Zat Gizi

2.5.1 Energi

Manusia membutuhkan energi untuk melakukan aktivitas

sehari-harinya. Selain itu energi pun dibutuhkan untuk

mempertahankan hidup dan menunjang pertumbuhannya. Energi

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

22

diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam

makanan (Almatsier, 2004).

Energi yang diperlukan oleh tubuh dinyatakan dalam

kilokalori yang sering ditulis dengan bentuk K kapital yaitu Kalori.

Satu kalori setara dengan panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

panas 1 gram air dari 14,5o C menjadi 15,5o C. Cara untuk

mendapatkan angka kebutuhan energi untuk masing-masing

kegiatan fisik ialah dengan mengukur pemakaian oksigen selama

melakukan kegiatan. Satu liter oksigen setara dengan 4,95 Kalori.

Ada pun cara lain untuk mengukur kebutuhan energi adalah

dengan mengukur denyut jantung saat melakukan aktivitas

(Muhilal, 1996).

Kebutuhan energi seseorang dalam sehari bisa dihitung dari

kebutuhan energi yang terdiri dari komponen-komponen berikut:

1. Angka Metabolisme Basal/AMB (kebutuhan sedang istirahat)

2. Aktivitas fisik

3. Pengaruh Dinamik Khusus Makanan/SDA (dapat diabaikan)

Untuk menghitung kebutuhan energi suatu penduduk,

aktivitas fisik dikelompokkan menurut berat ringannya aktivitas,

yaitu ringan, sedang dan berat. Untuk setiap kelompok aktivitas fisik

kemudian ditetapkan suatu faktor aktivitas (Almatsier, 2004).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

23

TABEL 2.1

ANGKA KECUKUPAN ENERGI UNTUK TIGA TINGKAT AKTIVITAS

FISIK UNTUK LAKI – LAKI DAN PEREMPUAN

Kelompok Aktivitas

Jenis Kegiatan

Faktor aktivitas

Ringan

Laki – laki

Perempuan

75% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri. 25% waktu untuk berdiri atau bergerak.

1,56 1,55

Sedang

Laki – laki

Perempuan

25% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri. 75% waktu untuk aktivitas pekerjaan tetentu.

1,76 1,70

Berat

Laki – laki

Perempuan

40% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri. 60% waktu untuk aktivitas pekerjaan tetentu.

2,10 2,00

(Almatsier, 2004)

Untuk perhitungan yang ditujukan secara luas ada yang

disebut Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA) atau yang kini

disebut Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kecukupan gizi yang

dianjurkan agak berbeda dengan kebutuhan gizi per individu yang

biasanya. Angka kecukupan gizi lebih menggambarkan banyaknya

zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu

secara keseluruhan. Kecukupan yang dianjurkan selalu dianjurkan

pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur

dan jenis kelamin. Patokan berat badan ini didasarkan pada berat

badan yang mewakili sebagian besar penduduk yang digolongkan

sehat (Muhilal, 1996).

Untuk memenuhi kebutuhan energi pada orang sehat dalam

jumlah yang banyak, maka jumlah energi yang masuk ke dalam

tubuh haruslah mengacu pada tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG)

yang telah ditetapkan (Almatsier, 2005).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

24

Kurangnya asupan energi dan zat gizi pada anak usia

sekolah dapat menyebabkan anak mudah lelah, tidak tahan

melakukan aktivitas fisik yang lama, tidak mampu berfikir dan

berpartisipasi penuh dalam proses belajar. Selain itu anak yang

asupan energi dan zat gizinya kurang mempunyai resiko lebih

besar menderita berbagai penyakit dan sering absen dari sekolah

(Muhilal,1996).

Berikut ini adalah daftar angka kecukupan energi pada usia

sekolah dasar :

TABEL 2.2

ANGKA KECUKUPAN ENERGI

BERDASARKAN GOLONGAN UMUR

Golongan umur

Berat badan (Kg)

Tinggi badan (cm)

Energi (kkal)

7-9 thn 25 120 1800

Pria 10-12 thn

35 138 2050

Wanita 10-12

37 145 2050

(AKG, 2005)

2.5.2 Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan

bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah

protein, setengah ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan

tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam

jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon,

pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan

sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino yang

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

25

membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar

koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang

esensial untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tak

dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta

memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. (Almatsier, 2004)

Keseimbangan nitrogen adalah salah satu dasar dalam

penentuan kecukupan protein, yang mana dapat dilihat dari

perbandingan antara nitrogen yang dikonsumsi dengan nitrogen

yang dikeluarkan melalui feces, urin, keringat, dan metabolisme

lain. Keseimbangan nitrogen seimbang jika asupan nitrogen sama

dengan pengeluaran, keseimbangan nitrogen negatif jika asupan

nitrogen lebih sedikit daripada pengeluaran (Muhilal, 1996).

Protein terdiri dari 20 asam amino, 8 di antaranya adalah

asam amino essensial. Komposisi asam amino protein hidangan

mempunyai skor asam amino yang dapat dihitung dengan cara

membandingkan komposisi asam amino hidangan dengan

komposisi asam amino protein standar yang dianggap memiliki

mutu paling tinggi (Muhilal, 1996).

Skor asam amino protein hewani umumnya sangat tinggi,

sehingga lebih baik dibanding protein nabati, dan umumnya

bermanfaat untuk:

o Memudahkan penyusunan komposisi hidangan dengan mutu

protein yang tinggi, terutama pada balita dan anak sekolah

yang dalam usia tumbuh kembang

o Menolong absorpsi zat gizi lain misalnya zat besi, sehingga

bisa mengurangi kejadian anemia

o Mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral karena protein

hewani merupakan sumber vitamin dan mineral yang mudah

diserap tubuh (Muhilal, 1996).

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

26

Untuk memenuhi kebutuhan protein pada orang sehat dalam

jumlah yang banyak, maka jumlah protein yang masuk ke dalam

tubuh haruslah mengacu pada tabel Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yang telah ditetapkan (Almatsier, 2005).

Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan

dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang

dinamakan marasmus. Kekurangan protein murni pada stadium

berat disebut kwasiorkor pada anak. Gabungan antara dua jenis

kekurangan ini dinamakan Energy-Protein Malnutrition atau

Kurang Energi Protein/KEP. Sedangkan kelebihan protein juga

tidak akan menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi

protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan

obesitas. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis,

dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum

darah, dan demam. Batas yang dianjurkan untuk konsumsi

protein adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk

protein (Almatsier,2004).

Berikut ini adalah daftar angka kecukupan protein pada usia

sekolah dasar :

TABEL 2.3

ANGKA KECUKUPAN PROTEIN

BERDASARKAN GOLONGAN UMUR

Golongan umur

Berat badan (Kg)

Tinggi badan (cm)

Protein (gram)

7-9 thn 25 120 45

Pria 10-12 thn

35 138 50

Wanita 10-12

37 145 50

(AKG, 2005)

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

27

2.6 Survei Konsumsi

Salah satu pengukuran status gizi secara tidak langsung

adalah dengan melakukan survei konsumsi baik pada perorangan

maupun pada kelompok. Tujuan dari survei konsumsi adalah untuk

mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan

bahan makanan dan zat gizi pada tingkat individu, rumah tangga

maupun kelompok serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

konsumsi makanan tersebut (Supariasa, 2002).

Beberapa metode survei konsumsi berdasarkan sasaran

pengamatan atau pengguna :

1. Tingkat Nasional

-Food Balance Sheet

2. Tingkat Rumah Tangga

a.Metode pencatatan (food account)

b.Metode pendaftaran makanan (food list)

c.Metode inventaris (inventory method)

d.Pencatatan makanan rumah tangga (household food

record)

3. Tingkat Individu

a.Metode recall 24 jam

b.Metode estimated food record

c.Metode frekuensi makanan (food frequency)

d.Metode dietary history

e.Metode penimbangan (food weighing)

Untuk melihat berat makanan yang dikonsumsi dapat

digunakan metode penimbangan. Pada penelitian ini akan

digunakan metode food weighing/penimbangan. Prinsipnya adalah

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

28

mengukur secara langsung berat setiap jenis makanan yang

dikonsumsi yaitu berat makanan sebelum dimakan dan berat

makanan sisa setelah makan (Supariasa, 2002).

Langkah-langkah :

a. Petugas menimbang dan mencatat berat makanan awal

yang disajikan dan berat makanan sisa.

b. Berat makanan yang dikonsumsi didapat dari

pengurangan berat awal dengan berat sisa, lalu dianalisis

dengan program Nutrisurvey.

c. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan AKG.

Kelebihan : Data yang diperoleh lebih akurat dan teliti.

Kekurangan :

a. Memerlukan waktu lebih lama dan cukup mahal karena

perlu peralatan.

b. Bila dilakukan dalam kurun waktu yang lama, responden

dapat merubah kebiasaan.

c. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil.

d. Memerlukan kerja sama yang baik dengan responden.

(Supariasa, 2002).

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

HIPOTESIS

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

29

3.1 Kerangka Konsep

Biaya bahan makanan yang dikonsumsi berhubungan dengan

asupan energi dan protein. Biaya makanan meliputi biaya bahan makanan

pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, dan bumbu. Kandungan

energi dan protein dari makan siang diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan asupan energi dan protein.

GAMBAR 3.1 KERANGKA KONSEP

HUBUNGAN ANTARA BIAYA BAHAN MAKANAN YANG DIKONSUMSI

DENGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA MAKAN SIANG

SISWA SEKOLAH SD PLUS NURUL AULIA

Keterangan:

Variabel dependen: - Asupan Energi

-Asupan Protein

Variabel independen: Biaya Bahan Makanan yang Dikonsumsi

Biaya Bahan

Makanan yang

Dikonsumsi

Asupan Energi

Asupan Protein

29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

30

3.2 Definisi Operasional

1. Biaya Bahan Makanan yang Dikonsumsi

Rata-rata besar rupiah yang dikeluarkan untuk bahan

makanan dari makan siang yang dikonsumsi selama 2 hari tidak

berturut – turut meliputi hidangan (makanan pokok, lauk hewani,

lauk nabati, sayur, buah, dan bumbu) dan dibandingkan dengan

biaya standar bahan makanan.

Cara Pengukuran : Perhitungan Biaya Bahan Makanan

Satuan : Rupiah

Hasil Ukur : - Baik : jika biaya bahan

makanan yang dikonsumsi ≥ mean.

- Kurang : jika biaya bahan

makanan yang dikonsumsi < mean.

Skala Ukur : Ordinal

2. Asupan Energi

Rata-rata konsumsi energi pada makan siang siswa-siswi

SD Plus Nurul Aulia selama 2 hari tidak berturut-turut dan

hasilnya dikonversikan dengan menggunakan nutrisurvey

dengan satuan energi (kkal).

Cara Pengukuran : Metode Penimbangan

Alat Ukur : Timbangan Digital

Hasil Pengukuran : - Baik : Jika energi dari

makanan yang dikonsumsi ≥ mean.

- Kurang : Jika energi dari makanan

yang dikonsumsi < mean.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

31

Satuan : Persen (%)

Skala Ukur : Ordinal

3. Asupan Protein

Rata-rata konsumsi protein pada makan siang siswa-siswi

SD Plus Nurul Aulia selama 2 hari tidak berturut-turut dan

hasilnya dikonversikan dengan menggunakan nutrisurvey

dengan satuan protein (gram).

Cara Pengukuran : Metode Penimbangan

Alat Ukur : Timbangan Digital

Hasil Pengukuran : - Baik : Jika protein dari

makanan yang dikonsumsi ≥ mean.

- Kurang : Jika protein dari makanan

yang dikonsumsi < mean.

Satuan : Persen (%)

Skala Ukur : Ordinal

3.3 Hipotesis

a. Ada hubungan antara biaya bahan makanan yang dikonsumsi

dengan asupan energi pada makan siang siswa - siswi SD Plus

Nurul Aulia

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

32

b Ada hubungan antara biaya bahan makanan yang dikonsumsi

dengan asupan protein pada makan siang siswa - siswi SD Plus

Nurul Aulia.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Disain Penelitian

Desain yang akan digunakan adalah Cross-sectional karena

variabel independen dan dependen diteliti dalam satu periode waktu yang

bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan

April 2011. Penelitian bertempat di SD Plus Nurul Aulia yang beralamat di

jalan Sukarasa No. 8 Citeureup Cimahi Utara.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SD Plus Nurul

Aulia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metoda Purposive Sampling

yang terdiri dari siswa kelas 4 dan kelas 5 yang mendapatkan makan

siang dan bersedia menjadi sampel. Jumlah siswa kelas 4 dan 5 yang

mendapatkan makan siang adalah 62 orang, terdiri dari :

33

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

33

kelas 4 = 31 orang siswa

kelas 5 = 31 orang siswa

Besar sampel yang diambil menggunakan rumus besar sampel yaitu:

21 dN

Nn

Keterangan:

N = 62 besar populasi

n = 39 besar sampel

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan 90% (α =

0,1)

(Notoatmojo, 2002).

Dari seluruh siswa kelas 4 dan 5 yang berjumlah 62 orang, dengan

menggunakan rumus diatas maka diperoleh sampel sebanyak 39 orang,

yang terdiri dari :

Kelas 4 = 20 orang siswa

Kelas 5 = 19 orang siswa

Penetapan sampel dilakukan dengan cara Systematic Random

Sampling.

4.4 Jenis dan Cara pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

34

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi

data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data karakteristik sampel yang meliputi nama, umur, jenis

kelamin dan kelas.

Gambaran mengenai sistem penyelenggaraan makanan di

SD Plus Nurul Aulia, meliputi siklus menu, pola menu, cara

pemberian makan siang, jam distribusi makanan, standar

porsi, dan harga hidangan.

Daftar harga bahan makanan yang digunakan untuk menu

makan siang.

Jumlah makanan yang disajikan kepada sampel dan

jumlah makanan yang dikonsumsi oleh sampel.

Asupan energi dari makan siang yang dikonsumsi oleh

sampel.

Asupan protein dari makan siang yang dikonsumsi oleh

sampel.

Biaya bahan makanan yang dikonsumsi.

b. Data Sekunder

Data mengenai gambaran umum SD Plus Nurul Aulia yang

meliputi latar belakang, struktur organisasi, dan jumlah siswa.

4.4.2 Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

35

Data karakteristik sampel yang meliputi nama, umur, jenis

kelamin dan kelas diperoleh melalui metode wawancara dengan

menggunakan kuesioner.

Gambaran mengenai sistem penyelenggaraan makanan di SD

Plus Nurul Aulia, meliputi siklus menu, pola menu, cara

pemberian makan siang, jam distribusi makanan, standar porsi,

dan harga hidangan diperoleh melalui metode wawancara

dengan menggunakan kuesioner.

Data makan siang diperoleh dari rata-rata makan siang selama 2

hari tidak berturut-turut karena dapat menggambarkan secara

keseluruhan, bukan menu pilihan saja. Data makan siang yang

dikonsumsi diperoleh dari hasil penimbangan berat awal

dikurangi berat sisa hidangan dengan menggunakan timbangan

digital elektrik dengan ketelitian 0.1 gram dan kapasitas 5000

gram, maka diperoleh makanan yang dikonsumsi. Persentase

Makanan Yang Dikonsumsi Diperoleh dari hasil perhitungan

sebagai berikut ;

Asupan energi dari hasil penimbangan makan siang yang

dikonsumsi diperoleh dari hasil perhitungan dengan

mengkonversikan makanan yang dikonsumsi dengan

menggunakan nutrisurvey dengan satuan Energi (kkal).

Asupan protein dari hasil penimbangan makan siang yang

dikonsumsi diperoleh dari hasil perhitungan dengan

mengkonversikan makanan yang dikonsumsi dengan

menggunakan nutrisurvey dengan satuan Protein (gram).

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

36

Biaya bahan makanan yang dikonsumsi diperoleh dari

penimbangan berat awal dikurangi berat sisa hidangan.

Penimbangan dikelompokkan menurut tiap jenis bahan makanan

dan dikonversikan ke dalam biaya makanan. Biaya tiap jenis

bahan makanan yang dikonsumsi dijumlahkan dan dibandingkan

dengan biaya standar bahan makanan.

b. Data Sekunder

Data mengenai gambaran umum SD Plus Nurul Aulia yang

meliputi latar belakang, struktur organisasi, dan jumlah siswa

didapat dari profil sekolah ke bagian tata usaha sekolah.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1 Pengolahan data

Pengolahan data ini menggunakan program SPSS versi 13.0

for Windows.

a. Data umum sampel :

Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki - laki dan

perempuan.

Kelas dikelompokkan menjadi kelas 4 dan kelas 5.

b. Data biaya bahan makanan yang dikonsumsi,

dikelompokkan menjadi :

Baik :Jika biaya bahan makanan yang dikonsumsi ≥

mean.

Kurang :Jika biaya bahan makanan yang dikonsumsi <

mean.

c. Data asupan energi dikelompokkan menjadi :

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

37

Baik : Jika energi dari makanan yang dikonsumsi ≥

mean.

Kurang: jika energi dari makanan yang dikonsumsi <

mean.

d. Data asupan protein dikelompokkan menjadi :

Baik : Jika protein dari makanan yang dikonsumsi ≥

mean.

Kurang: jika protein dari makanan yang dikonsumsi <

mean.

4.5.2 Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan

komputer dengan program SPSS 13.0 For Windows dan

sebelum dianalisis dilakukan tabulasi lalu dianalisis secara

deskriptif. Analisis meliputi :

a. Analisa Univariat

1. Gambaran karakteristik sampel yang meliputi umur

dan jenis kelamin

2. Biaya bahan makanan yang dikonsumsi

3. Asupan energi dan protein

b. Analisa Bivariat

Untuk menguji hubungan antara biaya makanan yang

dikonsumsi dengan asupan energi dan protein pada

makan siang siswa, digunakan analisa bivariat dengan uji

statistik chi-square (X2) dengan tingkat kepercayaan 95%

(α = 0,05)

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

38

B

ji

K

j Eij

EijOijX

1

2

2

Rumus Chi-square

Keterangan:

X2 = Nilai Chi-square

B = Baris

K = Kolom

Oij = frekuensi teramati pada sel baris ke-I dan kolom ke-j

Eij = frekuensi harapan pada sel baris ke-I dan kolom ke-j

Dengan kriteria uji

Db = (B-1) (K-1) α = 0,05

Jika p value ≤ α maka Ho ditolak = bermakna

Jika p value > α maka Ho diterima = tidak bermakna

(Notoatmojo, 2002).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Sekolah Dasar Plus Nurul Aulia (SDPNA)

Sekolah Dasar Plus Nurul Aulia yang beralamat di jalan

Sukarasa No. 8 Citeureup Cimahi Utara ini, berdiri pada tahun 2003

di bawah naungan Yayasan Nurul Aulia. SD Plus Nurul Aulia didirikan

atas dasar keinginan untuk membuat sebuah sekolah Islami yang

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

39

berkualitas tinggi. Pendiri yayasan adalah Bapak H. Aga Sumarga,

sedangkan ketua yayasan dipimpin oleh Ibu Hj. Noermaliah A.

Sumarga. Generasi yang berilmu tinggi dan berakhlak mulia serta

menjunjung tinggi nama baik Islam merupakan cita-cita pendiri dan

ketua yayasan ini.

SD Plus Nurul Aulia berupaya mengutamakan Program Peduli

Lingkungan pada semua siswa-siswi serta semua civitas sekolah.

Program kebersihan dimulai dari membuang sampah pada tempat

sampah yang unik agar siswa-siswi nya lebih termotivasi dalam

menjaga kebersihan, hingga ruangan kelas yang selalu dibersihkan

oleh siswa yang bertugas piket.

Kegiatan belajar dimulai setiap pukul 07.00 selama 5 hari dari

Senin hingga Jumat. Untuk kelas 1 dan 2 pulang pukul 14.00 WIB

dengan istirahat 1 x mulai pukul 10.25 selama 30 menit sedangkan

kelas 3 sampai dengan kelas 6 pulang pukul 14.30 WIB dengan 2 x

istirahat, yaitu istirahat pagi pukul 09.45 dan istirahat makan siang

pukul 11.30 WIB – 12.30 WIB.

Jumlah siswa Sekolah Dasar Plus Nurul Aulia kelas 4 dan 5

berjumlah 117 orang, sedangkan siswa yang mengikuti makan siang

di kantin berjumlah 62 orang. Jumlah tenaga pengajar dan staff tata

usaha berjumlah 33 orang dengan jenjang pendidikan SMA sebanyak

1 orang dan S1 sebanyak 32 orang.

Fasilitas yang ada di Sekolah Dasar Plus Nurul Aulia terbilang

sangat lengkap, diantaranya kantor, perpustakaan, ruang belajar,

lapangan olahraga, lapangan outbond, kantin, laboratorium, toilet,

mushola, ruang ekstrakurikuler.

40

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

40

5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makanan Di Sekolah Dasar

Plus Nurul Aulia.

Penyelenggaraan makan siang di SD Plus Nurul Aulia

dilaksanakan oleh pihak kedua (outsourcing), pihak sekolah hanya

memfasilitasi tempat yaitu kantin. SD Plus Nurul Aulia memiliki dua

kantin. Kantin pertama biasa disebut Kantin “Annisa” melayani makan

siang untuk kelas 1,2,3,dan 6 yang sifatnya wajib. Kantin kedua

disebut Kantin “Outbond” bersifat tidak wajib dan hanya melayani

makan siang bagi siswa kelas 4 dan 5 yang ikut makan saja. Letak

kantin “Outbond” berdekatan dengan lapangan outbond di belakang

sekolah.

Kantin “Outbond” yang berdiri sejak tahun 2007 memiliki

ketenagaan sebanyak 5 orang terdiri dari 1 orang kepala katering dan

4 orang pegawai yang bertugas belanja bahan makanan, mengolah

makanan, distribusi hidangan hingga sanitasi alat dan ruangan. Dalam

penyelenggaraannya tidak terdapat seorang ahli gizi, begitu juga

dengan kepala katering dan pegawainya tidak mempunyai latar

belakang pendidikan di bidang gizi. Kelengkapan dapur dan alat

hidang sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari alat hidangnya yaitu

berupa plato. Kebersihan dapur pun sangat baik dan sudah tertata

rapih setiap alat yang akan digunakan.

Biaya makan siang yaitu sebesar Rp 6.500,00/hari. Siswa kelas

4 dan 5 yang terdaftar ikut makan sejumlah 62 orang, tetapi pihak

kantin selalu menyediakan 65 porsi/hari karena ada beberapa siswa

yang ikut makan mendadak dan bayarnya pun mendadak di kantin.

Secara formal pembayaran biaya makan siang dilakukan sebulan

sekali. Waktu penyelenggaraan makan siang di Kantin “Outbond”

dimulai pukul 11.30 – 12.30 WIB.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

41

Siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 10 hari dan

masih mengikuti siklus menu dari Kantin “Annisa” yang pemiliknya

merupakan adik kandung dari pemilik kantin “Outbond”. Pola menu di

kantin “Outbond” sering berubah-ubah, dan tidak pernah terdapat pola

menu yang lengkap karena menu terkadang disesuaikan dengan

permintaan siswa agar tidak bosan. Pola menu yang baik dan lengkap

terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah.

Pada kenyataannya, pola menu di Kantin “Outbond” hanya

terdiri dari makanan pokok, lauk hewani dan sayur, sedangkan lauk

nabati dan buah jarang sekali dihidangkan. Hal ini terlihat dari menu

yang terpilih pada saat penelitian yaitu menu pada tanggal 5 April

2011 (nasi, telur balado, soto Bandung) dan menu 7 April 2011 (nasi,

ayam goreng, tempe goreng, sayur asem). Kantin “Outbond” tidak

memiliki standar makanan dan standar bumbu yang tertulis, hanya

sesuai pengalaman saja dan terkadang porsi tiap hidangan terlampau

jauh berbeda.

Menu pada tanggal 7 April 2011 sudah sesuai dengan menu

yang tertulis. Sedangkan menu pada tanggal 5 April 2011 sedikit

berbeda dengan menu, yaitu pada hidangan lauk hewani, yang tertulis

di menu adalah Telur Balado tetapi yang disajikan adalah Telur

Ceplok Balado. Perbedaan bentuk telur yang disajikan bertujuan agar

menu lebih bervariasi sehingga siswa tidak bosan dan diharapkan

menambah nafsu makan.

Pembelian bahan makanan segar dilakukan setiap hari dengan

cara langsung karena tidak mengalami proses penyimpanan tetapi

langsung dilakukan proses persiapan dan pengolahan. Pembelian

bahan makanan kering dan bumbu biasanya dilakukan di awal bulan

dan terkadang dalam waktu-waktu tertentu.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

42

Persiapan dan pengolahan bahan makanan dilakukan oleh

orang yang sama, dimulai dari pukul 04.00 di rumah kepala katering

yang tidak jauh dari sekolah. Proses pengolahan lauk hewani, nabati

dan sayur dilakukan lebih siang sekitar pukul 09.00 dengan tujuan

hidangan masih dalam keadaan hangat saat didistribusikan karena

tidak tersedia alat penghangat hidangan.

Proses pendistribusian dilakukan sekitar pukul 11.00. Sistem

distribusi dilakukan secara desentralisasi, yaitu hidangan

didistribusikan ke kantin di bagian pantry untuk dilakukan pemorsian

hidangan ke dalam plato. Plato yang telah berisi makanan kemudian

dijajarkan dengan rapih di atas meja makan dan ditutupi dengan

palstik bening yang besar agar terhindar dari kontaminasi bakteri dan

debu.

Berdasarkan wawancara, kepala katering sering observasi

langsung saat penyelenggaraan makan dilakukan dengan tujuan

menjalin komunikasi dengan siswa sekaligus melakukan evaluasi

secara lisan terhadap hidangan yang disajikan. Beberapa siswa

terkadang memberikan ide mengenai menu yang akan dihidangkan.

Untuk evaluasi mengenai biaya makan siang, pihak kantin

sering mengadakan pertemuan dengan para orang tua siswa

sekaligus mengevaluasi kualitas hidangan serta pelayanan yang

diberikan.

5.3 Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini sampel adalah siswa kelas 4 dan 5 SDPNA

yang mendapat makan siang, sampel yang diambil sebanyak 39

siswa dari keseluruhan sebanyak 62 siswa. Dari hasil penelitian,

diperoleh data karakteristik siswa yang dapat dilihat pada tabel 5.1.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

43

TABEL 5.1

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL

BERDASARKAN JENIS KELAMIN SISWA KELAS 4 DAN 5

SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 27 69,2

Perempuan 12 30,8

Total 39 100,0

Berdasarkan tabel diatas dari 39 sampel diperoleh data jumlah

sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 27 orang siswa

(69,2%). Jumlah sampel laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah sampel perempuan dikarenakan siswa di SD Plus Nurul Aulia

didominasi oleh siswa laki-laki yang berjumlah 202 orang, sedangkan

siswa perempuan hanya berjumlah 155 orang.

TABEL 5.2

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL

BERDASARKAN KELOMPOK USIA SISWA KELAS 4 DAN 5

SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Usia n %

< 10 Tahun 9 23,1

≥ 10 Tahun 30 76,9

Total 39 100,0

Berdasarkan tabel diatas dari 39 sampel diperoleh data jumlah

sampel dengan kelompok usia ≥ 10 tahun sebanyak 30 orang

(76,9%). Sedangkan jumlah sampel dengan kelompok usia < 10 tahun

sebanyak 9 orang ( 23,1%). Pengelompokkan usia dilakukan untuk

memudahkan dalam perhitungan kecukupan zat gizi berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2005.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

44

TABEL 5.3

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL

BERDASARKAN KELAS SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI

TAHUN 2011

Kelas n %

Kelas 4 20 51,3

Kelas 5 19 48,7

Total 39 100,0

Berdasarkan tabel diatas dari 39 sampel diperoleh data jumlah

sampel dari siswa kelas 4 sebanyak 20 orang (51,3%). Sedangkan

jumlah sampel dari kelas 5 sebanyak 19 orang (48,7%). Jumlah

sampel yang hampir sama dari masing-masing kelas disebabkan

karena jumlah siswa dari kelas 4 dan 5 yang mengikuti makan di

kantin sebanyak 62 orang yang terdiri dari kelas 4 sebanyak 31 orang

dan kelas 5 sebanyak 31 orang.

5.4 Asupan Energi dari Makan Siang

Asupan energi yang dikonsumsi dari makan siang yang

diselenggarakan di SDPNA dikumpulkan selama 2 hari tidak berturut-

turut. Distribusi frekuensi asupan energi dapat diihat pada tabel 5.4.

TABEL 5.4

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL

BERDASARKAN ASUPAN ENERGI SISWA KELAS 4 DAN 5

SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Kategori Asupan Energi

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

45

n % Kurang 18 46,2

Baik 21 53,8

Total 39 100,0

Dari tabel diatas, dari 39 sampel dapat dilihat bahwa asupan

energi baik sebanyak 21 sampel (53,8%) dan dikategorikan kurang

sebanyak 18 sampel (46,2%). Asupan energi terendah yaitu sebesar

153,95 kkal (49,1% dari rata-rata ketersediaan energi 313,25 kkal).

Sedangkan asupan energi tertinggi yaitu sebesar 264,55 kkal (84,5%

dari rata-rata ketersediaan energi 313,25 kkal). Jika dibandingkan

dengan AKG, asupan energi tertinggi hanya 45,8% dari 577,5 kkal.

Hal ini berarti asupan energi pada sampel tidak dapat memenuhi

kecukupan energi pada makan siang.

Masukan makanan yang baik akan sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Usia anak-anak yang

khususnya pada usia sekolah dasar sangat rawan terhadap

kekurangan zat-zat gizi terutama dari konsumsi makan yang kurang

baik. Makanan yang mereka konsumsi harus mengandung cukup gizi

dan zat-zat yang penting lainnya (Pergizi Pangan Indonesia, 1996).

Asupan energi dan zat gizi yang baik akan membentuk anak

memiliki kebiasaan makan yang baik dan berpartisipasi dalam

aktivitas olahraga secara teratur guna mencapai perkembangan fisik

dan kognitif yang optimal, berat badan normal, menikmati makanan,

dan menurunkan risiko menderita penyakit kronis dan mampu berpikir

serta berpastisipasi penuh dalam proses belajar (Muhilal, 2006).

Dari hasil wawancara, hampir seluruh siswa melakukan

sarapan pagi sebelum berangkat sekolah, seperti nasi lengkap

dengan lauk pauk, nasi goreng, nasi kuning, mi, susu, gorengan, dan

lain-lain. Selain sarapan pagi, siswa pun jajan di kantin pada saat jam

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

46

istirahat pagi sekitar pukul 10.00, dengan bentuk jajanan seperti

lumpia, gorengan, makanan dan minuman ringan lainnya.

Hal ini mempengaruhi asupan makan siang siswa sehingga

terdapat beberapa siswa yang tidak menghabiskan hidangan yang

disajikan, bahkan ada yang tidak memakan hidangan sama sekali.

Sebanyak 6 sampel (15,3%) tidak mengonsumsi lobak dan tetelan

daging sapi pada soto Bandung, 4 sampel (10,2%) tidak

mengonsumsi telur balado, 1 sampel (2,5%) tidak mengonsumsi ayam

goreng, dan 12 sampel (30,7%) tidak mengonsumsi tempe goreng.

5.5 Asupan Protein dari Makan Siang

Asupan protein yang dikonsumsi dari makan siang yang

diselenggarakan di SDPNA dikumpulkan selama 2 hari tidak berturut-

turut. Distribusi frekuensi asupan energi dapat diihat pada tabel 5.5.

TABEL 5.5

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL

BERDASARKAN ASUPAN PROTEIN SISWA KELAS 4 DAN 5

SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Kategori Asupan Protein

n %

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

47

Kurang 21 53,8

Baik 18 46,2

Total 39 100,0

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 39 sampel sebanyak

18 sampel (46,2%) asupan proteinnya baik dan 21 sampel (53,8%)

memiliki asupan protein kurang. Asupan protein terendah yaitu

sebesar 6,85 gram (59,6% dari rata-rata ketersediaan protein 11,5

gram). Sedangkan asupan protein tertinggi yaitu sebesar 13,7 gram

(119,1% dari rata-rata ketersediaan protein 11,5 gram). Jika

dibandingkan dengan AKG, asupan protein tertinggi hanya 96,2% dari

14,25 gram. Hal ini berarti asupan protein pada sampel tidak dapat

memenuhi kecukupan protein pada makan siang.

Perlu diperhatikan bahwa selain energi, protein juga penting

untuk pertumbuhan. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan

merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai

fungsi khas yang tak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu

membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier,

2004).

Asupan energi makanan yang kurang, belum tentu asupan

proteinnya pun kurang. Namun jika asupan protein yang dikonsumsi

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berarti makanan yang

dikonsumsi tidak cukup memberikan energi (Almatsier, 2005).

Dari hasil wawancara, hampir seluruh siswa melakukan

sarapan pagi sebelum berangkat sekolah, seperti nasi lengkap

dengan lauk pauk, nasi goreng, nasi kuning, mi, susu, gorengan, dan

lain-lain. Selain sarapan pagi, siswa pun jajan di kantin pada saat jam

istirahat pagi sekitar pukul 10.00, dengan bentuk jajanan seperti

lumpia, gorengan, makanan dan minuman ringan lainnya.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

48

Hal ini mempengaruhi asupan makan siang siswa sehingga

terdapat beberapa siswa yang tidak menghabiskan hidangan yang

disajikan, bahkan ada yang tidak memakan hidangan sama sekali.

Sebanyak 6 sampel (15,3%) tidak mengonsumsi lobak dan tetelan

daging sapi pada soto Bandung, 4 sampel (10,2%) tidak

mengonsumsi telur balado, 1 sampel (2,5%) tidak mengonsumsi ayam

goreng, dan 12 sampel (30,7%) tidak mengonsumsi tempe goreng.

5.6 Kecukupan Gizi berdasarkan AKG, Ketersediaan Zat Gizi, dan

Rata-rata Asupan dari Makan Siang

Kecukupan gizi makan siang didapat dari 30 % AKG tahun

2005. Rata-rata asupan dan ketersediaan zat gizi dari menu yang

disajikan didapat selama 2 hari tidak berturut-turut, dapat diihat pada

tabel 5.6.

TABEL 5.6

KECUKUPAN GIZI, KETERSEDIAAN ZAT GIZI, DAN RATA-RATA

ASUPAN MAKAN SIANG PADA SISWA KELAS 4 DAN 5

DI SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Pada tabel diatas dapat dilihat rata-rata asupan energi sebesar

212,17 kkal (67,73%) dibandingkan dengan ketersediaan zat gizi.

Rata-rata asupan protein sebesar 10,17 gr (88,43%) dibandingkan

dengan rata-rata ketersediaan zat gizi protein. Sedangkan jika

dibandingkan dengan AKG, rata-rata ketersediaan energi hanya

54,2% dan rata-rata asupan energi hanya 36,7%. Rata-rata

Asupan Zat Gizi Kecukupan 30 % AKG

Rata-rata ketersediaan

Rata-rata Asupan

Asupan Energi 577,5 kkal 313,25 kkal 212,17 kkal

Asupan Protein 14,25 gr 11,5 gr 10,17 gr

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

49

ketersediaan protein hanya 80,7% dan rata-rata asupan protein hanya

71,4%.

Rata-rata asupan yang kurang dari AKG dan tidak mencapai

100% dari rata-rata ketersediaan zat gizi bisa disebabkan oleh

beberapa faktor, salah satunya karena kondisi siswa masih dalam

keadaan kenyang saat jam makan siang. Hal ini menyebabkan

menurunnya nafsu makan siswa yang berakibat pada asupan energi

dan protein yang kurang saat makan siang.

Tolak ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

mean, tidak menggunakan AKG. Jika menggunakan AKG, maka data

yang dihasilkan homogen karena rata-rata ketersediaan zat gizi

makan siangnya pun tidak mencukupi dari kecukupan zat gizi makan

siang sebesar 30% AKG. Penggunaan mean membuat data menjadi

variatif dan bisa dikategorikan menjadi baik dan kurang saat proses

pengolahan data. Namun tolak ukur yang baik untuk kecukupan gizi

pada realitanya harus berdasarkan AKG.

5.7 Biaya Bahan Makanan yang Dikonsumsi

Biaya merupakan pengorbanan yang diukur dalam satuan uang

untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh / memproduksi

barang / jasa tertentu. Biaya bahan makanan merupakan salah satu

biaya yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan kualitas

makanan yang baik, baik gizinya atau pun penampilan dan

sanitasinya. Untuk itulah diperlukan rancangan anggaran yang tepat

sesuai dengan kecukupan gizi konsumen. Jika harga yang ditawarkan

sesuai, maka konsumen pun akan mendapatkan kepuasan dari

pelayanan yang diberikan (Depkes, 1991).

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

50

TABEL 5.7

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

BIAYA BAHAN MAKANAN YANG DIKONSUMSI SISWA KELAS 4 DAN

5 DI SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Kategori N %

Baik 17 43,6

Kurang 22 56,4

Total 39 100

Berdasarkan tabel diatas, biaya bahan makanan yang

dikonsumsi, dari 39 sampel, 22 sampel (56,4%) termasuk kedalam

kategori kurang. Sedangkan yang termasuk dalam kategori baik

sebanyak 17 sampel (43,6%).

Biaya bahan makanan awal rata-rata per hari adalah Rp

2742,00. Biaya didapat dari hasil perhitungan perkiraan biaya belanja

yang dikeluarkan untuk membeli bahan makanan dan bumbu yang

digunakan dalam 1 porsi, untuk membuat menu pada saat 2 hari

penelitian dan kemudian dirata-ratakan.

Menurut teori, biaya bahan makanan minimal sebesar 40%

(Mukrie, 1990) dari biaya makan siang adalah sebesar Rp 2600,00.

Jika dibandingkan dengan biaya bahan makanan awal rata-rata per

hari Rp 2742,00, maka biaya bahan makanan yang dikeluarkan oleh

pihak katering sudah baik. Namun jika dibandingkan dengan biaya

bahan makanan awal pada hari ke 1, yaitu Rp 2009,00, termasuk

kurang baik karena persentasenya kurang dari 40%. Hal ini

dikarenakan adanya pengurangan besar porsi dari setiap hidangan

dengan alasan agar hidangan tidak mubajir karena sebelumnya terjadi

banyak sisa pada makan siang. Sedangkan biaya bahan makanan

awal pada hari ke 2, yaitu Rp 3474,00, sudah termasuk baik.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

51

Rata-rata biaya makanan yang dikonsumsi Rp 1833,62 (66,9%)

dari harga biaya bahan makanan awal rata-rata perhari yaitu Rp

2742,00 (44,2% dari harga makan siang Rp 6500,00). Biaya bahan

makanan minimal yang dikonsumsi yaitu Rp 1174,00 (42,8% dari

biaya bahan makanan awal rata-rata per hari Rp. 2742,00),

sedangkan biaya bahan makanan terbesar yang dikonsumsi sebesar

Rp 2302,00 (84,1% dari biaya bahan makanan awal rata-rata per hari

Rp. 2742,00).

Biaya bahan makanan terbesar yang dikonsumsi tidak

mencapai 100% dari biaya bahan makanan awal rata-rata per hari

menandakan sampel sebagai konsumen, mengalami kerugian dari

uang yang mereka keluarkan untuk membayar 1x makan siang. Hal ini

berdampak pada ketersediaan zat gizi yang tidak dapat mencukupi

kebutuhan konsumen. Menurut perhitungan teori, biaya bahan

makanan sebesar Rp 2600,00 dari biaya makan siang Rp 6500,00

sudah dapat mencukupi kebutuhan zat gizi sesuai AKG, yaitu energi

577,5 kkal dan protein 14,25 g. Namun pada kenyataannya, dari biaya

bahan makanan awal rata-rata per hari sebesar Rp 2742,00 hanya

memiliki rata-rata ketersediaan zat gizi yang kurang dari AKG, yaitu

energi 313,25 kkal dan protein 11,5 g.

5.8 Hubungan antara Biaya Bahan Makanan yang Dikonsumsi

dengan Asupan Energi

Biaya bahan makanan yang sesuai dengan fasilitas yang

diberikan, salah satunya zat gizi, merupakan tujuan dari suatu

penyelenggaraan makanan institusi yang baik. Semakin besar biaya

bahan makanan dari hidangan yang disajikan, seharusnya semakin

tinggi juga kandungan zat gizi yang bermanfaat bagi konsumen

(Mukrie, 1990).

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

52

TABEL 5.8

HUBUNGAN ANTARA BIAYA BAHAN MAKANAN YANG DIKONSUMSI

DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA KELAS 4 DAN 5

DI SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Biaya

Asupan Energi Total

Kurang Baik

N % n % n %

Kurang 16 72,7 6 27,3 22 100

Baik 2 11,8 15 88,2 17 100

Total 18 46,2 21 53,8 39 100

Berdasarkan tabel diatas, dari 39 sampel, sebanyak 16 sampel

(72,7%) termasuk kedalam kategori biaya bahan makanan yang

dikonsumsi kurang dengan kategori asupan energi kurang, sedangkan

untuk kategori biaya bahan makanan yang dikonsumsi kurang dengan

asupan energi baik sebanyak 6 sampel (27,3%). Sedangkan yang

termasuk kedalam kategori biaya bahan makanan yang dikonsumsi

baik tetapi asupan energi kurang sebanyak 2 sampel (11,8%),

sedangkan biaya bahan makanan yang dikonsumsi baik dengan

asupan energi baik sebanyak 15 sampel (88,2%).

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi Square

didapat bahwa nilai p= 0,001 < α (0,05) dengan tingkat kepercayaan

95%. Hal ini menunjukan adanya hubungan antara biaya bahan

makanan yang dikonsumsi dengan asupan energi.

Adanya hubungan dari hasil uji yang dilakukan sesuai dengan

tujuan dari diadakannya penyelenggaraan makanan institusi, yaitu

memberikan biaya hidangan yang sesuai dengan fasilitas yang

diberikan. Banyaknya makanan yang dikonsumsi dari hidangan yang

disajikan menimbulkan besarnya pula biaya bahan makanan yang

dikonsumsi dan asupan energi. Kandungan energi dari bahan

makanan yang mencukupi kebutuhan konsumen merupakan hal yang

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

53

mutlak harus dipenuhi oleh penyelenggara makanan karena

konsumen telah mengeluarkan biaya untuk membeli makanan dengan

harapan mendapatkan kepuasan dan memenuhi kebutuhan

energinya (Mukrie, 1990).

Namun pada kenyataannya jumlah makan siang yang

dikonsumsi sebagian besar tergolong kurang baik sehingga

mengakibatkan biaya yang telah dikeluarkan untuk membeli hidangan

tersebut tidak sesuai dengan apa yang didapatkan, dari segi

kepuasan atau pun kecukupan zat gizi. Hal ini tentu saja tidak sesuai

dengan tujuan dari diadakannya penyelenggaraan makanan institusi

di sekolah.

5.9 Hubungan antara Biaya Bahan Makanan yang Dikonsumsi

dengan Asupan Protein

Salah satu zat gizi penting yang dibutuhkan dalam usia sekolah

dasar adalah protein. Penyelenggaraan makan di institusi sekolah

bertujuan untuk dapat mencukupi kebutuhan zat gizi siswa. Asupan

protein yang mencukupi kebutuhan akan menguntungkan siswa dan

pihak sekolah karena akan menghasilkan siswa yang berprestasi

(Mukrie, 1990).

TABEL 5.9

HUBUNGAN ANTARA BIAYA BAHAN MAKANAN YANG DIKONSUMSI

DENGAN ASUPAN PROTEIN SISWA KELAS 4 DAN 5

DI SD PLUS NURUL AULIA CIMAHI TAHUN 2011

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

54

Biaya

Asupan Protein Total

Kurang Baik

N % n % n %

Kurang 19 86,4 3 13,6 22 100

Baik 2 11,8 15 88,2 17 100

Total 21 53,8 18 46,2 39 100

Berdasarkan tabel diatas, dari 39 sampel, sebanyak 19 sampel

(86,4%) termasuk kedalam kategori biaya bahan makanan yang

dikonsumsi kurang dengan kategori asupan protein kurang,

sedangkan untuk kategori biaya bahan makanan yang dikonsumsi

kurang dengan asupan protein baik sebanyak 3 sampel (13,6%).

Sedangkan yang termasuk kedalam kategori biaya bahan makanan

yang dikonsumsi baik tetapi asupan protein kurang sebanyak 2

sampel (11,8%), sedangkan biaya bahan makanan yang dikonsumsi

baik dengan asupan protein baik sebanyak 15 sampel (88,2%).

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi Square

didapat bahwa nilai p= 0,000 < α (0,05) dengan tingkat kepercayaan

95%, hal ini menunjukan adanya hubungan antara biaya bahan

makanan yang dikonsumsi dengan asupan protein.

Protein yang merupakan salah satu zat gizi penting bagi

pertumbuhan usia sekolah dasar diharapkan dapat terpenuhi lewat

hidangan yang disajikan oleh penyelenggara makanan institusi di

sekolah. Biaya bahan makanan dengan jenis protein tinggi terbilang

cukup mahal diantara bahan makanan lainnya, sehingga terkadang

harga hidangan menjadi mahal. Menu yang bervariasi dan bergizi

dalam penyelenggaraan makanan di sekolah diharapkan dapat

meningkatkan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh siswa, sehingga

terjadi keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan asupan

protein yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Mukrie, 1990).

BAB VI

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

55

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Penyelenggaraan makan siang di SDPNA dikelola oleh pihak kedua

(outsourcing).

2. Siswa laki laki sebanyak 27 orang (69,2%) dan siswa perempuan

sebanyak 12 orang (30,8%). Sedangkan siswa yang berumur < 10

tahun sebanyak 9 orang (23,1 %) dan sisanya berumur ≥ 10 tahun

sebanyak 30 orang (76,9%).

3. Asupan energi baik sebanyak 21 sampel (53,8%) dan dikategorikan

kurang sebanyak 18 sampel (46,2%). Rata-rata asupan energi dari

makanan yang dikonsumsi 212,17 kkal (67,73%).

4. Asupan protein baik sebanyak 18 sampel (46,2%) dan

dikategorikan kurang sebanyak 21 sampel (53,8%). Rata-rata

asupan protein dari makanan yang dikonsumsi 10,17 gr (88,43%).

5. Biaya bahan makanan yang dikonsumsi termasuk dalam kategori

baik sebanyak 17 sampel (43,6%) dan dikategorikan kurang

sebanyak 22 sampel (56,4%).

6. Rata-rata biaya bahan makanan yang dikonsumsi Rp 1833,62

(66,9%) dari harga biaya bahan makanan awal rata-rata perhari

yaitu Rp 2742,00.

7. Ada hubungan antara biaya bahan makanan yang dikonsumsi

dengan asupan energi pada sampel dimana nilai p<α dengan

p=0,001 dan α=0,05.

8. Ada hubungan antara biaya bahan makanan yang dikonsumsi

dengan asupan protein pada sampel dimana nilai p<α dengan

p=0,000 dan α=0,05.

6.2 Saran

57

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

56

1. Perlunya peran ahli gizi dalam proses penyelenggaraan makanan

institusi di sekolah.

2. Membuat standar makanan dan standar bumbu secara tertulis

sehingga ada kontrol dan evaluasi dari pihak sekolah kepada pihak

catering, terkait dengan penggunaan dana agar ada kesesuaian

antara dana dengan standar makanan.

3. Mengontrol kebiasaan jenis jajanan siswa pada saat istirahat pagi

sehingga tidak dalam keadaan kenyang saat makan siang.

4. Perlu pengkajian ulang lebih rutin mengenai besar porsi dan variasi

bahan makanan yang digunakan agar pelayanan menjadi lebih baik

lagi.

5. Hasil evaluasi penyelenggaraan makan siang, lebih ditindak lanjut

lagi oleh pihak katering.

DAFTAR PUSTAKA

Tsauri, H.Soefjan, dkk. 1998. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.

Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Makanan bagi

Pekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Karyadi, Darwin dan Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Pergizi Pangan Indonesia. 1996. Peran Pangan dan Gizi dalam

Menyongsong Era Globalisasi. Surabaya: Pergizi Pangan Indonesia.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

57

Mukrie, A. Nursiah, dkk. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar.

Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat.

Notoatmodjo, Dr. Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta.

Menteri Kesehatan RI. 2005. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi

Bangsa Indonesia. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

Santoso, Soegeng dan Anne. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet edisi baru Instalansi Gizi Perjan

RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia.

Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.

Mukrie, Nursiah A. 1990. Managemen Pelayanan Gizi Lanjut. Jakarta:

Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat bekerjasama

dengan Akademi Gizi DepKes RI.

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta:

EGC.

Damayanti, Didit dan Muhilal. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam

Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Primedia Pustaka.

Muhilal. 2006. Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar dalam

Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia.

Jakarta: PT Primamedia Pustaka.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileSalah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator sukses tidaknya pelayanan gizi ... perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah

58

Graimes, Nicola. 2005. Brain Foods for Kids. Jakarta: Erlangga.

Sulastiyono, Agus. 1999. Manajemen Penyelenggaraan Hotel. Bandung:

CV Alfabeta.

Depkes RI. 2006. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Laksono, Lukman. 1986. Pengantar Sanitasi Makanan. Bandung: PT

Alumni.

Departemen Kesehatan RI. 1991. Menyusun Menu Makanan Karyawan.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Puckett, Ruby P. 2004. Food Service Manual for Health Care

Institutions.third edition. USA : AHA Press.

Munawar, Asep Ahmad. 2007. “ PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN

BIAYA MAKAN PASIEN BERBASIS TARIF PELAYANAN MAKANAN

DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG” dalam Makalah PIN ke-3

“PERAN AHLI GIZI DALAM KELANGSUNGAN HIDUP MANUSIA”

Simposia 6. Halaman 1 – 21 .

Devi. Dalam Karya Tulis Ilmiah “Hubungan Cita Rasa Makanan dengan

Asupan Energi dan Protein Makan Siang Siswa Kelas 4 dan 5

Sekolah Dasar Plus Nurul Aulia Cimahi Tahun 2010”. Politeknik

Kesehatan Bandung Departemen Kesehatan Jurusan Gizi: Bandung:

Tahun 2010.