bab i pendahuluan a. latar belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · semenjak awal...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masyarakat awam. Semua pihak berbicara dan memberikan komentar tentang “otonomi daerah” menurut pemahaman dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai kalangan terhadap otonomi daerah disebabkan perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan. Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan

bahan kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat,

kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masyarakat awam. Semua pihak

berbicara dan memberikan komentar tentang “otonomi daerah” menurut pemahaman

dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai

kalangan terhadap otonomi daerah disebabkan perbedaan sudut pandang dan

pendekatan yang digunakan. Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang

baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep

otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian

sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945

menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak

otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut

sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

2  

otonomi daerah yang nyata dan bertanggung. Sedangkan saat ini di bawah UU

22/1999 dianut prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.

Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang

berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah

otonom untuk menatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.1

Sedangkan prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah

yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah

keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup

kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar

negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan

bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan

otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan

pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh

hidup, dan berkembang di daerah. sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang

bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai

konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan

kewajiban yang dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi,

                                                            1Wignosubroto, Soetandyo, dkk. Pasang Surut Otonomi Daerah. Jakarta: Institut for Local Development,2005. Hal xx  

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

3  

berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan

hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah dalam rangka

menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam undang-undang nomor 32

tahun 2004 adalah :

1. Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

bertangung jawab.

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota.

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga

tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah

Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi

wilayah administratif.

6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan

legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi

anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

4  

7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam

kedudukannya sebagai Wilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan

tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.

8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah

kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai

dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan

kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang

menugaskannya.

Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU

32/2004 merupakan salah satu kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang pernah

ada di Republik ini. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap

sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah.

Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan

pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat memenuhi aspirasi berbagai

pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan

Daerah.2

Pelaksanaan pembangunan daerah tentu saja tidak terlepas dari ketersediaan dana

untuk pembiayaannya. Pembiayaan bagi pelaksanaan pembangunan daerah

dituangkan dalam anggaran pembangunan. Selama ini anggaran pembangunan daerah

terbagi atas anggaran pembangunan yang termasuk dalam APBD dan anggaran

                                                            2Bratakusumah, Dedy Supriyadi & Solihin, Dadang. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka,

2002.Hal 3. 

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

5  

pembangunan yang dikelola oleh instansi vertikal di daerah. Anggaran pembangunan

daerah pada umumnya bersumber dari bantuan pembangunan yang diberikan oleh

pemerintah pusat. Bantuan pembangunan yang diberikan oleh pusat kepada daerah

terdiri atas bantuan umum dan bantuan khusus. Bantuan umum pada prinsipnya

merupakan dana yang diserahkan penggunaannya kepada daerah dalam rangka

pembangunan daerah, sedangkan bantuan khusus penggunaannya ditetapkan oleh

pemerintah melalui Inpres.3

Dalam pelaksanaan bantuan umum tersebut pada kenyataannya pemerintah pusat

memberlakukan dua ketentuan yaitu diarahkan dan ditetapkan. Ditetapkan

maksudnya penggunaan dana tersebut telah ditetapkan khusus oleh pemerintah pusat

sehingga daerah hanya melaksanakan sesuai ketetapan tersebut. Sedangkan pada

penggunaan yang diarahkan, pusat menetapkan ketentuan dan batasan yang harus

diikuti daerah dalam penggunaan dana tersebut. Kalau kita perhatikan kondisi

tersebut secara seksama sebenarnya selama ini program pembangunan daerah lebih

banyak ditentukan oleh pusat daripada daerah sendiri. Perencanaan pembangunan

yang disusun daerah harus berada dalam ketentuan atau batas-batas yang digariskan

pusat. Batasan-batasan yang diberikan oleh pusat tersebut kadang-kadang berbenturan

dengan kepentingan dan kebutuhan daerah sehingga dapat menyebabkan program

pembangunan yang disusun tidak menyentuh kebutuhan daerah dan masyarakat.

                                                            3Drs. D. J. Mamesah.Sistem Administrasi Keuangan Daerah. 1994. Hal 32. 

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

6  

Disamping hal di atas pengalokasian anggaran pembangunan sektoral di

daerah yang dikelola oleh instansi vertikal sering tumpah tindih dengan program

pembangunan daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah. Hal ini tentu saja

merupakan pemborosan anggaran pembangunan. Melalui kewenangan yang diberikan

oleh UU 32/2004 kepada daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah maka

berbagai kelemahan dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran pembangunan

daerah diharapkan dapat disempurnakan. Dengan kewenangan yang dimilikinya

daerah dapat menyusun perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan

daerah dan aspirasi masyarakat. Perencanaan pembangunan tersebut dapat

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.

Secara umum, anggaran pemerintah daerah di Indonesia belum memiliki

perspektif gender. Dalam UU 32/2004 kesetaraan gender telah menjadi urusan wajib

pemerintah daerah yang terdapat pada Pasal 14 yaitu masuk pada urusan wajib

lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Anggaran tersebut

lebih merupakan alokasi keuangan yang bersifat aggregate, sehingga faktor manusia

secara sosial dan budaya yang berbeda, bahkan dibedakan, tidaklah terpikirkan. Hal

ini yang kemudian membuat kebijakan menjadi bias. Dalam rangka menghindari

adanya bias gender, pemerintah mewujudkan anggaran responsif gender (ARG).

Bentuk komitmen tersebut tercantum dalam Permendagri No 15 Tahun 2008 dan

semakin diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104 tahun 2010 yang

mengatur mengenai penerapan anggaran responsif gender. Dalam satu dasawarsa

terakhir, kita menyaksikan suatu proses perubahan paradigma setelah melalui

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

7  

perdebatan panjang dalam pemikiran gerakan feminisme, yakni antara pemikiran

yang lebih memusatkan perhatian kepada “masalah perempuan” berhadapan dengan

pemikiran fenimisme yang lebih menitikberatkan perhatian terhadap sistem dan

struktur masyarakat yang dilandaskan kepada analisis “hubungan gender”.

Konsep gender dan jenis kelamin (sex) merupakan dua konsep yang berbeda

namun sama-sama menjelaskan perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Pengertian

jenis kelamin (sex) merujuk pada perbedaan atribut fisik laki-laki dan perempuan

seperti perbedaan kromosom, alat kelamin, reproduksi, hamil, melahirkan, meyusui

serta perbedaan karakteristik fisik sekunder seperti rambut, pertumbuhan buah dada,

perubahan suara, dan seterusnya.Konsep jenis kelamin menjelaskan kodrat Tuhan

yang telah member ciri fisik yang berbeda antar laki-laki dan perempuan. Kodrat fisik

tersebut tidak dipertukarkan dan dimiliki sama oleh laki-laki dan perempuan di

seluruh tempat, budaya, serta dimiliki sejak lahir hingga meninggal dunia. Perbedaan

jenis kelamin (sex) dalam masyarakat memberikan konsekuensi makna sosial yang

berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Sedangkan konsep gender merupakan hasil konstruksi sosial yang diciptakan

oleh manusia, yang sifatnya tidak tetap, berubah-ubah, serta dapat dialihkan dan

dipertukarkan dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya menurut waktu, tempat

dan budaya stempat. Konsep gender diciptakan oleh masyarakat, yang dipengaruhi

oleh budaya, interpretasi pemuka agama, dan diturunkan secara turun temurun dari

generasi ke generasi. Perbedaan peran yang dijalankan oleh laki-laki-laki dan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

8  

perempuan menghasilkan perbedaan gender mempengaruhi pola relasi antara

perempuan dan laki-laki.4

Perbedaan antara konsep gender dan jenis kelamin dapat dilihat dalam table

berikut:5

Tabel 1.1 Perbedaan jenis kelamin dan gender

Jenis Kelamin Gender Menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan, khususnya pada bagian alat-alat reproduksi.

Menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil konstruksi (bentukan) masyarakat.

Peran reproduski tidak dapat berubah, sekali menjadi perempuan dan mempunyai rahim, maka selamanya akan menjadi perempuan dan sebaliknya.

Peran sosial dapat berubah, peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dapat berubah menjadi peran pencari nafkah.

Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan. Tidak mungkin laki-laki melahirkan dan perempuan membuahi.

Peran sosial dapat dipertukarkan, untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami tidak memiliki pekerjaan sehingga tinggal di rumah mengurus rumah tangga, sementara istri bertukar peran bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar negeri.

Peran reproduksi berlaku sepanjan masa. Peran sosial bergantung pada masa dan keadaan.

Peran reproduksi berlaku di mana saja. Peran sosial bergantung pada budaya masyarakat tertentu.

Peran repoduksi berlaku bagi semua kelas sosial.

Peran sosial berbeda natar satu kelas sosial dengan kelas sosial lainnya.

Peran reproduksi berasal dari Tuhan atau bersifat kodrati.

Peran sosial merupakan hasil buatan manusia dan tidak bersifat kodrati.

                                                            4Pedoman Teknis Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bagi Daerah, hal 7 5Pedoman Teknis Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bagi Daerah, hal 8 

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

9  

` Dengan melihat perbedaan tersebut maka kebutuhan antara perempuan dan

laki-laki pun berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan adanya anggaran yang berbasis adil

gender yang disebut dengan Anggaran Responsif Gender (ARG). Anggaran responsif

gender adalah bukanlah anggaran yang terpisah bagi laki-laki dan perempuan, tetapi

strategi mengintegrasikan isu gender ke dalam proses penganggaran, menerjemahkan

komitmen untuk untuk mewujudkan kesetaraan gender ke dalam komitmen anggaran.

Adapun prinsip-prinsip dari Anggaran Responsif Gender (ARG) yaitu:6

1. ARG yang diterapkan untuk mengasilkan output kegiatan, yaitu (i) Penugasan

prioritas pembangunan nasional dan daerah, (ii) Pelayanan kepada masyarakat

(service delivery), (iii) Pelembagaan Pengusutamaan Gender (PUG) yang di

dalamnya termasuk capacity building, advokasi gender, kajian sosialisasi,

desiminasi, dan/atau pengumpulan data terpilah.

2. ARG merupakan penyusunan anggaran guna menjawab secara adil kebutuhan

setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan sebagai upaya

mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

3. ARG pada penganggaran diletakkan pada output kegiatan. Output yang akan

dihasillkan harus jelas dan terukur.

4. ARG bukan fokus pada penyediaan anggaran dengan jumlah tertentu untuk

PUG, tetapi lebih luas lagi, bagaimana anggaran keseluruhan dapat

memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan.

                                                            6Pedoman Teknis Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bagi Daerah, hal 9 

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

10  

Kategori ARG dibagi menjadi 3 kategori yaitu:

1. Anggaran khusus target gender, adalah alokasi anggaran yang diperuntukan

guna memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau kebutuhan dasar

khusus laki-laki berdasarkan hasil analisis gender.

2. Anggaran kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk mengatasi

masalah kesenjangan gender. Berdasarkan analisis gender dapat diketahui

adanya kesenjangan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam akses

terhadap sumber daya, partisipasi, dan control dalam pengambilan keputusan,

serta manfaat dari semua bidang pembangunan.

3. Anggaran pelembagaan kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk

penguatan kelembagaan PUG, baik dalam hal pendapatan maupun capacity

building.

Anggaran Responsif Gender (ARG) merupakan instrument untuk mengatasi

adanya kesenjangan akses, control, partisipasi, dan manfaat pembangunan bagi laki-

laki dan perempuan yang selama ini masih ada, untuk mewujudkan keadilan dalam

penerimaan manfaat pembangunan. Proses penyusunan Anggaran Responsif Gender

(ARG) sejalan dengan sistem yang sudah ada, dan tidak membutuhkan penyusunan

khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki.

Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas masalah kaum

perempuan adalah membedakan antar konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender.

Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat diperlukan karena

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

11  

alasan sebagai berikut. Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender

sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami pesoalan-persoalan

ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebakan karena

adanya kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender different) dan ketidakadilan

gender (gender eniqualities) dengan struktur ketidak adilan masyarakat secara lebih

luas. Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat

pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara nasional maupun

kultural. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak

melahirkan ketidakadilan gender. Namun yang menjadi persoalan, perbedaan gender

ini telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki dan terutama

terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di

mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.7

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan

rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua

pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.

Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk

menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya. Bias gender yang mengakibatkan

beban kerja tersebut seringkali diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan atau

keyakinan di kalangan masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat

sebagai jenis “pekerjaan perempuan”, seperti semua pekerjaan domestik, dianggap

                                                            7Dr. Mansour Fakih. Menuju Dunia yang Lebih Adil melalui Perspektif Gender. 1996.  

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

12  

dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai

“pekerjaan lelaki”, serta dikategorikan sebagai “bukan produktif” sehingga tidak

diperhitungkan dalan statistik ekonomi negara. Sementara itu kaum perempuan,

karena anggapan gender ini, sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran

gender mereka.

Di lain pihak kaum lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni

berbagai jenis pekerjaan domestik itu. Hal ini patut digaris bawahi mengingat

perdebatan pemikiran seperti itu umumnya bersifat akademik, antaraktivis perempuan

serta mengalienasi dan mengabaikan perempuan pedesaan. Aliran pertama, yakni

pemikiran feminis yang memusatkan perhatian kepada “perempuan” mangasumsikan

bahwa munculnya permasalahan kaum perempuan disebabkan oleh rendahnya

kualitas sumberdaya kaum perempuan sendiri, dan hal tersebut mengakibatkan

ketidakmampuan kaum perempuan bersaing dengan laki-laki dalam pembangunan.

Oleh karena itu harus dilakukan upaya guna menghilangkan diskriminasi yang

menghalangi usaha mendidik kaum perempuan. Ada beberapa alasan dari analisis

“mengejar” ketertinggalan kaum perempuan ini, meskipun semuanya bertumpu di

atas paham modernisasi. Pertama, adalah pendekatan “pengentasan kemiskinan” , di

mana dasar pemikirannya adalah perempuan menjadi miskin karena mereka tidak

produktif sehingga mereka perlu diciptakan “projek peningkatan pendapatan” bagi

kaum perempuan. Kedua adalah “Pendekatan Efisiensi” yakni pemikiran bahwa

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

13  

pembangunan mengalami kegagalan karena perempuan tidak dilibatkan. Jadi,

pelibatan itu sendiri lebih demi efisiensi “pembangunan”.8

Seperti ini lebih memusatkan perhatian kepada kaum perempuan, dan

kegiatannya semata-mata guna memenuhi kebutuhan praktis perempuan. Kepandaian

mengendalikan negara dibarengi dengan kepandaian pengendalian keuangan akan

memberikan hasil yang memuaskan sesuai yang diharapkan. Sebaliknya tanpa

pengendalian keuangan yang baik, kurang mampu melihat ke depan, serta dengan

penuh kebijaksanaan yang kurang tepat dapat berakibat suatu kehancuran. Hal ini

juga berlaku bagi administrasi keuangan di daerah otonom, baik di Daerah Tingkat I

maupun Daerah Tingkat II. Dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan negara

baik dalam bidang pemerintahan umum maupun dalam bidang pembangunan serta

guna memelihara kehidupan dan kegiatan negara lainnya diperlukan biaya berupa

uang. Demikian juga di daerah, di mana pelaksana kegitan pemerintahan umum dan

pembangunan serta pemeliharaan sarana dan prasarana setiap tahun semakin

meningkat.

Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang

tertuang dalam Instruksi Presiden Nomo 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan

Gender Dalam Pembangunan Nasional serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di

Daerah. Mengingat hal tersebut maka salah satu upaya pemerintah dalam rangka

memajukan pembangunan di daerah adalah dengan membentuk suatu badan yang                                                             8Dr. Mansour Fakih. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. 1996 

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

14  

bertugas khusus dalam perencanaan pembangunan yaitu melalui keputusan Presiden

No.27 tahun 1980, tentang pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

yang disingkat BAPPEDA pada daerah tingkat I dan daerah tingkat II di seluruh

tanah air.Arah pembangunan yang terencana dengan baik dan dinamis sangat

dipengaruhi adanya peran serta masyarakat maupun unsur-unsur dalam masyarakat

yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyelenggaraan

pemerintahan. BAPPEDA selaku Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sangat

mempunyai peran penting dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (RAPBD), dimana TAPD adalah tim yang dibentuk dengan

keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas

untuk menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka

penyusunan APBD. Tim ini jugalah yang mempunyai wewenang dalam

pengalokasian Anggaran Responsif Gender (ARG).

Untuk di Kota Madiun belum ada Peraturan Walikota (Perwal) yang

menginstruksikan tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam

Pembangunan tetapi Kota Madiun sudah mempunyai peraturan tentang Pembentukan

Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (POKJA PUG) Kota Madiun yang diatur

dalam Keputusan Walikota Madiun Nomor 400-401-204/241/2009 dengan Kepala

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Madiun sebagai ketuanya. Selama ini

pemerintah kota Madiun menjalankan pengarusutamaan gender berlandaskan

Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan. Kurangnya pengetahuan para

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

15  

birokrat tentang gender menyebabkan sosialisasi tidak sampai ke lapisan masyarakat,

melainkan hanya sebatas pada SKPD saja. Namun pada kenyataannya tidak semua

SKPD memasukkan ARG ke dalam RKA-SKPD, selama ini hanya Badan

Pemberdayaan Masyarakat (BPM) sajalah yang melaksanakan hal tersebut. Hal ini

tentu saja bertolak belakang pada peraturan yang ada, yaitu Permendagri Nomor 15

Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di daerah.

Pengarusutamaan Gender merupakan suatu proses yang perlu dilaksanakan oleh para

perencana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sebagai wujud adanya komitmen

para pengambil keputusan, dengan harapan kegiatan yang dilaksanakan dapat

bermanfaat bagi masyarakat yang terdiri dari laki-laki-laki dan perempuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian diatas yang telah disebutkan maka penulis

merumuskan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Madiun

dalam mengalokasikan Anggaran Responsif Gender pada tahun 2010-2011?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Madiun dalam mengalokasikan Anggaran

Responsif Gender pada tahun 2010-2011?

3. Upaya apa saja yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kota Madiun dalam menghadapi kendala mengalokasikan Anggaran

Responsif Gender pada tahun 2010-2011?

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

16  

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Gambaran permasalahan dalam penelitian ini memiliki tujuan sebagai

berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana Peran Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah dalam Mengalokasikan Anggaran Responsif

Gender di Kota Madiun tahun 2010-2011.

b. Ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Mengalokasikan Anggaran

Responsif Gender di kota Madiun.

c. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah dalam menghadapi kendala dalam

pengalokasian Anggaran Responsif Gender di Kota Madiun.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dicapai penulis dari penelitian ini adalah :

a. Menambah pengetahuan bagi penulis baik yang bersifat teoritis

maupun praktis bagaimana peran badan perencanaan pembangunan

daerah dalam mengalokasikan anggaran responsif gender.

b. Sebagai sumbangsi bahan kajian dan referensi bagi masyarakat tentang

peran badan perencanaan pembangunan daerah dalam mengalokasikan

anggaran responsif gender serta sumbangsi ilmu pengetahuan dalam

fokus kajian yang ada dalam penelitian ini.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

17  

c. Penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan yang berguna

bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kota Madiun dalam

rangka mengalokasikan dana sehingga terwujudnya anggaran yang

berbasis adil gender, sehingga tidak ada kesenjangan antara laki-laki

dengan perempuan dalan kehidupan masyarakat.

D. Kerangka Dasar Teori

Untuk menjelaskan permasalahan yang ada, maka penulis menggunakan

beberapa teori untuk mendukung dasar pemikiran untuk mengupas permasalahan

yang ada.

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Pembentukan Bappeda Republik Indonesia ditetapkan dengan Keputusan

Presiden Republik Indonesia No 27 Tahun 1980 tentang Pembentukan Bappeda RI

yang mana Bappeda mempunyai dua tingkat kedudukan. Yang pertama, Bappeda

tingkat I (sekarang Pemerintahan Provinsi) dan Bappeda tingkat II (sekarang

Pemerintahan Kabupaten/Kota). Bappeda merupakan singkatan dari Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah yang mana badab ini menurut aturan KEPRES N0

27 Tahun 1980, badan ini adalah badan staf yang berada langsung dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Dimana Bappeda berperan sebagai

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

18  

pembantu Kepala Daerah dalam menentukan kebijakan di bidang perencanaan

pembangunan daerah.9

Sesuai dengan Peraturan Walikota Madiun Nomor 05 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Dan Lembaga Teknis Daerah Kota Madiun, tugas pokok dan fungsi Bappeda Kota

Madiun adalah sebagai berikut:

a. Tugas, Bappeda Kota Madiun mempunyai tugas: melaksanakan

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan

pembangunan daerah.

b. Fungsi, Bappeda Kota Madiun mempunyai fungsi: perumusan kebijakan

teknis di bidang perencanaan pembangunan, pengkoordinasian

penyusunan perencanaan pembangunan, pembinaan dan pelaksanaan tugas

di bidang perencanaan pembangunan daerah, serta pelaksanaan tugas lain

yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dengan demikian Bappeda adalah Badan Penyusun Rencana Kerja

Pembangunan Daerah (RKPD) di daerah baik dalam jangka panjang, jangka

menengah maupun rencana tahunan.

                                                            9 KEPRES No 27 Tahun 1980 tentang Pembentukan Bappeda Republik Indonesia

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

19  

2. Politik Anggaran Keuangan Daerah

Dianutnya konsep desentralisasi, khususnya otonomi dengan segala variannya

telah membawa dalam suasana yang memungkinkan daerah untuk mengatur, dan

mengurus kepentingan daerahnya, sesuai dengan aspirasi yang hidup dan berkembang

dalam masyarakat.Konsep desentralisasi atau otonomi tidak dapat dipisahkan dari

persoalan yang berhubungan dengan keuangan, atau finansial. Otonomi yang dalam

perspektif UU No. 33 Tahun 2004 diklasifikasikan sebagai hak, wewenang dan

kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat, mengandung makna hak, wewenang dan

kewajiban tersebut, untuk membiayai atau membelanjai diri sendiri.10

Dalam rangka membiayai penyelenggaraan aktivitas pemerintahannya, daerah

harus mempunyai sumber-sumber pendapatan sendiri, baik karena adanya penyerahan

urusan wewenang oleh Pemerintah Pusat kepada daerah, seperti pajak dan retribusi

daerah, maupun sumber-sumber pendapatan yang sebelumnya memang telah dikelola

dan diurus oleh daerah. Berlakunya UU No. 33 Tahun 2004 dalam praktik

mengakibatkan tingkat ketergantungan Daerah pada Pemerintah Pusat tetap sangat

tinggi, hal ini disebabkan manajemen pembangunan daerah yang berjalan

menunjukkan kecenderungan kurang serasi antara Pemerintah Pusat dan daerah,

untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah daerah harus mempunyai politik

anggaran sendiri guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

                                                            10Lihat, Politik Anggaran Dalam Otonomi Daerah, Diakses pada 07 Februari 2013

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

20  

Politik anggaran adalah adalah penetapan berbagai kebijakan tentang proses

anggaran yang mencakupi berbagai pertanyaan bagaimana pemerintah membiayai

kegiatannya; bagaimana uang publik didapatkan, dikelola dan disdistribusikan; siapa

yang diuntungkan dan dirugikan; peluang-peluang apa saja yang tersedia baik untuk

penyimpangan negatif maupun untuk meningkatkan pelayanan publik.11

Dengan demikian Pemerintah Daerah harus mempunyai kemampuan untuk

menentukan secara objektif kebutuhan akan keuangan (fiscal need) yang diperlukan

untuk membiayai penyelenggaraan dan menyediakan pelayanan yang diperlukan

masyarakat daerah. Artinya, Pemerintah Daerah harus dapat melakukan perhitungan-

perhitungan yang matang dan rasional mengenai rencana kegiatan-kegiatan yang akan

dilaksanakan sehubungan dengan penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah.

Berdasarkan rencana kegiatan tersebut, Pemerintah Daerah harus dapat menentukan

secara tepat dan objektif rencana pembiayaan masing-masing kegiatan, sehingga akan

diketahui kebutuhan keuangan yang diperlukan dalam satu tahun anggaran.

3. Anggaran Responsif Gender

Di Indonesia Anggaran Responsif Gender (ARG) mulai dikenal setelah

keluarnya KEPMENDAGRI No 132 Tahun 2003 yaitu minimal 5% untuk anggaran

Pengarusutamaan Gender (PUG).Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah suatu

strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan

                                                            11Lihat, Teori Politik Keuangan Publik dan Kebijakan Anggaran, Diakses pada 07 Februari 2013

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

21  

mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan

manusia (rumah tangga, masyarakat, dan Negara), melalui kebijakan dan program

yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan

dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari

seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Kemudian direvisi dengan PERMENDAGRI No 15 Tahun 2008 , yaitu anggaran

secara umum harus didasarkan pada pertimbangan dampak gender, dan bukan hanya

presentase tertentu

Anggaran Responsif Gender (ARG) bukan lah anggaran yang terpisah bagi

laki-laki dan perempuan, tetapi strategi mengintegrasikan isu gender ke dalam proses

penganggaran, menerjemahkan komitmen untuk mewujudkan kesetaraan gender ke

dalam komitmen anggaran. Sedangkan menurut PERMENDAGRI No 15 Tahun 2008

Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah pemanfaatan penganggaran yang berasal

dari berbagai sumber pendapatan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.

Menurut PERMENDAGRI No 15 Tahun 2008 kesetaraan gender adalah

kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan

hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan

politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam

menikmati hasil pembangunan. Sedangkan keadilan gender adalah suatu proses untuk

menjadi adil terhadap laki-laki dan

perempuan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

22  

Anggaran Responsif Gender (ARG) lebih menekankan pada masalah

kesetaraan dalam penganggaran. Kesetaraan tersebut berupa proses maupun dampak

alokasi anggaran dalam program/kegiatan yang bertujuan menurunkan tingkat

kesenjangan gender. Anggaran Responsif Gender (ARG) bekerja dengan cara

menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan dan laki-laki, dan

kemudian menganalisa apakah alokasi anggaran tersebut telah menjawab kebutuhan

perempuan serta kebutuhan lelaki secara memadai.

E. Definisi Konsepsional

Definisi Konsepsional adalah usaha untuk memperjelas pembatasan

pengertian antar konsep yang satu dengan konsep yang lain agar tidak terjadi over

laping atau kesalahan memahami konsep yang akan dikemukakan. Definisi

konsepsional yang digunakan yaitu:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah: Badan Penyusun Rencana

Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) di daerah baik dalam jangka

panjang, jangka menengah maupun rencana tahunan.

2. Politik Anggaran Keuangan Daerah: penetapan berbagai kebijakan tentang

proses anggaran yang mencakupi berbagai pertanyaan bagaimana

pemerintah membiayai kegiatannya; bagaimana uang publik didapatkan,

dikelola dan disdistribusikan; siapa yang diuntungkan dan dirugikan;

peluang-peluang apa saja yang tersedia baik untuk penyimpangan negatif

maupun untuk meningkatkan pelayanan publik.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

23  

3. Anggaran Responsif Gender: penggunaan atau pemanfaatan anggaran

yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mencapai kesetaraan

dan keadilan baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan.

F. Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan definisi operasional penelitian ini adalah unsur-unsur

penelitian yang memberikan batasan-batasan tertentu untuk memberikan pengukuran

suatu variabel guna mencapai tujuan penelitian. Untuk penilaian Peran Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Madiun dalam mengalokasikan anggaran

berbasis adil gender Tahun 2010-2011 dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai

berikut:

1. Peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam memasukkan PUG

dalam perencanaan pembangunan. Dilihat dari indikator:

a. Perencanaan ARG dalam APBD

b. Mengawal SKPD agar melaksanakan ARG

2. Pelaksanaan ARG dalam APBD

a. Adanya anggaran yang dialokasikan untuk PUG

b. Adanya program yang mengutamakan PUG

c. Adanya prosentase untuk PUG dalam APBD

d. Adanya program dan kegiatan yang mengutamakan PUG dalam setiap

SKPD

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

24  

3. Faktor-faktor serta upaya yang mempengaruhi peran Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Madiun dalam mengalokasikan anggaran

berbasis adil gender Tahun 2010-2011. Yang meliputi:

a. Faktor pendukung

b. Faktor penghambat

c. Upaya-upaya

G. Metode Penelitian

Menurut H. Nawawi dalam melakukan suatu penelitian perlu diketahui

tentang metode yang digunakan untuk mendapatkan data dalam rangka analisis dan

interprestasi data yang ada. Metodologi adalah suatu cara yang digunakan untuk

mencapai suatu tujuan.12

Dalam skripsi ini peneliti akan mengupas secara mendalam mengenai kinerja

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Madiun Tahun 2010-2011.

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penyususn menggunakan penelitian deskripstif

kualitatif.Dimana penelitian kualitatif ini didefinisikan sebagai istilah

yang umum dan mencakup beberapa teknik deskripstif, diantaranya

penelitian yang mengklasifikasikan dan menganalisa data serta

menyelesaikan masalah-masalah yang ada dengan menggunakan metode

instrument, dokumentasi dan studi pustaka.                                                             12Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Penerbit UGM Pers, Yogyakarta,1985.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

25  

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota

Madiun. Pemilihan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, sebagai

lokasi penelitian ini didasarkan atas keinginan untuk mengetehaui

bagaimana peran yang dimiliki oleh aparat Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah dalam proses pengalokasian dana anggaran

responsif gender tahun 2010-2011.

3. Unit Analisa Data

Unit analisa data adalah satuan terkecil yang merupakan objek nyata yang

akan diteliti sesuai dengan permasalahan yang ada dan pokok pembahasan

masalah dalam penelitian. Unit analisa data berisi penegasan tentang unit

atau kesatuan yang menjadi subjek dan objek penelitian. Berdasarkan

substansi tersebut Badan Perencanaan Pembangunan Kota Madiun akan

diminta informasinya sebagai basis data.

4. Jenis Data

Jenis Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder, yaitu:13

a. Data Primer

Data Primer adalah segala informasi atau hal-hal yang berkaitan

dengan konsep penelitian yang kita peroleh secara langsung dari unit

analisa yang dijadikan sebagai objek penelitian atau data yang                                                             13Rahmawati Eka Dian. Metode Penelitian Sosial.Yogyakarta.Fisipol UMY, 2010.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

26  

diperoleh langsung dari sumbernya atau lapangan tempat penelitian,

yang mana pertanyaan-pertanyaan akan diajukan kepada aparat Badan

Perencanaan Pembangunan Kota Madiun dalam bentuk interview guna

memperoleh data yang dibutuhkan.

Data Primer Sumber

Peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam memasukkan PUG dalam perencanaan pembangunan. Dilihat dari indikator: a. Perencanaan ARG dalam APBD b. Mengawal SKPD agar

melaksanakan ARG

Observasi dan Hasil wawancara dengan staff Bidang Perencanaan Ekonomi, Sosial dan Budaya Bappeda Kota Madiun.

Pelaksanaan ARG dalam APBD a. Adanya anggaran yang

dialokasikan untuk PUG b. Adanya program yang

mengutamakan PUG c. Adanyan prosentase PUG dalam

APBD d. Adanya program dan kegiatan

yang Mengutamakan PUG dalam setiap APBD

Observasi dan Hasil wawancara dengan staff Bidang Perencanaan Ekonomi, Sosial dan Budaya Bappeda Kota Madiun.

Faktor-faktor serta upaya yang mempengaruhi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Madiun dalam mengalokasikan ARG tahun 2010-2011. yang meliputi: a. Faktor pendukung b. Faktor penghambat c. Upaya-upaya

Observasi dan Hasil wawancara dengan staff Bidang Perencanaan Ekonomi, Sosial dan Budaya Bappeda Kota Madiun.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

27  

b. Data Sekunder

Semua informasi yang kita peroleh tidak secara langsung, melalui

dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep penelitian (ataupun

yang terkait dengannya) di dalam unit analisanya yang dijadikan

sebagai obyek penelitian.

Data Sekunder Sumber

Peraturan tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional

Dokumentasi, Instruksi Presiden Nomor 09 Tahun 2000

Peraturan tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Gender Di Daerah

Dokumentasi, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008

Peraturan tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (POKJA PUG) Kota Madiun

Dokumentasi, Peraturan Walikota Madiun Nomor: 400-401.204/241/2009

Peraturan tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Madiun

Dokumentasi, Peraturan Walikota Madiun Nomor 47 Tahun 2008

Peraturan tentang Pembentukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Madiun

Dokumentasi, Keputusan Walikota Madiun Nomor: 910.05-401.023/175/2009

APBD Kota Madiun Tahun Anggaran 2010

Dokumentasi, Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 17 Tahun 2009

APBD Kota Madiun Tahun Anggaran 2011

Dokumentasi, Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 09 Tahun 2010

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

28  

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Melakukan pengamatan dan pencatatan baik secara langsung maupun

tidak langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh data-data

yang berhubungan dengan penelitian.14

b. Interview

Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep penelitian (atau yang terkait

dengannya) terhadap individu manusia yang menjadi unit analisa

penelitian ataupun terhadap individu manusia yang dianggap memiliki

data mengenai unit analisa penelitian.15 Dalam penelitian ini

responden yang akan diwawancarai adalah:

a. Kepala Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota

Madiun.

b. Pegawai kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

Kota Madiun.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan

berbagai dokumen atau catatan yang mencatat keadaan konsep

penelitian (ataupun yang terkait dengannya) di dalam unit analisa yang

                                                            14Rahmawati Eka Dian. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Fisipol UMY 2010. 15Rahmawati Eka Dian .Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Fisipol UMY, 2010 .  

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

29  

dijadikan sebagai obyek penelitian. Sumber data: dokumen resmi,

arsip, media massa etak, jurnal, biografi, dsb.

6. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengkoordinasikannya

ke dalam suatu pola, kategori dan satuan urutan dasar, yaitu:

1. Mengidentifikasi data tentang bagaimana peran Bappeda Kota Madiun

dalam memasukkan PUG ke dalam perencanaan pembangunan tahun

2010-2011.

2. Mengelompokkan data tentang data primer dan data sekunder.

3. Menjabarkan data yang telah didapatkan di lokasi penelitian.

4. Melakukan justifikasi terhadap data tentang pengalokasian ARG

dalam APBD.

5. Melakukan analisis tentang peran Bappeda selaku TAPD dalam

mengalokasikan ARG dalam APBD.

6. Mengambil kesimpulan tentang apakah ARG di Kota Madiun telah

berjalan dengan baik atau belum.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif, sehingga analisa tersebut berdasarkan kemampuan nalar peneliti

dalam menghubungkan fakta dengan data informasi yang diperoleh.

Namun dalam uraian selanjutnya tidak menutup kemungkinan jika data

yang ditampilkan bersifat kuantitatif sebagai penunjang pengelolaan data

kualitatif.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangthesis.umy.ac.id/datapublik/t26576.pdf · Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

30  

Metode kualitatif adalah prosedur prnrlitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-rang dan pelaku

yang diamati. Teknik analisa yang digunakan adalah analisa

kualitatif.Yang dimaksud dengan analisa kualitatif menurut

Koentjaraningrat adalah “data yang dikumpulkan itu berpa studi kasus

yang bersifat monografis, mudah diklarifikasikan, digambarkan dengan

kalimat, dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh

kesimpulan.Selanjutnya menganalisa sesuai dengan obyek yang diteliti

dan menginterpretasikan data atau dasar teori yang ada serta untuk menilai

makna yang bersifat menyeluruh.Data tersebut diperoleh dari naskah

wawancara, catatan laporan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan

sumber-sumber lainnya guna menunjang keabsahan dalam penelitian.