bab i pendahuluan -...

21
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pusat dari berjalannya roda pemerintahan negara Indonesia dan juga pusat dari segala aktivitas di sektor – sektor utama bidang kehidupan yang ada di negara ini. Tercatat pula pada sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Pulau Jawa mencapai 136.610.598 jiwa yang terdiri dari 6 provinsi di dalamnya. Jumlah tersebut ebih dari 50% dari total seluruh jumlah penduduk yang ada di Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa (www.bps.go.id, diakses pada tanggal 10 Januari 2013). Jumlah penduduk ini juga dapat dikatakan terpadat di Indonesia, mengingat Pulau Jawa merupakan pulau terkecil dari gugusan pulau – pulau besar yang ada di Indonesia, seperti Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi serta Pulau Maluku dan Pulau Irian Jaya. Seiring dengan makin besarnya pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu yang menyebabkan tingginya tingkat kepadatan penduduk di Indonesia serta pengaruh perkembangan zaman dan teknologi, jumlah kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang lalu lalang di jalan – jalan Indonesia juga makin bertambah banyak saja. Kendaraan - kendaraan yang lalu lalang di jalan - jalan tersebut, baik itu kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum merupakan sarana transportasi yang dipergunakan manusia untuk mempermudah manusia berhubungan dan melakukan proses interaksi serta mobilisasi dari suatu tempat satu ke suatu tempat yang lainnya. Permasalahan kepadatan penduduk yang tinggi dan makin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor seperti telah disebutkan di atas terjadi di hampir seluruh wilayah negara Indonesia, terutama di provinsi dan kota besar yang ada di Pulau Jawa. Salah satu provinsi sekaligus kota besar yang ada di Pulau Jawa ialah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di Yogyakarta sendiri terdapat jumlah penduduk yang cukup banyak dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi serta kepemilikan kendaraan bermotor, khususnya kendaraan bermotor pribadi yang cukup banyak jumlahnya. Pada tahun 2011 silam saja jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta dengan plat nomor AB berjumlah sekitar 1.210.250 kendaraan (www.ntmc-korlantaspolri.com, Jumlah Kendaraan Bermotor di Yogyakarta Meningkat, diakses pada tanggal 10 Januari 2013) dari keseluruhan jumlah penduduk yang

Upload: dinhdan

Post on 09-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pusat dari berjalannya roda pemerintahan negara Indonesia dan

juga pusat dari segala aktivitas di sektor – sektor utama bidang kehidupan yang ada di negara ini.

Tercatat pula pada sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Pulau Jawa mencapai

136.610.598 jiwa yang terdiri dari 6 provinsi di dalamnya. Jumlah tersebut ebih dari 50% dari

total seluruh jumlah penduduk yang ada di Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa

(www.bps.go.id, diakses pada tanggal 10 Januari 2013). Jumlah penduduk ini juga dapat

dikatakan terpadat di Indonesia, mengingat Pulau Jawa merupakan pulau terkecil dari gugusan

pulau – pulau besar yang ada di Indonesia, seperti Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau

Sulawesi serta Pulau Maluku dan Pulau Irian Jaya.

Seiring dengan makin besarnya pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu yang

menyebabkan tingginya tingkat kepadatan penduduk di Indonesia serta pengaruh perkembangan

zaman dan teknologi, jumlah kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang lalu lalang di

jalan – jalan Indonesia juga makin bertambah banyak saja. Kendaraan - kendaraan yang lalu

lalang di jalan - jalan tersebut, baik itu kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum

merupakan sarana transportasi yang dipergunakan manusia untuk mempermudah manusia

berhubungan dan melakukan proses interaksi serta mobilisasi dari suatu tempat satu ke suatu

tempat yang lainnya. Permasalahan kepadatan penduduk yang tinggi dan makin bertambahnya

jumlah kendaraan bermotor seperti telah disebutkan di atas terjadi di hampir seluruh wilayah

negara Indonesia, terutama di provinsi dan kota besar yang ada di Pulau Jawa.

Salah satu provinsi sekaligus kota besar yang ada di Pulau Jawa ialah Daerah Istimewa

Yogyakarta. Di Yogyakarta sendiri terdapat jumlah penduduk yang cukup banyak dengan

kepadatan penduduk yang cukup tinggi serta kepemilikan kendaraan bermotor, khususnya

kendaraan bermotor pribadi yang cukup banyak jumlahnya. Pada tahun 2011 silam saja jumlah

kendaraan bermotor di Yogyakarta dengan plat nomor AB berjumlah sekitar 1.210.250

kendaraan (www.ntmc-korlantaspolri.com, Jumlah Kendaraan Bermotor di Yogyakarta

Meningkat, diakses pada tanggal 10 Januari 2013) dari keseluruhan jumlah penduduk yang

berkisar 3.457.491 jiwa (www.bps.go.id, diakses pada tanggal 10 Januari 2013). Hal itu dapat

dilihat dari banyaknya kendaraan - kendaraan yang lalu-lalang di berbagai sudut kota dan ruas

jalanan yang ada di Yogyakarta, baik itu di pusat kotamadya maupun kabupaten – kabupaten

yang berada disekelilingnya. Hampir sering terjadi penumpukan jumlah pengguna kendaraan

bermotor pribadi yang memadati tiap sudut kota dan ruas jalanan yang ada, terutama pada saat

akhir pekan, hari besar/libur nasional serta pada saat masa liburan sekolah dan kuliah. Apalagi

Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata dengan berbagai ci

khas budaya dan peninggalan bersejarahnya yang cukup tersohor bagi wisatawan yang

berkunjung, baik itu lokal maupun mancanegara.

Salah satu wilayah dan jalanan yang paling padat dilalui oleh pengguna kendaraan

bermotor ialah Malioboro, karena wilayah tersebut bisa dikatakan sebagai ikon dari Daerah

Istimewa Yogyakarta. Selain Malioboro yang merupakan ikon Yogyakarta, masih terdapat

sekitar 21 titik rawan macet yang berada di Yogyakarta, yang terdiri dari 9 titik di Sleman (Jalan

Solo depan Ambarukmo Plaza, Perempatan Kentungan Ringroad Utara, Perempatan Condong

Catur Ringroad Utara, Perempatan Monumen Yogya Kembali Ringroad Utara, Candi Prambanan

Jalan Solo, Pasar Prambanan Jalan Solo, Pasar Tumpah Gamping, dan Jalan Kaliurang), 7 titik di

Kota Yogyakarta (Jalan Malioboro, Jalan P. Mangkubumi, Jalan P. Senopati, Jalan Kebon Raya,

Jalan Laksda Adisucipto Km. 1, Jalan AM. Sangaji Km. 1, Jalan P. Diponegoro, dan Jalan

Magelang Km. 1), 3 titik di Bantul (Perempatan Gondowulung, Srandakan, dan Jalan

Parangtritis), 1 titik di Kulonprogo (Simpang lima Karang Nongko), dan 1 titik di Gunungkidul

(Pertigaan Pantai Baron) (http://.jogja.okezone.com, 21 Titik Rawan Macet Jogja, diakses pada

10 januari 2013).

Akan tetapi selain sejumlah titik yang disebutkan di atas, lokasi yang belakangan ini yang

tidak kalah ramai dan padat dikunjungi adalah kawasan Seturan, yang juga merupakan pusat

aktivitas masyarakat Yogyakarta yang tinggal di Kabupaten Sleman. Kawasan Seturan

merupakan salah satu kawasan strategis yang menjadi tujuan menghabiskan waktu luang yang

cukup terkenal bagi masyarakat Yogyakarta, maupun masyarakat dari daerah lain di sekitar

Yogyakarta, khususnya Kabupaten Sleman itu sendiri. Banyak pengunjung yang singgah di

kawasan ini karena kawasan Seturan sendiri belakangan ini mulai dikenal cukup pesat dan

memang pembangunannya ditata sebagai pusat belanja dan hiburan masyarakat Sleman serta

dapat pula dikatakan sebagai ikon dari Kabupaten Sleman di sisi selatan-timur yang memang

letaknya cukup berdekatan dengan jalur lintas provinsi.

Selain banyak pengunjung dari masyarakat yang tinggal di Kabupaten Sleman, banyak

pula masyarakat yang berasal dari luar Kabupaten Sleman memanfaatkan kawasan Seturan

untuk sekedar berkumpul, berbelanja serta bersantai maupun berolahraga bersama keluarga dan

kerabat. Bukan hanya remaja saja, namun banyak pula orang tua beserta anak – anaknya

menghabiskan waktu di kawasan Seturan yang memang sudah cukup terkenal belakangan ini.

Hal itu sekiranya sangatlah wajar bila melihat perubahan yang ada dari waktu ke waktu di

kawasan ini, dimana sampai pada saat ini terdapat berbagai macam fasilitas penunjang seperti

hotel dan apartemen, rumah makan dan warung tenda serta kafe maupun restoran, lokasi hiburan

karaoke dan hiburan malam, pusat perbelanjaan dan pertokoan hingga pusat olahraga dan

kebugaran ada di kawasan ini (www.tribunjogja.com, Kawasan Seturan dan Babarsari Makin

Ruwet, diakses pada tanggal 10 Januari 2013). Maka tak jarang kawasan yang memang

dibangun dan dikembangkan sebagai pusat roda kegiatan dan aktivitas ekonomi terpadu ini

dijuluki sebagai kawasan “One Stop Shopping”, atau kawasan belanja dan hiburan ini bagi

sebagian besar orang yang pernah mengunjunginya.

Apabila ditinjau lebih mendalam, sebagian besar pengunjung yang datang mengunjungi

kawasan Seturan tersebut biasanya menggunakan kendaraan bermotor pribadi untuk sampai ke

lokasi tersebut baik itu kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, pertambahan penduduk yang semakin banyak juga menuntut adanya

perubahan dan perkembangan bidang transportasi ke arah lebih baik yang menyebabkan mulai

bermunculannya banyak kendaraan bermotor pada saat ini. Dengan adanya banyak pengguna

kendaraan bermotor pribadi di kawasan tersebut, tentulah diperlukan petugas untuk mengatur

ketertiban dan keamanan kendaraan bermotor yang digunakan oleh para pengunjung kawasan

Seturan demi terciptanya kenyamanan bersama. Tidak dapat dipungkiri, kawasan tersebut selain

padat pengunjung, juga banyak pengguna jalan yang berlalu-lalang menggunakan kendaraan

bermotor pribadinya di beberapa titik – titik tertentu di kawasan Seturan yang menambah

padatnya kawasan tersebut. Ironisnya, perkembangan dan kelengkapan fasilitas yang ada di

kawasan pusat belanja dan hiburan ini belum diimbangi dengan ketersediaan rambu lalu lintas

yang memadai, baik itu berupa traffic light, zebra cross, cermin cembung maupun rambu batas

kecepatan (www.tribunjogja.com, Kawasan Seturan dan Babarsari Makin Ruwet, diakses pada

tanggal 10 Januari 2013) pada waktu serta jam tertentu pula, yang sebagian besar adalah ketika

memasuki malam hari, terutama pada akhir pekan dan hari libur nasional.

Dengan adanya berbagai fakta yang telah dijelaskan di atas, maka di sinilah peran dan

jasa dari juru parkir yang tersedia serta bentuk pola pelayanan perparkiran terpadu yang

melibatkan juru parkir itu sendiri beserta pemilik lahan usaha serta penguasa lokal di bawah

naungan dinas pemertintah terkait yang di kawasan tersebut dapat dilihat dalam memberikan

pelayanan maksimal pada pengunjung yang datang. Peran dan jasa juru parkir yang ada di

kawasan belanja dan hiburan Seturan sangatlah diperlukan guna memberikan rasa aman dan

nyaman kepada para pengunjung ketika meninggalkan kendaraan bermotornya di lahan parkir

yang telah disediakan maupun di sekitaran bahu jalan. Selain itu peran dan jasa juru parkir dapat

dilihat dalam tugasnya menciptakan ketertiban dengan menata kendaraan secara rapi sedemikian

rupa di lahan parkir serta bahu jalan yang ada, sehingga kendaraan – kendaraan yang ada tidak

terkesan berantakan dan mengganggu pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut.

Akan tetapi tidak selamanya peran yang seharusnya dilakukan oleh juru parkir

berbanding lurus dengan kenyataan yang terjadi di lapangan dan seringkali menimbulkan

sejumlah permasalahan Permasalahan yang paling kerap muncul adalah masalah tanggungjawab

juru parkir terhadap pengunjung sebagai pengguna layanan parkir. Tidak jarang ditemui juru

parkir yang hanya menerima uang retribusi parkir namun tidak memberikan pelayanan secara

maksimal dengan tidak membantu pengguna layanan parkir menata kendaraan dengan rapi serta

tidak membantu pengguna layanan parkir mengeluarkan kendaraan dari lahan parkir. Tentu saja

pelayanan yang tidak maksimal ini juga akan berimbas kepada tersendatnya arus lalu lintas yang

bisa menimbulkan kemacetan, karena seperti telah dijelaskan kawasan Seturan merupakan

kawasan padat penduduk dan padat lalu lintas. Bahkan terkait pelayanan juru parkir yang tidak

maksimal, sempat ditemui beberapa kasus pencurian helm dan kendaraan bermotor yang tentu

saja menimbulkan kekhawatiran pengunjung ketika meninggalkan kendaraan bermotornya dalam

waktu tertentu.

Seiring waktu pula, jumlah juru parkir yang ada di kawasan Seturan terus bertambah

menjadi semakin banyak. Keberadaan juru parkir resmi mulai mendapatkan saingan dari juru

parkir yang dikatakan tidak resmi di kawasan tersebut. Di sinilah mulai muncul sejumlah

persoalan yang biasanya melibatkan juru parkir itu sendiri serta pemilik lahan usaha secara tidak

langsung. Permasalahan yang kerap kali muncul seiring dengan hal tersebut adalah terjadinya

ketidakmerataan pembagian wilayah kerja juru parkir dengan lahan yang tersedia. Ada lahan luas

dengan banyak jumlah kendaraan bermotor yang parkir di lahan tersebut, namun justru tidak

satupun di temui juru parkir yang bertugas. Sebaliknya ada lahan sempit dan sedikit jumlah

kendaraan bermotor yang parkir di lahan tersebut, justru ditemui banyak juru parkir yang

bertugas. Lahan kosong yang tidak dimanfaatkan oleh juru parkir sebagai lokasi lahan parkir

juga menimbulkan masalah berupa makin banyaknya juru parkir tidak resmi yang

memanfaatkannya sebagai lahan usaha. Tanpa adanya pengawasan yang ketat dari pihak yang

terkait, tentu saja juru parkir tidak resmi ini dapat bebas beroperasi dan dapat menimbulkan

kekhawatiran bagi para pengunjung, karena juru parkir liar identik dengan pelayanan yang

seadanya dan hanya mementingkan keuntungan semata tanpa mempedulikan kenyamanan dan

keamanan kendaraan bermotor yang di parkir di lahan kosong tersebut.

Bukan hanya permasalahan ketidakmerataan pembagian wilayah kerja dan lahan kosong

seperti di atas, penempatan juru parkir juga dirasa tidak sesuai dengan tingkat keamanan dan

kenyamanan pengunjung. Biasanya juru parkir ini berada di lokasi seperti apotek, ATM, maupun

pertokoan kecil dimana pengunjung masih bisa mengawasi kendaraannya sendiri dan masih bisa

mengatur kendaraannya sendiri, tanpa bantuan juru parkir. Sehingga tak jarang terjadi sedikit

keributan kecil yang melibatkan pengunjung dengan juru parkir yang ada tersebut, karena juru

parkir dianggap hanya ingin seenaknya saja melakukan tugas tanpa melihat tingkat keramaian

yang ada di suatu lokasi tertentu. Hal ini tentu semestinya mendapat sorotan lebih dari dinas

terkait maupun dari pemerintah desa terkait yang selama ini masih terkesan seperti masih kurang

peduli dengan adanya sejumlah permasalahan parkir yang terjadi di kawasan Seturan. Selain itu

pula jaringan juru parkir dan pemilik lahan usaha yang berada di kawasan Seturan semestinya

saling bahu – membahu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi ini jika ingin

keseluruhan roda kegiatan dan aktivitas yang ada di kawasan tersebut dapat selalu berjalan

dengan lancar.

Keberadaan juru parkir beserta pola pelayanan parkir yang ada sekiranya cukup menarik

untuk dikaji dan diteliti lebih dalam, karena terdapat berbagai macam pola hubungan antar aktor

yang terlibat dalam menjalankan pengelolaan di setiap sudut kawasan Seturan. Ditambah lagi

keberadaan juru parkir di kawasan tersebut yang menuai berbagai macam pandangan yang

berkembang dalam masyarakat sekitar terkait dengan jasa pelayanan yang diberikan dalam

tanggungjawabnya menciptakan keamanan dan kenyamanan bersama juga merupakan suatu

kajian yang menarik diperbincangkan, tatkala semakin pesatnya perkembangan yang terjadi

dalam setiap aspek di kawasan tersebut yang memerlukan suatu kesiapsediaan untuk

menjalankannya. Bagaimana pembagian lahan yang telah ditentukan oleh tiap – tiap jutu parkir,

bagaimana pembagian keuntungan parkir antara juru parkir dan pemilik lahan, bagaimana alur

tarif parkir yang terjadi di tingkatan dinas terkait serta pemerintah desa beserta campur tangan

penguasa lokal dan bagaimana upaya juru parkir memberikan pelayanan terbaik pada

pengunjung akan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian yang dilakukan. Maka dari itu

untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan tersebut dan berbagai macam hal yang

terkait dengan pola perparkiran, saya mengambil judul berupa “Relasi Antar Aktor dalam

Pengelolaan Jasa Pelayanan Parkir di Kawasan Belanja dan Hiburan Seturan” sebagai fokus

kajian penelitian yang utama dalam tulisan yang akan disusun ini.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan penjabaran latar belakang permasalahan yang telah diulas di

bagian sebelumnya, maka saya menyusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana bentuk dan pola interaksi yang terjadi antara juru parkir dengan pemilik dan

pengelola usaha di kawasan belanja dan hiburan Seturan terkait jasa pelayanan parkir

kepada para pengunjung di kawasan tersebut?

Bagaimana upaya yang dilakukan oleh juru parkir serta pemilik dan pengelola usaha

ketika dihadapkan dengan semakin ramai dikunjunginya kawasan belanja dan hiburan

Seturan dalam memberikan jasa pelayanan parkir kepada para pengunjung di kawasan

tersebut?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan jelas

dan sistematis. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

Mengetahui bentuk dan pola interaksi serta relasi sosial yang terjadi antara juru parkir

yang ada di kawasan belanja dan hiburan Seturan dengan pemilik dan pengelola usaha

seiring dengan makin ramai dikunjunginya kawasan tersebut yang justru terkadang

menimbulkan adanya sejumlah permasalahan bagi jasa pelayanan parkir yang ada.

Mengetahui upaya dan tindakan yang dilakukan oleh juru parkir yang ada di kawasan

belanja dan hiburan Seturan dengan pemilik dan pengelola usaha guna menyelesaikan

berbagai permasalahan perparkiran yang ada dalam rangka memberikan pelayanan yang

terbaik di kawasan tersebut.

D. Manfaat Penelitian Selain tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penjabaran di atas, ada pula manfaat dari

penelitian yang dilakukan di kawasan belanja dan hiburan Seturan, yakni sebagai berikut :

Memberikan analisis serta gambaran yang mendalam tentang kondisi sebenarnya di

kawasan belanja dan hiburan Seturan terkait dengan relasi antar aktor dalam menciptakan

pola dan sistem pelayanan perparkiran yang terpadu.

Memberikan referensi secara akademis guna penelitian selanjutnya yang akan

mengungkap relasi dan jaringan antar aktor dalam mengelola perparkiran yang ada di

kawasan tersebut.

Memberikan masukan serta gambaran mendalam pada dinas terkait untuk melakukan

penyesuaian kebijakan - kebijakan yang akan diterapkan selanjutnya, khususnya yang

menyangkut pola dan sistem pelayanan perparkiran yang ada ini dengan pertimbangan-

pertimbangan dari hasil penelitian.

E. Tinjauan Literatur Relasi beserta segala macam bentuk interaksi yang ada pastilah selalu terjadi dan tidak

pernah terlepas dari kehidupan sosial antar tiap individu dalam bermasyarakat. Dimanapun dan

kapanpun selalu akan ditemui berbagai macam interaksi dan relasi sosial yang terjadi, karena

dengan begitu setiap individu maupun kelompok yang saling berkaitan dapat mencapai suatu

tujuan yang diinginkan bersama serta mewujudkan suatu kehidupan bermasyarakat yang serasi,

selaras dan seimbang serta saling bersinergi satu sama lain dalam setiap aspek yang ada. Bentuk

serta pola interaksi dan relasi sosial yang terjadi dalam setiap kehidupan bermasyarakat ini

merupakan suatu kajian yang menarik untuk dikaji dan dilihat secara lebih mendalam lagi. Oleh

karenanya penelitian yang akan dilakukan secara tema besar akan membahas mengenai Jasa

Pelayanan Parkir di kawasan Seturan, dimana secara lebih spesifik lagi akan membahas

mengenai “Relasi Antar Aktor dalam Pengelolaan Jasa Pelayanan Parkir di Kawasan Belanja dan

Hiburan Seturan”.

Secara garis besar, penelitian yang akan saya lakukan ini membahas mengenai bentuk

dan pola interaksi serta relasi sosial yang terjadi antara para juru parkir di Kawasan Seturan

dengan pemilik lahan usaha yang memberikan lahan parkir dalam memaksimalkan

tanggungjawab masing – masing dalam memberikan pelayanan parkir yang terbaik kepada para

pengunjung di kawasan tersebut. Hal yang menarik yang ingin saya soroti lebih jauh adalah

permasalahan yang terkait dengan jasa layanan parkir yang ada, yang melibatkan juru parkir

yang bersangkutan dengan pemilik lahan usaha. Terkadang terdapat sejumlah titik strategis yang

seharusnya dapat dimaksimalkan dengan adanya kehadiran juru parkir, namun senyatanya masih

ada saja sejumlah titik yang tidak terdapat juru parkir yang bertugas. Dan tentu saja banyaknya

keluhan dari pengunjung terkait buruknya pelayanan parkir yang ada juga mengharuskan juru

parkir dan pemilik lahan usaha secara bersama – sama saling berupaya menyelesaikan segala

keluhan yang ada. Oleh karenanya, bentuk dan pola interaksi serta relasi sosial yang terjadi

antara juru parkir dengan pemilik lahan usaha menarik untuk dikaji secara lebih mendalam, agar

dapat diketahui pola interaksi yang ada antar keduanya dalam menciptakan keamanan dan

kenyamanan bersama di kawasan tersebut.

Selain penelitian yang hendak saya lakukan tersebut, ada pula beberapa penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan yang terkait dengan bentuk dan pola interaksi serta relasi sosial

yang terjadi antar tiap pihak dan aktor yang saling berkaitan dalam menjalankan suatu roda

kegiatan di suatu wilayah tertentu. Penelitian yang pertama berupa skripsi tentang Relasi Tiga

Aktor dalam Pengelolaan Malioboro (Chandra Puspitasari, 2007) dan yang kedua berupa tesis

tentang Pola Interaksi Antara Pengelola Dengan Masyarakat di Lokasi Perjudian Harco Mangga

Dua (Agus Sulistiyono).

Penelitian yang pertama berupa skripsi karya Chandra Puspitasari berisikan tentang

segala macam bentuk dan relasi yang terjadi antar tiga aktor (pemerintah, swasta dan masyarakat

umum) dalam hal pengelolaan perparkiran salah satu kawasan yang merupakan ikon dan pusat

tujuan wisata yang multifungsi dari Daerah Istimewa di Yogyakarta, yakni kawasan Malioboro.

Dalam penelitian tersebut, relasi antara pemerintah, swasta dan masyarakat dilihat secara

mendalam untuk mengetahui akar permasalahan dan penyelesaian dari masalah perparkiran yang

ada. Fokus dari penelitian ini adalah peran pemerintah dalam mengatur segala macam perijinan

berbagai pelayanan umum yang ada di kawasan Malioboro, khususnya perparkiran yang ada,

dimana pemerintah itu sendiri justru mendapat stigma kurang baik dan kurang mendapat

kepercayaan dari masyarakat dalam mengelola perparkiran di kawasan Malioboro.

Penelitian yang kedua berupa tesis karya Agus Sulistiyono berisikan tentang interaksi

yang terjadi antara pengelola lokasi perjudian di Harco Mangga Dua dengan masyarakat sekitar

yang juga merupakan pelanggan lokasi perjudian. Krisis ekonomi yang berdampak kepada

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak terjadi telah memaksa pelaku bisnis gulung tikar

dan beralih menjalankan usaha di lokasi perjudian Harco Mangga Dua. Pola interaksi yang

terjadi di antara orang - orang yang ada dalam organisasi perjudian Harco Mangga Dua

merupakan interaksi yang bersifat informal, serta interaksi sosial yang terjadi dalam organisasi

perjudian Harco Mangga Dua berupa hubungan yang menguntungkan antar kedua belah pihak,

baik pengelola maupun masyarakat yang merupakan pelanggan lokasi perjudian tersebut.

Penerapan sistem manajemen yang profesional dengan dukungan komitmen dari pihak direksi,

manajer, dan pekerja pelaksana dalam meyanani pengunjung untuk dapat terus melanggengkan

usaha ini agar tidak mati di tengah jalan.

Secara keseluruhan dari dua hasil penelitian terdahulu di atas, dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa kedua penelitian tersebut menjabarkan tentang bentuk dan pola interaksi serta

relasi sosial yang terjadi antara masing – masing aktor di dalam roda kegiatan dan usaha yang

dilakukan di suatu lokasi tertentu. Interaksi dan relasi sosial yang dijabarkan dari kedua

penelitian tersebut lebih menunjukkan adanya suatu hubungan timbal balik yang terjadi antara

masing – masing aktor dalam mencapai tujuan bersama yang saling menguntungkan dalam

mempertahankan kelangsungan roda kegiatan yang dilakukan bersama. Dari kedua penelitian

tersebut itu pula juga dapat dilihat bahwa peran aktor yang mengelola suatu jasa pelayanan lebih

dominan disoroti dibandingkan aktor lain yang saling terlibat interaksi agar lebih baik ke depan.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut, dapat dilihat beberapa persamaan maupun

perbedaan aspek dan fokus kajian dengan penelitian yang akan saya lakukan. Persamaan yang

tampak berupa adanya kemiripan aspek penelitian yang dilakukan, yakni sama – sama meneliti

tentang bentuk dan pola interaksi serta relasi sosial yang terjadi antar aktor yang terlibat dalam

suatu roda kegiatan tertentu yang dilakukan. Sedangkan perbedaannya lebih mengarah kepada

peranan aktor yang terlibat dalam suatu interaksi dan relasi sosial. Apabila kedua penelitian

tersebut lebih memperlihatkan peran dominan dari aktor pengelola jasa pelayanan tertentu dalam

menjaga kelangsungan hidup roda kegiatan yang dilakukan, maka penelitian yang akan saya

lakukan ingin lebih memperlihatkan peran dari aktor yang menggunakan jasa pelayanan tertentu

serta tindak penyelesaian masalah yang dilakukan oleh penyedia jasa pelayanan dalam setiap

relasi sosial yang terjadi antar masing – masing aktor di dalamnya. Atau dengan kata lain, fokus

kajian penelitian yang akan saya lakukan berbeda dari kedua penelitian yang telah dijabarkan di

atas sebelumnya.

F. Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini, analisis permasalahan yang akan saya gunakan ialah paradigma

definisi sosial. Paradigma ini merumuskan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang berusaha

untuk menghadirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai

kepada penjelasan kausal. Konsep yang terkandung dalam paradigma ini adalah tindakan sosial

serta penafsiran (George Ritzer, 2010).

Untuk mengetahui segala bentuk relasi dan interaksi sosial antara juru parkir dengan

pemilik lahan usaha beserta aktor – aktor lain yang terlibat dalam roda kegiatan dan juga

pandangan serta tanggapan pengunjung dan aktor lain terkait penyelesaian masalah yang

melanda jasa pelayanan parkir yang ada dapat dianalisis dengan salah satu teori yang ada dalam

paradigma definisi sosial ini, yaitu Teori Interaksionisme Simbolik, sebagaimana dikemukakan

Arnold Rose sebagai berikut :

“Manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol – simbol. Manusia memberikan

tanggapan terhadap simbol – simbol itu dan melalui simbol – simbol itu

manusia berkemampuan menstimulir orang lain dengan cara – cara yang

berbeda dari stimulir yang diterimanya dari orang lain itu.”

Pandangan para pengunjung sekaligus pengguna jasa layanan parkir dan pemilik

kendaraan bermotor pribadi terhadap pelayanan juru parkir yang berada di kawasan belanja dan

hiburan Seturan dipengaruhi oleh perilaku (simbol - simbol) juru parkir dalam menjalankan

tanggungjawabnya guna menciptakan keamanan dan kenyamanan bersama. Terkadang tiap

pengguna jasa layanan parkir mengalami perlakuan yang berbeda dari juru parkir yang ada,

sehingga timbullah pandangan yang berbeda pula dari tiap pengguna jasa layanan parkir terhadap

pelayanan juru parkir yang dilakukan di kawasan tersebut.

Dengan adanya berbagai macam pandangan yang timbul tersebut, tentu saja pihak juru

parkir dan pemilik lahan usaha yang merupakan pihak penyedia jasa pelayanan parkir akan turut

berbenah diri memberikan pelayanan yang diberikan secara lebih maksimal dalam rangka

mengatasi berbagai pandangan buruk yang tercipta serta turut memberikan tanggapan dari segala

sesuatu terkait dengan perparkiran yang saling berhubungan satu sama lain dan saling

berinteraksi antar aktor di dalamnya. Pola interekasi yang terjadi antara aktor tersebutlah yang

dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan pola pelayanan jasa layanan parkir yang akan

ditetapkan di kawasan tersebut. Semakin baik pola interaksi yang dilakukan antara tiap aktor

yang ada, maka akan semakin terpadu pula pola pelayanan jasa parkir yang pada akhirnya dapat

menciptakan keamanan dan kenyamanan bersama bagi siapa pun yang terlibat dalam segala roda

kegiatan dan aktivitas di kawasan belanja dan hiburan Seturan.

Pentingnya melihat bentuk dan pola interaksi yang terjadi antar tiap aktor di kawasan

belanja dan hiburan Seturan juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempermudah

melihat adanya keterkaitan antara masing – masing pihak yang bersangkutan di kawasan

tersebut. Apabila relasi antara tiap aktor telah tergambarkan dengan jelas, maka pemetaan

interaksi dan segala permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut yang terkait dengan jasa

pelayanan parkir akan dapat memberikan semacam solusi bagi terciptanya suatu ketertiban,

keamanan dan kenyamanan bersama bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Aktor yang Terlibat dalam Jasa Pelayanan Parkir di Kawasan Seturan : Juru

Parkir, Pemilik dan Pengelola Usaha serta Pemerintah Setempat dan Dinas Terkait

Setiap lokasi strategis yang ada di setiap daerah selain menyajikan ciri khas dari

lokasi tersebut, tentu saja harus memikirkan sejumlah aspek – aspek lain yang memadai

yang menyangkut keamanan dan kenyamanan bersama, seperti memiliki sejumlah lahan

parkir beserta juru parkirnya untuk mengatur kendaraan bermotor pengunjung yang datang

dalam rangka memberikan pelayanan terbaik agar para pengunjungnya merasa aman dan

nyaman ketika meninggalkan kendaraan bermotornya untuk menghabiskan waktunya di

suatu lokasi tertentu.

Seperti halnya di kawasan wisata maupun kawasan pusat perbelanjaan lainnya yang

ada di daerah lain, baik di dalam maupun di luar Yogyakarta, kawasan belanja dan hiburan

Seturan yang juga merupakan salah satu ikon pusat perbelanjaan dan hiburan di Daerah

Kabupaten Sleman tentu saja juga memiliki sejumlah lahan beserta jasa pelayanan parkir

yang ada dan juru parkir telah disediakan. Lahan parkir yang tersedia di kawasan Seturan

dikelola oleh sejumlah juru parkir yang tampaknya merupakan perkumpulan juru parkir di

yang beroperasi di kawasan tersebut yang membentuk suatu jaringan serta paguyuban juru

parkir. Sedangkan untuk pembagian tugas masing – masing juru parkir tersebut ditentukan

berdasarkan lokasi lahan parkir yang berbeda – beda di setiap penjuru lokasi tertentu yang

ada di kawasan belanja dan hiburan Seturan.

Akan tetapi seiring waktu, juru parkir yang berada di kawasan Seturan yang semula

hanya terdiri dari juru parkir resmi mulai mendapatkan tambahan sejumlah rekan atau

bahkan saingan dari juru parkir tidak resmi yang memanfaatkan lahan serta pinggiran jalan

yang tersedia di sekitaran jalanan Kawasan Seturan maupun lahan kosong yang tidak

digunakan oleh juru parkir resmi sebagai wilayah kerja. Perbedaan yang paling terlihat

antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi adalah dari segi penampilan masing –

masing juru parkir tersebut dan atribut beserta perlengkapan parkir yang digunakan. Selain

itu juru parkir resmi memiliki perizinandari dinas terkait dalam melakukan pekerjaannya,

sedangkan juru parkir tidak resmi kemungkinan besar tidak memiliki perizinan resmi.

Namun antara juru parkir resmi dan juru parkir tidak resmi di kawasan tersebut, biaya yang

diberikan kepada pengguna jasa layanan parkir tidak dibedakan antar juru parkir yang satu

dengan yang lain, yakni Rp 1.000,00 untuk kendaraan roda dua dan Rp 2.000,00 untuk

kendaraan roda empat.

Dan yang tak kalah penting memegang peranan dalam hal jasa pelayanan parkir

adalah dinas terkait yang mengatur perparkiran di suatu kawasan tertentu, yakni Dinas

Perhubungan. Dinas Perhubungan inilah yang biasanya mengeluarkan perizinan dan

pemberian atribut serta perlengkapan parkir kepada para juru parkir yang bertugas dan juga

penentuan tarif parkir di suatu kawasan tertentu, termasuk di kawasan belanja dan hiburan

Seturan. Dinas Perhubungan inilah yang juga memiliki data – data kelompok jaringan juru

parkir yang ada di tiap – tiap kawasan tertentu, termasuk di kawasan Seturan.

Walaupun demikian, keberadaan juru parkir beserta relasi dan hubungan serta segala

interaksinya dengan pemilik lahan usaha serta penguasa lokal setempat atau yang biasa

disebut preman yang ada di kawasan belanja dan hiburan Seturan tetaplah dalam rangka

menciptakan suatu pola pelayanan parkir yang bagus. Karena tidak dapat dipungkiri, juru

parkir memerlukan adanya hubungan yang sinergis antar tiap aktor dalam mengatur dan

menata, serta bertanggungjawab terhadap kendaraan bermotor pribadi milik pengunjung

Seturan yang memanfaatkan lahan parkir dan jasa pelayangan parkir yang ada di kawasan

tersebut.

Bentuk Interaksi antara Juru Parkir dengan Pemilik dan Pengelola Usaha serta

Pandangan Pengunjung terhadap Jasa Pelayanan Parkir di Kawasan Seturan

Keberadaan juru parkir yang bertugas di kawasan belanja dan hiburan Seturan

memiliki tugas dan pekerjaan yang sesungguhnya tidaklah ringan, yakni harus memastikan

bahwa kendaraan yang di parkir dapat tertata dengan rapi dan teratur, serta memastikan

bahwa kendaraan tersebut selalu aman tanpa ada kekurangan satupun ketika ditinggalkan.

Selain itu tanggung jawab yang dimiliki juru parkir dapat dibilang cukup berat, karena

biasanya yang menggunakan jasa parkir tidak hanya satu ataupun dua kendaraan saja,

melainkan banyak kendaraan yang menggunakan jasa layanan parkir yang ada dan telah

disediakan dalam satu waktu yang terkadang bersamaan.

Pengunjung yang datang ke kawasan belanja dan hiburan Seturan tidak akan terlepas

dari interaksinya dengan juru parkir yang ada. Demi menciptakan keamanan dan

kenyamanan bersama, pengunjung wajib meninggalkan kendaraan bermotornya di lahan

parkir yang sudah disediakan sesuai dengan lokasi tujuan yang ingin didatangi. Pengunjung

diwajibkan membayar uang sesuai dengan tarif parkir yang ditetapkan pada saat akan

meninggalkan lahan parkir sebagai retribusi atas jasa pelayanan yang telah diberikan.

Terkadang tidak dapat dipungkiri juru parkir yang ada bahwa akan lepas dari suatu

kekurangan dalam menjalankan tugasnya tersebut.

Terkait dengan pelayanan yang diberikan, ada juru parkir yang memberikan

pelayanan secara maksimal dan penuh tanggungjawab kepada pengunjung yang datang. Juru

parkir tidak hanya sekedar menerima uang bayaran parkir sesuai tarif yang dikenakan,

namun juga turut mengawasi dengan benar kendaraan yang sedang diparkir dan turut

membantu pengunjung mengeluarkan kendaraan atau memberikan aba – aba agar

pengunjung dapat dengan lancar meninggalkan lokasi parkir tanpa terganggu oleh oleh arus

lalu lintas yang cukup ramai di kawasan Seturan. Akan tetapi selain ada juru parkir yang

menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab, ada pula juru parkir yang hanya

menjalankan tugas dengan seenaknya sendiri. Juru parkir seperti ini biasanya hanya ingin

menerima uang bayaran tarif parkir lalu kemudian pergi begitu saja tanpa membantu

pengunjung dengan sebagaimana mestinya tanpa mempedulikan kondisi sekitar yang ada

dan biasanya juru parkir ini juga kurang teliti dalam mengawasi setiap kendaraan yang di

parkir di lokasi tempatnya bertugas. Bahkan tidak jarang sering dijumpai kasus hilangnya

helm atau rusaknya aksesoris pelengkap yang terpasang di kendaraan bermotor milik

pengunjung itu sendiri yang tentunya cukup merugikan.

Selain terkait dengan masalah pelayanan parkir yang diberikan oleh juru parkir,

permasalahan yang seringkali terjadi adalah ketidakmerataan pembagian lahan parkir di

sejumlah titik di kawasan Seturan. Ada lahan yang luas dengan banyak kendaraan yang

terparkir hanya sedikit bahkan tidak ada juru parkir yang bertugas, namun ada pula lahan

tidak begitu luas dengan sedikit kendaraan yang terparkir justru terdapat lumayan banyak

juru parkir yang bertugas. Permasalahan terkait pembagian lahan parkir ini tentu saja tidak

hanya berkaitan dengan masing – masing juru parkir, namun juga langsung berkaitan dengan

pemilik lahan usaha yang memberikan perizinan terhadap segala aktivitas pelayanan parkir

di lahan – lahan sekitar lokasi usahanya yang tersedia. Guna menyikapi adanya

ketidakmerataan pembagian lahan beserta juru parkir yang bertugas, selain pihak dari juru

parkir yang berupaya melakukan pemerataan dan pembagian tugas parkir, juga harus ada

upaya dari pemilik lahan usaha untuk memberikan kemudahan berupa perizinan beserta

segala hal yang terkait pula dengan kesepakatan lainnya yang saling menguntungkan kepada

juru parkir agar lahan – lahan kosong dapat dimanfaatkan sebagai lahan parkir demi

keamanan dan kenyamanan bersama.

Selain menyikapi hal berupa permasalahan pemerataan dan pembagian lahan parkir,

juru parkir dan pemilik lahan usaha juga harus senantiasa turut menanggapi berbagai

keluhan yang muncul sebagai akibat dari pelayanan yang kurang maksimal dari jasa

pelayanan parkir yang ada. Juru parkir tentu saja ingin pengunjung yang datang merasa puas

dengan pelayanan yang diberikan dan juga tentu saja pemilik lahan usaha tidak ingin

kehilangan pengunjung yang datang akibat berbagai keluhan yang ada. Oleh karenanya,

segala aspek yang terkait dengan pembenahan dan perbaikan jasa pelayanan parkir yang

telah tersedia harus dilaksanaka secara bersama demi terciptanya sistem pelayanan parkir

yang terpadu di kawasan belanja dan hiburan Seturan.

Bagan Pemetaan Interaksi Sosial Antar Aktor di Kawasan Seturan

Berikut ini adalah bagan pemetaan dari interaksi yang terjadi antar aktor di kawasan

belanja dan hiburan Setura, baik itu interaksi yang terjadi antara juru parkir dengan

pengunjung pengguna jasa layanan parkir berikut fasilitas penunjang yang ada, penguasa

lokal setempat yang biasa disebut preman, dinas pemerintah terkait serta interaksi yang

terpenting dengan pemilik lahan usaha yang menyediakan lahan parkir di sejumlah titik

tertentu di kawasan Seturan demi keamanan dan kenyamanan bersama dalam mewujudkan

sistem pelayanan parkir terpadu di kawasan belanja dan hiburan tersebut. Bentuk bagan

yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Tabel I.1

: Aktor yang terlibat dalam pengelolaan parkir

: Hubungan yang terjalin antar aktor Bagan I.1

Pemetaan Interaksi Sosial Antar Aktor

Berdasarkan bagan pemetaan interaksi di atas, dapat dilihat bahwa juru parkir berada

sentral di tengah – tengah seluruh aktor yang terlibat dalam segala roda kegiatan dan

aktivitas di kawasan Seturan, serta saling berhubungan secara keseluruhan. Dengan adanya

bagan pemetaan ini, maka dapat diketahui pula secara lebih jelas bentuk serta pola interaksi

dan saling keterkaitan tiap aktor satu sama lain, dimana akan sangat membantu dalam

memetakan segala permasalahan yang berkaitan langsung dengan jasa pelayanan parkir yang

ada. Aapabila telah dilakukan, maka dapat terselesaikan segala permasalahan yang menjadi

Pengunjung dan Pengguna

Parkir

Juru Parkir yang Bertugas

Pemerintah Setempat dan Dinas Terkait

Pemilik dan Pengelola

Usaha

Fasilitas yang

Tersedia

kendala dan kerap kali dikeluhkan oleh masing – masing aktor, terutama bagi pengunjung

yang memanfaatkan segala fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut, termasuk jasa

pelayanan parkir yang telah disediakan.

Meskipun di bagan tersebut terlihat interaksi yang masing – masing saling

melibatkan juru parkir secara keseluruhan, fokus dari penelitian yang dilakukan tetaplah

akan membahas mengenai interaksi yang terjadi antara juru parkir dengan pemilik lahan

usaha saja secara lebih mendalam sebagaimana fokus yang telah dipilih sebelumnya.

Dengan melihat bentuk interaksi yang terjadi antara juru parkir dengan pemilik lahan usaha,

maka dapat dilihat pula bagaimana pengaruh yang ditimbulkan antara jasa pelayanan parkir

dengan kelengkapan berbagai macam fasilitas penunjang yang menempatkan kawasan

Seturan sebagai kawasan belanja dan hiburan dalam menarik pengunjung yang berdatangan.

G. Metode Penelitian Untuk mendekati permasalahan yang diteliti dan menemukan jawabannya diperlukan

suatu metode penelitian yang memadai. Metode penelitian juga turut akan menentukan tahapan –

tahapan dalam penelitian. Dalam penelitian ini saya menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif itu sendiri merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati. a) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam metode ini adalah jenis penelitian deskriptif.

Jenis penelitian deskriptif merupakan menuturkan dan menggambarkan suatu fenomena

tertentu yang terjadi. Jenis penelitian ini memusatkan pada pemecahan masalah - masalah

aktual, dimana data yang dikumpulkan mula - mula disusun, dijelaskan, dan kemudian

dianalisa. Sebuah deskripsi merupakan representasi obyektif terhadap fenomena yang

ditangkap. Pendekatan penelitian ini juga ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena -

fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia (Lexy

Moleong, 1999). Dengan pendekatan ini saya dapat menelaah realitas dan interaksi serta

relasi antar aktor di kawasan Seturan sejauh mungkin sesuai data yang saya kumpulkan di

lapangan, sehingga relasi antar aktor yang bersifat dinamis di kawasan tersebut dapat

dijelaskan secara detail dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan.

b) Satuan Kajian Penelitian Satuan kajian dalam penelitian ini meliputi beberapa objek dan aktor yang masing –

masing saling berkaitan di dalam menjalankan roda kegiatan serta aktivitas yang terjadi

sehari – hari di kawasan Seturan. Satuan kajian penelitian yang utama dalam penelitian kali

ini adalah juru parkir sebanyak 6 orang dengan pemilik dan pengelola usaha sebanyak 2

orang yang menjalankan aktivitasnya di kawasan Seturan. Selain itu pula pemerintah desa

serta tokoh masyarakat setempat yang diwakili oleh seorang kepala dusun setempat dan

pengunjung sebanyak 4 orang yang juga berada di kawasan tersebut turut dipilih sebagai

satuan kajian penelitian tambahan untuk melengkapi data yang diperoleh dari satuan kajian

yang utama telah ditentukan.

c) Lokasi Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, saya memilih lokasi di kawasan Seturan yang

berada di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan

Seturan belakangan ini dapat dikatakan sebagai kawasan pusat dari segala macam jenis

kegiatan yang berada di Kabupaten Sleman. Di kawasan ini dapat dijumpai berbagai macam

fasilitas penunjang kehidupan masyarakat, baik itu dari aspek pendidikan, aspek kesehatan

dan kebugaran, aspek perdagangan serta aspek hiburan dan masih banyak lagi. Tidak jarang

kawasan ini disebut sebagai kawasan “One Stop Shopping” atau kawasan pusat belanja dan

hiburan, dimana kawasan ini menyediakan segala sesuatu yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia secara mudah, lengkap dan terjangkau oleh seluruh kalangan.

d) Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, saya menggunakan tiga metode pengumpulan data untuk

menjelaskan fenomena yang terjadi, yakni metode observasi, metode wawancara dan metode

pengumpulan data sekunder Alasan menggunakan metode – metode ini adalah untuk

mengungkapkan berbagai fakta yang ada di lapangan yang tetentunya akan berpengaruh

terhadap validitas data yang diperoleh, Penjabaran ketiga metode pengumpulan data tersebut

adalah sebagai berikut :

Observasi

Menurut Kartono (1980) pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut:

“studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala - gejala psikis

dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi

adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen

tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil

tertentu”.

Metode observasi ini saya gunakan karena saya ingin melihat sebuah fenomena

langsung sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di kawasan Seturan. Apabila hanya

dengan melihat di studi pustaka saja saya akan kesulitan dalam memperoleh data yang

akurat dan detail tentang kebiasaan - kebiasaan objek di lapangan. Selain itu dengan

metode ini, dapat dilihat beragamnya relasi dan hubungan antar tiap pihak yang ada serta

pihak yang mungkin secara samar terlibat dalam segala macam bentuk roda kegiatan serta

aktivitas yang saling berinteraksi di kawasan tersebut. Maka dari itu saya perlu

menggunakan metode ini guna memahami sebuah situasi dari realitas masyarakat yang

sebenarnya terjadi.

Melihat kemungkinan bahwa objek yang diteliti memiliki rasa tidak percaya serta

tidak memungkinkannya bentuk komunikasi lain, dimana penulis berada di luar dari

bagian suatu komunitas yang ada, teknik pengamatan ini dapat membantu penulis guna

memahami hal - hal yang tidak diungkapkan sebelumnya. Selain itu dengan berpikir

adanya kemungkinan tidak mau begitu terbukanya jaringan juru parkir dan pemilik lahan

usaha serta pengunjung dan juga tokoh beserta elemen masyarakat yang ada di kawasan

Seturan tersebut, saya memutuskan untuk menggunakan “observasi partisipan” seperti

yang telah dijelaskan di atas. yakni peneliti ikut terlibat sebagai objek dalam penelitian

yang dilakukan agar perasaan canggung untuk mengungkapkan data dapat berkurang

seiring semakin akrabnya peneliti dengan objek sehingga validitas data yang diperoleh

dapat meningkat.

Dalam penelitian ini saya bermaksud mengamati upaya dari para juru parkir dan

pemilik lahan usaha di kawasan Seturan dalam menyikapi adanya permasalahan

ketidakmerataan pembagian lahan kosong dengan juru parkir yang tersedia di sejumlah

titik tertentu. Selain itu bagaimana reaksi spontan dan upaya alternatif dari pengunjung,

melihat adanya sikap kurang bertanggungjawab dari juru parkir dalam memberikan

pelayanan parkir serta bagaimana peran juru parkir untuk dapat memperlancar kepadatan

arus lalu lintas di kawasan tersebut juga turut akan diamati. Oleh karenanya dapat dilihat

apakah terdapat kesamaan serta tambahan data dari metode wawancara yang juga

dilakukan.

Wawancara

Metode wawancara merupakan cara yang dipergunakan untuk mendapatkan

informasi dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (Bagong

Suyanto, 2006). Melalui metode wawancara dapat diperoleh informasi – informasi secara

lebih detail dan mendalam dari informan/responden. Dalam metode wawancara istilah

informan lebih sering digunakan, sedangkan istilah responden lebih digunakan pada

proses penelitian kuantitatif. Dengan memperoleh informasi – informasi yang lebih detail

tersebut maka akan dapat mendukung proses dari suatu penelitian, dengan demikian

proses penelitian dapat berjalan dengan baik sesuai yang telah direncanakan.

Metode wawancara ini saya lakukan dengan tujuan mengetahui realitas kehidupan

serta relasi antar aktor yang terlibat dalam segala roda kegiatan serta aktivitas di kawasan

Seturan agar dapat terdokumentasi dengan baik. Wawancara merupakan suatu metode

yang saya anggap sangat tepat untuk menyesuaikan data yang diperoleh dari proses

observasi dengan apa yang sebenarnya ada di lapangan, dimana dengan melakukan

wawancara saya dapat memperoleh deskripsi dari sebuah fenomena, dimana

memungkinkan untuk dapat menangkap kilasan kehidupan sosial sebagaimana adanya.

Selain itu wawancara juga bersifat eksploratif, yaitu memberikan gambaran dari apa yang

belum tergali dari suatu topik dalam sebuah penelitian, sehingga dapat diketahui hal - hal

yang belum terungkap dari observasi yang telah dilakukan.

Guna menjaga arah pembicaraan, saya menggunakan “wawancara berstruktur”,

yaitu sebuah proses wawancara yang dilakukan menggunakan interview guide sesuai

dengan data yang ingin diperoleh, sehingga pertanyaan yang saya ajukan telah sesuai

dengan topik yang diangkat. Sedangkan dalam wawancara ini, teknik pemilihan informan

dalam penelitian ini didasarkan pada “teknik sampel purposif”, yakni penarikan sampel

informan dengan sengaja (non-random) agar sampel yang didapatkan sesuai dengan

sasaran informan yang ingin dicapai, sehingga sampel yang ada dapat mewakili sebuah

bagian dari masyarakat dengan tepat.

Dalam wawancara ini sasaran saya adalah juru parkir yang ada, pemilik dan

pengeloa usaha, pemerintah desa serta tokoh masyarakat setempat dan juga pengunjung

yang berada di kawasan Seturan yang di pilih secara acak seperti yang telah dijabarkan

sebelumnya, sehingga validitas data akan semakin tinggi. Selain itu perbedaan persepsi

yang ada membuat sebuah dinamika yang kompleks, yang kemudian semakin menambah

tingkat ke dinamisan pemetaan data yang diperoleh.

Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder adalah proses untuk melakukan pembandingan data

antara observasi dan wawancara dengan data yang diperoleh dari sumber - sumber

terpercaya, seperti buku, artikel dan jurnal ilmiah. Pengumpulan data ini merupakan suatu

kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori - teori yang mendasari

masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi

kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-

penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya dan penelitian -

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan,

peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran - pemikiran yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukannya.

e) Analisis Data Tahap yang dilakukan setelah pengumpulan data adalah tahap analisis data. Model

analisis yang sekiranya cocok digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif. Model

interaktif ini terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.

Proses analisis interaktif ini merupakan proses siklus dan interaktif. Miles dan Huberman

(1992) menyatakan bahwa penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersususn

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Selanjutnya akan dilakukan verifikasi data, yaitu penarikan arti terhadap data yang telah

ditampilkan. Miles dan Huberman (1992) menyatakan bahwa dari permulaan pengumpulan

data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda - benda, mencatat keteraturan,

pola - pola penjelasan, konfigurasi - konfigurasi yang mungkin ada, alur sebab akibat dan

proposisi.

Ketiga tahapan tersebut saling berkaitan dan berlangsung terus menerus mulai

sebelum, ketika dan sesudah pengumpulan data. Dengan model interaktif ini, serta melihat

kondisi yang ada di lapangan, saya rasa model analisis data ini cukup tepat untuk diterapkan

untuk menganalisis relasi antar aktor dalam menciptakan sistem pelayanan perparkiran yang

terpadu di Kawasan Seturan