bab i pendahuluan -...

138
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 1 BAB I PENDAHULUAN Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan. Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS, BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara berjenjang. Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan merupakan indikator outcome meliputi mortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup. Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikator output hasil kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar maupun Rujukan. Indikator Sumber Daya Kesehatan merupakan indikator input yang merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan. Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif, analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis hubungan antar faktor risiko dengan output atau outcome. Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta. Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektor kesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang meliputi perencanaan, penggerakan, pengendalian dan monitoring serta evaluasi pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku Profil Kesehatan ke berbagai unit/sektor yang berkaitan dengan Bidang Kesehatan seperti Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda. Beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penyelesaian Profil diantaranya adalah;

Upload: doantu

Post on 12-May-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 1

BAB IPENDAHULUAN

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk

dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan

gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa

Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang.

Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu

kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data

dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat

berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan.

Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS,

BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara

berjenjang.

Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat

Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan

merupakan indikator outcome meliputi mortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup.

Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikator output hasil kegiatan Pelayanan Kesehatan

Dasar maupun Rujukan. Indikator Sumber Daya Kesehatan merupakan indikator input yang

merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan.

Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif,

analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu

indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis

hubungan antar faktor risiko dengan output atau outcome.

Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil

kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan

analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta.

Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektor

kesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang

meliputi perencanaan, penggerakan, pengendalian dan monitoring serta evaluasi

pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku

Profil Kesehatan ke berbagai unit/sektor yang berkaitan dengan Bidang Kesehatan seperti

Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda.

Beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penyelesaian

Profil diantaranya adalah;

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 2

Banyaknya data yang harus dikumpulkan,

Banyaknya sumber data yang menyebabkan mekanisme pengelolaan data dan

infromasi menjadi berbeda.

Pemahaman definisi operasional yang berbeda, sehingga menghasilkan data menjadi

berbeda.

Belum semua variabel, indikator kesehatan yang dibutuhkan tersedia dalam sistem

pencatatan dan pelaporan rutin Sektor Kesehatan, seperti angka kematian bayi (AKB)

dan angka Kematian Ibu (AKI) .

Batasan waktu yang sudah ditetapkan untuk updatetidak dipatuhi menyebabkan data

yang sudah disepakati seringkali berubah, bahkan ketika profil sudah dicetak.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 3

BAB IIVISI MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

Visi Pembangunan Jawa Barat Tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 adalah “Dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat

Termaju di Indonesia”. Visi tersebut diwujudkan melalui 5 (lima) misi pembangunan yaitu :

1. Mewujudkan kualitas Kehidupan Masyarakat yang berbudaya Ilmu dan Teknologi, Produktif

dan Berdaya Saing

2. Meningkatkan Perekonomian yang Berdaya Saing dan Berbasis Potensi Daerah

3. Mewujudkan Lingkungan Hidup yang Asri dan Lestari

4. Mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik

5. Mewujudkan Pemerataan Pembangunan yang Berkeadilan

Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan tantangan dan peluang

serta budaya yang hidup dalam masyarakat, maka visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun

2008-2013 adalah “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera”.

Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong effektifitas dan effisiensi

pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, ditetapkan misi Provinsi Jawa Barat sebagai berikut :

1. Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing

2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional ber Basis Potensi Lokal

3. Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastuktur Wilayah

4. Meningkatkan Daya Dukung dan Daya tampung Lingkungan untuk Pembangunan

berkelanjutan

5. Meningkatkan Effektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi

Dinas Kesehatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah

Provinsi Jawa Barat berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan

dengan fenomena penting aktual yang belum dapat diselesaikan pada periode 5 tahun

sebelumnya khususnya aksesibilitas dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.

Maka Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan kesehatan adalah Misi 1 yaitu

Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing, dengan

tujuan 1). Mendorong Tingkat pendidikan, kesehatan dan kompetisi kerja masyarakat Jawa

Barat, dan 2) Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang sehat, berbudi pekerti luhur serta

menguasai ilmu dan teknologi, Sedangkan Sasaran utama adalah meningkatnya akses dan

mutu pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 4

A. VISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT.

Dengan mempertimbangkan kesesuaian dan keterkaitan dengan Visi dan Misi

Departemen Kesehatan serta Visi Pembangunan dan Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat

maka telah disusun Visi Pembangunan Kesehatan Jawa Barat yaitu :Tercapainya

Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”.

Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat adalah sikap dan kondisi dimana

masyarakat Jawa Barat tahu, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan

mengatasi permasalah kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan

kesehatan akibat penyakit, bencana, lingkungan dan perilaku yang buruk , serta mampu

memenuhi kebutuhannya untuk lebih meningkatkan kesehatannya dengan mengandalkan

kemampuan dan kekuatan sendiri.

Dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut maka telah dirumuskan Visi

Dinas Kesehatan Jawa Barat sebagai berikut : “Akselerator Pencapaian Masyarakat

Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat harus mempunyai pengetahuan,

kemampuan, kemauan, motivasi, etos kerja yang tinggi, dan menguasai teknologi untuk

menjadi pendorong, penggerak, fasilitator dan advokator untuk terjadinya akselerasi

pembangunan kesehatan di Jawa Barat yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama

masyarakat termasuk swasta, sehingga Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup

Sehat dapat segera tercapai, dan masyarakat Jawa Barat menjadi Sehat.

B. MISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT.

Dalam mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan

tantangan kedepan dengan memperhitungkan peluang yang dimiliki, untuk mencapai

Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat, maka rumusan Misi Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat telah ditetapkan dalam 4 (empat) Misi yaitu :

1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

2. Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan

3. Meningkatkan Sistem Surveilance dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit

4. Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan kesehatan yang

merata, terjangkau dan berkualitas.

Adapun Tujuan dan Sasaran dari tiap Misi tersebut adalah sebagai berikut :

Misi 1 : Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang

berkualitas

Tujuan : Meningkatkan upaya kesehatan yang mampu mendukung akses

dan memberdayakan masyarakat untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang berkualitas

Sasaran : 1. Meningkatnya upaya untuk membudayakan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat dan mengembangkan Upaya Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 5

Berbasis Masyarakat serta mendorong masyarakat untuk

memilih tempat pelayanan yang tepat.

2. Meningkatnya upaya untuk menyediakan pelayanan

kesehatan yang komprehensif bagi ibu maternal, bayi, balita,

anak sekolah/remaja, umur produktif dan umur lanjut.

3. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan status gizi

masyarakat terutama pada ibu hamil dan balita.

4. Meningkatnya perlindungan masyarakat terhadap

ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan dan

penggunaan obat, produk pangan, produk farmasi yang

berbahaya serta tidak memenuhi syarat.

5. Meningkatnya upaya untuk menyiapkan dan melaksanakan

penanggulangan masalah kesehatan pada saat dan pasca

bencana serta antisipasi pemanasan global

6. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan kesehatan dan

kebugaran jasmani masyarakat.

Misi 2 : Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan.

Tujuan : Meningkatkan ketersediaan pembiayaan, kebijakan dan

pedoman, hukum, system informasi, pemahaman public yang

positif tentang kesehatan, dan diikutinya standard mutu sarana,

prasarana dan peralatan kesehatan

Sasaran : 1. Meningkatnya Kualifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit khusus

dan UPTD Provinsi sebagai Center Of Excellent tingkat

Nasional/Internasional

2. Meningkatnya Kualitas dan Akuntabilitas Manajemen

Pelayananan dan Pembangunan Kesehatan meliputi

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan

kesehatan yang evidence base didukung data yang akurat.

3. Terwujud dan dipatuhinya berbagai kebijakan dan regulasi

kesehatan yang pro rakyat, mengutamakan kenyamanan dan

keamanan klien/pasien serta petugas.

4. Terwujudnya pemahaman public yang posistif tentang

pembangunan kesehatan global, nasional dan local

5. Meningkatnya pelayanan kesehatan diberbagai tatanan

sesuai dengan standar mutu.

6. Meningkatnya akuntabilitas dan ketepatan pelaksanaan

bantuan keuangan Departemen Kesehatan, Gubernur

Provinsi Jawa Barat ke Kabupaten/Kota Jawa Barat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 6

Misi 3 : Meningkatkan Sistem Surveilans dalam Upaya Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Tujuan : Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat

penyakit.

Sasaran : 1. Meningkatnya peran dan komitmen pemerintah daerah,

jejaring kerja LS/LP dan kemitraan dengan masyarakat

termasuk swasta dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit

2. Meningkatnya perlindungan, penatalaksanaan kasus,

pengendalian factor resiko serta terselenggaranya system

surveillance dan kewaspadaan dini KLB/Wabah secara

berjenjang.

3. Meningkatnya upaya untuk mengembangkan sentra regional

untuk rujukan penyakit, pelatihan penanggulangan penyakit,

kesiap siagaan KLB/Wabah dan bencana maupun

kesehatan matra.

4. Mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat dan

menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Misi 4 : Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan

kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas.

Tujuan : Meningkatkan jumlah, jenis , mutu dan penyebaran tenaga serta

kesehatan, dan pemberdayaan profesi kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pembangunan kesehatan.

Sasaran : 1. Meningkatnya ketersedian tenaga kesehatan yang

professional dan kompeten di semua sarana pelayanan

kesehatan

2. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana

pelayananan kesehatan pemerintah dan swasta yang

terjangkau dan berkualitas

C. KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Dalam rangka mencapai Visi dan Misi yang telah dirumuskan dan dijelaskan tujuan

dan sasarannya, maka untuk memperjelas cara untuk mencapai tujuan dan sasaran

tersebut melalui strategi pembangunan kesehatan yang terdiri atas Kebijakan dan

Program sebagai berikut:

Kebijakan 1: Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama Ibu dan Anak, yang

dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :

1. Program Upaya Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 7

Kebijakan 2 : Mengembangkan sistem kesehatan, yang dilaksanakan melalui

program-program sebagai berikut :

1. Program Manajemen Pelayanan Kesehatan

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan

Kebijakan 3 : Meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian

penyakit menular serta tidak menular, yang dilaksanakan melalui

program-program sebagai berikut :

1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular

Kebijakan 4 : Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Kesehatan, yang

dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :

1. Program Sumber Daya Kesehatan

Dalam upaya menjawab tantangan dan isu strategis dalam program pembangunan

kesehatan Jawa Barat maka dilakukan upaya penajaman terhadap kegiatan sebagai

berikut :

1. Peningkatan Persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten di fasilitas kesehatan

untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (UHH), menurunkan Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

2. Intensitas dan penyebaran penyakit

3. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS )

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 8

BAB IIIGAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

A. GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN1. Gambaran Umum Wilayah

Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 5050’ – 7050’ Lintang

Selatan dan 104048’ – 108048’ Bujur Timur, dengan batas wilayah di sebelah Barat

berbatasan dengan Provinsi Banten, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa

Tengah di sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, sedangkan di daerah

Utara adalah Laut Jawa.

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 37.116,54 kilometer persegi atau

sekitar 27,82% dari luas wilayah Pulau Jawa dan Madura atau 1,85% dari luas

wilayah Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia di sebelah barat

Pulau Jawa.

Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa

Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan

daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit

pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah.Kondisi topografi Jawa Barat, dibedakan atas wilayah pegunungan curam

(9,5%) yang terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas

permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai (36,48 %) yang terletak di bagian

Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl., dan wilayah daratan landai (54,02%)

yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki

iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 17,40-30,70 C dengan kelembaban udara

73-84%.

Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, rata-rata curah hujan

dalam sebulan adalah 161 milimeter dan 7 hari hujan.Iklim demikian menunjang

adanya lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran

sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanah yang ada dipergunakan sebagai

lahan pertanian. Suhu 90 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 0 C di Pantai Utara,

curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan

antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun

Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota,

mencakup sekitar 626 Kecamatan, 3.232 Perkotaan dan 2.659 Perdesaan dan dibagi

menjadi 5 Koordinator Wilayah yaitu :

• Wilayah Bogor yang terdiri dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok,

Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 9

• Wilayah Purwakarta terdiri dari Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,

Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang.

• Wilayah Cirebon terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten

Indramayu, Kabupaten Majelengka, Kabupaten Kuningan.

• Wilayah Priangan Timur terdiri dari Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten

Tasikmalaya Kota Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten

Pangandaran.

• Wilayah Priangan Barat terdiri dari Kabupaten Bandung, Kota Bandung,

Kabupaten Garut, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.

2. Pertumbuhan Penduduk.

Berdasarkan Estimasi Penduduk Tahun 2012, Jumlah penduduk Provinsi Jawa

Barat adalah 44.548.431 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 22.666.168 jiwa

(50,88%) dan penduduk perempuan adalah 21.882.263 (49,12%). Kenaikan

Penduduk Provinsi Jawa Barat kurun waktu tahun 2010-2012 terdapat peningkatan

jumlah penduduk sekitar 3,47%.

Gambar III. A. 1Jumlah Penduduk Di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2000 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Sex Ratio di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 103,06, artinya komposisi

laki-laki lebih banyak dibandingkan komposisi perempuan, dengan pengertian ada

103 hingga 104 orang laki-laki diantara 100 orang perempuan.

Rasio jenis kelamin tiga tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur

(107,14), Kabupaten Karawang (106,39) dan Kabupaten Indramayu (106,14),

sedangkan rasio jenis kelamin tiga terendah berada di Kabupaten Ciamis (98,09),

Kota Banjar (98,35) dan Kabupaten Tasikmalaya (99,41).

Komposisi penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median

umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika

median umur > 30 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, komposisi umur penduduk

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 10

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 masih termasuk dalam kategori penduduk

menengah, dimana median umurnya berada pada umur 26,86 tahun.

Untuk mengetahui komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan

struktur umur dan jenis kelamin berikut digambarkan piramida penduduk seperti

dibawah ini.

Gambar III. A. 2Piramida Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kategori penduduk menengah tersebut sesuai dengan gambaran proporsi

jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat yang berkisar ada pada kelompok umur 15-

64 tahun dalam kurun waktu 2005 – 2012, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar III. A. 3Persentase Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2012

Angka beban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010

sebesar 52,55% mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahun 2012 yang artinya

bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 52

orang penduduk usia belum/ tidak produktif.

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

2008

28,49

66,03

5,48

>= 65 Thn

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 10

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 masih termasuk dalam kategori penduduk

menengah, dimana median umurnya berada pada umur 26,86 tahun.

Untuk mengetahui komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan

struktur umur dan jenis kelamin berikut digambarkan piramida penduduk seperti

dibawah ini.

Gambar III. A. 2Piramida Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kategori penduduk menengah tersebut sesuai dengan gambaran proporsi

jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat yang berkisar ada pada kelompok umur 15-

64 tahun dalam kurun waktu 2005 – 2012, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar III. A. 3Persentase Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2012

Angka beban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010

sebesar 52,55% mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahun 2012 yang artinya

bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 52

orang penduduk usia belum/ tidak produktif.

2008 2009 2010 2011

28,49 29,73 29,25 29,25

66,03 65,25 66,09 66,09

5,48 5,02 4,66 4,66

>= 65 Thn 15-64 Thn 0-14 Thn

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 10

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 masih termasuk dalam kategori penduduk

menengah, dimana median umurnya berada pada umur 26,86 tahun.

Untuk mengetahui komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan

struktur umur dan jenis kelamin berikut digambarkan piramida penduduk seperti

dibawah ini.

Gambar III. A. 2Piramida Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kategori penduduk menengah tersebut sesuai dengan gambaran proporsi

jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat yang berkisar ada pada kelompok umur 15-

64 tahun dalam kurun waktu 2005 – 2012, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar III. A. 3Persentase Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2012

Angka beban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010

sebesar 52,55% mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahun 2012 yang artinya

bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 52

orang penduduk usia belum/ tidak produktif.

2012

28,39

66,87

4,73

0-14 Thn

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 11

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun

relatif cenderung terus menurun. Pada periode 2005 – 2006, LPP Provinsi Jawa Barat

mencapai 1,94%, periode berikutnya mengalami penurunan sehingga pada periode

tahun 2007-2012 mengalami fluktuasi menjadi 1,66 tahun 2012 dan lebih tinggi dari

LPP Nasional (1,19% tahun 2012). Kondisi tersebut menunjukan upaya pengendalian

penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik.

Gambar III. A. 4Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat

Periode tahun 2005 – 2012

Sumber : Bapeda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Gambar III. A. 5Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Laju Pertumbuhan Penduduk per Kabupaten/Kota periode tahun 2000-2010

berkisar antara 0,40% – 4,69%. LPP terendah terjadi di Kabupaten Majalengka

sedangkan yang tertinggi di Kabupaten Bekasi. Proporsi Kabupaten/Kota dengan LPP

lebih rendah dari angka Jawa Barat sebesar 65,39%.

LPP di Kabupaten Bekasi mencapai 4,69 persen/tahun, menyusul Kota Depok

4,3 persen/tahun, Kota Bekasi 3,48 persen/tahun dan Kota Bandung 2,56

persen/tahun. Nilai LPP tersebut jauh di atas LPP Nasional sebesar 1,49

persen/tahun maupun LPP Jawa Barat sebesar 1,89 persen/tahun

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

KA

B. B

EKA

SI

KO

TA D

EPO

K

KO

TA B

EKA

SI

4,69

4,30

3,48

1,94

00,5

11,5

22,5

2005 - 2006

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 11

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun

relatif cenderung terus menurun. Pada periode 2005 – 2006, LPP Provinsi Jawa Barat

mencapai 1,94%, periode berikutnya mengalami penurunan sehingga pada periode

tahun 2007-2012 mengalami fluktuasi menjadi 1,66 tahun 2012 dan lebih tinggi dari

LPP Nasional (1,19% tahun 2012). Kondisi tersebut menunjukan upaya pengendalian

penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik.

Gambar III. A. 4Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat

Periode tahun 2005 – 2012

Sumber : Bapeda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Gambar III. A. 5Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Laju Pertumbuhan Penduduk per Kabupaten/Kota periode tahun 2000-2010

berkisar antara 0,40% – 4,69%. LPP terendah terjadi di Kabupaten Majalengka

sedangkan yang tertinggi di Kabupaten Bekasi. Proporsi Kabupaten/Kota dengan LPP

lebih rendah dari angka Jawa Barat sebesar 65,39%.

LPP di Kabupaten Bekasi mencapai 4,69 persen/tahun, menyusul Kota Depok

4,3 persen/tahun, Kota Bekasi 3,48 persen/tahun dan Kota Bandung 2,56

persen/tahun. Nilai LPP tersebut jauh di atas LPP Nasional sebesar 1,49

persen/tahun maupun LPP Jawa Barat sebesar 1,89 persen/tahun

KO

TA B

EKA

SI

KA

B. B

OG

OR

KA

B. B

AN

DU

NG

KO

TA B

OG

OR

KO

TA C

IMA

HI

KA

B. P

UR

WA

KA

RTA

KA

B. B

DG

BA

RA

T

JAW

A B

AR

AT

KO

TA T

ASI

KM

ALA

YA

KA

B. K

AR

AW

AN

G

KO

TA S

UK

AB

UM

I

KA

B. G

AR

UT

KA

B. S

UK

AB

UM

I

KA

B. S

UM

EDA

NG

KO

TA B

AN

DU

NG

KO

TA B

AN

JAR

KA

B. C

IAN

JUR

KA

B. S

UB

AN

G

KA

B. T

ASI

KM

ALA

YA

3,48

3,13

2,56

2,37

2,06

1,99

1,99

1,89

1,86

1,76

1,73

1,60

1,22

1,21

1,15

1,14

1,10

0,96

0,88

0,84

1,941,83 1,71 1,89 1,9

2005 - 2006 2006-2007 2007-2008 2000-2010 2011

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 11

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun

relatif cenderung terus menurun. Pada periode 2005 – 2006, LPP Provinsi Jawa Barat

mencapai 1,94%, periode berikutnya mengalami penurunan sehingga pada periode

tahun 2007-2012 mengalami fluktuasi menjadi 1,66 tahun 2012 dan lebih tinggi dari

LPP Nasional (1,19% tahun 2012). Kondisi tersebut menunjukan upaya pengendalian

penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik.

Gambar III. A. 4Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat

Periode tahun 2005 – 2012

Sumber : Bapeda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Gambar III. A. 5Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Laju Pertumbuhan Penduduk per Kabupaten/Kota periode tahun 2000-2010

berkisar antara 0,40% – 4,69%. LPP terendah terjadi di Kabupaten Majalengka

sedangkan yang tertinggi di Kabupaten Bekasi. Proporsi Kabupaten/Kota dengan LPP

lebih rendah dari angka Jawa Barat sebesar 65,39%.

LPP di Kabupaten Bekasi mencapai 4,69 persen/tahun, menyusul Kota Depok

4,3 persen/tahun, Kota Bekasi 3,48 persen/tahun dan Kota Bandung 2,56

persen/tahun. Nilai LPP tersebut jauh di atas LPP Nasional sebesar 1,49

persen/tahun maupun LPP Jawa Barat sebesar 1,89 persen/tahun

KO

TA C

IREB

ON

KA

B. C

IREB

ON

KA

B. K

UN

ING

AN

KA

B. C

IAM

IS

KA

B. I

ND

RA

MA

YU

KA

B. M

AJA

LEN

GK

A

0,84

0,68

0,53

0,47

0,46

0,40

1,91,66

2011 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 12

Sedangkan proporsi kabupaten/kota dengan LPP < 1% sebesar 30,77% yaitu

Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Ciamis, Kabupaten

Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalayan, Kabupaten Subang dan

Kota Cirebon. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar III.A.5 .

3. Persebaran dan Kepadatan PendudukLuas wilayah yang tidak seimbang di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Barat berdampak pula pada persebaran penduduk yang berakibat menjadi

kompleknya masalah kependudukan di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor

memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,08% dari jumlahpenduduk Jawa Barat,

disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah yang

memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yanghanya sebesar 0,41% dari total

penduduk Jawa Barat

Pada tahun 2012 Kabupaten Bogor (5.122.473 jiwa) merupakan kabupaten

dengan jumlah penduduk terbesar sekitar 11,2% dari penduduk Jawa Barat.

Kabupaten/Kota lainnya dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kabupaten

Bandung (3,3 juta jiwa atau 7,42%), Kabupaten Bekasi (2,79 juta jiwa atau 6,26%),

Kabupaten Garut (2,48 juta atau 5,57%) dan Kota Bandung (2,46 juta jiwa atau

5,53%). Sementara itu ada 3 (tiga) wialyah yang mempunyai penduduk paling sedikit

adalah Kota Banjar (180.030 jiwa atau 0,40%), Kota Cirebon (302.772 jiwa atau

0,68%) dan Kota Sukabumi (308.508 jiwa atau 0,69%, dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

Gambar III. A. 6Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Persebaran penduduk di Jawa Barat tidak merata, terjadi pemusatan penduduk

yang mempunyai kepadatan diatas 1.000 jiwa per kilometer persegi yaitu di Wilayah

Bogor (Kabupaten/Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Sukabumi), Wilayah Purwakarta

(Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten Karawang), Wilayah Cirebon (Kabupaten/Kota

Cirebon, Majalengka), Wilayah Priangan Timur (Kota Banjar dan Kota Tasikmalaya)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 13

dan Wilayah Priangan Barat ( Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat,

Kota Cimahi). Kemungkinan disebabkan oleh karena daerah tersebut merupakan

daerah pusat industri yang menjadi daerah tujuan utama para migran.

Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perubahan dari

tahun ke tahun, terjadi peningkatan dari 972 orang per kilometer persegi pada tahun

2000 menjadi 1.130 orang perkilometer persegi di tahun 2005, pada tahun 2010

menjadi 1.160 perkilometer perseginya.dan tahun 2012 naik kembali menjadi 1.200,

dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel III. A.1Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa BaratTahun 2007-2012

Tahun Kepadatan Penduduk Perkilometer persegi

KeteranganSumber Data

2007 1.167 Suseda2008 1.187 Suseda2009 1.233 Suseda2010 1.160 Sensus2011 1.182 Estimasi2012 1.200 Estimasi

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di Kota Bandung yaitu

14.634 jiwa per kilometer persegi, diikuti oleh Kota Cimahi sebesar 13.608 jiwa per

kilometer persegi. Kabupaten yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten

Ciamis dengan kepadatan penduduk sebesar 565 per kilometer persegi.

3. Angka Kelahiran Kasar (CBR= Crude Birth Rate) dan Angka Kesuburan (TFR =Total Fertility Rate)

Selama periode 2000 – 2010, trend Angka Kesuburan di Jawa Barat terus

mengalami penurunan. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan (Total Fertility Rate) di

tahun 2000 masih menunjukan angka 2,61 dan tahun 2005 mengalami

penurunanmenjadi 2,53 dan tahun berikutnya terus menurun menjadi 2,08 di tahun

2009, sedangkan tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 2,5. Sedangkan

berdasarkan SDKI 2012, rata-rata perempuan akan mempunyai 2,5 anak selama

hidupnya. Angka Kesuburan di Jawa Barat mengalami kenaikan menjadi 2,5 anak

selama hidupnya. Demikian juga Angka Kelahiran Kasar yang terus menunjukkan

penurunan dari tahun 2000 Angka Kelahiran Kasar sebesar 23,98 hingga pada tahun

2012 sebesar 25,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 14

Tabel III. A. 2Angka Kelahiran Kasar (CBR) dan Angka Kesuburan Total (TFR)

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2000, 2005 – 2010, 2012

Tahun Total Fertility Rate (TFR)Angka Kesuburan Total

Crude Birth Rate (CBR)Angka Kelahiran Kasar

2000 2,61 23,982005 2,53 25,412006 2,39 24,012007 2,30 23,102008 2,20 21,092009 2,08 20,922010 2,18 21,902012 2,50 25,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, BKKBN Provinsi Jabar, SDKI 2012

B. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, rata–rata Laju

Pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2012 relatif meningkat. Pada

2012 Laju pertumbuhan ekonomi (LPE), sebesar 6,2 %, dengan laju inflasi antara 4,9 -

6%. Sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi adalah Sektor

Kontruksi, Industri, Perdagangan, sedangkan kontribusi yang paling kecil diberikan oleh

Sekror Keuangan, Persewaan dan Jasa.

PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012, mengalami

peningkatan sebesar 6,21% dari tahun 2011 sebesar Rp. 343,11 trilyun menjadi Rp.

364,41 trilyun tahun 2012, sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga

sebesar 59,08%, ekspor sebesar 36,30% dan pembentukan modal tetap bruto 19,20%.

Sedangkan pertumbuhan nilai PDRB menurut penggunaan, konsumsi Pemerintah

mengalami kenaikan sebesar 10,58%. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Jawa

Barat didominasi oleh peranan tiga sektor utama yakni sektor Industri Pengolahan,

sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Pertanian.

Besarnya pendapatan yang diperoleh/diterima rumah tangga dapat

mengambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian data pendapatan

yang akurat sulit diperoleh, sehingga dalam survey/ kegiatan Sosial Ekonomi Daerah

(Suseda) didekati melalui pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan BPS Provinsi Jawa

Barat Tahun 2012, Pola rata-rata pengeluaran per-kapita rumah tangga di Provinsi

Jawa Barat menunjukan sebanyak 58,64% pengeluaran rumah tangga.

2. Penduduk Miskin

Indikator kemiskinan ditentukan dengan Nilai Rupiah yang dibelanjakan untuk

2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok

minimum lainnya seperti perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan,

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 15

dan transportasi. Perubahan batas kemiskinan di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya

sesuai dengan ukuran pendapatan per kapita menurut nilai mata uang rupiah yang

sedang berlaku, Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2012 sebesar

Rp.242.104,- atau mengalami peningkatan sebesar 7,01%, apabila dibandingkan

dengan garis kemiskinan bulan September 2012 (Rp. 226.097,-).

Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai

oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun

2012 sebanyak 4.421.484 orang atau 9,89% dari jumlah penduduk Jawa Barat dan

mengalami penurunan dari tahun 2011 yang mencapai angka 10,57%. Tingkat

kemiskinan ini dipandang sebagai ketidak-mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita

perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Dalam kurun waktu setahun terakhir penduduk

miskin yang tinggal di daerah pedesaan naik sebesar 0,07%, sedangkan di daerah

perkotaan turun sebesar 0,17 %.

Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan sebesar Rp. 249.170,- atau naik

4,17% dari kondisi Maret 2012 (Rp. 239.189. Garis kemiskinan di daerah perdesaan

sedangkan garis kemiskinan di daerah perdesaan mengalami peningkatan yang lebih

tinggi yaitu 5,52% menjadi sebesar Rp. 228.577,- dibandingkan dengan kondisi Maret

2012 sebesar Rp. 216.610,-.

Gambar III. B. 1Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota (%),

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Keterjangkauan pelayanan kesehatan pada golongan lapisan masyarakat

tersebut diharapkan dapat menstimulus meningkatnya derajat kesehatan

masyarakat.Perluasan jangkauan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 16

masyarakat dilakukan secara berkelanjutan dengan disertai upaya menumbuhkan

partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat.

Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat

Jalan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 46,9,2% (Lampiran Tabel 56).

Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (42,3%) mengalami peningkatan sebesar 4,6

poin. Sedangkan Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan

Rawat Inap di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 2,1% (Lampiran Tabel 56).

3. Tingkat Pendidikan

Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM)

terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek

Huruf (AMH). Capaian Tingkat Pendidikan untuk indikator Angka Melek Huruf (AMH)

pada Tahun 2012 sebesar 96,97% dan terjadi peningkatan capaian AMH Tahun 2012

terhadap Tahun 2007 sebesar 1,65%. Persentase AMH penduduk berusia 15 tahun ke

atas sebesar 96,97% yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada

96-97 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca

dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.

Capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada Tahun 2012 sebesar 8,15 tahun

(angka perkiraan BPS Jawa Barat, 6 Maret 2013),Tahun 2008 sebesar 7,50 tahun

(LKPJ 2008), sedangkan capaian RLS Tahun 2007 sebesar 7,50 tahun. Dengan

demikian capaian RLS Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar

0,65 tahun.

Berdasarkan Susenas 2012, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas perempuan

(94,10%) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97,33%). AMH penduduk usia 15 tahun

ke atas di daerah perdesaan (92,75%) lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan

(97,28%). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh

rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke

atas sebesar 88,09 persen. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (83,46

persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92,67 persen).

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan besaran penduduk usia sekolah

yang sedang bersekolah. APS merupakan ukuran daya serap, pemerataan dan akses

terhadap pendidikan khususnya penduduk usia sekolah. APS 13-15 tahun sebesar

89,59 persen. Ini menunjukkan masih terdapat kelompok usia wajib belajar (13-15

tahun) sebesar 19,20 persen yang tidak bersekolah. APS 16-18 tahun sebesar 58,56

persen dan APS 19-24 tahun sebesar 11,78 persen. APS di perdesaan lebih rendah

dibandingkan perkotaan. Semakin tinggi kelompok umur semakin besar perbedaannya

(gap). Di perdesaan APS 7-12 tahun sebesar 94,29 persen, APS 13-15 tahun 74,83

persen, APS 16-18 tahun 33,95 persen, APS 19-24 tahun sebesar 5,41 persen. Di

perkotaan APS 7-12 tahun sebesar 95,68 persen, APS 13-15 tahun 84,17 persen, APS

16-18 tahun 49,95 persen dan APS 19-24 tahun sebesar 14,20 persen.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 17

Kualitas SDM dapat dilihat dari pendidikan yang ditamatkan.Gerakan wajib

belajar 9 tahun mentargetkan pendidikan yang ditamatkan minimal tamat SMP.

Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar

7,22 persen, tidak/belum tamat SD 17,87 persen, tamat SD/MI/sederajat 35,51 persen

dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar 16,29 persen. Kualitas SDM daerah perdesaan

lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan. Pada gambar Persentase penduduk

penduduk laki-laki berpendidikan tertinggi yang ditamatkan pada jenjang SD di daerah

perkotaan sebesar 26,11% dan di perdesaan sebesar 49,26%. Dan yang berpendidikan

tertinggi SMP ada 21,64% penduduk laki-laki di daerah perkotaan dan di perdesaan

sebesar 19,61%. Secara rinci dapar dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar III. B. 2Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.

4. Status Pembangunan ManusiaPerkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat berdasarkan

penghitungan BPS dapat dilihat dalam Gambar III.B.4. Secara umum pembangunan

manusia di Jawa Barat selama periode 2008 - 2012 mengalami peningkatan sebesar

2,03 poin. Hal ini berhubungan langsung dengan perbaikan beberapa indikator sosial

ekonomi. Misalnya, angka melek huruf dewasa terus meningkat seiring dengan

meningkatnya program pemerintah dalam pengentasan buta aksara.

Indeks Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012, mencapai 72,67 poin,

dan naik 0,67 poin apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (72,00 poin), akan tetapi

pencapaian Indeks Kesehatan tersebut belum mencapai target (73,40).

Persentase Penduduk Laki-laki Persentase Penduduk Perempuan

Sumber : BPS Susenas 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 18

Gambar III. B. 3Perkembangan IPM di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2012

Target pencapaian Indeks Pembangunan Manusia 80 tahun 2015, sesuai

dengan PERDA 9 Tahun 2008 Tentang RPJPD Provinsi Jabar Tahun 2005-2025

tercantum pada gambar dibawah ini.

Gambar III. B. 4Skenario IPM 80 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2015

Tabel III. B.1Capaian IPM Jawa Barat tahun 2007-2012

IPMAngka Harapan Hidup

2007 2008 2009 2010 2011 2012IPM 70,71 71,12 71,64 72,08 72,82 73,19*)a)  Indeks Pendidikan 80,21 80,35 81,14 81,67 82,55 82,75*)- RLS (Tahun) 7,5 7,5 7,72 7,95 8,2 8,15*) - Angka Melek Huruf (%) 95,32 95,53 95,98 96 96,48 96,97*)b)   Indeks Kesehatan 71 71,33 71,67 72 72,34 72,67*) - Angka Harapan Hidup 67,6 67,8 68 68,2 68,4 68,60*)c)    Indeks Daya beli 60,93 61,66 62,1 62,57 63,57 64,17*)

UraianTahun

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 18

Gambar III. B. 3Perkembangan IPM di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2012

Target pencapaian Indeks Pembangunan Manusia 80 tahun 2015, sesuai

dengan PERDA 9 Tahun 2008 Tentang RPJPD Provinsi Jabar Tahun 2005-2025

tercantum pada gambar dibawah ini.

Gambar III. B. 4Skenario IPM 80 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2015

Tabel III. B.1Capaian IPM Jawa Barat tahun 2007-2012

2008 2009 2010 2011

71,1 71,6 72,2 72,8Angka Harapan Hidup 67,8 68,0 68,2 68,4

-

20,0

40,0

60,0

80,0

2007 2008 2009 2010 2011 2012IPM 70,71 71,12 71,64 72,08 72,82 73,19*)a)  Indeks Pendidikan 80,21 80,35 81,14 81,67 82,55 82,75*)- RLS (Tahun) 7,5 7,5 7,72 7,95 8,2 8,15*) - Angka Melek Huruf (%) 95,32 95,53 95,98 96 96,48 96,97*)b)   Indeks Kesehatan 71 71,33 71,67 72 72,34 72,67*) - Angka Harapan Hidup 67,6 67,8 68 68,2 68,4 68,60*)c)    Indeks Daya beli 60,93 61,66 62,1 62,57 63,57 64,17*)

UraianTahun

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 18

Gambar III. B. 3Perkembangan IPM di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2012

Target pencapaian Indeks Pembangunan Manusia 80 tahun 2015, sesuai

dengan PERDA 9 Tahun 2008 Tentang RPJPD Provinsi Jabar Tahun 2005-2025

tercantum pada gambar dibawah ini.

Gambar III. B. 4Skenario IPM 80 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2015

Tabel III. B.1Capaian IPM Jawa Barat tahun 2007-2012

2011 2012

72,8 73,268,4 68,6

2007 2008 2009 2010 2011 2012IPM 70,71 71,12 71,64 72,08 72,82 73,19*)a)  Indeks Pendidikan 80,21 80,35 81,14 81,67 82,55 82,75*)- RLS (Tahun) 7,5 7,5 7,72 7,95 8,2 8,15*) - Angka Melek Huruf (%) 95,32 95,53 95,98 96 96,48 96,97*)b)   Indeks Kesehatan 71 71,33 71,67 72 72,34 72,67*) - Angka Harapan Hidup 67,6 67,8 68 68,2 68,4 68,60*)c)    Indeks Daya beli 60,93 61,66 62,1 62,57 63,57 64,17*)

UraianTahun

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 19

Gambar III. B. 5Indeks Pembangunan Manusia dan Angka Harapan Hidup Menurut

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Beberapa kabupaten kota capaian IPM berada diatas rata-rata capaian IPM

Jawa Barat yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota

Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,Kota Bogor, Kabupaten Bandung Barat,

Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung. Sedangkan kabupaten kota lainya berada

dibawah rata-rata IPM Jawa Barat dengan capaian terendah berada di WKPP III dan

WKPP IV yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon Dan Kabupten Cianjur.

Indeks Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 82,75 atau naik

1,08 point dari tahun 2010. Beberapa komponennya yaitu rata-rata lama sekolah (RLS)

mencapai 8,20 tahun atau naik 0,25 tahun, angka melek huruf (AMH) mencapai

96,48% atau naik 0,48%, APK SD/MI mencapai 119,06% atau naik 1,88%, APK

SMP/MTs mencapai 94,03% atau naik 0,06%, serta APK SMA/SMK/MA mencapai

59,56% atau naik 2,06%. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa berbagai

program yang telah kita canangkan tentunya tidak akan berhasil dengan optimal jika

tidak diiringi dengan sinergitas dan dukungan yang penuh dari segenap stakeholders

pembangunan pendidikan, khususnya untuk meningkatkan pemerataan akses

pendidikan.

Selanjutnya pada tahun 2012, pencapaian Provinsi Jawa Barat dalam Indeks

Daya Beli yang merupakan alat ukur untuk mengetahui standar kehidupan yang layak

adalah 64,17 poin. Kondisi Purchasing Power Parity atau Paritas Daya Beli LPPD

Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2012 mencapai Rp.637.67 ribu, jika dibandingkan

dengan tahun 2010 yang mencapai Rp. 630,77 ribu, mengalami kenaikan sekitar 1,1%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 20

Gambar III. B. 6Peta Angka Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kesehatan

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Sumber : BPS Jawa Barat

Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota, dari gambar diatas terlihat

bahwa ada 13 Kabupaten/Kota yang Indeks Kesehatannya diatas angka Jawa Barat

(72,34) dan 13 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat. Apabila dibandingkan per

Kabupaten/Kota ternyata yang tertinggi terdapat di Kota Depok (79,95) dan yang

terendah terdapat di Kabupaten Cirebon (66,95).

C. GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK

Faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah

lingkungan. Gambaran beberapa faktor risiko lingkungan yang dapat disajikan dibawah ini

antara lain Cakupan Rumah Sehat, Cakupan Jamban Sehat, Cakupan Keluarga dengan

Sumber Air Minum Terlindung, Angka Bebas Jentik dan Cakupan Pengawasan Tempat

Tempat Umum Pengolahan Makanan (TTUPM).

Dalam pembahasan indikator penyehatan lingkungan ini baru dilakukan analisis

deskriftip dan dilakukan secara partial, belum dilakukan upaya untuk menghubungkan faktor

risiko dengan outcome penyakitnya.

1. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Salah satu indikator keberhasilan pengendalian penyakit bersumber binatang

yang berkaitan dengan upaya kesehatan lingkungan adalah pemantauan faktor risiko

penyakit demam berdarah dengue (DBD), yakni Angka Bebas Jentik (ABJ).

Besaran risiko terjadinya penularan DBD bisa di identifikasi berdasarkan Angka

Bebas Jentik (ABJ). ABJ dapat memberikan indikasi berapa banyak rumah/ bangunan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 21

yang ketika diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk aedes aegepty penular DBD. Semakin

tinggi nilai ABJ disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan DBD di

wilayah tersebut.. Sebaliknya semakin rendah nilai ABJ maka semakin besar risiko

penularan DBD di wilayah tersebut. Nilai rujukan ABJ yang aman minimal 95 %

(kebalikan dari indikator House Index).

Gambar III. C. 1Angka Bebas Jentik (ABJ) Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Risiko penularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih relatif tinggi, mengingat

ABJ Jawa Barat masih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ Provinsi Jawa Barat

hanya mencapai 80%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi dan Kota Banjar yang

mempunyai ABJ diatas 95%.

Berdasarkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah administrasi kabupaten,

Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ paling rendah yakni

54% dan yang tertinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedangkan untuk wilayah

administrasi kota Kota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terendah yakni 88.7% dan

untuk yang tertinggi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.

2. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat

kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai jamban sehat, mempunyai sarana air bersih,

mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah,

mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai

dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga

diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan risiko penghuni rumah

untuk menjadi sakit.

Berikut gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menurut kabupaten kota di

Jawa Barat tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 21

yang ketika diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk aedes aegepty penular DBD. Semakin

tinggi nilai ABJ disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan DBD di

wilayah tersebut.. Sebaliknya semakin rendah nilai ABJ maka semakin besar risiko

penularan DBD di wilayah tersebut. Nilai rujukan ABJ yang aman minimal 95 %

(kebalikan dari indikator House Index).

Gambar III. C. 1Angka Bebas Jentik (ABJ) Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Risiko penularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih relatif tinggi, mengingat

ABJ Jawa Barat masih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ Provinsi Jawa Barat

hanya mencapai 80%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi dan Kota Banjar yang

mempunyai ABJ diatas 95%.

Berdasarkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah administrasi kabupaten,

Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ paling rendah yakni

54% dan yang tertinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedangkan untuk wilayah

administrasi kota Kota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terendah yakni 88.7% dan

untuk yang tertinggi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.

2. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat

kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai jamban sehat, mempunyai sarana air bersih,

mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah,

mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai

dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga

diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan risiko penghuni rumah

untuk menjadi sakit.

Berikut gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menurut kabupaten kota di

Jawa Barat tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 21

yang ketika diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk aedes aegepty penular DBD. Semakin

tinggi nilai ABJ disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan DBD di

wilayah tersebut.. Sebaliknya semakin rendah nilai ABJ maka semakin besar risiko

penularan DBD di wilayah tersebut. Nilai rujukan ABJ yang aman minimal 95 %

(kebalikan dari indikator House Index).

Gambar III. C. 1Angka Bebas Jentik (ABJ) Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Risiko penularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih relatif tinggi, mengingat

ABJ Jawa Barat masih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ Provinsi Jawa Barat

hanya mencapai 80%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi dan Kota Banjar yang

mempunyai ABJ diatas 95%.

Berdasarkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah administrasi kabupaten,

Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ paling rendah yakni

54% dan yang tertinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedangkan untuk wilayah

administrasi kota Kota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terendah yakni 88.7% dan

untuk yang tertinggi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.

2. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat

kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai jamban sehat, mempunyai sarana air bersih,

mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah,

mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai

dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga

diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan risiko penghuni rumah

untuk menjadi sakit.

Berikut gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menurut kabupaten kota di

Jawa Barat tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 22

Gambar III. C. 2Cakupan (%) Rumah Sehat Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambar III. C. 3Sebaran Cakupan (%) Rumah SehatDi Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 62.8 %. Sebanyak 13

kabupaten kota (50 %) cakupannya lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Rumah

Sehat tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Indramayu (92.4%) dan untuk kota

cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (89.5%). Sedangkan untuk cakupan terendah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 22

Gambar III. C. 2Cakupan (%) Rumah Sehat Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambar III. C. 3Sebaran Cakupan (%) Rumah SehatDi Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 62.8 %. Sebanyak 13

kabupaten kota (50 %) cakupannya lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Rumah

Sehat tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Indramayu (92.4%) dan untuk kota

cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (89.5%). Sedangkan untuk cakupan terendah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 22

Gambar III. C. 2Cakupan (%) Rumah Sehat Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambar III. C. 3Sebaran Cakupan (%) Rumah SehatDi Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 62.8 %. Sebanyak 13

kabupaten kota (50 %) cakupannya lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Rumah

Sehat tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Indramayu (92.4%) dan untuk kota

cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (89.5%). Sedangkan untuk cakupan terendah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 23

wilayah kabupaten terdapat di Bandung Barat (38.7%) dan untuk wilayah kota terdapat di

Kota Sukabumi dengan cakupan hanya 57.8 %.

Semakin tinggi Cakupan Rumah Sehat disuatu wilayah, maka akan semakin

kecil risiko penghuni rumah tersebut menjadi sakit.

Bila dilihat dari sebaran Cakupan Rumah Sehat di Jawa Barat yang mencapai

62.8 %, maka gambar peta diatas menunjukan bahwa Cakupan Rumah Sehat di bagian

selatan Jawa Barat (kecuali Tasikmalaya) relatif lebih rendah dibanding dengan Cakupan

Rumah Sehat di bagian Utara Jawa Barat (kecuali Bekasi).

3. Jamban SehatJamban Sehat adalah tempat buang air besar yang konstruksinya memenuhi

syarat-syarat kesehatan, antara lain pembuangannya tinjanya menggunakan tangki

septik.

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota, Cakupan Jamban

Sehat di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti diperlihatkan oleh

gambar berikut..

Gambar III. C. 4Cakupan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Lima belas kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupan Jamban Sehatnya

sudah lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat tertinggi untuk wilayah

kabupaten terdapat di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh

Kota Sukabumi (99.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat

di Cirebon (35.2%) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi dengan cakupan hanya

35.2%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 23

wilayah kabupaten terdapat di Bandung Barat (38.7%) dan untuk wilayah kota terdapat di

Kota Sukabumi dengan cakupan hanya 57.8 %.

Semakin tinggi Cakupan Rumah Sehat disuatu wilayah, maka akan semakin

kecil risiko penghuni rumah tersebut menjadi sakit.

Bila dilihat dari sebaran Cakupan Rumah Sehat di Jawa Barat yang mencapai

62.8 %, maka gambar peta diatas menunjukan bahwa Cakupan Rumah Sehat di bagian

selatan Jawa Barat (kecuali Tasikmalaya) relatif lebih rendah dibanding dengan Cakupan

Rumah Sehat di bagian Utara Jawa Barat (kecuali Bekasi).

3. Jamban SehatJamban Sehat adalah tempat buang air besar yang konstruksinya memenuhi

syarat-syarat kesehatan, antara lain pembuangannya tinjanya menggunakan tangki

septik.

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota, Cakupan Jamban

Sehat di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti diperlihatkan oleh

gambar berikut..

Gambar III. C. 4Cakupan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Lima belas kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupan Jamban Sehatnya

sudah lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat tertinggi untuk wilayah

kabupaten terdapat di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh

Kota Sukabumi (99.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat

di Cirebon (35.2%) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi dengan cakupan hanya

35.2%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 23

wilayah kabupaten terdapat di Bandung Barat (38.7%) dan untuk wilayah kota terdapat di

Kota Sukabumi dengan cakupan hanya 57.8 %.

Semakin tinggi Cakupan Rumah Sehat disuatu wilayah, maka akan semakin

kecil risiko penghuni rumah tersebut menjadi sakit.

Bila dilihat dari sebaran Cakupan Rumah Sehat di Jawa Barat yang mencapai

62.8 %, maka gambar peta diatas menunjukan bahwa Cakupan Rumah Sehat di bagian

selatan Jawa Barat (kecuali Tasikmalaya) relatif lebih rendah dibanding dengan Cakupan

Rumah Sehat di bagian Utara Jawa Barat (kecuali Bekasi).

3. Jamban SehatJamban Sehat adalah tempat buang air besar yang konstruksinya memenuhi

syarat-syarat kesehatan, antara lain pembuangannya tinjanya menggunakan tangki

septik.

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota, Cakupan Jamban

Sehat di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti diperlihatkan oleh

gambar berikut..

Gambar III. C. 4Cakupan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Lima belas kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupan Jamban Sehatnya

sudah lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat tertinggi untuk wilayah

kabupaten terdapat di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh

Kota Sukabumi (99.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat

di Cirebon (35.2%) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi dengan cakupan hanya

35.2%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 24

4. Cakupan Keluarga dengan Air Minum Terlindung

Alternatif masyarakat untuk mendapatkan sumber air minum di Jawa Barat

sangat bervariasi. Masyarakat perkotaan sebagian besar sudah menggunakan jasa

PDAM untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum. Sedangkan masyarakat di

pedesaan relatif lebih bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur gali, sumur pompa,

mata air, air hujan sampai yang memanfaatka badan air seperti danau, sungai untuk

memenuhi kebutuhan sumber air minumnya.

Sumber mata air tersebut ada yang terlindung ada yang tidak terlindung.

Sumber air PDAM, sumur gali, sumur pompa relatif lebih terlindung dan memenuhi

persyaratan kesehatan. Sedangkan sumber air danau, sungai, mata air relatif tidak

terlindung dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Yang dimaksud sumber air bersih yang terlindung adalah sumber air minum

keluarga yang bersumber dari sarana air bersih yang telah memenuhi persyaratan baik

biologis, kimia dan fisik (Permenkes).

Gambaran Cakupan Keluarga Dengan Air Minum Terlindung di Provinsi Jawa

Barat dapat dilihat pada gambar dibawah ini..

Gambar III. C. 5Cakupan (%) Keluarga dengan Air Minum Terlindung Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung sebesar 84.3 %.

Sebanyak 18 kabupaten kota Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Bersih Terlindung

lebih tinggi dari cakupan provinsi.

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung tertinggi untuk

wilayah kabupaten terdapat di Ciamis (99.8 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai

oleh Kota Bogor (99.4%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten

terdapat di Karawang (47.4 %) dan untuk wilayah kota terdapat di Kota Depok dengan

cakupan 66.0 %.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 24

4. Cakupan Keluarga dengan Air Minum Terlindung

Alternatif masyarakat untuk mendapatkan sumber air minum di Jawa Barat

sangat bervariasi. Masyarakat perkotaan sebagian besar sudah menggunakan jasa

PDAM untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum. Sedangkan masyarakat di

pedesaan relatif lebih bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur gali, sumur pompa,

mata air, air hujan sampai yang memanfaatka badan air seperti danau, sungai untuk

memenuhi kebutuhan sumber air minumnya.

Sumber mata air tersebut ada yang terlindung ada yang tidak terlindung.

Sumber air PDAM, sumur gali, sumur pompa relatif lebih terlindung dan memenuhi

persyaratan kesehatan. Sedangkan sumber air danau, sungai, mata air relatif tidak

terlindung dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Yang dimaksud sumber air bersih yang terlindung adalah sumber air minum

keluarga yang bersumber dari sarana air bersih yang telah memenuhi persyaratan baik

biologis, kimia dan fisik (Permenkes).

Gambaran Cakupan Keluarga Dengan Air Minum Terlindung di Provinsi Jawa

Barat dapat dilihat pada gambar dibawah ini..

Gambar III. C. 5Cakupan (%) Keluarga dengan Air Minum Terlindung Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung sebesar 84.3 %.

Sebanyak 18 kabupaten kota Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Bersih Terlindung

lebih tinggi dari cakupan provinsi.

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung tertinggi untuk

wilayah kabupaten terdapat di Ciamis (99.8 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai

oleh Kota Bogor (99.4%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten

terdapat di Karawang (47.4 %) dan untuk wilayah kota terdapat di Kota Depok dengan

cakupan 66.0 %.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 24

4. Cakupan Keluarga dengan Air Minum Terlindung

Alternatif masyarakat untuk mendapatkan sumber air minum di Jawa Barat

sangat bervariasi. Masyarakat perkotaan sebagian besar sudah menggunakan jasa

PDAM untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum. Sedangkan masyarakat di

pedesaan relatif lebih bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur gali, sumur pompa,

mata air, air hujan sampai yang memanfaatka badan air seperti danau, sungai untuk

memenuhi kebutuhan sumber air minumnya.

Sumber mata air tersebut ada yang terlindung ada yang tidak terlindung.

Sumber air PDAM, sumur gali, sumur pompa relatif lebih terlindung dan memenuhi

persyaratan kesehatan. Sedangkan sumber air danau, sungai, mata air relatif tidak

terlindung dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Yang dimaksud sumber air bersih yang terlindung adalah sumber air minum

keluarga yang bersumber dari sarana air bersih yang telah memenuhi persyaratan baik

biologis, kimia dan fisik (Permenkes).

Gambaran Cakupan Keluarga Dengan Air Minum Terlindung di Provinsi Jawa

Barat dapat dilihat pada gambar dibawah ini..

Gambar III. C. 5Cakupan (%) Keluarga dengan Air Minum Terlindung Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung sebesar 84.3 %.

Sebanyak 18 kabupaten kota Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Bersih Terlindung

lebih tinggi dari cakupan provinsi.

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung tertinggi untuk

wilayah kabupaten terdapat di Ciamis (99.8 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai

oleh Kota Bogor (99.4%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten

terdapat di Karawang (47.4 %) dan untuk wilayah kota terdapat di Kota Depok dengan

cakupan 66.0 %.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 25

5. Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM)

Dalam upaya mengurangi risiko Tempat Tempat Umum (TTU) menjadi tempat

penularan / sumber penyakit, maka dilakukan pemantauan terhadap TTU tersebut.

Beberapa TTU yang rutin dilakukan pemantauan oleh kabupaten kota antara lain Hotel,

Restoran/ Rumah MakanP pasar dan Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM).

Gambar III. C. 6Cakupan (%) TUPM Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berdasarkan pencatatan pelaporan kabupaten kota di Jawa Barat selama

tahun 2012 tercatat 128,680 TUPM, dimana sebanyak 72.028 buah (56%) diantaranya

sudah dilakukan pengawasan dan pemeriksaan. Hal itu berarti bahwa masih terdapat 44

% TUPM lainnya yang belum dilakukan pengawasan dan pemeriksaan.

Dari 56 % TUPM yang sudah diperiksa, hanya 72,3 % yang memenuhi

persyaratan. Berarti secara keseluruhan baru 40.5 % TUPM yang sudah diketahui

kualitas lingkungannya seperti bagaimana kualitas air bersihnya, bagaimana

pembuangan limbahnya, bagaimana cara pembuangan sampahnya, dan bagaimana cara

pengolahan serta penyimpanan makanannya.

D. GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT1. Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS)

Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara

langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah

kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian. PHBS

mengisyaratkan slogan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati’. Program PHBS

adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan

masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat,

yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang

kesehatan serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 25

5. Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM)

Dalam upaya mengurangi risiko Tempat Tempat Umum (TTU) menjadi tempat

penularan / sumber penyakit, maka dilakukan pemantauan terhadap TTU tersebut.

Beberapa TTU yang rutin dilakukan pemantauan oleh kabupaten kota antara lain Hotel,

Restoran/ Rumah MakanP pasar dan Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM).

Gambar III. C. 6Cakupan (%) TUPM Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berdasarkan pencatatan pelaporan kabupaten kota di Jawa Barat selama

tahun 2012 tercatat 128,680 TUPM, dimana sebanyak 72.028 buah (56%) diantaranya

sudah dilakukan pengawasan dan pemeriksaan. Hal itu berarti bahwa masih terdapat 44

% TUPM lainnya yang belum dilakukan pengawasan dan pemeriksaan.

Dari 56 % TUPM yang sudah diperiksa, hanya 72,3 % yang memenuhi

persyaratan. Berarti secara keseluruhan baru 40.5 % TUPM yang sudah diketahui

kualitas lingkungannya seperti bagaimana kualitas air bersihnya, bagaimana

pembuangan limbahnya, bagaimana cara pembuangan sampahnya, dan bagaimana cara

pengolahan serta penyimpanan makanannya.

D. GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT1. Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS)

Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara

langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah

kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian. PHBS

mengisyaratkan slogan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati’. Program PHBS

adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan

masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat,

yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang

kesehatan serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 25

5. Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM)

Dalam upaya mengurangi risiko Tempat Tempat Umum (TTU) menjadi tempat

penularan / sumber penyakit, maka dilakukan pemantauan terhadap TTU tersebut.

Beberapa TTU yang rutin dilakukan pemantauan oleh kabupaten kota antara lain Hotel,

Restoran/ Rumah MakanP pasar dan Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM).

Gambar III. C. 6Cakupan (%) TUPM Menurut Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berdasarkan pencatatan pelaporan kabupaten kota di Jawa Barat selama

tahun 2012 tercatat 128,680 TUPM, dimana sebanyak 72.028 buah (56%) diantaranya

sudah dilakukan pengawasan dan pemeriksaan. Hal itu berarti bahwa masih terdapat 44

% TUPM lainnya yang belum dilakukan pengawasan dan pemeriksaan.

Dari 56 % TUPM yang sudah diperiksa, hanya 72,3 % yang memenuhi

persyaratan. Berarti secara keseluruhan baru 40.5 % TUPM yang sudah diketahui

kualitas lingkungannya seperti bagaimana kualitas air bersihnya, bagaimana

pembuangan limbahnya, bagaimana cara pembuangan sampahnya, dan bagaimana cara

pengolahan serta penyimpanan makanannya.

D. GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT1. Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS)

Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara

langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah

kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian. PHBS

mengisyaratkan slogan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati’. Program PHBS

adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan

masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat,

yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang

kesehatan serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 26

mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum dan Sarana

Kesehatan.

Walaupun masih dibawah target nasional, namun persentase cakupan Rumah

Tangga Ber PHBS dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan dimana pada

periode tahun 2008-2012 mengalami kenaikan dari 32,13% menjadi 47,4% tahun 2012.

Untuk perbandingan antar Kabupaten/Kota lebih rinci dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Gambar III. D. 1Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS)

menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Dari gambar diatas terlihat bahwa Kabupaten/Kota yang mempunyai

Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) tertinggi terdapat di

Kota Cirebon (91,15%) dan terendah di Kabupaten Cianjur (24,67%).

Indikator PHBS di tatanan rumah tangga mencakup aspek-aspek sebagai

beriktu yaitu : ibu bersalin oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI untuk balita, adanya

jaminan pemeliharaan kesehatan, aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok, makan

dengan gizi berimbang, ketersediaan air bersih, adanya jamban, tingkat kepadatan

hunian, lantai rumah bukan dari tanah, bebas jentik.

Hasil Riset kesehatan daerah di Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Barat tahun

2007 menunjukkan persentase keluarga PHBS yang tinggal di perkotaan lebih baik

(45,1%) dibandingkan dengan di pedesaan (31,1%). Berdasarkan tingkat pengeluaran

per-kapita keluarga, semakin sejahtera tingkat sosial ekonomi keluarga semakin besar

proporsi pencapaian keluarga bersih dan sehat.

Penerapan PHBS di rumah tangga diharapkan mengurangi risiko terjadinya

kematian bayi karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, meningkatkan daya tahan

tubuh dengan ASI. Pencegahan penyakit degeneratif dengan berolah raga,

mengkonsumsi makanan bergizi. Pencegahan penyakit pernafasan dengan tidak

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 27

merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian. Ketersediaan air bersih,

jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti

diare, penyakit kulit, dll. Hingga saat ini penyakit Infeksi saluran Pernafasan dan Diare

masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar di Jawa Barat.

Hasil Susenas 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok di

Jawa Barat sebanyak 29,38%, yang terdiri dari umur 10-17 tahun sebanyak 2,93%, umur

18-24 tahun sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini

menunjukkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih

merupakan tantangan berat.

2. Umur Perkawinan Pertama

Umur perkawinan pertama mempunyai pengaruh yang besar terhadap tinggi

rendahnya tingkat fertilitas, karena pangjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur

pertama kali perempuan melakukan pernikahan. Makin muda usia perempuan pada

perkawinan pertama maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak semakin

tinggi.

Hal ini berkaitan antara usia perempuan saat perkawinan pertama dengan

faktor risiko ibu melahirkan. Semakin muda usia perkawinan pertama, semakin besar

risiko yang dihadapi bagi keselamatan kesehatan ibu maupun bayi, secara mental

perempuan muda yang cepat menikah umumnya sangat rentan perceraian karena emosi

yang belum stabil dan belum siap untuk menjalankan rumah tangga serta belum siap

menerima pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan. Demikian pula dengan

semakin tua usia perkawinan pertama, maka risiko yang dihadapi semakin tinggi baik

pada masa kehamilan maupun pada masa melahirkan.

Pada periode tahun 2007-2012 telah dapat dilihat lebih nyata bahwa usia

perkawinan pertama pada perempuan kurang dari 15 tahun cenderung menurun

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 23,53% tahun 2007 menjadi 15,72%

tahun 2012, disisi lain usia perkawinan diatas 19 tahun cenderung mengalami

peningkatan.

Tabel III. D. 1Penduduk Perempuan berusia 10 tahun ke atas yang pernah menikah

Menurut usia perkawinan pertama di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 – 2012

Usia Perkawinan Pertama 2007 2008 2009 2010 2011 20121.         < 15 tahun 22,83 23,53 20,46 16,45 15,89 15,722.         16 - 18 Tahun 38,72 38,39 37,84 36,75 35,91 36,413.         19 – 24 tahun 31,54 30,53 33,91 36,47 38,99 38,284.         > 25 tahun 6,91 7,55 7,79 12,07 9,21 9,60

J u m l a h 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 28

Perkawinan umur pertama sangat muda (10-15 Tahun) banyak terjadi pada

perempuan di daerah perdesaan, pendidikan rendah, status ekonomi termiskin dan

kelompok petani/nelayan/buruh. Semakin tinggi persentase umur perkawinan pertama

pada umur dini semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dapat menunda

umur perkawinan pertama pada umur dini.

Apabila dibandingkan per Kabupaten/Kota rata-rata umur perkawinan pertama

dibawah kurang 15 tahun ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota diatas rata-rata umur

perkawinan pertama di Jawa Barat dan yang tertinggi di Kabupaten Sukabumi (28,3%)

dan terendah di Kota Cimahi (5,0%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar III. D. 2Persentase Umur Perkawinan Pertama Kurang Sama Dengan 15 Tahun

Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 29

BAB IVSITUASI DERAJAT KESEHATAN

A. MORTALITAS1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0)

Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah salah satu indikator

derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru

lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambarkan taraf hidup suatu

bangsa. Beberapa faktor yang mempengaruhi UHH antara lain adalah ekonomi,

pendidikan, geografis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH diperoleh secara tidak

langsung melalui Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan

perhitungan setiap tahun melalui proyeksi.

Gambar IV. A.1Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2000, 2005 s/d 2012

Perhitungan angka UHH Waktu Lahir (Eo) dengan Proyeksi Estimasi

didasarkan pada perubahan UHH Waktu Lahir dari tahun ke tahun serta dari hasil

sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun dan asumsi tingkat penurunan

kematian bayi &balita

Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata ada 13 Kabupaten/ Kota

dibawah angka Jawa Barat dan 13 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat. Teringgi

terdapat di Kota Depok (73,22 tahun) dan terendah Kabupaten Cirebon (64,42 tahun).

Secara rinci dapat dilihat pada Gambar IV A. 1.

Peningkatan angka UHH Waktu Lahir di Provinsi Jawa Barat merupakan salah

satu tolok ukur keberhasilan dalam upaya pembangunan kesehatan, walaupun dari

hasil survei masih terdapat kesenjangan antara angka UHH dengan nilai riil hasil

proyeksi. Untuk itu, diperlukan adanya upaya kegiatan terobosan baru dalam rangka

akselerasi peningkatan UHH di Provinsi Jawa Barat yang lebih jelas dan tepat sasaran,

64,63

66,47

2000 2005

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 29

BAB IVSITUASI DERAJAT KESEHATAN

A. MORTALITAS1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0)

Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah salah satu indikator

derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru

lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambarkan taraf hidup suatu

bangsa. Beberapa faktor yang mempengaruhi UHH antara lain adalah ekonomi,

pendidikan, geografis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH diperoleh secara tidak

langsung melalui Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan

perhitungan setiap tahun melalui proyeksi.

Gambar IV. A.1Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2000, 2005 s/d 2012

Perhitungan angka UHH Waktu Lahir (Eo) dengan Proyeksi Estimasi

didasarkan pada perubahan UHH Waktu Lahir dari tahun ke tahun serta dari hasil

sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun dan asumsi tingkat penurunan

kematian bayi &balita

Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata ada 13 Kabupaten/ Kota

dibawah angka Jawa Barat dan 13 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat. Teringgi

terdapat di Kota Depok (73,22 tahun) dan terendah Kabupaten Cirebon (64,42 tahun).

Secara rinci dapat dilihat pada Gambar IV A. 1.

Peningkatan angka UHH Waktu Lahir di Provinsi Jawa Barat merupakan salah

satu tolok ukur keberhasilan dalam upaya pembangunan kesehatan, walaupun dari

hasil survei masih terdapat kesenjangan antara angka UHH dengan nilai riil hasil

proyeksi. Untuk itu, diperlukan adanya upaya kegiatan terobosan baru dalam rangka

akselerasi peningkatan UHH di Provinsi Jawa Barat yang lebih jelas dan tepat sasaran,

66,4767,40 67,60 67,80 68,00 68,20 68,40

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 29

BAB IVSITUASI DERAJAT KESEHATAN

A. MORTALITAS1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0)

Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah salah satu indikator

derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru

lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambarkan taraf hidup suatu

bangsa. Beberapa faktor yang mempengaruhi UHH antara lain adalah ekonomi,

pendidikan, geografis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH diperoleh secara tidak

langsung melalui Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan

perhitungan setiap tahun melalui proyeksi.

Gambar IV. A.1Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2000, 2005 s/d 2012

Perhitungan angka UHH Waktu Lahir (Eo) dengan Proyeksi Estimasi

didasarkan pada perubahan UHH Waktu Lahir dari tahun ke tahun serta dari hasil

sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun dan asumsi tingkat penurunan

kematian bayi &balita

Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata ada 13 Kabupaten/ Kota

dibawah angka Jawa Barat dan 13 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat. Teringgi

terdapat di Kota Depok (73,22 tahun) dan terendah Kabupaten Cirebon (64,42 tahun).

Secara rinci dapat dilihat pada Gambar IV A. 1.

Peningkatan angka UHH Waktu Lahir di Provinsi Jawa Barat merupakan salah

satu tolok ukur keberhasilan dalam upaya pembangunan kesehatan, walaupun dari

hasil survei masih terdapat kesenjangan antara angka UHH dengan nilai riil hasil

proyeksi. Untuk itu, diperlukan adanya upaya kegiatan terobosan baru dalam rangka

akselerasi peningkatan UHH di Provinsi Jawa Barat yang lebih jelas dan tepat sasaran,

68,40 68,60

2011 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 30

kegiatan tersebut dapat dilaksanakan melalui Program Pendanaan Kompetisi (PPK)

IPM.

Gambar IV. A. 2Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) diperinci

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

2. Kematiana. Kematian Bayi

Angka kematian yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan

derajat kesehatan, maupun hal lain misalnya rawan keamanan atau bencana alam.

Pada dasarnya penyebab kematian ada yang langsung dan tidak langsung, walaupun

dalam kenyataannyaterdapat interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi

terhadap tingkat kematian di masyarakat.

Berbagai faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian maupun

kesakitan antara lain dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, kualitas lingkungan

hidup, upaya pelayanan kesehatan dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Barat beberapa

faktor penyebab kematian dan kesakitan perlu mendapat perhatian khusus

diantaranya yang berhubungan dengan kematian ibu dan bayi yaitu besarnya tingkat

kelahiran dalam masyarakat, umur masa paritas, jumlah anak yang dilahirkan serta

penolong persalinan.

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan

indikator yang sangat sensitif terhadap kwalitas dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan terutama yang berhubungan dengan perinatal, juga merupakan tolok ukur

pembangunan sosial ekonomi masyarakat menyeluruh.

AKB dihitung dari jumlah kematian bayi dibawah usia 1 tahun pada setiap

1000 kelahiran hidup. AKB di Provinsi Jawa Barat dari 45,69 per 1000 kelahiran hidup

tahun 2000, pada tahun 2006 menurun menjadi 40,26 per 1000 kelahiran hidup.

Data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan

AKB di Provinsi Jawa Barat sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 31

menurun menjadi 36 26 per 1000 kelahiran hidup. dan tahun 2012 AKB di Provinsi

Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup.

Gambar berikut memetakan AKB (BPS 2010) per Kabupaten/ Kota di Provinsi

Jawa Barat tahun 2009. Tampak bahwa di daerah Pantura, yaitu Kabupaten

Indramayu dan Kabupaten Cirebon, serta di daerah Pansel yaitu Kabupaten Garut,

merupakan daerah dengan AKB masih tinggi.

Gambar IV. A. 3Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat

Tahun 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012

Sumber : SDKI dan BPS Jawa Barat.

Gambar IV. A. 4Peta Angka Kematian Bayi (AKB)

Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2010

Gambar IV. A. 5Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

89,0

61,044,0

39,0 38,5 37,0 36,330,0

-20,040,060,080,0

100,0

1994 1997 2002 2007 2008 2009 2010 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 32

Sementara data mengenai jumlah kematian bayi di Provinsi Jawa Barat tahun

2012 sebanyak 4.803 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten dengan angka

kematian bayi tertingggi terdapat di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya,

Kab. Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Garut, secara rinci dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar IV. A. 6Jumlah Kematian Bayi Menurut Kabupaten / Kota

di Provinsi Jawa Barat tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan

penyebab kematian perinatal (0-6 hari) terbanyak adalah gangguan pernafasan (35,9

%), prematuritas (32,4 %) dan sepsis (12,0%) sedangkan pada usia 29 hari -< 1

tahun adalah Diare (31,4%), Pneumonia (23,8 %) dan Meningitis/Encephalitis (9,3%).

b. Kematian Balita

Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0 – 4 tahun per

1000 kelahiran hidup. Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia dihitung oleh

Badan Pusat Statistik. Sementara itu di Provinsi Jawa Barat estimasi AKABA dari

tahun ke tahun menunjukan penurunan dari tahun 2006 sebesar 51,99 per-1000

kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 50.79 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun

2008 sebesar 49,6 dan 38 per-1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Hal ini

menggambarkan bahwa masih banyak di Jawa Barat tingkat permasalahan

kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan balita

seperti, gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 33

Gambar IV. A. 7Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Sementara data mengenai Jumlah kematian Anak Balita di Provinsi Jawa

Barat tahun 2012 sebanyak 364 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten

dengan angka kematian Anak Balita tertingggi terdapat di Kabupaten Cirebon,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka. Untuk

rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Gambar IV. A. 8Jumlah Kematian Anak Balita Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 33

Gambar IV. A. 7Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Sementara data mengenai Jumlah kematian Anak Balita di Provinsi Jawa

Barat tahun 2012 sebanyak 364 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten

dengan angka kematian Anak Balita tertingggi terdapat di Kabupaten Cirebon,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka. Untuk

rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Gambar IV. A. 8Jumlah Kematian Anak Balita Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 33

Gambar IV. A. 7Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Sementara data mengenai Jumlah kematian Anak Balita di Provinsi Jawa

Barat tahun 2012 sebanyak 364 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten

dengan angka kematian Anak Balita tertingggi terdapat di Kabupaten Cirebon,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka. Untuk

rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Gambar IV. A. 8Jumlah Kematian Anak Balita Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 34

c. Kematian Ibu / Maternal

Indikator Angka Kematian Ibu Maternal atau Angka Kematian Ibu (AKI) atau

Maternal Mortality Rate (MMR) menunjukan jumlah kematian ibu karena kehamilan,

persalinan dan masa nifas pada setiap 1000 kelahiran hidup dalam satu wilayah pada

kurun waktu tertentu. Sampai saat ini AKI diperoleh dari survei – survei terbatas

seperti yang tercantum pada Tabel berikut ini.

Tabel IV. A. 1Angka Kematian Ibu / Maternal per 100.000 kelahiran hidup

di Provinsi Jawa Barat

AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat,

status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan

terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan sewaktu ibu melahirkan dan masa

nifas.

Beberapa determinan penting yang mempengaruhi AKI secara langsung

antara lain, status gizi, anemia pada kehamilan, keadaan tiga terlambat dan empat

terlalu. Faktor mendasar penyebab kematian ibu maternal adalah tingkat pendidikan

ibu, kesehatan lingkungan fisik maupun budaya, keadaan ekonomi keluarga dan pola

kerja rumah tangga. Adanya pandangan masyarakat bahwa ibu hamil, melahirkan

dan menyusui adalah proses alami, menyebabkan ibu maternal tidak diperlakukan

secara khusus, seperti dibiarkan dan membiarkan diri untuk bekerja berat, makan

dengan gizi dan porsi yang kurang memadai.

Survey yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun

2003 menunjukan bahwa AKI Provinsi Jawa Barat sebesar 321,15 per 100.000

kelahiran hidup dengan pembagian perkelompok wilayah. Pada umumnya kematian

ibu terjadi pada saat melahirkan (60,87%), waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil

(8,70%). Hal ini sejalan dengan data mengenai jumlah kematian ibu maternal dari

laporan sarana pelayanan kesehatan. Ditinjau dari sudut pendidikannya, maka diduga

terdapat korelasi yang kuat antara pendidikan perempuan dengan besarnya Angka

Kematian ibu, seperti di daerah Pantura dimana AKI-nya tinggi dimana ternyata

perempuan berumur 10 tahun keatas yang tidak bersekolah mencapai 15,53%.

Penelitian / Survei Tahun AKI

Penelitian & pencatatan di 12 RS 1977 – 1980 370Penelitian UNPAD si Ujungberung 1978 – 1980 170SKRT 1980 150UNPAD di Kab Sukabumi 1982 450SKRT 1986 450SKRT 1992 425SDKI 1994 390SKRT 1995 373BPS Provinsi Jawa Barat 2003 321,15SDKI 2007 228SDKI 2012 2012 359

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 35

Tabel IV. A. 2Banyaknya Kelahiran dan Angka Kematian Ibu

Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2003

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Survey AKI 2003.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012 jumlah kematian

ibu maternal yang terlaporkan sebanyak 818 orang (87,99/100.000 kelahiran hidup),

tertinggi terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Cirebon dan terendah di Kota Cirebon

dan Kota Bandung.

Gambar IV. A. 9Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Penelitian tahun 2003 yang dilakukan oleh BPS, tidak mengungkapkan

penyebab kematian ibu maternal itu sendiri tetapi pola penyebab kematian pada

persalinan tercantum pada tabel IV.A.2.8. Penyebab kematian secara langsung pada

persalinan dengan komplikasi adalah perdarahan, pre-eklamsia dan eklamsia, infeksi

jalan lahir serta emboli, robekan jalan lahir, septik aborsi. Penyebab tidak langsung

tingginya AKI adalah faktor pendidikan ibu yang rendah, status gizi ibu yang kurang

serta terlalu muda usia ibu pada saat hamil.

No Kelompok Wilayah BanyaknyaKelahiran AKI

1 Bodebek (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab.Bekasi, Kota Bekasi) 191.106 296.17

2 Bandung Raya (Kab. Bandung, Kota Bandung, KotaCimahi) 133.250 237.15

3 Sukabumi – Cianjur (Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi,Kab. Cianjur) 96.934 364.17

4Priangan Timur (Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, KotaTasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab.Sumedang)

150.992 319.88

5 Pantura (Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab.Subang) 72.016 411.02

6 Cirebon (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu,Kab, Majalengka, Kab. Kuningan). 120.773 366.80

765.071 321.15Jawa Barat

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 36

Tabel IV. A. 3Penyebab Kematian Pada Persalinan Secara Langsung dan

Tidak Langsung di Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan laporan dari fasilitas kesehatan, penyebab langsung kematian

ibu maternal diklasifikasikan menjadi Perdarahan, infeksi, eklampsia (tekanan darah

tinggi) dan lain-lain. Perdarahan merupakan penyebab paling utama, diikuti dengan

eklampsia. Data penyebab kematian ibu maternal di provinsi Jawa Barat dari tahun

2003-2007 tercantum pada Gambar dibawah ini.

Gambar IV. A. 10Penyebab Kematian Ibu Maternal di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2008

d. Kematian KasarAngka Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat digunakan sebagai

petunjuk umum status kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan di dalam

masyarakat, secara tidak langsung menggambarkan kondisi lingkungan ekonomi, fisik

dan biologis. AKK menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk,

walaupun penilaian yang diberikan secara kasar dan tidak langsung.

Menurut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat kematian tahun 2000-

2005 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.

JAWA TENGAH UJUNG BERUNG TANJUNGSARI JAWA BARAT

1986– 1987 1978 – 1980 1980 2004(%) (%) (%) (%)

PENYEBAB LANGSUNG1. PENDARAHAN 46 41 45 47,472. INFEKSI 20 27 15 6.783. EKLAMSIA DAN PRE EKLAMSIA 16 20 10 11,134. SEPTIK ABORSI 0 0 5 -5. EMBOLI 0 0 0 -6. ROBEKAN RAHIM 0 0 15 -7. LAIN-LAIN 18 9 0 34.6

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG ANTARA LAIN :

1. PENDIDIKAN PEREMPUAN2. USIA PERKAWINAN PEREMPUAN

-18 6 10

PENYEBAB KEMATIAN PADA PERSALINAN

35,97

5,4818,88

39,67

0102030405060708090

100

2003

Lain-lain

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 36

Tabel IV. A. 3Penyebab Kematian Pada Persalinan Secara Langsung dan

Tidak Langsung di Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan laporan dari fasilitas kesehatan, penyebab langsung kematian

ibu maternal diklasifikasikan menjadi Perdarahan, infeksi, eklampsia (tekanan darah

tinggi) dan lain-lain. Perdarahan merupakan penyebab paling utama, diikuti dengan

eklampsia. Data penyebab kematian ibu maternal di provinsi Jawa Barat dari tahun

2003-2007 tercantum pada Gambar dibawah ini.

Gambar IV. A. 10Penyebab Kematian Ibu Maternal di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2008

d. Kematian KasarAngka Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat digunakan sebagai

petunjuk umum status kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan di dalam

masyarakat, secara tidak langsung menggambarkan kondisi lingkungan ekonomi, fisik

dan biologis. AKK menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk,

walaupun penilaian yang diberikan secara kasar dan tidak langsung.

Menurut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat kematian tahun 2000-

2005 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.

JAWA TENGAH UJUNG BERUNG TANJUNGSARI JAWA BARAT

1986– 1987 1978 – 1980 1980 2004(%) (%) (%) (%)

PENYEBAB LANGSUNG1. PENDARAHAN 46 41 45 47,472. INFEKSI 20 27 15 6.783. EKLAMSIA DAN PRE EKLAMSIA 16 20 10 11,134. SEPTIK ABORSI 0 0 5 -5. EMBOLI 0 0 0 -6. ROBEKAN RAHIM 0 0 15 -7. LAIN-LAIN 18 9 0 34.6

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG ANTARA LAIN :

1. PENDIDIKAN PEREMPUAN2. USIA PERKAWINAN PEREMPUAN

-18 6 10

PENYEBAB KEMATIAN PADA PERSALINAN

35,97 45,63 39,29 38,68

5,487,47

6,06 5,0018,88

10,6514,91 20,00

39,67 36,25 39,75 36,32

2003 2004 2005 2007

Lain-lain Eklampsia Infeksi Perdarahan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 36

Tabel IV. A. 3Penyebab Kematian Pada Persalinan Secara Langsung dan

Tidak Langsung di Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan laporan dari fasilitas kesehatan, penyebab langsung kematian

ibu maternal diklasifikasikan menjadi Perdarahan, infeksi, eklampsia (tekanan darah

tinggi) dan lain-lain. Perdarahan merupakan penyebab paling utama, diikuti dengan

eklampsia. Data penyebab kematian ibu maternal di provinsi Jawa Barat dari tahun

2003-2007 tercantum pada Gambar dibawah ini.

Gambar IV. A. 10Penyebab Kematian Ibu Maternal di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2008

d. Kematian KasarAngka Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat digunakan sebagai

petunjuk umum status kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan di dalam

masyarakat, secara tidak langsung menggambarkan kondisi lingkungan ekonomi, fisik

dan biologis. AKK menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk,

walaupun penilaian yang diberikan secara kasar dan tidak langsung.

Menurut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat kematian tahun 2000-

2005 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.

JAWA TENGAH UJUNG BERUNG TANJUNGSARI JAWA BARAT

1986– 1987 1978 – 1980 1980 2004(%) (%) (%) (%)

PENYEBAB LANGSUNG1. PENDARAHAN 46 41 45 47,472. INFEKSI 20 27 15 6.783. EKLAMSIA DAN PRE EKLAMSIA 16 20 10 11,134. SEPTIK ABORSI 0 0 5 -5. EMBOLI 0 0 0 -6. ROBEKAN RAHIM 0 0 15 -7. LAIN-LAIN 18 9 0 34.6

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG ANTARA LAIN :

1. PENDIDIKAN PEREMPUAN2. USIA PERKAWINAN PEREMPUAN

-18 6 10

PENYEBAB KEMATIAN PADA PERSALINAN

58,79

9,6213,60

17,99

2008

Perdarahan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 37

Kecenderungan penurunan AKK di Provinsi Jawa Barat dari tahun 1971

hingga 1995 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar IV. A. 11Angka Kematian Kasar Nasional dan Provinsi Jawa Barat Tahun 1971 – 1995

B. MORBIDITAS1. Gambaran Umum Masalah Kesehatan

Menurut SUSENAS tahun 2012 Persentase Penduduk Jawa Barat yang sakit

sebesar 14,01% dan terjadi penurunan dari tahun 2011 (14,01%). Hal ini dibawah angka

Nasional sebesar 14,49%.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota tahun 2012, Pola penyakit

penderita rawat jalan usia bayi (neonatal dan < 1 tahun) di Puskesmas menunjukkan

urutan terbanyak penyakit yang ditemukan adalah penyakit saluran pernafasan

mencakup infeksi saluran pernafasan atas akut (42,47%), serta penyakit Diare dan

Gastroenteritis (13,47 %). Hal yang sama ditemukan pada pasien rawat jalan di RS,

Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut ( 6,76 % ) serta Tukak lambung dan Gastritis (

10,14 % ) masih mendominasi.

Untuk menggambarkan besaran permasalahan faktor risiko mana yang dominan

mempengaruhi status kesehatan masyarakat Jawa Barat tahun 2012, dilakukan

perbandingan pola penyakit yang terjadi dengan pendekatan Teori HL Bloom. Apakah

faktor risiko pola penyakit tersebut disebabkan genetik, pelayanan, perilaku atau karena

faktor lingkungan.

Untuk menggambarkan Pola penyakit secara umum di Jawa Barat tahun 2012,

dapat di diketahui dengan gambaran sepuluh besar penyakit rawat inap rumah sakit

pada semua golongan umur, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

1971-1980(BPS)

1980-1995(SUPAS)

1985-1990(SUPAS)

1990-1995(ESTIMASI)

NASIONAL 16,7 9,1 7,9 7,5JAWA BARAT 13,57 11,32 9,2 8,4

0

5

10

15

20

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 38

Gambar IV. B. 1Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Semua Golongan Umur

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Proporsi sepuluh besar penyakit mencakup 32,28 % dari seluruh penderita

penyakit (100 %) yang di rawat di rumah sakit. Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa pola penyakit yang diderita penduduk Jawa Barat 2012 sangat bervariatif,

karena masih terdapat 62,72 % penderita dengan berbagai variasi penyakit.

Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS untuk semua

golongan umur ketahui bahwa sepuluh besar penyakit sebagian besar didominasi

oleh jenis penyakit infeksi (80 %) dengan faktor risiko perilaku dan lingkungan, yaitu

demam tifoid dan paratifoid, diare dan gastroenteritis, infeksi usus, pneumonia,

demam berdarah, dan tuberculosis dengan proporsi kumulatif penyakit infeksi

mencapai 21.69%. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa permasalahan

kesehatan di Jawa Barat masih erat kaitannya dengan perilaku masyarakat dan

kualitas lingkungan dalam mendukung status kesehatan masyarakat.

Untuk mengetahui gambaran lebih rinci tentang pola penyakit di Jawa

Barat maka gambar dibawah ini bisa memberikan gambaran tentang sepuluh besar

penyakit rawat inap RS untuk golongan umur dibawah 1 tahun, golongan umur 1

tahun sampai dengan 4 tahun, golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun,

golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun dan golongan umur diatas 45

tahun.

Secara umum pola penyakit pada semua golongan umur berbeda dengan

pola penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun. Proporsi sepuluh besar

penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun mencapai 85.53 % dari seluruh

penderita penyakit (100 %) yang rawat inap di rumah sakit.

Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS pada golongan umur

dibawah 1 tahun diketahui bahwa perbadingan antara jenis penyakit infeksi dengan

penyakit non infeksi adalah sama (50 %). Begitu juga bila dilihat berdasarkan

frekwensi kumulatif penyakit infeksi dan non infeksi pada sepuluh besar penyakit

tersebut relative hampir sama yaitu 42.42 % dan 43.20%. Hal tersebut bisa

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 39

mengindikasikan bahwa pola penyakit tersebut berkaitan erat dengan faktor risiko

lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Pola penyakit pada golongan umur

dibawah 1 tahun di Jawa Barat dapat dilihat berikut ini.

Gambar IV. B. 2Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur < 1 Tahun

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambaran pola penyakit pada golongan umur balita yaitu 1 tahun sampai

dengan 4 tahun dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar IV. B. 3Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 1 – 4 Tahun

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Jenis penyakit terbanyak pada sepuluh besar penyakit pada golongan umur 1

tahun sampai dengan 4 tahun adalah jenis penyakit infeksi sebesar 78,14 %.

Sedangkan penyakit non infeksi sebesar 21,86%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

dominan permasalahan pola penyakit pada 1 tahun sampai dengan 4 tahun masih

berkaitan dengan perilaku dan lingkungan.

Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan

umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 40

Gambar IV. B. 4Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 5 - 14 Tahun

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 5 tahun

sampai 14 tahun mencapai 60,57%. Berarti ada sekitar 39,43% terdistribusi pada

penyakit penyakit diluar sepuluh besar.

Pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun,

berdasarkan jenis penyakitnya sebagian besar disebabkan penyakit infeksi (80%)

dan penyakit non infeksi 20%. Proporsi kumulatif penyakit infeksi mencapai 45.65

%. Sedangkan penyakit non infeksi hanya 12.61 %. Hal ini mengindikasikan bahwa

pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun berkaitan

dengan perilaku dan kondisi lingkungan.

Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan

umur 15 tahun sampai dengan 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 5Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 15 - 45 Tahun

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berbeda dengan pola penyakit pada golongan umur sebelumnya, maka pola

penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun diwarnai dengan

penyakit yang berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan, seperti adanya

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 41

penyulit kehamilan dan persalinan, ketuban pecah dini, perawatan ibu berkaitan

dengan janin dan ketuban dan masalah persalinan serta abortus. Gambaran pola

penyakit ini cukup mengindikasikan adanya permasalahan pada pelayanan kesehatan

khususnya pada kelompok risiko wanita usia subur, selain permasalahan penyakit

infeksi.

Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 15 tahun

sampai 44 tahun mencapai 36,83%. Berarti masih terdapat 63,17% frekwensi penyakit

terdistribusi pada kelopok penyakit diluar sepuluh besar.

Perbandingan jenis penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44

tahun antara penyakit infeksi dan non infeksi adalah sama yakni 50 %. Frekwensi

kumulatif antara penyakit infeksi dan non infeksi pada kelompok sepuluh besar adalah

27.30 % dan 11.71 %.

Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan

umur diatas 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 6Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur >45 Tahun

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Pola penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun, mengidentifikasi adanya

adanya penyakit generative seperi hipertensi, ginjal dan diabetes selain adanya

penyakit infeksi yang selalu ditemukan pada seluruh golongan umur. Proporsi sepuluh

besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun hanya mencapai 34,91%.

Berdasarkan jenis penyakit yang masuk kedalam sepuluh besar penyakit

golongan umur diatas 45 tahun, maka jenis penyakit non infeksi lebih dominan

dibanding penyakit infeksi yaitu 70 % dengan 30 %. Meskipun kalau dilihat dari proporsi

kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun ini masih lebih

tinggi penyakit infeksi (23.5%) dibanding penyakit non infeksi (9,6%).

Pada golongan umur diatas 45 tahun ini sudah terindikasi selain permasalahan

penyakit infeksi yang berkaitan dengan lingkungan, juga mempunyai gambaran adanya

permalahan pada pola hidup/ perilaku masyarakat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 42

Pola penyakit rawat jalan di Puskesmas didominasi Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (22,42%), Penyakit Sistem Pencernakan (15,47%), Penyakit Kulit Dan

Jaringan Subkutan (13,32%) dan Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat

(10,30%) merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan.

Pada penderita rawat jalan usia pralansia dan lansia di puskesmas maupun di

Rumah Sakit, Penyakit Sistem Muskuloskeletal Dan Jaringan Ikat, Penyakit Sistem

Pencernakan, Penyakit Sistem Pembuluh Darah yang menjadi penyakit terbanyak yang

ditemui dan penyakit yang rawat inap terutama Diabetes Melitus, Hipetensi dan Strok.

Penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan gaya hidup, mencakup pola makan

yang kurang berimbang serta sedikitnya aktifitas olah raga juga menjadi mayoritas

masalah kesakitan di masyarakat.

2. Gambaran Penyakit Menular

Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat,

antara lain sebagai berikut:

Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat,

antara lain sebagai berikut:

a. Penyakit Menular Bersumber Binatang1) Malaria

Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Barat masih terfokus di Jawa Barat

bagian Selatan, terutama di Kabupaten Sukabumi, Garut, Ciamis, dan

Tasikmalaya. Kasus Malaria yang ditemukan dan dilaporkan di kabupaten lainnya

biasanya merupakan kasus malaria impor.

Indikator keberhasilan Pengendalian Penyakit Malaria digunakan indikator

Annual Parasite Index (API). Berikut gambaran API Malaria di Provinsi Jawa Barat

1997-2012.

Gambar IV. B. 7Trend Annual Parasite Index (API) Malaria

Di Provinsi Jawa Barat, 1997 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 43

Rerata API di Jawa Barat periode 1997-2012 sebesar 0.99 per 1000.

Angka ini mendekati standar indikator API yaitu 1 per 1000. Kontribusi terbesar

API terjadi pada tahun 2003 sebesar 3.71 per 1000. Sedangkan API terkecil terjadi

pada tahun 2000 yaitu 0.36 per 1000. Bila dilihat berdasarkan modus API berkisar

0.5 per 1000.

Pada tahun 2003 terjadi peningkatan API sebesar 2.67 per 1000, dari

1,04 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 3,71 pada tahun 2003. Kenaikan API

tahun 2001 sd 2004 antara lain di sebabkan adanya perubahan pola surveilans

serta perbaikan sistem pencatatan pelaporan (diantaranya adanya bantuan ADB).

Dibandingkan API tahun 2011 dengan API tahun 2012 telah terjadi

peningkatan sebesar 0.20, yaitu dari 0.54/ 1000 tahun 2011 menjadi 0.70/ 1000

tahun 2012.

Gambar IV. B. 8Annual Parasite Index (API) Malaria Kabupaten Endemis

di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan API antar kabupaten endemis di Jawa Barat pada tahun

2012, yaitu Kabupaten Garut mempunyai nilai API tertinggi dengan 2.5/1000

peduduk. Sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yaitu

sebesar 0.1/1000 penduduk. Berdasarkan perbandingan tersebut bisa

diidentifikasi bahwa permasalahan Malaria di Kabupaten Garut 25 kali lebih besar

dibandingkan dengan di Kabupaten Tasikmalaya.

Bila dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi kecamatan, maka

di wilayah empat kabupaten endemis Malaria tersebut, tidak semua kecamatan

merupakan wilayah endemis. Hanya 34 kecamatan tertentu yang mempunyai

permasalahan Malaria. Tampak didalam gambar diatas semakin wilayah

kecamatan berwarna merah atau merah tua berarti wilayah tersebut mempunyai

permasalahan Malaria. Secara geografis ada kesamaan bahwa sebagian besar

wilayah kecamatan endemis Malaria merupakan wilayah yang mempunyai tepi

pantai. Dapat diketahui pula bahwa vektor penular Malaria di Provinsi Jawa Barat

lebih dominan adalah Anopheles Sundaicus.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 43

Rerata API di Jawa Barat periode 1997-2012 sebesar 0.99 per 1000.

Angka ini mendekati standar indikator API yaitu 1 per 1000. Kontribusi terbesar

API terjadi pada tahun 2003 sebesar 3.71 per 1000. Sedangkan API terkecil terjadi

pada tahun 2000 yaitu 0.36 per 1000. Bila dilihat berdasarkan modus API berkisar

0.5 per 1000.

Pada tahun 2003 terjadi peningkatan API sebesar 2.67 per 1000, dari

1,04 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 3,71 pada tahun 2003. Kenaikan API

tahun 2001 sd 2004 antara lain di sebabkan adanya perubahan pola surveilans

serta perbaikan sistem pencatatan pelaporan (diantaranya adanya bantuan ADB).

Dibandingkan API tahun 2011 dengan API tahun 2012 telah terjadi

peningkatan sebesar 0.20, yaitu dari 0.54/ 1000 tahun 2011 menjadi 0.70/ 1000

tahun 2012.

Gambar IV. B. 8Annual Parasite Index (API) Malaria Kabupaten Endemis

di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan API antar kabupaten endemis di Jawa Barat pada tahun

2012, yaitu Kabupaten Garut mempunyai nilai API tertinggi dengan 2.5/1000

peduduk. Sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yaitu

sebesar 0.1/1000 penduduk. Berdasarkan perbandingan tersebut bisa

diidentifikasi bahwa permasalahan Malaria di Kabupaten Garut 25 kali lebih besar

dibandingkan dengan di Kabupaten Tasikmalaya.

Bila dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi kecamatan, maka

di wilayah empat kabupaten endemis Malaria tersebut, tidak semua kecamatan

merupakan wilayah endemis. Hanya 34 kecamatan tertentu yang mempunyai

permasalahan Malaria. Tampak didalam gambar diatas semakin wilayah

kecamatan berwarna merah atau merah tua berarti wilayah tersebut mempunyai

permasalahan Malaria. Secara geografis ada kesamaan bahwa sebagian besar

wilayah kecamatan endemis Malaria merupakan wilayah yang mempunyai tepi

pantai. Dapat diketahui pula bahwa vektor penular Malaria di Provinsi Jawa Barat

lebih dominan adalah Anopheles Sundaicus.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 43

Rerata API di Jawa Barat periode 1997-2012 sebesar 0.99 per 1000.

Angka ini mendekati standar indikator API yaitu 1 per 1000. Kontribusi terbesar

API terjadi pada tahun 2003 sebesar 3.71 per 1000. Sedangkan API terkecil terjadi

pada tahun 2000 yaitu 0.36 per 1000. Bila dilihat berdasarkan modus API berkisar

0.5 per 1000.

Pada tahun 2003 terjadi peningkatan API sebesar 2.67 per 1000, dari

1,04 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 3,71 pada tahun 2003. Kenaikan API

tahun 2001 sd 2004 antara lain di sebabkan adanya perubahan pola surveilans

serta perbaikan sistem pencatatan pelaporan (diantaranya adanya bantuan ADB).

Dibandingkan API tahun 2011 dengan API tahun 2012 telah terjadi

peningkatan sebesar 0.20, yaitu dari 0.54/ 1000 tahun 2011 menjadi 0.70/ 1000

tahun 2012.

Gambar IV. B. 8Annual Parasite Index (API) Malaria Kabupaten Endemis

di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan API antar kabupaten endemis di Jawa Barat pada tahun

2012, yaitu Kabupaten Garut mempunyai nilai API tertinggi dengan 2.5/1000

peduduk. Sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yaitu

sebesar 0.1/1000 penduduk. Berdasarkan perbandingan tersebut bisa

diidentifikasi bahwa permasalahan Malaria di Kabupaten Garut 25 kali lebih besar

dibandingkan dengan di Kabupaten Tasikmalaya.

Bila dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi kecamatan, maka

di wilayah empat kabupaten endemis Malaria tersebut, tidak semua kecamatan

merupakan wilayah endemis. Hanya 34 kecamatan tertentu yang mempunyai

permasalahan Malaria. Tampak didalam gambar diatas semakin wilayah

kecamatan berwarna merah atau merah tua berarti wilayah tersebut mempunyai

permasalahan Malaria. Secara geografis ada kesamaan bahwa sebagian besar

wilayah kecamatan endemis Malaria merupakan wilayah yang mempunyai tepi

pantai. Dapat diketahui pula bahwa vektor penular Malaria di Provinsi Jawa Barat

lebih dominan adalah Anopheles Sundaicus.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 44

Gambar IV. B. 9Sebaran API/1000 Malaria di Kecamatan Endemis

di Provinsi Jawa Barat, 2012

2) Demam Berdarah Dengue (DBD)Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012

tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya

meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR 2

kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun

2011 menjadi 0.85% tahun 2012.

Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun 2012, bila dibandingkan

dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3, yaitu dari 31.9/100 ribu

menjadi 45/100 ribu.

Meskipun angka kejadian DBD tahun 2012 mempunyai kecenderungan

meningkat, namun angka tersebut masih lebih rendah dari standar 50/100.000.

Demikian pula hanya dengan CFR yang masih berada di bawah 1%.

Gambar IV. B. 10Angka Kejadian per 100.000 dan Case Fatality Rate DBD

di Provinsi Jawa Barat, 2000 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 44

Gambar IV. B. 9Sebaran API/1000 Malaria di Kecamatan Endemis

di Provinsi Jawa Barat, 2012

2) Demam Berdarah Dengue (DBD)Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012

tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya

meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR 2

kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun

2011 menjadi 0.85% tahun 2012.

Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun 2012, bila dibandingkan

dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3, yaitu dari 31.9/100 ribu

menjadi 45/100 ribu.

Meskipun angka kejadian DBD tahun 2012 mempunyai kecenderungan

meningkat, namun angka tersebut masih lebih rendah dari standar 50/100.000.

Demikian pula hanya dengan CFR yang masih berada di bawah 1%.

Gambar IV. B. 10Angka Kejadian per 100.000 dan Case Fatality Rate DBD

di Provinsi Jawa Barat, 2000 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 44

Gambar IV. B. 9Sebaran API/1000 Malaria di Kecamatan Endemis

di Provinsi Jawa Barat, 2012

2) Demam Berdarah Dengue (DBD)Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012

tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya

meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR 2

kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun

2011 menjadi 0.85% tahun 2012.

Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun 2012, bila dibandingkan

dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3, yaitu dari 31.9/100 ribu

menjadi 45/100 ribu.

Meskipun angka kejadian DBD tahun 2012 mempunyai kecenderungan

meningkat, namun angka tersebut masih lebih rendah dari standar 50/100.000.

Demikian pula hanya dengan CFR yang masih berada di bawah 1%.

Gambar IV. B. 10Angka Kejadian per 100.000 dan Case Fatality Rate DBD

di Provinsi Jawa Barat, 2000 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 45

Untuk mengetahui kabupaten kota mana di Jawa Barat yang berkontribusi

besar terhadap angka serangan DBD dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar IV. B. 11Angka Kejadian DBD per 100.000 Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan angka kejadian DBD di wilayah kabupaten dengan kota

menunjukan perbedaan yang relative besar, dimana angka kejadian DBD di kota

menunjukan angka yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan teori DBD bahwa

angka kejadian DBD diwilayah perkotaan akan relatih lebih tinggi di bandingkan

dengan Kabupaten.

Angka kejadian DBD tertinggi pada kelompok Kabupaten terjadi di

Bandung Barat (60.8/100.000), sedangkan pada kelompok kota terjadi di Kota

Sukabumi (303.1/100.000). Sedangkan angka kejadian terendah pada kelompok

Kabupaten terjadi di Kabupaten Garut (4.9/100.000) dan pada kelompok Kota di

Kota Cirebon (33.8/100.000).

Di Jawa Barat tahun 2012 ini terdapat tujuh kabupaten kota yang angka

kejadiannya melebihi 50 per 100.000, yaitu Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cimahi, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar serta di satu Kabupaten

yaitu Kabupaten Bandung Barat.

Terdapat 11 kabupaten kota yang mempunyai angka fatalitas diatas

standar 50/100.000, yaitu Kab. Majalengka, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab.

Cianjur, Kab, Ciamis, Kab. Bogor, Kab. Kuningan, Kab. Tasikmalaya dan Kab.

Bekasi dan Kota Bekasi dan Kota Banjar.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 46

Gambar IV. B. 12Case Fatality Rate DBD Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat 2012

Sumbangan terbesar CFR DBD berdasarkan kabupaten kota, untuk

wilayah kabupaten terjadi di Kabupaten Majalengka (5.22%), dan untuk wilayah

kota terjadi di Kota Banjar dengan CFR 2.17%. Sedangkan angka kejadian di 3

Kabupaten/Kota dengan CFR 0% yaitu di Kab. Garut, Kab. Purwakarta, dan Kota

Cirebon. CFR di wilayah kota relative lebih rendah dibanding dengan wilayah

kabupaten. Hal ini kemungkinan menunjukan tingkat keganasan penyakit DBD

relative rendah atau tatalaksana kasus yang lebih baik.

3) RabiesKasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Jawa Barat selama

kurun waktu 2005-2012 sebanyak 4.027 kasus dengan rerata pertahun sebesar 500

kasus gigitan.

Tabel IV. B. 1Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) dan Rabies

di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2012No Tahun Penderita gigitan Rabies Keterangan

1 2005 389 1 Kab. Garut

Kab. Tasikmalaya

Kab. Garut

3 2007 528 1 Kabupaten Ciamis

Kab. Cianjur

Kab. Sukabumi (2)

5 2009 388 2 Kab. Garut

Kab. Garut (2)

Kab. Sukabumi (2)

7 2011 549 0 -

8 2012 528 2 Kab. Sukabumi (2)

6 2010 573 4

2 2006 453 2

4 2008 619 3

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 47

Dari 4,027 kasus gigitan tersebut teridentifikasi 15 kasus Rabies (0.37 %),

yang tersebar di 6 Kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi 6 kasus, Garut 5 kasus,

Cianjur dan Tasikmalaya masing masing 1 kasus. Semua kasus Rabies terjadi di

wilayah Jawa Barat bagian Selatan.

Tatalaksana kasus Gigitan HPR antara lain dilakukan pemberian Vaksin Anti

Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) untuk kasus gigitan. Namun karena

keterbatasan sumber daya terutama vaksin dan serum, belum semua kasus gigitan

bisa ditatalaksana dengan VAR SAR. Meskipun demikian pada tahunn 2012 sudah 11

kabupaten kota (42.2%) yang cakupan nya mencapai 100% itupun hanya pemberian

VAR tanpa SAR, yaitu Indramayu dan Majalengka. Sedangakan untuk Cakupan VAR

Provinsi Jawa Barat hanya mencapaia 36.6%.

4) Flu Burung (Avian Influenza)

Selama periode 2005-2012 kasus Flu Burung di Jawa Barat ditemukan

sebanyak 49 kasus. Empat puluh dua diantaranya meninggal (CFR 85.71%).

Sedangkan kejadian Flu Burung tahun 2012 hanya ditemukan dan dilaporkan

di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor masing masing 1 kasus, dengan

tingkat fatalitas 100%.

Tingginya angka fatalitas Flu Burung menunjukan bahwa tingkat keganasan

Flu Burung sangat tinggi bila dibanding dengan penyakit menular lainnya.

Gambar IV. B. 13Sebaran Kasus Flu Burung Menurut Kabupaten Kota

di Provinsi Jawa Barat, 2009-20122009

2010

2011

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 48

5) Filariasis

Kumulatif penemuan kasus Filariasis Kronis periode tahun 2002-2012 di Jawa

Barat berjumlah 806 orang.

Berdasarkan hasil survey darah tepi di Provinsi Jawa Barat periode 2002-

2012 diketahui kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% yaitu mencapai 11

kabupaten kota. Mikrofilaria rate tertinggi terjadi di Kota Bekasi 2.88% dan terendah di

Kabupaten Cianjur 0.1% Kumulatif kasus Mikrofilaria di Jawa Barat mencapai 515

kasus. Rekomendasi untuk kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% adalah

melakukan Mass Drug Administration (MDA), yaitu pemberian obat filariasis secara

masal terhadap total populasi suatu wilayah kabupaten kota selama 5 tahun berturut-

tururt. Di beberapa kabupaten kota rekomendasi tersebut sudah dan sedang

dilaksanakan, seperti di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tasikmalaya.

Gambar IV. B. 14Mikrofilaria Rate (%) Menurut Kabupaten Kota

di Provinsi Jawa Barat, 2001-2012

b. Penyakit Menular Langsung.

1) Diare.

Cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007

hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding tahun 2011 maka Cakupan Penemuan

Kasus Diare tahun 2012 mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun

menjadi 62.2 tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 48

5) Filariasis

Kumulatif penemuan kasus Filariasis Kronis periode tahun 2002-2012 di Jawa

Barat berjumlah 806 orang.

Berdasarkan hasil survey darah tepi di Provinsi Jawa Barat periode 2002-

2012 diketahui kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% yaitu mencapai 11

kabupaten kota. Mikrofilaria rate tertinggi terjadi di Kota Bekasi 2.88% dan terendah di

Kabupaten Cianjur 0.1% Kumulatif kasus Mikrofilaria di Jawa Barat mencapai 515

kasus. Rekomendasi untuk kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% adalah

melakukan Mass Drug Administration (MDA), yaitu pemberian obat filariasis secara

masal terhadap total populasi suatu wilayah kabupaten kota selama 5 tahun berturut-

tururt. Di beberapa kabupaten kota rekomendasi tersebut sudah dan sedang

dilaksanakan, seperti di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tasikmalaya.

Gambar IV. B. 14Mikrofilaria Rate (%) Menurut Kabupaten Kota

di Provinsi Jawa Barat, 2001-2012

b. Penyakit Menular Langsung.

1) Diare.

Cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007

hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding tahun 2011 maka Cakupan Penemuan

Kasus Diare tahun 2012 mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun

menjadi 62.2 tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 48

5) Filariasis

Kumulatif penemuan kasus Filariasis Kronis periode tahun 2002-2012 di Jawa

Barat berjumlah 806 orang.

Berdasarkan hasil survey darah tepi di Provinsi Jawa Barat periode 2002-

2012 diketahui kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% yaitu mencapai 11

kabupaten kota. Mikrofilaria rate tertinggi terjadi di Kota Bekasi 2.88% dan terendah di

Kabupaten Cianjur 0.1% Kumulatif kasus Mikrofilaria di Jawa Barat mencapai 515

kasus. Rekomendasi untuk kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% adalah

melakukan Mass Drug Administration (MDA), yaitu pemberian obat filariasis secara

masal terhadap total populasi suatu wilayah kabupaten kota selama 5 tahun berturut-

tururt. Di beberapa kabupaten kota rekomendasi tersebut sudah dan sedang

dilaksanakan, seperti di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tasikmalaya.

Gambar IV. B. 14Mikrofilaria Rate (%) Menurut Kabupaten Kota

di Provinsi Jawa Barat, 2001-2012

b. Penyakit Menular Langsung.

1) Diare.

Cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007

hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding tahun 2011 maka Cakupan Penemuan

Kasus Diare tahun 2012 mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun

menjadi 62.2 tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 49

Gambar IV. B. 15Cakupan Penemuan dan CFR (%) Kasus Diare

Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2007 – 2012

Tingkat kematian akibat kasus diare ( CFR) dari waktu ke waktu menunjukkan

kecenderungan adanya penurunan yaitu dari 0,003% pada tahun 2007 menurun

hingga 0,004% pada tahun 2012. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penemuan

dini kasus diare dan tatalaksana kasus diare yang lebih baik, terutama dalam 3 tahun

terakhir. Meskipun Cakupan Penemuan Diare tahun 2012 belum mencapai target.

Gambar IV. B. 16Cakupan Penemuan Kasus Diare Menurut Kabupaten Kota

Provinsi Jawa Barat 2012

Pada tahun 2012 dari 26 kabupaten kota di Jawa Barat yang Cakupan

Penemuan Diare mencapai target minimal 70% hanya sebanyak sepuluh kabupaten

kota. Cakupan tertinggi dicapai Kota Cirebon untuk wilayah kota. Sedangkan untuk

wilayah kabupaten dicapai oleh Kab. Garut. Sementara Capaian terendah untuk

wilayah kota ada di Kota Depok dan Kab. Bekasi untuk wilayah kabupaten.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 50

2). Kusta.

Untuk mengetahui permasalahan Pengendalian Penyakit Kusta di Jawa

Barat 2012 berikut digambarkan dengan cakupan indikator Penemuan Kasus Kusta /

Case Detection Rate (CDR), Penemuan Penderita Kusta Cacat Tingkat 2 serta

Prevalesi Kusta.

Indikator minimal Penemuan Kasus Kusta (CDR) adalah 1/100.000. Capaian

CDR di Jawa Barat selama periode 2008 sd 2012 cenderung meningkat, terutama

periode 2009 sd 2012. Dimana padai tahun 2011 dan 2012 mencapai angka

>=5.0/100.000. Hal tersebut bisa menunjukan adanya peningkatan dalam penemuan

dan pelaporan kasus baik ditingkat puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten

kota.

Gambar IV. B. 17Penemuan Penderita Kusta (CDR) di Provinsi Jawa Barat 2008-2012

Jumlah kabupaten kota dengan CDR diatas 1/100.000 di Jawa Barat baru

mencapai 77% (20 kab kota). Enam kabupaten lainnya belum mencapai, yaitu Kab.

Garut, Kab. Cianjur, Kab Bandung, Kota Cimahi, Kota Sukabumi dan Kota Bandung.

Proporsi kabupaten kota dengan CDR tertinggi di Jawa Barat dicapai

Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 18.5 %. Sedangkan terendah di Kabupaten dan

Kota Bandung dengan cakupan 0.3/100.000.

Gambar IV. B. 18CDR Kusta Menurut Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 51

Untuk mengetahui kualitas program pengendalian Kusta dapat digambarkan

dengan indikator Penemuan kasus Kusta dengan tingkat kecacatan tingkart 2

dibawah 5%. Bila melebihi 5 % artinya penemuan kasus Kustanya terlambat.

Gambar IV. B. 19Cakupan Penemuan Kecacatan Kusta Tingkat 2

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kabupaten kota di Jawa Barat dengan penemuan kasus kusta tingkat

kecacatan 2 berjumlah 20 kabupaten kota. Capaian yang tertinggi ada di Kab.

Tasikmalaya dengan 40%. Hanya 6 kabupaten kota yang capaiannya dibawah 5 %.

Yaitu Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kab. Cianjur dan

Kab Bandung dengan angka 0%. Sedangkan Capaian untuk tingkat Provinsi Jawa

Barat mencapai 14 %.

Untuk mengetahui gambaran besaran permasalahan kusta di masyarakat

bisa dilihat dari gabaran Prevalensi Kasus Kusta. Batas maksimal Prevalensi Kusta

di Indonesia adalah 1/100.000. Artinya kabupaten kota dianggap bermasalah/ berisiko

besar apabila mempunyai Prevalensi Kusta diatas 1/100.000.

Gambar IV. B. 20Trend Prevalensi Rate/10.000 Penderita Kusta

Provinsi Jawa Barat 2008-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 52

Prevalensi Kasus Kusta Provinsi Jawa Barat selama periode 2008 sd 2012

selalu berada dibawah 1/100.000. Bahkan cenderung menurun dari 0.62/100.000

tahun 2008 menjadi 0.5/100.000 pada tahun 2012. Bahkan tahun 2010 mempunyai

prevalensi yang terendah dengan angka 0.47/100.000.

Hal itu berarti besaran masalah risiko Kusta di Jawa Barat relative kecil,

mengingat prevalensinya dibawah 1/10.000. Namun meskipun demikian perlu

diwaspadai tentang masa laten penularan kasus Kusta dan sulitnya mendeteksi kasus

Kusta dimasyarakat, mengingat masih adanya stigma tentang penderita Kusta

dimasyarakat yang menyebabkan penderita Kusta atau keluarganya

menyembunyikan keberadaannya.

Gambar IV. B. 21Prevalensi Rate/10.000 Penderita Kusta

Provinsi Jawa Barat 2008-2012

Kabupaten dengan prevalensi Kusta <1/10.000 di Jawa Barat yang

mempunyai angka prevalensi diatas 1/100.000, yaitu, Kab. Indramayu, Kab.Karawang

Kab.Cirebon dan Kab.Subang. Semua wilayah kota mempunyai prevalensi Kusta

<1/10.000.

3). Tuberkulosa

Keberhasilan Pengendalian Penyakit TB Paru dapat dilihat dari Cakupan

Indikator Penemuan Kasus BTA + dan Angka Kesembuhan. Penemuan TB Paru di

Provinsi Jawa Barat selama periode 2008-2012 cenderung meningkat, namun untuk

tahun 2012 bila dibandingkan tahun 2011 mengalami penurunan yaitu dari capaian

75.2% tahun 2011 menjadi 71.5% pada tahun 2012.

Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2012, namun bila dilihat dari

target program Cakupan Penemuan Kasus TB Paru Provinsi Jawa Barat masih diatas

target 70%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 53

Gambar IV. B. 22Penemuan Kasus TB Paru (CDR %)Provinsi Jawa Barat 2008 sd 2012

Pada tahun 2012 Jumlah kabupaten kota dengan Cakupan Peneumuan TB

Paru diatas 70 % sebanyak 17 kabupaten kota. Dimana Cakupan tertinggi untuk

wilayah kota terdapat di Kota Cirebon. Sedangkan untuk wilayah kabupaten ada di

Kabupaten Sukabumi.

Kabupaten kota dengan Cakupan Penemuan dibawah 70% adalah Kota

Depok, Kota Bekasi, Kab Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Indramayu, Kab. Sumedang,

Kab. Purwakarta, Kab. Bekasi dan Kab. Bandung Barat.

Gambar IV. B. 23CDR Penemuan Kasus TB Per Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat 2012

Indikator tentang keberhasilan pengobatan adalah indikator Kesembuhan

(Cure Rate). Standar minimal Cakupan Indikator Kesembuhan adalah 85 %. Selama

periode 2008 sd 2012 Cakupan Indikator Kesembuhan relatif tetap berkisar 85 %.

Untuk Indikator yang dilaporkan pada tahun 2012 ini merupakan angka kesembuhan

kasus TB Paru tahun sebelumnya (2011).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 54

Gambar IV. B. 24Angka Kesembuhan Kasus TB Tahun 2011

Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Tidak adanya perubahan keberhasilan cakupan kesembuhan secara

signifikan selama periode lima tahun tersebut menunjukan adanya kemungkinan

permasalahan dalam tatalaksana kasus TB Paru dan pencatatan pelaporan program.

Angka kesembuhan TB Paru BTA+ hasil pengobatan 2011 di Jawa Barat

berdasarkan laporan yang diterima tahun 2012 diketahui masih terdapat 6

Kabupaten/Kota yang cakupan kesembuhannya masih di bawah 85% yaitu Kota

Bekasi, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab. Bogor, Kab. Cirebon dan Kab. Sumedang.

Gambar IV. B. 25Angka Kesembuhan Kasus TB Tahun 2011

Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Capaian tertinggi untuk kelompok Kabupaten di capai oleh Kab. Subang

(93.3%). Sedangkan untuk kelompok Kota dicapai oleh Kota Depok (94.%) seperti

dapat dilihat pada gambar diatas.

4) Pneumonia

Cakupan penemuan kasus Pneumoni di Provinsi Jawa Barat sejak tahun

2000 hingga 2012 berkisar antara 34%-52.7%, hal itu berarti selama 10 tahun tidak

sekalipun cakupan penemuan kasus Pneumoni mencapai target penemuan sebesar

85.6%. Bila dibandingkan dengan cakupan 2011 maka cakupan 2012 tidak berubah

yaitu berkisar di angka 44%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 55

Kemungkinan penyebab permasalahan tersebut kemungkinan antara lain

disebabkan adanya kelemahan manajemen program dan kurangnya dukungan

sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan program.

Gambar IV. B. 26Cakupan Penemuan Penderita Pnemonia

Provinsi Jawa Barat 2000 sd 2012

Sama halnya dengan Cakupan Penemuan Pneumoni tingkat provinsi, maka

bila dilihat Cakupan Penemuan Pneumoni kabupaten kota pun relative tidak jauh

berbeda. Dari 26 kabupaten kota di Jawa Barat hanya empat kabupaten kota yang

dapat mencapai target 85.6%, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota

Banjar dan Kota Cirebon.

Gambar IV. B. 27Cakupan Penemuan Pneumonia Per Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat 2012

Cakupan Penemuan Pneumoni tertinggi dicapai oleh Kabupaten Subang.

Sedangkan yang terendah dicapai oleh Kabupaten Bekasi untuk wilayah kabupaten

dan Kota Depok untuk wilayah kota.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 56

5. Penyakit AIDS

Kumulatif penderita AIDS di Jawa Barat sampai tahun 2012 yaitu sebanyak

4.865 kasus. Berarti rerata setiap tahunnya di Jawa Barat ditemukan kasus AIDS

sebanyak 540 kasus. Penemuan kasus AIDS tertinggi terjadi pada tahun 2008

dengan kasus sebanyak 992 kasus. Sedangkan penemuan kasus terendah terjadi

pada tahun sebelum 2005 yaitu sebanyak 100 kasus.

Peningkatan penemuan kasus tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu dari 337

kasus naik menjadi 892 kasus pada tahun 2011. Sedangkan penurunan penemuan

kasus terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu dari penemuan sebanyak 892 kasus

turun pada tahun 2012 menjadi 461 kasus.

Gambar IV. B. 28Kumulatif Penemuan Kasus AIDS di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2004 sd 2012

Pada tahun 2012 terdapat sebelas kabupaten kota yang dalam laporannya

tidak menemukan kasus AIDS, yaitu Kab. Kuningan, Kab. Karawang, Kab. Garut,

Kab. Majalengka, Kab. Ciamis, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Tasik,

Kota Depok dan Kota Sukabumi.

Gambar IV. B. 29Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Penemuan kasus AIDS tertinggi tahun 2012 untuk wilayah kabupaten

adalah Kabupaten Subang dengan penemuan 175 kasus. Sedangkan untuk wilayah

kota adalah Kota dengan penemuan kasus sebanyak 31 kasus.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 57

Berdasarkan sebaran kasus AIDS kabupaten kota, maka sampai dengan

tahun 2012 tidak ada satu kapupaten kota di Jawa Barat yang bebas dari penyakit

AIDS. Gambar berikut dapat memperlihatkan sebaran kasus AIDS yang ditemukan di

Jawa Barat. Bila dilihat berdasarkan luas wilayah maka kepadatan kasus lebih padat

berada diwilayah perkotaan.

Gambar IV. B. 30Sebaran Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat 2004 sd 2012

6) Penyakit Difteri.

Penyakit Diptheri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I). Kasus Diptheri di Jawa Barat selain jumlahnya yang mengalami

peningkatan, penyebarannya juga mengalami perluasan ke kabupaten kota yang

pada tahun sebelumnya tidak melaporkan penemuan kasus Diptheri.

Gambar dibawah ini menunjukan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus

Diptheri menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari 45 kasus Diptheri tahun 2011,

menurun menjadi 31 kasus pada tahun 2012. Menurunnya penemuan kasus Diptheri

dimungkinkan dengan adanya peningkatan cakupan imunisasi Diptheri.

Gambar IV. B. 31Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 57

Berdasarkan sebaran kasus AIDS kabupaten kota, maka sampai dengan

tahun 2012 tidak ada satu kapupaten kota di Jawa Barat yang bebas dari penyakit

AIDS. Gambar berikut dapat memperlihatkan sebaran kasus AIDS yang ditemukan di

Jawa Barat. Bila dilihat berdasarkan luas wilayah maka kepadatan kasus lebih padat

berada diwilayah perkotaan.

Gambar IV. B. 30Sebaran Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat 2004 sd 2012

6) Penyakit Difteri.

Penyakit Diptheri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I). Kasus Diptheri di Jawa Barat selain jumlahnya yang mengalami

peningkatan, penyebarannya juga mengalami perluasan ke kabupaten kota yang

pada tahun sebelumnya tidak melaporkan penemuan kasus Diptheri.

Gambar dibawah ini menunjukan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus

Diptheri menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari 45 kasus Diptheri tahun 2011,

menurun menjadi 31 kasus pada tahun 2012. Menurunnya penemuan kasus Diptheri

dimungkinkan dengan adanya peningkatan cakupan imunisasi Diptheri.

Gambar IV. B. 31Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 57

Berdasarkan sebaran kasus AIDS kabupaten kota, maka sampai dengan

tahun 2012 tidak ada satu kapupaten kota di Jawa Barat yang bebas dari penyakit

AIDS. Gambar berikut dapat memperlihatkan sebaran kasus AIDS yang ditemukan di

Jawa Barat. Bila dilihat berdasarkan luas wilayah maka kepadatan kasus lebih padat

berada diwilayah perkotaan.

Gambar IV. B. 30Sebaran Penemuan Kasus AIDS Per Kabupaten Kota

Di Provinsi Jawa Barat 2004 sd 2012

6) Penyakit Difteri.

Penyakit Diptheri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I). Kasus Diptheri di Jawa Barat selain jumlahnya yang mengalami

peningkatan, penyebarannya juga mengalami perluasan ke kabupaten kota yang

pada tahun sebelumnya tidak melaporkan penemuan kasus Diptheri.

Gambar dibawah ini menunjukan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus

Diptheri menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari 45 kasus Diptheri tahun 2011,

menurun menjadi 31 kasus pada tahun 2012. Menurunnya penemuan kasus Diptheri

dimungkinkan dengan adanya peningkatan cakupan imunisasi Diptheri.

Gambar IV. B. 31Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 58

Kasus Diptheri di Jawa Barat tahun 2012 dilaporkan terdapat di 9

kabupaten/kota, tersebar di 5 kabupaten yaitu Bogor, Bekasi, Cianjur, Bandung, dan

Tasikmalaya serta di 4 kota meliputi Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya

dan Kota Bogor.

Kabupaten kota yang setiap tahun selalu melaporkan adanya penemuan

kasus Diptheri antara lain Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.

Sedangkan kabupaten yang secara intermiten melaporkan kasus Diptheri antara lain

Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

Berdasarkan laporan kasus Diptheri 2012, Kabupaten Bekasi merupakan

kabupaten yang paling banyak melaporkan adanya penemuan kasus Diptheri, yaitu 7

kasus. Sedangkan 19 kabupaten kota tidak melaporkan adanya penemuan kasus

Diptheri di wilayahnya, antara lain Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cirebon dan

Kab. Majalengka. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar IV. B. 32Sebaran Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

7) Penyakit CampakPermasalahan Penyakit Campak di Jawa Barat dapat dilihat dari masih

adanya kasus Campak yang mengelompok dan dikategorikan sebagai Kejadian Luar

Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa Campak dalam periode tiga tahun ini frekwensinya

relatif meningkat,namun terjadi pada daerah kantong dengancakupan imunisasi

Campak rendah. Daerah kantong tersebut misalnya wilayah kampung, dusun, RW

bahkan RT.

Peningkatan frekwensi ini juga berkaitan dengan peningkatan pemahaman

petugas surveilans dalam KLB Campak. Surveilans Campak saat ini masuk dalam

fase Case Based Measles Surveillance (CBMS), yaitu sistem surveilans Campak

yang dilengkapi dengan metode konfirmasi laboratorium untuk setiap kasus campak

(saat ini masih dengan sampel terbatas).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 58

Kasus Diptheri di Jawa Barat tahun 2012 dilaporkan terdapat di 9

kabupaten/kota, tersebar di 5 kabupaten yaitu Bogor, Bekasi, Cianjur, Bandung, dan

Tasikmalaya serta di 4 kota meliputi Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya

dan Kota Bogor.

Kabupaten kota yang setiap tahun selalu melaporkan adanya penemuan

kasus Diptheri antara lain Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.

Sedangkan kabupaten yang secara intermiten melaporkan kasus Diptheri antara lain

Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

Berdasarkan laporan kasus Diptheri 2012, Kabupaten Bekasi merupakan

kabupaten yang paling banyak melaporkan adanya penemuan kasus Diptheri, yaitu 7

kasus. Sedangkan 19 kabupaten kota tidak melaporkan adanya penemuan kasus

Diptheri di wilayahnya, antara lain Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cirebon dan

Kab. Majalengka. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar IV. B. 32Sebaran Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

7) Penyakit CampakPermasalahan Penyakit Campak di Jawa Barat dapat dilihat dari masih

adanya kasus Campak yang mengelompok dan dikategorikan sebagai Kejadian Luar

Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa Campak dalam periode tiga tahun ini frekwensinya

relatif meningkat,namun terjadi pada daerah kantong dengancakupan imunisasi

Campak rendah. Daerah kantong tersebut misalnya wilayah kampung, dusun, RW

bahkan RT.

Peningkatan frekwensi ini juga berkaitan dengan peningkatan pemahaman

petugas surveilans dalam KLB Campak. Surveilans Campak saat ini masuk dalam

fase Case Based Measles Surveillance (CBMS), yaitu sistem surveilans Campak

yang dilengkapi dengan metode konfirmasi laboratorium untuk setiap kasus campak

(saat ini masih dengan sampel terbatas).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 58

Kasus Diptheri di Jawa Barat tahun 2012 dilaporkan terdapat di 9

kabupaten/kota, tersebar di 5 kabupaten yaitu Bogor, Bekasi, Cianjur, Bandung, dan

Tasikmalaya serta di 4 kota meliputi Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya

dan Kota Bogor.

Kabupaten kota yang setiap tahun selalu melaporkan adanya penemuan

kasus Diptheri antara lain Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.

Sedangkan kabupaten yang secara intermiten melaporkan kasus Diptheri antara lain

Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

Berdasarkan laporan kasus Diptheri 2012, Kabupaten Bekasi merupakan

kabupaten yang paling banyak melaporkan adanya penemuan kasus Diptheri, yaitu 7

kasus. Sedangkan 19 kabupaten kota tidak melaporkan adanya penemuan kasus

Diptheri di wilayahnya, antara lain Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cirebon dan

Kab. Majalengka. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar IV. B. 32Sebaran Penemuan Kasus Difteri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

7) Penyakit CampakPermasalahan Penyakit Campak di Jawa Barat dapat dilihat dari masih

adanya kasus Campak yang mengelompok dan dikategorikan sebagai Kejadian Luar

Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa Campak dalam periode tiga tahun ini frekwensinya

relatif meningkat,namun terjadi pada daerah kantong dengancakupan imunisasi

Campak rendah. Daerah kantong tersebut misalnya wilayah kampung, dusun, RW

bahkan RT.

Peningkatan frekwensi ini juga berkaitan dengan peningkatan pemahaman

petugas surveilans dalam KLB Campak. Surveilans Campak saat ini masuk dalam

fase Case Based Measles Surveillance (CBMS), yaitu sistem surveilans Campak

yang dilengkapi dengan metode konfirmasi laboratorium untuk setiap kasus campak

(saat ini masih dengan sampel terbatas).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 59

Gambar IV. B. 33Frekwensi Kasus Campak di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 menurun dibanding dengan tahun 2011

yaitu dari 47 freqwensi tahun 2011 menjadi 30 pada tahun 2012.

Gambar IV. B. 34Sebaran Penemuan KLB Campak Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 tertinggi pada kelompok kabupaten

berasal dari Kabupaten Garut dengan sepuluh kali kejadian. Sementara untuk

kelompok kota tidak ada laporan kejadian. Sebaran frekwensi KLB Campak

diperlihatkan pada gambar diatas.

Dari 26 kabupaten kota, 5 kabupaten melaporkan adanya KLB Campak dan

21 kabupaten kota yang tidak melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa Campak pada

tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 59

Gambar IV. B. 33Frekwensi Kasus Campak di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 menurun dibanding dengan tahun 2011

yaitu dari 47 freqwensi tahun 2011 menjadi 30 pada tahun 2012.

Gambar IV. B. 34Sebaran Penemuan KLB Campak Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 tertinggi pada kelompok kabupaten

berasal dari Kabupaten Garut dengan sepuluh kali kejadian. Sementara untuk

kelompok kota tidak ada laporan kejadian. Sebaran frekwensi KLB Campak

diperlihatkan pada gambar diatas.

Dari 26 kabupaten kota, 5 kabupaten melaporkan adanya KLB Campak dan

21 kabupaten kota yang tidak melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa Campak pada

tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 59

Gambar IV. B. 33Frekwensi Kasus Campak di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 menurun dibanding dengan tahun 2011

yaitu dari 47 freqwensi tahun 2011 menjadi 30 pada tahun 2012.

Gambar IV. B. 34Sebaran Penemuan KLB Campak Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Frekwensi KLB Campak tahun 2012 tertinggi pada kelompok kabupaten

berasal dari Kabupaten Garut dengan sepuluh kali kejadian. Sementara untuk

kelompok kota tidak ada laporan kejadian. Sebaran frekwensi KLB Campak

diperlihatkan pada gambar diatas.

Dari 26 kabupaten kota, 5 kabupaten melaporkan adanya KLB Campak dan

21 kabupaten kota yang tidak melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa Campak pada

tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 60

Gambar IV. B. 35Peta Insiden Rate (IR) /10000 Campak di Provinsi Jawa Barat ahun 2012

Berdasarkan dari laporan rutin STP 2012, diketahui besaran masalah Campak

yang digambarkan dengan besarnya angka kejadian Campak (IR/100.000 penduduk)

menurut kabupaten kota.

Angka kejadian Campak Provinsi Jawa Barat tahun 2012 sebesar 15.11/100 .000

penduduk. Kisaran angka kejadian Campak kabupaten kota 2012 yaitu antara 0.13

sampai dengan 65.60. Angka kejadian tertinggi terjadi di Kota Depok dan terendah di

Kabupaten Bandung Barat.

Proporsi Campak 40.11% terjadi pada usia dibawah lima tahun, dan 59.89 %

terjadi pada usia diatas lima tahun. Sedangka untuk usia dibawah 1 tahun sebesar

10.08%.

8) Penyakit Tetanus Neonatorum

Dalam rangka tercapainya eliminasi kasus Tetanus Neonatorum (TN) maka

sampai saat ini masih dilakukan kegiatan imunisasi untuk memberikan perlindungan baik

terhadap neonatus dengan DPT, terhadap anak SD dengan TT Bias, terhadap WUS

dengan TT WUS, terhadap bumil dengan TT Bumil, yang memungkinkan setiap

neonatus dan wanita mempunyai kekebalan seumur hidupnya terhadap ancaman

tetanus.

Setiap kasus tetanus neonatorum (TN) di Jawa Barat harus dilaporkan melalui

W1 ke jenjang administrasi diatasnya dan di lakukan investigasi untuk membuktikan

apakah penyebabnya TN atau bukan. Berdasarkan gambar dibawah dapat di simpulkan,

bahwa kasus TN selama 3 tahun kebelakang relatif menunjukan adanya penurunan (14

kasus).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 61

Gambar IV. B. 36Penemuan Kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Distribusi kasus TN 2012 terdapat di 8 kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, Kab.

Kuningan, Kaabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang. Kasus TN terbanyak

dilaporkan oleh Kabupaten Sukabumi yaitu 4 kasus Selengkapnya dapat dilihat pada

gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 37Sebaran Penemuan Kasus TN Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Meskipun berdasarkan surveilans, kasus TN relatif menurun, namun TN

masih banyak dilaporkan sebagai penyebab kematian neonatus. TN sebagai

penyebab kematian neonatus relatif lebih banyak dari TN yang dilaporkan surveilans.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa masih banyak kasus TN yang tidak

terlaporkan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 61

Gambar IV. B. 36Penemuan Kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Distribusi kasus TN 2012 terdapat di 8 kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, Kab.

Kuningan, Kaabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang. Kasus TN terbanyak

dilaporkan oleh Kabupaten Sukabumi yaitu 4 kasus Selengkapnya dapat dilihat pada

gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 37Sebaran Penemuan Kasus TN Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Meskipun berdasarkan surveilans, kasus TN relatif menurun, namun TN

masih banyak dilaporkan sebagai penyebab kematian neonatus. TN sebagai

penyebab kematian neonatus relatif lebih banyak dari TN yang dilaporkan surveilans.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa masih banyak kasus TN yang tidak

terlaporkan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 61

Gambar IV. B. 36Penemuan Kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Barat Tahun 2009-2012

Distribusi kasus TN 2012 terdapat di 8 kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, Kab.

Kuningan, Kaabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang. Kasus TN terbanyak

dilaporkan oleh Kabupaten Sukabumi yaitu 4 kasus Selengkapnya dapat dilihat pada

gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 37Sebaran Penemuan Kasus TN Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Meskipun berdasarkan surveilans, kasus TN relatif menurun, namun TN

masih banyak dilaporkan sebagai penyebab kematian neonatus. TN sebagai

penyebab kematian neonatus relatif lebih banyak dari TN yang dilaporkan surveilans.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa masih banyak kasus TN yang tidak

terlaporkan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 62

9) Penyakit Hepatitis klinis

Permasalahan Hepatitis 2012 digambarkan dengan besarnya angka kejadian

(IR/100.000) menurut kabupaten kota. Jumlah kasus Hepatitis yang dilaporkan

melalui laporan rutin Surveilans Terpadu Penyakit Menular adalah 1.673 terdapat

kenaikan dibanding tahun 2011 yaitu sebanyak 1.387 kasus.

Sebaran kejadian Hepatitis dilaporkan dari seluruh kabupaten kota di Provinsi

Jawa Barat dengan kisaran angka kejadian (IR/100.000) sebesar 0.0 di Kabupaten

Bekasi sampai dengan 33.15 di Kota Tasikmalaya. Sedangkan untuk tingkat Provinsi

Jawa Barat sebesar 3.71/100.000.

Gambar berikut menjelaskan sebaran angka kejadian Hepatitis menurut

kabupaten kota.

Gambar IV. B. 38Peta Insiden Rate (IR) /10000 Hepatitis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

10) Penyakit Pertusis

Pertusis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi. Imunisasi yang bertujuan untuk melindungi bayi dari penyakit Pertusis

adalah Imunisasi DPT. Imunisasi DPT diberikan kepada bayi sebanyak tiga dosis.

Meskipun cakupan DPT1 – DPT3 sudah cukup tinggi, namun masih setiap

tahun terdapat kabupaten kota yang masih melaporkan adanya penemuan Pertusis.

Tahun 2012 laporan Pertusis berasal dari dua belas kabupaten kota mengalami

kenaikan dari tahun 2011 yaitu tujuh kabupaten kota. Kabupaten Cianjur, Kabupaten

Garut dan Kabupaten Karawang dengan jumlah diatas seratus kasus.

Berdasarkan laporan rutin Pertusis (STP 2012), jumlah kasus 1 230 kasus

terdapat kenaikan penemuan kasus dari tahun 2011 yaitu sebanyak 887 kasus. Dua

>

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 63

puluh delapan persen (17.9 %) terjadi pada kelompok umur <5, dan 77.3 % terjadi

pada kelompok usia diatas 5 tahun. Hanya 4.8 % terjadi pada usia < 1 tahun.

Berdasarkan laporan yang masuk perbandingan besaran masalah Pertusis

antara kabupaten kota, dapat ditunjukan oleh adanya perbedaan angka kejadian

Pertusis terhadap semua penduduk (IR/100.000 penduduk) seperti tampak pada

gambar IV.B.26.

Angka kejadian Pertusis seluruh kelompok umur di Jawa Barat mencapai

2.7/100.000. Angka kejadian Pertusis tertinggi terdapat di Kabupaten Cianjur yakni

sebesar 30.9/100.000, 15 kali lebih tinggi dari Provinsi. Hal Ini menunjukan bahwa di

Kabupaten Cianjur masih mempunyai permasalahan Pertusis. Selain di Kabupaten

Cianjur, angka kejadian yang lebih tinggi dari rerata provinsi adalah Kabupaten

Karawang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Subang, yaitu 11.2/1000.000,

6.9/1000.000 dan 4.1/1000.000.

Gambar IV. B. 39Peta Insiden Rate (IR) /10000 Pertusis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

3. Penyakit Tidak Menular

Prevalensi beberapa penyakit tidak menular di Jawa Barat masih tinggi, salah

satu diantaranya yaitu yaitu Hipertensi sebesar 95.35/10.000, rerata Prevalensi

Hipertensi tertinggi di atas Provinsi Jawa Barat terdapat di 12 kabupaten kota yaitu Kab.

Garut, Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kab. Majalengka, Kab.

Sumedang, Kab. Indramayu, Kab. Bandung Barat, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota

Tasikmalaya dan Kota Banjar. Seperti dapat di lihat pada gambar berikut ini

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 64

Gambar IV. B. 40Peta Prevalens /10000 Hipertensi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Penyakit tidak menular Diabetes Melitus di Provinsi Jawa Barat sebesar

14.76/10.000, dengan rerata Prevalensi Diabetes Melitus tertinggi diatas Provinsi Jawa

Barat terdapat di 13 Kabupaten Kota yaitu Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka,

Kab. Indramayu, Kab. Bandung Barat, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota

Depok, Kota Cimahi dan Kota Banjar. Seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar IV. B. 41Peta Prevalens /10000 Diabates Melitus di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 65

BAB VSITUASI UPAYA KESEHATAN

Upaya Kesehatan terdiri dari upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Sedangkan

upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau

masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.

Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan juga oleh berbagai faktor antara lain sarana

fisik, tenaga kesehatan, alat penunjang pelayanan kesehatan, obat-obatan dan standar

pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, persentase penduduk yang memiliki keluhan

kesehatan pada sebulan terakhir sebesar 28,45% (26,54% Laki-laki dan 26,21% Perempuan).

Lama mengeluh sakit sekitar 1- 3 hr sebesar 57,24% yang artinya 100 orang penduduk,

diantaranya 57 orang menderita sakit. Dari Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan

tahun 2012, dengan cara berobat jalan pada perempuan (47,00%) lebih tinggi dibandingkan

laki-laki (40,25%) dan cara mengobati sendiri pada perempuan (72,26%) lebih rendah

dibandingkan laki-laki (79,58%).

Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, antara lain melalui upaya kesehatan dasar, upaya kesehatan rujukan serta

perbaikan gizi masyarakat serta upaya kesehatan khusus.

1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Upaya Pelayanan Dasar merupakan langkah penting dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar secara tepat

dan cepat diharapkan sebagaiab besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi.

Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksaksanakan adalah sebagai berikut ini.

1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anaka. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

profesional kepada ibu hamil selama masa kehamilan sesuai pedoman pelayanan

antenatal yang ada dengan titik berat pada promotif dan preventif. Tujuan pelayanan

antenatal adalah mengantar ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan

memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantipasi dini kelainan kehamilan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 66

dan dan kelainan janin. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat pada cakupan

kunjungan ibu pertama kali ibu hamil (K1) dan kunjungan ibu hamil empat kali (K4).

Indikator K1 untuk melihat sejauh mana akses pelayanan ibu hamil

memberikan gambaran besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke

fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Dan Indikator

K4 merupakan akses/kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan dengan syarat

minimal satu kali kontak pada triwulan I (umur kehamilan 0-3 bulan), minimal satu kali

kontak pada triwulan II (umur kehamilan 4-6 bulan dan minimal dua kali kontak pada

triwulan III (umur kehamilan 7-9 bulan) dan sebagai indikator untuk melihat jangkauan

pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

Berdasarkan Profil KesehatanKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun

2012, menunjukkan bahwa cakupan pelayanan K1 sebesar 100,1% dengan kisaran

per-kabupaten/kota antara 89% sampai dengan 101%. Sedangkan cakupan K4

sebesar 90,7% dengan kisaran antara 99% dan 82%.

Gambar V. A. 1Cakupan Pelayanan K1 dan K4

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008–2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Gambar V.A.1 memperlihatkan perkembangan Cakupan Pelayanan K1 dan

K4 dari tahun 2006 sampai 2012 di Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat. Dari

gambar tersebut dapat dilihat adanya kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1

dan K4 pada tahun 2010 sekitar 6,68% dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan

menjadi 9,39%. Hal itu berarti semakin banyak ibu hamil yang melakukan kunjungan

pertama pelayanan antenatal diteruskan hingga kunjungan keempat pada trimester 3

sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan.

Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun

2012, terlihat bahwa persentase drop out (DO) yang berada diatas angka Jawa Barat

terdapat 11 Kabupaten/Kota dan yang tertinggi terdapat di Kabupaten Bogor (15,3%),

sedangkan yang dibawah angka Jawa Barat terdapat di 15 Kabupaten/Kota dengan

paling kecil terdapat di Kota Bekasi (3,3%). Secara rinci dapat dilihat pada lampiran

tabel 28.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012K1 82,14 88,35 90,44 93,79 91,03 98,82 100,10K4 76,37 77,75 81,01 85,95 84,95 89,93 90,70DO (%) 7,02 12,00 10,43 8,36 6,68 9,08 9,39

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 67

Gambar V. A. 2Drop Out (%) Cakupan Pelayanan K1-K4 Di Provinsi Jawa Barat

Menurut Kabupaten/KotaTahun 2012

Sumber : Profil Kab/kota tahun 2012

Cakupan K1, dari 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, hanya 1

Kabupaten/Kota yang belum mencapai target cakupan K1 (95%) yaitu Kabupaten

Bekasi (89,4%), Kota Cimahi (92,8%), dan Kabupaten Kuningan (93,2%), secara rinci

dapat dilihat pada lampiran tabel 28.

Sedangkan Cakupan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya minimal 4

kali (K4) selama kehamilannya sampai tahun 2012 sebesar 90,7%, hal ini belum

mencapai target yang harus dicapai oleh Provinsi Jawa Barat sebesar 95%. Apabila

dilihat per-Kabupaten/Kota, cakupan K4 yang telah mencapai target terdapat 2

Kabupaten/Kota yaitu Kota Depok, Kabupaten Ciamis, sedangkan yang terendah

adalah Kabupaten Bekasi (82,1%). Untuk selengkapnya cakupan per-Kabupaten/Kota

dapat dilihat pada Gambar V.A.3. dan pada lampiran tabel 28.

Gambar V. A. 3Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4 Di Provinsi Jawa Barat

Menurut Kabupaten/KotaTahun 2012

Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 68

Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, presentase ibu yang memeriksakan

kehamilan oleh tenaga kesehatan terdiri dari 18,9% tenaga dokter kandungan, 1,3%

dokter umum, 75,3 % bidan, 0,4% dukun, 0,4% lainnya dan 1,6% tidak diperiksa.

Untuk memantau kesehatan Ibu hamil maka KMS ibu hamil atau Buku KIA digunakan

untuk mencatat pelayanan yang sudah diterima oleh ibu selama hamil, melahirkan,

nifas serta untuk bayinya dilanjutkan dengan pertumbuhan sampai umur bayinya lima

tahun (Balita). Dalam Riskesdas 2010 dicatat ibu yang mempunyai KMS Bumil atau

buku KIA di Jawa Barat baru mencapai 75,2%.

Selain mengupayakan peningkatan cakupan pelayanan K4, harus diupayakan

pula peningkatan kualitas K4 yang sesuai standar. Salah satu pelayanan yang

diberikan saat pelayanan antenatal yang menjadi standar kualitas adalah pemberian

zat besi (Fe) 90 tablet dan imunisasi TT (Tetanus Toksoid). Dengan demikian

seharusnya ibu-ibu hamil yang tercatat sebagai cakupan K4 juga tercatat dalam

laporan pemberian Fe3 dan TT2.

Pada gambar dibawah ini terlihat bahwa Cakupan K4 pada tahun 2012

sebesar 89,93%, namun pemberian 90 tablet besi hanya sebesar 85,04%, dan

terdapat kesenjangan sebesar 4,89%. Begitu pula dengan status imunisasi TT2 pada

ibu hamil juga merupakan syarat kualitas pelayanan K4, akan tetapi seperti halnya

Fe3, imunisasi cakupan TT2 masih lebih tinggi dibandingkan dengan cakupan K4.

Hal ini ada kemungkinan sistem pelaporan ketiga variabel tersebut yang belum

terintegrasi dan bersinambungan antara program kesehatan ibu dan anak, program

gizi dan program immunisasi.

Gambar V. A. 4Persentase Cakupan K4, Fe3 Dan Status Imunisasi TT

Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008 – 2012

Sumber : Profil Kab/kota dan Seksi Kesga-Gizi Bid. Yankes Dinas Provinsi Jawa Barat tahun 2012

Pelayanan antenatal terkait dengan deteksi kehamilan berisiko, seyoganya

ibu hamil diberi penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan, agar ibu hamil

waspada dan apabila mengalaminya dapat segera mencari pertolongan ke tenaga

kesehatan atau fasilitas kesehatan. Menurut hasil Riskesdas tahun 2010, presentase

ibu yang mendapatkan penjelasan tanda-tanda bahaya kehamilan baru mencapai

43,8%.

Cakupan Kunjungan ibu hamil yang terdektesi sebagai ibu hamil dengan

2008 2009 2010 2011 2012K4 81,01 85,76 84,95 89,93 89,93FE 3 76,15 75,98 82,09 85,04 85,04TT 80,50 77,34 74,00 73,60 99,30

-20,0040,0060,0080,00

100,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 69

resiko tinggi ke pelayanan kesehatan di Jawa Barat, berdasarkan Profil

Kabupaten/Kota tahun 2012 terdapat 77,7%. Dengan terdektesinya ibu hamil ini,

diharapkan persalinan dapat ditangani lebih dini atau kalaupun terjadi komplikasi

persalinan maka tidak mengakibatkan kematian. Apabila ibu hamil mempunyai resiko

yang tinggi dalam melahirkan dan keterbatasan kemampuan dalam memberikan

pelayanan di Puskesmas maupun bidan desa maka perlu dirujuk ke unit pelayanan

kesehatan yang memadai.Cakupan ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi belum

mencapai target Provinsi Jawa Barat sebesar 80%.

Apabila dilihat per-kabupaten/kota Cakupan Ibu Hamil Resiko Tinggi yang

Ditangani terdapat 14 Kabupaten/Kota yang sudah mencapai target (80%), dan

terdapat 12 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat (73,32%).

Gambar V. A. 5Cakupan Ibu Hamil Resiko Tinggi yang Ditangani

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin

Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar

terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan

tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan.

Cakupan persalinan adalah persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan, angka

cakupan ini menggambarkan tingkat penghargaan masyarakat terhadap tenaga

penolong persalinan dan manajemen persalinan KIA dalam memberikan pertolongan

persalinan secara profesional.

Dalam kurun waktu lima tahun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan cenderung meningkat berkisar antara 74,34% – 89,30%, hal ini belum

mencapai target (90%). Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Jawa Barat

tahun 2012 baru mencapai 89,30%, dan mengalami kenaikan sebesar 9,98 poin,

apabila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 sebesar 81,94%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 70

Gambar V. A. 6Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008 – 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota tahun 2012, maka yang

mempunyai cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang telah mencapai 90%

keatas ada 12 kabupaten/kota, yang tertinggi pada Kabupaten Majelengka (99,3%),

Kota Depok (96,0%), sedangkan yang paling terendah terdapat di Kabupaten

Sukabumi (81,1%) dan terdapat 12 Kabupaten/Kota yang dibawah angka Jawa Barat

(89,3%), untuk lebih rincinya dapat dilihat pada gambar berikut ini;

Gambar V. A. 7Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Berdasarkan Susenas tahun 2012, Persentase balita yang ditolong pertama

kelahirannya 14,14% oleh Dokter, 61,86% oleh Bidan, tenaga paramedis sebanyak

0,34%, Famili/keluarga sebanyak 0,15%, dan 23,45% oleh Dukun serta 0,06% oleh

lain-lainnya.

Persentase tempat ibu melahirkan menurut karakteristik tempat tinggal dan

status ekonomi, di pedesaan umumnya persalinan dilakukan di rumah/lainnya,

sedangkan di perkotaan melahirkan di fasilitas kesehatan lebih banyak. Makin tinggi

status ekonomi lebih memilih tempat persalinan di fasilitas kesehatan, sebaliknya

untuk makin rendah status ekonomi, persentase persalinan di rumah makin besar.

74,3480,47

81,94 87,20 89,30

0

25

50

75

100

2008 2009 2010 2011 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 71

c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

Setelah melahirkan, ibu masih perlu mendapat perhatian. Masa nifas masih

berisiko mengalami pendarahan atau infeksi yang dapat mengakibatkan kematian ibu.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota cakupan pelayanan ibu nifas (KF)

pada tahun 2012 baru mencapai 87,35%, secara umum cakupan KF lebih tinggi di

perkotaan dibanding perdesaan. Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota terdapat

19 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target 85%. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Gambar V. A. 8Cakupan Pelayanan Ibu Nifas (KF)

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Pelayanan yang diberikan kepada ibu nifas antara lain pemberian vitamin A,

berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, terdapat 69,20% ibu nifas Provinsi

Jawa Barat yang mendapatkan kapsul vitamin A, apabila dibandingkan antar

Kabupaten/Kota terdapat 17 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat, tertinggi

terdapat di Kabupaten Majalengka (105,8%) dan terendah di Kota Sukabumi (6,80%).

Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar V. A. 9Cakupan Ibu Nifas Mendapatkan Kapsul Vitamin A

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 72

d. Pelayanan Kesehatan Neonatal

Cakupan kunjungan neonatal (KN) adalah persentase neonatal (bayi kurang

dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga

kesehatan satu kali pada umur 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari. Angka ini

menunjukan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. Hal ini karena

bayi hingga umur kurang dari 1 bulan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang

paling tinggi.

Cakupan Kunjungan Neonatal di Jawa Barat pada tahun 2012 baru mencapai

93,3% dengan kisaran per-kabupaten/kota antara 71,3% -103,8% . Bila dibandingkan

dengan selama lima tahunan pada periode 2005 – 2012, ternyata cakupan Kunjungan

Neonatal mengalami kenaikan 4,73% dari tahun 2010. Untuk lebih rinci dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Gambar V. A. 10Cakupan Kunjungan Neonatus (KN)

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005- 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Pencapaian persentase cakupan kunjungan neonatal per-kabupaten/ kota

pada tahun 2012 dengan kabupaten/kota yang cakupannya diatas 90 % terdapat 15

Kabupaten/Kota, dan terdapat 7 Kabupaten/Kota yang berada dibawah angka Jawa

Barat (87,65%) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar V. A. 11Cakupan Kunjungan Neonatus (KN Lengkap)

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

77,5 76,45 80,96 82,02 86,45 82,92 87,65 93,3

020406080

100

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 73

Setiap bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan semua kunjungan neonatus

sebanyak 3 kali dan dinyatakan kunjungan neonatus lengkap (KN1, KN2, KN3),

berdasarkan Riskesdas 2010, persentase kunjungan Neonatus pada umur 6-48 jam

sebanyak 67,6%, umur 3-7 hari sebanyak 65,6% dan yang umur 8-28 hari sebanyak

45,6%. Sedangkan presentase kunjungan neonatus tempat kunjungan, yaitu 67,5% di

Fasilitas Kesehatan dan 32,5% di Rumah.

Gambar V. A. 12Presentase Tempat Kunjungan Neonatus

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Sumber : Riskesdas 2010

e. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan pada kunjungan bayi sangat penting karena berkaitan

dengan Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat masih tinggi.

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang

diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi minimal 4 kali kunjungan selama

periode 29 hari sampai dengan 11 bulan, yaitu satu kali umur 29 hari-3 bulan, satu

kali pada umur 3-6 bulan, stu kali pada umur 6-9 bulan dan satu kali pada umur 9-11

bulan.

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota, cakupan kunjungan bayi tahun

2012 sebesar 90,04%, terdapat kenaikan sekitar 7,56 poin dibandingkan dengan

tahun 2010 sebesar 82,48%.

Gambar V. A.13Cakupan Kunjungan Bayi Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Cakupan kunjungan bayi di Jawa Barat tahun 2012, apabila dibandingkan

antar Kabupaten/Kota, ternyata ada 17 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target

(90%), dan cakupan yang tertinggi di Kabupaten Subang (101,36%) dan cakupan

RSAB/RB6,80%

RS. Swasta8,80%

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 73

Setiap bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan semua kunjungan neonatus

sebanyak 3 kali dan dinyatakan kunjungan neonatus lengkap (KN1, KN2, KN3),

berdasarkan Riskesdas 2010, persentase kunjungan Neonatus pada umur 6-48 jam

sebanyak 67,6%, umur 3-7 hari sebanyak 65,6% dan yang umur 8-28 hari sebanyak

45,6%. Sedangkan presentase kunjungan neonatus tempat kunjungan, yaitu 67,5% di

Fasilitas Kesehatan dan 32,5% di Rumah.

Gambar V. A. 12Presentase Tempat Kunjungan Neonatus

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Sumber : Riskesdas 2010

e. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan pada kunjungan bayi sangat penting karena berkaitan

dengan Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat masih tinggi.

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang

diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi minimal 4 kali kunjungan selama

periode 29 hari sampai dengan 11 bulan, yaitu satu kali umur 29 hari-3 bulan, satu

kali pada umur 3-6 bulan, stu kali pada umur 6-9 bulan dan satu kali pada umur 9-11

bulan.

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota, cakupan kunjungan bayi tahun

2012 sebesar 90,04%, terdapat kenaikan sekitar 7,56 poin dibandingkan dengan

tahun 2010 sebesar 82,48%.

Gambar V. A.13Cakupan Kunjungan Bayi Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Cakupan kunjungan bayi di Jawa Barat tahun 2012, apabila dibandingkan

antar Kabupaten/Kota, ternyata ada 17 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target

(90%), dan cakupan yang tertinggi di Kabupaten Subang (101,36%) dan cakupan

Puskes/Pustu

2,50%

Rumah32,50%

Polindes1,40%

PraktikNakes30,70%

RSAB/RB6,80%

RS. Swasta8,80%

RS.Pemerintah

17,30%

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 73

Setiap bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan semua kunjungan neonatus

sebanyak 3 kali dan dinyatakan kunjungan neonatus lengkap (KN1, KN2, KN3),

berdasarkan Riskesdas 2010, persentase kunjungan Neonatus pada umur 6-48 jam

sebanyak 67,6%, umur 3-7 hari sebanyak 65,6% dan yang umur 8-28 hari sebanyak

45,6%. Sedangkan presentase kunjungan neonatus tempat kunjungan, yaitu 67,5% di

Fasilitas Kesehatan dan 32,5% di Rumah.

Gambar V. A. 12Presentase Tempat Kunjungan Neonatus

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Sumber : Riskesdas 2010

e. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan pada kunjungan bayi sangat penting karena berkaitan

dengan Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat masih tinggi.

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang

diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi minimal 4 kali kunjungan selama

periode 29 hari sampai dengan 11 bulan, yaitu satu kali umur 29 hari-3 bulan, satu

kali pada umur 3-6 bulan, stu kali pada umur 6-9 bulan dan satu kali pada umur 9-11

bulan.

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten/Kota, cakupan kunjungan bayi tahun

2012 sebesar 90,04%, terdapat kenaikan sekitar 7,56 poin dibandingkan dengan

tahun 2010 sebesar 82,48%.

Gambar V. A.13Cakupan Kunjungan Bayi Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Cakupan kunjungan bayi di Jawa Barat tahun 2012, apabila dibandingkan

antar Kabupaten/Kota, ternyata ada 17 Kabupaten/Kota yang telah mencapai target

(90%), dan cakupan yang tertinggi di Kabupaten Subang (101,36%) dan cakupan

Rumah32,50%

Polindes1,40%

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 74

yang terendah di Kota Sukabumi (71,27%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar

V.A.12 dan lampiran tabel 37.

Gambar V. A. 14Cakupan Kunjungan Bayi

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012

f. Pelayanan Kesehatan Anak Balita

Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual

berkembang pesat. Masa ini merupakan masa terbentuknya dasar-dasar kemampuan

keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan

awal pertumbuhan moral.

Pada tahun 2012 cakupan pelayanan kesehatan anak balita (1-4) tahun

sebesar 79,8%, sementara target yang harus dicapai 90%. Pencapaian Cakupan

Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun 2012, ternyata sebanyak 7 Kabupaten/Kota

yang sudah mencapai target 90% dengan kisaran 99,5%-91%, sedangkan

Kabupaten/Kota dengan cakupan terendah adalah Kabupaten Ciamis (44,4%).

Cakupan pelayanan kesehatan anak balita per-Kabupaten/Kota dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

Gambar V. A. 15Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita (1-4 Tahun)

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 75

2. Pelayanan Keluarga Berencana

Keberhasilan program Keluarga Berencana dapat diketahui dari beberapa

indikator ditunjukan melalui pencapaian cakupan KB Aktif dan peserta KB Baru terhadap

pasangan umur subur (PUS) dan persentase peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Efetif

Terpilih (MKET).

Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan

sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian,

umur subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk

mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih

diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, jumlah penduduk perempuan umur 10

tahun keatas yang pernah menikah terutama kurang dari 16 tahun di Provinsi Jawa Barat

sebanyak 15,72%. Sedangkan jumlah penduduk perempuan umur 10-49 tahun dan

berstatus menikah dengan status penggunaan KB hanya 73,71%. Selanjutnya untuk

kelompok perempuan umur 10-49 tahun dan berstatus kawin yang tidak pernah sama

sekali menggunakan KB di Provinsi Jawa Barat sebanyak 14,97%.

Pencapaian KB Aktif di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 2,57

poin dari tahun 2010 sebanyak 78,7% menjadi 76,13% pada tahun 2012, hal ini sudah

mencapai target (70%). Jenis kontrasepsi yang tertinggi menggunakan kontrasepsi

suntik (51,20%).

Gambar V. A. 16Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB Aktif

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : BKKBN Provinsi Jawa Barat

Apabila dilihat per-kabupaten/kotanya ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota yang

angkanya diatas Jawa Barat (99,61, dan cakup%) dan peserta KB Aktif yang tertinggi di

Kota Banjar (102,63%) dan terendah di Kota Bogor (97,68%). Secara rinci dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 75

2. Pelayanan Keluarga Berencana

Keberhasilan program Keluarga Berencana dapat diketahui dari beberapa

indikator ditunjukan melalui pencapaian cakupan KB Aktif dan peserta KB Baru terhadap

pasangan umur subur (PUS) dan persentase peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Efetif

Terpilih (MKET).

Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan

sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian,

umur subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk

mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih

diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, jumlah penduduk perempuan umur 10

tahun keatas yang pernah menikah terutama kurang dari 16 tahun di Provinsi Jawa Barat

sebanyak 15,72%. Sedangkan jumlah penduduk perempuan umur 10-49 tahun dan

berstatus menikah dengan status penggunaan KB hanya 73,71%. Selanjutnya untuk

kelompok perempuan umur 10-49 tahun dan berstatus kawin yang tidak pernah sama

sekali menggunakan KB di Provinsi Jawa Barat sebanyak 14,97%.

Pencapaian KB Aktif di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 2,57

poin dari tahun 2010 sebanyak 78,7% menjadi 76,13% pada tahun 2012, hal ini sudah

mencapai target (70%). Jenis kontrasepsi yang tertinggi menggunakan kontrasepsi

suntik (51,20%).

Gambar V. A. 16Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB Aktif

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : BKKBN Provinsi Jawa Barat

Apabila dilihat per-kabupaten/kotanya ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota yang

angkanya diatas Jawa Barat (99,61, dan cakup%) dan peserta KB Aktif yang tertinggi di

Kota Banjar (102,63%) dan terendah di Kota Bogor (97,68%). Secara rinci dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

IUD12,60%

MOP0,90%

MOW2,60%

IM PLAN4,60%

SUNTIK51,20%

PIL26,70%

KON DOM1,40%

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 75

2. Pelayanan Keluarga Berencana

Keberhasilan program Keluarga Berencana dapat diketahui dari beberapa

indikator ditunjukan melalui pencapaian cakupan KB Aktif dan peserta KB Baru terhadap

pasangan umur subur (PUS) dan persentase peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Efetif

Terpilih (MKET).

Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan

sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian,

umur subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk

mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih

diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2012, jumlah penduduk perempuan umur 10

tahun keatas yang pernah menikah terutama kurang dari 16 tahun di Provinsi Jawa Barat

sebanyak 15,72%. Sedangkan jumlah penduduk perempuan umur 10-49 tahun dan

berstatus menikah dengan status penggunaan KB hanya 73,71%. Selanjutnya untuk

kelompok perempuan umur 10-49 tahun dan berstatus kawin yang tidak pernah sama

sekali menggunakan KB di Provinsi Jawa Barat sebanyak 14,97%.

Pencapaian KB Aktif di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 2,57

poin dari tahun 2010 sebanyak 78,7% menjadi 76,13% pada tahun 2012, hal ini sudah

mencapai target (70%). Jenis kontrasepsi yang tertinggi menggunakan kontrasepsi

suntik (51,20%).

Gambar V. A. 16Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB Aktif

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : BKKBN Provinsi Jawa Barat

Apabila dilihat per-kabupaten/kotanya ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota yang

angkanya diatas Jawa Barat (99,61, dan cakup%) dan peserta KB Aktif yang tertinggi di

Kota Banjar (102,63%) dan terendah di Kota Bogor (97,68%). Secara rinci dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

IUD12,60%

MOP0,90%

MOW2,60%

IM PLAN4,60%

KON DOM1,40%

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 76

Gambar V. A. 17Persentase Cakupan Peserta KB Aktif terhadap Pasangan Umur Subur

Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Sedangkan pencapaian KB Baru pada tahun 2012 sebesar 22,5%, Selama kurun

waktu 2008-2012 mengalami kenaikan sebesar 5,56 poin. Perkembangan peserta

cakupan KB Baru selama 6 tahun dapat dilihat dibawah ini.

Gambar V. A. 18Cakupan Peserta KB Baru

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

Berdasarkan Riskesdas 2010, status penggunaan Keluarga Berencana di

Provinsi Jawa Barat adalah 59,8% masih menggunakan KB, 28,4% tidak menggunakan

lagi dan 11,8% sama sekali tidak menggunakan KB. Sedangkan tempat untuk

mendapatkan pelayanan KB lebih banyak di bidan praktik sebanyak 58,2%. Secara rinci

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

16,9416,86 18,8

24,3

22,5

0,00

4,00

8,00

12,00

16,00

20,00

24,00

28,00

2008 2009 2010 2011 2012

Cakupan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 77

Gambar V. A. 19Persentase Tempat Mendapatkan Pelayanan KB Di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2010 Tahun 2012

Sumber : Riskesdas 2010 Sumber : Pendataan Keluarga 2012

3. Pelayanan Immunisasi

Program immunisasi merupakan salah satu program prioritas yang dinilai sangat

efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit-penyakit

yang dapat dicegah oleh immunisasi.

a. Imunisasi Bayi

Pencapaian Cakupan imunisasi di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012

yaitu Immunisasi BCG sebesar 100% , Immunisasi DPT3 + HB 3 sebesar 99,4%.

Immunisasi Polio 4 sebesar 97,9% , dan Immunisasi Campak 97,7% sedangkan

untuk cakupan Hepatitis 0-7 hari sebesar 91,7%. Terdapat kenaikan cakupan

dibandingkan dengan Tahun 2011 termasuk untuk tingkat Droup Out (DO) juga

menurun sebesar 3,8%. Untuk melihat perkembangan cakupan imunisiasi secara

lengkap dapat dilihat pada tabel Tabel V.A.1 dan secara rinci menurut kabupaten/kota

dapat dilihat pada lampiran tabel 39.

Tabel V. A. 1Cakupan Imunsiasi BCG, DPT 3, Polio 4, Hepatitis B0 dan Drop Out

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota & Bid. Bina PLPP Dinkes Prov. Jabar

RumahSakit5,20%

BidanPraktik58,20%

PerawatPraktik2,10%

Polindes/Poske

sdes1,60%

Lainnya16,70%

Tahun BCG DPT3 + HB3 Polio4 Campak HB O DO

2005 73,68 75,55 45,56 80,67 68,53 6,792006 81,65 83,02 56,95 77,08 51,26 7,152007 90,43 87,19 82,57 78,33 82,57 6,442008 87,65 92,38 86,70 88,01 64,15 4,732009 94,12 97,23 93,29 93,87 79,48 3,452010 99,36 93,63 93,27 92,03 83,63 5,012011 99,85 95,42 92,26 94,41 86,41 3,302012 100,00 99,40 97,90 97,70 91,70 3,80

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 77

Gambar V. A. 19Persentase Tempat Mendapatkan Pelayanan KB Di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2010 Tahun 2012

Sumber : Riskesdas 2010 Sumber : Pendataan Keluarga 2012

3. Pelayanan Immunisasi

Program immunisasi merupakan salah satu program prioritas yang dinilai sangat

efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit-penyakit

yang dapat dicegah oleh immunisasi.

a. Imunisasi Bayi

Pencapaian Cakupan imunisasi di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012

yaitu Immunisasi BCG sebesar 100% , Immunisasi DPT3 + HB 3 sebesar 99,4%.

Immunisasi Polio 4 sebesar 97,9% , dan Immunisasi Campak 97,7% sedangkan

untuk cakupan Hepatitis 0-7 hari sebesar 91,7%. Terdapat kenaikan cakupan

dibandingkan dengan Tahun 2011 termasuk untuk tingkat Droup Out (DO) juga

menurun sebesar 3,8%. Untuk melihat perkembangan cakupan imunisiasi secara

lengkap dapat dilihat pada tabel Tabel V.A.1 dan secara rinci menurut kabupaten/kota

dapat dilihat pada lampiran tabel 39.

Tabel V. A. 1Cakupan Imunsiasi BCG, DPT 3, Polio 4, Hepatitis B0 dan Drop Out

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota & Bid. Bina PLPP Dinkes Prov. Jabar

RumahSakit5,20%

Puskesmas

9,00%Pustu2,00%Klinik2,00%

Tim KB0,80%

DokterPraktik2,40% Faskes

Swasta37,90%

unmetneed

14,97%

TidakBer-KB11,32%

Tahun BCG DPT3 + HB3 Polio4 Campak HB O DO

2005 73,68 75,55 45,56 80,67 68,53 6,792006 81,65 83,02 56,95 77,08 51,26 7,152007 90,43 87,19 82,57 78,33 82,57 6,442008 87,65 92,38 86,70 88,01 64,15 4,732009 94,12 97,23 93,29 93,87 79,48 3,452010 99,36 93,63 93,27 92,03 83,63 5,012011 99,85 95,42 92,26 94,41 86,41 3,302012 100,00 99,40 97,90 97,70 91,70 3,80

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 77

Gambar V. A. 19Persentase Tempat Mendapatkan Pelayanan KB Di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2010 Tahun 2012

Sumber : Riskesdas 2010 Sumber : Pendataan Keluarga 2012

3. Pelayanan Immunisasi

Program immunisasi merupakan salah satu program prioritas yang dinilai sangat

efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit-penyakit

yang dapat dicegah oleh immunisasi.

a. Imunisasi Bayi

Pencapaian Cakupan imunisasi di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012

yaitu Immunisasi BCG sebesar 100% , Immunisasi DPT3 + HB 3 sebesar 99,4%.

Immunisasi Polio 4 sebesar 97,9% , dan Immunisasi Campak 97,7% sedangkan

untuk cakupan Hepatitis 0-7 hari sebesar 91,7%. Terdapat kenaikan cakupan

dibandingkan dengan Tahun 2011 termasuk untuk tingkat Droup Out (DO) juga

menurun sebesar 3,8%. Untuk melihat perkembangan cakupan imunisiasi secara

lengkap dapat dilihat pada tabel Tabel V.A.1 dan secara rinci menurut kabupaten/kota

dapat dilihat pada lampiran tabel 39.

Tabel V. A. 1Cakupan Imunsiasi BCG, DPT 3, Polio 4, Hepatitis B0 dan Drop Out

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota & Bid. Bina PLPP Dinkes Prov. Jabar

FaskesPemeri

ntah35,81%

Tahun BCG DPT3 + HB3 Polio4 Campak HB O DO

2005 73,68 75,55 45,56 80,67 68,53 6,792006 81,65 83,02 56,95 77,08 51,26 7,152007 90,43 87,19 82,57 78,33 82,57 6,442008 87,65 92,38 86,70 88,01 64,15 4,732009 94,12 97,23 93,29 93,87 79,48 3,452010 99,36 93,63 93,27 92,03 83,63 5,012011 99,85 95,42 92,26 94,41 86,41 3,302012 100,00 99,40 97,90 97,70 91,70 3,80

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 78

b. Imunisasi Ibu Hamil

Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Imunisasi TT1 pada tahun 2012

sebesar 79% dari sasaran Ibu Hamil sebanyak 1.044.298 orang, sedangkan cakupan

TT2 sebesar 72.5%.

Gambar V. A. 20Cakupan Immunisasi TT1, TT2 pada Ibu Hamil

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota tahun 2012

Apabila dibandingkan per-Kabupaten/Kota, ternyata yang mempunyai

cakupan Immunisasi TT1 yang tertinggi di Kab. Indramayu yaitu sebesar 111,4% dan

terendah di Kab. Bogor sebesar 57,4%. Immunisasi TT2 tertinggi di Kota Depok

sebesar 106,6% dan terendah di Kota Bandung yaitu sebesar 76,50%. Untuk Secara

rinci dapat dilihat pada gambar V.A.21.

Gambar V. A. 21Cakupan Immunisasi TT2 menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 79

c. Cakupan UCI desa

Indikator program imunisasi salah satunya adalah Persentase

Desa/Kelurahan yang mencapai “Universal Child Immunization” (UCI). Desa yang

mencapai UCI adalah desa/kelurahan yang cakupan imunisasi dasar ≥ 80%.

Gambar V. A. 22Cakupan Desa/Kelurahan UCI

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota dan Bidang Bina PLPP tahun 2012

Rata-rata cakupan desa/kelurahan UCI di Provinsi Jawa Barat sejak tahun

2008 sampai dengan 2012 yaitu sebesar 81,04%, masih diatas target yaitu 80%,

Cakupan UCI tahun 2012 selengkapnya melihat UCI per-kabupaten/kota dapat dilihat

dibawah ini.

Gambar V. A. 23Peta Cakupan Desa/Kelurahan UCI menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Keterangan : Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota tahun 2012

< 80 %

= 80 %

> 80 %

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 80

B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya

kesehatan serta meningkatnya kemampuan sosial ekonomi, maka kemampuan masyarakat

untuk memilih pelayanan kesehatan yang memuaskan akan meningkat di tahun-tahun

mendatang. Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit harus ditingkatkan mutunya. Upaya

pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap,

rujukan serta pelayanan kesehatan lainnya.

Untuk mengetahui kualitas upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, telah

dilakukan pengembangan sistem akreditasi Rumah Sakit. Sejak 1996 telah dilakukan

akreditasi terhadap Rumah Sakit, baik Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta. Rumah

Sakit Pemerintah terdiri dari Rumah Sakit Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota,

Vertikal, TNI/Polri, BUMN dan FKG. Berikut hasil akreditasi Rumah Sakit tahun 2012,

Tabel V. B. 1Jumlah Akreditasi Rumah Sakit

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Bidang Bina Registrasi dan Kebijakan Kesehatan Dinkes Provinsi Jabar

Dari 272 buah Rumah Sakit di Jawa Barat, hanya 79 rumah sakit (29,04%) yang

terakrediatasi. Berarti 193 Rumah Sakit (70,96%) belum terakreditasi. Untuk Rumah Sakit

Umum dan Khusus dengan status kepemilikan pemerintah Pusat maupun Daerah akreditasi

baru mencakup 44 Rumah Sakit (61,97%). Akreditasi diberikan untuk 26 Rumah Sakit

dengan 5 jenis pelayanan, 15 Rumah Sakit dengan 12 pelayanan dan 3 Rumah Sakit untuk

16 jenis pelayanan. Rumah Sakit Pemerintah yang belum terakreditasi sebanyak 27 Rumah

Sakit (9,9%).

Untuk Rumah Sakit swasta akreditasi baru diberikan terhadap 35 Rumah Sakit

(17,41%), dengan kategori akreditasi 9 jenis pelayanan untuk 16 Rumah Sakit, akreditasi 12

pelayanan untuk 13 Rumah Sakit dan akreditasi 16 pelayanan untuk 6 Rumah Sakit.

Sebanyak 122 rumah sakit (60,7%) belum terakreditasi.

a. Kunjungan Rawat Jalan di Rumah Sakit

Kunjungan rawat jalan baik kasus baru maupun kasus lama pada seluruh

Rumah Sakit di Jawa Barat tahun 2012 berjumlah 12.208.365 kunjungan. Dibanding

tahun 2010 jumlah kunjungan 2012 menunjukan Kenaikan sebanyak 5.404.170

kunjungan (79,42%). Untuk mengetahui trend kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Rumah Sakit Jml RSStatus Akreditasi

5 Pelayanan 12 Pelayanan 16 Pelayanan Jumlah %Pemerintah 71 26 15 3 44 61.97Swasta 201 16 13 6 35 17.41Total Jabar 272 42 28 9 79 29.04

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 81

Gambar V. B. 1Kunjungan Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2007 -2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kota tahun 2012

b. Kunjungan Rawat Inap di Rumah Sakit

Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari

berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan.

Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang

dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata

lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn

Over/BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn of Interval/TOI),

persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase

pasien keluar yang meninggal ≥ 48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR).

Indikator-indikator tersebut merupakan indikator luaran dan proses pada rumah

sakit. Indikator ini hanya memperlihatkan sejauh mana rumah sakit dimanfaatkan oleh

masyarakat pengguna dan sejauh mana tempat tidur rumah sakit dapat dipergunakan

seoptimal mungkin. Kinerja Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari

indikator yang ada didalam gambar dibawah ini :

Gambar V. B. 2Trend Kinerja Rumah Sakit di Provinsi Jawa BaratbTahun 2008 s/d 2012

Sumber : - Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

- Laporan SP2RS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 82

Dilihat dari gambar V.B.2. Di Rumah Sakit sebagai pelayanan rujukan belum

berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilihat bahwa Tingkat Hunian (BOR) pada tahun

2012 baru mencapai 46% yang masih dibawah standar 60%-85%. Demikian juga dengan

indikator lama rawatan seorang pasien (LOS) dari 3% (tahun 2008) menjadi 3,2 (tahun

2012) yang menunjukan bahwa efektifitas pelayanan semakin membaik. Turn Over

IntervaI (TOI) dari 3,1 (tahun 2008) menjadi 3,7 pada tahun 20112, masih lebih lama

dari kondisi ideal TOI yaitu antara 1-3 hari.

Tabel V. B. 2Indikator Pelayanan Rumah Sakit menurut Pemilik

Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Kunjungan rawat inap di seluruh Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat pada tahun

2012 mencapai 1.283.651 kunjungan. Untuk mengetahui gambaran pelayanan yang

diberikan rumah sakit, dapat diukur dari dari indikator yang mengindikasikan tingkat

pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan.

Capaian kinerja pelayanan rumah sakit menurut status dan kepemilikan rumah

sakit dapat di lihat berdasarkan tabel klasifikasi dibawah ini. Pencapaian BOR tertinggi

terjadi pada rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Kota 69%. Walaupun belum

mencapai BOR ideal yakni 75-85% namun hal ini menunjukan pada umumnya RSU

Pemda lebih dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan

yang terendah terjadi pada RSU Kemankes dengan cakupan 18%.

Cakupan LOS tertinggi terjadi pada rumah sakit vertikal pusat dengan 14 hari.

Sedangkan yang paling rendah terjadi pada rumah sakit umum swasta 2,1 hari. Hampir

seluruh rumah sakit mencapai nilai ideal LOS 3-12 hari kecuali RS Swasta dan RS

Khusus Swasta yang hanya mencapai sekitar 2 hari.

Batasan ideal untuk TOI adalah 1 sd 3 hari. Itu berarti hanya RSU Pemda,

Swasta dan BUMN yang TOI nya ideal. Sedangkan TOI rumah sakit lainnya belum

masuk pada interval TOI ideal. Bahkan RS Vertikal Pemeirintah Pusat mencapai TOI

47,4 hari.

BTO tertinggi pada RSU Pemda mencapai 70 kali, terendah RSU Vertikal Pusat

6 kali. Rata-rata rumah sakit telah mencapai kondisi ideal >30 kali kecuali RS Vertikal

Pusat 6 kali dan RS Khusus Pemeritah 18 kali.

PEMILIK RS JML RS TT BOR LOS TOI

RSU Pemerintah (Kemenkes) 2 1.802 18 2,0 9,6

RSU Pemerintah (Pemda) 38 8.004 69 3,8 1,7

RSU Swasta 143 14.006 39 2,8 4,6

RS Khusus Swasta 58 2.221 29 2,1 5,1

RS Khusus Pemerintah 9 822 57 4,6 3,4

RS TNI/Polri 17 1.777 50 4,1 4,2

RS BUMN 5 427 61 3,2 2,0

RS di Jawa Barat 272 29.059 46 3,2 3,7

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 83

Untuk mengetahui efisiensi pengelolaan pelayanan rumah sakit disajikan analisis

dengan metode grafik Barber Johnson selama tahun 2012.

Metode Barber Johnson merupakan komposit dari 4 indikator pelayanan rawat

inap rumah sakit yang dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan

efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah sakit, yakni. BOR (Bed Occupancy Ratio),

AVLOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over).

Grafik ini terdiri dari 4 garis, yaitu garis BOR, AvLOS, TOI, dan garis BTO. Biasanya

didalam grafik barber johnson terdapat sebuah area yang biasa disebut daerah efisien.

Daerah Efisien ditentukan dengan nilai-nilai standar dari ke-empat parameter

tersebut. Nilai-nilai Standar keempat parameter tersebut adalah : BOR : 75%, AvLOS : 3-

9 hari, TOI : 1-3 hari,BTO : 30 kali.Daerah efisien digunakan untuk membantu pembaca

untuk menentukan apakah dengan nilai-nilai keempat parameter tersebut, pemakaian

tempat tidur di sebuah rumah sakit sudah efisien atau tidak. Apabila titik temu keempat

garis tersebut berada pada daerah efisien, maka pemanfaatan tempat tidur sudah

efisien, begitu pula sebaliknya.

Gambar V. B. 3Pemanfaatan Tempat Tidur RSU

di Provinsi Jawa Barat, 2012

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan

yang masuk dari rumah sakit dan dinas

kesehatan kabupaten kota di Jawa

Barat selama periode 2012, diketahui

bahwa tingkat efisiensi pengelolaan

rumah sakit di Provinsi Jawa Barat

belum mencapai tingkat efisiensi yang

ideal.

Pada Grafik Barber Johnson disamping

tampak bahwa titik perpotongan antara

indikator LOS, TOI BOR dan BTO

berada diluar daerah efisien.

Keempat indikator tersebut saling

berkaitan sehingga memerlukan upaya

menyeluruh bila ingin meningkatkan

efisiensi pengelolaan RS.

Rendahnya BOR antara lain disebabkan

indikator LOS berkurang dan indikator

TOI cukup tinggi. TOI tinggi antara lain

disebabkan karena pengorganisasian

kurang baik, kurangnya perimntaan

tempat tidur.

Bila pengorganisasian bisa diperbaiki maka TOI bisa diturunkan. Antara lain

dengan upaya promosi, peningkatan pelayanan dan realokasi tempat tidur, serta

perbaikan penatalaksanaan bagian penerimaan pasien.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 84

Gambar V. B. 4Pemanfaatan Tempat Tidur RSU Berdasarkan Kepemilikan

di Provinsi Jawa Barat, 2012RSU Vertikal Kemkes RI RSU Pemda RSU Swasta

RS TNI POLRI RS BUMN RSK Pemerintah & Swasta

Ketererangan : Metode Grafik Barber Johnson

Bagaimana tingkat efisiensi rumah sakit dalam pemanfaatan tempat tidur, dapat

dilihat pada gambar Grafik Barber Johnson diatas yang disajikan berdasarkan RS

Vertikal, RS Pemda, RS Swasta, RS TNI Polri, RS BUMN dan RS Khusus.

Berdasarkan visualisasi Grafik Barber Johnson diatas, tampak tidak ada satupun

kelompok rumah sakit di Jawa Barat yang mempunyai tingkat efisiensi pengelolaan

rumah sakit yang optimal (efisien bila perpotongan garis LOS dan TOI berada di daerah

yang efisien).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 85

Secara umum yang mendekati daerah efisien adalah Rumah Sakit Umum

Pemerintahan Daerah dan Rumah Sakit BUMN. Berikutnya Rumah Sakit Vertikal dan

Rumah Sakit TNI Polri. Sedangkan untuk gambaran Rumah Sakit Umum Swasta relatif

hampir sama dengan Rumah Sakit Khusus.

2. Angka Kematian di Rumah Sakit

Jumlah kematian di rumah sakit adalah merupakan indikator dampak dari proses

pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Pada umumnya kematian pasien di rumah

sakit dikelompokan dalam Gross Death Rate (Angka Kematian Kasar di Rumah Sakit)

dan Net Death rate (Angka Kematian Bersih).

Untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit di Jawa Barat selama tahun

2012 dapat diketahui dari indikator GDR (Groos Death Rate) dan NDR (Net Death Rate),

seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel V. B. 3Angka Kematian Kasar dan Kematian Bersih

Menurut Pemilikan Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber : - Profil Kesehatan Kabupaten/Kota- Laporan SP2RS

Indikator mutu pelayanan rumah sakit GDR bisa memberikan gambaran secara

umum tentang kematian yang terjadi di rumah sakit, tanpa mempertimbangkan

kematian pasien yang baru tiba atau sampai di rumah sakit (dibawah 48 jam).

Kematian yang terjadi pada pasien yang datang kerumah sakit sebelum 48 jam.

Indikator GDR menunjukkan mutu pelayanan Rumah Sakit. Pada tahun 2012 di Provinsi

Jawa Barat sebesar 2,4%, masih dibawah standar yaitu tidak lebih dari 45 per 1000

penderita keluar.

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diterima, indikator GDR seluruh RS

di Jawa Barat rerata nya adalah 24/1000. GDR tertinggi terjadi di RS Vertikal Pusat,

dengan 45/1000. Hal ini wajar karena RS tersebut merupakan rumah sakit rujukan

tertinggi di Jawa Barat, yang banyak menerima pasien dengan kondisi yang sudah kritis/

kompleks. Capaian indikator GDR RS Pemerintah ini sama dengan nilai standar indikator

GDR, yakni 45/1000. Sedangkan yang terendah ada di RS Khusus Swasta dengan nilai

4/1000.

RUMAH SAKIT GDR NDR

RSU Pemerintah (Kemenkes) 4,5 3,1

RSU Pemerintah (Pemda) 3,4 1,6

RSU Swasta 1,7 0,8

RS Khusus Swasta 0,4 0,1

RS Khusus Pemerintah 2,1 1,3

RS TNI/Polri 2,9 1,6

RS BUMN 2,7 1,2

Jawa Barat 2,4 1,2

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 86

Ukuran indikator mutu pelayanan rumah sakit yang lebih sensitif bisa dilihat dari

indikator NDR. NDR hanya menghitung kematian yang sudah dalam penanganan rumah

sakit atau sudah ada di RS lebih dari 48 jam.

Rerata NDR untuk seluruh rumah sakit di Jawa Barat sebesar 12/1000. Relatif

sudah lebih rendah dibanding standar NDR yang dipersyaratkan yakni 25/1000. Sama

halnya dengan indikator GDR maka untuk NDR yang tertinggi terjadi juga di RS Vertikal

Pusat. Demikian juga terendah ada di RS Khusus Swasta dengan NDR 1/1000.

C. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak

pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro dapat

menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan fungsi lain

(kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi dapat

disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi dan

protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya dapat

mengakibatkan maramus atau kwashiorkor.

Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang dilakukan,

akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal. Upaya perbaikan

gizi masyarakat merupakan upaya untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi

masyarakat . Indikator gizi masyarakat antara lain status gizi, anemia gizi besi, vitamin A

dan gangguan akibat kekurangan yodium.

1. Status Gizi

Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak

pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro

dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan

fungsi lain (kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi

dapat disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi

dan protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya

dapat mengakibatkan maramus atau kwashiorkor.

Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang

dilakukan, akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal.

a. Status Gizi Penduduk Dewasa (15 Tahun Keatas)

Sekitar 63 % penduduk termasuk dalam kategori IMT normal, 15 % kurus

sedangkan 22 % termasuk Obesitas umum /gemuk (Berat Badan Lebih dan obese).

Prevalensi obesitas pada wanita 29 % dan pria 14,3 %. Persentase obesitas ini lebih

tinggi daripada angka nasional (19 %). Prevalensi obesitas sentral (lingkar perut > 80

cm) di Jawa Barat 20,3 % lebih tinggi dari nasional , 18,8 %. Obesitas perlu

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 87

diwaspadai mengingat keadaan tersebut merupakan faktor predisposisi penyakit

sirkulasi darah maupun penyakit degeneratif.

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, Prevalensi Status Gizi umur 16-18

Tahun (IMT/U) di Jawa Barat untuk 2 % Status Gizi Sangat Kurus, 8% Kurus, 88%

Normal dan 2,1% Gemuk.

b. Status Gizi Balita

Gizi buruk balita merupakan salah satu faktor risiko yang berdampak pada

lemahnya sumber daya manusia di masa mendatang (lost generation). Tabel berikut

mencantumkan status gizi balita di Provinsi Jawa Barat.

Tabel V. C. 1Status Gizi Balita di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2012

Sumber: Bulan Penimbangan Balita

Berdasarkan data bersumber bulan penimbangan balita (BPB) pada tahun

2012, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terlihat adanya peningkatan

dimana sebagian besar balita di Jawa Barat 89,91% berstatus gizi baik, namun balita

dengan gizi kurang masih cukup banyak 7,01 % dan gizi buruk sebanyak 0,83 %.

Di lain pihak, data bersumber komunitas dari Riset Kesehatan Dasar tahun

2010 menunjukkan status gizi balita di Provinsi Jawa Barat adalah Prevalensi balita

Gizi Buruk menurun sebanyak 13,33% yaitu dari 15,0%n pada tahun 2007 menjadi

13% pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang

menurun sebanyak 5,35% yaitu dari 35,5% pada tahun 2007 menjadi 33,6% pada

tahun 2010, sedangkan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu

dari 9 % pada tahun 2007 menjadi 11 % pada tahun 2010.

Gambar V. C. 1Status Gizi Balita Buruk, Pendek dan Kurus

Di Provinsi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007, 2010

Sumber : Riskesdas Tahun 2007, 2010

TahunStatus Gizi Balita ( % )

Lebih Baik Kurang Buruk

2008 1,73 86,67 10,58 1,02

2009 1.87 87.56 9.66 0.92

2010 1,71 89,40 7,98 0,91

2011 2,44 89.59 7,16 0,82

2012 2,26 89,91 7,01 0,83

15,0

35,5

9,013,0

33,6

11,0

-

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

Gizi Buruk Balita Pendek Balita Kurus

20072010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 88

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012, Persentase Balita

Gizi Buruk, apabila dibandingkan per-kabupaten/kota terdapat 13 Kabupaten/Kota

yang berada di atas angka Jawa Barat, yang tertinggi di Kabupaten Cirebon,

sedangkan 3 kabupaten/Kota yang terrendah di Provinsi Jawa Barat yaitu Kota

Bekasi (0,28%), Kabupaten Ciamis (0,31%), Kota Sukabumi (0,35%).

Gambar V. C. 2Persentase Balita Gizi Buruk Hasil Bulan Penimbangan Balita

menurut Kabupaten/Kota, Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Anemia Gizi

Upaya penanggulangan anemia gizi diprioritaskan kepada kelompok rawan yaitu

ibu hamil, balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur termasuk remaja putri dan

pekerja wanita.

Terjadinya defisiensi besi pada wanita, antara lain disebabkan jumlah zat besi

yang di absorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya

bioavailabilitas makanan yang mengandung besi atau kenaikan kebutuhan besi selama

hamil, periode pertumbuhan dan pada waktu haid Penanganan defisiensi besi dengan

pemberian suplementasi tablet besi merupakan cara yang paling efektif untuk

meningkatkan kadar Fe/besi dalam jangka waktu yang pendek. Pemerintah melalui

Departemen Kesehatan telah melaksanakan penanggulangan anemia defisiensi besi

pada ibu hamil dengan memberikan tablet besi folat (Tablet Tambah Darah/TTD) yang

mengandung 60 mg elemental besi dan 250 ug asam folat) setiap hari satu tablet selama

90 hari berturut-turut selama masa kehamilan.

Selama ini upaya penangulangan anemia gizi difokuskan ke sasaran ibu hamil

dengan suplemen besi. Cakupan Pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil dengan

mendapatkan 90 tablet Besin(Fe3) pada tahun 2012 sebesar 90,32%, apabila cakupan

ini dibandingkan tahun 2010 (82,09%) mengalami kenaikan sebesar 8,23 point, angka ini

sudah mencapai target (90%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 89

Apabila dibandingkan per-Kabupaten/Kota tahun 2012 ternyata terdapat 13

Kabupaten/Kota yang sudah mencapai target dan 13 Kabupaten/Kota yang dibawah

angka Jawa Barat.

Gambar V. C. 3Persentase Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe3) Ibu Hamil

Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

3. Kurang Vitamin A

Hasil analisis vitamin A dalam serum mengungkapkan bahwa 50% status vitamin

A anak balita masih rendah atau marjinal. Hal ini menggambarkan bahwa untuk

mencegah terjadinya kembali prevalensi xerophthalmia yang tinggi, program

penanggulangan kurang vitamin A perlu diteruskan dengan dukungan konsumsi

makanan sumber vitamin A bagi anak balita.Penanggulangan defisiensi vitamin A pada

anak balita dapat dilakukan dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi

(200.000 IU) setiap 6 bulan sekali, pendidikan gizi ibu di posyandu, fortifikasi bahan

makanan yang banyak dikonsumsi anak balita dengan vitamin A (1.800 IU). Pemberian

satu kapsul vitamin A pada ibu sehabis melahirkan bertujuan untuk meningkatkan kadar

vitamin A dalam ASI bagi ibu dalam 1-2 minggu, disamping itu pula kepada ibu

menyusui dapat diberikan pendidikan gizi di posyandu tentang pentingnya konsumsi

makanan sumber vitamin A.

Buta senja adalah salah satu gejala kurang vitamin A (KVA). Kurang Vitamin A

tingkat berat dapat mengakibatkan keratomalasia dan kebutaan. Vitamin A berperan

pada integritas sel epitel,imunitas danreproduksi. KVA pada anak balita dapat

mengakibatkan risiko kematian sampai 20-30%. Upaya penanggulangan masalah kurang

vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada anak

Balita, Bayi dan ibu Nifas.

Persentase Anak Balita mendapatkan vitamin A di Provinsi Jawa Barat pada

tahun 2012 sebesar 81,4%, berkisar antara 103% – 70,9%, cakupan ini apabila

dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 93,35%, mengalami penurunan sekitar

12,80%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 90

Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata terdapat 16 Kabupaten/Kota

yang diatas pencapaian Jawa Barat, dan yang terendah terdapat di Kota Bekasi

(70,9%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini dan lampiran tabel 32.

Gambar V. C. 4Persentase Cakupan Anak Balita Mendapatkan Vitamin A

Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

E. PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS1. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di provinsi Jawa Barat menunjukkan adanya

peningkatan kasus penyakit gigi dan mulut pada masyarakat dari tahun ke tahun.

Indikator yang ditetapkan berupa ratio tumpatan dengan pencabutan dengan target 1:1

belum terpenuhi.

Hasil RISKESDAS tahun 2007, seperempat penduduk Jawa Barat mengalami

masalah gigi mulut (gimul) dan sepertiganya menerima perawatan dari tenaga medis.

Meskipun menggosok gigi penduduk Jawa Barat sudah cukup tinggi (95,8%)

Perbandingan antara tumpatan yang kurang dari pencabutan (79:100)

menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memeriksakan penyakit gigi sejak

dini masih rendah sehingga kerusakan gigi yang terjadi tidak dapat ditanggulangi dengan

penambalan, tetapi harus dilakukan pencabutan. Data secara rinci tercantum pada tabel

dibawah ini.

Tabel V. E. 1Hasil Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Provinsi Jawa Barat,

Tahun 2005-2012

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

Tahun Jumlah TumpatanGigi Tetap

Jumlah PencabutanGigi Tetap Jumlah Total Rasio

Tambal/Cabut2005 136.553 238.579 375.132 0,572006 225.008 242.114 467.122 0,932007 166.174 274.275 440.449 0,612008 176.048 236.406 412.454 0,742009 145.621 232.980 378.601 0,632010 152.208 208.360 360.568 0,732011 162.103 227.578 389.681 0,712012 142.566 179.853 322.419 0,79

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 91

2. Pelayanan Kesehatan Jiwa

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007, bahwa Prevalensi gangguan jiwa berat di

Provinsi Jawa Barat 0,2% (kisaran 0,1 – 0,7%), tertinggi di Kota Banjar, terdapat di

semua kabupaten/kota, kecuali di Kabupaten Subang.

Prevalensi Gangguan Mental Emosional di Jawa Barat (20,0%) lebih tinggi

dibandingkan prevalensi nasional (11,6%). Di antara kabupaten/kota, prevalensi tertinggi

di Kabupaten Purwakarta (31,9%) dan terendah di Kabupaten Kuningan (11,2%).

Prevalensi Gangguan Mental Emosional meningkat sejalan dengan pertambahan

umur. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas

(41,6%) dan terendah pada kelompok umur 15-24 tahun (16,5%). Kelompok yang rentan

mengalami gangguan mental emosional adalah perempuan (24,3%), kelompok yang

memiliki pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 32,0%),

kelompok yang tidak bekerja (27,6%), tinggal di desa (21,3%), serta kelompok tingkat

pengeluaran per kapita rumah tangga terendah (pada Kuintil 1: 23,6%). Menurut jenis

kelamin gangguan mental emosional pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Keterbatasan SRQ hanya dapat mengungkap gangguan mental emosional atau

distres emosional sesaat. Individu yang dengan alat ukur ini dinyatakan mengalami

gangguan mental emosional akan lebih baik dilanjutkan dengan wawancara psikiatri

dengan dokter spesialis jiwa untuk menentukan ada tidaknya gangguan jiwa yang

sesungguhnya serta jenis gangguan jiwanya.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 92

BAB VISUMBER DAYA KESEHATAN

Penentuan keberhasilan pembangunan kesehatan adalah ketersedian sumber daya

kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan baik secara kuantitas maupun secara kualitas.

Sumber daya kesehatan yang diperlukan didalam pembangunan kesehatan antara lain tenaga,

dana, sarana dan prasarana serta teknologi.

A. SUMBER DAYA MANUSIASesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 yang

termasuk tenaga kesehatan adalah tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi, Tenaga

keperawatan meliputi tenaga perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker,

analis farmasi, asisten apoteker, Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi

kesehatan, entomologi kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,

administrator kesehatan dan sanitarian.Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.Tenaga

keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.Tenaga keteknisian

medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan,

refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

Pada tahun 2012 jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di Jawa Barat

sebanyak 76.826 orang. Dengan sebaran tenaga meliputi 47,2% bekerja di Puskesmas,

bekerja di Rumah Sakit 47,3 %, bekerja disarana kesehatan lainnya 1.50% dan berkerja di

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 3,5% serta bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat 0,51% (Dinas Kesehatan, BP4, BKMM, BKPM).

Proporsi tenaga kesehatan lebih besar dari pada tenaga kesehatan non kesehatan

terdapat di unit kerja Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, sarana Kesehatan lainnya dan Dinas Kesehatan Provinsi

Gambar VI. A.1Sebaran Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 93

Dengan proporsi tenaga kesehatan 79,5% dan non kesehatan 20,5%, perbandingan

tenaga kesehatan dengan non kesehatan di Jawa Barat mencapai kira-kira 4:1. Sebaran

tenaga kesehatan dan non kesehatan berdarakan jenis tenaga sebagai berikut:

Gambar VI. A. 2Presentase Proporsi Tenaga Kesehaatn Menurut Jenis Tenaga

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Pada Tabel dibawah ini menunjukkan rasio jenis tenaga kesehatan yang bekerja

diseluruh unit kerja terhadap jumlah penduduk tahun 2012 yaitu sebesar 172,46 per-100.000

penduduk.

Tabel VI. A. 1Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap 100.000 Penduduk

Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

MEDIS10,90%

KETEKNISANFISIK0,40%

TENAGA NONKES.

20,50%

Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah Rasio Tenaga KesehatanPer -100.000 penduduk

1.         Dr. Spesialis 3.329 7,50

2.         Dr. Umum 3.831 8,60

3.         Dr. Gigi 1.235 2,77

4.         Perawat 29.324 65,82

5.         Bidan 13.878 31,15

6.         Kefarmasian 2.637 5,92

7.         Gizi 1.874 4,21

8.         Kesmas 1.603 3,60

9.         Sanitarian 1.357 3,05

10.   Keteknisan Medis 1.695 3,80

11.   Keteknisan Fisik 278 0,62

12.   Tenaga Non Kesehatan 15.785 35,43Jumlah 76.826 172,46

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 93

Dengan proporsi tenaga kesehatan 79,5% dan non kesehatan 20,5%, perbandingan

tenaga kesehatan dengan non kesehatan di Jawa Barat mencapai kira-kira 4:1. Sebaran

tenaga kesehatan dan non kesehatan berdarakan jenis tenaga sebagai berikut:

Gambar VI. A. 2Presentase Proporsi Tenaga Kesehaatn Menurut Jenis Tenaga

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Pada Tabel dibawah ini menunjukkan rasio jenis tenaga kesehatan yang bekerja

diseluruh unit kerja terhadap jumlah penduduk tahun 2012 yaitu sebesar 172,46 per-100.000

penduduk.

Tabel VI. A. 1Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap 100.000 Penduduk

Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

BIDAN18,10% PERAWAT

38,20%

KEFARMASIAN

3,40%KESMAS

2,10%SANITASI1,80%

GIZI2,40%

KETEKNISANMEDIS2,20%

KETEKNISANFISIK0,40%

TENAGA NONKES.

20,50%

Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah Rasio Tenaga KesehatanPer -100.000 penduduk

1.         Dr. Spesialis 3.329 7,50

2.         Dr. Umum 3.831 8,60

3.         Dr. Gigi 1.235 2,77

4.         Perawat 29.324 65,82

5.         Bidan 13.878 31,15

6.         Kefarmasian 2.637 5,92

7.         Gizi 1.874 4,21

8.         Kesmas 1.603 3,60

9.         Sanitarian 1.357 3,05

10.   Keteknisan Medis 1.695 3,80

11.   Keteknisan Fisik 278 0,62

12.   Tenaga Non Kesehatan 15.785 35,43Jumlah 76.826 172,46

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 93

Dengan proporsi tenaga kesehatan 79,5% dan non kesehatan 20,5%, perbandingan

tenaga kesehatan dengan non kesehatan di Jawa Barat mencapai kira-kira 4:1. Sebaran

tenaga kesehatan dan non kesehatan berdarakan jenis tenaga sebagai berikut:

Gambar VI. A. 2Presentase Proporsi Tenaga Kesehaatn Menurut Jenis Tenaga

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Pada Tabel dibawah ini menunjukkan rasio jenis tenaga kesehatan yang bekerja

diseluruh unit kerja terhadap jumlah penduduk tahun 2012 yaitu sebesar 172,46 per-100.000

penduduk.

Tabel VI. A. 1Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap 100.000 Penduduk

Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PERAWAT38,20%

KEFARMASIAN

3,40%

Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah Rasio Tenaga KesehatanPer -100.000 penduduk

1.         Dr. Spesialis 3.329 7,50

2.         Dr. Umum 3.831 8,60

3.         Dr. Gigi 1.235 2,77

4.         Perawat 29.324 65,82

5.         Bidan 13.878 31,15

6.         Kefarmasian 2.637 5,92

7.         Gizi 1.874 4,21

8.         Kesmas 1.603 3,60

9.         Sanitarian 1.357 3,05

10.   Keteknisan Medis 1.695 3,80

11.   Keteknisan Fisik 278 0,62

12.   Tenaga Non Kesehatan 15.785 35,43Jumlah 76.826 172,46

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 94

1. Tenaga di Puskesmas

Jumlah tenaga di Puskesmas di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebanyak

36.266 orang terdiri dari tenaga kesehatan 87,4% dan tenaga non kesehatan 12,6%.

Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis 7,5%, tenaga Perawat 29,3%, tenaga Bidan

39,8%, tenaga kefarmasia 1,8%, tenaga kesehatan masyarakat 1,9%, tenaga sanitasi 2,3%,

tenaga gizi 3,6%, tenaga keteknisan medis 1,2%, tenaga keteknisan fisik 0,1% dan tenaga

non kesehatan 12,6%.

Rasio tenaga medis terhadap puskesmas 2,58, ini menunjukkan bahwa rata-rata

puskesmas di Provinsi Jawa Barat mempunyai tenaga medis 2-3 orang (idealnya 3 per

puskesmas). Sedangkan rasio tenaga medis terhadap penduduk 5-7 orang per 100.000

penduduk.

Rasio tenaga keperawatan terhadap puskesmas 8,43 ini menunjukkan bahwa

rata-rata puskesmas sudah mempunyai tenaga keperawatan sebanyak 8-9 orang.

Sedangkan rasio tenaga keperawatan terhadap penduduk 19-20 orang per 100.000

penduduk. Bila rasio jenis tenaga kesehatan ini hanya memperhitungkan tenaga kesehatan

yang hanya bekerja di pelayanan puskesmas dan jaringannya, maka gambaran rasio

sebagai berikut:

Tabel VI. A. 2Rasio Tenaga Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas

Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

a. Tenaga Medis

Proporsi tenaga medis yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012 sebanyak

2.704 orang yang meliputi Dokter Umum sebesar 70,49%, Dokter Gigi 28,81%, dan

Dokter Spesialis 0,70%

Di Provinsi Jawa Barat rata-rata terdapat 1-2 orang dokter umum bekerja di

puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada puskesmas yang

tidak mempunyai dokter. Sedangkan ratio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1

dokter umum melayani 16.475 orang.

Jenis Tenaga Jumlah %Ratio Tenaga Kesehatan

Per-Puskesmas

Per-100.000penduduk

A. Tenaga Kesehatan 31.691 87,38 30,2 71,11. Medis 2.704 7,46 2,6 6,12. Keperawatan 25.067 69,12 23,9 56,33..Kefarmasian 649 1,79 0,6 1,54.Gizi 1.298 3,58 1,2 2,95.Kesmas 682 1,88 0,6 1,56. Sanitarian 834 2,30 0,8 1,97.Keteknisan Medis 420 1,16 0,4 0,98.Keteknisan Fisik 37 0,10 0,0 0,1B. Tenaga Non Kesehatan 4.575 12,62 4,4 10,3

J u m l ah 36.266 100,00 34,5 81,4

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 95

Rasio dokter gigi terhadap puskesmas sebesar 0,74, artinya belum semua

puskesmas mempunyai tenaga dokter gigi. Bahkan dapat dikatakan seorang dokter gigi

untuk 2 sampai dengan 3 puskesmas. Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor

penyebaran masih merupakan masalah, sehingga rasio dokter gigi dengan puskesmas

pun masih belum merata. Rasio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1 orang

dokter gigi melayani 57.187 orang. Pada lampiran Tabel 74 dapat dilihat jumlah tenaga

medis dan sebaran di unit kerja.

Tabel VI. A. 3Rasio Tenaga Dokter Umum dan Dokter Gigi di Puskesmas

Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

b. Tenaga Keperawatan

Proporsi tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012

meliputi BIdan sebesar 33,43% dan Perawat sebesar 30,25%

Di Provinsi Jawa Barat rata-rata tenaga keperawatan terdapat 8-9 orang yang

bekerja di puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada

puskesmas kekurangan tenaga keperawatan dengan 1 orang tenaga keperawatan harus

melayani 5,116 orang

Rasio Bidan terhadap puskesmas terdapat 9-10 bidan bekerja di puskesmas.

Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor penyebarannya masih merupakan masalah,

sehingga rasio bidan dengan puskesmas pun masih belum merata. Rasio tenaga bidan

terhadap jumlah penduduk yaitu 1 orang bidan maelayani 4.631 orang. Rasio tenaga

bidan dan perawat di puskesmas disajikan pada Tabel VI.A.4 dibawah:

Kabupaten/kota Rasio DokterUmum/penddk

Rasio DokterUmum/Puskesmas

Rasio DokterGigi/penddk

Rasio DokterGigi/Puskesmas

Kab. Bogor 24.581 2,0 68.355 0,7 Kab. Sukabumi 32.991 1,3 96.334 0,4 Kab. Cianjur 42.096 1,2 97.005 0,5 Kab. Bandung 30.067 1,8 70.370 0,8 Kab. Garut 26.969 1,4 155.072 0,2 Kab. Tasikmalaya 24.607 1,8 68.901 0,6 Kab. Ciamis 19.536 1,5 97.680 0,3 Kab. Kuningan 15.533 1,8 66.017 0,4 Kab. Cirebon 22.448 1,6 81.160 0,5 Kab. Majalengka 23.317 1,6 91.476 0,4 Kab. Sumedang 24.454 1,4 53.567 0,7 Kab. Indramayu 27.813 1,2 84.830 0,4 Kab. Subang 39.408 1,0 71.310 0,5 Kab. Purwakarta 19.191 2,3 44.140 1,0 Kab. Karawang 23.393 1,9 54.974 0,8 Kab. Bekasi 33.174 2,2 79.618 0,9 Kab. Bdg Barat 32.571 1,5 67.973 0,7 Kota Bogor 10.076 4,1 21.943 1,9 Kota Sukabumi 15.425 1,3 19.282 1,1 Kota Bandung 20.688 1,6 36.205 0,9 Kota Cirebon 6.055 2,3 12.111 1,1 Kota Bekasi 18.833 4,2 27.821 2,8 Kota Depok 21.599 2,7 42.697 1,3 Kota Cimahi 13.349 3,2 32.980 1,3 Kota Tasik 18.660 1,8 43.539 0,8 Kota Banjar 11.252 1,6 90.015 0,2 Jawa Barat 23.373 1,8 57.187 0,7

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 96

Tabel VI. A. 4Rasio Tenaga Bidan dan Perawat di Puskesmas

Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Tenaga di Rumah Sakit

Jumlah tenaga yang bekerja di Rumah Sakit Tahun 2012 sebanyak 36.362 orang

atau sebesar 47,2% dari seluruh tenaga kesehatan di Jawa Barat. Proporsi tenaga

kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari 73,8% tenaga kesehatan dan 26,2% tenaga non

kesehatan.

Proporsi tenaga kesehatan di Rumah Sakit meliputi tenaga medis 14,8% tenaga

keperawatan 48,3%, kefarmasian 4,8%, tenaga Kesehatan masyarakat 0,8%, tenaga

sanitarian 0,5%, tenaga gizi 1,0%, tenaga keterapian fisik 0,6%, dan tenaga keteknisan

medis 3,0%, tenaga non kesehatan 26,2%. Pada Tabel VI.A5 dapat dilihat jenis tenaga dan

rasio tenaga kesehatan di Rumah Sakit per-100.000 penduduk.

Kabupaten/kota RasioBidan/Pddk

Rasio Bidan/Puskesmas

RasioPerawat/Pddk

RasioPerawat/Puskesmas

Kab. Bogor 6.430 7,7 6.455 7,7Kab. Sukabumi 6.051 6,9 5.060 8,2Kab. Cianjur 4.516 11,0 3.840 12,9Kab. Bandung 5.208 10,2 7.128 7,5Kab. Garut 3.252 11,7 1.828 20,9Kab. Tasikmalaya 2.857 15,1 2.331 18,5Kab. Ciamis 2.847 10,6 2.135 14,1Kab. Kuningan 2.147 13,3 2.545 11,2Kab. Cirebon 2.500 14,8 1.434 25,8Kab. Majalengka 2.360 15,8 1.903 19,5Kab. Sumedang 2.914 12,1 2.604 13,5Kab. Indramayu 3.096 11,2 1.816 19,1Kab. Subang 3.365 11,1 1.525 24,6Kab. Purwakarta 3.210 13,8 3.603 12,3Kab. Karawang 2.968 14,8 2.624 16,8Kab. Bekasi 6.348 11,3 4.568 15,6Kab. Bdg Barat 3.958 12,7 5.076 9,9Kota Bogor 7.900 5,2 4.202 9,8Kota Sukabumi 4.169 4,9 1.090 18,9Kota Bandung 9.927 3,4 5.595 6,0Kota Cirebon 2.365 5,8 1.143 12,0Kota Bekasi 11.387 6,9 5.734 13,8Kota Depok 10.674 5,4 8.620 6,7Kota Cimahi 10.194 4,2 5.497 7,8Kota Tasik 2.502 13,1 1.950 16,8Kota Banjar 2.433 7,4 1.242 14,5Jawa Barat 4.187 10,1 3.088 13,7

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 97

Tabel VI. A. 5Jumlah Tenaga di Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

3. Tenaga di Dinas Kesehatan

Jumlah tenaga yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012

sebanyak 2.668 orang atau 3,94% dari seluruh tenaga kesehatan di Jawa Barat. Proporsi

tenaga kesehatan Kabupaten/Kota terdiri dari tenaga medis 7,38%, tenaga Keperawatan

15,89%, kefarmasian 4,5%, tenaga Kesehatan masyarakat 19,64%, tenaga sanitarian 6%,

tenaga gizi 4,24%, dan tenaga keteknisan medis 0,6%, tenaga non kesehatan 41,75%.

Pada lampiran Tabel 75 disajikan jumlah dan sebaran tenaga kesehatan di unit kerja di

Jawa Barat.

Tabel VI. A. 6Jumlah Tenaga di Dinas Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Per- RumahSakit

Per-100.000penduduk

Tenaga Kesehatan 26.821 73,76 98,61 60,21

1.         Dokter Spesialis 3.286 9,04 12,08 7,38

2.         Dokter Umum 1.703 4,68 6,26 3,82

3.         Dokter Gigi 393 1,08 1,44 0,88

4.         Perawat 14.456 39,76 53,15 32,45

5.         Bidan 3.089 8,5 11,36 6,93

6.         Kefarmasian 1.736 4,77 6,38 3,9

7.         Gizi 375 1,03 1,38 0,84

8.         Kesmas 294 0,81 1,08 0,66

9.         Sanitarian 193 0,53 0,71 0,43

10.   Keteknisan Medis 1.073 2,95 3,94 2,41

11.   Keteknisan Fisik 223 0,61 0,82 0,5

Tenaga Non Kesehatan 9.541 26,24 35,08 21,42

J u m l ah 36.362 100 133,68 81,62

Jenis Tenaga Jumlah %Ratio Tenaga Kesehatan

Per- RumahSakit

Per-100.000penduduk

Tenaga Kesehatan 1.554 58,25 59,77 3,491.         Medis 197 7,38 7,58 0,442.         Bidan 124 4,65 4,77 0,283.         Perawat 300 11,24 11,54 0,674.         Kefarmasian 120 4,5 4,62 0,275.         Gizi 113 4,24 4,35 0,256.         Kesmas 524 19,64 20,15 1,187.         Sanitarian 160 6 6,15 0,368.         Keteknisan Medis 16 0,6 0,62 0,049.         Keteknisan Fisik 0 0 0 0Tenaga Non Kesehatan 1.114 41,75 42,85 2,5

J u m l ah 2.668 100 102,62 5,99

Jenis Tenaga Jumlah %Ratio Tenaga Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 98

b. SARANA KESEHATAN1. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar

Jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 1.050

buah. Terdiri dari 874 puskesmas tanpa perawatan dan 176 puskesmas dengan

perawatan. Proporsi Puskesmas terhadap penduduk di Jawa Barat sebesar 1 : 42.427

atau 2,4 per 100.000 penduduk, hal ini masih dibawah target nasional sebesar 1 :

25.000. Sedangkan jumlah Puskesmas Pembantu tercatat sebanyak 1.579 buah, dengan

Rasio terhadap Puskesmas sebesar 1,52. Untuk Puskesmas kelilingnya terdapat 789

unit (Roda 4), sehingga masih ada puskesmas (261) yang belum mempunyai puskesmas

keliling roda 4.

Jumlah posyandu tahun 2012 berjumlah 50,298 buah, bertambah 4.067 buah

dibanding kondisi 2008. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan peran masyarakat

dalam upaya promotif dan preventif, karena rata rata penambahan jumlah posyandu

periode 2008-2011 hanya 813 buah.

Jumlah puskesmas dan jejaring puskesmas selengkapnya dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel VI. B. 1Jumlah Puskesmas dan Jejaring Puskesmas

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012

Tabel VI. B. 2Rasio Puskesmas Terhadap Wilayah Administrasi dan Penduduk

di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2008–2012

Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota se Jawa Barat

Berdasarkan ratio puskesmas terhadap kecamatan, di Provinsi Jawa Barat di

setiap kecamatan sudah ada puskesmas. Bahkan ada yang sudah mempunyai 2

puskesmas (ratio 1.3). Perbandingan puskesmas terhadap kecamatan selama lima tahun

relatif tidak berubah, meskipun jumlah puskesmasnya meningkat. Hal ini dimungkinkan

jumlah penduduknya juga bertambah.

SARANA 2008 2009 2010 2011 2012

Puskesmas 1.017 1.029 1.039 1.045 1.050

Pusk Pembantu 1.534 1.572 1.579 1.579 1.579

Pusk Keliling (R4) 713 768 781 789 789

Posyandu 46.231 47.215 50.046 50.266 50.298

Rasio Fasilitas Kesehatan 2.008 2.009 2.010 2.011 2.012

Puskesmas/Kecamatan 1,2 1,2 1,3 1,3 1,3Penduduk/Puskesmas 41.490 41.491 41.438 41.978 42.427Posyandu/Puskesmas 45,5 45,9 48,2 48,1 47,9

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 99

Perbandingan puskesmas berdasarkan penduduk menurut kabupaten yang

paling mendekati kondisi ideal (standar 1 puskesmas untuk 25 ribu penduduk) adalah

Kuningan (28.548), sedangkan yang paling jauh daerah kabupaten dari kondisi ideal

adalah Kabupaten Bekasi (71.452). Sedangkan untuk wilayah kota, Kota Cirebon

merupakan kota dengan tingkat perbandingan terkecil yaitu satu puskesmas hanya

melayani 13.762 orang. Perbandingan terbesar untuk kota terjadi di Kota Bekasi, satu

puskesmas harus melayani 78.977 orang.

Gambar VI. B. 1Rasio Puskesmas terhadap Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukana. Jumlah Rumah Sakit

Jumlah rumah sakit di Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 272 buah, yang

mencakup rumah sakit umum dan khusus milik pusat, pemerintah daerah provinsi,

kabupaten kota, TNI/Polri, BUMN dan swasta (Tabel V.B.3).

Dibanding tahun 2010, pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah rumah

sakit sebesar 4,6% (12 buah). Proporsi peningkatan rumah sakit terjadi pada rumah

sakit swasta 87,5% dan rumah sakit Pemda sebesar 12,5%. Peningkatan rumah sakit

Pemda yaitu RSUD Kab. Tasikmalaya dan RS Gigi dan Mulut Kota Bandung.

Peningkatan rumah sakit swasta antara lain disebabkan adanya peningkatan rumah

sakit ibu/ bersalin menjadi rumah sakit umum, kemudahan proses perijinan rumah

sakit, peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan.

Tabel VI. B. 3Jumlah Rumah Sakit berdasarkan kepemilikan

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

RUMAH SAKIT KEMENKES PEM.PROV PEM.KAB/KOTA TNI/POLRI BUMN SWASTA JUMLAH

RUMAH SAKIT UMUM 2 2 37 17 5 142 205RUMAH SAKIT JIWA 0 1 0 0 0 1 2RUMAH SAKIT BERSALIN 0 0 1 0 0 53 54RUMAH SAKIT KHUSUS LAINNYA 3 2 1 0 0 5 11

JUMLAH 5 5 39 17 5 201 272

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 100

Rumah sakit khusus di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 272

buah. Jenis pelayanan rumah sakit khusus antara lain Pelayanan Kesehatan Jiwa,

Paru, Mata, Bedah, Ginjal, Gigi serta Ibu dan anak. Proporsi Rumah Sakit Khusus

terbanyak adalah rumah sakit yang melayani kesehatan ibu dan anak (78.33%).

Proporsi terkecil Rumah Sakit Khusus Mata dan Rumah Sakit Ginjal (masing-masing

1.59%), yaitu Rumah Sakit Mata Cicendo dan Rumah Sakit Ginjal Habibie.

Selengkapnya bisa di lihat pada tabel dibawah ini.

Tabel VI. B. 4Jumlah Rumah Sakit Khusus berdasarkan Jenis Pelayanan

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 sd Tahun 2012

Sumber : Laporan SIRS & Profil Kabupaten/Kota,Tahun 2008 s/d 2012

b. Jumlah Sarana Tempat Tidur

Kecenderungan jumlah tempat tidur (TT) rumah sakit mulai tahun 2008 sd

2012 meningkat. Kondisi 2012 Jawa Barat mempunyai tempat tidur di rumah sakit

sebanyak 29.059 buah. Dari tahun ke tahun terdapat kenaikan jumlah tempat tidur

rumah sakit, pada tahun 2012 terdapat kenaikan sebanyak 2.628 buah (9,94%). Hal

ini sesuai dengan adanya perkembangan pembangunan ruangan perawatan

dibeberapa rumah sakit di Jawa Barat.

Gambar VI. B. 2Jumlah Tempat Tidur Di Rumah Sakit Umum dan Khusus

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 sd 2012

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %Jiwa 3 5,36 3 5,08 2 3,17 2 3,33 2 3,33Paru 3 5,36 3 5,08 3 4,76 3 5 3 5Mata 1 1,79 1 1,69 1 1,59 1 1,67 1 1,67Bedah 7 12,5 7 11,86 5 7,94 4 6,67 4 6,67Ginjal 1 1,79 1 1,69 1 1,59 1 1,67 1 1,67Gigi - - - 2 3,33 2 3,33

RSIA/RSB 41 73,21 44 74,58 51 80,95 51 78,33 51 78,33Total 56 100 59 100 63 100 64 100 64 100

2012RSK

2008 2009 2010 2011

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 101

Tahun 2012 Rumah Sakit Umum Swasta merupakan rumah sakit yang

memberikan kontribusi tertinggi untuk penyediaan tempat tidur, yakni sebesar

(48,2%), disusul oleh RSU Pemerintah Daerah sebesar 27,5%. Kontribusi terkecil

berasal dari Rumah Sakit BUMN (1,5%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Gambar VI. B. 3ProporsiTempat Tidur berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Sakit

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

c. Ratio Tempat Tidur Rumah Sakit Umum Terhadap Penduduk.

Total tempat tidur di rumah sakit umum pusat, pemda, swasta, TNI/ Polri dan

BUMN sebanyak 29.059 tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan

penduduk di Jawa Barat tahun 2012 adalah 1 berbanding 1.533, itu berarti satu

tempat tidur untuk melayani 1.533 orang. Hal ini masih dibawah target (1:1000).

3. Sarana Pelayanan Kesehatan LainnyaProvinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki sarana produksi dan

distribusi, perbekalan farmasi yang sangat tinggi. Penambahan jumlah sarana dari tahun

ke tahun terus meningkat. Sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat

kesehatan dapat digunakan untuk melihat kemampuan ketersediaan obat dan alat

kesehatan bagi masyarakat. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir terlihat adanya

peningkatan jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan. Hal tersebut dapat

dilihat pada gambar berikut ini.

Rumah Sakit Jml TT % TTRSU Pemerintah (Kemkes) 1.802 6,2RSU Pemerintah (Pemda) 8.004 27,5RSU Swasta 14.006 48,2RS Khusus Swasta 2.221 7,6RS Khusus Pemerintah 822 2,8RS TNI/Polri 1.777 6,1RS BUMN 427 1,5TOTAL 29.059 100

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 102

Gambar VI. B. 4Jumlah Sarana Produksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Tahun 2008 – 2012

Dari data tersebut diatas terlihat perkembangan sarana distribusi dari tahun ke

tahun menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pembinaan dan

pengawasan harus ditingkatkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan

adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan

sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau

keamanan.

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN1. Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaaan kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam

pencapaian suatu tujuan disetiap kegiatan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa

Barat.

Sumber dana pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat berasal dari

APBN, APBD Provinsi, Hibah Luar Negeri dan lain-lain.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012, pembiayaan

kesehatan terdiri dari APBD Kabupaten/ kota sebesar 71,26% dari total anggaran

pembiayaan kesehatan, sedangkan APBD Provinsi sebesar 8,84% dari total anggaran

pembiayaan kesehatan, APBN sebesar 15,52% dari total anggaran pembiayaan

kesehatan, Pinjaman/ Hibah Luar Negeri sebesar 0,18 % dari total anggaran

pembiayaan kesehatan dan Sumber Pemerintah Lain sebesar 4,19% dari total

pembiayaan kesehatan. Persentase keseluruhan anggaran APBD Kesehatan terhadap

anggaran APBD di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 7,96%. Dengan Anggaran

kesehatan per-kapita mengalami kenaikan sebesar 38,39% dari tahun 2010 sebesar Rp.

62,220,51,- menjadi Rp 111.598,- pada tahun 2012.

Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota, persentase APBD anggaran

kesehatan terhadap APBD Kabupaten/Kota yang tertinggi berada di Kabupaten Cirebon

(25,92%). Secara rinci dapat dilihat di gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 103

Gambar VI. C. 1Persentase APBD Anggaran Kesehatan Terhadap APBD Kabupaten/Kota Menurut

Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu

untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat

miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal

secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi

dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus

kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya. Program ini telah berjalan lima tahun, dan

telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan

masyarakat miskin dan hampir miskin di puskesmas dan jaringannya serta pelayanan

kesehatan di rumah sakit

Peserta Jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan

berjenjang dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga

pelayanan kesehatan rujukan di RS.

Berdasarkan SUSENAS tahun 2012 persentase Rumah Tangga yang

mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui Jamkesmas sebanyak 60,47%, 5,36%

Kartu Sehat, 7,35% Surat Miskin dan 26,82% lainnya.

Cakupan kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan di Provinsi Jawa Barat

pada tahun 2012 baru mencapai 42,1%, yang meliputi 5,4% Askes, 0,80 Jamsostek,

24,0% Jamkesmas , dan 11,9% Jamkesda dan asuransi lain-lainnya.

Apabila dibandingkan antar kabupaten/kota, ternyata terdapat 10 Kabupaten

yang angka diatas angka Jawa Barat dan kabupaten/kota yang tertinggi cakupan

kepersertaan jaminan kesehatan ada di Kabupaten Tasikmalaya (67%), dan yang

terendah terdapat di Kota Bekasi (16,80%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 104

Gambar VI. C. 2Cakupan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Peserta Jamkesmas yang mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan

berjenjang dari pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga pelayanan

kesehatan rujukan di Rumah Sakit. Secara keseluruhan Masyarakat miskin yang

mendapatkan peserta Jamkesmas baru mencapai 46,9% dan yang dilayani pelayanan

kesehatan rawat Jalan sebanyak 41,3% dan Rawat Inap sebesar 1,3%. untuk lebih rinci

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar VI. C. 3Persentase Jamkesmas yang

Mendapat Pelayanan KesehatanRawat Jalan Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2012

Gambar VI. C. 4Persentase Jamkesmas yang

Mendapat Pelayanan KesehatanRawat Inap Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 105

BAB VIIPERBANDINGAN PROVINSI DENGAN PROVINSI

DI PULAU JAWA DAN BALI

Gambaran perbandingan data/informasi kesehatan antara Provinsi Jawa Barat dengan

Provinsi lain di Indonesia, terutama dengan Provinsi di Jawa dan Bali yang kondisi alam dan

demografinya hampir sama.

A. KEADAAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK1. Keadaan Umum Wilayah

Luas wilayah Jawa Barat 1,9% dari luas Indonesia yang termasuk yang

terbesar akan tetapi pembagian wilayah Administrasi di Jawa Barat masih ketinggalan

dibandingkan dengan Jawa Tengah yang luas wilayah lebih kecil dan Jawa Timur yang

luas wilayah hampir sama.

Secara Administratif wilayah Indonesia terbagi atas 33 provinsi 399 Kabupaten

dan 98 Kota yang meliputi 6.694 Kecamatan, 77.465 Kelurahan/Desa. Provinsi Jawa

Barat (26) menduduki urutan ke 3 setelah Jawa Tengah (35), Jawa Timur (38).

Tabel VII. A. 1.Luas Wilayah, Jumlah Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan

Menurut Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012.

Sumber : Profil kesehatan Indonesia Tahun 201

2. Kependudukan

Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 sebesar 245,138 juta jiwa

Diantara Provinsi-Provinsi di Indonesia, Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang

paling besar jumlah penduduknya, yang diikuti dengan Provinsi Jawa Timur dan Jawa

Tengah. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai 44.548.431 jiwa, dengan

ratio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Indonesia sebesar 101.

Angka ketergantungan penduduk Indonesia sebesar 52,15, yang artinya setiap

penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 52 orang penduduk usia tidak

Provinsi Luas Wilayah(Km2) Kab Kota Kec Desa/

Kelurahan1. DKI Jaya 664 1 5 44 2672. Jawa Barat 37.116 17 9 625 5.8913. Jawa tengah 32.801 29 6 573 8.5894. DI.Yogyakarta 3.133 4 1 78 4385. Jawa Timur 47.800 29 9 662 8.5236. Banten 9.663 4 4 154 1.5357. Bali 5.780 8 1 57 714

Indonesia 1.910.931 399 98 6.694 77.465

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 106

produktif (0-14 tahun). Semakin besar angka ketergantungan, maka semakin besar

pula beban yang ditanggung penduduk usia produktif, semakin besar pula hambatan

atas upaya perkembangan daerah.

Tabel VII. A. 2.Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Provinsi-Provinsi

di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012

Sumber : BPS, 2012

Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukan bahwa

penduduk yang berumur muda (0-14 tahun) sebesar 28,10%, yang berumur produktif

(15-64 tahun) sebesar 66,80%, dan yang berumur tua (>65 tahun) sebsar 5,10%.

Dengan demikian Angka Beban Tanggungan (dependency Ratio) penduduk Indonesia

pada tahun 2012 sebesar 46,8%, sedangkan Provinsi Jawa Barat sebesar 46,3%.

Berdasarkan tipe daerah, angka beban tanggungan di pedesaan lebih besar

dibandingkan perkotaan yaitu 58,49% berbanding 48,02%.

Demikian pula untuk indikator kependudukan lainnya seperti Angka Kesuburan

(TFR), angka Jawa Barat menunjukan ke -2 yang paling tinggi diantara Provinsi-

Provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Berikut ini dapat dilihat perbandingan TFR antara

Provinsi di Jawa dan Bali.

Tabel VII. A.3Perbandingan Angka Kesuburan (TFR) Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali

PeriodeTahun 2004, 2005, 2007-2010 dan 2012

Sumber : BPS, 2012

Dari Riskesdas 2010 dapat diketahui usia perempuan menikah pertama, seperti

terlihat pada Gambar 5.14. Perempuan Indonesia, sudah menikah pada usia yang

Provinsi Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk

1.      DKI Jaya 9.869.690 14.8522.      Jawa Barat 44.548.431 1.2423.      Jawa tengah 32.586.588 9984.      DI.Yogyakarta 3.525.870 1.1205.      Jawa Timur 38.006.413 7926.      Banten 11.219.087 1.1337.      Bali 4.055.360 685

Indonesia 245.138.000 127

2004 2005 2007-2010 20121. DKI. Jakarta 2,2 2,2 1,5 2,32. Jawa Barat 2,8 2,8 2,2 2,53. Jawa Tengah 2,1 2,1 2,0 2,54. DI. Yogya 1,9 1,9 1,4 2,15. Jawa Timur 2,1 2,1 1,7 2,36. Banten 2,6 2,6 2,3 2,57. B a l i 2,1 2,1 1,7 2,3

Indonesia 2,6 2,6 2,2 2,6

ProvinsiAngka Kesuburan (TFR)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 107

sangat muda, 10 tahun, selanjutnya pada usia berikutnya proporsi perempuan menikah

pertama ini semakin meningkat sampai dengan usia 19 tahun. Dari Gambar 5.15 dapat

dilihat sekitar 46,4 persen perempuan di Indonesia sudah menikah sebelum menginjak

usia 20 tahun .

Gambar. VII. A. 1Proporsi Perempuan Umur 10-54 tahun menurut Umur Menikah Pertama,

Di Indonesia dan Antara Provinsi Di Jawa-Bali Tahun 2012

3. Ekonomi

Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam

menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi nasional

menunjukan bahwa pada tahun 2009 sebesar 4,5% mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,10% dan tahun 2011 meningkat lagi menjadi

6,50%. Pertumbuhan ini didukung oleh semua komponen PDB pengguna, yakni

konsumsi rumah tangga sebesar 5,0%, konsumsi pemerintah sebesar 3,9%,

pembentukan modal tetap bruto sebesar 9,2% serta ekport mapun impor barang dan

jasa sebesar 16,9%.

Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS terdapat

persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata perbedaannya. Lebih dari separuh

penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu 57,1% tahun 2008 dan

menjadi 55,7% tahun 2011. Selebihnya tersebar di Sumatera 21,5%, Sulawesi 7,2%,

Kalimantan 3,2%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 6,9%, Maluku dan Papua 5,5%

(tahun 2011). Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Pulau Jawa

dan Bali Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 108

Tabel VII. A. 4Persentase Penduduk Miskin

Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012

Sumber : BPS 2012

Apabila melihat tabel diatas persentase penduduk miskin mengalami

penurunan yang signifikan dari 15,4% penduduk miskin Indonesia tahun 2008 menjadi

11,7% penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat pada tahun

2012 sebesar 9,9% menduduki urutan ke 4 setelah Provinsi DI. Yogyakarta (5,9%) dan

dibawah angka Indonesia. Sekitar 15,72% penduduk Miskin di Indonesia berada di

pedesaan dan 9,23% di perkotaan, sedangkan di Jawa Barat 9,09% berada di

perkotaan dan 13,39% di pedesaan.

Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong

kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama

wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah

tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam,

sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik

sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai

bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal

mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

Menurut data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, jumlah

kabupaten tertinggal ditetapkan terdapat 199 kabupaten dari 465 kabupaten/kota di

seluruh Indonesia (42,8%). Jumlah kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Barat

terdapat 2 kabupaten tertinggal yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi.

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diharapkan

dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh

masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat

yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka

kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat

terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya.

Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas terdiri dari pelayanan

kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Pemberi pelayanan

2008 2009 2010 2011 20121. DKI. Jakarta 4,3 3,6 3,5 3,8 3,72. Jawa Barat 13 12 11,3 10,7 9,93. Jawa Tengah 19,2 17,7 16,6 15,8 154. DI. Yogya 18,3 17,2 16,8 16,1 5,95. Jawa Timur 18,5 16,7 15,3 14,2 13,16. B a l i 8,2 7,6 7,2 6,3 5,77. Banten 6,2 5,1 4,9 4,2 4

Indonesia 15,4 14,2 13,3 12,5 11,7

ProvinsiPersentase Penduduk Miskin

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 109

kesehatan dasar Jamkesmas adalah seluruh puskesmas dan jaringannya (pustu,

polindes/ poskesdes, pusling) yang berjumlah 8.234 unit. Sedangkan pemberi

pelayanan kesehatan Jamkesmas tingkat lanjut berjumlah 920 dengan rincian sebagai

berikut: 56% rumah sakit pemerintah, 7% rumah sakit TNI/POLRI, 33% rumah sakit

swasta, dan 4% balai pengobatan seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar. VII. A. 2Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas di Indonesia

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Secara nasional, persentase golongan pengeluaran penduduk per kapita

yang terbesar berkisar 200.000-299.999 rupiah selama sebulan (30,71%), diikuti

dengan golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (24,27%) dan

golongan pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (19,31%).

Adapun persentase golongan pengeluaran terbesar di Provinsi Jawa Barat ,

untuk golongan pengeluaran 200.000-299.999 rupiah sebesar 31,14%, diikuti dengan

golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (26,67%) dan golongan

pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (16,86%).

4. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi

kesehatan masyarakat. Untuk mengambarkan keadaan lingkungan, dipengaruhi

beberapa indikator seperti: persentase rumah tangga terhadap akses air minum,

persentase rumah tangga menurut sumber air minum dan sumber air minum dan

persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitasi buang air besar.

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, persentase rumah tangga yang

mempunyai akses terhadap sumber air minum sesuai MDG’s secara nasional sebesar

66,7%, dan Provinsi Jawa Barat baru mencapai 65,7%.Sedangkan persentase rumah

tangga menurut Akses terhadap air minum berkualitas secara nasional sebesar 67,5

dan Provinsi Jawa Barat sebesar 70,4%.

7%

56%4%

33% RS TNI Polri

RS Depkes/Pemda

Balai-Balai

RS Swasta

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 110

Tabel VII. A. 5Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap Air Minum (MDG’s), Air Minum

Berkualitas,Kualitas Fisik Air Minum yang Baik Menurut Provinsidi Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Kategori sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2

kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindungi dan tidak terlindungi. Sumber air

minum terlindungi terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindungi, sumur

terlindungi dan air hujan, sedangkan sumber air minum tidak terlindungi terdiri dari

sumur ta, air sungai tak terlindungi, mata air tak terlindung dan lainnya. Secara

Nasional Proporsi rumah tangga yang akses terhadap sumber air minum terlindung

adalah 66,7% dan di Provinsi Jawa Barat baru mencapai sebesar 65,7%. Sedangkan

persentase rumah tangga menurut kualitas fisik air minum yang baik secara nasional

sebesar 90% dan di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 92,6%.

Persentase rumah tangga menurut sumber air minum layak di Indonesia

sebesar 41,66% dan jika dibandingkan antar Prrovinsi Pulau Jawa dan Bali, Jawa Barat

(30,37%) menduduki ranking ke tiga dari bawah setelah DKI Jakarta, dapat pada

gambar dilihat dibawah ini

Gambar. VII. A. 3Persentase Rumah Tangga Dengan Akses Ke Sumber Air Minum Layak

Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

ProvinsiPersentase Rumah Tangga Akses Terhadap

Air Minum(MDG’s)

Air MinumBerkualitas

Kualitas Fisik AirMinum yang Baik

1. DKI. Jakarta 91,4 87,0 92,42. Jawa Barat 65,7 70,4 92,63. Jawa Tengah 65.2 74,0 94,14. DI. Yogya 68,2 76,8 94,35. Jawa Timur 64,2 75,1 93,86. Banten 69,0 74.2 90,57. B a l i 88,8 79,7 95,7

Indonesia 66,7 67,5 90,0

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 111

Secara Nasional sekitar 69,7% rumah tangga menggunakan fasilitas tempat

buang air besar (BAB) milik sendiri, dan 15,8% rumah tangga yang tidak mempunyai

fasilitas tempat BAB. Apabila dibandingkan provinsi di Jawa-Bali, ternyata Presentase

rumah tangga yang menggunakan fasilitas tempat BAB ,ilik sendiri di Provinsi Jawa

Barat (73,5%) menduduki urutan ke-3 setelah Provinsi DI Yogyakarta (75,5%) dan DKI

Jakarta (77%). Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher Angsa

secara nasional sebesar 77,58% dan tempat pembuangan tinja sebagian besar rumah

tangga di Indonesia 59,3% menggunakan tanki septik. Apabila dibandingkan antara

provinsi di Jawa-Bali, Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher

Angsa Provinsi Jawa Barat sebesar 77,39% menduduki urutan ke 5, dan tempat

pembuangan tinja menggunakan tanki septik di Provinsi Jawa Barat menduduki urutan

terakhir. Presentase rumah tangga menurut Akses terhadap Pembuangan Tinja Layak

sesuai MDG’s di Indonesia sebesar 55,%%. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel VII. A. 6Persentase Rumah Tangga Menggunakan Fasilitas Tempat Buang Air Besar

(BAB), Jenis Kloset Leher Angsa , Pembuangan Tinja Tanki Septik, PembuanganTinja Layak sesuai MDG’s Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Secara nasional Presentase rumah tangga menggunakan tempat

pembuangan Air Limbah (SPAL) sebesar 13,5% dan 41,3% air limbah rumah tangga

dibuang langsung ke sungai/ parit/ got dan 18,9% dibuang ke tanah (tanpa

penampungan). Menurut tempat tinggal, presentase rumah tangga tertinggi yang

memiliki SPAL lebih tinggi di perkotaan (18,7%) dibandingkan di pedesaan (7,9%), dan

berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukan behwa semakin

tinggi tingkat pengeluarannya, maka semakin besar presentase rumah tangga yang

memiliki SPAL. Akan tetapi pada umumnya rumah tangga di Indonesia masih

melakukan pembuangan limbah langsung ke got/sungai (41,3%). Apabila dibandingkan

antara provinsi di Jawa-Bali, ternyata untuk Presentase rumah tangga menggunakan

tempat pembuangan Air Limbah (SPAL) tertinggi di Provinsi DI. Yogyakarta, sedangkan

ProvinsiPersentase Rumah Tangga Akses Terhadap

FasilitasTempat Buang

Air Besar

Jenis KlosetLeher Angsa

PembuanganTinja Tanki

Septik

PembuanganTinja Layak

Sesuai MDG’s1. DKI. Jakarta 99,7 94,14 90,6 82,72. Jawa Barat 92,3 77,39 56,7 54,33. Jawa Tengah 84,4 80,46 62,4 58,94. DI. Yogya 95,5 87,96 76,1 79,25. Jawa Timur 81,2 74,94 58,0 54,36. Banten 78,1 85,31 67,0 61,27. B a l i 87,0 94,82 73,1 71,8

Indonesia 84,2 77,58 59,3 55,5

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 112

Provinsi Jawa Barat (13,9%) menduduki urutan ke 3. Dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

Tabel VII.A. 7Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Penampungan Air Limbah Dan

Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Menurut tempat tinggal, di perkotaan cara penanganan sampah tertinggi

dengan cara diangkut petugas (42,9%), sedangkan di pedesaan yang paling umum

adalah dengan cara dibakar (64,1%). Penanganan sampahnya dibuat kompos sangat

sedikit baik di perkotaan (0,5%) maupun di pedesaan (1,7%).

Untuk penanganan sampah umumnya rumah tangga di Indonesia dilakukan

dengan cara dibakar (52,1%) dan diangkut oleh petugas (23,4%), sedangkan

penanganan sampah di Provinsi Jawa Barat umumnya dilakukan dengan cara dibakar

(47,9%) menduduki urutan ke 4. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel VII. A. 8Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Penanganan Sampah Dan

Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Tempat PembuanganAir Limbah (SPAL)

PenampunganTertutup di

Perkarangan

PenampunganTerbuka di

Perkarangan

Penampungan DiLuar Perkarangan

TanpaPenampungan

(ditanah)

Langsung keGot/Sungai

1. DKI. Jakarta 17,0 3,1 0,9 1,1 0,5 77,4

2. Jawa Barat 13,9 7,2 9,6 6,3 4,8 58,3

3. Jawa Tengah 12,5 7,3 17,2 3,8 16,0 43,3

4. DI. Yogya 28,1 17,0 14,8 1,4 15,2 23,4

5. Jawa Timur 11,4 9,1 20,2 5,7 17,4 36,2

6. Banten 9,4 4,5 13,8 6,8 11,9 53,6

7. B a l i 7,4 13,4 9,0 3,8 21,4 45,0

Indonesia 13,5 6,4 14,9 5,0 18,9 41,3

Provinsi

SARANA PEMBUANGAN AIR LIMBAH

DiangkutPetugas

DitimbunDalam Tanah

DibuatKompos Dibakar

Dibuang KeKali /Parit/

Laut

DibuangSembarang

1. DKI. Jakarta 82,2 1,9 0,1 9,4 3,4 2,92. Jawa Barat 28,6 3,5 0,6 47,9 12,8 6,73. Jawa Tengah 17,3 6,2 2,1 57,5 10,5 6,54. DI. Yogya 33,1 8,2 3,0 48,6 4,7 2,45. Jawa Timur 20,9 6,1 1,3 58,3 7,5 5,96. Banten 30,5 2,6 0,4 45,1 7,2 14,27. B a l i 28,6 5,0 6,9 45,2 5,9 8,3

Indonesia 23,4 4,2 1,1 52,1 10,2 9,0

ProvinsiCara Penanganan Sampah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 113

Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Tahun 2012, hanya 68,69% rumah

penduduk di Indonesia yang tergolong Rumah Sehat dan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan target nasional yang ditetapkan sebesar 60%. Pada Gambar. VII. A. 4, pencapaian

tertinggi rumah sehat terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 98,99%, Maluku

sebesar 96,54% dan Bali sebesar 85,11%. Capaian terendah rumah sehat terdapat di

Sulawesi Tenggara sebesar 18,35%, Kalimantan Tengah sebesar 35,1% dan Kalimantan

Selatan sebesar 43%. Dan Provinsi Jawa Barat masih dibawah angka Indonesia yaitu

sebesar 63,68%. Persentase tempat tinggal yang memenuhi kriteria rumah sehat di

perkotaan (32,5%) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (16,8%). Apabila dibandingkan

antara Provinsi yang ada di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat urutan ke dua setelah Provinsi

Banten (57,66%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Gambar. VII. A. 4Persentase Pencapaian Rumah Sehat Menurut Di Provinsi di Pulau Jawa-Bali

Indonesia Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Nasional 2012

Rumah tangga kumuh merupakan indikator komposit yang disusun dari

banyaknya rumah tangga dengan kategori air minum tidak layak (bobot 15%), sanitasi

tidak layak (bobot 15%), sufficient living area (bobot 35%) dan durability of housing

(bobot 35%). Suatu rumah tangga dinyatakan sebagai rumah tangga kumuh apabila

nilai hasil penghitungan indikator komposit rumah tangga lebih dari 35%. Sufficient

living area adalah luas lantai hunian per kapita > 7,2m2 (Peraturan Menteri Perumahan

Rakyat). Durability of housing dihitung dari rumah tangga yang menghuni bangunan

dengan kriteria: (i) jenis atap terluas terbuat ijuk/rumbia dan lainnya, (ii) jenis dinding

terluas dari bambu dan lainnya, (iii) jenis lantai terluas tanah. Apabila minimal 2 kriteria

terpenuhi, maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan sebagai rumah tangga

kumuh. Persentase rumah tangga kumuh di Indonesia sebesar 14,60%. Jawa Barat

masih dibawah rata-rata Nasional.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 114

Gambar. VII. A. 5Persentase Rumah Tangga Persentase Rumah Tangga Kumuh

Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

Berdasarkan jumlah, lokasi STBM terbanyak ada di Jawa Timur dengan

jumlah desa/kelurahan mencapai 2.838 desa/kelurahan, Jawa Tengah dengan

jumlah lokasi STBM 1.423 desa/kelurahan. Jumlah terkecil lokasi STBM terkecil

terdapat di DKI Jakarta sejumlah 2 desa/kelurahan dan Bali dengan jumlah 10

desa/kelurahan. Rincian menurut provinsi dapat dilihat.

Gambar. VII. A. 6Persentase Desa/Kelurahan Yang Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

5. Keadaan Perilaku Masyarakat

Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh

terhadap derajat kesehatan salah satunya adalah persentase penduduk yang berobat

jalan selama sebulan yang lalu menurut tempat/cara berobat, dan indikator yang

berkaitan dengan perilaku antara lain Perilaku Bersih Hidup Sehat (PHBS).

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah

tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat

serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Untuk mencapai rumah

tangga berPHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu: (1)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 115

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) memberi ASI ekslusif, (3) menimbang

balita setiap bulan, (4) menggunakan air bersih, (5) mencuci tangan dengan air bersih

dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik di rumah sekali

seminggu, (8) makan buah dan sayur setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap

hari, dan (10) tidak merokok di dalam rumah . Pada tahun 2012 ditargetkan sebanyak

60% rumah tangga telah melaksanakan PHBS. Hasil kegiatan pada tahun 2012

menunjukkan sebanyak 56,70% rumah tangga telah melaksanakan PHBS atau 94,5%

dibandingkan target. Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-

PHBS mencapai 56,70%

Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2012, penduudk yang mempunyai

keluhan kesehatan selama sebulan terakhir sebesar 28,57%. Jika dibandingkan antara

daerah tempat tinggal perkotaan sebesar 28,59% dan di pedesaan 28,55%. Ada 3 jenis

keluhan yang paling banyak, yaitu batuk (44,96%), Pilek (43,29%), Panas (33,41%)

dan keluhan lainnya (43,29%), sedangkan menurut jenis kelamin persentase laki-laki

yang mengalami keluhan kesehatan lebih besar dibandingkan perempuan untuk ketiga

jenis penyakit tersebut.

Hasil Susenas 2012, persentase penduduk Indonesia yang memiliki keluhan

kesehatan dan memutuskan untuk berobat jalan ke tempat berobat sebesar 45,21%,

yang paling banyak dikunjungi adalah Puskesmas/Pustu sebesar 29,97%, diikuti oleh

praktek Dokter sebesar 26,09% dan Petugas Kesehatan sebesar 26,91%, sementara

jika dilihat daerah tempat tinggal, penduduk pedesaan lebih banyak memanfaatkan

praktek petugas kesehatan sebesar 36,89% dan Puskesmas/Pustu sebasar 31,88%,

sedangkan penduduk perkotaan lebih banyak memanfaatkan fasilitas praktek

dokter/poliklinik sebesar 33,71 dan puskesmas/pustu sebesar 28,08%.

Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan banyak yang mengobati

sendiri dalam upaya pemulihan kesehatannya yaitu sebesar 67,71%, diantaranya

pernah menggunakan obat modern sebesar 71,33%, dan 24,33% obat tradisional serta

4,34% dengan cara pengobatan lainnya.

Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS

mencapai 53,89%. Provinsi Jawa Barat berada dibawah angka Nasional yaitu sebesar

45,90%. Apabila Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan Provinsi yang ada di Pulau

Jawa Bali, menduduki rangking 3 teratas setelah Provinsi Jawa Tengah (77,83) dan

DKI Jakarta (70,90%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 116

B. DERAJAT KESEHATAN1. Mortalitas

a. Angka Kematian Bayi (AKB)

Berdasarkan perhitungan BPS , Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi

Jawa Barat tahun 2007 sebesar 39 per seribu kelahiran hidup dan jika

dibandingkan dengan Provinsi lain Jawa Barat menduduki urutan ke 12.

Sedangkan Angka Kematian yang paling kecil adalah Provinsi DKI Jakarta (28 per

seribu kelahiran hidup) .

Gambar VII. B. 1Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali

Pada Tahun 2002-2003, 2007, 2005-2010, 2012

Sumber : BPS

Angka kematian neonatal periode 5 tahun terakhir mengalami stagnasi.

Berdasarkan laporan SDKI 2007 dan 2012 diestimasikan sebesar 19 per 1.000

kelahiran hidup. Kematian neonatal menyumbang lebih dari setengahnya kematian

bayi (59,4%), sedangkan jika dibandingkan dengan angka kematian balita,

kematian neonatal menyumbangkan 47,5%. Hasil estimasi angka kematian

neonatal di atas merupakan AKN dalam periode 5 tahun terakhir sebelum survei,

misalnya pada SDKI tahun 2012 menggambarkan AKN untuk periode 5 tahun

sebelumya yaitu tahun 2008-2012 yang sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup.

Keadaan kematian neonatal sejak tahun 1991 diperlihatkan pada gambar dibawah

ini.

Gambar VII. B. 2Angka Kematian Neonatal (AKN) di IndonesiaPada Tahun 2002-2003, 2007, 2005-2010, 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 117

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Penyebab kematian untuk

semua umur telah terjadi pergeseran, dari penyakit menular ke penyakit tidak

menular. Penyebab kematian perinatal (0-7hari) yang terbanyak adalah

respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%), sedangkan untuk usia (7-

28hari) penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis neonatorum (20,5%)

dan congenital malformations (18,1%). Penyebab kematian bayi yang terbanyak

adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan untuk penyebab

kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu terbanyak adalah diare (25,2%)

dan pnemonia (15,5%). Sedangkan untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian

yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun diperdesaan.

Penanganan bayi baru lahir harus terfokus pada peningkatan kemampuan bidan

desa untuk menangani asfiksia pada bayi baru lahir atau menunjukan

penanganan bayi prematur belum memuaskan, atau karena alasan lain seperti

terlambat membawa atau terlambat menerima pelayanan kesehatan.

Untuk kematian perinatal, faktor kesehatan ibu ketika ia hamil dan

bersalin kemungkinan berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang

dikandungnya. Dengan mengetahui penyakit/gangguan kesehatan ibu ketika

hamil, maka tindakan pencegahan maupun pengobatan harus ditujukan

terhadap ibu ketika hamil. Bayi yang dilahirkan dengan lahir mati/still birth atau

yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari), pewawancara

menanyakan apakah ibu bayi tersebut mengalami gangguan kesehatan ketika

mengandung bayi tersebut.

Tabel VII. B. 1Proporsi Penyebab Kematian Kelompok Umur 0-6 Hari dan 7-28 Hari

Di Indonesia Tahun 2007

Sumber : Riskesdas tahun 2007.

Dari sejumlah 217 kasus kematian perinatal, 96,8% ibu dari perinatal

terganggu kesehatannya ketika hamil. Penyakit yang banyak dialami ibu hamil

pada bayi yang lahir mati adalah hipertensi maternal(24%), komplikasi ketika

bersalin (partus macet) sebesar 17,5%, sedangkan gangguan kesehatan ibu hamil

Jenis Penyakit % Jenis Penyakit % 1.    

Gangguan/Kelainan Pernafasan 35,90 Sepsis 20,50 2.    

Prematuritas 32,40 Malformasikongenital 18,10 3.    

Sepsis 12,00 Pneumonia 15,40 4.    

Hipotermi 6,30 Sindromgawatpernafasan(RDS) 12,80 5.    

Kelainan Perdarahan dan Kuning 5,60 Prematuritas 12,80 6.    

Postmatur 2,80 Kuning 2,60 7.    

Malformasi Kongenitas 1,40 Cederalahir 2,60 8.    

Tetanus 2,60 9.    

Defisiensinitrisi 2,60

10.   Sindrom kematian bayi mendadak 2,50

No.Umur 0 – 6 Hari Umur 7 – 28 Hari

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 118

dari bayi meninggal adalah ketuban pecah dini (23%) dan hipertensi maternal

(22%).

Tabel VII. B. 2Proporsi Faktor Utama Ibu terhadap Lahir Mati danKematian Bayi 0 – 6 Hari di Indonesia Tahun 2007

Sumber : Riskesdas tahun 2007.

b. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita di Jawa Barat pada Tahun 2007 adalah sebesar

49 per seribu kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan Provinsi yang berada

di Jawa dan Bali, ternyata Angka Kematian Balita di Provinsi Jawa Barat

merupakan angka ke-dua tertinggi, dan yang terendah adalah di Provinsi DI.

Yogyakarta sebesar 22 perseribu kelahiran hidup, hal ini dapat dilihat pada table

dibawah ini.

Gambar VII. B. 3Angka Kematian (AKABA) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali

Tahun 2000, 2002, 2007 dan 2012

Sumber : Riskesdas

Proporsi penyakit penyebab kematian pada balita yang terbesar

dikarenakan penyakit Diare dan Pneumonia. Untuk bayi post neonatal penyebab

kematian yang juga perludi perhatikan adalah kelainan kongenital jantung dan

Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %1 Hipertensi maternal 23,60 Ketuban pecah dini 23,002 Komplikasi kehamilan dan kelahiran 17,50 Hipertensi maternal 21,80

3 Ketuban pecah dini 12,70 Komplikasi kehamilan dan kelahiran 16,004 Perdarahan ante partum 12,70 Kelainan nutrisi maternal 10,305 Cedera maternal 10,90 Multi ple pregnancy 6,906 Persalinan sungsang 5,50 Perdarahan ante partum 6,907 Kehamilan ganda 3,60 Persalinan sungsang 5,708 Kelainan letak lain selama kehamilan

dan kelahiran3,60 Infeksi intra partum 3,40

9 Infeksi intra partum 3,60 Lilitan tali pusat 2,3010 Lilitan tali pusat 1,80 Kelainan letak lain selama kehamilan

dan kelahiran1,10

Lahir Mati Kematian Bayi 0 – 6 HariNo.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 119

hidrocefallus (6%), sedangkan untuk anak balita penyebab kematian yang perlu

diperhatikan adalah karena campak 6%, tenggelam 5%, TB 4%.

Tabel VII. B. 3Proporsi Penyebab Kematian pada Anak Berumur 29 Hari - 4 Tahun

Di Indonesia Tahun 2007

Sumber : Riskesdas tahun 2007.

c. Angka Kematian Ibu (AKI)Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk mengetahui tingkat

kesadaran perilaku hidup sehat,status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan

lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk Ibu hamil, Ibu waktu

melahirkan dan masa nifas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

tahun 2012 menunjukan adanya kenaikan dari 228 per 100.000 kelahiran hid 359

kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2012. Secara rinci dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

Gambar VII. B. 4Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) per 100.000 kelahiran hidup

Tahun 1994 - 2012

d. Umur Harapan Hidup (Eo)

Umur Harapan Hidup tahun 2012 di Jawa Barat adalah 68,6 tahun, jika

dibandingkan dengan umur harapan hidup di Provinsi yang berada di Pulau Jawa

dan Bali ternyata ranking ke dua dari bawah dapat dilihat pada Gambar VII. B. 4.

Berdasarkan BPS Estimasi Umur Harapan Hidup pada periode tahun 2000 di

No.29 Hari – 11 Bulan 1 – 4 Tahun

Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %1. Diare 31,4 Diare 25,22. Pneumonia 23,8 Pneumonia 15,53. Meningitis/ensefalitis 9,3 NecroticansEnteroCollitis(NEC) 10,74. Kelainansaluranpencernaan 6,4 Meningitis/ensefalitis 8,8

5. Kelainan Jantungcongenitaldan hidrosefalus 5,8 Demamberdarahdengue 6,8

6. Sepsis 4,1 Campak 5,87. Tetanus 2,9 Tenggelam 4,98. Malnutrisi 2,3 TB 3,99. TB 1,2 Malaria 2,910. Campak 1,2 Leukemia 2,9

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 120

Indonesia mencapai 68,23 tahun, sedangkan Jawa Barat diperkirakan mencapai

68,16 Tahun.

Gambar VII. B. 5Angka Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Menurut

Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2012

Sumber : BPS 2010-2012

Dari diatas terlihat bahwa umur harapan hidup dari tahun 2012 mengalami

peningkatan, dan umur harapan hidup yang tertinggi di Provinsi Jawa - Bali adalah

Provinsi DKI Jakarta (73,5 tahun), sedangkan terendah di Provinsi Banten (65,2 tahun).

2. MorbiditasAngka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based

data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data)

yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.Hasil Susenas 2012,

persentase penduduk yang menderita sakit selama bulan terakhir sebanyak 14,49%,

lebih rendah dari tahun 2011 sebanyak 15,02%, dengan rata-rata lama sakit yang

terbanyak sekitar 1-3 hari sebanyak 58,69% dan lama sakit 4-7 hari sebanyak 30,36%.

a. Penyakit Menular

Penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian pada balita.

Angka kesakitan yang dilaporkan dari sarana kesehatan dan kader per-1000

penduduk terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat menempati urutan keempat terbesar

bila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Angka kesakitan Diare

masih mengalami Fluktuasi, mengingat banyaknya faktor-faktor yang

mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatan seperti sanitasi

lingkungan, sosial ekonomi & sosial budaya serta faktor gizi.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Prevalensi diare klinis secara

nasional sebesar 9% (rentang 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD dan

terendah di DI. Yogyakarta. Kasus Diare di sebagian besar provinsi (75%)

terdeteksi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan. Sedangkan Provinsi Jawa

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 121

Barat mempunyai prevalensi diare klinis > 9% yaitu 10,2%. Dan penyakit Diare

merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita

(25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian

yang ke empat (13,2%).

Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi penyakit diare yang dapat

menyebabkan kematian. Secara nasional proporsi responden diare klinis yang

mendapatkan oralit adalah 42,2%, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 35,7%.

Penyakit Diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi pada

Balita (16,7%). Prevalensi diare 13 % lebih banyak di pedesaan dibandingkan di

perkotaan.

Angka Prevalensi Nasional TB cenderung meningkat bila dibandingkan

antara hasil Riskesdas 2007 Angka Prevalensi TB sebesar 0,4% dan hasil

Riskesdas 2010 sebesar 0,7%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi pada laki-

laki sebesar 0,8 persen dan pada perempuan 0,6 persen. Berdasarkan

pendidikan prevalensi tertinggi pada kelompok yang tidak pernah sekolah

sebesar 1,1 persen dan terendah pada kelompok tamat SMA sebesar 0,5

persen. Berdasarkan pekerjaan prevalensi tertinggi dapat ditemukan pada

kelompok dengan pekerjaan pertani, nelayan, dan buruh sebesar 0,9 persen dan

terendah pada kelompok yang sedang sekolah dan kelompok dengan pekerjaan

TNI/Polri/Pegawai sebesar 0,4 persen.

Gambar VII. B. 6Angka Prevalensi Tuberkulosis Paru

Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2007 dan 2010

Sumber : Riskesdas 2007, 2010

Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak

202.301 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah bila dibandingkan kasus baru

BTA+ yang ditemukan tahun 2011 yang sebesar 197.797 kasus. Jumlah kasus

tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi

yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi

tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 122

Tabel VII. B. 4Cakupan Penemuan BTA Positif dan Case Detection Rate (CDR)

Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, Ditjen PPPL Tahun 2012

Untuk Angka Insidens Demam Berdarah Dengue (DBD) mengalami

peningkatan hal ini disebabkan antara lain dengan tingginya mobilitas dan

kepadatan penduduk, nyamuk penular penyakit DBD tersebar di seluruh pelosok

dan masih banyak menggunakan tempat-tempat penampungan air tradisional

(tempayan,bal,drum dll).

Pada tahun 2012, jumlah penderita DBD di Indoenesia yang dilaporkan

sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence

Rate/Angka kesakitan= 37,11 per100.000 penduduk dan CFR= 0,90%). Terjadi

peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang

sebesar 65.725 kasus dengan IR 27,67.

Apabila dilihat menurut Provinsi yang berada di Pulau Jawa-Bali, maka

terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama tertinggi dengan

Angka IR 64,48 per 100.000 penduduk pada tahun 2012. Sedangkan Angka

Insidence Rate DBD Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 44,85 per

100.000 penduduk.

Angka Kesakitan Malaria sejak empat tahun terakhir menunjukan

kecenderungan yang cukup mengkhawatirkan, hal ini diakibatkan antara lain

adanya perubahan lingkungan seperti penebangan hutan bakau, mobilitas

penduduk dari Pulau Jawa ke Luar Jawa yang sebagian besar masih merupakan

daerah endemis malaria dan obat malaria yang resisten yang semakin meluas.

Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2005 – 2012

cenderung menurun yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2005

menjadi 1,69 per 1.000 penduduk pada tahun 2012.

Untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi adalah Provinsi DI.

Yogyakarta sebesar 0,06 per 1.000 penduduk diikuti Jawa Tengah sebesar 0,03

per 1.000 penduduk. Sedangkan yang terendah terdapat di Provinsi Bali dan DKI

Jakarta. Rincian API dan AMI menurut provinsi Jawa Bali tahun 2012 dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Laki Perempuan L + P Laki Perempuan L + P Laki Perempuan L + P1. DKI. Jakarta 16.265 11.471 27.736 5.631 3.621 9.252 122,64 74,94 98,182. Jawa Barat 33.765 27.038 60.803 19.309 14.170 33.479 88,72 66,03 77,453. Jawa Tengah 21.219 17.256 38.475 11.414 8.865 20.279 68,49 52,57 60,484. DI. Yogya 1.510 1.152 2.662 742 478 1.220 40,93 26,57 33,915. Jawa Timur 23.346 19.358 42.704 14.270 11.315 25.585 76,06 59,40 67,666. Banten 8.864 6.664 15.528 5.140 3.568 8.708 98,62 69,70 84,297. B a l i 1.681 1.204 2.885 827 614 1.441 44,93 33,96 39,49

Indonesia 187.110 136.976 324.086 117.081 80.366 197.447 97,62 67,11 82,38

BTA Positif Case Detection Rate (CDR) %Provinsi Perkiraan Kasus Menular

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 123

Tabel VII. B. 5Annual Parasite Incidence (API) Malaria Provinsi

Di Jawa-BaliTahun 2008-2012

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

Perkembangan penyakit AIDS terus menunjukan peningkatan. Meskipun

berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin

tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra

pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang tidak

aman, dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara

simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebaran AIDS. Saat ini di Indonesia

telah digolongkan sebagai negara tingkat epidemi dengan prevalensi lebih dari

5%. Jumlah penderita AIDS di Indonesia sebenarnya belum diketahui dengan

pasti. Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun 2012 sebanyak

42.887 kasus dan 3.846 kasus diantaranya meninggal dunia.

HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis

(heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan

Narkoba suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini

disajikan persentase kasus kumulatif menurut faktor risiko. Berdasarkan jenis

kelamin, proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih besar terhadap perempuan

yaitu 73,7% berbanding 25,8%.

Gambar VII. B. 7Jumlah Kasus Baru Penderita AIDS

10 Provinsi Tertinggi Di Indonesia Tahun 2012

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

2008 2009 2010 2011 20121. DKI. Jakarta - - - 0,05 0,002. Jawa Barat 0,58 0,36 0.43 0,47 0,013. Jawa Tengah 0,07 0,08 0.10 0,01 0,034. DI. Yogya 0,03 0,03 0.01 0,00 0,065. Jawa Timur 0,71 0,71 0.10 0,01 0,026. Banten 0,17 0,14 0.03 0,03 0,027. B a l i 0,03 0,02 0.03 0,00 0,00

Indonesia 0,16 1,85 1.96 1,75 1,69

Annual Parasite Incidence (API) Per 1.000Provinsi

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 124

Menurut provinsi, Jawa Timur merupakan provinsi dengan penemuan

kasus baru AIDS tertinggi pada tahun 2012, yaitu sebesar 822 kasus, diikuti oleh

Jawa Tengah dan Bali yang masing-masing sebesar 798 dan 650 kasus.

Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS tahun 2012 pada kelompok

laki-laki lebih besar dibandingkan persentase pada kelompok perempuan yaitu

sebesar 51,6% berbanding 33,0%.

Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa persentase wanita umur 15-49

tahun yang pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar 76,7%. Sedangkan pria

kawin umur 15-54 tahun yang pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar

82,3%.

Avian Influenza atau flu burung disebabkan oleh infeksi virus influenza

tipe A (H5N1) yang umumnya menginfeksi unggas dan sedikit kemungkinan

menginfeksi babi. Penyakit ini bisa menular kepada manusia dan dapat

menimbulkan penyakit flu yang berakibat kematian. Jumlah kasus flu burung terus

menurun dari tahun ke tahun dari 55 pada tahun 2006 menjadi 9 kasus pada tahun

2012. Secara kumulatif jumlah kasus flu burung pada manusia dari tahun 2005

sampai Desember 2012 sebanyak 192 kasus dengan 160 di antaranya meninggal

(rata-ratacase fatality rate sebesar 83,3%). Menurut jenis kelamin, sebanyak

57,4% (105 orang) terkonfirmasi berjenis kelamin perempuan dan 45,3% (87

orang) pada jenis kelamin laki-laki. Perbedaan sekitar 10% ini perlu diteliti lebih

lanjut apakah jenis kelamin mempengaruhi kekuatan imunitas seseorang terhadap

virus Flu Burung.

Menurut riwayat kontak penderita AI sebanyak 48,9% mempunyai

riwayat keterpaparan secara langsung dengan unggas sakit, mati atau dengan

produk unggas lainnya, 37,23% riwayat keterpaparannya dengan lingkungan,

2,19% keterpaparannya dengan pupuk dan 11,68% kasus riwayat

keterpaparannya tidak jelas.

b. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan ImmunisasiBedasarkan data laporan Sistem Surveilans Terpadu (SST), keadaan

kasus penyakit yang dapat dicegah dengan immunisasi, apabila dibandingkan

dengan Provinsi di Pulau Jawa dan Bali, maka Penyakit Difteri, Tetanus

Neonatorum dan Campak di Jawa Barat menempati urutan ke 2, 3, 1 terbesar di

Pulau Jawa-Bali, jika dibandingkan secara Nasional Penyakit Tetanus Neonatorum

di Jawa Barat menempati urutan ke-7 terbesar, Penyakit Campak menduduki

urutan ke-2 setelah Provinsi Jawa Tengah. Kasus AFP di Indonesia sebanyak

1951 kasus diantaranya 337 Kasus ada di Jawa Barat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 125

Tabel VII. B. 7Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Immunisasi (PD3I)

Di Provinsi Jawa –Bali Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

c. Penyakit Tidak Menular

Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan

teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya

hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi

makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan.

Perubahan tersebut tanpa disadari telah berpengaruh terhadap transisi

epidemiologi sehingga semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular

diantaranya seperti Penyakit Jantung, Tumor, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal

dan sebagainya.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, Prevalensi, Prevalensi penyakit

jantung di Indonesia sebesar 7,2%, berdasarkan wawancara, sementara

berdasarkan riwayat di diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar

0,9%. Cakupan kasus jantung yang sudah di diagnosis oleh tenaga kesehatan

sebesar 12,5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif

menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung Menurut

provinsi, berkisar antara 2,6% di Lampung sampai 12,6% di NAD. Terdapat 16

provinsi dengan prevalensi penyakit jantung lebih tinggi dari angka nasional,

termasuk Provinsi Jawa Barat 8,2%.

Prevalensi penyakit DM diIndonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga

kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini

menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%,

lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung.

Prevalensi DM Menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Lampung hingga 2,6%

di DKI Jakarta. Terdapat 17 provinsi yang mempunyai prevalensi DM lebih tinggi

dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat 1,3.

Prevalensi penyakit tumor berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di

Indonesia sebesar 4,3‰. Prevalensi Menurut provinsi, berkisar antara 1,5‰ di

Maluku hingga 9,6‰ di DI Yogyakarta. Terdapat 11 provinsi yang mempunyai

prevalensi tumor lebih tinggi dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat

Provinsi Difteri Tetanus Neonatorum Campak AFP

1. DKI. Jakarta 0 0 1.895 65

2. Jawa Barat 31 14 2.618 337

3. Jawa Tengah 32 0 490 198

4. DI. Yogya 2 0 1.093 40

5. Jawa Timur 954 29 1.207 240

6. Banten 13 32 1.846 83

7. B a l i 2 0 31 26

Indonesia 1.192 119 15.987 1.951

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 126

5,5%. Prevalensi penyakit tumor tertinggi pada kelompok ibu rumah tangga dan

tumor terendah pada kelompok responden yang masih sekolah.

Prevalensi penyakit asma secara nasional sebesar 1,9% dan Provinsi

Jawa Barat sebesar 2,5%, Menurut jenis pekerjaan utama, prevalensi penyakit

asma tertinggi terdapat pada kelompok tidak bekerja, disusul kelompok petani/

nelayan/ buruh.

Prevalensi Jantung di Indonesia sebesar 0,9% dan Provinsi Jawa Barat

sebesar 1%. Prevalensi penyakit jantung paling tinggi ditemukan pada kelompok

ibu rumah tangga, diikuti kelompok petani/ nelayan/ buruh dan tidak bekerja

Prevalensi penyakit Hipertensi di Jawa Barat sebesar 9,5% lebih besar dari

pada angka Nasional sebesar 7,2%.

Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6‰.

Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3‰) yang kemudian

secara berturut turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5‰),

Sumatera Barat (16,7‰), dan Prevalensi terendah terdapat di Maluku (0,9‰),

sedangkan Provinsi Jawa Barat 2,2‰ dibawah angka Nasional.

Prevalensi cedera secara keseluruhan antara 3.8%-12.9% dengan

rerata 7.5%. Prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara

Timur(12.9%), sedangkan yang terendah terdapat pada Provinsi Sumatera Utara

(3.8%). Ada 15 provinsi yang prevalensi cederanya di atas angka prevalensi

Nasional antara lain Nusa Tenggara Timur (12.9%), Kalimantan Selatan (12.0%),

Gorontalo (11.1%), Sulawesi Tengah (10.2%), DKI Jakarta (10.1%), dan Papua

Barat (10.1%), dan Provinsi Jawa Barat 9,5%, selebihnya dibawah 10%. Urutan

penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan transportasi darat dan

terluka benda tajam/ tumpul. Sedangkan untuk penyebab cedera yang lain

bervariasi tetapi prevalensi nyarata – rata kecil atau sedikit .

C. STATUS GIZI

Secara nasional prevalensi balita “gizi buruk” menurun sebanyak 0,5 persen

yaitu dari 18,4 persen pada tahun 2007 menjadi 17,9 persen pada tahun 2010. Demikian

pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 persen yaitu

dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi

balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007

menjadi 13,3 persen pada tahun 2010.

Prevalensi Provinsi Jawa Barat untuk gizi buruk dan kurang BB/U adalah 13%,

bila dibandingkan dengan prevalensi secara nasional maka Jawa Barat sudah terlampaui.

Demikian juga apabila mengacu pada target MDG (18,5%) dan target pencapaian

program perbaikan gizi pada RPJM tahun 2015 (20%), Jawa Barat sudah melampaui

target tersebut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 127

Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam

manajemen gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu dengan nilai Z-score < 3,0 SD.

Menurut UNHCR masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi

BB/TB kurus antara 10,1% - 15%, dan dianggap kritis bila diatas 15%.

Status Gizi berdasarkan inikator BB/TB, prevalensi Sangat Kurus di kalangan

balita di Provinsi Jawa Barat adalah 4,6% sedangkan nasional prevalensi sangat kurus

sebesar 6%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa – Bali, prevalensi Sangat

Kurus di Jawa Barat urutan ke 3 setelah provinsi DI Yogyakarta (2,6%) dan DKI Jakarta

(4,4%).

Berdasarkan kelompok umur, persentase gizi buruk terbesar berdasarkan

hasilRiskesdas 2010 adalah pada kelompok umur 0-5 bulan. Sedangkan berdasarkan

jeniskelamin, gizi buruk pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Indeka Massa Tubuh (IMT) sangat kurus pada anak umur 6-12 tahun sebesar

4,6%, gizi kurus 7,6%. untuk di kawasan Jawa – Bali paling tinggi Jawa Tengah (5,3%)

dan Jawa Timur (5,3%), sedangkan Jawa Barat sebesar 3,5% dibawah angka nasional.

Demikian juga secara nasional prevalensi kekurusan pada anak umur 13-15 tahun adalah

10,1% terdiri dari 2,7% sangat kurus dan 7,4% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan

pada anak umur 13-15 tahun di Jawa Barat sebesar 8,8% yang terdiri dari 2 % sangat

kurus dan 8% kurus.

Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar

8,9% terdiri dari 1,8% sangat kurus dan 7,1% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan

pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat sebesar 10% yang terdiri dari 2,8% sangat

kurus dan 6% kurus.

Gambar VII. C. 1Status Gizi Balita Di Provinsi Jawa –Bali Tahun 2010

Status Gizi BB/U Status Gizi TB/U

Status Gizi BB/TB

3,1

9,9

4,9

13,0

-

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

16,0

Gizi Buruk Gizi Kurang

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Indonesia

16,6 17,1

18,517,1

-

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

Sangat Pendek Pendek

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Indonesia

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 128

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Rata-rata kecukupan konsumsi energi perempuan umur 15-49 tahun (usia

reproduksi) secara nasional yang mempunyai risiko sebesar 40,7%. Prevalensi tersebut

lebih tinggi di daerah pedesaan (41,4%), dari pada perkotaan (40,1%) dan Rata-rata

kecukupan konsumsi energi perempuan umur 15-49 tahun (usia reproduksi) di Jawa Barat

sebesar 43,3%. Berdasarkan tingkat pendidikan secara nasional menunjukan pada tingkat

pendidikan terendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), cenderung lebih tinggi

dibandingkan tingkat pendidikan tertinggi (tamat PT), demikian juga cenderung tinggi pada

kelompok pengeluaran rumah tangga yang terendah.

Berdasarkan Riskesdas 2007, Persentase rumah tangga yang mempunyai

garam cukup iodium (> 30 ppm) secara nasional sebesar 62,3%, sedangkan Jawa Barat

sebesar 58,3 % dibawah nasional. Hal ini masih jauh dari target nasional 2010 yaitu 90 %

rumah tangga menggunakan garam cukup iodium.

D. UPAYA KESEHATAN

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Diantaranya adalah memberikan penyuluhan kesehatan, menyediakan

berbagai fasilitas kesehatan, juga program dana kesehatan untuk masyarakat miskin.

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat

penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian

pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagaian besar masalah

kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi.

Persentase penduduk yang berobat jalan selama 1 tahun secara nasional

sebanyak 29,26%. Dengan penilaian terhadap pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan yang tidak puas sebanyak 0,19%. Dan Provinsi Jawa Barat peringkat ke-dua

tertinggi di antara kawasan Jawa-Bali. Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

4,6

6,46,0

7,3

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

Sangat Kurus Kurus

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Indonesia

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 129

Tabel VII. D. 1Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Terakhir Terhadap Pelayanan Kesehatan

Selama 1 Tahun Menurut Provinsi Jawa-Bali,

Sedangkan penilaian terhadap pelayanan kesehatan di Rawat Inap selama 5

tahun terakhir secara nasional yang tidak puas 0.91% dan Provinsi Jawa Barat dibawah

angka nasional. Secara rinci dapat dilihat perbandingan antara Provinsi di Jawa-Bali

berikut ini.

Tabel VII. D. 2Persentase Penduduk Yang Menjalani Rawat Inap Terhadap Pelayanan Kesehatan

Selama 5 Tahun Terakhir Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali

No ProvinsiPenilaian Pelayanan Kesehatan

SangatPuas Puas Cukup

PuasKurang

PuasTidakPuas

1 DKI Jakarta 13,42 53,02 26,85 4,70 2,012 Jawa Barat 4,22 39,71 43,90 11,64 0,533 Jawa Tengah 7,77 52,09 35,61 4,12 0,414 DI Yogyakarta 5,89 64,63 26,51 1,90 1,075 Jawa Timur 9,66 52,71 28,68 7,88 1,066 Banten 6,03 46,59 45,37 2,01 -7 Bali 7,59 57,98 29,14 4,38 0,91

Indonesia 8,22 50,46 33,21 7,29 0,82

Berdasarkan Riskesdas 2007, Kemudahan akses ke sarana pelayanan

kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain jarak tempat tinggal dan

waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan, serta status social ekoomi dan budaya.

Sebanyak 94,1 % rumah tangga di Indonesia berada kurang atau sama

dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan, untuk Provinsi Jawa Barat 96,3% rumah

tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan dengan

waktu tempuh < 15 menit sebanyak 72,2%. Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga

perkapita, terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga

semakin dekat jarak dan semakin singkat waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan.

No ProvinsiPenilaian terhadap Pelayanan Kesehatan

SangatPuas Puas Cukup

PuasKurang

PuasTidakPuas Jumlah

1 DKI Jakarta 16,39 58,92 21,68 2,70 0,31 1002 Jawa Barat 5,79 49,87 40,33 3,76 0,25 1003 Jawa Tengah 6,29 56,30 35,37 1,97 0,07 1004 DI Yogyakarta 9,33 67,90 20,24 2,33 0,21 1005 Jawa Timur 9,79 56,44 32,36 1,31 0,11 1006 Banten 6,46 37,99 47,74 7,59 0,22 1007 Bali 10,40 64,85 23,11 1,64 - 100

Indonesia 8,34 55,34 32,98 3,15 0,19 100Sumber : BPS, Statistik Kesehatan 2004

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 130

Tabel VII. D. 3Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak dan Waktu Tempuh

Ke Sarana Pelayanan Kesehatan dan Ke Upaya Kesehatan Berbasis MasyarakatDi Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2007

Sumber : Riskesdas tahun 2007

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, presentase rumah tangga yang

memanfaatkan Unit Pelayanan Kesehatan di Indonesia terbanyak ke Puskesmas/Pustu

63,3%, Praktek Bidan 36,8% sedangkan di Provinsi Jawa Barat yang terbanyak ke

Puskesmas/Pustu 65,8%, Praktek Dokter 39,4%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di

Jawa-Bali presentase rumah tangga memanfaatkan unit pelayanan kesehatan ke

Puskesmas/Pustu yang terbanyak di Provinsi Jawa Barat, sedangkan yang ke Praktek

Dokter terbanyak di Provinsi DKI Jakarta. Lebih jelas dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel VII. D. 4Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan Unit Pelayanan Kesehatan

Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Sumber : Riskesdas tahun 2010

Persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan posyandu atau

poskesdes, secara keseluruhan di Indonesia sebanyak 27,7% rumah tangga

memanfaatkan pelayanan di posyansu dan poskesdes. Sedangkan Provinsi Jawa Barat

hanya 28,7% Berdasarkan tipe daerah, di perkotaan alas an jenis layanan

posyandu/poskesdes tidak lengkap lebih dominan, sedangkan di pedesaan alas an yang

banyak karena letaknya jauh.

Persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan Polindes/Bidan di

desa di Indonesia adalah 3,9%. Provinsi Jawa Barat baru 2,5% yang memanfaatkan

pelayanan Polindes/Bidan di desa.

No Provinsi

Sarana Kesehatan UKBMJarak

Tempuh Waktu Tempuh JarakTempuh

WaktuTempuh

≤ 5km

≥ 5km

≤ 15Menit

≥ 16Menit

≤ 1km

≥ 1km

≤ 15Menit

≥ 16Menit

1 DKI Jakarta 58,0 42,0 69,0 31,0 86,8 13,2 88,6 11,42 Jawa Barat 48,1 51,9 72,2 27,8 90,9 9,1 93,1 6,93 Jawa Tengah 51,4 48,6 75,0 25,0 86,2 13,8 91,3 8,74 DI Yogyakarta 47,4 52,6 76,2 23,8 87,6 12,4 93,7 6,35 Jawa Timur 47,7 52,3 72,3 27,7 82,2 17,8 89,7 10,36 Banten 47,9 52,1 66,3 33,7 93,0 7,0 90,9 9,17 Bali 49,5 50,5 75,0 25,0 81,5 18,5 89,3 10,7

Indonesia 47,6 52,4 67,2 32,8 78,9 21,1 85,4 14,6

No ProvinsiMemanfaatkan (%)

RumahSakit

Puskes/Pustu

PraktekDokter

PraktekBidan

Polindes

Poskesdes

Posyandu

1 DKI Jakarta 41.9 53.5 44.1 19.8 0.3 0.2 17.52 Jawa Barat 30.2 65.8 39.4 33.3 2.3 2.5 26.23 Jawa Tengah 30.2 61.0 35.7 44.4 7.4 4.2 24.44 DI Yogyakarta 45.3 63.3 45.1 24.6 0.7 0.5 29.05 Jawa Timur 29.3 60.3 30.5 42.9 8.8 3.2 22.26 Banten 32.2 61.5 34.1 42.3 2.0 1.2 30.57 Bali 38.6 57.7 54.8 44.7 0.6 0.6 19.6

Indonesia 31.8 63.3 33.1 36.8 6.3 3.9 23.8

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 131

Apabila menurut jenis pelayanan, banyak dimanfaatkan untuk pengobatan

(82,9%), adapun pelayanan KIA yang terbanyak adalah pemeriksaan bayi/balita (29,2%),

pemeriksaan kehamilan (22,5%). Menurut tipe daerah jenis pelayanan di perkotaan lebih

banyak memanfaatkan polindes/ bidan di desa untuk pelayanan KIA, sedangkan di

pedesaan lebih banyak memanfaatkan untuk pengobatan.

Tabel VII. D. 5.Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan Polindes/Bidan di Desa

Menurut Jenis Pelayanan Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2007

No ProvinsiPemeriksaan Pengo

batanKehamilan Persalinan Ibu Nifas Neonatus Bayi/Balita1 DKI Jakarta 38,2 14,2 14,0 12,6 34,7 56,62 Jawa Barat 23,2 10,2 10,3 9,7 29,4 78,83 Jawa Tengah 15,6 6,4 6,0 5,6 20,5 84,74 DI Yogyakarta 33,5 21,3 20,9 17,5 36,2 78,65 Jawa Timur 38,2 24,2 24,8 6,2 34,4 85,86 Banten 24,6 10,7 11,0 11,7 30,8 82,57 Bali 72,0 26,3 16,7 15,8 47,2 85,2

Indonesia 22,5 9,8 9,2 8,2 29,2 82,9Sumber : Riskesdas tahun 2007

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan

proksi terhadap cakupan atas imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0 -11 bulan).

Desa UCI merupakan gambaran desa/kelurahan dengan ≥ 80% jumlah bayi yang ada di

desa tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun.

Pencapaian UCI Indonesia sebesar 79,32%, dan Provinsi DI.Yogya dan DKI Jakarta

memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 98,8%,

sedangkan Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke 5 dibandingkan antara provinsi di

Jawa-Bali, dapat dilihat pada gambar VII.D.1. Sementara Drop Out Rate imunisasi

DPT/HB1-Campak pada tahun 2012 sebesar 3,6%. Angka ini lebih rendah dibandingkan

tahun 2011 sebesar 4,4%. Kecenderungan menurun sejak tahun 2006 sampai tahun 2012

artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. DO

rate DPT/HB1-campak diharapkan agar tidak melebihi 5%.

Gambar VII. D. 1Persentase Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 132

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, Cakupan immunisasi lengkap di

Indonesia sebesar 53,8% , dengan cakupan immunisasi lengkap di perkotaan lebih tinggi

(59,1%) dibandingkan di pedesaan (48,3%) dan masih terdapat 12,7% anak 12-23 bulan

yang belum diimunisasi sama sekali. Makin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga makin

tinggi cakupan imunisasi lengkap, demikian juga makin tinggi pengeluaran per kapita makin

tinggi cakupan imunisasi lengkapnya. Menurut pekerjaan kepala keluarga, tertinggi

cakupan imunisasi lengkap pada kepala keluarga sebagai pegawai negeri/TNI/Polri

(57,7%) dan terendah pada kelompok petani/nelayan/buruh (47,2%). Untuk Persentase

anak umur 12-23 bulan yang mendapatkan immunisasi lengkap di Provinsi Jawa Barat

sebesar 52,3%. Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasi, hal ini disebabkan

karena beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa

berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan

dalam KMS tidak lengkap/tidak terisi, catatan dalam Buku KIA karena hilang atau tidak

disimpan oleh ibu.

Tabel VII. D. 6Persentase Anak Umur 12-23 tahun yang Mendapatkan Immunisasi Dasar

Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

No ProvinsiImmunisasi Dasar

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Sama Sekali1. DKI Jakarta 53.2 41.1 5.72. Jawa Barat 52.3 37.2 10.43. Jawa Tengah 69.0 27.3 3.84. DI Yogyakarta 91.1 8.9 0.05. Jawa Timur 66.0 25.8 8.26. Banten 48.8 38.6 12.67. Bali 66.1 28.6 5.4

Indonesia 53.8 33.6 12.7

Sumber : Riskesdas tahun 2010

Pemantauan kesehatan ibu hamil dilakukan pelayanan K1 sebagai aksesibiltas

ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan dan K4 yang dianggap sebagai mutu pelayanan

kesehatan terhadap ibu hamil. Persentase cakupan K4 ibu hamil di Indonesia tahun 2012

sebesar 90,18%, sedangkan Provinsi Jawa Barat 93,30% sudah melewati target SPM

(85%). Dinyatakan pelayanan K4 (berkualitas) berarti secara paripurna ibu telah

mendapatkan pelayanan immunisasi TT-2 dan mendapatkan Fe-3. Akan tetapi selama

beberapa tahun terakhir ini tidak terlihat keterkaitan atau sinkronisasi antar varibel tersebut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 133

Tabel VII. D. 7Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil Meliputi K-1, K-4, TT-2, Fe-3

Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2012

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan antar 43,54% - 97,95%. Persentase persalinan yang ditolong tenaga

kesehatan terlatih (cakupan Pn) di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 88,64%. Angka

ini telah berhasil memenuhi target Tahun 2012 sebesar 88% .Cakupan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi di Pulau Jawa-Bali tahun 2012,

dengan cakupan tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (97,34%) dan terendah di

Provinsi Jawa Timur (85,87%).

Persentase Tempat Ibu melahirkan menurut tempat persalinan lima tahun

terakhir di Indonesia, ternyata 55,4% ibu melahirkan di fasiltas sarana kesehatan, 43,2% di

rumah dan 1,4% di Polindes/Poskesdes. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, Ibu yang

melahirkan terbanyak di Fasilitas Kesehatan sebesar 53,4%. Apabila dibandingkan antara

Provinsi di Jawa-Bali, tertinggi ibu melahirkan di falisitas kesehatan adalag di Provinsi DI

Yogjakarta (94,5%), dan terendah di Provinsi Jawa Barat , secara rinci dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel VII. D. 8Persentase Ibu Melahirkan Anak Terakhir Menurut Tempat Persalinan

Lima Tahun Terakhir Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROVINSI K1 K4 PN TT2 FE 31. DKI. Jakarta 99,85 96,37 89,85 77,09 101,902. Jawa Barat 99,68 93,30 97,34 107,63 89,303. Jawa Tengah 98,89 95,65 98,62 76,46 91,104. DI. Yogya 100,00 90,46 89,12 51,10 89,605. Jawa Timur 96,99 90,87 85,87 23,01 83,806. Banten 99,60 84,43 95,82 84,04 87,207. B a l i 97,58 94,45 88,89 100,02 92,70

Indonesia 96,84 90,18 88,64 71,19 85,00

No ProvinsiPelayanan Kesehatan

FasilitasiKesehatan

Polindes/Poskesdes Rumah/Lainnya

1 DKI Jakarta 94,4 0 5,62 Jawa Barat 53,4 0,3 46,33 Jawa Tengah 67,6 0,4 324 DI Yogyakarta 94,5 0,3 5,25 Jawa Timur 81,3 2,8 15,86 Banten 55,9 0 44,17 Bali 89,3 1,6 9,1

Indonesia 55,4 1,4 43,2

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 134

Pemeriksaan neonatus dalam Riskesdas 2010 sebanyak 60,6 persen neonatus

umur 3-7 hari (KN1) dan 37,7 persen neonatus umur 8-28 hari (KN3) mendapatkan

pemeriksaan dari tenaga kesehatan. Hasil tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan

hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 57,6 persen dan 33,5 persen. Menurut tipe daerah,

pemeriksaan neonatos pada tahun 2010 di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan.

Terdapat hubungan positif antara pemeriksaan neonatus dengan tingkat pendidikan

kepala keluarga maupun tingkat pengeluaran per kapita. Semakin tinggi tingkat pendidikan

kepala rumah tangga maupun pengeluaran per kapita, semakin tinggi persentase cakupan

pemeriksaan kesehatan pada neonatus.

Tabel VII. D. 9Persentase Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi

Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010No Provinsi Kunjungan Neonatus KN

Lengkap6 - 48 jam 3 - 7 hari 8 - 28 hari1 DKI Jakarta 84,70 72,80 59,20 52,802 Jawa Barat 67,60 65,60 45,60 37,803 Jawa Tengah 82,60 71,00 48,00 40,204 DI Yogyakarta 96,20 83,70 77,10 71,205 Jawa Timur 77,70 74,30 49,00 41,606 Banten 61,80 55,70 37,10 30,407 Bali 86,70 66,70 58,20 48,80

Indonesia 71,40 61,30 38,00 31,80Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Proporsi wanita umur 10-49 berstatus kawin yang sedang menggunakan/

memakai alat KB di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2010 sebesar 55,8%, Proporsi

wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang pernah menggunakan/memakai

alat KB 25,7%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa-Bali, cakupan wanita

yang sedang menggunakan alat KB, tertinggi pada Provinsi Bali (65,4%), diikuti dengan

Provinsi Jawa Barat (59,8%).

Tabel VII. D. 10Proporsi Wanita Umur 10-49 Menurut Status Penggunaan/Memakai Alat KB Dan

Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

No Provinsi

Wanita Umur 10-49 Berstatus KawinSedang

Menggunakan/Memakai Alat KB

Yang PernahMenggunakan/

Memakai Alat KBTidak PernahSama Sekali

1 DKI Jakarta 51,2 28,5 20,32 Jawa Barat 59,8 28,4 11,83 Jawa Tengah 59,4 25,2 15,44 DI Yogyakarta 55,3 27,1 17,65 Jawa Timur 59,4 22,9 17,76 Banten 56,8 28,8 14,57 Bali 65,4 18,0 16,6

Indonesia 55,8 25,7 18,4

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 135

E. SUMBER DAYA KESEHATAN

Secara Nasional, pada periode tahun 2008-2011, jumlah Puskesmas (termasuk

Puskesmas Perawatan) terus meningkat dari 8.548 unit pada tahun 2008 menjadi 9.321

unit pada tahun 2011. Dalam periode tahun itu, rasio Puskesmas terhadap 100.000

penduduk berada dalam kisaran 2,06 – 15,99 per 100.000 penduduk, ini berarti bahwa

pada periode tahun itu setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 2-15 unit. Terdapat

5 lima provinsi dengan rasio Puskesmas per 100.000 penduduk berada di bawah 3,0 yaitu

Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Angka tersebut

menunjukkan bahwa satu Puskesmas di 5 provinsi tersebut rata-rata melayani lebih dari

30.000 penduduk.

Jika dilihat Tabel dibawah ini terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat mempunyai

angka Puskesmas per-100.000 penduduk yang terendah ke-kedua (2,34) baik secara

Nasional maupun dibandingkan antar Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Apabila dibandingkan

dengan Provinsi yang berada di Jawa dan Bali, Jawa Barat menempati urutan ke-lima.

Tabel VII. E. 1.Jumlah Puskesmas dan

Rasio Puskesmas per-100.000 PendudukMenurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

Jumlah Puskesmas perawatan pada tahun 2011 sebanyak 3.019 unit meningkat

menjadi 3.152 unit pada tahun 2012. Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Obstetrik

dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) sampai tahun 2012 tercatat berjumlah 2.570 unit

terdiri dari Puskesmas perawatan 1.960 unit (76,41%) dan Puskesmas non perawatan 605

unit (23,59%).

Demikian juga dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat berbagai upaya dilakukan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada

di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Poliklinik Desa), Toga (Tanaman Obat

Keluarga, POD (Pos Obat Desa dan sebagainya. Secara nasional Rasio Posyandu

terhadap Desa/Kelurahan adalah 3,47 atau rata-rata pada tiap desa/kelurahan terdapat 3-4

Posyandu. Dan Provinsi Jawa Barat Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan sebesar

7,83. Rasio Desa Siaga di Indonesia terhadap desa/kelurahan adalah 0,32. Apabila

dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa – Bali, ternyata Rasio Desa Siaga terhadap

2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 20121.    DKI Jakarta 351 339 341 341 340 3,84 3,68 3.55 3.50 3,442.    Jawa Barat 1.017 1.029 1.039 1.045 1.050 2,44 2,43 2.43 2.38 2,343.    Jawa Tengah 842 849 867 867 873 2,58 2,58 2.68 2.67 2,684.    DI Yogyakarta 120 119 121 121 121 3,46 3,40 3.50 3.47 3,435.    Jawa Timur 940 944 946 955 960 2,53 2,53 2.52 2.53 2,536.    Banten 194 196 217 225 228 2,02 2,00 2.04 2.06 2,037.    Bali 114 114 114 114 118 3,24 3,21 2.93 2.87 2,91

Indonesia 8.548 8.737 9.005 9.321 9.510 3,25 3,78 3.79 3.86 3,89

Provinsi Jumlah Puskesmas Rasio Puskesmas per-100.000

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 136

desa/kelurahan terbesar adalah di Provinsi DKI Jakarta (4,4) dan terendah terdapat di

Provinsi Banten (0,33).

Tabel VII. E. 2.Rasio Sarana Usaha Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) Terhadap

Desa/Kelurahan Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2011

ProvinsiRasio Sarana UKBM terhadap

Desa/KelurahanPosyandu Desa Siaga

1. DKI Jakarta 15,88 4,022. Jawa Barat 7,78 0,683. Jawa Tengah 5,56 0,104. DI Yogyakarta 12,24 0,575. Jawa Timur 5,35 0,786. Banten 6,63 0,317. Bali 6,61 0,92

Indonesia 3,47 0,32Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Pada tahun 2011, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 1.721 buah,

yang terdiri dari 35,74% Rumah Sakit yang dikelola atas milik Kemenkes/ Pemerintah,

7,78% milik TNI/Polri, 4,47% milik Departemen lain/BUMN dan 52,01% milik Swasta.

Tabel VII. E. 3Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan

Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2011

Provinsi Depkes/Pemda

TNI/POLRI

DepartemenLain/BUMN Swasta Semua

RS1. DKI Jakarta 16 9 7 100 1322. Jawa Barat 44 13 6 137 2003. Jawa Tengah 59 11 3 152 2254. DI Yogyakarta 9 2 1 39 515. Jawa Timur 58 21 14 94 1876. Banten 9 2 2 33 467. Bali 12 2 0 29 43

Indonesia 615 134 77 895 1.721

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Pada tahun 2000 – 2011, rasio tempat tidur rumah sakit per 100.000 penduduk

relatif berkisar antara 54 - 55 per 100.000 penduduk dan rasio Tempat Tidur di Rumah

Sakit terhadap penduduk Jawa Barat adalah 1 : 1.430 artinya 1 tempat tidur diperuntukkan

bagi 1.430 penduduk. Angka ini jauh lebih rendah dari Provinsi-Provinsi lain di Jawa dan

Bali. Apabila dibandingkan secara Nasional, Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke-

enam. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat ke-dua

terakhir dan dibawah nasional.

Rasio Tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk secara nasional adalah

195,88 dan apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali, ternyata Provinsi Jawa

Barat menduduki urutan ke-empat dari bawah yaitu sebesar 114,40.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 137

Tabel VII. E. 4.Jumlah Sumber Daya Manusia Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Provinsi DokterSpesialis

DokterUmum

DokterGigi

Kefarmasian Bidan Perawat Lain-lain

NonKesehata

n

JumlahTenaga

1.    DKI Jakarta 4.339 2.382 1.211 1.775 2.165 13.667 2.278 11.061 38.8782.    Jawa Barat 3.503 3.804 1.535 2.387 11.578 22.003 6.253 15.738 66.8013.    Jawa Tengah 3.529 4.786 1.205 3.801 15.494 21.728 9.732 22.136 82.4114.    DI Yogyakarta 1.231 1.289 431 1.689 1.539 5.114 1.947 5.840 19.0805.    Jawa Timur 4.258 4.117 1.591 4.335 14.547 27.152 8.549 25.834 90.3836.    Banten 1.058 1.146 525 664 3.099 5.694 1.979 3.279 17.4447.    Bali 925 929 263 524 2.038 4.609 2.508 4.641 16.437

Indonesia 27.333 37.364 11.826 31.223 126.276 235.496 97.904 139.812 707.234

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 138

BAB VIIIPENUTUP

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 ini merupakan gambaran situasi

kesehatan masyarakat di Jawa Barat. Sampai saat ini Pembangunan Kesehatan masih

merupakan kebutuhan masyarakat yang akan makin meningkat terus menerus, sesuai dengan

perkembangan pembangunan khususnya di Jawa Barat. Untuk itu upaya-upaya bidang

kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka mendukung Visi Jawa Barat yaitu “TercapainyaMasyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera Tahun 2008 - 2013”

Diharapkan keberadaan profil kesehatan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber

informasi kesehatan di era desentralisasi dan otonomi daerah dan dapat sebagai alat

pemantau keberhasilan Indikator Provinsi Jawa Barat Sehat Tahun 2012 serta sebagai bahan

perencanaan, pengambilan kebijakan dan perumusan di bidang kesehatan untuk terwujudnya

pelayanan yang bermutu dan berkualitas serta adil dan merata, sehingga dapat meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, yang akan berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan

Manusia di Provinsi Jawa Barat.

Harapan kami, saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan buku ini

sangat kami harapkan.

Bandung, November 2013

TTD

Tim Penyusun Profil Kesehatan

Provinsi Jawa Barat tahun 2013