bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/26369/2/jiptummpp-gdl-fauzanfuad-36979...pemilu...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diskursus kesejarahan mengenai hubungan Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB) dan Nahdlatul Ulama‟ (NU) sepertinya tidak akan pernah menemukan kata
final. Hubungan PKB-NU seperti irama musik yang tak pernah datar. Ada
anggapan bahwa hubungan PKB-NU tak ubahnya hubungan di dalam rumah
tangga. Pertengkaran dan konflik merupakan pemandangan yang lumrah terlihat
dalam sebuah pengamatan telanjang. Hubungan mesra PKB-NU, bisa disebut
bulan madu (honey moon) kedua organisasi ini, hanya tampak di awal-awal
pernikahannya saja. Prestasi politik tertinggi dari kekompakan keduanya pasca
Pemilu 1999 berhasil menghantarkan cucu pendiri NU, KH. Abdurrahman Wahid,
yang lekat disapa Gus Dur, menjadi presiden keempat di republik ini.
Adapula yang beranggapan bahwa hubungan PKB-NU seperti orang tua
dan anak. NU berposisi sebagai organisasi yang melahirkan PKB. Kala itu, Gus
Dur dan dibantu oleh 4 (empat) kiai lainnya, berijtihad untuk melahirkan PKB.
Pasca ide itu dideklarasikan banyak elite NU yang menganggap dirinya
berkontribusi akan lahirnya partai pertama NU pasca vakum dari politik praksis
berdasarkan hasil muktamar ke-27 di Situbondo untuk kembali ke Khittah 1926.
Di sisi lain, tak jarang pula yang beranggapan bahwa hubungan PKB-NU tak
ubahnya hubungan organisatoris. Hal ini didasarkan pada sejumlah metamorfosa
beberapa produk hukum PKB yang secara garis besar merupakan jelmaan dari
produk-produk hukum NU. Misalnya saja, sistematika dan susunan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKB yang hampir mirip dengan
AD/ART milik NU.
Menilik beragamnya pola hubungan PKB-NU ini tidak mengherankan jika
dimasa-masa berikutnya menghasilkan konflik dan sengketa kekuasaan. Konflik
pertama terjadi diinternal PKB adalah persoalan penurunan Gus Dur dari
kekuasaan kepresiden. Kala itu, Mathori Abdul Djalil, yang menjabat sebagai
Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB tidak mengindahkan perintah Gus Dur
2
untuk tidak menghadiri rapat paripurna di DPR. Imbasnya, Gus Dur sebagai
Ketua Umum Dewan Syuro merasa berhak untuk mencopot jabatan Ketua Umum
Dewan Tanfidz (eksekutif) PKB. Gus Dur pun mengangkat Alwi Shihab sebagai
Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB. Matori tidak tinggal diam, dia juga
menggalang kekuatan struktural PKB untuk membendung seruan Gus Dur
tersebut. Matori membuat Musyawarah Nasional Ulama‟ tandingan1.
Konflik awal ini rupanya terus berkembang dan tak menemui ujung.
Setelah konflik dengan Mathori. Gus Dur pun berkonflik dengan Alwi Shihab2,
orang yang diangkatnya untuk menggantikan posisi Matori Abdul Djalil sebagai
Ketua Umum DPP PKB. Gus Dur memilih menggandeng Muhaimin Islkandar
menggantikan Alwi Shihab. Di fase berikutnya, Gus Dur lagi-lagi bermanufer.
Beliau menganggap bahwa Muhaimin cacat dalam memimpin PKB. Kemudian
beliau mengangkat Ali Maskur Moesa untuk menggantikan posisi Muhaimin
Iskandar. Meskipun, di ranah hukum Gus Dur dikalahkan Cak Imin (panggilan
akrab Muhaimin Iskandar)3. Dan, KPU menganggap bahwa kubu Cak Imin yang
sah untuk mengikuti Pemilu 2009. Di masa pemilu yang sama, tantangan Cak
Imin juga datang dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama‟ (PKNU) yang dibesut
oleh kubu Alwi Shihab dan Chairul Anam. Imbasnya, PKB terlempar dari
percaturan partai Islam besar. PKB berada di posisi ke-6 dari sembilan partai yang
lolos ke parlemen4.
1 Konflik kedua kubu ini juga memecah percaturan kiai NU di dalam politik PKB. Gus Dur bersama dengan para pendukungnya melaksanakan Musyawarah Nasional Alim Ulama‟ 13-14 Nopember 2001. Sedangkan Mathori menyelenggarakan Musyarah Kerja Nasional Pengurus PKB yang didalamnya juga diikuti oleh Kiai 12-13 Nopember 2001. (Lihat : Tim Litbang Kompas, partai-partai politik Indonesia, (Jakarta: Kompas Media Nusantara 2004)257) 2 Konflik dengan Alwi Shihab, konon disebabkan perbedaan pandangan antara Gus Dur dan Alwi Shihab tentang Pemilu Presiden 2004. Alwi Shihab, kala itu, memberikan dukungan SBY-JK, sedangkan Gus Dur sendiri berusaha mencalonkan diri sebagai calon presiden dari PKB, namun „digagalkan‟ oleh Komisi Pemilihan Umum. Konsekwensi pengalihan dukungan tersebut kemudian berbuntut pada pengangkatan Alwi Shihab sebagai Menkokesra dan Gus Ipul sebagai Mentri PDT. Tapi, setelah Gus Dur mampu mengambil alih kekuasaan Alwi-Saifullah Yusuf. Gus Ipul ditarik Gus Dur dari kementrian dan digantikan Lukman Edy. 3 Perseteruan ini mungkin yang paling berbuntut panjang dan paling menarik. Selain karena harus melalui proses hukum. Ada kejadian unik imbas dari dualisme kepengurusan ini. Yakni, disaat proses pleno KPU untuk pengambilan nomor urut partai. Cak Imin dan Yeny Wahid bersama-sama mengambil nomor urut partai. Keduanya sontak menjadi bahan tertawaan ketua partai lainnya. 4 Hasil Pemilu 2009 menempatkan Demokrat sebagai pemenang pemilu, disusul Partai Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan Hanura. PKB termasuk beruntung. Meskipun, partai ini didera konflik. Partai ini mampu lolos batas ambang minimum parlemen. Naas bagi PKNU.
3
Kondisi konflik di internal PKB yang terjadi secara terus menerus,
membuat elite NU merasa tidak elegan lagi untuk menganggap PKB sebagai
bagian dari NU. Pasalnya, perpecahan itu menjadikan nahdiyin (pengikut atau
warga NU) kebingungan menentukan pilihan politiknya. Para kiai NU pun
terpecah kebeberapa kubu yang dibuat oleh para elite partai PKB. Berdasarkan
alasan yang demikian, KH. Hasyim Muzadi, sebagai Ketua Umum Tanfidziyah
PBNU kala itu, mengatakan :
“...komitment NU bukanlah pada elite-elite partai manapun juga, termasuk
PKB. Komitmen NU tetap pada umat....ketidaknetralan NU yang
ditunjukkan dengan mendukung salah satu parpol justeru akan membuat
warga nahdiyin gelisah dan kebingungan. Karenanya, institusi organisasi
NU memutuskan untuk tidak terkait dan mengaitkan diri dengan salah satu
parpol...Bila PKB ingin menarik sebanyak-banyaknya nahdiyin sebagai
pendukungnya maka PKB harus bersikap baik pada warga NU. Seberapa
besar santunan yang diberikan PKB pada warga nahdiyin sebesar itupula
dukungan yang akan dipetiknya. Saya memimpin ormas NU dan Gus Dur
memimpin partai. Jadi, susah ketemu. Perseteruan itu sebenarnya hanya
kesan saja”5.
Ungkapan KH. Hasyim Muzadi membuktikan adanya kerenggangan
komunikasi NU dan PKB secara organisasional. Meskipun, banyak orang yang
masih beranggapan bahwa NU adalah organisasi yang melahirkan PKB. Salah
satunya, klaim yang dibuat oleh para politisi PKB sendiri. Misalnya, tulisan Eman
Hermawan yang selalu menonjolkan NU sebagai penggagas lahirnya PKB. Dalam
gagasannya, dia berpendapat bahwa apapun yang terjadi di PKB tidak akan
melepaskan nilai kesejarahan, bahwa PKB dilahirkan dan dibidani sendiri oleh
para kiai NU6. Hanif Dakhiri pun demikian. Tokoh muda PKB ini menyatakan
bahwa rekonsiliasi PKB-NU merupakan sebuah keharusan agar bisa
Tidak mampu mencapai batas ambang minimum parlemen. (Lihat partai.info/pemilu2009/). Pasca Pemilu 2009, PKNU masih berusaha peruntungannya mengikuti pemilu 2014. Tapi, KPU menggagalkannya karena dianggap kurang persyaratan. 5 Dikutip dan diolah dari buku Litbang Kompas. Partai-partai politik di Indonesia...258-259 6 Eman Hermawan, Gus Dur, PKB, dan NU, dalam Membangun PKB tanpa Gus Dur Agus Fachri, ed. (Jogjakarta; PDIP-KB 2008), 21
4
mengembalikan marwah PKB sebagai partai besar yang berhaluan ke-
Indonesiaan7.
Di lain pihak, sikap traumatik dihadapi oleh para elite NU. Mereka
beranggapan mengembalikan PKB ke pangkuan NU akan mengembalikan NU
pada masa lampau. Netralitas dan kemufakatan untuk kembali ke Khittah 1926,
yakni berhidmat di bidang sosial-kegamaan dan pendidikan, akan terganggu.
Sebagian juga beranggapan, kembalinya suasana politik di NU membawa NU
sebagai boneka yang menarik bagi suatu partai tertentu. Oleh karenanya, tidak
semua elite NU bersepakat kalau PKB diakui sebagai bagian dari organisasi besar
NU.
Hingga tahun 2009, aroma konflik kedua organisasi ini belum bisa
dinetralisir. PKB-NU ibarat dua sisi mata uang yang sudah dipotong dan
diletakkan terpisah. Ketika sang founding father partai berlambang mirip dengan
NU ini alias Gus Dur, wafat, suasana kebatinan elite NU dan PKB mulai berubah.
Mereka beranggapan bahwa tidak baik konflik antara dua organisasi ini terus
berlangsung. Tajuk yang didengungkan kala itu adalah islah (rekonsiliasi) internal
PKB yang sudah tercerai berai menjadi banyak bagian. Beberapa tokoh eks PKB
mulai mewacanakan islah. Namun rupanya, islah tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Kelompok-kelompok anti Cak Imin menginginkan islah dilakukan
dengan cara-cara formal, bahkan disertai dengan tuntutan agar Cak Imin lengser
dari Ketua Umum DPP PKB dan memilih Ketua Umum baru melalui Muktamar
Luar Biasa. Sementara Cak Imin sendiri, lebih menghendaki islah berjalan
alamiah. Lelah menyuarakan islah dengan jalur formal, hari ini konsep islah
alamiah versi Cak Imin mulai menemukan titik terang. Sejumlah tokoh yang
pernah menyeberang dari PKB, mulai kembali. Beberapa kiai sentral NU yang
awalnya secara diam-diam membantu PKB, kini mulai terbuka menyatakan
dukungannya kepada PKB.
Reharmonisasi hubungan PKB-NU menjadi kekuatan utama untuk
menghadapi pemilu 2014. Dukungan demi dukungan mulai dilontarkan oleh para
7 Hanif Dakhiri, Jalan Terjal Menuju Islah PKB (diakses melalui blog pribadi mantan sekjend PKB 2005-2009 pada 11-12-2013)
5
elite NU. Salah satunya dukungan diberikan oleh KH. Said Aqil Siradj, Ketua
Umum PBNU saat ini, beliau mengatakan : “saya adalah salah satu dari
sebagian kiai yang membidani lahirnya PKB dari tubuh NU. Jadi, partai orang
NU adalah PKB...Saya mengharap hubungan baik antara NU dan PKB tidak
hanya terjadi di tataran pusat melainkan juga menyebar ke daerah-daerah. Hal
ini berkaitan dengan i‟tikad baik politik NU....NU berpolitik tidak menyalahi
khittah” dan masih banyak statement lainnya yang berkaitan hubungan NU dan
PKB”8.
Rupanya tidak hanya Kang Said yang menyebut bahwa NU akan
berkolaborasi dengan PKB untuk menuntaskan hajatan empat tahunan ini. KH.
Ma‟ruf Amin, mantan mustasyar PKNU, ini pun mengungkapkan keinginannya
untuk kembali (ruju‟) bersama-sama kiai lainnya membesarkan PKB. Beliau
menyebut : “Menurut saya, melihat perkembangan dinamika politik di tanah air.
PKB merupakan satu-satunya pilihan dalam penyaluran aspirasi politik warga
NU. Tidak ada lagi yang lain, ya PKB ini tempat yang paling efektif untuk
menyalurkan aspirasi politik warga NU...arruju‟ warruju‟ ilarruju‟...saya
mengharapkan seluruh keluarga besar nahdiyin untuk „kembali‟ membesarkan
PKB. Partai dimana saya ikut membidani kelahirannya.9”
Ungkapan ekstrim dan sempat membius polemik di ranah publik adalah
dukungan yang diberikan oleh KH. Ushfuri Anshor, atau lebih akrab disapa Kiai
Buntet. Beliau mengungkapkan bahwa : “barang siapa tidak mencoblos PKB,
partai politik yang didirikan oleh PBNU pada tahun 1998, maka orang NU itu
jika wafat dipastikan tidak akan masuk surga”10
. KH. Hasyim Muzadi pun
mengungkapkan dukungannya terhadap PKB disaat menghadiri „Deklarasi
Pasangan Berkah (Khofifah-Herman)” sebagai calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Jawa Timur 2013-2018 di Sidoarjo. Beliau menyebut bahwa dulu,
keengganannya untuk mendukung PKB dikarenakan diminta oleh Gus Dur untuk
fokus mengurus NU. Setelah beliau turun, dan Gus Dur pun wafat, beliau merasa
8 Said Aqil Siradj, Partai NU, Ya PKB (Jakarta ; LPP-DPP PKB, 2012), 2-5 9 Ma‟ruf Amin, Arruju’ warruju’ ilarruju’ (Jakarta; LPP-DPP PKBA, 2012), 16-17 10 Ushfuri Anshor, Sebelum Kiamat Belum Terlambat (Jakarta; LPP-DPP PKBA, 2012), 3
6
sekarang merupakan saat yang tepat untuk berkhidmat di dunia politik, dan
pilihannya hanyalah ada di PKB karena NU yang melahirkan partai ini11
.
Berdasarkan pada pengalaman sejarah hubungan PKB-NU yang fluktuatif
dan keinginan kuat para kiai NU untuk membesarkan kembali PKB. Maka, hal
yang diperlukan adalah pola hubungan yang mutualistik antara dua organisasi ini.
Tujuannya, agar tercapai hubungan yang sustainibilitasnya tidak sesaat. Salah satu
cara untuk membangun pola hubungan yang kuat adalah dengan menggunakan
konsep hubungan dalam teori ilmu komunikasi.
Dalam pandangan ilmu komunikasi, setiap hubungan akan kuat dan kekal
apabila dilandasi pada beberapa tema; Pertama, commitment. W. F. Owen
mengatakan komitmen sering diartikan sebagai pemahaman bersama untuk
meneruskan suatu hubungan. Komitmen bisa digunakan sebagai landasan yang
tak tertulis untuk menjalin sebuah hubungan. Berdasar pada komitmen pula
sebuah hubungan bisa dinilai dari sisi keseriusan ataupun kegagalannya12
.
Kedua, involvement. Tema kedua hubungan sebagai wujud involvement.
Involvement bermakna “the act of sharing in the activities of a group”.
Berdasarkan tema ini setiap hubungan seyogyanya mesti memiliki ruang dan
waktu untuk membagi-bagi pengetahuan, aktifitas, dan pengalaman yang
dilaksanakan oleh orang yang menjalin hubungan. Ketiga, work. Tema ini
bermakna usaha untuk mempertahankan sebuah hubungan. Keempat, unique atau
spesial. Makna tema ini adalah tetiap hubungan membutuhkan pembaharuan-
pembaharuan. Setiap hubungan semestinya harus ada yang spesial dan unik pada
setiap fasenya. Tanpa proses pembaharuan maka hubungan akan terasa
membosankan. Kelima, fragile. Bagi setiap orang yang membangun suatu
hubungan semestinya harus memiliki ketakutan akan kerusakan hubungan
tersebut. Sikap ini untuk menumbuhkan kewaspadaan bahwa setiap hubungan
akan mengalami keruntuhan. Keenam, consideration atau respect. Setiap
hubungan semestinya dibangun oleh sikap respek antara satu sama lainnya.
11 Rekaman Video Deklarasi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Khfifah Indar Parawansa dan Herman Sumawireja (Berkah) Jawa Timur di Gedung Islamic Center Balungan Bendo. Sidoarjo. 12 William Foster Owen, “Interpretation Themes In Relation Communication” dalam Quartley Journal of Speech (tt; National Association Communition, 1984)277-279
7
Terakhir atau Ketujuh, manipulation. Hubungan pada titik ini bermakna
mengubah paradigma orang lain dengan melakukan kebohongan-kebohongan
untuk tetap menjaga sustainsibilitas suatu hubungan13
.
Dalam pandangan S. W. Little John dan K. A. Foss, kerangka teoritik yang
dikaji dalam ilmu komunikasi berkaitan dengan konsepsi hubungan akan
berimplikasi pada; pertama, hubungan itu terbentuk, terjaga, dan berubah melalui
komunikasi. Kedua, Hubungan adalah sesuatu yang teratur. Ketiga, Hubungan
harus bersifat dinamis. Keempat, pasangan dalam sebuah hubungan mengatur
tekanan secara aktif14
. Empat konsep ini diungkapkan setelah menggambarkan
beberapa kajian teoritik tentang hubungan dalam ilmu komunikasi. Mulai dari
tradisi sibernitika, tradisi sosiopsikologis, tradisi sosiokultural, dan tradisi
fenomenologis15
. Jadi, menurutnya, setiap hubungan harus terjaga, terbentuk, dan
dapat berubah dengan melakukan suatu proses komunikasi. Setiap hubungan juga
harus dapat dikontrol secara aktif oleh mereka yang berkomitment dalam
membangun suatu hubungan.
Berkaitan dengan penelitian ini, penulis beranggapan bahwa hubungan
PKB-NU yang berciri konflik di atas, terjadi disebabkan pola komunikasi yang
tidak efektif dan efisien dalam membangun sebuah hubungan. Baik itu dari sisi
pembentukan, pemeliharaan, dan aktualisasi hubungan. Oleh karenanya,
penelitian ini akan dilaksanakan untuk menguji pola hubungan PKB-NU
menjelang Pemilu 2014. Hal ini penting, sebab berdasarkan pada paparan di atas,
menjelang pemilu yang akan dilaksanakan tahun depan ini, para elite NU dan
PKB mulai berkomitmen dan beri‟tikad untuk menjalin hubungan yang lebih baik
dari sebelum-sebelumnya.
Salah satu usaha untuk memperbaiki hubungan PKB-NU diprogramkan
oleh DPW PKB Jawa Timur. Adapun beberapa program yang sudah dan akan
dilaksanakan oleh DPW PKB bekerjasama dengan PWNU di Jawa Timur adalah
pertama, penandatangan nota kesepahaman antara kedua belah pihak dalam
13Ibid, 277 14 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta : Salemba Humanika, 2012), 313-314 15 Ibid, 284-309
8
konteks sharing informasi dan kegiatan. Kedua, mewajibkan para caleg PKB di
Jawa Timur agar mengoptimalisasi pengurus NU di tingkat desa, kecamatan, dan
kota/kabupaten. Ketiga, mensupport secara penuh seluruh kegiatan yang
dilaksanakan oleh pengurus NU. Berdasarkan pada canangan program di atas,
bahwa tidak hanya NU yang memiliki i‟tikad untuk membantu PKB. Begitu
halnya PKB akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu seluruh program yang
dicanangkan oleh NU. Dengan demikian, dalam penelitian akhir ini penulis
mengangkat judul “Pola Hubungan PKB-NU Menjelang Pemilu 2014 (Studi
Kasus di DPW PKB Jawa Timur)”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah hubungan PKB-NU di Jawa Timur ?
2. Apakah keuntungan dan kendala yang dihadapi dalam membangun
hubungan antara NU dan PKB di Jawa Timur ?
3. Bagaimanakah pola hubungan PKB-NU menjelang Pemilihan Umum
2014 di Jawa Timur ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mendeskripsikan hubungan PKB-NU di Jawa Timur dalam
beberapa tahun terakhir.
2. Untuk menjelaskan keuntungan dan kendala yang dihadapi oleh DPW
PKB Jawa Timur dalam menjalin hubungan dengan PWNU Jawa Timur
3. Untuk menjelaskan pola hubungan PKB-NU menjelang pemenangan
pemilu 2014 di Jawa Timur.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Ada dua manfaat dari pelaksanaan penelitian tentang Pola Hubungan
PKB-NU di Jawa Timur, yakni kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara
praktis.
Secara teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi pada upaya pengembangan wawasan dan pemahaman terhadap pola
9
hubungan oraganisasi kemasyarakatan dengan partai politik secara umum,
sehingga memungkinkan menemukan konsep pemenangan partai politik melalui
pengaruh organisasi kemasyarakatan.
Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan memberi konstribusi
pada berbagai institusi atau kalangan sebagaimana berikut :
1. Jajaran Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB)
Jawa Timur; hasil penelitian ini dapat menjadi masukan tentang
pendiskripsian bagaimana pola hubungan PKB-NU dari beberapa periode
sejak lahir sampai sekarang. Bahkan penelitian ini juga dapat menjadi
pedoman untuk menjalin pola hubungan yang baik PKB-NU guna
menghadapi pemilu 2014.
2. Masyarakat Umum; hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi
upaya-upaya membangun sinergitas organisasi kemasyarakatan dan partai
politik sebagai bentuk mutualisme untuk membangun bangsa yang lebih
baik.
3. Universitas Muhammadiyah Malang; hasil ini dapat menjadi salah satu
literatur bagi keluarga besar UMM Malang baik sebagai bahan bacaan
untuk memperluas wawasan dan pemikiran tentang konsep pola hubungan
komunikasi maupun sebagai bahan pustaka bagi penyusunan karya tulis
ilmiah.
4. Peneliti; pada dasarnya penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Strata 1 FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi di
Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu, hasil dari penelitian ini
tentu dapat memberikan informasi baru yang dapat memperluas wawasan
dan cakrawala pemikiran peneliti mengenai konsep pola hubungan
komunikasi.
10
E. KERANGKA KONSEPTUAL
1. Hubungan dalam perspektif Ilmu Komunikasi
Hubungan (relationship) biasanya dimaknai sebagai wujud natural
dari kehidupan manusia. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain.
Oleh karenanya, peran dari hubungan adalah untuk membantu, membuka
komunikasi, dan menyelesaikan permasalahan individu ataupun orang lain.
Berkaitan dengan ilmu komunikasi, Su-Lin & Kristi mengatakan bahwa :
“communication plays a central role in relationships. When need help,
confort, or reassurance, communication is the tool to helps accomplish
our goals. Relationships cannot exist unless two people communicate each
other. “Bad” communication is often blamed for problems in
relationships, whereas “good” communication is often credited with
perserving relationships16
. Kutipan ini bermakna; komunikasi memiliki
peranan yang urgen dalam proses membangun hubungan. Komunikasi
yang jelek terkadang membawa kebingungan dalam menjalin suatu
hubungan. Begitu pula sebaliknya, komunikasi yang „baik‟ maka akan
lebih memudahkan seseorang untuk sampai pada tujuannya.
Berdasarkan pandangan di atas, pada umumnya, di dalam ilmu
komunikasi, terdapat tiga istilah penting dalam menjelaskan tentang teori
hubungan ini. Pertama, makna dari hubungan sendiri (relationship).
Kedua, komunikasi antara manusia (interpersonal communication).
Ketiga, komunikasi hubungan (relation communication). Hubungan, oleh
para ahli komunikasi dibagi menjadi beberapa tipe, dan sekaligus dianggap
sebagai definisi dari hubungan (relationship) :
a. Role Relationship. Tipe hubungan ini disebut juga sebagai behavioral
inter-dependence (tingkah laku yang saling bergantung satu sama
lainnya). Para ahli komunikasi memaknai tipe hubungan dengan
ketergantungan tingkah laku seseorang terhadap orang tingkah orang
lain baik itu secara fungsional ataupun kausalistik. Artinya, tindakan
16Papper PDF “Conceptualizing Relation Communication” (diakses melalui
www.sagepub.com/upm-data/54098_Chapter_1.pdf
11
seseorang tersebut bukan dikarenakan timbul dari inter-relasi
melainkan akibat perintah atau peranan yang dimainkan oleh
seseorang.
b. Interpersonal relationship. Berbeda dengan tipe di atas, konsep ini
lebih menekankan pada aspek mutual-influence. Artinya, hubungan ini
dibangun atas kesadaran kesamaan dan saling membutuhkan. Tidak
ada yang paling berpengaruh dan dipengaruhi.
c. Close Relationship. Tipe yang paling terakhir ini yang paling banyak
ciri-cirinya, mulai dari aspek emosional (emotional attachment),
pemenuhan kebutuhan (need fullfilment), kemampuan yang tak
tergantikan (irreplace-abbility). Artinya, tipe hubungan harus
memenuhi beberapa syarat; pertama, secara emosional antara satu
dengan yang lain mesti terbangun secara emosional. Jika salah satu
dari mereka sedih, sebagian lainnya juga merasakan hal yang sama.
Kedua, keberadaan seseorang itu tidak bisa digantikan oleh orang
lainnya. Ketiga, seseorang mampu memberikan apapun yang
dibutuhkan oleh sebagian lainnya17
.
Selain dikaji dari sisi tipologis, para ahli komunikasi juga mengkaji
„hubungan‟ sebagai nomenklatur yang berpondasipada berbagai macam
disiplin ilmu pengetahuan. Misalnya, dari perspektif psikologi-sosial,
fenomenologi, teori sistem, dan lain-lainnya. Tujuan dari kajian ini adalah
untuk memahami perbedaan pola hubungan dan perubahan-perubahan
hubungan. Melalui ilmu komunikasi, hubungan bisa diketahui sampai akan
terus eksis dan kemungkinan mengalami kemandekan dan perubahan.
Salah satu cara untuk menganalisasinya dengan menggunakan teori
interaksionisme di dalam ilmu sosial. Dalam penelitian ini, kerangka
konseptual mengenai hubungan ini akan digunakan untuk mendis-
komposisikan pola hubungan PKB-NU, khususnya di DPW PKB Jawa
Timur menjelang Pemilu 2014. Selain itu, melalui penilaian teori
hubungan yang ada di dalam ilmu komunikasi, penulis juga berusaha
17Ibid. 6-7
12
memberikan sumbangsih konstruktif terhadap pola hubungan yang
seyogyanya dibangun oleh dua organisasi tersebut.
2. Anatomi Hubungan PKB-NU
Nahdlatul Ulama‟ (NU) adalah organisasi berbasis keagamaan
terbesar di dunia, dengan jumlah pengikut hampir mencapai angka 60 juta
orang.18
NU lahir atas inisiatif KH. Hasyim Asy‟ari dan dukungan
beberapa kiai lainnya. Alasan utama lahirnya NU adalah mempertahankan
nilai kebudayaan lokal dari pengaruh luar. NU dideklarasikan di Surabaya
pada tahun 192619
. Pada masa awalnya, NU menitikberatkan format
organisasinya pada dunia pendidikan dan sosial-kemasyarakatan, yakni
dakwa Islam ahlus sunnah wa al jamaah. Hingga pada tahun 1952, NU
bertransformasi menjadi partai politik. Meskipun, sebelumnya, NU juga
sudah berperan dalam politik kemerdekaan. Namun, kala itu, NU masih
belum mengubah bentuk organisasinya sebagai partai20
.
Selain pada tahun 1952, NU juga tercatat sebagai partai politik di
tahun-tahun selanjutnya yakni pada pemilu tahun 1955 dan 197121
. Pada
tahun 1973, pemerintah Orde Baru membuat kebijakan penyederhanaan
partai. Partai NU dan beberapa partai Islam lainnya dilebur menjadi satu,
yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di masa peleburan ini, para
elite NU merasakan kesulitan dan ketidakbebasan dalam menyalurkan
aspirasi politiknya. Hingga pada tahun 1984, NU menyatakan keluar dari
politik praksis dan ingin kembali ke Khittah 1926 sebagai organisasi yang
berkhidmat di bidang pendidikan dan sosial. Keinginan keluar dari politik
diproklamirkan pada Muktamar NU ke 27 di Situbondo22
.Meskipun
menyatakan keluar dari politik praksis, baik langsung maupun tidak
langsung, sebagian elite NU masih belum bisa keluar secara penuh dari
18 Mashudi Muchtar, Mohammad Subhan, profil NU Jawa Tiimur (Surabaya : LTNU, 2007),12 19 Martin Van Brunissen, NU Tradisi, Relasi-relasi Kuasa dan Pencarian wacana baru, ter. Farid Wajdi (Yogyakarta : Lkis , 1994), 17. 20 Greg Feally, Ijtihad politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967 ter. Farid Wajidi dan MA Bahktiar (yogyakarta: LkiS, 2007), 47. 21 Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di indonesia; pendekatan fiqih dalam Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1994), 176. 22 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto (Jakarta: LP3ES 2003), 109.
13
aktifitas politik. Pasalnya, sebagian elite NU menempati posisi strategis di
partai berlambang ka‟bah itu.
Kondisi ini membentuk persepsi dikalangan nahdiyin (warga NU)
bahwa NU tidak akan pernah lepas secara utuh dari politik praksis dalam
keadaan dan suasana apapun. Bahkan, Andrei Fillard mengatakan bahwa
NU, dengan kuantitas anggotanya yang sangat banyak, akan terus digoda
oleh partai politik supaya memasuki dunia politik. NU dan politik adalah
keniscayaan yang tak bisa dipisahkan23
.Setelah empat belas tahun lamanya
NU berdiri tegak dengan model politik kultural. Hasrat untuk kembali
terjun ke dunia politik mulai didengungkan. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi kembalinya NU ke politik praksis. Pertama, momentum
runtuhnya kejayaan Soeharto. Kedua, aspirasi nahdiyin yang
menginginkan adanya wadah politik khusus Nahdiyin. Ketiga, perubahan
paradigma politik Indonesia dari otokratik menjadi demokratis.
Hingga pada akhirnya, PBNU membentuk tim lima pada tanggal 3
Juni 1998, yang diketuai oleh KH. Ma‟ruf Amin dan beranggotan KH. M.
Dawam Anwar, KH. Said Aqil Siradj, HM. Rozy Munir. ME, H. Akhmad
Bagja24
. Selanjutnya, pada tanggal 23 Juli bertempat di rumah Gus Dur,
partai baru yang lahir dari rahim NU bernama Partai Kebangkitan Bangsa.
Beberapa saat kemudian Partai berlambang Bumi dan Bintang Sembilan
ini dideklarasikan. Ada lima nama tenar yang menjadi deklarator partai ini;
yaitu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Muchith Muzadi, KH.
Mustofa Bisri (Gus Mus). KH. Moenasir Ali. KH. Ilyas Ruhiyat25
.
Pasca dideklarasikan, capaian partai baru ini sesungguhnya tidak
mengecewakan. Meskipun kalah bersaing dengan Golkar dan PDI-P di
parlemen, PKB bersama partai aliansi poros tengah mampu mengantarkan
Gus Dur sebagai Presiden RI menggantikan B.J Habibie. Kekuasaan Gus
Dur sebagai presiden tidak bertahan lama. Baru dua tahun menjabat, Gus
23 Andree Feaillard, NU Vis a Vis Negara (Yogyakarta: LkiS 1999), 109. 24 Abidin Amin, Peta Islam Politik, ... 111. 25Imam Nahrawi, Moralitas politik PKB; Aktualisasi PKB Sebagai Partai kerja, partai Nasional dan Partai Modern, (Malang: Averros Press), 31
14
Dur dilengserkan oleh rapat paripurna MPR yang dipimpin Amien Rais.
Gus Dur akhirnya digantikan oleh Megawati Soekarno Puteri.
Pasca lengsernya Gus Dur dari kursi kepresidenan, aroma konflik
di tubuh PKB mulai terasa. Gus Dur yang merasa paling berhak terhadap
partai NU ini, dengan gaya pemimpinannya yang kontroversial, membuat
kebijakan-kebijakan yang tidak mampu dipahami oleh sebagian politisi
PKB dan elite NU. Hingga pada akhirnya, ada kerenggangan antara elite
NU dan politisi PKB baik itu secara struktural maupun kultural. Desas-
desus „kembali‟ ke Khittah 1926 mulai terdengar lagi, karena rumah
bersama yang dianggap akan menjaga kredibilitas NU itu dirundung
permasalahan yang tak kunjung usai.
Bahkan, PBNU, di zaman kepemimpinan KH. Hasyim Muzadi,
membuat pakta integritas agar NU tidak dibawa lagi ke ranah politik
praksis. NU, ditegaskan oleh KH. Hasyim Muzadi, sebagai organisasi
yang netral, tidak akan mendukung satu partai tertentu, termasuk PKB.
Para warga NU diperbolehkan untuk menjatuhkan pilihannya sesuai
dengan hati nurani masing-masing tanpa mempertimbangkan seruan dari
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Hubungan renggang ini terus-menerus
dikelola oleh pengurus PBNU dan PKB.
Sikap acuh atau berpalingnya elite NU mempengaruhi hubungan
nahdiyin terhadap PKB. Sakralitas bahwa PKB merupakan partai NU
mulai hilang menjadi partai modern yang tidak berbasis pada organisasi
keagamaan tertentu. Hanya Gus Dur, itulah yang mungkin paling melekat
jika membicarakan PKB. Tak ada PKB tanpa Gus Dur. Meskipun secara
faktual banyak elite NU yang berkontribusi dalam membangun PKB.
Rupanya, Gus Dur, PKB dan NU menjadi tiga elemen yang sangat
melekat di kalangan warga NU.
Secara literatur terdapat banyak tulisan yang ingin mengembalikan
dan mengharmonisasi kembali hubungan NU dan PKB layaknya
sediakala. Yenny Wahid, puteri Gus Dur salah satunya. Dalam tulisannya
di Jawa Pos 04 January 2008 “Mengaktualisasikan Sinergi PKB-NU”
15
Yenny menyebut bahwa NU adalah pencetus lahirnya PKB dan
semestinya NU dan PKB membangun kultur organisasinya berwujud pada
sinergitas gagasan, program dan pandangan politik26
.
Selain Yenny Wahid, Zulfan Izzulhaq juga menanggapi hubungan
PKB-NU. Dalam tulisannya berjudul, “Faktanya, NU Makin Jauh dari
NU”, Zulfan mengungkapkan kerenggangan hubungan PKB dan NU
diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, dominasi peranan Gus Dur di
dalam tubuh PKB. Kedua, kegagalan Gus Dur berkomunikasi dan menjaga
hubungan baik dengan para kiai-kiai sepuh. Sehingga menimbulkan
istilah „kiai vs Gus Dur”. Ketiga, kelemahan Gus Dur dalam menjalankan
peranannya sebagai komunikator seringkali disalahgunakan orang
sekelilingnya. Zulfan kemudian menawarkan beberapa solusi agar
hubungan PKB-NU kembali harmonis. Pertama, mengembalikan PKB
kepangkuan NU, bukan pada personifikasi NU. Kedua, revitalisasi
hubungan PKB dengan beberapa kiai NU yang sempat meninggalkan PKB
karena berkonflik dengan Gus Dur dan para pengikutnya27
.
Gus Dur sendiri pernah menyebut bahwa hubungan PKB-NU
bukanlah hubungan kebergantungan antara anak dan bapak. Ada saatnya,
hubungan PKB-NU mesti bersifat mutualistik. Artinya, Gus Dur,
sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Nahrawi, ingin membangun
PKB sebagai partai yang terbuka dan modern. Tak selalu mengekor pada
kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh NU sebagai organisasi yang
lebih tua. Imam Nahrawi sendiri berpendapat, sesuai dengan amanat
pertemuan pada tahun 1998, hubungan antara PKB-NU adalah historis,
kultural dan aspiratif. Hubungan historis ini jelas ingin menjelaskan bahwa
PKB lahir dari rahim NU. Kultural berarti PKB-NU memiliki tatanan
kebudayaan dan nilai-nilai luhur yang sama. Terakhir, hubungan aspiratif.
26 Yenny Wahid ““Mengaktualisasikan sinergi PKB-NU” Jawa Pos edisi 04 January 2008. 27 A. Zulfan Izzulhaq, “Faktanya, PKB makin Jauh dari NU” dalam Membangun PKB tanpa Gus Dur Agus Fachri, ed. (Bekasi ; PDIP-KB, 2008),27-32
16
Yakni PKB sebagai alat perjuangan di bidang politik, mesti membawa
aspirasi nahdiyin28
.
Dari paparan di atas, corak hubungan PKB-NU bisa dibagi menjadi
beberapa bagian; pertama, hubungan harmonis. Yakni fase dimana
internal NU dan internal PKB satu kata dan satu tujuan. Kedua, hubungan
konflik. Yakni fase dimana sebagian internal NU menganggap bahwa PKB
tidak aspiratif terhadap kebutuhan nahdiyin serta lebih mementingkan
kepentingan PKB sendiri. Di dalam internal PKB sendiri juga berkonflik
untuk memperebutkan kekuasaan tertinggi. Ketiga, hubungan subtasial
dan sakral seperti yang diungkapkan sendiri oleh Gus Dur. Yakni
hubungan yang dilandaskan pada aspek-aspek ideologis antara PKB-NU,
historis, kultural, dan aspiratif. Corak yang terakhir ini yang mungkin
cenderung dilakukan menjelang Pemilu 2014.
3. Rekonstruksi Hubungan PKB-NU Menjelang Pemilu 2014
Jika pun benar, bahwa Gus Dur merupakan faktor penghambat
adanya rekonsiliasi (islah) di internal PKB sekaligus PKB dan kiai NU.
Menjelang pemilu 2014 sudah tak ada lagi Gus Dur. Selain tidak adanya
Gus Dur, para pelaku konflik di masa lalu juga sudah kehilangan partai
politiknya masing-masing. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
gagal lolos seleksi administratif dan faktual oleh KPU RI. Sedangkan,
PKB Gus Dur yang berubah menjadi PKBIB juga tidak bisa berbuat apa-
apa. Saat ini hanya ada satu PKB dengan Muhaimin Iskandar sebagai
Ketua Umum. Pertanyaan sederhananya bagaimanakah PKB-NU bisa
diharmonisasi? Bisakah konflik-konflik antar elit dinetralisir sehingga
suara nahdliyin kembali ke pangkuan PKB?
Berkaitan dengan Pemilu 2014, sudah banyak hal yang dilakukan
NU ataupun PKB untuk mencapai komunikasi yang efektif. Mulai dari
pewacanaan kembali hubungan historis PKB-NU. Restrukturisasi
pengurus PKB di beberapa daerah. Serta pembuatan platform yang
28Imam Nahrawi, Moralitas politik PKB; Aktualisasi PKB Sebagai Partai kerja, partai Nasional dan Partai Modern...7
17
berbunyi NU adalah PKB, PKB adalah NU. Dari sisi hubungan historis,
terdapat beberapa kegiatan yang tujuannya mengembalikan titik harmonis
hubungan PKB-NU dimulai dari usaha untuk menggagas islah
diantarakelompok yang pada awalnya berselisih diinternal PKB, seperti
gerakan islahyang dilakukan sejumlah ulama dan petinggi PKB Ancol dan
PKNU menggelar deklarasi islah dikantor PWNU Jawa Timur pada Juli
2010, termasuk didalamnya para elite NUyaitu, KH Muchit Muzadi, KH
Zainuddin Djazuli, KH Anwar Iskandar, KH Hasan Basri dan Rais
Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Miftahul Achyar. Sementara dari jajaran
pengurus PKB versi Ancol, hadir Sekretaris Jenderal DPP PKB Ancol
Lukman Edy, Anggota Dewan Syura DPP PKB Ancol Lily Wahid, Ketua
DPW PKB Jatim versi Muktamar Parung Hasan Aminuddin dan Wakil
ketua DPW PKB Jatim versi Ancol Syukrillah.29
Sebenarnya untuk menggagas rekonsiliasi islah di internal PKB
menurut mantan Sekjend DPP PKB Syaifullah Yusuf (Gus Ipul)
sebenarnya tidak perlu melalui Muktamar atau Kongres, namun islah dapat
direalisasikan dalam bentuk musyawarah dan istikharah,30
sebab hal
terpenting dalam proses rekonsiliasi harus diwujudkan lewat kultur dengan
usaha saling mengalah dan melepaskan egoisme untuk memperoleh
keputusan yang diharapkan semua kalangan. Sebagaimana kutipan dari
Gus Ipul : “Syarat islah, semua harus mau mundur dan melepaskan baju,
kalau mau islah itu ya jangan ada yang ditinggal, kalau ada yang ditinggal
itu berarti tidak islah. Nah, kelihatan-nya pak Muhaimin (Muhaimin
Iskandar) kan tidak ikut, itu berarti kan ditinggal.”31
Gemuruh gerakan islah menemui kejelasan ketika terdapat
beberapa elite PKNU yang menemui Ketua umum DPP PKB Muhaimin
Iskandar untuk mengajak islah, yang kemudian disebut-sebut tokoh PKNU
tersebut adalah Dewan Syura PKNU Alwi Shihab dan Mustasyar KH
29 Seputar Indonesi, Kiai Sepuh hadiri Deklarasi Islah PKB, Senin 14 Juni 2010 30 Jawa Pos, Islah PKB; Harapan peneyelesaian Lewat Kultur, senin 14 Juni 2010. 31Ibid.
18
Ma‟ruf Amin.32
Namun ajakan islah Alwi Shihab bukanlah gambaran
islahnya PKNU dan PKB secara keseluruhan, pasalnya masih terdapat juga
sosok Ketua Umum DPP PKNU Choirul Anam yang masih belum
memberi kejelasan tentang rencana islah.Jika ditela‟ah kembali gerakan
islah yang muncul pada tahun 2010 masih belum menemukan secara
menyeluruh terkait pihak-pihak yang berselisi tentang masa depan PKB
untuk menghadapi pemilu 2014.
Namun islah elite PKB-NU setidaknya mulai menemukan
dukungan dari Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Sa‟id Aqil Siradj.
Sebagai bentuk dukungan sinergitas PKB-NU, keputusan Muktamar NU di
Lirboyo pada tahun 2000 yang menetapkan PKB sebagai partai politik
yang secara resmi dilahirkan dari rahim NU, menurutnya keputusan
tersebut masih berlaku dan tidak pernah berubah. Sebagaimana sinyalemen
beliaubahwa; “Keputusan Mukatamar NU di Lirboyo seperti itu dan
sampai sekarang belum dicabut”33
. Bagi sebagian kalangandi PKB,
ketegasan inipaling tidak merupakan bentuk dukungan NU terhadap PKB,
mengingat kedudukan Kiai Said Aqil Siradj yang notabene adalah
pimpinan tertinggi NU.
Semangat islah tidak hanya lahir dari para elite PKB-NU, namun
warga nahdliyin mulai merindukan kejayaan PKB pada 1999 dan 2004.
Warga nadlhiyin ternyata sudah terlalu lama menunggu penyelesaian
konflik yang terjadi di PKB seperti yang diungkapkan KH. Moch. Solihan
bahwa ;“…orang kalau NU-nya mantap pasti PKB, kalau ada orang NU
tidak mendukung PKB, perlu dipertanyakan ke-NU-annya”34
. Optimisme
mengenai kejayaan kembali juga di ungkapkan oleh Moch. Syafi‟ yang
mengatakan ; “Alhamdulillah, kita optimis PKB akan menjadi besar. Kita
tetap meminta masukan dan saran agar PKB menjadi partai politik yang
diharap NU”35
32 Surya, Alwi Balik Kandang; Ingin Gabung ke PKB Lagi, Minggu 1 Agustus 2010. 33 Harian Bangsa, Kang Said : PBNU Tetap Dukung PKB, Sabtu 19 Maret 2011. 34 Harian Bangsa, Nahdliyin Rindu Kejayaan PKB, Senin 15 Agustus 2011. 35Ibid.
19
Model hubungan kedua adalah restrukturisasi dan pembaharuan
pola hubungan dengan kiai, mulai dari ketentuan syarat-syarat caleg PKB
dari NU harus memenuhi kriteria khusus sebagaimana diatur dalam
peraturan partai tahun 2012 tentang mekanisme rekrutmen calon anggota
legislatif Partai Kebangkitan Bangsa untuk pemilihan Umum 2014 yang
tertera dalam Bab V Syarat Caleg pasal 17 ayat 3 dalam 2 point, antara
lain :
a. Pernah menjadi pengurus NU dari/atau Banom NU di semua
tingkatan sedikitnya 2 (dua) tahun.
b. Mendapatkan rekomendasi dari pengurus NU sesuai
tingkatannya.36
Tampak jelas usaha PKB-NU untuk mencari sinergitas keduanya
menemui titik terang pasca terjadinya konflik pada Mukmar PKB di
Semarang terkait hubungan elite PKB-NU. Tidak cukup pada syarat
khusus kriteria caleg PKB, dalam kelembagaan-pun NU juga ditambahkan
sebagai Tim Mantap sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah,
mengingat bahwa NU sebagai organisasi keagamaan/kemasyarakatan
memiliki akar kuat dimasyarakat.37
Usaha restrukturisasi dan pembaharuan pola hubungan PKB-NU
membuahkan hasil dari banyaknya elite NU pada beberapa daerah di Jawa
Timur melunak dan kembali menjadi bagian dari kepengurusan PKB di
daerahnya masing-masing. Sebut saja KH. Kholil As‟ad Syamsul Arifin
pengasuh pondok pesantren Walisongo Situbondo, yang pada awalnya
termasuk pengurus PKNU Situbondo imbas dari kekecewaan pasca
Muktamar Semarang, saat ini mulai melunak dan bahkan bergabung
kembali dengan PKB dan menjadi Ketua Dewan Syura DPC PKB
Situbondo.
Usaha terakhir adalah membangun hubungan sinergitas
keorganisasian dalam bingkai struktural. Di website resmi NU,
36 DPP PKB, Produk Hukum Pemenangan Pemilu, (Jakarta: SEKJEND DPP PKB, 2012), 08 37Ibid, 09
20
www.nuonline.com, di sebelah kanan laman web tersebut, tergambar
beberapa kegiatan PKB bersama dengan PBNU. Di website resmi DPP
PKB pun demikian. Tajuk kembalinya ke bingkai NU dikampanyekan
terus menerus. Ini merupakan bingkai untuk mengkonstruksi harmonisasi
PKB-NU dalam skala nasional. Di daerah, kampanye NU adalah PKB juga
mulai disuarakan oleh para kiai kampung yang dulunya beraviliasi dengan
kekuatan PKB Gus Dur. Oleh karena itu, nuansa kebersamaan PKB-
NUdinilai mulai kembali terasa menjelang Pemilu 2014 akan datang.
F. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pola Hubungan
Dalam kamus ilmiah populer pola bermakna model, contoh,
pedoman (rancangan), dasar kerja.38
Hubungan adalah ikatan; pertalian
(keluarga, persahabatan, dsb).39
Jadi pola hubungan adalah dasar kerja
dalam sebuah ikatan atau pertalian, semisal, dalam sebuah organisasi.
2. PKB-NU
PKB berdiri pada tanggal 23 juli 1998 dan merupakan partai resmi
bentukan NU. Kelahiran PKB tidak terlepas dari keriuhan pasca Orde Baru
untuk membentuk sebuah partai yang bernaung di bawah NU sebagai alat
kendaraan politik mereka.40
NU berdiri pada tanggal 21 Januari 1926 sebagai wadah bagi kaum
tradisionalis untuk membentengi dan mempertahankan ritus keberagamaan
dari gerakan wahabi serta kaum reformis. Awal keberadaan NU yang
semula bergerak hanya di bidang sosio-keagamaan dan pengembangan
pesantren, mulai meluaskan perjuangannya kala Indonesia bebas dari
penjajah. Jalur politik praktis dipilih sebagai alat untuk memperjuangkan
kesejahteraan rakyat. Masuknya NU kedalam Partai Masyumi, yang
dipimpin oleh KH. A. Wahid Hasyim, merupakan awal keterlibatan NU di
38 Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer; Surabaya, Arkola, 2001. 39 Lihat program Kamus Besar Bahasa Indonesia 40 Diolah dari Tim Litbang Kompas dalam Partai-Partai Politik Indonesia; Ideologi dan Program 2004-2009, Bambang Setiawan dan Bastian Nainggolan edhal. 252
21
dalam politik. Dikarenakan konflik yang terjadi antara ulama NU dan
orang-orang modernis di jajaran elit masyumi, menyebabkan kongres NU
yang diselenggarakan di Palembang pada tahun 1952 memutuskan NU
keluar dari Masyumi dan mendirikan partai politik sendiri.41
3. Pemilu 2014
Pemilihan Umum adalah proses pemilihan untuk mengantarkan
seseorang mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.42
4. DPW PKB Jawa Timur
DPW merupakan struktur kelembagaan yang berada di bawah
kepengurusan DPP PKB. Kepengurusan DPW PKB Jawa Timur terbagi
menjadi dua: 1). Dewan Syuro sebagai pimpinan tertinggi. 2). Dewan
Tanfidiyah sebagai tim pelaksana. Wilayah kekuasaan DPW PKB Jawa
Timur hanya berbasis di wilayah Jawa Timur.
Dari pemaknaan operasional di atas, maka yang dimaksud dengan
Pola Hubungan PKB-NU Menjelang Pemilu 2014 adalah model
keterikatan atau keikutsertaan NU di dalam politik PKB, baik secara
struktural ataupun kultural, menghadapi prosesi suksesi Pemilihan Umum
pada 9 April 2014 tahun depan. Sedangkan objek penelitian ini adalah
DPW PKB Jawa Timur, yang merupakan basis utama kekuatan NU dan
PKB berdasar pemilu-pemilu yang sebelumnya.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, penulis menyusunnya dalam beberapa bab yang
berisi sub-bab. Tiap bab memiliki keterkaitan sehingga penulisan diharapkan
akan lebih sistematis lagi. Penulisan ini terdiri dari empat bab, antara lain: Bab
I (satu) berupa Pendahuluan yang berisikan kerangka penelitian yang yang
terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
dan Metodologi Penelitian.
41Ibid. hal. 252 42 http// wikipedia.org/wiki/pemilihan umum (diakses pada 06 Desember 2013).
22
Bab II (dua) Kajian Teoritik. Berisikan: Tinjauan Umum tentang
Hubungan dengan sub-bab: pertama, Hubungan dan Ilmu Komunikasi Politik
Kedua, Hubungan dan Komunikasi Organisasi Politik. Selanjutnya
Terminologi NU dan PKB dengan sub-bab: pertama, Historiografi NU. kedua,
Sejarah PKB dan ketiga, Hubungan NU dan PKB.
Bab III (tiga) Penyajian dan Analisis Data, terdiri dari Deskripsi
tentang DPW PKB Jawa Timur, Penyajian Data dengan sub-bab: pertama,
Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, kedua, Keuntungan dan kendala
Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, ketiga, Pola Hubungan PKB-NU di Jawa
Timur menjelang Pemilu 2014 dan Analisis Data dengan sub-bab: pertama,
Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, kedua, Keuntungan dan kendala
Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, dan ketiga, Pola Hubungan PKB-NU di
Jawa Timur menjelang Pemilu 2014.
Bab IV (empat) Penutup berisikan Kesimpulan, Saran-saran dan
Rekomendasi Penelitian.