bab i pendahuluan -...

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan salah satu turunan lemak. Bila kadar kolesterol dalam tubuh cukup, maka zat ini sangat berguna bagi tubuh untuk menjalankan fungsi beberapa organ tubuh seperti empedu, hormon, dan menggerakkan fungsi beberapa bahan makanan. Kolesterol dalam plasma terikat dengan protein dan lipid-lipid lain yang disebut dengan lipoprotein plasma, contohnya kilomikron, HDL, LDL, VLDL dan FFA. Kolesterol dalam tubuh berasal dari makanan (eksogen) dan disintesis oleh tubuh (endogen) (Fatma, 2010). Kolesterol total dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu kolesterol HDL ( high density lipoprotein) yang merupakan “kolesterol baik” karena kemampuannya untuk membersihkan arteri, dan kolesterol LDL (low density lipoprotein) atau “kolesterol jahat” yang membuat endapan dan menyumbat arteri. Fungsi utama LDL mengangkut kolesterol ke jaringan yang memerlukannya untuk membran sel dan sintesis metabolit (Mary, 2009). Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tercatat 4,4 juta kematian akibat hiperkolesterolemia atau sebesar 7,9% dari jumlah total kematian di usia relative muda. Bahwa kadar kolesterol darah meningkat dari 150 mg/dl menjadi 260 mg/dl, maka resiko penyakit jantung meningkat tiga kali lipat. Suatu penelitian yang dilakukan oleh klinik riset lipid di Amerika Serikat juga menemukan korelasi yang sama antara kadar kolesterol darah dan resiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke

Upload: hoangkhanh

Post on 10-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolesterol merupakan salah satu turunan lemak. Bila kadar kolesterol

dalam tubuh cukup, maka zat ini sangat berguna bagi tubuh untuk menjalankan

fungsi beberapa organ tubuh seperti empedu, hormon, dan menggerakkan

fungsi beberapa bahan makanan. Kolesterol dalam plasma terikat dengan

protein dan lipid-lipid lain yang disebut dengan lipoprotein plasma, contohnya

kilomikron, HDL, LDL, VLDL dan FFA. Kolesterol dalam tubuh berasal dari

makanan (eksogen) dan disintesis oleh tubuh (endogen) (Fatma, 2010).

Kolesterol total dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu kolesterol HDL (high

density lipoprotein) yang merupakan “kolesterol baik” karena kemampuannya

untuk membersihkan arteri, dan kolesterol LDL (low density lipoprotein) atau

“kolesterol jahat” yang membuat endapan dan menyumbat arteri. Fungsi

utama LDL mengangkut kolesterol ke jaringan yang memerlukannya untuk

membran sel dan sintesis metabolit (Mary, 2009).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tercatat 4,4 juta

kematian akibat hiperkolesterolemia atau sebesar 7,9% dari jumlah total

kematian di usia relative muda. Bahwa kadar kolesterol darah meningkat dari

150 mg/dl menjadi 260 mg/dl, maka resiko penyakit jantung meningkat tiga

kali lipat. Suatu penelitian yang dilakukan oleh klinik riset lipid di Amerika

Serikat juga menemukan korelasi yang sama antara kadar kolesterol darah dan

resiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke

(WHO, 2008). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 7 juta

orang meninggal akibat penyakit jantung koroner (PJK) di seluruh dunia pada

tahun 2002. Angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun

2020. Di Indonesia, kematian akibat PJK mencapai 26% dari angka kematian

total. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN),

mengungkapkan bahwa dalam 10 tahun terakhir angka kematian akibat PJK

cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan dari rumah sakit

daerah Jawa Tengah , kasus tertinggi penyakit Jantung Koroner terdapat di kota

Semarang, yaitu sebesar 4.784 kasus. Data di RSUD Tugurejo Semarang, pada

tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah penderita Penyakit Jantung Koroner

adalah 1.716 orang dan jumlah penderita PJK pada bulan Januari sampai

Februari 2013 adalah 205 orang, sehingga prosentasenya sekitar 74% dalam

Arsip Rekam Medik 2011 (Septianggi, Mulyati & Sulistya, 2013).

Hiperlipidemia merupakan masalah global yang banyak menjadi

sorotan di masyarakat. Salah satu konsekuensi hiperlipidemia yang paling

penting adalah peningkatan kolesterol serum yang merupakan faktor

predisposisi terjadinya atreloklesrosis yang selanjutnya dapat menyebabkan

penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian baik di

Negara maju maupun Negara berkembang. Tujuh belas juta orang di dunia

meninggal karena penyakit kardiovakular pada tahun 2005. Delapan puluh

persen dari angka kematian ini terjadi di Negara berkembang, apabila masalah

ini tidak segera diambil tindakan yang benar, maka mulai tahun 2015

diperkirakan 20 juta orang setiap tahun akan meninggal karena penyakit

kardiovaskular (WHO, 2011).

Prevalensi hiperlipidemia di seluruh dunia sangatlah tinggi, baik pada

pria maupun wanita. Data penelitian di Beijing tahun 2006 menunjukkan

bahwa sekitar 56% dari penduduk usia ≥45 tahun menderita hiperlipidemia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Katamso terhadap 656 responden yang

dilakukan di empat kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan

Padang) didapatkan keadaan paling banyak di kota Padang dan Jakarta sebesar

>56%, diikuti dengan kota Bandung sebesar 52,2% dan Yogyakarta sebesar

27,7% (Ardanan, Kaligis & Mewo, 2011) .

Hiperlipidemia adalah peningkatan lipid atau lemak dalam darah. Salah

satunya adalah lemak jenuh. Lemak jenuh adalah lemak yang dalam struktur

kimianya mengandung asam lemak jenuh. Konsumsi lemak jenis ini dalam

jumlah berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah dan

trigliserida yang merupakan komponen-komponen lemak di dalam darah yang

berbahaya bagi kesehatan. Bahan makanan yang banyak mengandung lemak

jenuh adalah lemak hewan, lemak susu, mentega, keju cream, santan, minyak

kelapa, margarin, kue-kue yang terbuat dari bahan tersebut (Fatma, 2010). Para

dokter ahli penyakit jantung merekomendasikan konsumsi minyak atau lemak

dibatasi maksimum 30% dari total kalori yang dikonsumsi per hari, dari 30%

makan tersebut disarankan 10% merupakan asam lemak jenuh (saturated fatty

acid), 10% merupakan lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh tunggal

(monounsaturated fatty acid) dan 10% lainnya mengandung asam lemak tidak jenuh

jamak (polyunsaturated fatty acid) (Muchtadin, 2009). Tingginya prevalensi PJK di

Indonesia ternyata dibarengi dengan tingginya konsumsi asam lemak jenuh.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Sartika tahun 2009, bahwa konsumsi

rata-rata asam lemak jenuh di indonseia sebesar 15.54% dari total energi yang

dikonsumsi. Berdasarkan penelitian Aurthor tahun 2011 dalam jurnal Yusuf,

Sirajuddin dan Najamuddin, menyatakan bahwa rata-rata konsumsi asam

lemak jenuh masyrakat Indonesia adalah 38,1 g/kapita/ hari atau 18,3% yang

berarti menglami peningkatan dibandingkan sebelumnya (Yusuf, Sirajuddin &

Najamuddin, 2013).

World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa Penyakit

Tidak Menular (PTM) berkontribusi sebesar 56% dari semua kematian dan

44% dari beban penyakit pada negara-negara yang ada di Asia Tenggara. Faktor

risiko utama yang menyebabkan terjadinya PTM tersebut adalah hipertensi,

obesitas dan lemak darah yang tidak normal. Perilaku berisiko yang sangat

berpengaruh terhadap faktor risiko tersebut antara lain, pola makan yang tidak

sehat dan fisik yang tidak aktif (Balitbangkes, 2008). Perubahan dalam gaya

hidup yang tidak sehat terutama di perkotaan. Salah satunya perubahan pola

makan. Perubahan dari pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat

kompleks, tinggi serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang

rendah karbohidrat kompleks, refined karbohidrat dan tinggi lemak sehingga

menggeser mutu makanan ke arah yang tidak seimbang. Perubahan gaya hidup

pada golongan tertentu menyebabkan masalah gizi lebih berupa kegemukan

dan obesitas (Almatsier, 2009).

Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak di bawah kulit yang

berlebihan. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan

adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria (Fatma, 2010). Pola

penyebaran lemak tubuh pada pria biasanya di sekitar perut (obesitas sentral).

Menurut berbagai penelitian, obesitas sentral dapat diartikan sebagai suatu

kondisi kronis yang ditandai oleh kelebihan lemak tubuh disertai penumpukan

lemak viseral di perut (Jeffrey, 2009).

Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada

tahap transisi anatara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja

menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun

2010, batasan usia remaja adalah antara 10-19 tahun dan belum menikah. Masa

remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan

menentukan pada periode perkembangan berikutnya. Remaja yang mengalami

obesitas, kelak pada masa dewasa cendrung obesitas. Hal ini telah dibuktikan

bahwa insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda

dalam kurun waktu meningkat yaitu 10,9% menjadi 22,1%. Pada jurnal

Pengaruh Komposis Asupan Makanan terhadap Komponen Sindrom

Metabolik pada Remaja, melaporkan bahwa 50% wanita dewasa dengan

obesitas memiliki riwayat obesitas menjelang massa puberitas (Sargowo &

Andarini, 2011). Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdes) tahun 2010 menunjukkan prevalensi obesitas pada remaja usia 13-

15 tahun yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 2,9% dan perempuan 2,0 %

sedangkan untuk usia 16-18 tahun masing-masing sebesar 1,3% dan 1,5%

(Surentu, Tiho, & Mewo, 2013). Obesitas pada remaja penting untuk

diperhatikan karena remaja yang mengalami obesitas berpeluang 80%

mengalami obesitas pada usia dewasa. Remaja yang mengalami obesitas

sepanjang hidupnya lebih beresiko untuk menglami permasalahan pada

kesehatannnya seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan beberapa jenis

kanker. Obesitas juga dapat menyebabkan permasalah psikologis dan sosial

karena lebih sering ditolak oleh rekan-rekan mereka serta dikucilkan karena

berat badan mereka (Suryaputra & Nadhiroh, 2012). Selain itu dalam jurnal

Hubungan Obesitas dengan Kadar LDL dan HDL pada Mahasiswa,

menyatakan bahwa obesitas pada usia remaja berhubungan dengan

peningkatan resiko kejadian penyakit jantung koroner, hipertensi,

hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan gangguan metabolik. Hasil dari

jurnal didapatkan hubungan yang bermakna antara obeistas dengan kadar HDL

dan LDL (Ercho, Berawi & Susantiningsih, 2013).

Pada tahun-tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa distribusi

jaringan lemak berpengaruh pada tingginya risiko PJK. Risiko penyakit jantung

dan penyakit metabolik lain yang dikenal dengan sindrom metabolik sangat

berhubungan dengan obesitas sentral/android/ visceral/upper body obesity

dibandingkan dengan obesitas ginoid/lower body obesity. Pada suatu penelitian di

U.S. Department of Agriculture (USDA) dan U.S. Department of Health and Human

Services (USDHHS) tahun 2010, menyatakan bahwa konsumsi lemak jenuh

yang berlebihan dapat meningkatkan LDL kolesterol yang akan berikatan

dengan lipoprotein. LDL kolesterol adalah salah satu penyebab resiko penyakit

kardiovaskular (Hoenselaar, 2012).

Berdasarkan latar masalah dan fenomena yang terjadi maka penulis

termotivasi untuk meneliti Hubungan Pola Konsumsi Lemak Jenuh dan

Obesitas Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total. Hasil survei awal yang telah

dilakukan menemukan bahwa mahasiswa banyak melakukan sedikit aktivitas

berat di luar ruangan dan lebih sering melakukan aktivitas ringan seperti

mengerjakan tugas dan duduk di depan laptop sehingga dapat memiliki resiko

penumpukan lemak yang tidak diubah menjadi energi. Pola konsumsi

mahasiswa yang terlalu sering mengkonsumsi lemak jenuh seperti telur, daging,

ayam dan jeroan serta makanan yang merupakan produksi hewani juga

berperan penting dalam meningkatkan kadar kolesterol dalam darah dan hal ini

dapat terjadi pada mahasiswa karena keterbatasan waktu untuk mengelola

makanan sendiri di rumah. Di Malang, terutama Universitas Muhammadiyah

Malang penelitian tentang lemak terhadap kejadian hiperkolesterolemia belum

banyak, sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut apakah

ada Hubungan Pola Konsumsi Lemak Jenuh dan Obesitas Sentral terhadap

kejadian peningkatan Kadar Kolesterol Total.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana Hubungan Pola

Konsumsi Lemak Jenuh dan Obesitas Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total

Studi Pada Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan Hubungan Pola Konsumsi Lemak Jenuh dan Obesitas

Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi gambaran kadar kolestrol total

1.3.2.2 Mendeskripsikan pola konsumsi lemak jenuh

1.3.2.3 Mengidentifikasi gambaran obesitas sentaral

1.3.2.4 Menganalisis hubungan antara pola konsumsi lemak jenuh dan

obesitas sentral terhadap kadar kolesterol total

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian dapat menjelaskan Hubungan Pola Konsumsi Lemak

Jenuh dan Obesitas Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total. Penelitian

ini dapat juga dimanfaatkan sebagai pedoman dalam melakukan

penelitian-penelitian tentang Pola Konsumsi Lemak Jenuh dan

Obesitas Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total selanjutnya.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan masukan yang

bermanfaat bagi Sekolah Menengah Atas dan instansi terkait untuk

dijadikan dasar dalam menjaga derajat kesehatan. Serta sebagai acuan

untuk meningkatkan kurikulum terutama dalam ilmu kesehatan.

1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya

Menambah pengetahuan peneliti terkait Hubungan Pola Konsumsi

Lemak Jenuh dan Obesitas Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total

sehingga bisa digunakan sebagai acuan dalam pengembangan keilmuan

khususnya ilmu Keperawatan Medikal Bedah.

1.4.4 Bagi institusi pelayanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan data

tentang kadar kolesterol dalam darah pada orang dewasa. Sehingga

perawat dilayanan dapat meningkatkan mutu pelayanan yang

berkualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita

kolesterol.

1.4.5 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah

pengetahuan kepada masyarakat khususnya penderita kolesterol

tentang bahayanya mengkonsumsi lemak jenuh secara berlebihan serta

bahayanya memiliki obesitas sentaral. Manfaatnya masyarakat akan

terhindar dari penyakit jantung yang berbahaya.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Lilik hidayanti dan Andik

Setiyono tahun 2012 dengan judul Hubungan Konsumsi Lemak Jenuh dan

Obesitas Sentral terhadap Kadar Kolesterol Total pada Dosen Universitas

Siliwingi Tasikmalaya (Studi Kasus di Universitas Siliwangi Tasikmalaya).

Penelitian tersebut menggunakan desain cross sectional. Sampel diambil secara

acak (random Sampling) dengan sample berjumlah 64 orang Dosen dan

Karyawan Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Hasil penelitian di atas malaporkan bahwa analisis yang dilakukan yaitu

analissis univariat mengguanakan distribusi frekuensi dan analisis bivariate

menggunakan uji chi-square. Dengan hasil menunjukkan rata-rata usia

responden 49,27 tahun, responden laki-laki berjumlah 35 orang dan

perempuan 29 orang, rata-rata responden sering mengkonsumsi makanan

lemak jenuh 56,3% paling sering adalah konsumsi jeroan 95,3% dan telur ayam

90,6% yang mengalami obesitas sentral 37,5%, rata-rata kadar kolesterol total

responden tinggi 53,12%. Analisis menggunakan chi square menunjukkan

bahwa ada hubungan antara konsumsi lemak jenuh dengan kolesterol total

dengan nilai p <0,05 (P=0,23). Ada hubungan antara obesitas sentral dengan

kolesterol total dengan nilai p <0,05 (P=0,39). Hasil Uji Parsial menunjukkan

bahwa ada hubunngan antara kebiasaan konsumsi lemak jenuh dengan kadar

kolesterol total setelah variabel kebiasaan olahraga dianggap konstan

(P=0,016), serta ada hubungan antara obesitas sentral dengan kadar kolesterol

total setelah variabel kebiasaan olahraga dianggap konstan (P=0,011).

Disarankan pada responden untuk mengontrol pola makan yang dan

melakukan pemeriksaan kolesterol darah setiap 6 bulan sekali, dengan disertai

melakukan olahraga rutin tiap 3 kali atau lebih per minggu dengan durasi waktu

lebih dari 30 menit.

Penelitian kedua selanjutnya yang dilakukan oleh Vera Harikedua dan

Naomi Tando tahun 2012 dengan judul Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan

Obesitas Sentral pada Tokoh Agama di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.

Penelitian dilaksanakan pada bulan desember 2010 sampai dengan Febuari

2011. Penelitian tersebut menggunakan desain cross sectional. Sample diambil

berdasarkan sistematik random sampling sebanyak 147 orang.

Hasil penelitian diatas melaporkan bahwa prevalensi obesitas sentral

pada tokoh agama di kota Manado dalam penelitian ini adalah 67,34%. Hasil

analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

karakteristik subjek penelitian (jenis kelamin dan tingkat pendidikan) dengan

obesitas sentral. Asupan makanan beresiko mempunyai hubungan yang sangat

bermakna dengan terjadinya obesitas sentral p<0,01 terutama pada asupan

protein yang tertinggi (RP) = 13,2 (Cl 95% 4,81-36,32), selanjutnya 8.42 kali

pada asupan tinggi lemak, 2.71 kali pada asupan rendah kalium, 2.69 kali pada

asupan tinggi karbohidrat sederhana, 2.62 kali pada asupan tinggi natrium dan

2.74 pada asupan rendah serat. Terjadinya obesitas sentral lebih banyak 13.2

kali lebih besar ditemukan pada subjek dengan asupan makanan tinggi protein

dibandingkan dengan asupan makanan beresiko lainnya.

Penelitian ketiga selanjutnya dilakukan oleh Sufiati Bintanah dan

Muryati pada tahun 2010. Dengan judul Hubungan Konsumsi Lemak dengan

Kejadian Hiperkolesterolemia pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Jantung

Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini

dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol, dengan perbandingan

kasus dan control. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan

di poliklinik Jantung RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Pengambilan

sampel dilakukan secara quota sampling yaitu pengambilan sampel secara

berjatah. Jumlah sampel kasus sebanyak 17 orang, dan jumlah sampel kontrol

sebanyak 17 orang.

Hasil dikategorikan kedalam baik dan kurang, baik jika konsumsi lemak

<25% dari konsumsi energi total per hari dan kurang jika konsumsi lemak 25

% dari konsumsi energi total per hari, kemudian dibuat table distribusi

frekuensinya. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji Person Chi

Square, yaitu dengan tingkat kepercayaan 95 % dan dengan melihat besarnya p-

value. Apabila p-value lebih kecil dari (alpha) atau kurang dari 0,05 berarti

hubungan tersebut bermakna secara statistik. Berdasarkan derajat hubungan

atau kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibanding kelompok

yang lain. Dilakukan dengan menggunakan Odd Ratio. Hasil yang diperoleh dari

penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara konsumsi lemak dengan

kejadian Hiperkolesterolemia ( p-value = 0,016 ). Dengan Odd Ratio diperoleh

nilai sebesar 5,95 yang berarti konsumsi lemak sampel yang tinggi (25% energi

total) mempunyai kecenderungan terkena Hiperkolesterolemia sebesar 5,95

kali dibandingkan dengan konsumsi lemak yang rendah ( < 25 % energi total).

Menurut hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar (76,5 %) sampel

mempunyai asupan lemak tinggi ( lebih besar dari anjuran ), sedangkan pada

sampel kontrol hanya terdapat 6 orang (35,3%), yang sebagian besar berasal

dari lemak jenuh yang dikonsumsi oleh sampel. Jenis lemak jenuh yang

dikonsumsi antara lain yaitu minyak kelapa, kelapa, santan kental, daging

berlemak dan jeroan. Hal tersebut diduga disebabkan ada hubungan antara

konsumsi lemak dengan kejadian hiperkolesterolemia.