bab i pendahuluan a. latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum 1 . Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya 2 . Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peraturanperaturan tindak pidana yang diatur didalam KUHP dan subtansinya telah jelas pengikatannya dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada setiap orang sehingga memberikan kejelasan dengan pasti. apa yang dilarang dan apa yang di perintahkan. 1 Lihat Pasal 1 UUD Republik Indonesia Tahun 1945 2 Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta, Aksara Baru, 1981, hlm.10

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara hukum1. Pernyataan tersebut secara

tegas tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara

hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai

ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta

kesejahteraan bagi warga negaranya2. Konsekuensi dari itu semua adalah

bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara

Indonesia.

Hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum

mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia,

maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang

menerimanya sebagai ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan

kepentingan-kepentingan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Peraturan–peraturan tindak pidana yang diatur didalam KUHP dan

subtansinya telah jelas pengikatannya dalam rangka memberikan kepastian

hukum kepada setiap orang sehingga memberikan kejelasan dengan pasti.

apa yang dilarang dan apa yang di perintahkan.

1 Lihat Pasal 1 UUD Republik Indonesia Tahun 1945

2Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta, Aksara Baru, 1981, hlm.10

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

2

“Dalam hal ini tujuan pemindanaan menurut WirjonoProjodikoro

terdapat 2 teori yaitu3”:

1. Teori Absolut (Vergeldingsheorie) tujuan pemindanaan sebagai

ajang pembalasan atas perbuatan para pelaku karena telah

melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan

terhadap orang lain atau anggota masyarakat.

2. Teori Relatif (Doeltheorie) memenjarakan agar si pelaku atau

terpidana menjadi jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya

serta masyarakat umum agar mengetahui jika melakukan

perbuatan yang sama akan mengalami hukuman yang serupa.

dan memperbaiki pribadi si terpidana berdasarkan perlakuan dan

pendidikan selama menjalani hukuman dan menjadikan manusia

seutuhnya yang menyadari kesalahannya.

Walaupun hukum dibuat untuk suatu tujuan yang mulia, yaitu

memberikan pelayanan bagi masyarakat guna terciptanya suatu ketertiban,

keamanan, keadilan dan kesejahteraaan, namun pada kenyataannya masih

tetap terjadi penyimpangan-penyimpangan atas hukum, baik yang dilakukan

secara sengaja maupun tidak sengaja atau lalai. Terhadap penyimpangan-

penyimpangan hukum ini, tentunya harus ditindaklanjuti dengan tindakan

hukum yang tegas dan melalui prosedur hukum yang benar sesuai dengan

aturan perundang-undangan, meskipun hal itu dilakukan oleh para pejabat

dan petinggi negara yang selama ini banyak melanggar hukum dan

melakukan penyimpangan-penyimpangan diantaranya adalah korupsi.

Setelah rezim silih berganti, justru penegakan hukum Indonesia

semakin terpuruk, dan suka atau tidak suka, keterpurukan membawa

dampak negatif terhadap sektor kehidupan lain, utamanya sektor

3DikdikArief Mansyur , Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan

Realita,Rajawali Pres, Jakarta, 2007, Hal. 20

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

3

perekonomian bangsa4. Korupsi adalah kejahatan besar dan luar biasa yang

membahayakan kelangsungan pembangunan negara. Keterikatan kita oleh

„tradisi-budaya‟ korupsi merupakan bentuk penjajahan baru yang lebih

„sadis‟ dibandingkan masa penjajahan Belanda dan Jepang. Korupsi tak

berwujud dan tak memiliki senjata fisik sebagaimana Belanda dan Jepang

miliki. Korupsi bagai bom waktu yang suatu saat bisa meledak dan

menghancurkan negara ini. Hingga detik ini, skandal korupsi para koruptor

selalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar.

Beberapa kasus yang sempat mencuat, seperti kasus Nazaruddin yang

menjadi top isu di beberapa media, kasus persengketaan Banggar dengan

KPK dalam hal pembahasan RAPBN 2012, mencuatnya kembali kasus

pembunuhan Nasrudin Zulkarnain, hingga kisruhnya beberapa lembaga

negara atas dugaan korupsi yang melibatkan anggota fraksinya telah

menyulutkan optimisme publik tentang penangan masalah tindak pidana

korupsi.

Duduk permasalahan penyelesaian persoalan korupsi adalah bahwa

masyarakat belum bisa melihat dengan jelas kesungguhan pemerintah dalam

upaya memberantas tindak pidana korupsi. Mungkin menjadi tidak

berlebihan kiranya jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

mengubah jargon politis “Lanjutkan!” menjadi “STOP, Hentikan!” Terlebih

ketika muncul polemik baru seputar pro-kontra pemberian remisi dan grasi

4Achmad Ali. Keterpurukan Hukum di Indonesia (penyebab dan solusinya),Ghalia

Indonesia,Jakarta, 2002, Hal 7.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

4

bagi terpidana kasus korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya yang semakin

membingungkan publik atas sikap pemerintah selama ini.

Korupsi di negeri ini sudah sangat akut. Dari masa pasca

“kemerdekaan” hingga pemerintahan SBY jilid 2, kasus korupsi masih saja

sangat eksis. Korupsi kini telah menjadi budaya tersendiri di negeri ini.

Budaya asli Indonesia yang lahir dari kalangan elit, yang menggunakan

wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan

kepentingan umum dan negara.

Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus yang menyebar ke

seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1960an. Langkah-langkah

pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai masa kini. Korupsi

berkaitan pula dengan kekuasaan, karena dengan kekuasaan itu penguasa

dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga

atau kroninya. Ditegaskanlah kemudian bahwa korupsi selalu bermula dan

berkembang di sektor publik dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan

kekuasaan itulah pejabat publik dapat menekankan atau memeras para

pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari

pemerintah.

Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan

pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.

Karena itu semua tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan

sebagai kejahatan biasa, melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

5

Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan

secara biasa, tetapi dituntut dan diadili dengan cara yang luar biasa.

Menurut catatan Pacific Economic and Risk Concultacy (PERC), pada

2005 silam Indonesia menempati dudukan pertama sebagai negara terkorup

di wilayah Asia. Hal ini tidak menyadarkan presiden untuk lebih tegas

dalam menangani kasus yang merugikan negara ini. Walaupun dalam

kenyataannya berbagai kasus korupsi telah diungkap dan para koruptor telah

diseret dalam Lembaga Permasyarakatan, namun masa hukuman yang

dikenakan berupa masa tahanan dengan rata-rata 4-5 tahun, yang terbilang

sangat ringan. Ditambah lagi hak setiap narapidana untuk mendapatan

asimilasi dan remisi masa tahanan yang tidak dapat dihindarkan, bahkan

dapat mengajukan permohonan grasi berupa pengampunan pada presiden

untuk dibebaskan.

Permohonan grasi kepada Presiden dapat diajukan terhadap putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.5 Artinya, setelah

suatu perkara selesai diputus oleh hakim, barulah dapat diajukan

permohonan grasi.

Berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Presiden Republik Indonesia berhak untuk

memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung (Ayat 1), serta memberikan

amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat (Ayat 2).6

5Lihat pasal 1 ayat 1 UU nomor 5 tahun 2010 tentang perubahan atas UU nomor 22 tahun

2002 tentang grasi . 6Lihat pasal 14 UUD RI tahun 1945.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

6

Grasi adalah salah satu dari lima hak Presiden Indonesia. Grasi adalah

Hak untuk memberikan pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan

pembebasan hukuman. Sebagai contoh yaitu mereka yang pernah mendapat

hukuman mati dikurangi menjadi bebas dari hukuman sama sekali.7

Masalah grasi mulai banyak diperbincangkan sejak pertengahan 2003

lalu. Presiden Megawati Soekarnoputri menolak permohonan grasi enam

narapidana mati. Mereka adalah lima orang terlibat pembunuhan, dan satu

orang dalam kasus narkoba. Pemberian grasi pada masa orde baru bukan

merupakan hal yang baru. Tercatat narapidana yang ditolak grasinya dan

telah dieksekusi mati mulai tahun 1978 hingga akhir 2007 mencapai 28

terpidana.

Tabel I8

Terpidana Yang Mengajukan Grasi di Indonesia

Tahun 2000-2012

No Nama Tahun Kasus Sanksi

Pidana

Keterangan

1 Astini 1994 Pembunuhan

dan mutilasi

Pidana

mati

Grasi ditolak

melaluiKepre

s No.9/G

2004

2 NamsongSiriak 21Februari

1994

Narkotika Pidana

Mati

grasi ditolak

melalui

KeppresNo

7/G tahun

2004

3 Turmudi 1997 Pembunuhan 5

orang

Pidana

mati

29 agustus

1998 Grasi

ditolak

4 Ayub Bulubuli Februari

1999

Pembunuhan 1

keluarga

Pidana

mati

Grasi ditolak

KeppresNo.1

7http://id.wikipedia.org/wiki/Grasi, diakses 28 mei 2012

8Bambang Waluyo. Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 14

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

7

tahun 2007

5 FabianusTibo Mei 2000 Pembunuhan

poso

Pidana

mati

Grasi ditolak

pada 10

Maret 2005

6 Domingus Da

Silva

Mei 2000 Pembunuhan

Poso

Pidana

mati

Grasi ditolak

pada 10

Maret 2005

7 MarinusRiwu Mei 2000 Pembunuhan

Poso

Pidana

mati

Grasi ditolak

pada 10

Maret 2005

8 Samuel Januari

2001

Narkotika Pidana

mati

Grasi ditolak

tahun

2004

9 Hansen Anthony Januari

2001

Narkotika Pidana

mati

Grasi ditolak

tahun

2004

10 Sumiarsih Januari

1989

Pembunuhan

keluarga

Pidana

mati

Pidana mati

Grasi ditolak

26 Mei

2008

11 Sugeng Januari

1989

Pembunuhan

keluarga

Pidana

mati

Grasi ditolak

26 Mei

2008

12 Tobagus Yusuf

Maulana

Tahun

2006

Penipuan dan

pembunuhan

8 orang

Pidana

mati

Grasi ditolak

10 Maret2008

13 Fausi bin Isman

Tahun

1996

Pembunuhan Penjara

20 tahun

Grasi diterima

tahun 1999

14 Sugeng

Yulianto

April 1998

Pembunuhan

Pidana

Seumur

Hidup

Grasi diterima

tahun1999

15 Riyanto

September

1999

Pembunuhan

Pidana

Seumur

Grasi diterima

tahun 2000

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

8

Hidup

16 Abadi

Abdullah

April 2000

Pembunuhan

Penjara

20

Tahun

Grasi diterima

tahun

2002

17 Fachrudin

alias Sukirna

September

1998

Pembunuhan

Penjara

20

Tahun

Grasi diterima

tahun

2001

18 Zamzuri bin

Mujib

Agustus

2000

Pembunuhan

Penjara

Seumur

Hidup

Grasi diterima

tahun

2003

19

Hariyanto bin

Yusuf

Juli 2001

Narkoba

Penjara

Seumur

Hidup

Grasi ditolak

tahun

2004

20 Sri Haryadi Oktober

2002

Pembunuhan

Penjara

Seumur

Hidup

Grasi ditolak

tahun

2005

21 Nasiman Oktober

2004

Pembunuhan Penjara

Seumur

Hidup

Grasi diterima

tahun

2008

22 Hariyanto Bin

Yusuf

Juni 1999

Pembunuhan

Seumur

Hidup

Grasi diterima

tahun

2001

23 SaelowPrasad Juni 1998 Narkoba Pidana

Mati

Grasi ditolak

tahun

2003

24 Ayodya

Prasad

Chaubey

Juni 1998 Narkoba Pidana

Mati

Grasi ditolak

tahun

2003

25 Chan Tian

Chong

Mei 2000 Narkoba Pidana

Mati

Grasi ditolak

tahun

2003

26 Syaukani

Hassan Rais

Desember

2007

Korupsi Pidana 6

tahun

penjara

Grasi di

terima tahun

2010, keppres

nomor 7/G

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

9

tahun 2010

27 SchapelleCorby 2005 Narkoba Pidana

20 tahun

penjara

Grasi di

terima tahun

2012

Dari tabel tersebut telah disebutkan para terpidana yang telah

mengajukan grasi. Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2002 Tentang

Grasi tidak lagi mengatur bahwa grasi diberikan sebagai upaya hukum

terakhir bagi terpidana mati saja yang telah memenuhi syarat mengajukan

upaya hukum baik biasa maupun luar biasa dan putusannya telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Tidak hanya pidana mati saja yang

diberikan ampunan oleh Presiden akan tetapi memberikan peluang terhadap

terpidana seumur hidup dan pidana penjara minimal 2 tahun. penjelasan

tersebut tertuang dalam Undang-UndangNomor 22 Tahun 2002 tentang

Grasi tertuang dalam pasal 2 ayat 29.

Presiden mempunyai kewenangan untuk memeberikan grasi yang

secara jelas di atur dalam Undang-Undang. Presiden memberi grasi dan

rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah agung10

.

Kewenangan presiden dalam memberi grasi diatur dalam pasal 14 ayat 1

Undang-Undang Dasar 1945, akan tetapi apakah pantas grasi diberikan

kepada seorang narapidana korupsi yang merugikan negara ratusan milyar.

9Lihat pasal 2 ayat 2 UU No 22 Tahun 2002 Tentang Grasi.

10Lihat pasal 14 ayat 1 UUD RI tahun 1945.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

10

Mengenai kewenangan presiden memberikan grasi, disebut

kewenangan presiden yang prerogatif dengan pertimbangan Mahkamah

Agung, atau disebut juga sebagai kekuasaan presiden dengan konsultasi.

Kekuasaan dengan kosultasi adalah kekuasaan yang dalam pelaksanaannya

memerlukan usulan atau nasehat dari institusi-institusi yang berkaitan

dengan materi kekuasaan tersebut. Selain grasi dan rehabilitasi,Presiden

memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat11

.

Kewenangan Presiden memberikan grasi terkait dengan hukum pidana

dalam arti . Hukum pidana subyektif membahas mengenai hak negara untuk

menjatuhkan dan menjalankan pidana12

. Hak negara yang demikian ini

merupakan hak negara yang besar, sehingga perlu dicari dasar pijakannya

melalui teori pemidanaan. Oleh karena itu, Presiden dalam memberikan

grasi harus didasarkan pada teori pemidanaan.

teori utilitarian atau teleogis. Teori ini melihat pemidanaan

dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah

situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya

pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk

memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain

pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari

kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini

dikatakan berorientasi ke depan (forward-looking) dan sekaligus

mempunyai sifat pencegahan (detterence).

Pemberian grasi terhadap narapidana koruptor menjadi kontroversial

melihat rentetan sejarah bangsa yang terpuruk oleh maraknya kasus korupsi

11

Lihat pasal 14 ayat 2 UUD RI tahun 1945.

12

AdamiChazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1(Stelsel pidana, Tindak pidana, Teori-

teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,

Hal 9

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

11

dengan kerugian negara tak tanggung-tanggung mencapai angka ratusan

miliar, bahkan triliun dalam per tahun. Pemberian grasi padaKeppres Nomor

7/G tahun 2010 tertanggal 15 Agustus 2010 yang didalamnya menyebutkan

memberikan grasi kepada Syaukani HR (mantan Bupati Kutai

Kartanegara), merupakan bukti tidak konsistennya pemerintahan Indonesia

dalam membrantas korupsi.

Syaukani terbukti melakukan tindak pidana korupsi selama 2001

hingga 2005 dan merugikan negara ratusan miliar13

. Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) menuntut Bupati nonaktif Kutai Kertanegara, Syaukani

Hassan Rais dengan pidana penjara delapan tahun atas dakwaan melakukan

empat tindak pidana korupsi selama 2001-2005 yang menimbulkan kerugian

negara Rp120,251 miliar. Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana

korupsi menyalahgunakan kewenangan melanggar hukum pada pasal 3 jo

pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor

20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) dan ayat (2).

Perbuatan korupsi yang pertama adalah menyalahgunakan dana

perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan

bandara Kutai Kartanegara, dana pembangunan bandara Kutai dan

penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat. Sepanjang

2001-2005, dana perimbangan yang disalahgunakan itu berjumlah Rp93,204

miliar. Dari jumlah itu sebanyak Rp27,8 miliar dalam surat dakwaan

disebutkan diterima dan dinikmati oleh terdakwa. Sementara itu untuk

13

http://id.wikipedia.org/wiki/Syaukani_Hasan_Rais (di akses pada tanggal 3 mei 2012)

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

12

perbuatan korupsi dana studi kelayakan bandara Kutai Kartanegara,

terdakwa pada April 2003 bertemu dengan Voni A Panambunan (Direktur

PT Mahakam Diastar Internasional) dan membicarakan tentang studi

kelayakan bandara Kutai Kartanegara. Anggaran yang diajukan sebesar

722.700 dolar AS dan kemudian disetujui, padahal pos untuk keperluan

tersebut belum tercantum dalam APBD Kutai Kartanegara. "Terdakwa juga

menyetujui pembayaran terhadap konsultan PT Mahakam Diastar

Internasional. Meski sudah ada pimpro proyek tersebut, Syaukani tetap

menyetujui padahal itukewenangan pimpro. Total pembayaran bagi PT MDI

sebesar Rp6,269 miliar. Ternyata perusahaan tersebut tidak melakukan uji

kelayakan namun menyerahkan pekerjaan itu kepada PT Incona dan

membayar Rp2,5 miliar. Sedangkan untuk pembebasan tanah bandara Kutai,

terdakwa setidaknya meminta pemegang anggaran untuk lima kali

mengeluarkan anggaran dengan alasan untuk pembebasan tanah padahal hal

tersebut, menurut JPU tidak dilakukan. Total dana yang digunakan

Rp15,250 miliar dan sebagai usaha untuk seakan-akan memenuhi prosedur

yang ada. Para pejabat terkait pembebasan tanah bandara di kabupaten

tersebut diminta membuat kelengkapan administrasi.

Secara keseluruhan dari kerugian negara sebesar Rp120,251 miliar,

terdakwa dinilai menikmati dan memperkaya diri sendiri sebanyak

Rp50,843 miliar dengan perincian dari dana perimbangan pungutan migas

Rp27,843 miliar, dana pembangunan bandara Rp15,250 miliar dan

penyalahgunaan dana kesejahteraan rakyat Rp7,750 miliar. Syaukani juga

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

13

didakwa memperkaya orang lain sebanyak Rp65,360 miliar dalam

pemberian keputusan pembagian dana perimbangan dan memperkaya Voni

A Panambunan sebesar Rp4,047 miliar melalui proyek pembangunan

Bandara Kutai Kartanegara.Syaukani merupakan orang Kutai yang

menyalahgunakan uang rakyatnya sendiri dan hukuman yang di jalankan

tidak sebanding dengan hak masyarakat yang telah dia rampas.

Syaukani Hasan Rais diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 11/PID.B/TPK/2007/PN.JKT.PST

tanggal 14 Desember 2007. Putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana

Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 01/PID/TPK/2008/PT.DKI

tanggal 26 Maret 2008 divonis hukuman penjara dua tahun enam bulan.

Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 868 K/Pid.Sus/2008 tanggal 28

Juli 2008, dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor: 8

PK/PID.SUS/2009 tanggal 16 September 2009, Syaukani divonis 6 tahun

penjara.

Syaukani Hasan Rais di jatuhi pidana penjara selama 6 tahun dan

Mendapatkan grasi dari enam tahun menjadi tiga tahun penjara. Dengan

pengurangan hukuman tersebut, Syaukani HR langsung bebas dari penjara

terhitung sejak 18 Agustus 2010. Padahal vonis yang dijatuhkan dalam masa

tahanan tertentu diharapkan menjadi efek jera bagi setiap tedakwa kasus

korupsi. Namun dengan adanya grasi, remisi, ataupun asimilasi

mementahkan efek tersebut dan berindikasi menurunkan frekuensi kerja-

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

14

kerja lembaga penegakan hukum negara seperti KPK dan Kepolisian dalam

menangani kasus korupsi.

Fenomena pemberian grasi pada koruptor adalah hal baru yang

tentunya sangat mengundang perhatian publik, apalagi hal itu diberikan

pada saat maraknya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh para

penyidik, baik dari Kepolisian Republik Indonesia ataupun Komisi

pemberantasan Korupsi.

Pemberian grasi pada koruptor tidak akan memberikan efek jera bagi

koruptor yang telah merugikan negara. Alasan kemanusian dan keadilan

dalam memberikan grasi dirasa tidak masuk akal, karena Masih banyak

narapidana dengan alasan kemanusiaan yang lebih pantas mendapatkan

grasi.

Pro dan kontra masalah ini akan menimbulkan kecacatan akan hukum

di negara ini. Sebagian masyarakat melihat sebelah mata tujuan pemerintah

akan pemberantasan korupsi. Tanpa mencegah, menangkal, mengeliminasi,

dan menghentikan munculnya keinginan untuk melakukan praktek-praktek

korupsi, maka institusi penegak hukum akan semakin kesulitan

menyelesaikan berbagai kasus yang akan muncul setiap saat. Celah-celah

hukum yang sudah terlewat banyak dalam tatanan penegakan hukum akan

ternoda kembali dengan pemberian remisi dan grasi kepada narapidana

koruptor yang kurang tepat.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dikemukakan bahwa

masalah Grasi yang merupakan salah satu kewenangan prerogratif presiden

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

15

banyak menuai kontroversi, khususnya grasi yang di berikan kepada para

narapidana koruptor. Sehingga dalam penelitian dan penulisan ini, penulis

mengambil judul “PEMBERIAN GRASI OLEH PRESIDEN

TERHADAP TERPIDANA KORUPSI SYAUKANI HASAN RAIS”

(Studi Keputusan Presiden Nomor 7/G tahun 2010)”. Dengan

menekankan pada penulisan dan penelitian yuridis yang berlandaskan pada

perundang-undangan yang mengatur secara jelas tentang pemberian grasi di

indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemilihan judul di atas, maka timbul

permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Apa pertimbangan Presiden Republik Indonesia dalam memberikan

grasi kepada terpidana korupsi Syaukani Hasan Rais?

2. Bagaimanakah keabsahan Keppres nomor 7/G tahun 2010 ditinjau

dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi?

C. Tujuan Penelitian

Apa dari tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan Presiden Republik Indonesia, dalam

memberikan grasi kepada terpidana korupsi Syaukani Hasan Rais,

pada Keppres Nomor 7/G Tahun 2010.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

16

2. Untuk mengetahui keabsahan pemberian grasi pada terpidana korupsi

dalam Keppres Nomor 7/G tahun 2010 ditinjau dengan peraturan

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang grasi.

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penulisan hukum diatas, maka penulis

mengklasifikasikan manfaat dan kegunaan penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Penelitian

a. Bagi Penulis

Dengan adanya penulisan ini, diharapkan sebagai media

penerapan teori –teori yang diterima pada saat perkuliahan, serta

sebagai pemenuhan persyaratan akademis untuk mencapai gelar

Kesarjanaan bidang Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang.

b. Bagi Masyarakat/Pembaca

hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan

bagi masyarakat luas mengenai pertimbangan dalam memberikan

grasi, unsur-unsur hukum pemberian grasi yang sesuai dengan aturan

hukum. pelaksanaan penegakan hukum yang harus didasarkan pada

peraturan perundang-undangan, Baik dari sisi keadilan hukum

ataupun kepastian hukum.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

17

c. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan koreksi pada

kebijakan pemerintah dalam memberikan grasi pada narapidana,

khususnya narapidana koruptor. Sehingga implementasi dari

peraturan perundang-undangan tersebut dapat efektif dan tidak

dipergunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai pembenaran

terhadap tindakan yang dapat menguntungkan narapidana yang

mendapat grasi. demi terwujudnya hukum yang adil dan

terbentuknya kepastian hukum tanpa adanya diskriminasi.

d. Bagi Kepentingan Akademis

Skripsi ini dapat ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

yang berguna untuk menambah wawasan atau pengetahuan tentang

masalah hukum dan sosial.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam bidang hukum, memberikan rekomendasi jawaban

terhadap permasalahan yang sedang di teliti dan sekaligus untuk

mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang

diperoleh khususnya dalam mengkaji pemberian grasi pada terpidana

korupsi.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

18

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan,

dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan

menggunakan metode ilmiah.

Pentingnya dilaksanakan penelitian hukum adalah untuk

mengembangkan disiplin ilmu dan ilmu hukum sebagai salah satu tridarma

perguruan tinggi. Penelitian hukum itu bertujuan untuk membina

kemampuan dan keterampilan para mahasiswa dan para sarjana hukum

dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah, yang objektif, metodik, dan

sistematik (Hilman Hadikusuma, 1995:8).

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penilitian adalah Keputusan

Presiden Nomor 7/G Tahun 2010 yang di dalamnya berisi pemberian grasi

pada narapidana korupsi. Adapun metode yang digunakan adalah:

1. Metode Pendekatan

Dalam penulisan ini, jenis pendekatan yang digunakan oleh

penulis adalah pendekatan yuridis. Yaitu mengkaji permasalahan

dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang telah

dijabarkan dalam pasal-pasalnya, dengan kata lain metode penelitian

ini dimulai dari menganalisa suatu kasus untuk kemudian dicari

penyelesaianya lewat prosedur perundang-undangan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

19

2. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. KUHP;

2. KUHAP;

3. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2002 tentang Grasi;

5. Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasan

Kehakiman

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.

sumber-sumber tertulis antara lain mencakup dokumen-

dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian, buku harian,

seminar, doktrin, yurisprudensi, azas-azas hukum, koran,

majalah, media cetak, media elektronik, dll.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

20

hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari

Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum14

.

3. Teknik Pengumpulan data

Dalam memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian

ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data

Kepustakaan. Dalam hal ini penulis menggunakan studi

kepustakaan atau libraryreseach yaitu pengkajian informasi

tertulis/buku-buku mengenai hukum yang berasal dari berbagai

sumber dan di publikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam

penelitian hukum Normatif15

serta studi Dokumentasi dimana

penulis mencari sumber-sumber informasi, baik dari internet dan

berbagai media. mendokumentasikan sebagai bukti riildalam

penyusunan penulisan Hukum ini.

4. Analisa Bahan Hukum

Teknik analisa bahan hukum yang digunakan adalah analisa

isi (content analysis), yaitu menganalisa secara mendalam

tentang isi perundang-undangan yang terkait masalah grasi yang

terdapat pada data primer yang di padukan dengan Keputusan

Presiden Nomor 7/G Tahun 2010. dilanjutkan dengan

menganalisis data yang diperoleh baik dari bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder dan membahas

14

SoerjonoSoekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press,

Jakarta, 2001, hlm.13

15

Abdul khadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya

Bakti,Bandung, 2004, hlm 81

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

21

permasalahannya. Dengan penganalisaan data primer dan data

sekunder secara kualitatif dari sudut pandang ilmu hukum. Data

primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah

disusun dengan teratur dan sistematis, kemudian dianalisa untuk

mendapatkan suatu kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyajikan dalam 4 (empat)

bab, dengan harapan mempunyai sistematika yang dapat membantu

memudahkan dan memahaminya. Tersusun secara berurutan mulai Bab I

sampai dengan Bab IV.

BAB I. Pendahuluan

Menyajikan dan menerangkan mengenai garis besar permasalahan

dari keseluruhan skripsi ini. Tujuannya agar lebih dahulu dapat mengetahui

permasalahan apa yang akan diteliti. Terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II. Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan disajikan tentang tinjauan umum kajian pustaka

sebagai teori yang menjadi dasar dalam pengkajian dan pembahasan pada

penelitian. Terdiri dari teori tentang tinjauan umum tentang grasi, tinjauan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/28180/2/jiptummpp-gdl-bilmardbik-32300-2-babi.pdfselalu menjadi menu utama dalam pemberitaan surat kabar. Beberapa kasus yang sempat

22

umum tentang lembaga Kepresidenan, tinjauan umum tentang tindak

pidana, tinjauan umum tentang korupsi.

BAB III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang

pertimbangan Presiden dalam memberikan grasi kepada terpidana korupsi

Syaukani Hasan Rais pada Keputusan Presiden Nomor 7/G tahun 2010,

serta keabsahan Keputusan Presiden Nomor 7/G tahun 2010 yang di tinjau

dari UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

BAB IV. Penutup

Bab ini merupakan bagian akhir dari penyajian hasil penelitian.

Merupakan bab yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya dan berisi saran-saran yang perlu

disampaikan sebagai usaha menjawab dan mencari solusi dari masalah yang

ada.