bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/bab i - bab vi.pdf · a....
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu isu global saat ini.
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi di darat, di laut maupun di udara. Yang
menonjol dan prevalen adalah kecelakaan lalu lintas di darat, sementara
kecelakaan lalu lintas laut dan udara cenderung meningkat sesuai dengan
perkembangan frekuensi lalu lintas di laut dan udara. Kecelakaan lalu lintas di
darat ditandai dengan tabrakan atau bentuk persentuhan dari semua bentuk
kendaraan maupun hal-hal terkait dengan kendaraan di darat. Kecelakaan lalu
lintas di darat bisa berupa sentuhan antar pejalan kaki dengan motor, ataupun
barang statis lainnya di sepanjang jalan dengan kendaraan darat yang berlalu
lalang. Kecelakaan lalu lintas di darat bisa berupa kecelakaan tunggal (single)
atau tabrakan yang bisa dibentuk oleh 2 pihak (double), triple atau multiple.
Berbagai bentuk kecelakaan lalu lintas di darat ini dapat mengakibatkan
berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma capitis),
patah tulang (fraktur), pecah limpa (ruptura lien), dan bentuk perlukaan atau
cedera lainnya (Bustan, 2000).
Keadaan darurat yang menimbulkan korban dapat terjadi dimana saja
dan kapan saja, tidak terkecuali di lingkungan sekitar (Kumoratih, 2010).
Menurut UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal
232 bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui
2
terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib: (a) memberikan pertolongan kepada
korban kecelakaan lalu lintas; (b) melaporkan kecelakaan tersebut kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau (c) memberikan keterangan
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pertolongan pertama
merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan
tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum korban mendapatkan
perawatan dari tenaga medis resmi. Tindakan pertolongan pertama ini
bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit
agar penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Pertolongan pertama
biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban yang diantaranya akan
menghubungi petugas kesehatan terdekat (Cho, 2015).
Pertolongan pertama sangat penting perannya jika berada dalam
keadaan yang tidak diharapkan seperti kecelakaan. Masyarakat Indonesia
sudah banyak yang mengetahui pentingnya pertolongan pertama namun tidak
sampai pada tahap mempelajari. Selain itu masyarakat beranggapan bahwa
pertolongan pertama berguna ketika situasi gawat darurat yang mungkin tidak
akan mereka alami. Masyarakat perlu ditingkatkan kesadaran dan diberi
sebuah fasilitas yang mudah dijangkau untuk mempelajari pertolongan
pertama (Fadhillah, 2013). Perlu diingat bahwa pertolongan pertama yang
diberikan ketika kecelakaan merupakan bantuan yang sangat mendesak dan
sangat dibutuhkan. Mendesak karena pada saat itu paramedis tidak langsung
mendatangi korban (Cho, 2015). Meskipun demikian, tanpa didasari dengan
pengetahuan yang benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali
3
menjadi panik dan tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi
darurat tersebut. Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah justru
memperparah situasi serta kondisi korban (Kumoratih, 2010). Untuk dapat
menyelamatkan atau mempertahankan hidup dan mencegah cacat penderita
maka masyarakat harus mampu: (a) Cara minta tolong; (b) Cara melakukan
RJP tanpa alat; (c) Cara menghentikan perdarahan; (d) Cara memasang balut
atau bidai; (e) Cara transportasi yang baik (Musliha, 2010).
Terdapat lebih dari 1,2 juta orang di seluruh dunia yang meninggal di
jalan raya setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan jutaan
orang mengalami cedera serius serta hidup dengan kesehatan yang kurang
baik dalam jangka waktu lama. Saat ini diperkirakan, kecelakaan lalu lintas
menjadi penyebab kematian kesembilan pada semua kelompok umur dan
diprediksi akan menjadi penyebab kematian ketujuh pada tahun 2030 (World
Health Organization, 2015).
Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas POLRI)
mencatat jumlah kecelakaan sepanjang 2015 sebanyak 98.970 kejadian
dengan korban meninggal 26.495 jiwa (orang). Jumlah tersebut naik 3,19 %
dibandingkan pada tahun 2014 dengan 95.906 kejadian. Kecelakaan tersebut
telah mengakibatkan 161.146 orang menjadi korban dengan komposisi korban
luka ringan 68,70 %, korban luka berat 14,85 %, dan korban meninggal 16,45
%, dengan nilai kerugian materi yang dialami pada tahun tersebut adalah Rp.
272.318.000.000 (Badan Pusat Statistik, 2015).
4
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, kecelakaan lalu lintas mendapat
urutan ke enam dalam daftar 10 penyakit terbanyak pada tahun 2015 dengan
jumlah kasus sebesar 2.858 kasus (Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi
Tenggara, 2016). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah total kunjungan dengan kasus kecelakaan
lalu lintas di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 sebanyak 6.307
orang. Di Kota Kendari, jumlah kunjungan dengan kasus kecelakaan lalu
lintas sebanyak 641 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,
2016). Menurut data dari Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Resor
Kendari, jumlah kasus kecelakaan lalu lintas di Kota Kendari pada tahun 2015
yaitu sebanyak 396 kasus dengan korban meninggal berjumlah 41 orang,
korban luka berat berjumlah 117 orang dan korban luka ringan berjumlah 342
orang (Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Resor Kendari, 2015). Pada
tahun 2016, titik rawan kecelakaan lalu lintas (blackspot) di Kota Kendari
dengan jumlah korban tertinggi yaitu sebanyak 21 orang dari total 14 kasus
kecelakaan lalu lintas terletak di Jalan Kapten Piere Tendean Kecamatan
Baruga (Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Resor Kendari, 2016). Hasil
wawancara awal peneliti kepada pegawai Kantor Kecamatan Baruga yaitu
jalan ini terletak di Kecamatan Baruga, tetapi hanya melewati dua kelurahan
yaitu Kelurahan Baruga dan Kelurahan Watubangga. Kelurahan Watubangga
terletak di sebelah utara Jalan Kapten Piere Tendean sedangkan Kelurahan
Baruga terletak di sebelah selatan jalan tersebut. Data awal berupa data
sekunder yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Baruga dan Kantor Kelurahan
5
Watubangga tentang jumlah penduduk masing-masing kelurahan tersebut
pada tahun 2016 yaitu jumlah penduduk di Kelurahan Baruga sebanyak 6657
orang sedangkan jumlah penduduk di Kelurahan Watubangga sebanyak 6251
orang.
Hasil survey awal yang dilakukan peneliti pada 10 orang responden
yang bermukim di sekitar Jalan Kapten Piere Tendean tentang pertolongan
apa yang dilakukan saat terjadi kecelakaan lalu lintas adalah 10 orang (100%)
menjawab bahwa mereka hanya mengangkat korban dari lokasi kejadian
kecelakaan ke kendaraan yang melintas untuk diantarkan ke rumah sakit atau
puskesmas terdekat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Masyarakat
Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten
Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017”.
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang di atas
adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere
Tendean Kota Kendari Tahun 2017”.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere
Tendean Kota Kendari Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara meminta
pertolongan pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere
Tendean Kota Kendari Tahun 2017
b. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara
memberikan bantuan hidup dasar pada kecelakaan lalu lintas di
Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017
c. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara
menghentikan perdarahan luar pada kecelakaan lalu lintas di Jalan
Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017
d. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara memasang
bidai pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean
Kota Kendari Tahun 2017
e. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara
memindahkan korban pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten
Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan keperawatan khususnya di bidang keperawatan gawat
darurat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penentu Kebijakan
Sebagai bahan masukan kepada pemerintah Kota Kendari
dalam penyusunan kebijakan dan penerapan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan untuk
melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara melakukan
pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.
c. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat
usia dewasa tentang cara melakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan lalu lintas.
d. Bagi Peneliti
Menambah informasi dan wawasan peneliti tentang cara
melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.
Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi sumber
referensi untuk penelitian yang relevan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo
dalam Wawan & M., 2010).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan
berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah
pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek
ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif
9
dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif
terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization)
yang dikutip oleh Wawan (2010), salah satu bentuk objek kesehatan dapat
dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat
yaitu : (Notoatmodjo dalam Wawan & M., 2010)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
10
b. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat
menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebaginya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah
ada.
11
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut: (Notoatmodjo
dalam Wawan & M., 2010)
a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah
dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba
kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-
pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,
pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang
menerima yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,
tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya
baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
12
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi masa lalu.
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis
Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven.
Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini
kita kenal dengan penelitian ilmiah.
4. Proses Perilaku “TAHU”
Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan (2010), perilaku
adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan
sebelum mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan
tertarik pada stimulus
13
c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan
baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
d. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
e. Adoption, dimana individu telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pada penelitian selanjutnya, Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan
(2010), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses
seperti di atas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) namun sebaliknya jika
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku
tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Perilaku
manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial
yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti
pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan
dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial
budaya.
14
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu
yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan
untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
(Notoatmodjo dalam Wawan & M., 2010).
YB Mantra yang dikutip oleh Wawan (2010) mengungkapkan
bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi.
2) Pekerjaan
Thomas yang dikutip oleh Wawan (2010) mengungkapkan
bahwa pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara
mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak
15
tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang
menyita waktu.
3) Umur
Elisabeth BH yang dikutip oleh Wawan (2010)
mengungkapkan bahwa, usia adalah umur individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut
Huclok (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Ann. Mariner yang dikutip oleh Wawan (2010)
mengungkapkan bahwa lingkungan merupakan seluruh kondisi
yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan & M.,
2010).
16
6. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan
skala yang bersifat kualitatif, yaitu: (Arikunto, 2006 dalam Wawan, 2010)
1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%
2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
3) Kurang : Hasil presentase < 56%
B. Tinjauan Tentang Masyarakat
1. Pengertian
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syrak yang artinya
saling bergaul dan saling berperan serta. Menurut beberapa ahli, masyarakat
didefinisikan sebagai berikut (Mubaraq, Chayatin, & Santoso, 2009).
a. Maclver dan Page mengungkapkan bahwa masyarakat adalah suatu
sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok, penggolongan dan pengawasan tingkah laku, serta
kebebasan-kebebasan manusia.
b. Ralph Linton (ahli antropologi) mengungkapkan bahwa masyarakat
adalah sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup
lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap
diri mereka sebagai suatu kesatuan dengan batas-batas tertentu.
c. M.J. Herskovits mengungkapkan bahwa masyarakat adalah kelompok
individu yang dikoordinasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
17
d. J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengungkapkan bahwa masyarakat adalah
kelompok manusia yang terbesar, yang mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap dan perasaan persatuan yang sama.
e. Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas
bersama.
f. Selo Soemardjan mengungkapkan bahwa masyarakat adalah orang yang
hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
g. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu berubah-
ubah sesuai kebiasaan, karena masyarakat dibentuk dari suatu
kebiasaan, wewenang dan kerja sama dari berbagai kelompok.
2. Unsur-unsur Pembentuk Masyarakat
Masyarakat terbentuk atas berbagai unsur, antara lain tertera dibawah
ini (Mubaraq, Chayatin, & Santoso, 2009).
a. Kategori Sosial
Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya
suatu ciri yang objektif dikarenakan manusia-manusianya, seperti: jenis
kelamin, usia dan pendapatan.
Masyarakat bisa disebut sebagai kategori apabila memiliki kriteria:
1) Tidak ada interaksi antar-anggota;
2) Tidak ada ikatan moral bersama yang dimiliki;
3) Tidak ada harapan-harapan peran.
18
b. Golongan Sosial
Golongan sosial adalah suatu kesatuan manusia yang ditandai dengan
ciri-ciri tertentu yang seringkali ciri-ciri itu dikenakan pada mereka dari
pihak luar kalangan mereka sendiri, namun golongan sosial terikat oleh
sistem nilai, moral, dan adat istiadat tertentu.
c. Komunitas
Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati
wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta
terikat/dibatasi wilayah geografi.
d. Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi antar-
anggotanya, mempunyai adat istiadat tertentu, norma-norma yang
berkesinambungan dan adanya rasa identitas yang sama, serta punya
organisasi dan sistem pimpinan.
e. Perhimpunan
Perhimpunan adalah kesatuan manusia yang berdasarkan sifat, tugas,
dan/atau guna yang sifat hubungannya berdasarkan kontrak serta
pimpinan berdasarkan wewenang dan kontrak.
19
3. Ciri-ciri Masyarakat
Berikut ini adalah ciri-ciri masyarakat (Mubaraq, Chayatin, & Santoso,
2009).
a. Adanya interaksi di antara sesama anggota
b. Saling bergantung
c. Menempati wilayah dengan batas tertentu
d. Adanya adat istiadat, norma, hukum serta aturan yang mengatur pola
tingkah laku anggotanya
e. Adanya rasa identitas yang kuat dan mengikat semua warganya
seperti: bahasa; pakaian; simbol-simbol tertentu (perumahan); benda-
benda tertentu (mata uang, alat pertanian); dan lain-lain
f. Adanya kesinambungan dalam waktu
Dengan demikian, tidak semua manusia yang bergaul dan berinteraksi
itu adalah masyarakat. Misalnya sekumpulan manusia yang menonton
pertandingan sepak bola tidak dapat disebut sebagai masyarakat, karena
mereka tidak memiliki ikatan apapun kecuali perhatian yang sama terhadap
sepak bola.
Masyarakat terdiri atas dua jenis, yaitu masyarakat desa dan
masyarakat kota (Mubaraq, Chayatin, & Santoso, 2009).
a. Masyarakat Desa
Berikut ini adalah ciri-ciri dari masyarakat desa.
1) Hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat
2) Adat istiadat masih dipegang kuat sekali
20
3) Sebagian besar memiliki kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib
4) Tingkat buta huruf masih tinggi
5) Masih berlaku hukum tak tertulis
6) Jarang bahkan tak ada lembaga pendidikan khusus dibidang
teknologi dan keterampilan
7) Sistem ekonomi sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, sebagian kecil dijual
8) Gotong royong sangat kuat
b. Masyarakat Kota
Berikut ini adalah ciri-ciri dari masyarakat kota.
1) Hubungan didasarkan atas kepentingan pribadi
2) Hubungan antarmasyarakat dilakukan secara terbuka dan saling
memengaruhi
3) Kepercayaan masyarakat yang kuat akan manfaat ilmu
pengetahuan dan teknologi
4) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian
5) Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata
6) Hukum yang berlaku adalah tertulis
7) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar.
21
4. Syarat-syarat Terbentuknya Masyarakat
Untuk membentuk suatu perkumpulan yang bisa disebut sebagai
masyarakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Mubaraq,
Chayatin, & Santoso, 2009).
a. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian
dari kelompok yang bersangkutan
b. Adanya hubungan timbal balik antar anggota yang satu dengan yang
lainnya
c. Adanya suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan
antara mereka bertambah erat
d. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku
e. Bersistem dan berproses.
5. Tipe-tipe Masyarakat
a. Masyarakat peguyuban, yaitu suatu kelompok yang di dalamnya
terdiri atas anggota-anggota yang hidup bersama dan masing-masing
diikat oleh hubungan batin yang murni, yang bersifat alamiah, serta
kekal. Oleh karena itu, hubungan antar anggota kelompok ini adalah
intim (sangat akrab dan mesra), privasi (sangat mementingkan
kedekatan lahir dan batin dengan beberapa orang saja), serta
eksklusif (bersifat khusus dan tertutup sehingga hanya berlaku untuk
kelompoknya).
22
b. Masyarakat patembangan, yaitu kelompok dimana antar anggotanya
bersifat longgar, berjangka tertentu (tidak langgeng), serta bersifat
kontraktual.
c. In-group, yaitu kelompok yang oleh anggota-anggotanya dijadikan
tempat untuk mengidentifikasikan jati dirinya.
d. Out-group, yaitu kelompok yang oleh anggota-anggotanya diartikan
sebagai lawan in-groupnya.
e. Primary group, yaitu kelompok yang ditandai dengan adanya saling
mengenal antara anggota-anggotanya, adanya kerjasama yang erat,
dan bersifat pribadi.
f. Secondary group, yaitu kelompok sosial yang terdiri atas banyak
orang yang kerja sama antar anggotanya bersifat rasional dan
ekonomis.
C. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Lalu Lintas
1 Pengertian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1, kecelakaan lalu lintas
adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (DIT
LANTAS BABINKAM POLRI, 2009).
23
2 Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 229, Kecelakaan Lalu
Lintas digolongkan atas: (DIT LANTAS BABINKAM POLRI, 2009)
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan
Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan kerusakan kendaraan dan / atau barang.
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang
Kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan / atau
barang.
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.
Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
3 Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 226, untuk mencegah
kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui: (DIT LANTAS
BABINKAM POLRI, 2009)
a. Partisipasi para pemangku kepentingan
b. Pemberdayaan masyarakat
c. Penegakan hukum
24
d. Kemitraan global.
Bustan (2000) mengungkapkan bahwa untuk mencegah terjadi
kecelakaan lalu lintas, berbagai upaya dapat dilakukan berupa:
a. Fasilitas keamanan (Safety facilities) terdiri dari trotoar (sidewalk),
jembatan penyebrangan (over head bridge), dan rambu-rambu jalan
(trafic signal).
b. Penggunaan helm, sabuk pengaman (seat belt)
c. Pengendalian/pembatasan kecepatan kendaraan
d. Peraturan (Law enforcement).
4 Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas
Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari
manusia sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 5
faktor yang berkaitan dengan peristiwa kecelakaan lalu lintas yaitu faktor
pengemudi, penumpang, pemakai jalan, kendaraan, dan fasilitas jalanan.
Ditemukan kontribusi masing-masing faktor: manusia/pengemudi 75%,
faktor kendaraan 5%, faktor kondisi jalan 5%, kondisi lingkungan 1%,
dan faktor lainnya (Bustan, 2000).
a. Faktor Manusia
Faktor manusia yang dimaksud adalah pejalan kaki, penumpang
sampai pengemudi. Faktor manusia ini menyangkut masalah
disiplin berlalu lintas.
25
1) Faktor Pengemudi
Faktor pengemudi dianggap sebagai salah satu faktor utama
yang menetukan kecelakaan lalu lintas. Faktor pengemudi
ditemukan memberikan kontribusi 75 - 80% terhadap
kecelakaan lalu lintas. Faktor manusia yang berada di belakang
kemudi ini memegang peranan penting. Karakteristik
pengemudi berkaitan dengan:
a) Keterampilan mengemudi
b) Gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)
c) SIM (Surat Izin Mengemudi)
Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti
adalah :
a) Perilaku pengemudi, misalnya ngebut dan tidak disiplin
atau melanggar rambu
b) Kecakapan mengemudi, misalnya pengemudi baru atau
belum berpengalaman melalui jalanan/route
c) Mengantuk pada waktu mengemudi
d) Mabuk pada waktu mengemudi
e) Umur pengemudi 20 tahun atau kurang
f) Umur pengemudi 55 tahun atau lebih.
Karena kecelakaan dapat terjadi setiap saat dan sangat peka
maka faktor kehati-hatian pengemudi sangatlah diperlukan.
26
Gambaran kehati-hatian pengemudi menyangkut hal-hal
seperti:
a) Melihat ke belakang sebelum keluar dari kendaraan atau
memutar kendaraan
b) Melihat ke belakang sebelum membelok ke kiri
c) Berhenti di jalan keluar atau perempatan sebelum
memasuki jalan besar
d) Memarkir kendaraan pada tempat yang tepat dan secara
benar.
2) Faktor Penumpang
Faktor penumpang yang dimaksud misalnya jumlah muatan
(baik penumpangnya maupun barangnya) yang berlebih. Secara
psikologis ada juga kemungkinan penumpang mengganggu
pengemudi.
3) Faktor Pemakai Jalan
Pemakai jalan di Indonesia bukan saja terjadi dari kendaraan.
Di sana ada pejalan kaki atau pengendara sepeda. Selain itu
jalan raya dapat menjadi tempat pedagang kaki lima, peminta-
minta dan semacamnya. Hal ini membuat semakin
semrawutnya keadaan di jalanan. Jalan umum juga dipakai
sebagai sarana perparkiran. Tidak jarang terjadi, mobil terparkir
mendapat tabrakan.
27
b. Faktor Kendaraan
Jalan raya penuh dengan berbagai jenis kendaraan yaitu
sebagai berikut:
1) Kendaraan Tidak Bermotor
Kendaraan tidak bermotor misalnya sepeda, becak, gerobak,
bendi/delman.
2) Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor misalnya sepeda motor, roda tiga/bemo,
oplet, sedan, bus, truk, gandengan.
Diantara jenis kendaraan, kecelakaan lalu lintas paling sering
pada kendaraan sepeda motor.
c. Faktor Jalanan
Faktor jalanan yang dimaksud yaitu kelaikan jalan dan saranan
jalanan.
1) Kelaikan jalanan antara lain dilihat dari ketersediaan rambu-
rambu lalu lintas
2) Sarana jalanan antara lain sebagai berikut:
a) Panjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan
yang tumpah di atasnya. Di kota-kota besar nampak
kemacetan terjadi dimana-mana, memancing terjadinya
kecelakaan. Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus
memancing pengemudi untuk „balap‟, juga memancing
kecelakaan.
28
b) Keadaan fisik jalan yang dimaksud adalah pengerjaan
jalanan atau jalan yang fisiknya kurang memadai,
misalnya berlubang dapat menjadi pemacu terjadi
kecelakaan.
Keadaan jalan yang berkaitan dengan kemungkinan kecelakaan lalu
lintas berupa :
1) Struktur: datar/mendaki/menurun; lurus/berkelok-kelok
2) Kondisi: baik/berlubang
3) Luas: lorong, jalan tol
4) Status: jalan desa, jalan provinsi/negara.
d. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dimaksud yaitu cuaca dan kondisi
geografis. Dapat diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, jalan
licin akan membawa risiko kejadian kecelakaan lalu lintas yang
lebih besar.
D. Tinjauan Tentang Pertolongan Pertama
1. Pengertian
Pertolongan pertama merupakan tindakan pertama terhadap seseorang
yang mengalami penderitaan atau kecelakaan. Pertolongan pertama
merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan
tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum korban mendapatkan
perawatan dari tenaga medis resmi (Cho, 2015).
29
2. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memberikan Pertolongan Pertama
Saat menemukan korban atau penderita, ada beberapa hal yang harus
dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk
mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya, antara lain:
(Kumoratih, 2010)
a. Nilai Situasi
Penilaian keadaan dilakukan untuk memastikan situasi yang dihadapi
dalam suatu upaya pertolongan, hal ini meliputi:
1) Apa yang terjadi?
2) Bagaimana terjadinya?
3) Berapa orang yang cedera?
4) Adakah bahaya lanjutan?
5) Kemungkinan apa yang bisa terjadi?
6) Bagaimana mengatasinya?
7) Adakah seseorang yang dapat membantu?
Setelah keadaan tersebut bisa diatasi barulah kita mendekati
dan memberi pertolongan pada korban, adakalanya keduanya dapat
berjalan bersamaan.
b. Pikirkan Keamanan
Keselamatan penolong adalah yang utama, perlu diingat untuk
tidak menambah jumlah korban yang sudah ada. Singkirkan sumber
bahaya atau pindahkan korban ke tempat yang lebih aman dengan
hati-hati. Untuk penolong sebaiknya menggunakan alat pelindung
30
diri seperti sarung tangan karet dan masker yang memadai untuk
mencegahnya tertular dari penyakit yang mungkin diderita korban.
c. Cari Bantuan
Berteriaklah untuk meminta bantuan dini, mintalah orang lain
untuk membuat area aman, membantu pertolongan pertama, dan
memanggil dokter atau ambulance. Pastikan kondisi korban aman dan
sebisa mungkin buatlah lebih nyaman jika terpaksa meninggalkannya
untuk mencari bantuan.
Ketika Anda menelepon layanan gawat darurat, mintalah
ambulance dan berikanlah informasi berikut:
1) Nomor telepon Anda;
2) Lokasi kejadian;
3) Jumlah, jenis kelamin, dan usia korban;
4) Rincian kondisi serta rincian bahayanya.
Berikut nomor telepon darurat di Kota Kendari:
(sultra.kemenag.go.id)
1) Pemadam kebakaran : (0401) 113 dan 3122113
2) Mobil Ambulance : (0401) 118
3) Polda Sultra : (0401) 3190005
4) Polres Kendari : (0401) 3121461
5) Polsek Poasia : (0401) 3121200
6) Polsek Mandonga : (0401) 3123114
7) Polsek Baruga : (0401) 3195305
31
8) RSUD Prov. Sultra : (0401) 3121733
9) IGD RS Bhayangkara : (0401) 3121253
10) RS Jiwa Kendari : (0401) 3122470
11) Bapeda dan PM Kendari : (0401)3127361
12) SAR Kendari : (0401) 3196557
13) Gangguan PLN : (0401) 123
14) Gangguan PDAM : 3127179
3. Hal-hal Pokok dalam Pertolongan Pertama
Ada beberapa hal pokok yang harus diketahui oleh orang-orang yang
membantu korban kecelakaan atau mendadak sakit. Sebelum melakukan
pertolongan, penolong harus mengetahui beberapa poin penting yaitu :
a. Apakah penderita masih sadar atau tidak. Hal ini dapat diketahui
dengan cara memanggil korban. Jika tidak ada jawaban, maka korban
harus dicubit.
b. Diusahakan secepat mungkin memanggil pihak perawatan atau
ambulance.
c. Penderita ditelentangkan untuk dilakukan tindakan resusitasi (Cho,
2015).
32
4. Teknik dalam Pertolongan Pertama
a. Bantuan Hidup Dasar
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
medik yang bertujuan mencegah berhentinya sirkulasi atau respirasi dan
memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi
Jantung Paru (RJP) (Kumoratih, 2010).
Menurut American Heart Association (2015), Resusitasi Jantung-Paru
(RJP) orang dewasa oleh penolong tidak terlatih dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Penolong memulai kompresi dada sebelum memberikan napas buatan
(C-A-B, bukan A-B-C) agar dapat mengurangi penundaan kompresi
pertama. Satu-satunya penolong harus memulai RJP dengan 30 kali
kompresi dada yang diikuti dengan 2 kali napas buatan
2) Kecepatan kompresi dada yang disarankan adalah 100 hingga 120
kali/menit
3) Kedalaman kompresi dada pada orang dewasa adalah minimun 2 inci
(5 cm), namun tidak lebih besar dari 2,4 inci (6cm)
4) Karakteristik RJP berkualitas tinggi yaitu mengompresi dada pada
kecepatan dan kedalaman yang memadai, membolehkan recoil dada
sepenuhnya setelah setiap kompresi, meminimalkan gangguan dalam
kompresi, dan mencegah ventilasi yang berlebihan (American Heart
Association, 2015).
33
Resusitasi jantung paru terdiri dari 2 tahap, yaitu: (Kumoratih, 2010)
1) Survey Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap
orang
a) Bantuan Sirkulasi (Circulation)
Sistem sirkulasi atau pompa darah pada tubuh manusia
dilakukan oleh jantung. Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu
atrium kanan, atrium kiri, bilik kanan dan bilik kiri. Jantung
berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Pada keadaan henti
jantung dimana jantung berhenti berdenyut dan berhenti
memompakan darah ke seluruh tubuh, maka organ-organ tubuh
akan kekurangan oksigen. Organ yang paling rentan untuk terjadi
kerusakan akibat kekurangan oksigen adalah otak. Hal ini
disebabkan karena sel-sel otak mengonsumsi energi yang berasal
dari oksigen saja. Tanpa oksigen, proses hidup sel otak akan
terganggu. Dalam waktu 4 – 6 menit tanpa oksigen, sel-sel otak
akan mulai mengalami kerusakan. Setelah 8 – 10 menit sel otak
akan rusak permanen.
Tindakan resusitasi jantung paru diharapkan dapat membantu
mengalirkan darah ke seluruh tubuh walaupun tidak seoptimal
kerja jantung. Untuk membantu sirkulasi dapat dilakukan
kompresi jantung atau kompresi dada. Pada korban yang dicurigai
mengalami henti jantung harus diperiksa terlebih dahulu sebelum
dilakukan kompresi jantung. Korban yang mengalami henti
34
jantung sudah pasti dalam keadaan tidak sadarkan diri. Setelah itu
periksa denyut jantung dengan meraba denyut arteri karotis.
Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah raba bagian
tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di
pinggir jakun tersebut. Rasakan denyut hingga 10 detik. Bila tidak
dirasakan sama sekali denyut jantung, lakukan kompresi dada.
Langkah-langkah kompresi jantung yaitu sebagai berikut:
(1) Letakkan korban di tempat yang datar dan keras
(2) Letakkan punggung telapak tangan kanan atau tangan yang
dominan tepat di tengah-tengah tulang dada di antara kedua
puting susu
(3) Pastikan kedua tangan dapat saling terkait dengan stabil
(4) Arahkan bahu agar tetap berada di atas kedua telapak tangan
tersebut hingga lengan menjadi lurus
(5) Dengan menggunakan bantuan berat badan, lakukan
penekanan ke dada korban hingga kedalaman 4 – 5 cm
(6) Lakukan kompresi ini sebanyak 30 kali kemudian diselingi
dengan nafas buatan sebanyak 2 kali. Ini merupakan 1
siklus.
(7) Setelah 5 siklus, dapat diperiksa kembali apakah sudah ada
denyut jantung. Bila belum ada, ulangi siklus sampai korban
bernafas kembali.
35
b) Jalan Nafas (Airway)
(1) Pemeriksaan Jalan Nafas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
sumbatan jalan nafas oleh benda asing. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari
tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat
dibuka dengan teknik Cross Finger dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut
korban.
(2) Membuka Jalan Nafas
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan
nafas pada korban tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar,
lidah akan kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan
terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan
tertutupnya trakea sebagai jalan nafas. Pada kasus-kasus
tertentu, korban membutuhkan bantuan pernafasan. Sebelum
diberikan bantuan pernafasan, jalan nafas korban harus
terbuka. Ada dua manuver yang lazim digunakan untuk
membuka jalan nafas yaitu sebagai berikut:
(a) Head tilt / Chin lift
36
Teknik ini hanya dapat dilakukan pada korban tanpa
cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap
untuk melakukan teknik ini adalah sebagai berikut:
(i) Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan
tangan yang paling dekat dengan dahi korban)
(ii) Pelan-pelan tengadahkan kepala korban dengan
mendorong dahi ke arah belakang
(iii) Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya
pada bagian tulang dari dagu korban. Jika korban
anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan
diletakkan di bawah dagu.
(iv) Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan
kepala. Jangan sampai mulut korban tertutup.
(v) Pertahankan posisi ini.
(b) Jaw trust
Teknik ini dapat digunakan selain teknik di atas.
Walaupun teknik ini menguras tenaga, namun
merupakan yang paling sesuai untuk korban dengan
cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan
teknik ini adalah:
37
(i) Berlutut di atas kepala korban. Letakkan siku pada
lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan
tangan di kedua sisi kepala korban
(ii) Cengkeram rahang bawah korban pada kedua
sisinya
(iii)Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong
rahang bawah korban ke atas. Hal ini menarik
lidah menjauhi tenggorokan
(iv) Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka.
Jika perlu, tarik bibir bagian bawah dengan kedua
ibu jari.
c) Bantuan Nafas (Breathing)
Bernafas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis
untuk melakukan pernafasan. Tindakan bantuan nafas merupakan
salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru. Untuk melihat
seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali
seseorang bernafas dalam satu menit, secara umum:
(1) Frekuensi/jumlah pernafasan dewasa 12 - 20 x/menit, anak
20 – 30 x/menit, bayi 30 – 40 x/menit
(2) Dada sampai mengembang.
Pernafasan dikatakan tidak baik/tidak normal jika terdapat
keadaan berikut ini:
38
(1) Ada tanda-tanda sesak nafas : peningkatan frekuensi nafas
dalam 1 menit
(2) Ada nafas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat
bernafas)
(3) Ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan (otot sela iga,
otot leher, otot perut)
(4) Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari
tangan
(5) Tidak ada gerakan dada
(6) Tidak ada suara nafas
(7) Tidak dirasakan hembusan nafas
(8) Pasien tidak sadar dan tidak bernafas
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernafasan seseorang
terganggu yaitu sebagai berikut:
(1) Cek pernafasan dengan melihat dada korban dan
mendekatkan pipi dan telinga ke hidung dan mulut korban
dengan mata memandang ke arah dada korban maksimal
selama 10 detik.
(2) Bila korban masih bernafas namun tidak sadar maka
posisikan korban ke posisi pemulihan dan pastikan jalan
nafas tetap terbuka, segera minta bantuan dan pastikan
secara berkala (tiap 2 menit) cek pernafasannya.
39
(3) Jika korban bernafas tidak efektif (bernafas satu-satu,
megap-megap, atau tidak bernafas), lakukan hal berikut:
(a) Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta
orang lain untuk mencari/menghubungi petugas gawat
darurat)
(b) Buka jalan nafas dengan menengadahkan kepala korban
dan menopang dagu korban (head tilt and chin lift)
(c) Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban. Bila
ada sumbatan dapat dibersihkan dengan sapuan jari-
balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut
bibir sapu ke dalam dan ke arah luar.
(d) Berikan nafas buatan dengan menarik nafas biasa lalu
tempelkan bibir anda ke bibir korban dengan
perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield)
lalu hembuskan perlahan > 1 detik sambil jari tangan
anda menutup hidung korban dan mata anda melihat ke
arah dada korban untuk menilai pernafasan buatan yang
anda berikan efektif atau tidak (dengan naiknya dada
korban maka pernafasan buatan dikatakan efektif)
(e) Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi
korban, bila tidak ada denyut maka kembali lakukan
kompresi jantung
40
(f) Bila ada denyut nadi maka berikan nafas buatan dengan
frekuensi 12x/menit atau 1x setiap 5 detik sampai
korban sadar dan bernafas kembali atau tenaga
paramedis datang, dan selalu periksa denyut nadi
korban apakah masih ada atau tidak setiap 2 menit.
2) Survey Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan
merupakan lanjutan dari survey primer.
b. Menghentikan Perdarahan Luar
Perdarahan berat maupun ringan jika tidak segera dirawat bisa
berakibat fatal. Bila perdarahan terjadi, penting bagi penolong
untuk menghentikannya secepat mungkin. Ada dua jenis perdarahan
yaitu perdarahan luar dan perdarahan dalam. Perdarahan dalam
lebih berbahaya dan lebih sulit untuk diketahui daripada perdarahan
luar.
Berikut cara penanganan perdarahan luar : (Kumoratih, 2010)
1) Periksa apakah luka berisi benda asing atau tulang yang
menonjol, jika ada maka jangan sentuh luka. Tetapi jika tidak
ada benda asing atau tulang yang menonjol pada luka, maka
segera tekan luka untuk mengontrol perdarahan sampai
menemukan pembalut
2) Balut luka dengan erat. Luka perlu dibalut untuk mengendalikan
perdarahan. Dalam keadaan darurat, bisa menggunakan kain
41
bersih, sarung bantal, dan lain-lain untuk membalut. Jangan
terlalu mengencangkan perban karena pembengkakan, pucat,
biru pada kulit jari tangan dan kaki, rasa kaku, terjepit, nyeri dan
aliran darah tidak lancar di bagian bawah perban menandakan
bahwa pembalut harus dilonggarkan.
3) Angkat bagian tubuh yang terluka lebih tinggi dari posisi jantung
4) Ganti perban atau pembalut jika telah basah dengan darah,
jangan terburu-buru melepas pembalut walau perdarahan
berhenti untuk menghindari terjadinya hal yang tak terduga.
5) Bila tekanan pada luka dan pengangkatan tidak juga
menghentikan perdarahan, lanjutkan dengan memberikan
tekanan ke titik tekanan di antara jantung dan luka, lalu lepaskan
tekanan pada titik tersebut bila perdarahan berhenti. Titik
tekanan terdapat pada lengan dan kaki. Pada lengan yaitu di
bagian dalam lengan tengah di antara bahu dan siku. Sedangkan
pada kaki yaitu di titik tengah lipatan di antara paha dan badan
(penekanan nadi pada tulang memperlambat aliran darah)
c. Teknik Pembidaian
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan
(fiksasi) tulang yang patah. Alat ini dipakai untuk menghindari
gerakan yang berlebihan pada tulang yang patah. Hal ini tentu
mendapat perhatian penuh dari orang yang menolong korban. Ada
beberapa syarat dalam penggunaannya: (Cho, 2015)
42
1) Bidai harus melebihi dua persendian yang patah
2) Bidai harus terbuat dari bahan yang kuat, kaku, dan pipih
3) Supaya bidaian itu empuk, maka harus dibungkus
4) Ikatan tidak boleh terlalu kencang karena merusak jaringan
tubuh, namun tidak boleh terlalu longgar.
Alat-alat bidai dapat berupa :
1) Papan, bambu, dahan
2) Anggota badan sendiri
3) Karton, majalah, kain
4) Bantal, guling, selimut
Patah tulang dapat terjadi akibat adanya cedera berat pada
bagian tubuh sehingga tulang menjadi terbelah dan menimbulkan
rasa sakit. Mengingat besarnya gaya yang diterima maka kadang
kasus patah tulang gejalanya dapat tidak jelas. Beberapa gejala dan
tanda yang mungkin dijumpai pada patah tulang yaitu: (Kumoratih,
2010)
1) Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah. Sering
merupakan satu-satunya tanda yang terlihat. Cara yang paling
baik untuk menentukan adalah dengan membandingkannya
dengan sisi yang sehat.
2) Nyeri di daerah yang patah dan kaku pada saat ditekan atau bila
digerakkan
43
3) Bengkak, disertai memar / perubahan warna di daerah yang
cedera
4) Terdengar suara berderak pada daerah yang patah (suara ini tidak
perlu dibuktikan dengan menggerakkan bagian cedera tersebut)
5) Mungkin terlihat bagian tulang yang patah pada luka
Pedoman umum pertolongan pertama terhadap patah tulang yaitu
sebagai berikut: (Cho, 2015)
1) Pertolongan untuk patah tulang hanya sekedar membantu
sampai dokter mengobatinya. Sebab patah tulang
membutuhkan pertolongan yang sangat sulit
2) Jika korban dipindahkan dari tempat kejadian, usahakan
menarik ketiaknya dan tarikan itu harus lurus atau searah
dengan sumbu tubuhnya
3) Setelah itu lakukan pemeriksaan apakah ada luka-luka lainnya:
a) Bila terjadi perdarahan, hentikan perdarahannya
b) Pernafasan korban diusahakan tetap normal, jangan
terhambat oleh penolong.
c) Sirkulasi udara disekitar korban tetap normal
d) Jika butuh bantuan napas, lakukan sesegera mungkin
e) Tidak boleh meletakkan alas kepala atau bantal di bawah
kepala korban. Letakkan saja di bagian sisi kiri dan kanan
44
kepala korban sehingga kepala korban tetap lurus dan tidak
bergerak.
4) Kalau bantuan medis terlambat, sedang penderita harus
diangkat, jangan mencoba memperbaiki letak tulang. Pasang
selalu bidai sebelum mengangkat penderita.
d. Teknik Pemindahan Korban
Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu
terjadinya cedera spinal, hal ini dapat dikurangi dengan melakukan
gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala
serta leher semaksimal mungkin. Kunci utama dalam memindahkan
korban adalah menjaga kelurusan tulang belakang (Kumoratih,
2010).
Ada beberapa teknik dalam memindahkan korban dari tempat
kecelakaan terjadi yaitu: (Cho, 2015)
1) Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual
Pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan
korban cedera ringan, dianjurkan pengangkatan korban maksimal
4 orang. Beberapa metode pemindahan darurat yaitu tarikan
baju, tarikan selimut/kain, tarikan bahu atau lengan,
menggendong, memapah, dan membopong.
2) Pengangkutan dengan alat (tandu)
Jika menggunakan alat atau tandu, ada beberapa hal pokok
dalam mengangkat korban yaitu:
45
1) Mengangkat Korban
Dalam mengangkat korban gunakan alat tubuh seperti paha,
bahu dan panggul serta beban serapat mungkin dengan bahu
korban.
2) Sikap Mengangkat
Usahakan dalam keadaan seimbang sehingga cedera yang
dialami korban tidak tambah parah.
3) Posisi Siap Angkat dan Jalan
Kaki korban harus lebih rendah dari kepala. Kepala korban
agak ditinggikan. Namun ada pengecualian yaitu tungkai
luka, hipotermia, dan syok.
Cara membuat tandu darurat yaitu sebagai berikut: (Kumoratih,
2010)
1) Gunakan papan meja, pintu atau benda lain yang keras untuk
membawa korban yang dicurigai menderita cedera kepala atau
tulang belakang.
2) Taruh selimut terbentang di tanah lalu letakkan tiang berjarak
sepertiga lebar selimut. Lipat selimut menutupi kedua tiang
tersebut, berat dari korban akan menahan lipatan pada
tempatnya.
Syarat pemindahkan korban yaitu sebagai berikut: (Cho, 2015)
1) Secara umum korban dalam keadaan baik
46
2) Pernafasan tidak terganggu
3) Tidak ada pendarahan
4) Cedera atau luka korban sudah dibaluti
5) Tulang-tulang yang patah sudah dibidai dengan baik.
Prosedur spinal log roll bertujuan mempertahankan alignment
anatomis yang benar dalam usaha untuk mencegah kemungkinan
cedera neurologis lebih lanjut dan mencegah penekanan area
cedera. Prosedur log roll diimplementasikan pada tahapan-tahapan
manajemen pasien trauma termasuk sebagai bagian dari primary
dan secondary survey untuk memeriksa tulang belakang pasien,
sebagai bagian dari proses pemindahan dari dan ke tempat tidur,
untuk pemberian perawatan collar servikal atau area tertekan,
memfasilitasi fisioterapi dada, dan lain-lain (Krisanty, 2009).
Sedikitnya empat orang penolong dibutuhkan untuk membantu
dalam prosedur log roll dengan sebagai berikut: (Krisanty, 2009)
1) Satu penolong untuk menahan kepala klien
2) Dua penolong untuk menahan dada, abdomen dan lengan
bawah. Tambahan satu orang mungkin juga akan dibutuhkan
pada saat melakukan log roll klien trauma yang gemuk, tinggi,
atau memiliki cedera pada lengan bawah
3) Satu penolong melakukan prosedur yang dibutuhkan
47
Langkah-langkah prosedur log roll yaitu sebagai berikut: (Krisanty,
2009)
1) Jelaskan prosedur pada pasien dengan mempertimbangkan
status kesadaran klien dan minta klien untuk tetap berbaring
dan menunggu bantuan. Pastikan collar terpasang dengan benar
2) Klien harus dalam posisi supine (telentang) dan alignment
secara anatomis selama prosedur log roll
3) Penolong 1, bantu menahan bagian atas badan klien, tempatkan
satu tangan melampaui bahu klien untuk menopang area dada
posterior, dan tangan yang lain melingkari paha klien
4) Penolong 2, bantu menahan abdomen dan tangan bawah klien,
bertumpuk dengan penolong 1 untuk menempatkan satu tangan
di bawah punggung klien, dan tangan lainnya melingkari betis
klien
5) Dengan aba-aba dari penolong penahan kepala, klien diputar
secara alignment anatomis dengan tindakan yang lembut
6) Penyelesaian aktivitas, penolong penahan kepala akan memberi
aba-aba untuk mengembalikan klien pada posisi supine
(telentang) atau untuk menahan klien pada posisi lateral dengan
bantal penahan. Klien harus ditinggalkan dalam posisi
alignment anatomis yang benar setiap waktu.
48
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengungkapkan bahwa masyarakat adalah
kelompok manusia yang terbesar, yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan
perasaan persatuan yang sama. Ciri-ciri masyarakat yaitu adanya interaksi di
antara sesama anggota, saling bergantung, menempati wilayah dengan batas
tertentu, adanya adat istiadat, norma, hukum serta aturan yang mengatur pola
tingkah laku anggotanya, adanya rasa identitas yang kuat dan mengikat semua
warganya, adanya kesinambungan dalam waktu (Mubaraq, Chayatin, & Santoso,
2009).
Pertolongan pertama merupakan tindakan pertama terhadap seseorang yang
mengalami penderitaan atau kecelakaan. Pertolongan pertama yang diberikan
ketika kecelakaan merupakan bantuan yang sangat mendesak dan sangat
dibutuhkan. Mendesak karena pada saat itu paramedis tidak langsung mendatangi
korban (Cho, 2015). Meskipun demikian, tanpa didasari dengan pengetahuan
yang benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali menjadi panik
dan tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi darurat tersebut.
Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah justru memperparah situasi
serta kondisi korban (Kumoratih, 2010).
49
B. Kerangka Konsep
Keterangan:
: variabel independent
: variabel dependent
Pengetahuan masyarakat
tentang cara meminta
pertolongan
Pengetahuan masyarakat
tentang cara memindahkan
korban
Pengetahuan masyarakat
tentang cara memasang
bidai
Pengetahuan masyarakat
tentang cara memberikan
bantuan hidup dasar
Pengetahuan masyarakat
tentang cara menghentikan
perdarahan luar
Pertolongan
Pertama Pada
Kecelakaan Lalu
Lintas
Pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama pada
kecelakaan lalu lintas
50
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (variabel bebas) adalah variabel yang diduga
mempengaruhi perubahan variabel lain (variabel dependent), yang mana
dalam penelitian ini variabel independent yaitu pengetahuan masyarakat
tentang cara meminta pertolongan, pengetahuan masyarakat tentang cara
memberikan bantuan hidup dasar, pengetahuan masyarakat tentang cara
menghentikan perdarahan luar, pengetahuan masyarakat tentang cara
memasang bidai, dan pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan
korban.
2. Variabel Dependent (variabel terikat) adalah variabel yang muncul sebagai
akibat dari manipulasi perubahan variabel independent (variabel bebas),
yang mana variabel dependent di dalam penelitian ini yakni pertolongan
pertama pada kecelakaan lalu lintas.
51
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
No. Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif
1 Pengetahuan
masyarakat
tentang
pertolongan
pertama pada
kecelakaan lalu
lintas di Jalan
Kapten Piere
Tendean Kota
Kendari Tahun
2017
Pengetahuan tentang cara
meminta pertolongan,
pengetahuan tentang cara
memberikan bantuan
hidup dasar, pengetahuan
tentang cara menghentikan
perdarahan luar,
pengetahuan tentang cara
memasang bidai, dan
pengetahuan tentang cara
memindahkan korban.
Responden akan diberikan
25 pertanyaan, jika benar
nilainya 1 dan salah
nilainya 0 untuk setiap
pertanyaan.
1) Baik : bila
responden
menjawab benar
76% - 100% dari
total pertanyaan
2) Cukup : bila
responden
menjawab benar
56% - 75% dari
total pertanyaan
3) Kurang :bila
responden
menjawab benar <
56% dari total
pertanyaan
Pengetahuan
tentang cara
meminta
pertolongan
Kemampuan masyarakat
dalam
menginterpretasikan
secara benar cara
1) Baik : bila
responden
menjawab benar
76% - 100% dari
52
meminta pertolongan
pada kecelakaan lalu
lintas. Responden akan
diberikan 5 pertanyaan,
jika benar nilainya 1 dan
salah nilainya 0 untuk
setiap pertanyaan.
total pertanyaan
2) Cukup :bila
responden
menjawab benar
56% - 75% dari
total pertanyaan
3) Kurang: bila
responden
menjawab benar
< 56% dari total
pertanyaan
Pengetahuan
masyarakat
tentang cara
memberikan
bantuan hidup
dasar
Kemampuan masyarakat
dalam menginterpretasikan
secara benar cara
memberikan bantuan
hidup dasar. Responden
akan diberikan 5
pertanyaan, jika benar
nilainya 1 dan salah
nilainya 0 untuk setiap
pertanyaan.
1) Baik: bila
responden
menjawab benar
76% - 100% dari
total pertanyaan
2) Cukup: bila
responden
menjawab benar
56% - 75% dari
total pertanyaan
3) Kurang: bila
53
responden
menjawab benar
< 56% dari total
pertanyaan
Pengetahuan
masyarakat
tentang cara
menghentikan
perdarahan luar
Kemampuan masyarakat
dalam menginterpretasikan
secara benar cara
menghentikan perdarahan
luar. Responden akan
diberikan 5 pertanyaan,
jika benar nilainya 1 dan
salah nilainya 0 untuk
setiap pertanyaan.
1) Baik : bila
responden
menjawab benar
76% - 100% dari
total pertanyaan
2) Cukup: bila
responden
menjawab benar
56% - 75% dari
total pertanyaan
3) Kurang: bila
responden
menjawab benar <
56% dari total
pertanyaan
Pengetahuan
masyarakat
tentang cara
Kemampuan masyarakat
dalam
menginterpretasikan
1) Baik: bila
responden
menjawab benar
54
memasang bidai secara benar cara
memasang bidai.
Responden akan
diberikan 5 pertanyaan,
jika benar nilainya 1 dan
salah nilainya 0 untuk
setiap pertanyaan.
76% - 100% dari
total pertanyaan
2) Cukup: bila
responden
menjawab benar
56% - 75% dari
total pertanyaan
3) Kurang: bila
responden
menjawab benar
< 56% dari total
pertanyaan
Pengetahuan
masyarakat
tentang cara
memindahkan
korban
Kemampuan masyarakat
dalam menginterpretasikan
secara benar cara
memindahkan korban.
Responden akan diberikan
5 pertanyaan, jika benar
nilainya 1 dan salah
nilainya 0 untuk setiap
pertanyaan.
1) Baik: bila
responden
menjawab benar
76% - 100% dari
total pertanyaan
2) Cukup: bila
responden
menjawab benar
56% - 75% dari
total pertanyaan
55
3) Kurang: bila
responden
menjawab benar
< 56% dari total
pertanyaan
2 Masyarakat Masyarakat dewasa
berusia 17 tahun sampai
45 tahun yang bermukim
di sepanjang sisi utara dan
selatan Jalan Kapten Piere
Tendean Kecamatan
Baruga Kota Kendari dan
pemukimannya tepat
berhadapan dengan jalan
tersebut.
1) Masyarakat yang
bermukim di
Jalan Kapten
Piere Tendean:
menunjukkan
Kartu Tanda
Penduduk atau
Surat Keterangan
Kartu Tanda
Penduduk
Sementara yang
beralamat Jalan
Kapten Piere
Tendean
Kecamatan
Baruga Kota
Kendari dan
56
berusia antara 17
tahun sampai 45
tahun.
2) Bukan
Masyarakat
yang bermukim
di Jalan Kapten
Piere Tendean:
tidak
menunjukkan
Kartu Tanda
Penduduk atau
Surat
Keterangan
Kartu Tanda
Penduduk
Sementara yang
beralamat Jalan
Kapten Piere
Tendean
Kecamatan
Baruga Kota
57
Kendari dan
berusia antara
17 tahun sampai
45 tahun.
58
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey
deskriptif yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran atau
deskripsi tentang pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada
kecelakaan lalu lintas.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Juni – 22 Juni 2017
2. Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Jalan Kapten Piere Tendean, Kelurahan Baruga
dan Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga Kota Kendari.
59
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat dewasa usia 17
sampai 45 tahun yang bermukim di sepanjang sisi utara dan selatan Jalan
Kapten Piere Tendean dan pemukimannya tepat berhadapan dengan jalan
tersebut dengan jumlah yang tidak diketahui.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili atau representatif populasi (Riyanto, 2011).
a. Besar Sampel
Menurut Suyanto (2011) dalam Riyanto (2011), apabila besar populasi
itu tidak diketahui, maka besar sampel dapat diketahui dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
n = Jumlah sampel
Z = tingkat keyakinan dalam penentuan sampel / derajat kepercayaan
yaitu 95 % = 1,96
Moe = Margin of error atau kesalahan maksimum yang bisa
ditoleransi, disini ditetapkan sebesar 10 %
Dengan menggunakan margin of error maksimal sebesar 10 %,
maka jumlah sampel minimal yang dapat diambil sebesar:
60
= 96, 04
Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal yang harus
dipenuhi sebanyak 96,04 dibulatkan ke bawah menjadi 96 responden.
b. Teknik Pengambilan Sampel
Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu
Accidental sampling dimana peneliti mengambil responden atau kasus
yang kebetulan ada atau tersedia (Riyanto, 2011).
c. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi
a) Sehat jasmani maupun rohani
b) Berusia 17 – 45 tahun
c) Kooperatif
d) Bisa membaca
2) Kriteria eksklusi
a) Tidak sehat secara jasmani maupun rohani
b) Berusia < 17 tahun atau > 45 tahun
c) Tidak kooperatif
d) Tidak bisa membaca
61
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu
lembar kuesioner yang akan diisi oleh responden. Alat ini juga sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti sebelum digunakan untuk
mengumpulkan data. Pengujian dilakukan kepada 30 orang responden di tempat
yang sama dengan tempat penelitian dan karakteristik yang sama dengan
karakteristik responden yang akan dijadikan sampel. Akan tetapi, responden yang
sudah dilakukan pengujian tidak lagi dijadikan sebagai sampel penelitian.
Adapun rumus yang digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Rumus koefisien korelasi biserial :
rbis(i) =
(
)
Keterangan :
rbis(i) = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i dengan
skor total
Xi = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal
nomor i
Xt = rata-rata skor total semua responden
St = standar deviasi skor total semua responden
Pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i
Qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i
62
Keputusan Uji :
Bila r hitung (r pearson) ≥ r tabel ; artinya pertanyaan tersebut valid
Bila r hitung (r pearson) < r tabel ; artinya pertanyaan tersebut tidak valid
2. Uji Reliabilitas
Rumus koefisien reliabilitas (KR-21) :
ri = (
) (
)
Keterangan :
ri = koefisien reliabilitas
K = jumlah item dalam instrumen
M = mean skor total
St² = varians total
Keputusan Uji :
Bila nilai koefisien reliabilitas ≥ konstanta (0,6), maka pertanyaan reliabel
Bila nilai koefisien reliabilitas < konstanta (0,6), maka pertanyaan tidak
reliabel
E. Jenis dan Cara pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang
telah terpilih sebagai sampel menggunakan daftar pertanyaan, yaitu data
pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada kecelakaan
lalu lintas.
63
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari
Kantor Kelurahan Baruga dan Kantor Kelurahan Watubangga berupa
Profil Kelurahan Baruga dan Profil Kelurahan Watubangga. Selain itu,
diperoleh data dari Kantor Kepolisian Resor Kota Kendari berupa data
Laka Lantas tahun 2016 dan daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota
Kendari.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan lembaran kuesioner yang dibagikan kepada masyarakat
yang bermukim di sepanjang sisi utara dan selatan Jalan Kapten Piere
Tendean Kecamatan Baruga Kota Kendari dan pemukimannya tepat
berhadapan dengan jalan tersebut serta memenuhi kriteria inklusi yaitu
sehat jasmani maupun rohani, berusia 17 – 45 tahun, dan kooperatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada
responden. Jika setuju maka responden akan menandatangani
persetujuan menjadi responden dan kemudian diberi kuesioner.
F. Etika Penelitian
1. Prinsip-prinsip Petunjuk Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti harus memahami hak dasar
manusia. Manusia mempunyai hak kebebasan yang harus dijunjung tinggi.
Ada beberapa prinsip penelitian pada manusia, yaitu:
64
a. Prinsip Manfaat
Segala bentuk penelitian yang dilakukan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakkan dengan
memberikan kebebasan dan tidak menimbulkan kekerasan atau tidak
dieksploitasi.
b. Prinsip Menghormati Manusia
Manusia berhak untuk dihormati, berhak menentukan pilihan mau atau
tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
c. Aspek Keadilan
Dilakukan dengan menghargai hak dan tidak berpihak dalam
perlakuan terhadap manusia.
2. Masalah Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian karena berhubungan langsung dengan manusia, sehingga etika
penelitian harus diperhatikan. Etika yang harus diperhatikan, antara lain:
a. Bentuk Persetujuan (Informed Concent)
Informed concent merupakan persetujuan antara peneliti dengan
responden yaitu memberikan lembar persetujuan (informed concent)
sebelum melakukan penelitian. Tujuannya adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika
subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan. Sebaliknya jika tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak responden.
65
b. Tanpa Nama (Anonimity)
Anonimity adalah memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
Confidentiality adalah memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
G. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing,yaitu proses pemeriksaan data di lapangan sehingga dapat
menghasilkan data yang akurat untuk pengolahan data. Selanjutnya kegiatan
yang dilakukan adalah memeriksa apakah semua pertanyaan peneliti sudah
dijawab dan jawaban yang dapat ditulis dapat dibaca secara konsisten.
2. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban responden menurut jenisnya dan
membubuhkan kode pada jawaban tersebut.
3. Scoring, yaitu perhitungan pada jawaban responden yang telah diisi pada
kuesioner dari berbagai variabel yang diteliti. Pemberian bobot pada
jawaban diukur menggunakan skala Guttman, dimana pertanyaan yang
dijawab benar diberi bobot / skor 1 dan yang bernilai salah diberi nilai 0.
66
4. Tabulating, yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori jawaban
kemudian dimasukkan dalam tabel yakni:
a. Menghitung frekuensi data masing-masing kategori jawaban
b. Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
H. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara analisis deskriptif berupa distribusi frekuensi
dengan menggunakan tabel untuk memberi gambaran tentang variabel-variabel
yang diteliti. Rumus yang digunakan dalam analisis data ini adalah :
x k
Keterangan :
X : Nilai presentase yang diperoleh
f : jumlah pertanyaan yang dijawab benar
n : jumlah pertanyaan
k : Konstanta (100%) (Arikunto, 2006)
I. Penyajian Data
Hasil penelitian yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan dinarasikan.
67
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari terletak di wilayah
Kecamatan Baruga. Wilayah Kecamatan Baruga, secara astronomis
terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yakni berada diantara 3º 59'
55'' - 4º 5' 01'' LS dan 122º 26' 37'' - 122º 32' 57'' BT. Wilayah
Kecamatan Baruga terletak di bagian barat daya Kota Kendari. Seluruh
wilayah kecamatan ini berada di daratan Pulau Sulawesi. Secara
administrasi Kecamatan Baruga memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wua-Wua dan
Kecamatan Puuwatu
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kambu dan
Kecamatan Poasia
Kecamatan Baruga terbentuk atas Peraturan Daerah Kota
Kendari Nomor 22 tahun 2006 yang ditetapkan pada tanggal 12
Desember 2006 dengan status Kecamatan Daerah Tingkat III Baruga.
68
Luas wilayah Kecamatan Baruga yaitu 49,15 Km2 atau 17,92 % dari
luas daratan Kota Kendari dan merupakan kecamatan dengan luas
terbesar dari 10 kecamatan yang ada. Luas wilayah menurut kelurahan
sangat beragam dimana Kelurahan Baruga merupakan kelurahan yang
paling luas, disusul kemudian oleh Kelurahan Watubangga, Lepo-Lepo
dan Wundudopi.
Jalan Kapten Piere Tendean hanya melewati dua kelurahan di
Kecamatan Baruga dan menjadi batas antara kedua kelurahan tersebut.
Kedua kelurahan itu adalah Kelurahan Watubangga yang berada di
sebelah Utara jalan tersebut dan Kelurahan Baruga yang berada di
sebelah Selatan jalan tersebut.
b. Keadaan Demografis
1) Pendidikan
Tabel 5.1 Komposisi Jumlah SD, SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi di Kecamatan Baruga
No. Jenjang Negeri Swasta Jumlah
1 TK - 7 7
2 SD 7 3 10
3 SMP 2 3 5
4 SMA 2 3 5
5 Perguruan
Tinggi
1 3 4
Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah institusi
pendidikan terbesar adalah pada jenjang sekolah dasar yaitu sebanyak
69
10 institusi dan terkecil adalah pada jenjang perguruan tinggi yaitu
sebanyak 4 institusi.
c. Kesehatan
Tabel 5.2 Komposisi Jumlah Sarana Kesehatan Di Kecamatan
Baruga
No. Sarana
Kesehatan
Jumlah
1 Rumah Sakit 2
2 Rumah Sakit Bersalin 1
3 Poli Klinik 0
4 Puskesmas 1
5 Puskesmas Pembantu 2
6 Praktek Dokter 4
7 Praktek Bidan 3
8 Poskeskel 2
9 Polindes 0
10 Posyandu 21
11 Apotek 14
12 Toko Obat 6
Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sarana kesehatan yang paling
banyak adalah posyandu yaitu sebanyak 21 posyandu dan yang paling
sedikit adalah puskesmas yaitu sebanyak 1 puskesmas.
70
Tabel 5.3 Komposisi Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kecamatan
Baruga
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter 12
2 Dokter Gigi 1
3 Bidan 62
4 Tenaga Kesehatan Lainnya 40
5 Dukun Bayi 6
Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan paling
banyak adalah bidan yaitu sebanyak 62 orang dan paling sedikit adalah
dokter gigi yaitu sebanyak 1 orang.
d. Agama
Tabel 5.4 Komposisi Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan
Baruga
No. Tempat Ibadah Jumlah
1 Masjid 40
2 Langgar/Surau 5
3 Gereja Kristen 3
4 Gereja Katholik 2
Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa jumlah tempat ibadah paling
banyak adalah masjid yaitu sebanyak 40 buah dan paling sedikit yaitu
gereja katholik yaitu sebanyak 2 buah.
71
2. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Di
Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari
No. Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
1 Laki – laki 38 40 %
2 Perempuan 58 60 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden
terbesar adalah perempuan yaitu sebanyak 58 orang (60 %) dan terkecil
adalah laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (40 %).
b. Umur
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Umur Responden Di Jalan
Kapten Piere Tendean Kota Kendari
No. Kelompok Umur Frekuensi Presentase
1 17 – 23 33 34 %
2 24 – 30 29 30 %
3 31 – 37 9 9 %
4 38 – 45 25 26 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden
terbesar adalah kelompok umur 17 tahun sampai 23 tahun yaitu
sebanyak 33 orang (34 %) dan terkecil adalah kelompok umur 31 tahun
sampai 37 tahun yaitu sebanyak 9 orang (9 %).
72
c. Pendidikan
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Di
Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari
No. Pendidikan Frekuensi Presentase
1 SD 3 3 %
2 SMP 8 8 %
3 SMA 46 48 %
4 Perguruan Tinggi 39 41 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden
terbesar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 46 orang (48 %) dan
terkecil berpendidikan SD yaitu sebanyak 3 orang (3 %).
73
d. Pekerjaan
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Di
Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari
No. Pekerjaan Frekuensi Presentase
Bekerja Tidak
Bekerja
1 TNI 1 1 %
2 POLRI 2 2 %
3 PNS 8 8 %
4 IRT 21 22 %
5 PRT 1 1 %
6 Mahasiswa/
Pelajar
25 26 %
7 Honorer 3 3 %
8 Wiraswasta 20 21 %
9 Karyawan
Swasta
15 15,63 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden
terbesar adalah mahasiswa atau pelajar yaitu sebanyak 25 orang (26
%) dan terkecil adalah TNI dan Pembantu Rumah Tangga (PRT)
masing-masing sebanyak 1 orang (1 %).
74
3. Variabel Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Juni – 22 Juni 2017 berjudul
Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun
2017 dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu accidental
sampling diperoleh 96 responden, kemudian dilakukan pengolahan data
sesuai dengan tujuan untuk memperoleh gambaran pengetahuan masyarakat
tentang pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas, maka didapatkan
hasil yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai
penjelasan sebagai berikut:
a. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Meminta Pertolongan
Pada Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat
Tentang Cara Meminta Pertolongan Pada Kecelakaan
Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota
Kendari
No. Kategori Frekuensi Presentase
1 Baik 25 26 %
2 Cukup 30 31,3 %
3 Kurang 41 42,7 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi
untuk pengetahuan masyarakat tentang cara meminta pertolongan pada
kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan frekuensi
75
sebesar 41 orang (42,7 %), dan presentase terendah berada pada kategori
baik dengan frekuensi sebesar 25 orang (26 %).
b. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memberikan Bantuan
Hidup Dasar Pada Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat
Tentang Cara Memberikan Bantuan Hidup Dasar
Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten
Piere Tendean Kota Kendari
No. Kategori Frekuensi Presentase
1 Baik 14 14,6 %
2 Cukup 36 37,5 %
3 Kurang 46 47,9 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi
untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup
dasar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan
frekuensi sebesar 46 orang (47,9 %), dan presentase terendah berada
pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 14 orang (14,6 %).
76
c. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Menghentikan Perdarahan
Luar Pada Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat
Tentang Cara Menghentikan Perdarahan Luar
Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten
Piere Tendean Kota Kendari
No. Kategori Frekuensi Presentase
1 Baik 11 11,5 %
2 Cukup 27 28,1 %
3 Kurang 58 60,4 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.11 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi
untuk pengetahuan masyarakat tentang cara menghentikan
perdarahan luar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori
kurang dengan frekuensi sebesar 58 orang (60,4 %), dan presentase
terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 11
orang (11,5 %).
d. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memasang Bidai Pada
Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat
Tentang Cara Memasang Bidai Pada Kecelakaan
Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota
Kendari
No. Kategori Frekuensi Presentase
1 Baik 20 20,8 %
2 Cukup 38 39,6 %
3 Kurang 38 39,6 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
77
Tabel 5.12 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi
untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada
kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dan cukup dengan
frekuensi masing-masing sebesar 38 orang (39,6 %), dan presentase
terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 20
orang (20,8 %).
e. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memindahkan Korban
Pada Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat
Tentang Cara Memindahkan Korban Pada
Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere
Tendean Kota Kendari
No. Kategori Frekuensi Presentase
1 Baik 34 35,4 %
2 Cukup 32 33,3 %
3 Kurang 30 31,3 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.13 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi
untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban
pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori baik dengan
frekuensi sebesar 34 orang (35,4 %), dan presentase terendah berada
pada kategori kurang dengan frekuensi sebesar 30 orang (31,3 %).
78
f. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat
Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota
Kendari
No. Kategori Frekuensi Presentase
1 Baik 3 3 %
2 Cukup 40 42 %
3 Kurang 53 55 %
Jumlah 96 100 %
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Tabel 5.14 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi
secara keseluruhan untuk pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori
kurang dengan frekuensi sebesar 53 orang (55 %), dan presentase
terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 3 orang
(3 %).
B. Pembahasan
Setelah dilakukan pengolahan dan penyajian data, maka diperoleh Gambaran
Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Lalu
Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017, berdasarkan
variabel yang diteliti yaitu pengetahuan masyarakat tentang cara meminta
pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, pengetahuan masyarakat tentang cara
memberikan bantuan hidup dasar pada kecelakaan lalu lintas, pengetahuan
masyarakat tentang cara menghentikan perdarahan luar pada kecelakaan lalu
79
lintas, pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada kecelakaan
lalu lintas, dan pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban pada
kecelakaan lalu lintas. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Meminta Pertolongan Pada
Kecelakaan Lalu Lintas
Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi
utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase
tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara meminta pertolongan
pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan frekuensi
sebesar 41 orang (42,7 %), dan presentase terendah berada pada kategori
baik dengan frekuensi sebesar 25 orang (26 %). Hasil penelitian tersebut
memungkinkan karena kurangnya informasi yang diterima masyarakat
tentang bagaimana seharusnya meminta pertolongan pada saat melihat kasus
kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat
disebabkan oleh kurangnya penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang
berwenang seperti tenaga kesehatan dan kepolisian tentang pertolongan
pertama pada kecelakaan khususnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai.
80
2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memberikan Bantuan Hidup
Dasar Pada Kecelakaan Lalu Lintas
Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi
utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase
tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memberikan bantuan
hidup dasar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan
frekuensi sebesar 46 orang (47,9 %), dan presentase terendah berada pada
kategori baik dengan frekuensi sebesar 14 orang (14,6 %). Hasil penelitian
tersebut memungkinkan karena kurangnya informasi yang diterima
masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup dasar pada saat melihat
kasus kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh
masyarakat disebabkan oleh informasi tentang prosedur bantuan hidup dasar
tidak dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan secara
menyeluruh di institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan khusus
seperti institusi pendidikan kesehatan atau kepolisian dan kurangnya
penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga
kesehatan dan kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan
khususnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
medik yang bertujuan mencegah berhentinya sirkulasi atau respirasi dan
81
memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung
Paru (RJP) (Kumoratih, 2010). Sistem sirkulasi atau pompa darah pada
tubuh manusia dilakukan oleh jantung. Jantung terdiri dari empat ruangan,
yaitu atrium kanan, atrium kiri, bilik kanan dan bilik kiri. Jantung berfungsi
memompa darah ke seluruh tubuh. Pada keadaan henti jantung dimana
jantung berhenti berdenyut dan berhenti memompakan darah ke seluruh
tubuh, maka organ-organ tubuh akan kekurangan oksigen. Organ yang
paling rentan untuk terjadi kerusakan akibat kekurangan oksigen adalah
otak. Hal ini disebabkan karena sel-sel otak mengonsumsi energi yang
berasal dari oksigen saja. Tanpa oksigen, proses hidup sel otak akan
terganggu. Dalam waktu 4 – 6 menit tanpa oksigen, sel-sel otak akan mulai
mengalami kerusakan. Setelah 8 – 10 menit sel otak akan rusak permanen.
Tindakan resusitasi jantung paru diharapkan dapat membantu mengalirkan
darah ke seluruh tubuh walaupun tidak seoptimal kerja jantung. Untuk
membantu sirkulasi dapat dilakukan kompresi jantung atau kompresi dada.
3. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Menghentikan Perdarahan
Luar Pada Kecelakaan Lalu Lintas
Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi
utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase
tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara menghentikan
perdarahan luar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang
dengan frekuensi sebesar 58 orang (60,4 %), dan presentase terendah berada
82
pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 11 orang (11,5 %). Hasil
penelitian tersebut memungkinkan karena kurangnya informasi yang
diterima masyarakat tentang cara menghentikan perdarahan luar pada saat
melihat kasus kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh
masyarakat disebabkan oleh informasi tentang cara menghentikan
perdarahan luar tidak dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan
secara menyeluruh di institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan
khusus seperti institusi pendidikan kesehatan atau kepolisian dan kurangnya
penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga
kesehatan dan kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan
khususnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai.
Perdarahan berat maupun ringan jika tidak segera dirawat bisa
berakibat fatal. Bila perdarahan terjadi, penting bagi penolong untuk
menghentikannya secepat mungkin. Ada dua jenis perdarahan yaitu
perdarahan luar dan perdarahan dalam. Perdarahan dalam lebih berbahaya
dan lebih sulit untuk diketahui daripada perdarahan luar (Kumoratih, 2010).
83
4. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memasang Bidai Pada
Kecelakaan Lalu Lintas
Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi
utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase
tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada
kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dan cukup dengan
frekuensi masing-masing sebesar 38 orang (39,6 %), dan presentase terendah
berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 20 orang (20,8 %). Hasil
penelitian dengan kategori kurang memungkinkan karena kurangnya
informasi yang diterima masyarakat tentang cara memasang bidai pada saat
melihat kasus kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh
masyarakat disebabkan oleh informasi tentang cara memasang bidai tidak
dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan secara menyeluruh di
institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan khusus seperti institusi
pendidikan kesehatan atau kepolisian dan kurangnya penyebarluasan
informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga kesehatan dan
kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan khususnya
kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.
Adapun hasil penelitian cukup juga memungkinkan dikarenakan
pengetahuan dipengaruhi oleh faktor umur dimana menurut Huclok (1998),
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
84
matang dalam berfikir dan bekerja. Seluruh responden dalam penelitian ini
adalah masyarakat usia dewasa yang berusia 17 tahun sampai 45 tahun,
sehingga meskipun mereka tidak pernah menempuh pendidikan khusus yang
mengajarkan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas dan
tidak pernah disosialisasikan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan
lalu lintas oleh pihak yang berwenang tetapi dengan pengetahuan dan
pengalaman yang sudah ada sebelumnya mereka mampu memikirkan cara
yang benar dalam memasang bidai pada korban. Selain itu, hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Widodo (2014) tentang kompetensi guru
UKS dalam memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan mengenai teknik
pembebatan atau pembalutan dan pembidaian secara umum cukup baik. Hal
ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fadhillah (2013), bahwa
masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengetahui pentingnya
pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari.
5. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memindahkan Korban Pada
Kecelakaan Lalu Lintas
Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi
utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase
tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban
pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori baik dengan frekuensi
sebesar 34 orang (35,4 %), dan presentase terendah berada pada kategori
kurang dengan frekuensi sebesar 30 orang (31,3 %). Hasil penelitian tersebut
85
memungkinkan karena pengetahuan dipengaruhi oleh faktor umur dimana
menurut Huclok (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Seluruh
responden dalam penelitian ini adalah masyarakat usia dewasa yang berusia
17 tahun sampai 45 tahun, sehingga meskipun mereka tidak pernah
menempuh pendidikan khusus yang mengajarkan tentang pertolongan
pertama pada kecelakaan lalu lintas dan tidak pernah disosialisasikan tentang
pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas oleh pihak yang berwenang
tetapi dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya
mereka mampu memikirkan cara yang benar dalam memindahkan korban.
Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fadhillah (2013), bahwa
masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengetahui pentingnya
pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari.
6. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Lalu Lintas
Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi
utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase
tertinggi secara keseluruhan untuk pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang
dengan frekuensi sebesar 53 orang (55 %), dan presentase terendah berada
pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 3 orang (3 %).
Dapat diasumsikan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh informasi
86
tentang pertolongan pertama pada kecelakaan khususnya kecelakaan lalu
lintas tidak dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan secara
menyeluruh di institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan khusus
seperti institusi pendidikan kesehatan atau kepolisian. Selain itu, kurangnya
penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga
kesehatan atau kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan lalu
lintas juga turut mempengaruhi pengetahuan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Notoatmodjo (2003),
pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi yang
disampaikan orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik.
Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior).
Masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengetahui pentingnya
pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari. Selain itu
masyarakat beranggapan bahwa pertolongan pertama berguna ketika situasi
gawat darurat yang mungkin tidak akan mereka alami. Masyarakat perlu
ditingkatkan kesadarannya dan diberi sebuah fasilitas yang mudah dijangkau
untuk mempelajari pertolongan pertama (Fadhillah, 2013).
Perlu
diingat bahwa pertolongan pertama yang diberikan ketika kecelakaan
merupakan bantuan yang sangat mendesak dan sangat dibutuhkan.
Mendesak karena pada saat itu paramedis tidak langsung mendatangi korban
87
(Cho, 2015). Meskipun demikian, tanpa didasari dengan pengetahuan yang
benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali menjadi panik dan
tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi darurat tersebut.
Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah justru memperparah
situasi serta kondisi korban (Kumoratih, 2010).
88
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 96 responden pada tanggal
12 Juni – 22 Juni 2017 tentang pengetahuan masyarakat tentang pertolongan
pertama pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari,
diperoleh hasil secara umum bahwa pengetahuan masyarakat tentang pertolongan
pertama pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari
Tahun 2017 menunjukkan presentase tertinggi secara keseluruhan berada pada
kategori kurang dengan frekuensi sebesar 53 orang (55 %), dan presentase
terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 3 orang (3 %).
Adapun presentase masing-masing variabel dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengetahuan masyarakat tentang cara meminta pertolongan pada kecelakaan
lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017
menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang
dengan frekuensi sebesar 41 orang (42,7 %), dan presentase terendah berada
pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 25 orang (26 %).
2. Pengetahuan masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup dasar pada
kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun
2017 menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang
dengan frekuensi sebesar 46 orang (47,9 %), dan presentase terendah berada
pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 14 orang (14,6 %).
89
3. Pengetahuan masyarakat tentang cara menghentikan perdarahan luar pada
kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun
2017 menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang
dengan frekuensi sebesar 58 orang (60,4 %), dan presentase terendah berada
pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 11 orang (11,5 %).
4. Pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada kecelakaan lalu
lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017
menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang dan
cukup dengan frekuensi masing-masing sebesar 38 orang (39,6 %), dan
presentase terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 20
orang (20,8 %).
5. Pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban pada kecelakaan
lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017
menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori baik dengan
frekuensi sebesar 34 orang (35,4 %), dan presentase terendah berada pada
kategori kurang dengan frekuensi sebesar 30 orang (31,3 %).
90
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:
1. Diharapkan kepada pemerintah agar mengoptimalkan pelaksanaan Sistem
Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) sehingga dapat membantu
masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah kegawatdaruratan sehari-hari.
Selain itu, diharapkan pemerintah juga membuat kebijakan tentang
dimasukkannya materi-materi dasar pertolongan pertama dalam kurikulum
institusi pendidikan.
2. Diharapkan kepada para tenaga kesehatan dan pihak-pihak lain yang
berwenang dalam mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya
pengetahuan dasar tentang pertolongan pertama khususnya pertolongan
pertama pada kecelakaan lalu lintas.
3. Diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat di Jalan Kapten Piere
Tendean Kota Kendari untuk lebih menggali informasi tentang pertolongan
pertama khususnya pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.
4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel lain agar
jangkauan hasil penelitian lebih luas.