bab i pendahuluan lentur
TRANSCRIPT
Struktur Beton I - LENTUR
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 BETON
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen
hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan
atau tanpa tambahan yang membentuk massa padat.
Berdasarkan jenis agregat yang digunakan, beton dibedakan
menjadi beton normal dan beton ringan. Beton normal adalah
beton yang memiliki berat satuan 2200 kg/m³ sampai dengan
2500 kg/m³, agregat yang digunakan adalah agregat alam yang
dipecah atau tanpa dipecah. Beton ringan memiliki berat satuan
kurang dari 1900 kg/m³ dengan agregat ringan.
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat
tariknya, dan beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai
kuat tariknya hanya berkisar 9% – 15% saja dari kuat tekannya
(Dipohusodo, 1996).
Dengan nilai kuat tekan relatif tinggi, beton merupakan bahan
konstruksi yang kuat dalam menahan gaya tekan namun tidak
kuat untuk menahan gaya tarik, sehingga dalam penggunaannya
sebagai komponen struktur bangunan, umumnya beton
diperkuat dengan baja tulangan yang berfungsi untuk menahan
gaya tarik. Dengan demikian terbentuklah suatu komponen
struktur yang disebut beton bertulang, yang didefinisikan dalam
SNI 03 – 2847 – 2002 sebagai beton yang ditulangi dengan luas
dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang
disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan
berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-
sama dalam menahan gaya yang bekerja.
1
Struktur Beton I - LENTUR
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa beton bertulang
adalah gabungan dari dua jenis bahan yaitu beton yang memiliki
kuat tekan tinggi tetapi kuat tarik rendah dengan baja tulangan
yang dapat memberikan kuat tarik yang diperlukan. Kedua
bahan tersebut bekerja sama dimana baja tulangan bertugas
memperkuat dan menahan gaya tarik, sedang beton hanya
diperhitungkan untuk menahan gaya tekan.
1.2 SEMEN
Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah Semen
Portland, berupa semen hidrolik yang berfungsi sebagai bahan
perekat bahan susun beton. Jenis semen tersebut memerlukan
air untuk berlangsungnya reaksi kimiawi dalam proses hidrasi.
Pada proses hidrasi, semen mengeras dan mengikat bahan susun
beton membentuk massa padat.
Menurut SNI 03 – 2847 – 2002, semen harus memenuhi salah
satu ketentuan berikut :
1. SNI 15 – 20049 – 1994, Semen Portland.
2. ”Spesifikasi semen blended hidrolis” (ASTM C 595), kecuali
tipe S dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur
pengikat utama struktur beton.
3. ”Spesifikasi semen hidrolis ekspansif” (ASTM C 845).
1.3 AIR
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan
bebas dari bahan-bahan-bahan merusak yang mengandung oli,
asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya
yang merugikan terhadap beton atau tulangan. Air pencampur
2
Struktur Beton I - LENTUR
yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di
dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida
dalam jumlah yang membahayakan (SNI 03 – 2847 – 2002).
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton,
kecuali ketentuan berikut terpenuhi :
1. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada
campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang
sama.
2. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji
mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak
dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-
kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang
dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji
kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa,
kecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai
dengan ”Metode uji kuat tekan untuk mortar semen
hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi
50 mm)” ASTM C 109.
1.4 AGREGAT
Agregat terbagi atas agregat halus dan agregat kasar. Agregat
halus umumnya terdiri dari pasir atau partikel-partikel yang
lewat saringan # 4 atau 5 mm, sedangkan agregat kasar tidak
lewat saringan tersebut. Ukuran maksimum agregat kasar dalam
struktur beton diatur dalam peraturan, dengan tujuan agar
agregat dapat masuk atau lewat di sela-sela tulangan. Agregat
yang digunakan harus memenuhi standar ”Spesifikasi agregat
untuk beton” ASTM C 33 dan SNI 03 – 2461 – 1991 ”Spesifikasi
agregat ringan untuk beton struktur”.
3
Struktur Beton I - LENTUR
Umumnya berat agregat dalam adukan beton berkisar 70% –
75% dari berat total beton. Untuk mencapai kuat tekan yang
baik perlu diperhatikan kepadatan dan kekerasan massa
agregat. Selain itu perlu susunan gradasi butiran agregat yang
baik. Ukuran maksimum nominal agregat kasar tidak boleh
melebihi :
1. 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan,
2. 1/3 ketebalan pelat lantai,
3. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau
kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon
prategang atau selongsong-selongsong.
1.5 RASIO AIR – SEMEN
Rasio air-semen yang disyaratkan pada Tabel 1 dan Tabel 2
harus dihitung menggunakan berat semen, sesuai dengan ASTM
C 150, ASTM C 595 M atau ASTM C 845, ditambah dengan berat
abu terbang dan bahan pozzolan sesuai ASTM 618, kerak sesuai
ASTM C 898, dan silica fume sesuai ASTM C 1240, bilamana
digunakan.
Beton yang akan mengalami penngaruh lingkungan seperti yang
diberikan pada Tabel 1 harus memenuhi rasio air-semen dan
persyaratan kuat tekan karakteristik beton yang ditetapkan pada
tabel tersebut :
Tabel 1.1 Persyaratan untuk pengaruh lingkungan khusus
Kondisi LingkunganRasio air –
semenMaksimum1
f’c
minimum2
MPaBeton dengan permeabilitas rendah Yang terkena pengaruh lingkungan air
0,50 28
4
Struktur Beton I - LENTUR
Untuk perlindungan tulangan terhadap korosi pada beton yang terpengaruh lingkungan yang mengandung klorida dari garam, atau air laut
0,40 35
CATATAN1. Dihitung terhadap berat dan berlaku untuk beton normal2. Untuk beton berat normal dan beton berat ringan
Beton yang dipengaruhi oleh lingkungan yang mengandung
sulfat yang terdapat dalam larutan atau tanah harus memenuhi
persyaratan pada Tabel 2, atau harus terbuat dari semen tahan
sulfat dan mempunyai rasio air-semen maksimum dan kuat
tekan minimum sesuai dengan Tabel 2. Kalsium klorida sebagai
bahan tambahan tidak boleh digunakan pada beton yang
dipengaruhi oleh lingkungan sulfat yang bersifat berat hingga
sangat berat, seperti ditetapkan pada Tabel 2.
Tabel 1.2 Persyaratan untuk beton yang dipengaruhi oleh lingkungan yang mengandung sulfat
Paparan lingk. Sulfat
Sulfat (SO4) dalam tanah yang dapat larut dalam
air
persen thd berat
Sulfat (SO4)
dalam air
Mikron gram
Per gram
Jenis semen
Rasio air-semen
maksimum dalam berat
(beton berat
normal)
f’c min(beton berat
normal dan
ringan)
MPa
Ringan 0,00 – 0,10 0 – 150 - - -
Sedang 0,10 – 0,20150 – 1500
II,IP(MS),IS(MS),
I(PM)(MS),I(SM)(MS)*
0,50 28
Berat 0,20 – 2,001500 – 10000
V 0,45 31
Sangat Berat
> 2,00 > 10000V +
pozzolan0,45 31
CATATAN :Semen campuran sesuai ketentuan ASTM C 595
1.6 BAJA TULANGAN
5
Struktur Beton I - LENTUR
Baja tulangan yang digunakan harus tulangan ulir, kecuali baja
polos diperkenankan untuk tulangan spiral atau tendon.
Tulangan yang terdiri dari profil baja struktural, pipa baja, atau
tabung baja dapat digunakan sesuai persyaratan pada tata cara
ini (SNI 03 – 2847 – 2002).
Agar terjadi lekatan erat antara baja tulangan dengan beton,
selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan
batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang
permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur
dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dipilin pada
proses produksinya. Pola permukaan yang dikasarkan atau pola
sirip sangat beragam tergantung pada mesin cetaknya. Baja
tulangan polos (BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat
sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya.
Gambar 1.1 Diagram Tegangan-Regangan Baja Tulangan
Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk
digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang
adalah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Suatu
diagram hubungan tegangan – regangan untuk batang baja
6
Struktur Beton I - LENTUR
tulangan dapat dilihat pada Gambar 1.1. Tegangan luluh (titik
luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai
SII 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah
tegangan baja pada saat meningkatnya tegangan tidak disertai
dengan peningkatan regangannya. Di dalam perencanaan atau
analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja
tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan.
Modulus elastisitas baja tulangan ditentukan berdasarkan
kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elastis
dimana antara mutu baja yang satu dengan yang lainnya tidak
banyak bervariasi. Ketentuan SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan
bahwa nilai modulus elastisitas untuk tendon prategang harus
dibuktikan dan ditentukan melalui pengujian atau dipasok oleh
pabrik produsen. Umumnya untuk tendon prategang nilai
modulus elastisitasnya lebih rendah, sesuai dengan ketetapan
ASTM A416 biasanya dipakai nilai 186.000 MPa.
ASTM menggolongkan batang tulangan baja dengan memberikan
nomor, dari # 3 sampai dengan # 18 sesuai dengan spesifikasi
diameter, luas penampang dan berat tiap satuan panjang seperti
yang terlihat pada Tabel 1.3 berikut ini.
Tabel 1.3 Standar batang baja tulangan ASTM
Nomor Batang
Diameter Nominal Luas NominalBerat
NominalInch Mm inch² Mm² kg/m
# 3 0,375 9,50 0,110 71 0,559# 4 0,500 12,7 0,200 129 0,994# 5 0,625 15,9 0,310 200 1,552# 6 0,750 19,1 0,440 284 2,235# 7 0,875 22,2 0,600 387 3,041# 8 1,000 25,4 0,790 510 3,973# 9 1,128 28,7 1,000 645 5,059
# 10 1,270 32,3 1,270 819 6,403# 11 1,410 35,8 1,560 1006 7,906# 14 1,693 43,0 2,250 1452 11,380
7
Struktur Beton I - LENTUR
# 18 2,257 57,3 4,000 2581 20,240
Tabel 1.4 Jenis dan kelas batang baja tulangan sesuai SII 0136-80
JENISKELA
SSIMBOL
BATAS ULURMINIMUM
N/mm²Kgf/mm²
KUAT TARIKMINIMUM
N/mm²Kgf/mm²
POLOS 1 BJTP 24 235 382(24) (39)
2 BJTP 30 294 480(30) (49)
DEFORM 1 BJTD 24 235 382(24) (39)
2 BJTD 30 294 480(30) (49)
3 BJTD 35 343 490(35) (50)
4 BJTD 40 392 559(40) (57)
5 BJTD 50 490 61(50) (63)
1.7 KUAT TEKAN BETON
Beton mempunyai nilai kuat tekan yang relatif tinggi dan nilai
kuat tarik relatif rendah, sehingga diperhitungkan beton hanya
bekerja dengan baik di daerah tekan pada penampangnya, dan
hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh
gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan.
Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum f’c
dengan satuan N/m’ atau MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton
8
Struktur Beton I - LENTUR
umur 28 hari umumnya berkisar 10 – 65 MPa. Kuat tekan beton
untuk macam-macam struktur beton dapat dilihat pada Tabel 1.5
berikut.
Tabel 1.5 Kuat tekan beton untuk struktur beton
JENISKUAT TEKAN
(MPa)Beton bertulang 17 – 30 Beton prategang 30 – 45 Beton mutu tinggi (ready mix) > 45Sumber : Dipohusodo, 1996
Nilai kuat tekan beton didapat melalui pengujian standar ASTM
C39-86, kuat tekan ditentukan oleh tegangan tekan tekan
tertinggi (f’c) pada benda uji silinder beton yang berumur 28 hari.
Dengan demikian f’c bukan tegangan yang timbul pada saat
benda uji hancur melainkan tegangan yang timbul pada saat
regangan beton (c) mencapai nilai ±0,002.
Dengan mengamati bermacam kurva tegangan-regangan kuat
beton yang berbeda, tampak bahwa pada umumnya kuat tekan
maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan tekan c’
mencapai ±0,002. Selanjutnya nilai tegangan f’c akan turun
dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur
pada nilai c’ mencapai 0,003-0,005. Beton dengan kuat tekan
tinggi lebih getas akan hancur pada nilai regangan maksimum
yang lebih rendah daripada beton dengan kuat tekan rendah.
Pada SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa
regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi
beton tekan terluar adalah 0,003 sebagai batas hancur.
Sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 3.1.5 digunakan rumus nilai
modulus elastisitas beton sebagai berikut :
Ec = 0,043 wc1,50 f’c
Dimana,
9
Struktur Beton I - LENTUR
Ec = modulus elastisitas beton tekan, MPa
wc = berat isi beton, kg/m3
f’c = kuat tekan beton, MPa
Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton yang berat
isinya berkisar antara 1500 sampai dengan 2500 kg/m3. Untuk
beton dengan kepadatan normal dengan berat isi 2300 kg/m3
dapat digunakan nilai Ec sebesar Ec = 4700 f’c.
1.8 KUAT TARIK BETON
Nilai kuat tarik beton normal hanya berkisar antara 9% - 15%
dari nilai kuat tekannya. Untuk mengukur nilai kuat tarik beton,
biasanya dilakukan dengan menggunakan Modulus of Rupture,
yaitu tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian
hancur balok beton polos (tanpa tulangan), sebagai pengukur
kuat tarik sesuai teori elastisitas.
Pengujian yang lain adalah Pengujian Split Silinder yang
memberikan hasil lebih baik dan mencerminkan kuat tarik yang
sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh mencapai kekuatan
0,50 – 0,60 kali f’c, sehingga untuk beton normal diperoleh nilai
0,57 f’c. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder
beton berdiameter 150 mm dengan panjang 300 mm, diuji tarik
belah. Tegangan yang timbul sewaktu benda uji terbelah
tersebut disebut split cylinder strength, diperhitungkan sebagai
berikut :
2 Pft =
LD
Dimana :
10
Struktur Beton I - LENTUR
ft = kuat tarik belah, N/m2
P = beban pada waktu belah, N
L = panjang benda uji silinder, m
D = diameter benda uji silinder, m
1.9 SIFAT RANGKAK DAN SUSUT
Pada beton yang sedang menerima beban, akan terjadi suatu
hubungan tegangan dan regangan yang merupakan fungsi dari
waktu pembebanan. Beton menunjukkan sifat elastis murni
hanya pada saat menahan beban dalam waktu yang singkat.
Sedangkan pada beban dalam waktu yang tidak singkat, selain
mengalami tegangan dan regangan akibat beban, juga
mengalami deformasi rangkak (creep) yaitu peningkatan
regangan sesuai jangka waktu pembebanan.
Rangkak adalah sifat dimana beton mengalami perubahan
bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja
padanya. Rangkak yang timbul intensitasnya akan makin
berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan akan
berakhir setelah beberapa tahun. Pada umumnya beton mutu
tinggi mempunyai nilai rangkak yang lebih kecil dibandingkan
dengan beton yang mempunyai mutu lebih rendah. Besarnya
deformasi rangkak sebanding dengan beban yang ditahan dan
juga jangka waktu pembebanan. Pada umumnya rangkak tidak
mengakibatkan dampak langsung terhadap kekuatan struktur
namun mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada
beban kerja dan mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan
(defleksi).
11
Struktur Beton I - LENTUR
Pada umumnya proses rangkak selalu dihubungkan dengan susut
karena keduanya terjadi bersamaan dan seringkali memberikan
pengaruh yang sama, ialah deformasi yang bertambah sesuai
dengan berjalannya waktu. Faktor-faktor yang yang
mempengaruhi besarnya rangkak adalah :
1. sifat bahan dasar
2. faktor air semen, rasio air terhadap jumlah semen
3. suhu saat proses pengerasan
4. umur beton pada saat beban bekerja
5. lama pembebanan
6. nilai tegangan
7. nilai banding luas permukaan dan volume komponen
struktur
8. nilai slump
Susut didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak
berhubungan dengan beban. Pada umumnya faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya rangkak juga mempengaruhi susut,
khususnya pada faktor-faktor yang berhubungan dengan
hilangnya kelembaban. Proses susut pada beton apabila
dihalangi secara tidak merata, misalnya oleh penulangan, akan
menimbulkan deformasi yang umumnya bersifat menambah
deformasi rangkak. Maka dari itu diperlukan perhitungan dan
pengendalian untuk membatasi proses susut tersebut.
1.10 PELINDUNG BETON UNTUK TULANGAN
Untuk beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus
disediakan untuk tulangan harus memenuhi ketentuan berikut :
Tabel 1.6 Tebal selimut beton minimum
No. KondisiTebal Selimut
Minimum (mm)
12
Struktur Beton I - LENTUR
a. Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah
75
b. Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca :Batang D 19 hingga D 56Batang D 16, jaring kawat polos P 16Atau kawat ulir D 16 dan yang lebih kecil
50
40c. Beton yang tidak langsung
berhubungan dengan cuaca atau beton tidak langsung berhubungan dengan tanah :Pelat, dinding, pelat berusuk Batang D 44 dan D 56Batang D36 dan yang lebih kecilBalok, kolomTulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiralKomponen struktur cangkang dan pelat lipatBatang D 19 atau lebih besarBatang D 16, jaring kawat polos P 16Atau kawat ulir D 16 dan yang lebih kecil
4020
40
20
15
Sumber : SNI 03 – 2847 - 2002
BAB 2. METODE PERENCANAAN DAN PROVISI KEAMANAN
UMUM
Perencanaan elemen struktur beton dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang
sewaktu mendukung beban kerja, dan masih mempunyai cukup
keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan
tegangan lebih lanjut tanpa mengalami keruntuhan. Timbulnya
tegangan-tegangan lentur akibat struktur.
Pada Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI-1971) metode
perencanaan dan analisis didasarkan pada Metode Tegangan
13
Struktur Beton I - LENTUR
Kerja (Working Stress Method), sementara di SNI 03 – 2847 –
2002 metode perencanaan dan analisis didasarkan pada Metode
Kekuatan (Ultimated Strenght Method).
Beberapa istilah yang digunakan dalam pembahasan metode
perencanaan dan analisis adalah sebagai berikut;
Kuat nominal
kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang
dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode
perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi
kekuatan yang sesuai.
Kuat perlu
Kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang
diperlukan untuk menahan beban berfaktor atau momen atau
gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu
kombinasi seperti yang ditetapkan dalam peraturan.
Kuat rencana
Kuat nominal dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan
METODE TEGANGAN KERJA
Di dalam metode tegangan kerja, untuk struktur direncanakan
sedemikian sehingga tegangan-tegangan yang timbul akibat
beban kerja dan yang dihitung secara mekanika dari unsur-unsur
yang elastis, yang tidak melampaui dengan tegangan-tegangan
yang diijinkan yang ditetapkan lebih dahulu. Beban kerja adalah
beban-beban yang berasal dari beban mati, beban hidup, beban
angin dan beban gempa, yang dimisalkan benar-benar terjadi
sewaktu masa kerja dari struktur.
Metode tegangan kerja ini secara matematis dapat dinyatakan :
≤
= tegangan timbul yang dihitung secara elastis
14
Struktur Beton I - LENTUR
= tegangan yang diijinkan yang ditetapkan menurut
peraturan, sebagai suatu prosentase dari kekuatan tekan
f’c beton dan tegangan leleh fy baja tulangan
METODE KEKUATAN
Di dalam metode ini beban kerja diperbesar, dikalikan suatu
faktor beban dengan maksud untuk memperhitungkan terjadinya
beban pada saat keruntuhan sudah di ambang pintu. Kemudian
dengan menggunakan beban kerja yang telah diperbesar (beban
berfaktor) tersebut, struktur direncanakan sedemikian sehingga
diperoleh nilai kuat guna pada saat runtuh yang besarnya kira-
kira sedikit lebih kecil dari kuat batas runtuh yang
sesungguhnya. Kekuatan pada saat runtuh inilah yang
dinamakan kuat ultimit dan beban yang bekerja pada atau dekat
dengan saat runtuh dinamakan beban ultimit. Kuat rencana
penampang komponen struktur didapatkan melalui perkalian
kuat teoritis atau kuat nominal dengan faktor kapasitas, yang
dimaksudkan untuk memperhitungkan kemungkinan buruk yang
berkaitan dengan faktor-faktor bahan, tenaga kerja, ukuran-
ukuran dan pengendalian mutu pekerjaan pada umumnya. Kuat
teoritis atau kuat nominal diperoleh berdasarkan keseimbangan
statis dan kesesuaian tegangan regangan-tegangan yang tidak
linear di dalam penampang elemen tertentu.
PROVISI KEAMANAN DAN PEMBEBANAN
Struktur atau elemen-elemennya harus direncanakan untuk
memiliki cadangan kekuatan untuk dapat menerima beban yang
lebih tinggi dari beban normal. Kapasitas cadangan ini
digolongkan dalam dua kategori yaitu faktor pembebanan
15
Struktur Beton I - LENTUR
yang memperhitungkan pelampauan beban, dan faktor reduksi
kekuatan, yang memperhitungkan kemungkinan buruk yang
berkaitan dengan faktor-faktor bahan, tenaga kerja, ukuran-
ukuran dan pengendalian mutu pekerjaan pada umumnya.
Di dalam metode kekuatan, lazimnya digunakan istilah faktor
beban untuk membedakan dengan faktor keamanan di dalam
faktor tegangan kerja. Pada SNI 03 – 2847 – 2002 dibedakan
dua faktor yaitu faktor kuat perlu U untuk beban dan faktor
untuk reduksi kekuatan. Faktor kuat perlu U sesuai dengan Pasal
11.2 SNI 03 – 2847 – 2002, dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 2.1 Kuat perlu U
No. Kombinasi BebanKuat Perlu
(U)
1.DD, L, A atau R
1,4 D1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
2.D, L, W, A atau RD, W
1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)0,9 D ± 1,6 W
3.D, L, ED, E
1,2 D + 1,0 L ± 1,6 E0,9 D ± 1,0 E
4.D, L, A atau R, HD, W, HD, E, H
1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) ± 1,6 H0,9 D ± 1,6 H0,9 D ± 1,6 H
5. D, FD, L, A atau R, F
U = 1,4 (D + F)1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) +
16
Struktur Beton I - LENTUR
1,2 F
6.Kejut harus disertakan pada L
7. T 1,2 (D – T) + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
8. P dikalikan 1,2
Keterangan :
D = beban matiL = beban hidupA = beban atapR = beban hujanW = beban anginE = beban gempaH = tekanan tanahF = tekanan fluidaT = pengaruh struktural dari penurunan fondasi, rangkak,
susut, ekspansi beton atau perubahan suhu.
Tabel 2.2 Faktor reduksi kekuatan
No. Kondisi GayaFaktor Reduksi
Kekuatan
1. Lentur, tanpa beban aksial 0,80
2.Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur
a.Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
0,80
b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lenturKomponen struktur dengan tulangan spiralKomponen struktur lainnya
0,700,65
17