bab i pendahuluan · dikemukakan oleh marcus tulius cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di...

29
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi Societas Ibi Ius adalah ungkapan yang dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum pertama kali tercipta, pertanyaan tersebut mengandung pengertian yaitu bahwa hukum tercipta pada saat manusia tercipta juga, karena pada saat ada manusia dan pergaulannya pada saat itulah hukum sudah ada. Jawabannya adalah sejak manusia pertama kali diciptakan oleh Sang Pencipta. 1 Teguh Prasetyo membedakan hukum dalam dua periode besar yaitu hukum pikiran Tuhan sebelum periode adanya negara dan hukum pikiran Tuhan yang berkembang setelah periode adanya negara. 2 Hukum pikiran Tuhan tercatat pertamakali muncul pada waktu kehidupan manusia di Taman 1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenanda Media Group, Jakarta, 2013, Hlm. 41. 2 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat: Perspektif Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, 2015, Hlm. v.

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ubi Societas Ibi Ius adalah ungkapan yang

dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya

“dimana ada masyarakat di situ ada hukum.”

Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran

bahwa kapan hukum pertama kali tercipta, pertanyaan

tersebut mengandung pengertian yaitu bahwa hukum

tercipta pada saat manusia tercipta juga, karena pada

saat ada manusia dan pergaulannya pada saat itulah

hukum sudah ada. Jawabannya adalah sejak manusia

pertama kali diciptakan oleh Sang Pencipta.1

Teguh Prasetyo membedakan hukum dalam dua

periode besar yaitu hukum pikiran Tuhan sebelum

periode adanya negara dan hukum pikiran Tuhan yang

berkembang setelah periode adanya negara.2

Hukum pikiran Tuhan tercatat pertamakali

muncul pada waktu kehidupan manusia di Taman

1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Kencana Prenanda Media Group, Jakarta, 2013, Hlm. 41. 2 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat: Perspektif Teori

Hukum, Nusa Media, Bandung, 2015, Hlm. v.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

2

Eden yaitu ketika Tuhan memberikan hukum kepada

bentuk masyarakat yang paling pertama yaitu Adam

dan Hawa, bentuk hukum pada waktu itu adalah

langsung dan lisan. Pada waktu itu Tuhan

memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tidak

memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan

yang buruk. Pada waktu diciptakan manusia telah

dilengkapi dengan akal budi serta kaidah yang

fundamental yaitu kebebasan untuk memilih.3 Hal

tersebut menandakan bahwa lahirnya hukum

berselang tidak lama setelah manusia diciptakan.

Hukum pada periode kedua yaitu periode adanya

negara sifatnya tidak langsung dan berbentuk tulisan

dan perkembangannya terus berlangsung sampai

sekarang. Melalui ahli-ahli hukum yang terus

menciptakan berbagai pemahaman tentang hukum

sampai dewasa ini.4

Hukum pada dasarnya adalah pikiran Tuhan

dimana jelas Tuhan menghendaki sesuatu yang baik

terjadi pada manusia. Dengan demikian juga hukum

akan membawa manusia pada sesuatu kondisi yang

mendatangkan kebaikan kepada manusia. Bukan

sebaliknya, karena yang terjadi adalah hukum

dijumbuhkan dengan kekuasaan, sehingga tidak jarang

dijadikan sarana untuk mempertahankan keuasaan,

3 Ibid., Hlm. v. 4 Ibid., Hlm. v-vi

Page 3: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

3

sarana untuk memenuhi ego penguasa bahkan

melanggar hukum dan juga membinasakan manusia.

Tesis yang dikemukakan pada penelitian ini yaitu

bahwa sanksi bukan elemen yang esensial dalam

hukum. Tesis ini bertolak dari beberapa pemahaman

dalam perkembangan teori hukum yaitu bahwa

perbedaan mendasar antara norma hukum dengan

norma-norma non-hukum adalah dalam norma hukum

diletakkan suatu paksaan atau sanksi.5

Bentuk sanksi dalam hal ini adalah berupa

ancaman penggunaan kekerasan bagi pihak yang tidak

mematuhi hukum.6 Paham sebagaimana dikemukakan

di atas secara eksplisit berpandangan bahwa eksistensi

sanksi sebagai unsur utama (esensi) dari sebuah norma

hukum, atau dapat dikatakan bahwa hakikat dari

hukum adalah adanya paksaan,7 sehingga dalam hal

sebuah norma tidak mengandung sanksi

mengakibatkan norma tersebut tidak dapat

dikualifikasikan sebagai norma hukum.

Keberadaan manusia harus dilihat dari dua sisi

yaitu manusia secara fisik dan sisi manusia secara

spirit, dengan demikian dalam pemenuhan

kebutuhannya harus juga memperhatikan kedua sisi

5 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 67. Dikutip dari Lon. L. Fuller, The Morality of Law, New Haven: Yale University Press, Hlm. 109.

6 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta,

2014, Hlm. 76. 7 Munir Fuadi, Teori-Teori Besar Dalam Hukum (Grand

Theory), Kencana, Jakarta, 2013, Hlm. 105.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

4

tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Peter

Mahmud Marzuki bawa manusia memiliki dua

kebutuhan yaitu kebutuhan secara fisik dan

kebutuhan eksistensial, kebutuhan secara fisik yaitu

dimana manusia perlu untuk dilindungi keamanannya

secara fisik yang diantaranya perlindungan dari

gangguan berupa kelaparan, penyakit, pembunuhan

dan kekerasan. Dan kebutuhan yang kedua adalah

kebutuhan pengakuan akan keberadaannya sebagai

manusia kebutuhan ini disebut kebutuhan

eksistensial.8

Hukum timbul dan berkembang bukan hanya

sekedar memenuhi atau melindungi kebutuhan

manusia secara fisik, namun hukum juga harus

memenuhi atau melindungi kebutuhan manusia secara

eksistensial.9 Pemenuhan kebutuhan tersebut agar

manusia terlindung kepentingannya manusia

membutuhkan hukum yaitu, Hukum adalah

seperangkat kaidah dan tatanan Nilai. Seperangkat

kaidah dan tatanan nilai tersebut bertujuan

memberikan pandangan atau patokan hidup bagi

manusia untuk mengatur hubungan tingkah laku

8 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 42-43 9 Ibid., Hlm. 56.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

5

masyarakat10 dengan tujuan untuk memberikan dan

mempertahankan adanya vrede atau damai sejahtera.11

Damai sejahtera sebagai tujuan dari hukum

sejalan dengan Teori keadilan bermartabat yang peduli

dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan

Tuhan kepadanya untuk membantu sesamanya melalui

kegiatan berfikir; memanusiakan manusia atau nge

wong ke wong.12 Berupa Imperium hukum yang adalah

imperium akal budi, karsa dan rasa seorang anak

manusia, di manapun ia berada menjalani

kehidupannya.

Teori Keadilan Bermartabat sebagaimana

dikemukakan oleh Teguh Prasetyo mengajak untuk

mendekati hukum dengan hikmat dan kebijaksanaan

dimana hikmat dan kebijaksanaan itu merupakan

hikmat dan kebijaksanaan yang harus sesuai atau

menurut hukum. Dengan visi yang sejalan dengan

tujuan hukum itu sendiri. Yaitu Kebenaran dan

kebenaran itu keadilan, keadilan itu kebenaran dan

juga adalah kepastian hukum itu sendiri. Maka dari itu

menjadi suatu keharusan bahwa keadilan adalah

sesuatu yang harus didahulukan.13

10 Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan

Pancasila, Media Perkasa, Yogyakarta, 2013, Hlm. 8. 11 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 33. 12 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat: Op.Cit., Hlm. 22. 13 Ibid., Hlm. 20-25.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

6

Keadilan bertujuan untuk mencapai hal yang

sebagai mana menurut St. Thomas Aquinas Common

good yaitu keadilan. Keadilan itu adalah keadilan sosial

yang tidak hanya berdimensi utilitarian atau

kebendaan property. Tetapi juga berdimensi kerohanian

atau spiritualitas.14 Maka dari itu teori keadilan

bermartabat itu adalah suatu usaha untuk memahami

atau mendekati pikiran Tuhan.15

Eksistensi sanksi dalam perbincangan hukum

merupakan suatu hal yang hampir tidak dapat

dipisahkan sehingga bisa dikatakan ketika orang

membicarakan sanksi maka pembicaraan tersebut

adalah sudah sama dengan membicarakan hukum.

Makna dari kata eksistensi tersebut adalah

mengindikasikan sebuah “keberadaan” sesuatu yang

dijadikan objek misalnya: “eksistensi manusia,” yang

artinya keberadaan manusia. Kalimat tersebut tidak

dapat diartikan menunjukkan sebuah lokasi, akan

tetapi lebih berindikasi pada sebuah pengakuan,

pengakuan akan keberadaan manusia.16 Eksistensi

berbicara lebih kepada sesuatu yang sifatnya menjadi

hakikat. Dengan konsep eksistensi yang demikian

kembali pada kalimat dalam tesis ini yaitu eksistensi

sanksi, maka sudah jelas yang sedang dibicarakan di

14 Ibid., Hlm. 27-28. 15 Ibid., Hlm. 25. 16 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 56.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

7

sini ada keberadaan sanksi atau pengakuan sanksi

dalam hukum. Apakah sanksi merupakan unsur utama

dari hukum atau bukan.

Sanksi dalam bahasa Inggris Sanction17 Menurut

Utrecht bahwa yang dimaksud dengan sanksi adalah

akibat dari sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari

pihak lain baik itu manusia atau lembaga sosial atas

sesuatu perbuatan manusia.18

Dalam Black's Law Dictionary pengertian sanksi

dijelaskan sebagai berikut:

SANCTION, In the original sense of the word, a

penalty or punishment provided as a means of enforcing obedience to a law. In jurisprudence, a law is said to have a sanction when there is a state which will intervene if it is disobeyed or disregarded. Therefore international law has no legal sanction.19

Pada dasarnya sanksi merupakan sesuatu yang

bersifat negatif, bentuknya bermacam-macam

bentuknya mulai dari perampasan paksa atas harta

kekayaan individu, perampasan kebebasan, serta

sampai pada pencabutan nyawa manusia.20 Pada

pokoknya sanksi adalah tindakan menderitakan

individu yang dikenakan dengan sanksi tersebut.

17 Echols, John M. dan Hassan Sadly, Kamus Indonesia –

Inggris, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. 18 Utrecht, E., Pengantar dalam Hukum Indonesia, P.T.

Penerbit dan Balai Buku “Ichtiar”, Jakarta, 1962, Hlm. 17. 19 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary 4th, West

Publishing CO, St. Paul Minn, 1968, Hlm. 1507. 20 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Edisi Revisi), Rajawali

Pers, Jakarta, 2011, Hlm. 2.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

8

Begitu melekat eratnya kata sanksi dalam hukum

dapat dilihat di Indonesia kata sanksi adalah

mengunakan kata “hukum” itu sendiri hanya ditambah

dengan imbuhan “an” jadinya “hukuman”21 meskipun

istilah tersebut adalah istilah yang sering digunakan

oleh orang awam namun penggunaan istilah tersebut

cukup membuktikan bahwa ada pemahaman kalau

hukum dan sanksi adalah sama.

Menurut Austin bahwa Hukum merupakan

perintah penguasa yang berdaulat dalam suatu negara,

yang menjadi dasar pemahaman Austin tersebut adalah

“principle of origin” (asas sumber) dan menerangkan

bahwa hukum harus memenuhi beberapa unsur utama

yaitu: adanya perintah (command), kewajiban (duty),

sanksi, dan kedaulatan.22 Kemudian dari dasar

pemahamannya tersebut Austin sampai pada

pemahaman bahwa:

Tidak penting mengapa orang mentaati perintah-

perintah pemerintah. Ada orang yang mentaati karena

merasa berwajib mentaati kepentingan umum, ada yang mentaati sebab takut akan kekacauan, ada yang

mentaati sebab merasa terpaksa. Sama saja, asal

mentaati. Kalau tidak, dijatuhkan sanksi.23

Pemahaman di atas mengisyaratkan kedudukan

sanksi dalam hukum adalah sebuah keniscayaan atau

21 Ibid, Hlm. 2. 22 A. Mukthie Fadjar, Teori Hukum Kontemporer (Edisi Revisi),

Setara Press, Malang, 2013, Hlm. 10. 23 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 41.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

9

dengan kata lain bahwa hukum adalah sanksi.

Sehingga berkembang pemahaman yang

mendefinisikan hukum, bahwa: “hukum adalah suatu

keharusan atau sistem kewajiban yang jika dilanggar

akan ada sanksinya”24

Apabila pemahaman sebagaimana dikemukakan di

atas dipertahankan secara mutlak maka hukum

layaknya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh

sekelompok perampok terhadap korban perampokan

yang posisinya lebih lemah, mengapa tidak, karena

dapat dilihat bahwa unsur dari dua kondisi tersebut

adalah kurang lebih sama, yaitu: adanya perintah,

berupa perintah dari pihak yang memiliki kekuatan

kepada pihak yang berada pada posisi lemah untuk

melakukan sesuatu, misalnya: perintah perampok

kepada korbannya untuk menyerahkan barang

miliknya, mau tidak mau korban harus menuruti

perintah tersebut sehingga ada kewajiban dari korban

karena jika tidak melaksanakan perintah tersebut, para

perampok mampu untuk memaksakan kehendaknya

dengan tindakan paksaan terhadap korban atau

dengan kata lain korban akan mendapat sanksi.

Dengan demikian ilustrasi perampokan di atas telah

memenuhi unsur hukum karena ada perintah,

kewajiban dan sanksi.

24 Titon Slamet Kurnia, et al, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum

& Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah Orientasi, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2013, Hlm. 103.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

10

Hukum dan sanksi harus dibedakan. Bertolak dari

ilustrasi di atas bahwa jika tidak adanya pembedaan

yang tegas antara hukum dan sanksi maka Negara

dengan perampok adalah sama maka dari itu menurut

penulis adalah sangat penting bahwa harus dibedakan

keduanya agar hukum memiliki karakternya yang

paling hakiki dan menurut tesis dalam penelitian ini

bahwa karakter tersebut bukan sanksi.

Hukum tidak sama dengan aturan. Perlu untuk

dikemukakan disini bahwa pada dasarnya konsep

hukum harus dibedakan dengan konsep peraturan.

Berbicara lebih lanjut mengenai konsep hukum

pendapat Titon Slamet Kurnia cukup menjelaskan

banyak dalam memberikan pandangan yang

membedakan pengertian antara hukum dan peraturan,

“konsep hukum yang dipergunakan di sini adalah

terminologi atau istilah yang dalam bahasa Latin

disebut Ius. Konsep hukum sebagai Ius (Law)

hendaknya tidak dijumbuhkan dengan konsep

peraturan atau Lex (Laws). Peraturan hanya salah satu

bentuk manifestasi dari hukum.”25 Logikanya bahwa:

hukum itu sama dengan keadilan, maka apabila tidak

ada keadilan maka sama saja tidak ada hukum. Tidak

mungkin didalilkan bahwa ada hukum tetapi hukum

yang ada itu tidak adil. Dalil seperti ini tidak sesuai

dengan hukum logika. Hukum logika yang benar

25 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Alumni, Bandung, 2009, Hlm. 3

Page 11: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

11

mendikte bahwa hukum selalu mengandung keadilan apabila tidak ada keadilan maka tidak ada hukum.26

Aturan hukum adalah ketentuan-ketentuan yang

sengaja dibuat oleh manusia baik itu bersumber dari

kekuasaan yang berdaulat maupun berasal dari

kebiasaan yang diakui sebagai hukum, bertujuan

untuk memberikan gambaran yang “nyata” dalam

bertingkah laku, di dalamnya memuat ketentuan-

ketentuan mengenai harus atau tidak harus

dilakukannya sesuatu oleh manusia atau masyarakat

itu, misalnya hukum perdata yang di dalamnya

memuat ketentuan yang mengatur hubungan

masyarakat secara individual dengan individu yang

lain, hukum publik antara lain hukum tata negara

yang memuat prosedur penyelenggaraan negara dan

hukum pidana memuat aturan bertingkah laku dalam

masyarakat dan tata cara menghukum bagi

pelanggarnya atau sanksi. Dari tiga jenis di atas lah

yang menjadi pusat perhatian yaitu kata sanksi dalam

hukum pidana.

Pada dasarnya hukum berbeda dengan peraturan,

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa

peraturan adalah produk kekuasaan atau dibuat oleh

manusia sehingga kemungkinan bahwa aturan tersebut

bersifat kesewenang-wenangan tetap ada. Berbeda

26 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat, Op.Cit., Hlm. 123.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

12

dengan Keadilan adalah sinonim dari hukum.27 Dan

sifatnya yang sama di semua tempat.

Hukum senantiasa ada dalam semua masyarakat

(bersifat universal) dan berkembang sesuai dinamika masyarakat itu. Oleh karena itu, hukum selalu dapat

ditemukan sebagai pedoman dalam penyelesaian setiap

masalah yang muncul dalam pergaulan manusia, yaitu

ketika ideal yang diharapkan (keadilan) tidak dalam

pergaulan tersebut.28

Teori hukum yang cukup dominan dalam

pemikiran hukum menyatakan baik secara eksplisit

maupun implisit bahwa yang membedakan norma

hukum dan norma-norma lainnya adalah pada norma

hukum dilekatkan paksaan atau sanksi.29

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa

Sanksi adalah tindakan atau “hukuman” yang

diberikan kepada individu karena melanggar hukum

tindakan yang merugikan hak orang lain. Hukuman

pada hakikatnya merupakan pengurangan terhadap

hak asasi manusia, oleh sebab itu pengaturannya

harus dengan produk legislasi,30 dengan tujuan yang

bersangkutan mengalami penderitaan bentuk-bentuk

sanksi berupa tindakan fisik dan non fisik atau

27 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 4. 28 Ibid., Hlm. 4. 29 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit, Hlm., 67. Dikutip dari Lon. L. Fuller, The Morality of

Law, New Haven: Yale University Press, Hlm. 109. 30 Amiruddin, Korupsi Dalam Pengadaan Barang & Jasa,

Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, Hlm. 160.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

13

tindakan psikis, contohnya memenjarakan seseorang,

sehingga sanksi dapat digolongkan dengan tindakan

pelanggaran hak. Jelas bahwa keberadaan sanksi

muncul seiring dengan diberlakukannya aturan dan

apakah unsur sanksi ini merupakan unsur yang

membuat aturan tersebut memiliki kualifikasi sebagai

hukum? Pertanyaan tersebut dijawab dengan baik

dengan pemahaman berikut:

Dalam hubungan dengan peraturan maka fungsi paling urgen dari hukum, principles atau asas, adalah

standar untuk menilai kelayakan peraturan, suatu

peraturan harus sesuai dengan hukum supaya dapat

berlaku atau mengikat sebagai sebuah keharusan

untuk diikuti. Atau dengan bahasa yang lebih metaforis dapat dikatakan bahwa hukum, sebagai nilai atau ideal yang ingin diwujudkan, adalah spirit

peraturan. Tanpa hukum peraturan mati.31

Standar untuk sebuah aturan memenuhi

kualifikasi sebagai hukum adalah aturan tersebut

harus berlandaskan pada principles atau asas, dengan

demikian konsep hukum lebih luas dari sekedar

peraturan atau jika pernyataan ini dibalik: peraturan

hanya salah satu manifestasi hukum dan tidak selalu

bahwa suatu peraturan merupakan hukum.32

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam

kehidupan bernegara atau bermasyarakat Sanksi

diperlukan untuk memaksa masyarakat tunduk kepada

hukum, namun pemahaman demikian menurut penulis

31 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 5 32 Ibid., Hlm. 6

Page 14: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

14

tidaklah terlalu tepat pemahaman penulis tersebut

didukung oleh pendapat Theo Huijbers yang

meluruskan pemahaman mengenai sifat hukum yang

mengharuskan.

Biasanya dikatakan bahwa hukum “memaksa”.

Apakah benar? Memang hukum mengharuskan. Akan

tetapi mengharuskan itu dapat berarti: menuntut dan dapat berarti: memaksa, mana yang benar? Kalau

umpamanya pemerintah menuntut supaya semua

anggota masyarakat hidup dalam damai, bahwa

mereka tidak boleh saling menyiksa dan membunuh,

sulit mengatakan bahwa pemerintah memaksa.

Pemerintah menuntut, sebab peraturan-peraturan yang bersangkutan mengharuskan, tetapi pada

umumnya orang tidak merasa dipaksa. Perbedaan

antara kedua kata itu terletak dalam sikap psikologis

orang-orang yang diharuskan untuk mentaati

peraturan-peraturan. Kata “menuntut” bersifat objektif, tanpa memandang sifat orang; kata memaksa

mengandung suatu unsur subjektif, yakni

mengandaikan bahwa orang mau melanggar peraturan

yang ditentukan. Maka hukum sebagai paksaan

mengandaikan pelanggaran. Bila terdapat pelanggaran

hukum memaksa dengan ancaman penggunaan kekerasan (denda, penjara). Tetapi menurut perasaan

kebanyakan orang hukum tidak memaksa, melainkan

menuntut. Hukum hanya memaksa bagi orang yang

tidak mau taat kepada hukum.33

Berikut pendapat Peter Mahmud Marzuki yang

memiliki keserasian dengan pendapat di atas bahwa,

tidak dapat dipungkiri bahwa bilamana diperlukan,

paksaan memang dapat dihadirkan. Namun demikian

hal itu bukan berarti memberikan alasan pembenaran

terhadap pandangan yang menyatakan bahwa sanksi

33 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

15

merupakan tanda pembeda antara norma hukum dan

norma sosial lainnya.34

Memang sanksi sering terdapat dalam hukum

namun sebagaimana dikemukakan di atas bahwa hal

itu bukanlah esensi dari hukum itu sendiri karena

hukum pada dasarnya menginginkan kebaikan kepada

manusia, sehingga aturan-aturan hukum positif

sebagai produk penguasa sekalipun bukan berarti

harus mengandung saksi pendapat ini didukung L.J.

van Apeldoorn sebagaimana dikutip oleh Peter

Mahmud sebagai berikut:

... L.J van Apeldoorn. Secara tegas menyatakan

bahwa sanksi bukan elemen yang esensial dalam

hukum, melainkan elemen tambahan. Menurut Van

Apeldoorn, ajaran yang menyatakan ciri hukum terletak pada sanksi adalah sesuatu yang kontradiktif

dengan dirinya sendiri… suatu pandangan yang hanya

melihat bahwa tertib hukum merupakan suatu

organisasi paksaan, menyamakan hukum dengan aturan-aturan yang dibuat oleh sekawanan gangster.35

Eksistensi hukum adalah terletak pada kata harus

atau tidak harus melakukan sesuatu bukan terletak

pada sesuatu yang memuat sanksi sehingga perlu

adanya perbaikan terhadap pandangan bahwa

hubungan hukum dengan Sanksi adalah dimana

hukum selalu diidentikkan dengan sanksi kalau

pandangan di atas diikuti maka sesuatu dapat

34 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op. Cit., Hlm. 72. 35 Ibid., Hlm. 71. Dikutip dari P. Van Dijk et al, Van

Apeldoorn’s Inlending tot de studie van het Nederlandse Recht.

W.E.J. Tjeenk-Willijnk, 1985, Hlm. 28.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

16

dikatakan hukum hanya jika hal tersebut memuat

sanksi tau mengatur hal yang menyengsarakan

padahal tujuan hukum itu sendiri adalah damai

sejahtera, sehingga pandangan tersebut mengakibatkan

kontradiksi dan mereduksi makna dari hakekat hukum

itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum yang

penelitiannya berada pada tataran teori hukum dan

filsafat hukum36 bahwa untuk penelitian hukum dalam

tataran teori hukum isu hukumnya harus mengandung

konsep hukum dan untuk tataran filosofis isunya

harus menyangkut asas-asas hukum. Maka untuk

menjawab rumusan masalahnya dalam penelitian ini

akan dikemukakan konsep hukum dan Asas-asas

hukum. Yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian sebagaimana telah diuraikan pada latar

belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Apakah Sanksi merupakan bagian utama atau

esensi dalam Hukum?

2. Bagaimana Kedudukan Sanksi Dalam Hukum?

36 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi),

Kencana Prenanda Media Group, Jakarta, 2013, Hlm. 99.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

17

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yang

pertama adalah menemukan esensi atau unsur utama

dalam hukum dengan demikian akan bisa terjawab

rumusan masalah yang pertama mengetahui Apakah

Sanksi merupakan bagian utama atau esensi dalam

Hukum. Tujuan yang kedua dari penelitian ini adalah

menemukan seperti apa atau bagaimana Kedudukan

Sanksi Dalam Hukum.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

18

D. Landasan Teori

1. Konsep Hukum

Pada dasarnya hukum berbeda dengan undang-

undang. Dalam teori ini akan dikemukakan mengenai

perbedaan mendasar antara hukum dan undang-

undang atau peraturan yang sangat kental dengan

unsur kekuasaan. Konsep hukum yang dipergunakan

di sini adalah terminologi atau istilah yang dalam

bahasa Latin disebut ius dalam Bahasa Inggris disebut

Law. Konsep hukum sebagai ius atau Law berbeda

dengan konsep peraturan atau lex atau Laws yang di

Indonesia kemudian disebut dengan Undang-undang.37

Perbedaan Law dan Lex sebagaimana

dikemukakan oleh Roscoe Pound sebagai berikut:

Law is a body of ideals, principles, and precepts for the adjustment of the relations of human beings and the ordering of their conduct in society. Law seek to guide decision as laws seek to constrain action. Law is needed

to achieve and maintain justice. Laws are needed to keep the peace–to maintain order. Law is experience developed by reason and corrected by further experience. Its immediate task is the administration of justice; the attainment of full and equal justice to all. The task of

37 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 3

Page 19: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

19

laws is one policing, of maintaining the surface of order.38

Sebagaimana dikemukakan oleh Pound hukum

diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan

keadilan. Melihat keadilan sebagaimana dikemukakan

oleh Ulpianus, bahwa adalah Justitia est perpetua et

constants voluntas jus suum cuique tribuendi

terjemahan bebasnya yaitu “keadilan adalah suatu

keinginan yang terus-menerus dan tetap untuk

memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.”39

Hukum adalah keadilan, maka dari itu bila hukum

sama dengan keadilan, kiranya orang tidak akan

menyamakan hukum lagi dengan sejumlah larangan,

melainkan akan memandangnya sebagai bagian dari

cita-cita hidup. Orang-orang yang hidup dalam suatu

masyarakat akan dijiwai oleh suatu semangat baru

yang berdasarkan prinsip-prinsip moral dan pengakuan

akan hak-hak tiap-tiap orang untuk hidup secara

manusiawi.40

Pembentukan hukum harus dibimbim oleh rasa

keadilan, yakni rasa tentang yang baik dan pantas bagi

orang-orang yang hidup bersama.41 Keadilan sebagai

sumber validitas dari hukum sehingga dapat ditangkap

38 Krishna Djaya Darumurti, Konsep dan Asas Hukum

Kekuasaan Diskresi Pemerintah, dikutib dari Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, The University of Georgia

Press, Athens, 1960, Hlm. 1-2. 39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi),

Op.Cit, Hlm. 97. 40 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 11. 41 Ibid., Hlm. 24.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

20

konsep hukum yang dijadikan landasan berfikir dalam

penulisan karya ilmiah ini adalah Ius dan Ius inilah

yang merupakan spirit dari lex.42

Peraturan (lex) hanya salah satu bentuk

manifestasi dari hukum (ius).43 Dikatakan demikian

karena Undang-undang tidak dapat menguras

hukum.44 Lex dalam kondisi sesempurna apapun tetap

saja tidak dapat menguras Ius. Sebagai contoh: dalam

hukum administrasi bahwa sebanyak apapun

peraturan perundangan-undangan yang digunakan

sebagai patokan penyelenggaraan negara tetap saja

akan ditemukan adanya gap, sehingga diskresi tetap

diperlukan bahkan sifatnya menjadi sebuah keharusan,

itulah hukum.45 Dengan demikian Ius belum tentu

ditemukan dalam segala peraturan, akan tetapi

terwujud dalam suatu hukum alamiah yang mengatur

baik alam maupun hidup manusia. Oleh para ahli yang

menganut aliran stoa hukum alam itu, yang melebihi

42 Titon Slamet Kurnia, et al, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum

& Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah Orientasi, Op.Cit., Hlm.

103. 43 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 3 44 Sudikno Mertokusumo dan Pilto A., Bab-Bab Tentang

Penemuan Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, 1993, Hlm.

53. 45 Krishna Djaya Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah:

Kajian Mengenai Konsep, Dasar Pengujian, dan Sarana Kontrol, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hlm. 82.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

21

hukum positif, dipandang sebagai pernyataan

kehendak ilahi.46

2. Tujuan Hukum

Menurut hukum alam kuno, keberadaan segala

sesuatu bukan sekedar untuk mempertahankan dirinya

sendiri, melainkan merupakan suatu perjalanan

menuju tujuan tertentu yang dalam bahasa yunani

disebut telos (τέλος) dengan demikian konsep hukum

alam kuno berpandangan bahwa segala sesuatu

bereksistensi untuk tujuan tertentu. Pandangan ini

disebut pandangan teleologis yang berasal dari bahasa

Yunani telos (τέλος).47

Segala sesuatu bereksistensi untuk tujuan

tertentu, dari pernyataan ini secara gampang dapat

diartikan bahwa hukum hadir tidak tanpa tujuan,

melainkan hukum juga memiliki tujuan. Tujuan

hukum mengarah kepada sesuatu yang hendak dicapai

sehingga tujuan hukum merujuk pada sesuatu yang

ideal yang sifatnya abstrak dan tidak operasional.48

Di dalam ilmu hukum disebutkan bahwa tujuan

hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dan

keadilan.49 Sebagaimana menurut L.J. van Apeldoorn,

tujuan hukum adalah untuk mempertahankan

46 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 25. 47 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit.,Hlm. 88. 48 Ibid., Hlm. 88. 49 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi),

Op.Cit., Hlm. 96.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

22

ketertiban masyarakat.50 Namun selayaknya hukum

tidak melihat manusia sebagai mahluk lahiriah akan

tetapi juga dilihat sebagai mahluk rasional yang

memiliki sikap batinnya, sehingga ketika manusia juga

dipandang dari sisi batinnya maka tujuan hukum yang

hanya berfokus pada ketertiban saja adalah kurang

tepat, karena hal tersebut hanya mencakup aspek

lahiriah manusia.

Dalam mempertahankan ketertiban hukum juga

harus mementingkan batin manusia dan untuk

memenuhi hal tersebut hukum harus tetap memenuhi

keadilan dalam arti bahwa hukum harus secara

seimbang melindungi kepentingan-kepentingan yang

ada dalam masyarakat.51 Dengan demikian ketertiban

dapat tercapai dengan cara yang damai sehingga

tepatlah bahwa tujuan hukum ialah mengatur

pergaulan hidup secara damai. Karena hukum

menghendaki perdamaian.52

van Apeldoorn menerangkan bahwa: “apa yang

kita sebut tertib hukum mereka sebut damai (vrede).

Keputusan hakim, disebut vredeban (vredegebod),

kejahatan berarti pelanggaran perdamaian

50 Ibid., Hlm. 96. Dikutip dari P. van Dijk, Van Apeldoorn’s

Inlendingtot de Studievan het Nederlandse Recht. Tjeenk-Willinjk.

1985, Hlm. 10-12. 51 Ibid., Hlm. 96. 52 L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 32),

Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 10.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

23

(vredebreuk), penjahat dinyatakan tidak damai

(vredelos), yaitu dikeluarkan dari perlindungan

hukum.”53 Demikian tujuan hukum yang sebenarnya

adalah sebagaimana oleh Peter Mahmud Marzuki

adalah untuk mempertahankan vrede yaitu damai

sejahtera yang di dalamnya terdapat ketertiban dan

keadilan bagi anggota-anggota masyarakat.54

Adalah Teguh Prasetyo melalui teori keadilan

bermartabat yang mengagas tiga pokok pikiran utama,

mengangkat kodrat manusia, mengangkat martabat

bangsa Indonesia, menengahi perdebatan positivisme

dan hukum alam.

Pertama: bahwa hukum harus ditujukan untuk

mengangkat harkat dan martabat manusia dengan cara

memanusiakan manusia atau dengan ungkapan nge

wongke wong.55 Kehendak hukum adalah

memanusiakan manusia. Bahwa hukum harus

menempatkan manusia pada kodratnya sebagai

mahluk Tuhan yang Paling Mulia, bahwa manusia

sebagai mahluk tuhan yang paling mulia harus

mengabdi pada memanusiakan manusia. Dalam teori

keadilan bermartabat yang menyatakan bahwa teori

keadilan bermartabat yang peduli dalam memanfaatkan

kesempatan yang diberikan Tuhan kepadanya untuk

membantu sesamanya melalui kegiatan berfikir;

53 Ibid., Hlm. 11. 54 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 33. 55 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat, Op.Cit., 22.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

24

memanusiakan manusia atau nge wong ke wong.

Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

Imperium hukum adalah imperium akal budi, karsa

dan rasa seorang anak manusia, dimanapun ia berada

menjalani kehidupannya. Hal ini sejalan dengan prinsip dalam teori keadilan bermartabat yang peduli

dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan

Tuhan kepadanya untuk membantu sesamanya

melalui kegiatan berfikir; memanusiakan manusia atau nge wong ke wong.56

Kedua: bahwa sistem hukum Indonesia

seharusnya tidak perlu mengambil sistem hukum dari

luar dalam konteks Indonesia yaitu sistem hukum dari

warisan kolonial Belanda, akan tetapi menggali

langsung dari dalam jiwa bangsa (volgeist) Indonesia itu

sendiri.57 Bahwa sistem hukum Indonesia pada

hakekatnya tidak perlu mengambil atau

memberlakukan hukum-hukum yang berasal dari luar

yang dalam hal ini adalah sistem hukum yang diadopsi

dari dunia barat. Indonesia seharusnya menggali

langsung nilai-nilai yang berkembang dalam jiwa

bangsa Indonesia sendiri dengan demikian martabat

bangsa Indonesia telah ditinggikan.

Ketiga: menjembatani perdebatan antara

pemikiran hukum alam dengan aliran positivisme

hukum. bahwa sistem hukum Indonesia (hukum

positif) harus bersumber pada Pancasila terutama Sila

56 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat, Op.Cit., 57 Ibid., Hlm. 77-90.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

25

Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa (hukum Alam),58

dengan kata lain bahwa hukum positif harus

bersumber pada hukum alam.

Nilai yang tertinggi adalah berasal dari dalam.

Analogi yang dapat dibangun dari konsep di atas

adalah dalam hal bangsa Indonesia dianalogikan

sebagai individu, bahwa ketaatan individu terhadap

hukum semestinya tidak dipengaruhi sesuatu yang

berasal dari luar, akan tetapi ketaatan seharusnya

diperoleh dari dalam jiwa dan akal budi setiap individu

untuk mematuhi hukum karena memang ia berfikir

hukum akan membawanya pada keadaan yang baik,

yaitu keadilan dan damai. Dengan demikian bukan

karena sanksi individu taat hukum namun karena

kerelaannya sendiri dengan demikian ia telah

mengangkat martabatnya sebagai manusia.

Kehendak akan hukum adalah kehendak yang

dipilih manusia secara sadar dari dalam diri untuk

melaksanakan hukum. Bahwa dengan adanya kerelaan

yang berasal dari dalam diri manusia maka hukum

akan mewujudkan ketertiban sekaligus kedamaian bagi

individu dan masyarakat. Dengan demikian tepatlah

apa yang dikatakan, bahwa tujuan hukum adalah

Damai Sejahtera (Vrede) 59

58 Ibid., Hlm. 17, 115-118. 59 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 33.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

26

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach)

Dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar,

dan spekulatif, penjelajahan filsafat akan mengupas isu

hukum dalam penelitian normatif secara radikal dan

mengupasnya secara mendalam. Penjelasan dalam

filsafat meliputi ajaran ontologis, aksiologis,

epistimologis, teleologis, untuk menjelaskan secara

mendalam sejauh mungkin oleh pencapaian

pengetahuan manusia.60

Dalam tesis ini akan dibahas mengenai esensi

hukum, hubungan antara hukum dan asas hukum61,

hubungan antara hukum dengan keadilan, serta juga

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai tujuan

hukum, demikian perbincangan hukum bahas dari

aspek teleologisnya.62 Untuk membahas konsep-konsep

tersebut maka akan harus menyentuh sampai pada

filsafat hukum.

60 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum

Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006. 61 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi),

Op.Cit., Hlm. 228. 62 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit., Hlm. 87-91

Page 27: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

27

2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach).

Pendekatan konseptual adalah salah satu

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini.

Sebagaimana diuraikan dalam latar belakang cukup

banyak dibahas perdebatan antar mazhab atau aliran

berfikir dalam teori hukum, hal ini memberikan

gambaran bahwa pokok perbincangan tesis ini berada

pada tataran teoritis. Berikutnya juga dalam rumusan

masalah jelas telah mempersoalkan masalah-masalah

yang bersifat teoritis. 63 Maka dari itu tesis ini juga

harus ditujukan untuk menjawab permasalahan yang

bersifat teoritis.

Penelitian ini tidak beranjak pada peraturan

perundang-undangan, melainkan yang menjadi dasar

pijakan dalam penelitian ini adalah pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang

dalam ilmu hukum guna membangun suatu konsep

hukum.64 Demikian bahwa dalam penelitian ini akan

banyak berbicara mengenai definisi-definisi hukum,

sifat kaidah hukum, perbedaan antara aturan hukum

dan asas hukum, sistem hukum dan keberlakuan

hukum.65

63 Ibid. 64 Ibid., Hlm., 177-178. 65 Titon Slamet Kurnia, et al, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum

& Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah Orientasi, Op.Cit., Hlm.

169

Page 28: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum

28

F. Sistematika Penelitian

Bab II. TATARAN HUKUM

A. Konsep Hukum

B. Asas Hukum

C. Norma/Kaidah Hukum

D. Aturan Hukum

BAB III ESENSI HUKUM

A. Tujuan Hukum

B. Opinio Necessitates

C. Keberlakuan Hukum

BAB IV KEDUDUKAN SANKSI DALAM HUKUM

A. Hak dan Hukum

B. Sifat Hukum

1. Kepastian Hukum

2. Kepastian Hukum dan Sanksi

C. Hukum dan Sanksi

1. Ketentuan Hukum dan Ketentuan Peraturan

2. Sanksi Dalam Hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

Page 29: BAB I PENDAHULUAN · dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya “dimana ada masyarakat di situ ada hukum.” Ungkapan klasik tersebut memberikan gambaran bahwa kapan hukum