bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/9317/2/vinista rangganing kirana...
TRANSCRIPT
1 Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015
melaporkan status gizi anak di dunia dengan prevalensi kekurusan
sekitar 14,3%, jumlah anak yang mengalami kekurusan sebanyak
95,2 juta orang. Keberhasilan pembangunan nasional khususnya
dalam bidang gizi dan kesehatan, beberapa tahun belakangan ini
berdampak baik bagi penurunan jumlah penderita kasus gizi kurang di
Indonesia dan dunia. Namun keberhasilan tersebut diikuti oleh
peningkatan prevalensi gizi lebih pada masyarakat. Berdasarkan catatan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) overweight dan obesitas merupakan
faktor risiko penyebab kematian nomor lima. Sedikitnya 2,8 juta
penduduk meninggal per tahun akibat dari overweight dan obesitas.
Overweight dan obesitas ini memiliki angka kematian yang tinggi di
dunia dibandingkan dengan underweight. Ada 42 juta anak
mengalami obesitas dan 35 juta diantaranya berasal dari negara-negara
berkembang. Di Indoesia orang yang mengalami kelebihan berat
badan (overweight) mencapai 21,7% dan terus meningkat setiap
tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2015 akan terdapat 2,3 milyar
dewasa memiliki berat badan berlebih, dari data ini diperkirakan
lebih dari 700 orang dewasa yang obes(WHO,2011).
2
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan
WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,
sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus
segera ditangani. Prevalensi obesitas pada anak meningkat dari tahun ke
tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang.
Disamping itu, obesitas pada anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa
dewasa dan berpotensi menderita penyakit metabolik dan penyakit
degeneratif dikemudian hari (Wildanul, 2012).
World health organication (WHO) telah mendeklarasikan, obesitas
sebagai epidemiologik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di
negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang termasuk
indonesia.Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti di negara
Eropa, USA, dan Australia telah mencapai tingkat epidemi. Dicina, kurang
lebih 10% anak sekolah mengalami obesitas, sedangkan di Jepang
prevalensi obesitas pada umur 6-14 tahun berkisar antara 5-11% (Adriani,
2012).
CDC (Central for Disease Control and Prevention) menyatakan
obesitas pada anak telah meningkat 3 kali lipat dalam 30 tahun terakhir.
Faktor genetik memiliki peran cukup besar terjadinya obesitas. Anak
dengan kedua orang tua yang obesitas memiliki resiko 80% menjadi
obesitas, jika hanya satu yang mengalami obesitas maka resiko terjadinya
3
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
obesitas adalah 40%, dan 7% mengalami obesitas bila anak tersebut
memiliki kedua orang tua yang bertubuh ramping.
Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaanpangan,kurang
baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Masalah gizi lebih
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu
disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang
dan kesehatan (Almatsier, 2010).
Indonesia sedang dihadapkan dengan fenomena gizi lebih atau
obesitas. Berbagai data yang ada menunjukkan kecenderungan prevalensi
obesitas yang terus meningkat setiap tahunnya baik di negara maju
maupun di negara berkembang khususnya obesitas yang terjadi pada anak
usia sekolah. Prevalensi obesitas pada anak-anak usia 6-14 tahun mencapai
9,5% untuk pria, sedangkan perempuan mencapai 6,4%. Kondisi
meningkat dari tahun 1990-an yang berkisar 4%. Secara Nasional masalah
kegemukan pada umur 6-12 tahun masih tinggi yaitu 9,2% atau masih di
atas 5,0%. Prevalensi kegemukkan pada anak laki-laki umur 6-12 tahun
lebih tinggi dari prevalensi pada anak perempuan yaitu berturut-turut
sebesar 10,7% dan 7,7%. Berdasarkan tempat tinggal prevalensi
4
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
kegemukkan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan prevalensi di
pedesaan yaitu berturut-turut sebesar 10,4% dan 8,1%
Di Indonesia masalah obesitas pada anak belum mendapat
perhatian yang cukup karena pemerintah masih disibukkan oleh masalah
gizi kurang. Meskipun demikian, obesitas pada anak perlu mendapat
perhatian karena prevalensinya cenderung terus meningkat dan memiliki
dampak serius terhadap kesehatan dan perkembangan psikologi anak.
Misalnya menciptakan rasa kurang percaya diri, depresi, dan pasif karena
sering tidak dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh teman
sebayanya. Gangguan kejiwaan ini dapat memperparah obesitas anak bila
anak melampiaskan stress yang dialaminya ke makanan. Selain itu
penanganan obesitas pada anak juga membutuhkan keahlian khusus karena
anak masih dalam masa pertumbuhan, oleh karena itu upaya yang lebih
penting adalah mencegah terjadinya obesitas pada anak sedini mungkin.
Untuk itu dibutuhkan tidak hanya peranan orang tua tetapi juga guru
dalam mengawasi petumbuhan anak. (Pratiwi, 2012).
Data yang dikumpulkan himpunan obesitas Indonesia (2008)
berdasarkan data dan departemen kesehatan pada tahun 1993 jumlah
penderita obesitas meningkat menjadi 6,3% untuk anak laki-laki dan 8%
untuk anak permpuan. Data baru yang dikumpulkan oleh himpunan
obesitas Indonesia yakin tahun 2008 menunjukan bahwa prevalensi
5
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
obesitas untuk anak-anak pada sejumlah sekolah dasar di indonesia adalah
12% menderita obesitas dan 9% kegemukan dari 1,730 anak.
Data Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS tahun 2010)
Menyatakan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan pada anak di
Indonesia yaitu dari 12,2% pada tahun 2007 menjadi 14% pada Tahun
2010. Sebanyak 19,6% anak di Daerah Khusus Ibukota jakarta masuk
dalam kategori gemuk (obesitas/kelebihan berat badan). (RISKESDAS,
2010).
Obesitas dapat terjadi pada semuagolongan umur, terutama pada
anak usiasekolah dasar (6-12 tahun). Terjadi trenpeningkatan kasus
obesitas pada anaksekolah di negara negara maju maupunnegara
berkembang (Yussac et al, 2007).Masalah kegemukan di Indonesia
yangterjadi pada anak umur 6-12 tahun masihtinggi yaitu sebesar 9,2 % di
tahun 2010,sedangkan di tahun 2013 terjadi peningkatansebesar 18,8%
yang terdiri dari gemuk(10,8%) dan sangat gemuk (8,8%). (Riskesdas,
2013). Prevalensikegemukan pada anak laki-laki umur 5-12tahun lebih
tinggi dibandingkan anakperempuan yaitu sebesar 20,2 % dan 18,3
%.(Riskesdas,2013).
Data Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS tahun 2018)
Menyatakan terjadi peningkatan proporsi obesitas pada orang dewasa lebih
dari 15 tahun sejak tahun 2007 sebagai berikut 18,8% (Riskesdas 2007),
26,6% (Riskesdas 2013), dan 31% (Riskesdas, 2018).
6
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang bisa
menyebabkan PTM seperti Diabetes Melitus, Jantung, Stroke, Penyakit
Ginjal, kanker dan Arteosklerosis. Obesitas bisa terjadi karena perilaku
hidup yang tidak sehat, ya itu diet yang tidak seimbang, kurang olah
raga/aktifitas fisik dan pengelolaan stress yang tidak adekuat. Adapun
persentase pengunjung puskesmas yang terdeteksi obesitas dari jumlah
yang diperiksa sebanyak 118.414 orang. Mengingat variabel Obesitas
merupakan in dikator baru yang harus dicantumkan dalam Data Profil
Tahun 2014 maka rekapitulasi data hanya berasal dari 17 kabupaten/kota
(48,6%) dan jumlah yang diperiksa masih sangat sedikit dibandingkan
dengan jumlah masyarakat yang berkunjung ke fasilitas kesehatan dasar.
Dari tabel di atas, perempuan lebih banyak mengalami obesitas(20,72%)
dibandingkan dengan laki-laki (0,07%), menunjukkan perempuan lebih
berisiko terhadap PTM. Persentase Pengunjung Puskesmas Terdeteksi
Obesitas Menurut Janis Kelamin di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014.
Pada tahun 2015, jumlah kunjungan puskesmas dan jaringannya
(usia > 15 th) yang dilaporkan tercatat 18.734.668 orang, dari jumlah
tersebut yang dilakukan pengukuran obesitas dilaporan sebanyak
1.938.628.orang atau 10,38 persen, terdiri dari laki-laki 616.867 orang
atau 7,55 persen dan perempuan 1.321.761 orang atau 12,51 persen. Dari
hasil pengukuran obesitas diperoleh persentase obesitas sebesar 28,97
persen dengan rincian pada laki- laki sebesar 24,04 persen dan perempuan
sebesar 31,28 persen. Terdapat dua kabupaten/kota yang tidak
7
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
melaporkan hasil pengukuran obesitas yaitu Sragen, Purworejo, dan
Rembang. Kabupaten/Kota dengan persentase obesitas tertinggi adalah
Kota Salatiga yaitu 71,18 persen, diikuti Magelang 65,02 persen, dan
Karanga nyar 64,86 persen.
Obesitas merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya
penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi
tubuh yang normal. Tetapi masih banyak pendapat di masyarakat yang
mengira bahwa anak gemuk adalah sehat. (Soetjiningsih, 2012). Obesitas
adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh
yang berlebihan.Obesitas ditandai dengan nilai BMI (Body MassIndex)di
atas persentil ke -95 pada kurva pertumbuhan, sesuai umur dan jenis
kelaminnya (Proverawati. A, 2011).
Dari 50 anak laki-laki yang mengalami gizi lebih,86% akan tetap
obesitas hingga dewasa dan dari 50 anak perempuan yang obesitas akan
tetap obesitas sebanyak 80% hingga dewasa. Obesitas permanen,
cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 5 – 7
tahun dan anak berusia 4 – 11 tahun, maka perlu upaya pencegahan
terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah) (Romauli, S.
2008).
Pada penelitian Panjaitan (2008) terdapat hubungan antara pola
konsumsi makan dengan pendidikan, pendapatan keluarga, dan jumlah
anggota keluarga. Pasa penelitian Luciana, dkk (2010) menunjukan
8
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dan
pendapatan keluarga dengan pola konsumsi makan anak. Menurut
Worthington (2000), pola konsumsi makan dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu eksternal dan internal. Faktor internal terdiri dari IMT (Indeks Massa
Tubuh), umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, keyakinan, nilai dan
norma, pemilihan dan arti makanan, kebutuhan fisologis tubuh, body
image atau citra diri, konsep diri, perkembangan psikososial, kesehatan
(riwayat penyakit). Faktor eksternal yang meliputi budaya, peran orang
tua, teman sebaya, pengalaman individu dan pengaruh media.
Menurut Hapsari (2009) pola konsumsi makan seimbang
cenderung akan berdampak pada ststus gizi anak usia sekolah yang baik
dan berlaku sebaliknya. Apabila konsumsi makan tidak baik, maka dapat
berdampak pada gizi lebih atau bahkan gizi kurang (Anzarkusuma,2014).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Tahir, dkk (2013) yang menyatakan
bahwa pola konsumsi makan dapat mempengaruhistatus gizi anak.
Keluarga dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah
menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga dapat
menambah pengetahuan dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Orang yang berpendidikan lebih tinggi juga cenderung memilih
makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan
mereka yang berpendidikan lebih rendah.(Putri et al, 2015).
9
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Dari berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan pada anak sekolah yang
mengakibatkan kegemukan. Untuk mengetahui seberapa besar
permasalahan tentang pola konsumsi makan yang terjadi pada anak
sekolah, maka dilakukan study pendahuluan pada satu sekolah yang
berada di Desa Kecitran yaitu Sekolah Dasar Sekolah Dasar Negeri 4
Kecitran. Dari hasil study pendahuluan di SDN 4 Kecitran terdapat 174
Siswa. Dari SDN 4 Kecitran terdapat 12 anak yang di kategorikan sangat
gemuk dan terdapat 26 anak yang di kategorikan gemuk. Jadi total anak
yang mengalami kegemukan ada 38 anak. Serta terdapat 27 anak yang
mengalami kekurusan. Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa
anak siswa SDN 4 Kecitran bahwa pola makan anak anak yang tidak
teratur, kebanyakan anak makan empat kali dalam sehari, ada juga yang
hanya dua kali dalam sehari. Makanan yang dikonsumsipun lebih sering
memakan sayur-sayuran, jarang mengonsumsi lauk dan terkadang jajan
untuk dijadikan lauk oleh anak-anak.
Berdasarkan data-data tersebut terdapat pentingnya dilakukan
penelitian untuk mengetahui faktor apa saja dalam keluarga dan sosial
yang mempengaruhui pola dan makan anak sekolah. Maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “ Determinan Faktor Keluarga dan
faktor Sosial yang Mempengaruhi Pola dan Kualitas Makan Anak di
Sekolah Dasar Negeri 4 Kecitran”
10
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
B. Rumusan Masalah
Pola konsumsi makan seimbang cenderung akan berdampak pada
ststus gizi anak usia sekolah yang baik dan berlaku sebaliknya. Apabila
konsumsi makan tidak baik, maka dapat berdampak pada gizi lebih atau
bahkan gizi kurang. Maka Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan, maka rumusan masalah yang di dapatkan oleh penulis
dalam penelitian ini adalah :“ Bagaimana studi deskriptif determinan
faktor keluarga dan sosial yang mempengaruhi pola dan kualitas makan
anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri 4 Kecitran? ”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran determinan faktor keluarga dan sosial yang
mempengaruhi pola dan kualitas makan anak sekolah di Sekolah Dasar
Negeri 4 Kecitran.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik umur dan jenis kelamin anak, dan
karakteristik pekerjaan orang tua (ibu).
b. Mengetahui Faktor Keluarga (Pola asuh, peranan keluarga,
pekerjaan, ekonomi keluarga, dan pendidikan atau pengetahuan
ibu) yang mempengarui pola dan kualitas makan anak Sekolah di
Sekolah Dasar Negeri 4 Kecitran.
11
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Mengetahui Faktor Sosial (keyakinan nilai dan norma, teman
sebaya, media masa, sosial budaya, tempat tinggal) yang
mempengaruhi pola dan kualitas makan anak sekolah di Sekolah
Dasar Negeri 4 Kecitran.
d. Mengetahui faktor keluarga atau faktor sosial yang paling dominan
yang mempengaruhi pola dan kualitas makan anak sekolah.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam
melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor
keluarga dan sosial yang berpengaruh pada pola dan kualitas makan
anak sekolah dasar.
2. Bagi Responden
Bagi responden diharapkan penelitian ini dapat memberikan
dukungan dan motivasi kepada responden untuk lebih manage pola
dan kualitas makan.
3. Bagi Akademisi dan Institut Terkait
Penelitian diharapkan menambah perkembangan ilmu
pengetahuan, wawasan, menambah referensi serta memberikan
12
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
informasi tentang determinan faktor keluarga dan sosial yang
mempengaruhi pola dan kualitas makan anak sekolah dasar.
4. Bagi Keperawatan
Penelitian diharapkan mampu menambah informasi di bidang
keperawatan tentang determinan faktor keluarga dan sosial yang
mempengaruhi pola dan kualitas makan anak sekolah dasar.
E. Penelitian Terkait
1. Astri Rizky Andini (2016), dengan judul “Pengaruh Faktor Keturunan
dan Gaya Hidup Terhadap Obesitas pada Murid SD Swasta di
Kecamatan Ilir Timur 1 Palembang” Penelitian ini dilakukan dengan
metode case finding. Data yang dikumpulkan adalah berat badan dan
tinggi badan anak, data faktor keturunan, dan gaya hidup. Hasil yang
diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Chisquare. Hasil
penelitian ini menunjukkan ada pengaruh antara status gizi ayah
terhadap obesitas anak (p 0,001; OR 3,233; 95% CI 1,647-6,345),
pengaruh antara status gizi ibu terhadap obesitas anak (p 0,007; OR
2,836; 95% CI 1,365-5,891), pengaruh antara jumlah anggota keluarga
obesitas terhadap obesitas anak (p 0,000; OR 3,463; 95% CI 1,738-
7,634), pengaruh antara aktivitas fisik terhadap obesitas (p 0,032; OR
0,465; 95% CI 0,241-0,896), pengaruh antara gaya hidup sedentary
terhadap obesitas anak (p 0,03; OR 2,199; 95% CI 1,129-4,284). Tidak
terdapat pengaruh antara konsumsi camilan terhadap obesitas anak (p
13
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
0,202; OR 1,711; 95% CI 0,829-3,532) dan pengaruh antara frekuensi
konsumsi makanan cepat saji terhadap obesitas anak (p 0,395; OR
1,580; 95% CI 0,678-3,683).
2. Moh. Sukmin A. Marau (2015), dengan judul ”Gambaran Perilaku
Orang Tua Siswa Kelas 5 SD Negeri 36 Manado Mengenai Obesitas
Pada Anak”. Penelitian yang di lakukan berupa penelitian yang bersifat
deskriptif kualitatif.Informan yang di teliti adalah orang tua dari anak
sekolah dasar negeri 36 Manado.Yang menjadi sampel dalam
penelitian ini disebut informan yang berjumlah 3 orang.Informan
adalah orang tua dari 3 orang anak yang menderita obesitas yang
terdiri dari 3 ibu. Hasil Pengetahuan informan tentang obesitas kurang
memuaskan, hampir semua responden tidak mengetahui dampak dan
bahaya yang ditimbulkan akibat dari obesitas. Informan sama sekali
tidak mengetahui berat badan ideal menurut IMT.
secara umum informan pengetahuan informan tentang obesitas
biasanya dari media cetak dan media elektronik. Informan setuju
dengan peranan orang tua, guru, dan petugas kesehatan dalam
melakukan sosialisasi mengenai obesitas pada anak di sekolah
dasar.Tindakan yang dilakukan informan dalam menangani dampak
obesitas pada anak adalah dengan cara mengatur pola makan anak dan
lebih meningkatkan aktifitas fisik anak.
14
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3. Dinarwulan Puspita (2014), dengan judul “Hubungan Pola Asu Orang
Tua Terhadap Tumbuh Kembang Anak dan Kejadian Obesitas
Disekolah Dasar Swasta Bruder Melati Pontianak”. Metode Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi observasional
retrospektif dengan salib teknik pengambilan sampel acak sectional,
diperoleh populasi sebanyak 41 responden dengan sampel 37
responden adalah orang tua dari anak-anak dengan obesitas. Hasil:
Penelitian ini menemukan bahwa ada hubungan pola asuh orang tua
antara perkembangan anak (0,001 <0,05), tidak ada hubungan orangtua
orang tua antara kejadian obesitas (0,402 <0,05), ada hubungan faktor
keturunan antara kejadian obesitas pada anak (0,012 <0,05), hubungan
itu menggunakan lebih sedikit kalori antara kejadian obesitas pada
anak-anak (0,001 <0,05), ada hubungan gaya hidup antara kejadian
obesitas (0,000 <0,05), ada hubungan status ekonomi antar kejadian
obesitas (0,013 <0,05). Kesimpulannya Ada hubungan antara orang tua
peduli dengan pengalaman obesitas
4. Asih Media Yuniarti (2016), dengan judul “pola asuh makan oleh ibu
bekerja dengan status gizi siswa di sdn ngrame kecamatan pungging
kabupaten mojokerto”. Penelitian ini merupakan study Analitik,
dengan rancang bangun cross sectional. Lokasi penelitian ini di SDN
Ngrame Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto dan dilakukan
mulai bulan April hingga Agustus 2016. Sampel penelitian berjumlah
31 siswa dan diambil dengan teknik Proportionate Stratified Random
15
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Sampling. Data pola asuh makan diambil dengan menggunakan
kuesioner sedangkan status gizi didapatkan dengan melakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian disesuaikan
dengan usia. Data dianalisis menggunakan uji Rank Spearman. Hasil
penelitian didapatkan bahwa bahwa 57,9% dari 19 anak yang
mendapat pola asuh makan cukup baik memiliki status gizi normal,
nilai probabilitas = 0,032 (Rs = 0,386 ; P < 0,05), sehingga H1
diterima yang artinya terdapat hubungan antara pola asuh makan oleh
ibu bekerja dengan status gizi pada siswa di SDN Ngrame. Pola makan
yang baik akan mempengaruhi gizi anak, peran orang tua sangat
penting dalam mengatur pola makan anak serta mengatur pola asuh.
Pola asuh makan yang benar bisa diwujudkan dengan memberikan
perhatian yang penuh kasih sayang pada pola makan anak.
5. Dian Caesarianna (2018). Dengan judul “Hubungan Pola Asuh Makan
Dengan Status Gizi Usia Anak Sekolah di SDN Teluk Pucung VI
Bekasi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola
makan dengan status gizi usia anak sekolah di sekolah dasar negeri
Teluk Pucung VI, Bekasi. Metode penelitian yang dilakukan adalah
pendekatan cross sectional. Sampel dari penelitian ini adalah murid
kelas 4 dan 5 sekolah dasar Teluk Pucung VI, Bekasi dengan 174
jumlah sampel dari murid-murid dan (obstaind) adalah 67 murid,
teknik pengumpulan sampel menggunakan sampel acak sederhana.
Hipotesi dari penelitian menggunakan analisis (binary logistic
16
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
regression). Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang siginifikan antara memelihara pola makan dengan
status gizi anak. Data ini signifikan karena nilai p 0,006 < 0,05. Contoh
nilai (B) pada variabel pola asuh makan 1,145 membuktikan bahwa
semakin meningkat atau semakin baik pola asuh makan maka status
gizi anak untuk menjadi lebih normal akan meningkat sebesar 1,145
kali.
6. John P. Elder, PhD, MPH (2010), dengan judul“Individual, Family,
and Community Environmental Correlates of Obesity in Latino
Elementary School Children”. Penelitian ini dilakukan dengann Data
yang mewakili semua tingkat teori sistem ekologi dikumpulkan
menggunakan beragam metode. Peserta adalah anak-anak yang
terdaftar di kelas K-2 dan mereka orangtua. HasilAnak yang kelebihan
berat badan kurang aktif dibandingkan dengan anak dengan berat
badan normal. Orang tua dari anak-anak yang kelebihan berat badan
kurang memberikan dukungan instrumental untuk terlibat aktivitas dan
menetapkan lebih sedikit batasan pada aktivitas anak mereka. Sama
halnya dengan orang tua yang kelebihan berat badan anak-anak
cenderung untuk mengendalikan, tetapi lebih mungkin untuk
membatasi diet anak mereka dibandingkan dengan orang tua dari anak-
anak dengan berat badan normal. Orang tua yang menilai kesehatan
mereka lebih banyak positif dan kurang akulturasi lebih cenderung
memiliki anak-anak yang kegemukan. Variabel tingkat sekolah dan
17
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
masyarakat tidak berkorelasi secara signifikan dengan berat badan
anak-anak. Menyesuaikan untuk variabel yang disebutkan sebelumnya,
status berat badan orang tua adalah berhubungan positif dengan berat
badan anak-anak. Kesimpulannya Lingkungan sosial dan struktural di
mana anak-anak Hispanik berada Dipelihara mungkin memainkan
peran penting dalam menentukan risiko mereka untuk obesitas dan
terkait perilaku. Berat badan orang tua adalah salah satu korelasi berat
anak yang paling kuat; namun, sejauh mana pengaruh ini berfungsi
terutama melalui biologi atau pengaruh sosial / struktural tidak
sepenuhnya jelas. Peran sekolah dan komunitas faktor pada praktik
kesehatan anak dan indeks massa tubuh perlu diperiksa lebih lanjut.
7. Cut Novianti Rachmi (2017), dengan judul “Perceptions of overweight
by primary carers (mothers/grandmothers) of under five and
elementary school-aged children in Bandung, Indonesia: a qualitative
study”. Metode yang digunakan adalah melakukan 12 diskusi
kelompok fokus dengan total 94 pengasuh anak balita dan 7–12 tahun
anak-anak, dari Juni hingga Oktober 2016. Kami menggunakan
pendekatan grounded theory dalam analisis kami. Hasil: Tiga kategori
utama muncul: konsep kelebihan berat badan, faktor yang
berkontribusi terhadap kelebihan berat badan, dan kesadaran dan
perasaan terhadap anak-anak yang kelebihan berat badan. Kebanyakan
pengasuh dari semua kelompok SES mendefinisikan kelebihan berat
badan secara subyektif, sementara Beberapa dari kelompok SES
18
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
rendah mendefinisikannya secara obyektif. Kebanyakan pengasuh dari
kelompok SES rendah dan tinggi setuju dengan konsep tersebut
"Chubbier lebih sehat". Semua pengasuh memiliki pengetahuan
tentang faktor-faktor utama yang berkontribusi terhadap kelebihan
berat badan anak-anak: faktor diet, tingkat aktivitas dan perilaku
menetap, dan faktor keturunan. Penjaga dari semua kelompok SES
dijelaskan serupa karakteristik kelebihan berat badan; pengasuh dari
kelompok SES rendah dan menengah memiliki perasaan campur aduk
sementara semua pengasuh SES tinggi memiliki perasaan negatif
tentang anak-anak yang kelebihan berat badan, sebagian besar terkait
dengan stigma. Namun, penjaga yang mengidentifikasi mereka sendiri
anak-anak sebagai kelebihan berat badan menunjukkan kepekaan
tentang status berat badan ini, terutama kemampuan fisik mereka.
Hampir semua pengasuh tahu berat badan anak-anak mereka saat ini
sementara kurang dari dua pertiga tahu tinggi anak-anak mereka.
Kesimpulannya Ada beberapa implikasi kebijakan. Pertama,
pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan dari pengasuh
utama adalah sangat penting dan perlu ditambah. Untuk meningkatkan
pengetahuan itu, ada peran untuk kesehatan garis depan
praktisi (dokter / bidan / perawat) untuk lebih aktif dalam mendidik
masyarakat. Kedua, lebih sederhana dan cara yang lebih efektif untuk
menyebarkan pesan gaya hidup sehat kepada pengasuh diperlukan.
Ketiga, dengan menempatkan lebih banyak penekanan pada pengasuh
19
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
yang memantau pertumbuhan anak-anak mereka dapat mendorong
pengasuh untuk mengambil langkah-langkah untuk menjaga anak-anak
mereka tetap di berat badan yang sehat dan rentang tinggi badan.
Keempat, Departemen Pendidikan mungkin perlu meningkatkan
kualitas dan kuantitas aktivitas fisik di sekolah.
8. Amy van Grieken (2013), dengan judul “Impaired parent-reported
health-related quality of life of underweight and obese children at
elementary school entry”. Metode Penelitian cross-sectional kami
termasuk 3.227 orang tua– anak diujikan dari studi ‘‘ Jadilah aktif,
makan yang benar ’. Orangtua mengisi kuesioner tentang anak dan
orang tua karakteristik. Kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan anak itu diukur menggunakan Formulir Parenting Kuesioner
Kesehatan Anak 28. Anak-anak diklasifikasikan berat normal,
kelebihan berat badan, gemuk, sangat gemuk, dan berat badan kurang
sesuai dengan batas usia internasional dan gender BMI. Bootstrap
analisis dilakukan untuk model linear umum yang dikoreksi untuk
variabel perancu potensial. Hasil Anak-anak dengan obesitas berat (b, -
2.60; 95% CI, -4.80 -0,57, p \ 0,01) dan anak-anak yang kurus (b, -
1.11; 95% CI, -1,85 hingga -0,39, p \ 0,01) memiliki skor yang
dilaporkan orang tua lebih rendah pada skala ringkasan fisik. Pada
fungsi fisik profil skala orang tua dari anak-anak kelebihan berat badan
dan sangat obesitas juga melaporkan skor yang secara statistik
signifikan lebih rendah (p \ 0,05 dan p \ 0,01, masing-masing) .Tidak
20
Studi Deskriptif Determinan..., Vinista Rengganing Kirana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
ada perbedaan yang signifikan mengenai skor skala ringkasan
psikososial antara kategori berat yang berbeda. Kesimpulan: Anak
yang kurus dan kelebihan berat badan mengalami gangguan kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan pada domain fungsi fisik.
Dokter, guru, dan orang tua harus menyadari kemungkinan dampak
negatif pada kualitas hidup terkait kesehatan di bawah berat badan dan
kelebihan berat badan 5–6- anak-anak berusia satu tahun.