bab i pendahuluan - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/bab i.pdf10 5. faktor...

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan patokan dan peraturan dalam bertingkah laku. Dengan hadirnya hukum, pertentangan kepentingan, pertentangan antar golongan, maupun pertentangan individu yang akan membuat pertikaian, maka akan diatur sedemikian rupa sehingga tidak adanya pertikaian lagi. Karena itulah tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai. 1 Tercapainya ketertiban dalam bermasyarakat diharapkan kepentingan manusia (subyek hukum) akan terlindungi tanpa terbentur dengan kepentingan sesamanya. Oleh karena itu, hukum haruslah bertugas untuk membagi hak dan kepentingan manusia, membagi wewenang, dan mengatur cara memecahkan atau menyelesaikan jika terjadi permasalahan dalam mempertahankan hak dan kewajiban itu. 2 Dalam melakukan atau menjalankan teknis persidangan tentunya banyak melibatkan beberapa unsur/komponen penegak hukum termasuk keterangan saksi atau pun keterangan saksi ahli, apalagi bila dilihat pada setiap kasus tentunya keterangan saksi atau pun keterangan saksi ahli sangatlah dibutuhkan atau bersifat urgent. Personil yang terlibat dalam proses persidangan pidana terdiri 1 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT Praditya Paramita, Jakarta, 2001, hlm. 10. 2 Arief Rahman dan H Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 116. 1

Upload: others

Post on 02-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan patokan dan peraturan dalam bertingkah laku. Dengan

hadirnya hukum, pertentangan kepentingan, pertentangan antar golongan, maupun

pertentangan individu yang akan membuat pertikaian, maka akan diatur

sedemikian rupa sehingga tidak adanya pertikaian lagi. Karena itulah tujuan

hukum mengatur pergaulan hidup secara damai.1

Tercapainya ketertiban dalam bermasyarakat diharapkan kepentingan

manusia (subyek hukum) akan terlindungi tanpa terbentur dengan kepentingan

sesamanya. Oleh karena itu, hukum haruslah bertugas untuk membagi hak dan

kepentingan manusia, membagi wewenang, dan mengatur cara memecahkan atau

menyelesaikan jika terjadi permasalahan dalam mempertahankan hak dan

kewajiban itu.2

Dalam melakukan atau menjalankan teknis persidangan tentunya banyak

melibatkan beberapa unsur/komponen penegak hukum termasuk keterangan saksi

atau pun keterangan saksi ahli, apalagi bila dilihat pada setiap kasus tentunya

keterangan saksi atau pun keterangan saksi ahli sangatlah dibutuhkan atau bersifat

urgent. Personil yang terlibat dalam proses persidangan pidana terdiri

1L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT Praditya Paramita, Jakarta, 2001, hlm. 10.2Arief Rahman dan H Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2013, hlm. 116.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

2

dari : hakim/majelis hakim, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, panitera,

terdakwa, saksi/ahli.3

Keterangan saksi ahli menurut Pasal 1 Angka 28 Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah keterangan yang diberikan oleh seorang

yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Dalam perkara pidana, keterangan ahli diatur dalam Pasal 184 Ayat 1

KUHAP yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam pengadilan pidana

salah satunya adalah keterangan ahli. Pasal 186 KUHAP yang mengatakan bahwa

keterangan ahli ialah yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.4

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, hubungan antara satu ilmu bisa

saling berkaitan satu sama lain. Bahkan setiap hubungannya tidak hanya sebatas

sebagai pelengkap tetapi juga bisa menjadi suatu yang bersifat inheren (erat). Hal

ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi

menimbulkan permasalahan yang begitu kompleks pada kehidupan manusia.

Dalam memahami sesuatu, tidak hanya cukup menggunakan satu pendekatan saja,

melainkan dibutuhkan suatu pendekatan yang bersifat holistik, artinya dalam

memahami realitas khususnya berkaitan dengan perilaku manusia perlu suatu

3Al.Wisnubroto, Teknis Persidangan Pidana, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Yogyakarta,2009, hlm. 7.

4Tri Jata Ayu Pramesti, Hukumonline.com/klinik/detail/it52770 Dasar Hukum KeteranganAhli dalam Perkara Pidana \ diakses pada tanggal 1, Februari, 2019 pukul 19:08 WIB.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

3

pendekatan interdisipliner ilmu. Pendekatan ini sangat relevan bila mengkaji

suatu masalah yang begitu kompleks seperti permasalahan hukum.5

Manusia menjadi aktor utama dalam proses penegakan hukum.

Masalahnya sekarang ini banyak perilaku-perilaku oknum cenderung

menggunakan kelemahan hukum untuk mengambil suatu kesempatan dalam

menggapai tujuan. Logikanya hukum menjadi suatu alat untuk memutar balikan

fakta bahkan menjadi suatu alat untuk menyerang orang lain. Fenomena yang

telah banyak terjadi sekarang ini. Berkaitan dengan perilaku manusia salah satu

ilmu yang relevan dengan hal tersebut adalah psikologi. Psikologi adalah ilmu

yang mempelajari perilaku dan proses mental manusia. Dalam perjalanannya

psikologi banyak berinteraksi dengan ilmu-ilmu lainya termasuk hukum.6

Dikaitkan dengan cabang ilmu hukum yang mana terdiri dari, psikologi

hukum, filsafat hukum, antropologi hukum, sosiologi hukum dan lain sebagainya.

Psikologi hukum diyakini adalah cabang ilmu yang sangat relevan dengan judul

yang diangkat oleh penulis yaitu tinjauan psikologi hukum dalam pengungkapan

kasus pencabulan.

Definisi psikologi hukum suatu pendekatan yang menekan determinan-

determinan manusia dari hukum, termasuk dari perundang-undangan dan putusan

hakim, yang lebih menekankan individu sebagai unit analisisnya. Perhatian utama

dari kajian psikologi hukum yaitu lebih tertuju pada proses penegakan hukum

5Ivan Agung, “Kontribusi Psikologi dalam Penegakan Hukum Di Indonesia”, UniversitasIslam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jurnal Psikologi Volume 22 Nomor 13, Maret, 2012, hlm. 3.

6Ibid., hlm. 4.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

4

(saksi mata, tersangka/terdakwa, korban kriminal, jaksa penuntut umum,

pengacara, hakim dan terpidana).7

Psikologi berusaha memahami bagaimana manusia berpikir, merasa dan

bertindak. Psikologi modern pada saat sekarang ini sedang mengalami kemajuan

pesat dan berkembang ke dalam sub-sub disiplin ilmu psikologi. Banyak cabang

psikologi seperti : psikologi sosial, psikologi politik, psikologi lingkungan,

psikologi pendidikan, psikologi klinis, dan sebagainya.

Psikologi hukum termasuk kajian hukum empiris yang obyeknya adalah

fenomena hukum, yaitu kajian memandang hukum sebagai kenyataan, meliputi

kenyataan sosial, kultur dan lain-lain. Dengan perkataan lain kajian empiris

mengkaji law in action, pendekatannya bersifat deskriptif. Kajian hukum empiris

selain psikologi hukum adalah hukum dan masyarakat, sejarah hukum,

perbandingan hukum, antropologi hukum dan sosiologi hukum.8

Pedoman pelaksanaan tugas secara profesional diatur dalam kode etik

psikologi yang diumumkan secara resmi oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi

Indonesia). Kode etik psikologi merupakan dasar perlindungan dari nilai-nilai

yang diterapkan. Kode etik bertujuan untuk menjamin kesejahteraan umat

manusia dan memberikan perlindungan terhadap layanan masyarakat terkait

praktik layanan psikologi. Keterlibatan psikolog dan ilmuwan psikologi sebagai

ahli dalam proses penegakan hukum diatur dalam Surat Edaran No. : 003/SE/PP-

27.

7Abintoro Prakoso, Hukum dan Psikologi Hukum, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2014, hlm.

8Ibid., hlm. 29.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

5

HIMPSI/X/16 tentang Keterlibatan Psikolog dan Ilmuwan Psikologi Sebagai Ahli

dalam Proses Penegakan Hukum.

Psikologi forensik sebagai respon psikologi dalam bidang hukum. Ada

dua bidang ilmu psikologi yang banyak mempunyai irisan dan kadang-kadang

dipertukarkan satu sama lain. Pertama adalah criminology psychology atau

psychology of crime, atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai

psikologi kriminal. Bidang ilmu ini mempelajari seluk-beluk mengapa orang

melakukan kejahatan. Focus psychology of crime adalah mencari tahu alasan

orang melakukan kejahatan dari perspektif ilmu psikologi. Sementara itu, di sisi

lain ada lagi yang disebut sebagai psikologi forensik. Psikologi forensik bergerak

ke arah lain, bukan lagi pada sekedar mencari sebab musabab orang melakukan

perbuatan kriminal, melainkan membantu proses pengadilan dalam proses

pembuktian.9

Salah satu contoh kasus yang penulis kaitkan adalah kejahatan yang

dilakukan pejabat Kepala Seksi Pemadam Kebakaran Satuan Polisi Pamong Praja

Bangka (Kasi Damkar Satpol PP) Bangka yaitu IK alias IN (56) yang melakukan

perbuatan cabul terhadap anak-anak yang berumur 6 tahun. Tersangka diduga

melanggar Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,

dalam kasus pencabulan. Tersangka IK alias IN (56) dikenakan Pasal 82 Undang-

Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kasus ini sebagai

9Hamdi Muluk, Kajian dan Aplikasi Forensik dalam Perspektif Psikologi, UniversitasIndonesia, Jurnal Sosioteknologi Volume 29 Nomor 12, Agustus 2013 hlm. 389-390.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

6

analisis tinjauan psikologi hukum dalam membantu proses hukum, untuk melihat

psikologi hukum itu bekerja dan menjalankan tataran aplikatifnya di bidang

hukum.

Dikaitkan dengan latar belakang yang mana sudah dijelaskan, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang tinjauan psikologi hukum dalam

pengungkapan tindak pidana pencabulan, sehingga dapat membantu aparat

penegak hukum baik dalam tahap penyidikan hingga persidangan dan terlebih lagi

dapat melahirkan suatu keputusan hakim yang tetap, dengan skripsi yang

berjudul:

TINJAUAN PSIKOLOGI HUKUM DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK

PIDANA PENCABULAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana fungsi psikologi hukum dalam pengungkapan tindak pidana

pencabulan?

2. Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat psikologi hukum dalam

pengungkapan kasus pencabulan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui tinjauan psikologi hukum dalam pengungkapan tindak

pidana pencabulan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

7

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat tinjauan psikologi hukum

dalam pengungkapan tindak pidana pencabulan.

Sudah seharusnya suatu penelitian memberikan manfaat bagi berbagai

pihak, adapun manfaat dari penulisan skripsi yang diharapkan adalah:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai sarana dalam pemenuhan tugas akhir untuk

memperoleh pendidikan program sarjana (S1) di Fakultas Hukum Universitas

Bangka Belitung. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang tinjauan psikologi hukum dalam pengungkapan tindak

pidana pencabulan.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan sebagai acuan atau pedoman untuk

menambah pengetahuan pihak akademisi, baik dosen maupun mahasiswa atau

pihak berkepentingan lainnya. Kemudian penelitian ini bermanfaat menambah

literatur atau refensi di perpustakaan sebagai acuan atau pedoman yang

digunakan oleh mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Ahli Psikologi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

referensi dalam perkembangan ilmu psikologi, terlebih khususnya lagi bagi

ahli psikologi hukum yang mana bila terlibat membantu proses hukum.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

8

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan mengenai

pemasalahan hukum, sekaligus sebagai media edukasi mengenai arah gerak

hukum di Indonesia.

5. Bagi Penegak Hukum

Penelitian ini diharapkan dapat membantu para penegak hukum dalam

menjalankan tugas-tugasnya, khususnya dalam kasus tindak pidana.

6. Bagi Korban

Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman terhadap korban

yang terlibat dalam kasus tindak pidana.

D. Kerangka Teori

Menurut Jon Nixon teori diartikan sebagai pernyataan-pernyataan yang

saling berhubungan untuk menjelaskan suatu kebenaran fakta tertentu.10Teori

berarti perangkat asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, atau penerimaan fakta-fakta

yang mencoba menetapkan penjelasan yang rasional atau masuk akal mengenai

hubungan sebab-akibat di antara kelompok-kelompok yang teramati oleh

fenomena dan gejala-gejala.11

10Aan Effendi, Freddy Poernomo dan Indra S.Ranuh, Teori Hukum, PT Sinar Grafika, Jakarta,2016, hlm. 88.

11Ibid., hlm. 89.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

9

Moeljatno mengatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari pada

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar- dasar

dan aturan untuk :12

1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang

disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang melanggar

larangan-larangan itu dapat dikenakan dan dijatuhkan pidana sebagaimana

yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan

apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa

efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :13

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

12Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 6-7.13Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 8.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

10

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Teori pembuktian atau sistem pembuktian yang dianut Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana diatur dalam Pasal 183

memadukan unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam menentukan salah

tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan di antara kedua unsur

tersebut, keduanya saling berkaitan. Jika suatu perkara terbukti secara sah (sah

dalam arti alat-alat bukti menurut undang-undang), akan tetapi tidak meyakinkan

hakim akan adanya kesalahan tersebut, maka hakim tidak dapat menjatuhkan

putusan pidana pemidanaan terhadap terdakwa.14

Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian di dalam

perkara perdata. Dalam pembuktian perkara pidana (hukum acara pidana) adalah

betujuan untuk mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran sejati atau yang

sesungguhnya, sedangkan pembuktian dalam perkara perdata (hukum acara

perdata) adalah bertujuan untuk mencari kebenaran formil, artinya hukum tidak

boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berpekara. Jadi

hakim dalam mencari kebenaran formil cukup membuktian dengan

preponderance of evidence, sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran

materil, maka peristiwanya harus terbukti beyond reasonable doubt.15

14Tolib Effendi, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana Perkembangan dan PembaharuannyaDi Indonesia, Setara Press, Malang, 2014, hlm. 172.

15Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Rangka Education, Yogyakarta, 2013,hlm. 241.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

11

Menurut J.C.T. Simorangkir, bahwa pembuktian adalah “usaha dari yang

berwenang untuk mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal- hal yang

berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan agar supaya dapat dipakai oleh

hakim sebagai bahan untuk memberikan keputusan seperti tersebut”. Menurut

Darwan, pembuktian adalah bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

terdakwalah yang dinyatakan bersalah melakukannya, sehingga harus

dipertanggungjawabkan atas segala perbuatan.16

Menurut Sudikno Mertokusumo, menggunakan istilah membuktikan,

dengan memberikan pengertian, sebagai berikut :17

1. Kata membuktikan dalam arti logis, artinya memberikan kepastian yang

bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan

adanya alat- alat bukti lain.

2. Kata membuktikan dalam arti konvensional, yaitu pembuktian yang

memberikan kepastian, hanya saja bukan kepastian mutlak melainkan

kepastian yang nisbi atau relatif, sifatnya yang mempunyai tingkatan-

tingkatan :

a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka, maka kepastian ini

bersifat intuitif dan disebut conviction intime.

b. Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, maka disebut

conviction raisonne.

16Ibid., hlm. 242.17Ibid., hlm. 243.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

12

c. Kata membuktikan dalam arti yuridis, yaitu pembuktian yang memberikan

kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa yang terjadi.

Menurut Soerjono Soekanto psikologi hukum adalah ilmu tentang

kenyataan yang menyoroti hukum sebagai perikelakuan atau sikap yang antara

lain mencakup beberapa cabang metode studi, yang berusaha mempelajari hukum

secara lebih mendalam dari berbagai sudut pandang, yaitu sosiologi hukum,

antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.

Soerjono Soekanto menyebutkan secara terperinci pentingnya psikologi

hukum bagi penegakan hukum sebagai berikut :18

1. Untuk memberikan isi atau penafsiran yang tepat pada kaidah hukum serta

pengertiannya, seperti misalnya perngertian itikad baik, itikad buruk, tidak

dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri, mempertanggung-jawabkan

perbuatan dan seterusnya.

2. Untuk menerapkan hukum, dengan mempertimbangkan keadaan psikologis

pelaku.

3. Untuk lebih menyerasikan ketertiban dengan ketenteraman yang menjadi

tujuan utama dari hukum.

4. Untuk sebanyak mungkin menghindarkan penggunaan kekerasan dalam

penegakan hukum.

5. Untuk memantapkan pelaksanaan fungsi penegakan hukum dengan cara lebih

mengenal diri atau lingkungannya.

18Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2006, hlm. 186.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

13

6. Untuk menentukan batas-batas penggunaan hukum sebagai sarana

pemeliharaan dan penciptaan kedamaian.

Farrington dan Hawkins mengemukakan bahwa psikologi hukum dapat

berfungsi dalam proses acara pidana pada tahap penyidikan maupun proses

persidangan. Psikologi berperan mengungkap latar belakang perilaku dan

tindakan individu yang disangka. Psikologi hukum diharapkan dapat mengenal

watak dan pribadi tersangka, sehingga dapat memilih teknik-teknik pendekatan

yang sesuai untuk keberhasilan penyidikan dan proses persidangan yang

berlangsung.19

Costanzo berpendapat bahwa psikologi hukum sangat luas dan beragam,

Costanzo memberikan 3 (tiga) peran yaitu :20

1. Sebagai penasihat, psikolog sebagai penasihat hakim atau pengacara dalam

proses persidangan. Diminta memberi masukan apakah seorang terdakwa atau

saksi layak diminta keterangan dalam proses persidangan.

2. Sebagai evaluator, psikolog dituntut mampu melakukan evaluasi terhadap

suatu program, apakah program itu sukses/sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan. Program-program yang berkaitan dengan intervensi psikologis

dalam rangka mengurangi perilaku kriminal atau penyimpangan, misalnya

program pencegahan remaja agar tidak terjebak penyalahgunaan narkoba.

19Djoko Prakoso, Peranan Psikologi dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 112.

20Abintoro Prakoso, Op., Cit, hlm. 74.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

14

Apakah program tersebut mampu menekan tingkat penggunaan narkoba di

kalangan remaja, untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan evaluasi.

3. Sebagai pembaharu, psikolog diharapkan lebih memiliki peran penting dalam

sistem hukum, mampu mengaplikasikan ilmunya ke tataran aplikatif, sehingga

dalam acara pidana mulai proses penangkapan, penahanan, persidangan,

pembinaan sampai dengan pemidanaan berlandaskan kajian ilmiah

(psikologis).

E. Metode Penelitian

Secara etimologis metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau

mengerjakan sesuatu, pengertian ini diambil dari istilah Yunani methodos yang

artinya “jalan menuju”. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan

titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.21

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode sistematis dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya kecuali itu

juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Sudah tentu dalam penelitian hukum,

seorang peneliti hukum dapat melakukan aktivitas-aktivitas untuk

mengungkapkan kebenaran hukum yang terencana secara metodologis, sistematis

dan konsisten atau secara kebetulan, misalnya dengan mendasarkan diri pada

21Bahder J Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 13.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

15

keadaan atau metode untung-untungnya (trial-eror) dalam aktivitas tersebut. Oleh

karena itu, kiranya tidak jarang suatu aktivitas untuk mencari “kebenaran hukum”

lebih didasarkan atas penghormatan pada suatu pendapat atau penemuan yang

telah dihasilkan oleh seseorang atau lembaga tertentu Karena otoritas atau

kewibawaan ini, sehingga melakukan pengujian terhadap temuan-temuannya.

Ataupun lebih didasarkan pada usaha-usaha yang dilakukan sekedar melalui

pengalaman-pengalaman belaka. Aktivitas yang seperti ini kerap kali

mengabaikan metode dan sistematika, di samping tidak didasarkan pada

pemikiran yang mantap dan pekerjaan yang terencana.22

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian hukum dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

empiris. Penelitian hukum empiris yaitu mengkaji pelaksanaan atau

implementasi hukum secara faktual pada peristiwa hukum tertentu yang

terjadi dalam masyarakat.23

Berbeda dengan penelitian hukum normatif, yaitu pendekatan yang

menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik

dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau

pejabat yang berwenang. Kemudian sistem normatif memandang sebagai

22H. Zainuddin Ali, M.A, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 14-15.23Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,

hlm. 136.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

16

suatu sistem bersifat mandiri, tetutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat

yang nyata.24

2. Metode Pendekatan

Pendekatan menurut Van Dyke adalah “An Approach consists of

criteria of selection-criteria employed in selecting the problems or questions

to consider and in selecting the data to bring to bear, is consists of standards

governing the inclusion of question and data”. Dari pengertian yang diberikan

oleh Van Dyke ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan merupakan

cara pandang dalam arti lebih luas. Menelaah suatu persoalan dapat dilakukan

berdasarkan atau dengan memakai sudut pandang dari berbagai cabang ilmu.25

Metode pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan kasus

(case approach). Dalam metode ini, pendekatan dipahami melalui alasan-

alasan hukum berdasarkan fakta materil dilapangan.26 Pendekatan kasus

bertujuan untuk mempelajari penerapan norma–norma atau kaidah hukum

yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang

telah diputuskan sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi

terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian, yaitu perkara

pidana.27

24Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1988, hlm. 13-14.

25Bahder J Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2012, hlm. 126-127.

26Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Predana Media Group, Jakarta, 2011, hlm. 119.27Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing,

Malang, 2006, hlm. 321.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

17

3. Sumber Data

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Diperoleh

langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan

yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data

sekunder.28

Sumber data yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum ini,

yaitu menggunakan data primer sebagai sumber data utama dan sumber data

sekunder sebagai data pendukung. Sumber data primer data yang bersumber

dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama di lapangan yaitu dari wawancara dengan para informan dan

responden.29 Data sekunder, yaitu pustaka yang mencakup dokumen-dokumen

resmi, buku-buku perpustakaan, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah,

artikel-artikel, serta dokumen yang berkaitan dengan materi penelitian.30

Bahan hukum sekunder tersebut mencakup tiga bagian yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

peraturan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum

28Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 12.

29Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press,Jakarta, 2012, hlm. 30.

30Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op,.Cit., hlm. 13.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

18

Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 Pengujian

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,

Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Kode

Etik Psikologi Indonesia HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia), dan

Surat Edaran No : 003/SE/PP-HIMPSI/X/16 tentang Keterlibatan Psikolog

dan Ilmuwan Psikologi Sebagai Ahli dalam Proses Penegakan Hukum

serta peraturan perundang-undangan lainnya yang dapat mendukung

dalam penelitain ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai

hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,

hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, contohnya

adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga

teknik yaitu :

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

19

a. Teknik Observasi

Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting kegiatan yang

terjadi, orang-orang yang terlibat dalam kegiatan, waktu kegiatan dan

makna kejadian. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus teliti tanpa harus

dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan. Observasi yang digunakan

adalah observasi langsung. Observasi langsung nantinya akan dilakukan di

Pengadilan Negeri Sungailiat, Kejaksaan Negeri Bangka, Kepolisian

Resor Bangka Sektor Sungailiat, Rumah Sakit Jiwa Daerah, Law Firm

Budiyono & Associates, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga

Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Dan Perlindungan Anak

(DP2KBP3A), Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), Yayasan Nur

Dewi Lestari.

b. Wawancara

Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. Selain itu

wawancara juga merupakan teknik pengumpulan data primer yang

dilakukan menggunakan alat rekam dan tulis.31 Pihak-pihak yang

diwawancara dalam penelitian ini adalah Joni Mauluddin S.H. (hakim),

Pratama Hadi Karsono S.H. (jaksa), Rizal Mustaktim (polisi),

Budiyono S.H. (kuasa hukum korban), Sefrita Danur S.Psi., M.Psi. (ahli

psikolog), Nurmala Dewi Hernawati (Ketua Lembaga Swadaya

31Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 26.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - repository.ubb.ac.idrepository.ubb.ac.id/3266/2/BAB I.pdf10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia

20

Masyarakat), Tri Murtini S.Pd., dan Yuli Sistriani S.Pd. (Komisioner

KPAD), Mawarti Purnama S.Mn. (Kasi Kelembagaan dan Penyedia

Layanan Perlindungan Anak DP2KBP3A).

c. Studi Pustaka

Studi pustaka, kegiatan untuk menghimpun informasi yang relevan

dengan topik atau masalah yang menjadi obyek penelitian. Informasi

tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, disertasi,

ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lain. Dengan melakukan studi

pustaka, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-

pemikiran yang relevan dengan penelitian.

5. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, data diolah dengan analisis kualitatif yakni

melakukan analisis-analisis dan menginterpretasikan data yang diperoleh

kemudian merumuskan hipotesa-hipotesa (pertanyaan-pertanyaan).32

32Ibid., hlm. 28.