bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/bab i - bab vi.pdf · a....

90
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu isu global saat ini. Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi di darat, di laut maupun di udara. Yang menonjol dan prevalen adalah kecelakaan lalu lintas di darat, sementara kecelakaan lalu lintas laut dan udara cenderung meningkat sesuai dengan perkembangan frekuensi lalu lintas di laut dan udara. Kecelakaan lalu lintas di darat ditandai dengan tabrakan atau bentuk persentuhan dari semua bentuk kendaraan maupun hal-hal terkait dengan kendaraan di darat. Kecelakaan lalu lintas di darat bisa berupa sentuhan antar pejalan kaki dengan motor, ataupun barang statis lainnya di sepanjang jalan dengan kendaraan darat yang berlalu lalang. Kecelakaan lalu lintas di darat bisa berupa kecelakaan tunggal (single) atau tabrakan yang bisa dibentuk oleh 2 pihak (double), triple atau multiple. Berbagai bentuk kecelakaan lalu lintas di darat ini dapat mengakibatkan berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala ( trauma capitis), patah tulang (fraktur), pecah limpa (ruptura lien), dan bentuk perlukaan atau cedera lainnya (Bustan, 2000). Keadaan darurat yang menimbulkan korban dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, tidak terkecuali di lingkungan sekitar (Kumoratih, 2010). Menurut UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 232 bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui

Upload: others

Post on 02-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu isu global saat ini.

Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi di darat, di laut maupun di udara. Yang

menonjol dan prevalen adalah kecelakaan lalu lintas di darat, sementara

kecelakaan lalu lintas laut dan udara cenderung meningkat sesuai dengan

perkembangan frekuensi lalu lintas di laut dan udara. Kecelakaan lalu lintas di

darat ditandai dengan tabrakan atau bentuk persentuhan dari semua bentuk

kendaraan maupun hal-hal terkait dengan kendaraan di darat. Kecelakaan lalu

lintas di darat bisa berupa sentuhan antar pejalan kaki dengan motor, ataupun

barang statis lainnya di sepanjang jalan dengan kendaraan darat yang berlalu

lalang. Kecelakaan lalu lintas di darat bisa berupa kecelakaan tunggal (single)

atau tabrakan yang bisa dibentuk oleh 2 pihak (double), triple atau multiple.

Berbagai bentuk kecelakaan lalu lintas di darat ini dapat mengakibatkan

berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma capitis),

patah tulang (fraktur), pecah limpa (ruptura lien), dan bentuk perlukaan atau

cedera lainnya (Bustan, 2000).

Keadaan darurat yang menimbulkan korban dapat terjadi dimana saja

dan kapan saja, tidak terkecuali di lingkungan sekitar (Kumoratih, 2010).

Menurut UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal

232 bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

2

terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib: (a) memberikan pertolongan kepada

korban kecelakaan lalu lintas; (b) melaporkan kecelakaan tersebut kepada

Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau (c) memberikan keterangan

kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pertolongan pertama

merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan

tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum korban mendapatkan

perawatan dari tenaga medis resmi. Tindakan pertolongan pertama ini

bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit

agar penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Pertolongan pertama

biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban yang diantaranya akan

menghubungi petugas kesehatan terdekat (Cho, 2015).

Pertolongan pertama sangat penting perannya jika berada dalam

keadaan yang tidak diharapkan seperti kecelakaan. Masyarakat Indonesia

sudah banyak yang mengetahui pentingnya pertolongan pertama namun tidak

sampai pada tahap mempelajari. Selain itu masyarakat beranggapan bahwa

pertolongan pertama berguna ketika situasi gawat darurat yang mungkin tidak

akan mereka alami. Masyarakat perlu ditingkatkan kesadaran dan diberi

sebuah fasilitas yang mudah dijangkau untuk mempelajari pertolongan

pertama (Fadhillah, 2013). Perlu diingat bahwa pertolongan pertama yang

diberikan ketika kecelakaan merupakan bantuan yang sangat mendesak dan

sangat dibutuhkan. Mendesak karena pada saat itu paramedis tidak langsung

mendatangi korban (Cho, 2015). Meskipun demikian, tanpa didasari dengan

pengetahuan yang benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

3

menjadi panik dan tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi

darurat tersebut. Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah justru

memperparah situasi serta kondisi korban (Kumoratih, 2010). Untuk dapat

menyelamatkan atau mempertahankan hidup dan mencegah cacat penderita

maka masyarakat harus mampu: (a) Cara minta tolong; (b) Cara melakukan

RJP tanpa alat; (c) Cara menghentikan perdarahan; (d) Cara memasang balut

atau bidai; (e) Cara transportasi yang baik (Musliha, 2010).

Terdapat lebih dari 1,2 juta orang di seluruh dunia yang meninggal di

jalan raya setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan jutaan

orang mengalami cedera serius serta hidup dengan kesehatan yang kurang

baik dalam jangka waktu lama. Saat ini diperkirakan, kecelakaan lalu lintas

menjadi penyebab kematian kesembilan pada semua kelompok umur dan

diprediksi akan menjadi penyebab kematian ketujuh pada tahun 2030 (World

Health Organization, 2015).

Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas POLRI)

mencatat jumlah kecelakaan sepanjang 2015 sebanyak 98.970 kejadian

dengan korban meninggal 26.495 jiwa (orang). Jumlah tersebut naik 3,19 %

dibandingkan pada tahun 2014 dengan 95.906 kejadian. Kecelakaan tersebut

telah mengakibatkan 161.146 orang menjadi korban dengan komposisi korban

luka ringan 68,70 %, korban luka berat 14,85 %, dan korban meninggal 16,45

%, dengan nilai kerugian materi yang dialami pada tahun tersebut adalah Rp.

272.318.000.000 (Badan Pusat Statistik, 2015).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

4

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, kecelakaan lalu lintas mendapat

urutan ke enam dalam daftar 10 penyakit terbanyak pada tahun 2015 dengan

jumlah kasus sebesar 2.858 kasus (Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi

Tenggara, 2016). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah total kunjungan dengan kasus kecelakaan

lalu lintas di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 sebanyak 6.307

orang. Di Kota Kendari, jumlah kunjungan dengan kasus kecelakaan lalu

lintas sebanyak 641 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,

2016). Menurut data dari Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Resor

Kendari, jumlah kasus kecelakaan lalu lintas di Kota Kendari pada tahun 2015

yaitu sebanyak 396 kasus dengan korban meninggal berjumlah 41 orang,

korban luka berat berjumlah 117 orang dan korban luka ringan berjumlah 342

orang (Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Resor Kendari, 2015). Pada

tahun 2016, titik rawan kecelakaan lalu lintas (blackspot) di Kota Kendari

dengan jumlah korban tertinggi yaitu sebanyak 21 orang dari total 14 kasus

kecelakaan lalu lintas terletak di Jalan Kapten Piere Tendean Kecamatan

Baruga (Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Resor Kendari, 2016). Hasil

wawancara awal peneliti kepada pegawai Kantor Kecamatan Baruga yaitu

jalan ini terletak di Kecamatan Baruga, tetapi hanya melewati dua kelurahan

yaitu Kelurahan Baruga dan Kelurahan Watubangga. Kelurahan Watubangga

terletak di sebelah utara Jalan Kapten Piere Tendean sedangkan Kelurahan

Baruga terletak di sebelah selatan jalan tersebut. Data awal berupa data

sekunder yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Baruga dan Kantor Kelurahan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

5

Watubangga tentang jumlah penduduk masing-masing kelurahan tersebut

pada tahun 2016 yaitu jumlah penduduk di Kelurahan Baruga sebanyak 6657

orang sedangkan jumlah penduduk di Kelurahan Watubangga sebanyak 6251

orang.

Hasil survey awal yang dilakukan peneliti pada 10 orang responden

yang bermukim di sekitar Jalan Kapten Piere Tendean tentang pertolongan

apa yang dilakukan saat terjadi kecelakaan lalu lintas adalah 10 orang (100%)

menjawab bahwa mereka hanya mengangkat korban dari lokasi kejadian

kecelakaan ke kendaraan yang melintas untuk diantarkan ke rumah sakit atau

puskesmas terdekat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Masyarakat

Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten

Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang di atas

adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere

Tendean Kota Kendari Tahun 2017”.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere

Tendean Kota Kendari Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara meminta

pertolongan pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere

Tendean Kota Kendari Tahun 2017

b. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara

memberikan bantuan hidup dasar pada kecelakaan lalu lintas di

Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017

c. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara

menghentikan perdarahan luar pada kecelakaan lalu lintas di Jalan

Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017

d. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara memasang

bidai pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean

Kota Kendari Tahun 2017

e. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang cara

memindahkan korban pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten

Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan keperawatan khususnya di bidang keperawatan gawat

darurat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penentu Kebijakan

Sebagai bahan masukan kepada pemerintah Kota Kendari

dalam penyusunan kebijakan dan penerapan Sistem

Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan untuk

melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara melakukan

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

c. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat

usia dewasa tentang cara melakukan pertolongan pertama pada

kecelakaan lalu lintas.

d. Bagi Peneliti

Menambah informasi dan wawasan peneliti tentang cara

melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi sumber

referensi untuk penelitian yang relevan.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi

oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo

dalam Wawan & M., 2010).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan

berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah

pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak

diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui

pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek

ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

9

dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif

terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization)

yang dikutip oleh Wawan (2010), salah satu bentuk objek kesehatan dapat

dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

yaitu : (Notoatmodjo dalam Wawan & M., 2010)

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

10

b. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat

menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap

objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebaginya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah

ada.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

11

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut: (Notoatmodjo

dalam Wawan & M., 2010)

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan

dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah

dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba

kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-

pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,

pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang

menerima yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,

tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya

baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

12

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut

metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis

Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven.

Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini

kita kenal dengan penelitian ilmiah.

4. Proses Perilaku “TAHU”

Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan (2010), perilaku

adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan

sebelum mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan

tertarik pada stimulus

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

13

c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan

baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini

berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

d. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

e. Adoption, dimana individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pada penelitian selanjutnya, Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan

(2010), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses

seperti di atas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) namun sebaliknya jika

perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku

tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Perilaku

manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial

yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti

pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan

dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial

budaya.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

14

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu

yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan

diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup

(Notoatmodjo dalam Wawan & M., 2010).

YB Mantra yang dikutip oleh Wawan (2010) mengungkapkan

bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima

informasi.

2) Pekerjaan

Thomas yang dikutip oleh Wawan (2010) mengungkapkan

bahwa pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara

mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

15

tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

menyita waktu.

3) Umur

Elisabeth BH yang dikutip oleh Wawan (2010)

mengungkapkan bahwa, usia adalah umur individu yang terhitung

mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut

Huclok (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Ann. Mariner yang dikutip oleh Wawan (2010)

mengungkapkan bahwa lingkungan merupakan seluruh kondisi

yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan & M.,

2010).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

16

6. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan

skala yang bersifat kualitatif, yaitu: (Arikunto, 2006 dalam Wawan, 2010)

1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%

2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

3) Kurang : Hasil presentase < 56%

B. Tinjauan Tentang Masyarakat

1. Pengertian

Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syrak yang artinya

saling bergaul dan saling berperan serta. Menurut beberapa ahli, masyarakat

didefinisikan sebagai berikut (Mubaraq, Chayatin, & Santoso, 2009).

a. Maclver dan Page mengungkapkan bahwa masyarakat adalah suatu

sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara

berbagai kelompok, penggolongan dan pengawasan tingkah laku, serta

kebebasan-kebebasan manusia.

b. Ralph Linton (ahli antropologi) mengungkapkan bahwa masyarakat

adalah sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup

lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap

diri mereka sebagai suatu kesatuan dengan batas-batas tertentu.

c. M.J. Herskovits mengungkapkan bahwa masyarakat adalah kelompok

individu yang dikoordinasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

17

d. J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengungkapkan bahwa masyarakat adalah

kelompok manusia yang terbesar, yang mempunyai kebiasaan, tradisi,

sikap dan perasaan persatuan yang sama.

e. Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa masyarakat adalah kesatuan

hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat

tertentu yang berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas

bersama.

f. Selo Soemardjan mengungkapkan bahwa masyarakat adalah orang yang

hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

g. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu berubah-

ubah sesuai kebiasaan, karena masyarakat dibentuk dari suatu

kebiasaan, wewenang dan kerja sama dari berbagai kelompok.

2. Unsur-unsur Pembentuk Masyarakat

Masyarakat terbentuk atas berbagai unsur, antara lain tertera dibawah

ini (Mubaraq, Chayatin, & Santoso, 2009).

a. Kategori Sosial

Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya

suatu ciri yang objektif dikarenakan manusia-manusianya, seperti: jenis

kelamin, usia dan pendapatan.

Masyarakat bisa disebut sebagai kategori apabila memiliki kriteria:

1) Tidak ada interaksi antar-anggota;

2) Tidak ada ikatan moral bersama yang dimiliki;

3) Tidak ada harapan-harapan peran.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

18

b. Golongan Sosial

Golongan sosial adalah suatu kesatuan manusia yang ditandai dengan

ciri-ciri tertentu yang seringkali ciri-ciri itu dikenakan pada mereka dari

pihak luar kalangan mereka sendiri, namun golongan sosial terikat oleh

sistem nilai, moral, dan adat istiadat tertentu.

c. Komunitas

Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati

wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta

terikat/dibatasi wilayah geografi.

d. Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi antar-

anggotanya, mempunyai adat istiadat tertentu, norma-norma yang

berkesinambungan dan adanya rasa identitas yang sama, serta punya

organisasi dan sistem pimpinan.

e. Perhimpunan

Perhimpunan adalah kesatuan manusia yang berdasarkan sifat, tugas,

dan/atau guna yang sifat hubungannya berdasarkan kontrak serta

pimpinan berdasarkan wewenang dan kontrak.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

19

3. Ciri-ciri Masyarakat

Berikut ini adalah ciri-ciri masyarakat (Mubaraq, Chayatin, & Santoso,

2009).

a. Adanya interaksi di antara sesama anggota

b. Saling bergantung

c. Menempati wilayah dengan batas tertentu

d. Adanya adat istiadat, norma, hukum serta aturan yang mengatur pola

tingkah laku anggotanya

e. Adanya rasa identitas yang kuat dan mengikat semua warganya

seperti: bahasa; pakaian; simbol-simbol tertentu (perumahan); benda-

benda tertentu (mata uang, alat pertanian); dan lain-lain

f. Adanya kesinambungan dalam waktu

Dengan demikian, tidak semua manusia yang bergaul dan berinteraksi

itu adalah masyarakat. Misalnya sekumpulan manusia yang menonton

pertandingan sepak bola tidak dapat disebut sebagai masyarakat, karena

mereka tidak memiliki ikatan apapun kecuali perhatian yang sama terhadap

sepak bola.

Masyarakat terdiri atas dua jenis, yaitu masyarakat desa dan

masyarakat kota (Mubaraq, Chayatin, & Santoso, 2009).

a. Masyarakat Desa

Berikut ini adalah ciri-ciri dari masyarakat desa.

1) Hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat

2) Adat istiadat masih dipegang kuat sekali

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

20

3) Sebagian besar memiliki kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib

4) Tingkat buta huruf masih tinggi

5) Masih berlaku hukum tak tertulis

6) Jarang bahkan tak ada lembaga pendidikan khusus dibidang

teknologi dan keterampilan

7) Sistem ekonomi sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, sebagian kecil dijual

8) Gotong royong sangat kuat

b. Masyarakat Kota

Berikut ini adalah ciri-ciri dari masyarakat kota.

1) Hubungan didasarkan atas kepentingan pribadi

2) Hubungan antarmasyarakat dilakukan secara terbuka dan saling

memengaruhi

3) Kepercayaan masyarakat yang kuat akan manfaat ilmu

pengetahuan dan teknologi

4) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian

5) Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata

6) Hukum yang berlaku adalah tertulis

7) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

21

4. Syarat-syarat Terbentuknya Masyarakat

Untuk membentuk suatu perkumpulan yang bisa disebut sebagai

masyarakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Mubaraq,

Chayatin, & Santoso, 2009).

a. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian

dari kelompok yang bersangkutan

b. Adanya hubungan timbal balik antar anggota yang satu dengan yang

lainnya

c. Adanya suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan

antara mereka bertambah erat

d. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku

e. Bersistem dan berproses.

5. Tipe-tipe Masyarakat

a. Masyarakat peguyuban, yaitu suatu kelompok yang di dalamnya

terdiri atas anggota-anggota yang hidup bersama dan masing-masing

diikat oleh hubungan batin yang murni, yang bersifat alamiah, serta

kekal. Oleh karena itu, hubungan antar anggota kelompok ini adalah

intim (sangat akrab dan mesra), privasi (sangat mementingkan

kedekatan lahir dan batin dengan beberapa orang saja), serta

eksklusif (bersifat khusus dan tertutup sehingga hanya berlaku untuk

kelompoknya).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

22

b. Masyarakat patembangan, yaitu kelompok dimana antar anggotanya

bersifat longgar, berjangka tertentu (tidak langgeng), serta bersifat

kontraktual.

c. In-group, yaitu kelompok yang oleh anggota-anggotanya dijadikan

tempat untuk mengidentifikasikan jati dirinya.

d. Out-group, yaitu kelompok yang oleh anggota-anggotanya diartikan

sebagai lawan in-groupnya.

e. Primary group, yaitu kelompok yang ditandai dengan adanya saling

mengenal antara anggota-anggotanya, adanya kerjasama yang erat,

dan bersifat pribadi.

f. Secondary group, yaitu kelompok sosial yang terdiri atas banyak

orang yang kerja sama antar anggotanya bersifat rasional dan

ekonomis.

C. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Lalu Lintas

1 Pengertian

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1, kecelakaan lalu lintas

adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja

melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang

mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (DIT

LANTAS BABINKAM POLRI, 2009).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

23

2 Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 229, Kecelakaan Lalu

Lintas digolongkan atas: (DIT LANTAS BABINKAM POLRI, 2009)

a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan

Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan kerusakan kendaraan dan / atau barang.

b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang

Kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan / atau

barang.

c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.

Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

3 Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 226, untuk mencegah

kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui: (DIT LANTAS

BABINKAM POLRI, 2009)

a. Partisipasi para pemangku kepentingan

b. Pemberdayaan masyarakat

c. Penegakan hukum

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

24

d. Kemitraan global.

Bustan (2000) mengungkapkan bahwa untuk mencegah terjadi

kecelakaan lalu lintas, berbagai upaya dapat dilakukan berupa:

a. Fasilitas keamanan (Safety facilities) terdiri dari trotoar (sidewalk),

jembatan penyebrangan (over head bridge), dan rambu-rambu jalan

(trafic signal).

b. Penggunaan helm, sabuk pengaman (seat belt)

c. Pengendalian/pembatasan kecepatan kendaraan

d. Peraturan (Law enforcement).

4 Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas

Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari

manusia sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 5

faktor yang berkaitan dengan peristiwa kecelakaan lalu lintas yaitu faktor

pengemudi, penumpang, pemakai jalan, kendaraan, dan fasilitas jalanan.

Ditemukan kontribusi masing-masing faktor: manusia/pengemudi 75%,

faktor kendaraan 5%, faktor kondisi jalan 5%, kondisi lingkungan 1%,

dan faktor lainnya (Bustan, 2000).

a. Faktor Manusia

Faktor manusia yang dimaksud adalah pejalan kaki, penumpang

sampai pengemudi. Faktor manusia ini menyangkut masalah

disiplin berlalu lintas.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

25

1) Faktor Pengemudi

Faktor pengemudi dianggap sebagai salah satu faktor utama

yang menetukan kecelakaan lalu lintas. Faktor pengemudi

ditemukan memberikan kontribusi 75 - 80% terhadap

kecelakaan lalu lintas. Faktor manusia yang berada di belakang

kemudi ini memegang peranan penting. Karakteristik

pengemudi berkaitan dengan:

a) Keterampilan mengemudi

b) Gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)

c) SIM (Surat Izin Mengemudi)

Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti

adalah :

a) Perilaku pengemudi, misalnya ngebut dan tidak disiplin

atau melanggar rambu

b) Kecakapan mengemudi, misalnya pengemudi baru atau

belum berpengalaman melalui jalanan/route

c) Mengantuk pada waktu mengemudi

d) Mabuk pada waktu mengemudi

e) Umur pengemudi 20 tahun atau kurang

f) Umur pengemudi 55 tahun atau lebih.

Karena kecelakaan dapat terjadi setiap saat dan sangat peka

maka faktor kehati-hatian pengemudi sangatlah diperlukan.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

26

Gambaran kehati-hatian pengemudi menyangkut hal-hal

seperti:

a) Melihat ke belakang sebelum keluar dari kendaraan atau

memutar kendaraan

b) Melihat ke belakang sebelum membelok ke kiri

c) Berhenti di jalan keluar atau perempatan sebelum

memasuki jalan besar

d) Memarkir kendaraan pada tempat yang tepat dan secara

benar.

2) Faktor Penumpang

Faktor penumpang yang dimaksud misalnya jumlah muatan

(baik penumpangnya maupun barangnya) yang berlebih. Secara

psikologis ada juga kemungkinan penumpang mengganggu

pengemudi.

3) Faktor Pemakai Jalan

Pemakai jalan di Indonesia bukan saja terjadi dari kendaraan.

Di sana ada pejalan kaki atau pengendara sepeda. Selain itu

jalan raya dapat menjadi tempat pedagang kaki lima, peminta-

minta dan semacamnya. Hal ini membuat semakin

semrawutnya keadaan di jalanan. Jalan umum juga dipakai

sebagai sarana perparkiran. Tidak jarang terjadi, mobil terparkir

mendapat tabrakan.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

27

b. Faktor Kendaraan

Jalan raya penuh dengan berbagai jenis kendaraan yaitu

sebagai berikut:

1) Kendaraan Tidak Bermotor

Kendaraan tidak bermotor misalnya sepeda, becak, gerobak,

bendi/delman.

2) Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor misalnya sepeda motor, roda tiga/bemo,

oplet, sedan, bus, truk, gandengan.

Diantara jenis kendaraan, kecelakaan lalu lintas paling sering

pada kendaraan sepeda motor.

c. Faktor Jalanan

Faktor jalanan yang dimaksud yaitu kelaikan jalan dan saranan

jalanan.

1) Kelaikan jalanan antara lain dilihat dari ketersediaan rambu-

rambu lalu lintas

2) Sarana jalanan antara lain sebagai berikut:

a) Panjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan

yang tumpah di atasnya. Di kota-kota besar nampak

kemacetan terjadi dimana-mana, memancing terjadinya

kecelakaan. Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus

memancing pengemudi untuk „balap‟, juga memancing

kecelakaan.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

28

b) Keadaan fisik jalan yang dimaksud adalah pengerjaan

jalanan atau jalan yang fisiknya kurang memadai,

misalnya berlubang dapat menjadi pemacu terjadi

kecelakaan.

Keadaan jalan yang berkaitan dengan kemungkinan kecelakaan lalu

lintas berupa :

1) Struktur: datar/mendaki/menurun; lurus/berkelok-kelok

2) Kondisi: baik/berlubang

3) Luas: lorong, jalan tol

4) Status: jalan desa, jalan provinsi/negara.

d. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dimaksud yaitu cuaca dan kondisi

geografis. Dapat diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, jalan

licin akan membawa risiko kejadian kecelakaan lalu lintas yang

lebih besar.

D. Tinjauan Tentang Pertolongan Pertama

1. Pengertian

Pertolongan pertama merupakan tindakan pertama terhadap seseorang

yang mengalami penderitaan atau kecelakaan. Pertolongan pertama

merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan

tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum korban mendapatkan

perawatan dari tenaga medis resmi (Cho, 2015).

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

29

2. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memberikan Pertolongan Pertama

Saat menemukan korban atau penderita, ada beberapa hal yang harus

dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk

mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya, antara lain:

(Kumoratih, 2010)

a. Nilai Situasi

Penilaian keadaan dilakukan untuk memastikan situasi yang dihadapi

dalam suatu upaya pertolongan, hal ini meliputi:

1) Apa yang terjadi?

2) Bagaimana terjadinya?

3) Berapa orang yang cedera?

4) Adakah bahaya lanjutan?

5) Kemungkinan apa yang bisa terjadi?

6) Bagaimana mengatasinya?

7) Adakah seseorang yang dapat membantu?

Setelah keadaan tersebut bisa diatasi barulah kita mendekati

dan memberi pertolongan pada korban, adakalanya keduanya dapat

berjalan bersamaan.

b. Pikirkan Keamanan

Keselamatan penolong adalah yang utama, perlu diingat untuk

tidak menambah jumlah korban yang sudah ada. Singkirkan sumber

bahaya atau pindahkan korban ke tempat yang lebih aman dengan

hati-hati. Untuk penolong sebaiknya menggunakan alat pelindung

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

30

diri seperti sarung tangan karet dan masker yang memadai untuk

mencegahnya tertular dari penyakit yang mungkin diderita korban.

c. Cari Bantuan

Berteriaklah untuk meminta bantuan dini, mintalah orang lain

untuk membuat area aman, membantu pertolongan pertama, dan

memanggil dokter atau ambulance. Pastikan kondisi korban aman dan

sebisa mungkin buatlah lebih nyaman jika terpaksa meninggalkannya

untuk mencari bantuan.

Ketika Anda menelepon layanan gawat darurat, mintalah

ambulance dan berikanlah informasi berikut:

1) Nomor telepon Anda;

2) Lokasi kejadian;

3) Jumlah, jenis kelamin, dan usia korban;

4) Rincian kondisi serta rincian bahayanya.

Berikut nomor telepon darurat di Kota Kendari:

(sultra.kemenag.go.id)

1) Pemadam kebakaran : (0401) 113 dan 3122113

2) Mobil Ambulance : (0401) 118

3) Polda Sultra : (0401) 3190005

4) Polres Kendari : (0401) 3121461

5) Polsek Poasia : (0401) 3121200

6) Polsek Mandonga : (0401) 3123114

7) Polsek Baruga : (0401) 3195305

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

31

8) RSUD Prov. Sultra : (0401) 3121733

9) IGD RS Bhayangkara : (0401) 3121253

10) RS Jiwa Kendari : (0401) 3122470

11) Bapeda dan PM Kendari : (0401)3127361

12) SAR Kendari : (0401) 3196557

13) Gangguan PLN : (0401) 123

14) Gangguan PDAM : 3127179

3. Hal-hal Pokok dalam Pertolongan Pertama

Ada beberapa hal pokok yang harus diketahui oleh orang-orang yang

membantu korban kecelakaan atau mendadak sakit. Sebelum melakukan

pertolongan, penolong harus mengetahui beberapa poin penting yaitu :

a. Apakah penderita masih sadar atau tidak. Hal ini dapat diketahui

dengan cara memanggil korban. Jika tidak ada jawaban, maka korban

harus dicubit.

b. Diusahakan secepat mungkin memanggil pihak perawatan atau

ambulance.

c. Penderita ditelentangkan untuk dilakukan tindakan resusitasi (Cho,

2015).

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

32

4. Teknik dalam Pertolongan Pertama

a. Bantuan Hidup Dasar

Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat

medik yang bertujuan mencegah berhentinya sirkulasi atau respirasi dan

memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi

Jantung Paru (RJP) (Kumoratih, 2010).

Menurut American Heart Association (2015), Resusitasi Jantung-Paru

(RJP) orang dewasa oleh penolong tidak terlatih dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

1) Penolong memulai kompresi dada sebelum memberikan napas buatan

(C-A-B, bukan A-B-C) agar dapat mengurangi penundaan kompresi

pertama. Satu-satunya penolong harus memulai RJP dengan 30 kali

kompresi dada yang diikuti dengan 2 kali napas buatan

2) Kecepatan kompresi dada yang disarankan adalah 100 hingga 120

kali/menit

3) Kedalaman kompresi dada pada orang dewasa adalah minimun 2 inci

(5 cm), namun tidak lebih besar dari 2,4 inci (6cm)

4) Karakteristik RJP berkualitas tinggi yaitu mengompresi dada pada

kecepatan dan kedalaman yang memadai, membolehkan recoil dada

sepenuhnya setelah setiap kompresi, meminimalkan gangguan dalam

kompresi, dan mencegah ventilasi yang berlebihan (American Heart

Association, 2015).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

33

Resusitasi jantung paru terdiri dari 2 tahap, yaitu: (Kumoratih, 2010)

1) Survey Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap

orang

a) Bantuan Sirkulasi (Circulation)

Sistem sirkulasi atau pompa darah pada tubuh manusia

dilakukan oleh jantung. Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu

atrium kanan, atrium kiri, bilik kanan dan bilik kiri. Jantung

berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Pada keadaan henti

jantung dimana jantung berhenti berdenyut dan berhenti

memompakan darah ke seluruh tubuh, maka organ-organ tubuh

akan kekurangan oksigen. Organ yang paling rentan untuk terjadi

kerusakan akibat kekurangan oksigen adalah otak. Hal ini

disebabkan karena sel-sel otak mengonsumsi energi yang berasal

dari oksigen saja. Tanpa oksigen, proses hidup sel otak akan

terganggu. Dalam waktu 4 – 6 menit tanpa oksigen, sel-sel otak

akan mulai mengalami kerusakan. Setelah 8 – 10 menit sel otak

akan rusak permanen.

Tindakan resusitasi jantung paru diharapkan dapat membantu

mengalirkan darah ke seluruh tubuh walaupun tidak seoptimal

kerja jantung. Untuk membantu sirkulasi dapat dilakukan

kompresi jantung atau kompresi dada. Pada korban yang dicurigai

mengalami henti jantung harus diperiksa terlebih dahulu sebelum

dilakukan kompresi jantung. Korban yang mengalami henti

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

34

jantung sudah pasti dalam keadaan tidak sadarkan diri. Setelah itu

periksa denyut jantung dengan meraba denyut arteri karotis.

Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah raba bagian

tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di

pinggir jakun tersebut. Rasakan denyut hingga 10 detik. Bila tidak

dirasakan sama sekali denyut jantung, lakukan kompresi dada.

Langkah-langkah kompresi jantung yaitu sebagai berikut:

(1) Letakkan korban di tempat yang datar dan keras

(2) Letakkan punggung telapak tangan kanan atau tangan yang

dominan tepat di tengah-tengah tulang dada di antara kedua

puting susu

(3) Pastikan kedua tangan dapat saling terkait dengan stabil

(4) Arahkan bahu agar tetap berada di atas kedua telapak tangan

tersebut hingga lengan menjadi lurus

(5) Dengan menggunakan bantuan berat badan, lakukan

penekanan ke dada korban hingga kedalaman 4 – 5 cm

(6) Lakukan kompresi ini sebanyak 30 kali kemudian diselingi

dengan nafas buatan sebanyak 2 kali. Ini merupakan 1

siklus.

(7) Setelah 5 siklus, dapat diperiksa kembali apakah sudah ada

denyut jantung. Bila belum ada, ulangi siklus sampai korban

bernafas kembali.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

35

b) Jalan Nafas (Airway)

(1) Pemeriksaan Jalan Nafas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

sumbatan jalan nafas oleh benda asing. Jika terdapat

sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa

cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari

tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan

sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan

menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat

dibuka dengan teknik Cross Finger dimana ibu jari

diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut

korban.

(2) Membuka Jalan Nafas

Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan

nafas pada korban tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar,

lidah akan kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan

terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan

tertutupnya trakea sebagai jalan nafas. Pada kasus-kasus

tertentu, korban membutuhkan bantuan pernafasan. Sebelum

diberikan bantuan pernafasan, jalan nafas korban harus

terbuka. Ada dua manuver yang lazim digunakan untuk

membuka jalan nafas yaitu sebagai berikut:

(a) Head tilt / Chin lift

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

36

Teknik ini hanya dapat dilakukan pada korban tanpa

cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap

untuk melakukan teknik ini adalah sebagai berikut:

(i) Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan

tangan yang paling dekat dengan dahi korban)

(ii) Pelan-pelan tengadahkan kepala korban dengan

mendorong dahi ke arah belakang

(iii) Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya

pada bagian tulang dari dagu korban. Jika korban

anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan

diletakkan di bawah dagu.

(iv) Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan

kepala. Jangan sampai mulut korban tertutup.

(v) Pertahankan posisi ini.

(b) Jaw trust

Teknik ini dapat digunakan selain teknik di atas.

Walaupun teknik ini menguras tenaga, namun

merupakan yang paling sesuai untuk korban dengan

cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan

teknik ini adalah:

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

37

(i) Berlutut di atas kepala korban. Letakkan siku pada

lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan

tangan di kedua sisi kepala korban

(ii) Cengkeram rahang bawah korban pada kedua

sisinya

(iii)Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong

rahang bawah korban ke atas. Hal ini menarik

lidah menjauhi tenggorokan

(iv) Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka.

Jika perlu, tarik bibir bagian bawah dengan kedua

ibu jari.

c) Bantuan Nafas (Breathing)

Bernafas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis

untuk melakukan pernafasan. Tindakan bantuan nafas merupakan

salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru. Untuk melihat

seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali

seseorang bernafas dalam satu menit, secara umum:

(1) Frekuensi/jumlah pernafasan dewasa 12 - 20 x/menit, anak

20 – 30 x/menit, bayi 30 – 40 x/menit

(2) Dada sampai mengembang.

Pernafasan dikatakan tidak baik/tidak normal jika terdapat

keadaan berikut ini:

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

38

(1) Ada tanda-tanda sesak nafas : peningkatan frekuensi nafas

dalam 1 menit

(2) Ada nafas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat

bernafas)

(3) Ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan (otot sela iga,

otot leher, otot perut)

(4) Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari

tangan

(5) Tidak ada gerakan dada

(6) Tidak ada suara nafas

(7) Tidak dirasakan hembusan nafas

(8) Pasien tidak sadar dan tidak bernafas

Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernafasan seseorang

terganggu yaitu sebagai berikut:

(1) Cek pernafasan dengan melihat dada korban dan

mendekatkan pipi dan telinga ke hidung dan mulut korban

dengan mata memandang ke arah dada korban maksimal

selama 10 detik.

(2) Bila korban masih bernafas namun tidak sadar maka

posisikan korban ke posisi pemulihan dan pastikan jalan

nafas tetap terbuka, segera minta bantuan dan pastikan

secara berkala (tiap 2 menit) cek pernafasannya.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

39

(3) Jika korban bernafas tidak efektif (bernafas satu-satu,

megap-megap, atau tidak bernafas), lakukan hal berikut:

(a) Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta

orang lain untuk mencari/menghubungi petugas gawat

darurat)

(b) Buka jalan nafas dengan menengadahkan kepala korban

dan menopang dagu korban (head tilt and chin lift)

(c) Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban. Bila

ada sumbatan dapat dibersihkan dengan sapuan jari-

balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut

bibir sapu ke dalam dan ke arah luar.

(d) Berikan nafas buatan dengan menarik nafas biasa lalu

tempelkan bibir anda ke bibir korban dengan

perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield)

lalu hembuskan perlahan > 1 detik sambil jari tangan

anda menutup hidung korban dan mata anda melihat ke

arah dada korban untuk menilai pernafasan buatan yang

anda berikan efektif atau tidak (dengan naiknya dada

korban maka pernafasan buatan dikatakan efektif)

(e) Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi

korban, bila tidak ada denyut maka kembali lakukan

kompresi jantung

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

40

(f) Bila ada denyut nadi maka berikan nafas buatan dengan

frekuensi 12x/menit atau 1x setiap 5 detik sampai

korban sadar dan bernafas kembali atau tenaga

paramedis datang, dan selalu periksa denyut nadi

korban apakah masih ada atau tidak setiap 2 menit.

2) Survey Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat

dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan

merupakan lanjutan dari survey primer.

b. Menghentikan Perdarahan Luar

Perdarahan berat maupun ringan jika tidak segera dirawat bisa

berakibat fatal. Bila perdarahan terjadi, penting bagi penolong

untuk menghentikannya secepat mungkin. Ada dua jenis perdarahan

yaitu perdarahan luar dan perdarahan dalam. Perdarahan dalam

lebih berbahaya dan lebih sulit untuk diketahui daripada perdarahan

luar.

Berikut cara penanganan perdarahan luar : (Kumoratih, 2010)

1) Periksa apakah luka berisi benda asing atau tulang yang

menonjol, jika ada maka jangan sentuh luka. Tetapi jika tidak

ada benda asing atau tulang yang menonjol pada luka, maka

segera tekan luka untuk mengontrol perdarahan sampai

menemukan pembalut

2) Balut luka dengan erat. Luka perlu dibalut untuk mengendalikan

perdarahan. Dalam keadaan darurat, bisa menggunakan kain

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

41

bersih, sarung bantal, dan lain-lain untuk membalut. Jangan

terlalu mengencangkan perban karena pembengkakan, pucat,

biru pada kulit jari tangan dan kaki, rasa kaku, terjepit, nyeri dan

aliran darah tidak lancar di bagian bawah perban menandakan

bahwa pembalut harus dilonggarkan.

3) Angkat bagian tubuh yang terluka lebih tinggi dari posisi jantung

4) Ganti perban atau pembalut jika telah basah dengan darah,

jangan terburu-buru melepas pembalut walau perdarahan

berhenti untuk menghindari terjadinya hal yang tak terduga.

5) Bila tekanan pada luka dan pengangkatan tidak juga

menghentikan perdarahan, lanjutkan dengan memberikan

tekanan ke titik tekanan di antara jantung dan luka, lalu lepaskan

tekanan pada titik tersebut bila perdarahan berhenti. Titik

tekanan terdapat pada lengan dan kaki. Pada lengan yaitu di

bagian dalam lengan tengah di antara bahu dan siku. Sedangkan

pada kaki yaitu di titik tengah lipatan di antara paha dan badan

(penekanan nadi pada tulang memperlambat aliran darah)

c. Teknik Pembidaian

Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan

(fiksasi) tulang yang patah. Alat ini dipakai untuk menghindari

gerakan yang berlebihan pada tulang yang patah. Hal ini tentu

mendapat perhatian penuh dari orang yang menolong korban. Ada

beberapa syarat dalam penggunaannya: (Cho, 2015)

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

42

1) Bidai harus melebihi dua persendian yang patah

2) Bidai harus terbuat dari bahan yang kuat, kaku, dan pipih

3) Supaya bidaian itu empuk, maka harus dibungkus

4) Ikatan tidak boleh terlalu kencang karena merusak jaringan

tubuh, namun tidak boleh terlalu longgar.

Alat-alat bidai dapat berupa :

1) Papan, bambu, dahan

2) Anggota badan sendiri

3) Karton, majalah, kain

4) Bantal, guling, selimut

Patah tulang dapat terjadi akibat adanya cedera berat pada

bagian tubuh sehingga tulang menjadi terbelah dan menimbulkan

rasa sakit. Mengingat besarnya gaya yang diterima maka kadang

kasus patah tulang gejalanya dapat tidak jelas. Beberapa gejala dan

tanda yang mungkin dijumpai pada patah tulang yaitu: (Kumoratih,

2010)

1) Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah. Sering

merupakan satu-satunya tanda yang terlihat. Cara yang paling

baik untuk menentukan adalah dengan membandingkannya

dengan sisi yang sehat.

2) Nyeri di daerah yang patah dan kaku pada saat ditekan atau bila

digerakkan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

43

3) Bengkak, disertai memar / perubahan warna di daerah yang

cedera

4) Terdengar suara berderak pada daerah yang patah (suara ini tidak

perlu dibuktikan dengan menggerakkan bagian cedera tersebut)

5) Mungkin terlihat bagian tulang yang patah pada luka

Pedoman umum pertolongan pertama terhadap patah tulang yaitu

sebagai berikut: (Cho, 2015)

1) Pertolongan untuk patah tulang hanya sekedar membantu

sampai dokter mengobatinya. Sebab patah tulang

membutuhkan pertolongan yang sangat sulit

2) Jika korban dipindahkan dari tempat kejadian, usahakan

menarik ketiaknya dan tarikan itu harus lurus atau searah

dengan sumbu tubuhnya

3) Setelah itu lakukan pemeriksaan apakah ada luka-luka lainnya:

a) Bila terjadi perdarahan, hentikan perdarahannya

b) Pernafasan korban diusahakan tetap normal, jangan

terhambat oleh penolong.

c) Sirkulasi udara disekitar korban tetap normal

d) Jika butuh bantuan napas, lakukan sesegera mungkin

e) Tidak boleh meletakkan alas kepala atau bantal di bawah

kepala korban. Letakkan saja di bagian sisi kiri dan kanan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

44

kepala korban sehingga kepala korban tetap lurus dan tidak

bergerak.

4) Kalau bantuan medis terlambat, sedang penderita harus

diangkat, jangan mencoba memperbaiki letak tulang. Pasang

selalu bidai sebelum mengangkat penderita.

d. Teknik Pemindahan Korban

Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu

terjadinya cedera spinal, hal ini dapat dikurangi dengan melakukan

gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala

serta leher semaksimal mungkin. Kunci utama dalam memindahkan

korban adalah menjaga kelurusan tulang belakang (Kumoratih,

2010).

Ada beberapa teknik dalam memindahkan korban dari tempat

kecelakaan terjadi yaitu: (Cho, 2015)

1) Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual

Pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan

korban cedera ringan, dianjurkan pengangkatan korban maksimal

4 orang. Beberapa metode pemindahan darurat yaitu tarikan

baju, tarikan selimut/kain, tarikan bahu atau lengan,

menggendong, memapah, dan membopong.

2) Pengangkutan dengan alat (tandu)

Jika menggunakan alat atau tandu, ada beberapa hal pokok

dalam mengangkat korban yaitu:

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

45

1) Mengangkat Korban

Dalam mengangkat korban gunakan alat tubuh seperti paha,

bahu dan panggul serta beban serapat mungkin dengan bahu

korban.

2) Sikap Mengangkat

Usahakan dalam keadaan seimbang sehingga cedera yang

dialami korban tidak tambah parah.

3) Posisi Siap Angkat dan Jalan

Kaki korban harus lebih rendah dari kepala. Kepala korban

agak ditinggikan. Namun ada pengecualian yaitu tungkai

luka, hipotermia, dan syok.

Cara membuat tandu darurat yaitu sebagai berikut: (Kumoratih,

2010)

1) Gunakan papan meja, pintu atau benda lain yang keras untuk

membawa korban yang dicurigai menderita cedera kepala atau

tulang belakang.

2) Taruh selimut terbentang di tanah lalu letakkan tiang berjarak

sepertiga lebar selimut. Lipat selimut menutupi kedua tiang

tersebut, berat dari korban akan menahan lipatan pada

tempatnya.

Syarat pemindahkan korban yaitu sebagai berikut: (Cho, 2015)

1) Secara umum korban dalam keadaan baik

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

46

2) Pernafasan tidak terganggu

3) Tidak ada pendarahan

4) Cedera atau luka korban sudah dibaluti

5) Tulang-tulang yang patah sudah dibidai dengan baik.

Prosedur spinal log roll bertujuan mempertahankan alignment

anatomis yang benar dalam usaha untuk mencegah kemungkinan

cedera neurologis lebih lanjut dan mencegah penekanan area

cedera. Prosedur log roll diimplementasikan pada tahapan-tahapan

manajemen pasien trauma termasuk sebagai bagian dari primary

dan secondary survey untuk memeriksa tulang belakang pasien,

sebagai bagian dari proses pemindahan dari dan ke tempat tidur,

untuk pemberian perawatan collar servikal atau area tertekan,

memfasilitasi fisioterapi dada, dan lain-lain (Krisanty, 2009).

Sedikitnya empat orang penolong dibutuhkan untuk membantu

dalam prosedur log roll dengan sebagai berikut: (Krisanty, 2009)

1) Satu penolong untuk menahan kepala klien

2) Dua penolong untuk menahan dada, abdomen dan lengan

bawah. Tambahan satu orang mungkin juga akan dibutuhkan

pada saat melakukan log roll klien trauma yang gemuk, tinggi,

atau memiliki cedera pada lengan bawah

3) Satu penolong melakukan prosedur yang dibutuhkan

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

47

Langkah-langkah prosedur log roll yaitu sebagai berikut: (Krisanty,

2009)

1) Jelaskan prosedur pada pasien dengan mempertimbangkan

status kesadaran klien dan minta klien untuk tetap berbaring

dan menunggu bantuan. Pastikan collar terpasang dengan benar

2) Klien harus dalam posisi supine (telentang) dan alignment

secara anatomis selama prosedur log roll

3) Penolong 1, bantu menahan bagian atas badan klien, tempatkan

satu tangan melampaui bahu klien untuk menopang area dada

posterior, dan tangan yang lain melingkari paha klien

4) Penolong 2, bantu menahan abdomen dan tangan bawah klien,

bertumpuk dengan penolong 1 untuk menempatkan satu tangan

di bawah punggung klien, dan tangan lainnya melingkari betis

klien

5) Dengan aba-aba dari penolong penahan kepala, klien diputar

secara alignment anatomis dengan tindakan yang lembut

6) Penyelesaian aktivitas, penolong penahan kepala akan memberi

aba-aba untuk mengembalikan klien pada posisi supine

(telentang) atau untuk menahan klien pada posisi lateral dengan

bantal penahan. Klien harus ditinggalkan dalam posisi

alignment anatomis yang benar setiap waktu.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

48

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengungkapkan bahwa masyarakat adalah

kelompok manusia yang terbesar, yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan

perasaan persatuan yang sama. Ciri-ciri masyarakat yaitu adanya interaksi di

antara sesama anggota, saling bergantung, menempati wilayah dengan batas

tertentu, adanya adat istiadat, norma, hukum serta aturan yang mengatur pola

tingkah laku anggotanya, adanya rasa identitas yang kuat dan mengikat semua

warganya, adanya kesinambungan dalam waktu (Mubaraq, Chayatin, & Santoso,

2009).

Pertolongan pertama merupakan tindakan pertama terhadap seseorang yang

mengalami penderitaan atau kecelakaan. Pertolongan pertama yang diberikan

ketika kecelakaan merupakan bantuan yang sangat mendesak dan sangat

dibutuhkan. Mendesak karena pada saat itu paramedis tidak langsung mendatangi

korban (Cho, 2015). Meskipun demikian, tanpa didasari dengan pengetahuan

yang benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali menjadi panik

dan tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi darurat tersebut.

Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah justru memperparah situasi

serta kondisi korban (Kumoratih, 2010).

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

49

B. Kerangka Konsep

Keterangan:

: variabel independent

: variabel dependent

Pengetahuan masyarakat

tentang cara meminta

pertolongan

Pengetahuan masyarakat

tentang cara memindahkan

korban

Pengetahuan masyarakat

tentang cara memasang

bidai

Pengetahuan masyarakat

tentang cara memberikan

bantuan hidup dasar

Pengetahuan masyarakat

tentang cara menghentikan

perdarahan luar

Pertolongan

Pertama Pada

Kecelakaan Lalu

Lintas

Pengetahuan masyarakat tentang

pertolongan pertama pada

kecelakaan lalu lintas

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

50

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent (variabel bebas) adalah variabel yang diduga

mempengaruhi perubahan variabel lain (variabel dependent), yang mana

dalam penelitian ini variabel independent yaitu pengetahuan masyarakat

tentang cara meminta pertolongan, pengetahuan masyarakat tentang cara

memberikan bantuan hidup dasar, pengetahuan masyarakat tentang cara

menghentikan perdarahan luar, pengetahuan masyarakat tentang cara

memasang bidai, dan pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan

korban.

2. Variabel Dependent (variabel terikat) adalah variabel yang muncul sebagai

akibat dari manipulasi perubahan variabel independent (variabel bebas),

yang mana variabel dependent di dalam penelitian ini yakni pertolongan

pertama pada kecelakaan lalu lintas.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

51

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No. Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif

1 Pengetahuan

masyarakat

tentang

pertolongan

pertama pada

kecelakaan lalu

lintas di Jalan

Kapten Piere

Tendean Kota

Kendari Tahun

2017

Pengetahuan tentang cara

meminta pertolongan,

pengetahuan tentang cara

memberikan bantuan

hidup dasar, pengetahuan

tentang cara menghentikan

perdarahan luar,

pengetahuan tentang cara

memasang bidai, dan

pengetahuan tentang cara

memindahkan korban.

Responden akan diberikan

25 pertanyaan, jika benar

nilainya 1 dan salah

nilainya 0 untuk setiap

pertanyaan.

1) Baik : bila

responden

menjawab benar

76% - 100% dari

total pertanyaan

2) Cukup : bila

responden

menjawab benar

56% - 75% dari

total pertanyaan

3) Kurang :bila

responden

menjawab benar <

56% dari total

pertanyaan

Pengetahuan

tentang cara

meminta

pertolongan

Kemampuan masyarakat

dalam

menginterpretasikan

secara benar cara

1) Baik : bila

responden

menjawab benar

76% - 100% dari

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

52

meminta pertolongan

pada kecelakaan lalu

lintas. Responden akan

diberikan 5 pertanyaan,

jika benar nilainya 1 dan

salah nilainya 0 untuk

setiap pertanyaan.

total pertanyaan

2) Cukup :bila

responden

menjawab benar

56% - 75% dari

total pertanyaan

3) Kurang: bila

responden

menjawab benar

< 56% dari total

pertanyaan

Pengetahuan

masyarakat

tentang cara

memberikan

bantuan hidup

dasar

Kemampuan masyarakat

dalam menginterpretasikan

secara benar cara

memberikan bantuan

hidup dasar. Responden

akan diberikan 5

pertanyaan, jika benar

nilainya 1 dan salah

nilainya 0 untuk setiap

pertanyaan.

1) Baik: bila

responden

menjawab benar

76% - 100% dari

total pertanyaan

2) Cukup: bila

responden

menjawab benar

56% - 75% dari

total pertanyaan

3) Kurang: bila

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

53

responden

menjawab benar

< 56% dari total

pertanyaan

Pengetahuan

masyarakat

tentang cara

menghentikan

perdarahan luar

Kemampuan masyarakat

dalam menginterpretasikan

secara benar cara

menghentikan perdarahan

luar. Responden akan

diberikan 5 pertanyaan,

jika benar nilainya 1 dan

salah nilainya 0 untuk

setiap pertanyaan.

1) Baik : bila

responden

menjawab benar

76% - 100% dari

total pertanyaan

2) Cukup: bila

responden

menjawab benar

56% - 75% dari

total pertanyaan

3) Kurang: bila

responden

menjawab benar <

56% dari total

pertanyaan

Pengetahuan

masyarakat

tentang cara

Kemampuan masyarakat

dalam

menginterpretasikan

1) Baik: bila

responden

menjawab benar

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

54

memasang bidai secara benar cara

memasang bidai.

Responden akan

diberikan 5 pertanyaan,

jika benar nilainya 1 dan

salah nilainya 0 untuk

setiap pertanyaan.

76% - 100% dari

total pertanyaan

2) Cukup: bila

responden

menjawab benar

56% - 75% dari

total pertanyaan

3) Kurang: bila

responden

menjawab benar

< 56% dari total

pertanyaan

Pengetahuan

masyarakat

tentang cara

memindahkan

korban

Kemampuan masyarakat

dalam menginterpretasikan

secara benar cara

memindahkan korban.

Responden akan diberikan

5 pertanyaan, jika benar

nilainya 1 dan salah

nilainya 0 untuk setiap

pertanyaan.

1) Baik: bila

responden

menjawab benar

76% - 100% dari

total pertanyaan

2) Cukup: bila

responden

menjawab benar

56% - 75% dari

total pertanyaan

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

55

3) Kurang: bila

responden

menjawab benar

< 56% dari total

pertanyaan

2 Masyarakat Masyarakat dewasa

berusia 17 tahun sampai

45 tahun yang bermukim

di sepanjang sisi utara dan

selatan Jalan Kapten Piere

Tendean Kecamatan

Baruga Kota Kendari dan

pemukimannya tepat

berhadapan dengan jalan

tersebut.

1) Masyarakat yang

bermukim di

Jalan Kapten

Piere Tendean:

menunjukkan

Kartu Tanda

Penduduk atau

Surat Keterangan

Kartu Tanda

Penduduk

Sementara yang

beralamat Jalan

Kapten Piere

Tendean

Kecamatan

Baruga Kota

Kendari dan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

56

berusia antara 17

tahun sampai 45

tahun.

2) Bukan

Masyarakat

yang bermukim

di Jalan Kapten

Piere Tendean:

tidak

menunjukkan

Kartu Tanda

Penduduk atau

Surat

Keterangan

Kartu Tanda

Penduduk

Sementara yang

beralamat Jalan

Kapten Piere

Tendean

Kecamatan

Baruga Kota

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

57

Kendari dan

berusia antara

17 tahun sampai

45 tahun.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

58

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey

deskriptif yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran atau

deskripsi tentang pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada

kecelakaan lalu lintas.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Juni – 22 Juni 2017

2. Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Jalan Kapten Piere Tendean, Kelurahan Baruga

dan Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga Kota Kendari.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

59

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat dewasa usia 17

sampai 45 tahun yang bermukim di sepanjang sisi utara dan selatan Jalan

Kapten Piere Tendean dan pemukimannya tepat berhadapan dengan jalan

tersebut dengan jumlah yang tidak diketahui.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili atau representatif populasi (Riyanto, 2011).

a. Besar Sampel

Menurut Suyanto (2011) dalam Riyanto (2011), apabila besar populasi

itu tidak diketahui, maka besar sampel dapat diketahui dengan rumus

sebagai berikut:

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Z = tingkat keyakinan dalam penentuan sampel / derajat kepercayaan

yaitu 95 % = 1,96

Moe = Margin of error atau kesalahan maksimum yang bisa

ditoleransi, disini ditetapkan sebesar 10 %

Dengan menggunakan margin of error maksimal sebesar 10 %,

maka jumlah sampel minimal yang dapat diambil sebesar:

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

60

= 96, 04

Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal yang harus

dipenuhi sebanyak 96,04 dibulatkan ke bawah menjadi 96 responden.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu

Accidental sampling dimana peneliti mengambil responden atau kasus

yang kebetulan ada atau tersedia (Riyanto, 2011).

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria inklusi

a) Sehat jasmani maupun rohani

b) Berusia 17 – 45 tahun

c) Kooperatif

d) Bisa membaca

2) Kriteria eksklusi

a) Tidak sehat secara jasmani maupun rohani

b) Berusia < 17 tahun atau > 45 tahun

c) Tidak kooperatif

d) Tidak bisa membaca

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

61

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu

lembar kuesioner yang akan diisi oleh responden. Alat ini juga sudah diuji

validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti sebelum digunakan untuk

mengumpulkan data. Pengujian dilakukan kepada 30 orang responden di tempat

yang sama dengan tempat penelitian dan karakteristik yang sama dengan

karakteristik responden yang akan dijadikan sampel. Akan tetapi, responden yang

sudah dilakukan pengujian tidak lagi dijadikan sebagai sampel penelitian.

Adapun rumus yang digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas

instrumen penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Rumus koefisien korelasi biserial :

rbis(i) =

(

)

Keterangan :

rbis(i) = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i dengan

skor total

Xi = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal

nomor i

Xt = rata-rata skor total semua responden

St = standar deviasi skor total semua responden

Pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i

Qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

62

Keputusan Uji :

Bila r hitung (r pearson) ≥ r tabel ; artinya pertanyaan tersebut valid

Bila r hitung (r pearson) < r tabel ; artinya pertanyaan tersebut tidak valid

2. Uji Reliabilitas

Rumus koefisien reliabilitas (KR-21) :

ri = (

) (

)

Keterangan :

ri = koefisien reliabilitas

K = jumlah item dalam instrumen

M = mean skor total

St² = varians total

Keputusan Uji :

Bila nilai koefisien reliabilitas ≥ konstanta (0,6), maka pertanyaan reliabel

Bila nilai koefisien reliabilitas < konstanta (0,6), maka pertanyaan tidak

reliabel

E. Jenis dan Cara pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang

telah terpilih sebagai sampel menggunakan daftar pertanyaan, yaitu data

pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada kecelakaan

lalu lintas.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

63

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari

Kantor Kelurahan Baruga dan Kantor Kelurahan Watubangga berupa

Profil Kelurahan Baruga dan Profil Kelurahan Watubangga. Selain itu,

diperoleh data dari Kantor Kepolisian Resor Kota Kendari berupa data

Laka Lantas tahun 2016 dan daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Kota

Kendari.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan lembaran kuesioner yang dibagikan kepada masyarakat

yang bermukim di sepanjang sisi utara dan selatan Jalan Kapten Piere

Tendean Kecamatan Baruga Kota Kendari dan pemukimannya tepat

berhadapan dengan jalan tersebut serta memenuhi kriteria inklusi yaitu

sehat jasmani maupun rohani, berusia 17 – 45 tahun, dan kooperatif.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada

responden. Jika setuju maka responden akan menandatangani

persetujuan menjadi responden dan kemudian diberi kuesioner.

F. Etika Penelitian

1. Prinsip-prinsip Petunjuk Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti harus memahami hak dasar

manusia. Manusia mempunyai hak kebebasan yang harus dijunjung tinggi.

Ada beberapa prinsip penelitian pada manusia, yaitu:

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

64

a. Prinsip Manfaat

Segala bentuk penelitian yang dilakukan dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakkan dengan

memberikan kebebasan dan tidak menimbulkan kekerasan atau tidak

dieksploitasi.

b. Prinsip Menghormati Manusia

Manusia berhak untuk dihormati, berhak menentukan pilihan mau atau

tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.

c. Aspek Keadilan

Dilakukan dengan menghargai hak dan tidak berpihak dalam

perlakuan terhadap manusia.

2. Masalah Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian karena berhubungan langsung dengan manusia, sehingga etika

penelitian harus diperhatikan. Etika yang harus diperhatikan, antara lain:

a. Bentuk Persetujuan (Informed Concent)

Informed concent merupakan persetujuan antara peneliti dengan

responden yaitu memberikan lembar persetujuan (informed concent)

sebelum melakukan penelitian. Tujuannya adalah agar subjek mengerti

maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan. Sebaliknya jika tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak responden.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

65

b. Tanpa Nama (Anonimity)

Anonimity adalah memberikan jaminan dalam penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality adalah memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

G. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing,yaitu proses pemeriksaan data di lapangan sehingga dapat

menghasilkan data yang akurat untuk pengolahan data. Selanjutnya kegiatan

yang dilakukan adalah memeriksa apakah semua pertanyaan peneliti sudah

dijawab dan jawaban yang dapat ditulis dapat dibaca secara konsisten.

2. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban responden menurut jenisnya dan

membubuhkan kode pada jawaban tersebut.

3. Scoring, yaitu perhitungan pada jawaban responden yang telah diisi pada

kuesioner dari berbagai variabel yang diteliti. Pemberian bobot pada

jawaban diukur menggunakan skala Guttman, dimana pertanyaan yang

dijawab benar diberi bobot / skor 1 dan yang bernilai salah diberi nilai 0.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

66

4. Tabulating, yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori jawaban

kemudian dimasukkan dalam tabel yakni:

a. Menghitung frekuensi data masing-masing kategori jawaban

b. Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

H. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara analisis deskriptif berupa distribusi frekuensi

dengan menggunakan tabel untuk memberi gambaran tentang variabel-variabel

yang diteliti. Rumus yang digunakan dalam analisis data ini adalah :

x k

Keterangan :

X : Nilai presentase yang diperoleh

f : jumlah pertanyaan yang dijawab benar

n : jumlah pertanyaan

k : Konstanta (100%) (Arikunto, 2006)

I. Penyajian Data

Hasil penelitian yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan dinarasikan.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

67

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Geografis

Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari terletak di wilayah

Kecamatan Baruga. Wilayah Kecamatan Baruga, secara astronomis

terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yakni berada diantara 3º 59'

55'' - 4º 5' 01'' LS dan 122º 26' 37'' - 122º 32' 57'' BT. Wilayah

Kecamatan Baruga terletak di bagian barat daya Kota Kendari. Seluruh

wilayah kecamatan ini berada di daratan Pulau Sulawesi. Secara

administrasi Kecamatan Baruga memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut :

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wua-Wua dan

Kecamatan Puuwatu

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan

3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan

4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kambu dan

Kecamatan Poasia

Kecamatan Baruga terbentuk atas Peraturan Daerah Kota

Kendari Nomor 22 tahun 2006 yang ditetapkan pada tanggal 12

Desember 2006 dengan status Kecamatan Daerah Tingkat III Baruga.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

68

Luas wilayah Kecamatan Baruga yaitu 49,15 Km2 atau 17,92 % dari

luas daratan Kota Kendari dan merupakan kecamatan dengan luas

terbesar dari 10 kecamatan yang ada. Luas wilayah menurut kelurahan

sangat beragam dimana Kelurahan Baruga merupakan kelurahan yang

paling luas, disusul kemudian oleh Kelurahan Watubangga, Lepo-Lepo

dan Wundudopi.

Jalan Kapten Piere Tendean hanya melewati dua kelurahan di

Kecamatan Baruga dan menjadi batas antara kedua kelurahan tersebut.

Kedua kelurahan itu adalah Kelurahan Watubangga yang berada di

sebelah Utara jalan tersebut dan Kelurahan Baruga yang berada di

sebelah Selatan jalan tersebut.

b. Keadaan Demografis

1) Pendidikan

Tabel 5.1 Komposisi Jumlah SD, SMP, SMA, dan Perguruan

Tinggi di Kecamatan Baruga

No. Jenjang Negeri Swasta Jumlah

1 TK - 7 7

2 SD 7 3 10

3 SMP 2 3 5

4 SMA 2 3 5

5 Perguruan

Tinggi

1 3 4

Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah institusi

pendidikan terbesar adalah pada jenjang sekolah dasar yaitu sebanyak

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

69

10 institusi dan terkecil adalah pada jenjang perguruan tinggi yaitu

sebanyak 4 institusi.

c. Kesehatan

Tabel 5.2 Komposisi Jumlah Sarana Kesehatan Di Kecamatan

Baruga

No. Sarana

Kesehatan

Jumlah

1 Rumah Sakit 2

2 Rumah Sakit Bersalin 1

3 Poli Klinik 0

4 Puskesmas 1

5 Puskesmas Pembantu 2

6 Praktek Dokter 4

7 Praktek Bidan 3

8 Poskeskel 2

9 Polindes 0

10 Posyandu 21

11 Apotek 14

12 Toko Obat 6

Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sarana kesehatan yang paling

banyak adalah posyandu yaitu sebanyak 21 posyandu dan yang paling

sedikit adalah puskesmas yaitu sebanyak 1 puskesmas.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

70

Tabel 5.3 Komposisi Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kecamatan

Baruga

No. Tenaga Kesehatan Jumlah

1 Dokter 12

2 Dokter Gigi 1

3 Bidan 62

4 Tenaga Kesehatan Lainnya 40

5 Dukun Bayi 6

Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan paling

banyak adalah bidan yaitu sebanyak 62 orang dan paling sedikit adalah

dokter gigi yaitu sebanyak 1 orang.

d. Agama

Tabel 5.4 Komposisi Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan

Baruga

No. Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 40

2 Langgar/Surau 5

3 Gereja Kristen 3

4 Gereja Katholik 2

Sumber : Kantor Kecamatan Baruga, 2016

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa jumlah tempat ibadah paling

banyak adalah masjid yaitu sebanyak 40 buah dan paling sedikit yaitu

gereja katholik yaitu sebanyak 2 buah.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

71

2. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Di

Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari

No. Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

1 Laki – laki 38 40 %

2 Perempuan 58 60 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden

terbesar adalah perempuan yaitu sebanyak 58 orang (60 %) dan terkecil

adalah laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (40 %).

b. Umur

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Umur Responden Di Jalan

Kapten Piere Tendean Kota Kendari

No. Kelompok Umur Frekuensi Presentase

1 17 – 23 33 34 %

2 24 – 30 29 30 %

3 31 – 37 9 9 %

4 38 – 45 25 26 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden

terbesar adalah kelompok umur 17 tahun sampai 23 tahun yaitu

sebanyak 33 orang (34 %) dan terkecil adalah kelompok umur 31 tahun

sampai 37 tahun yaitu sebanyak 9 orang (9 %).

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

72

c. Pendidikan

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Di

Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari

No. Pendidikan Frekuensi Presentase

1 SD 3 3 %

2 SMP 8 8 %

3 SMA 46 48 %

4 Perguruan Tinggi 39 41 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden

terbesar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 46 orang (48 %) dan

terkecil berpendidikan SD yaitu sebanyak 3 orang (3 %).

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

73

d. Pekerjaan

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Di

Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari

No. Pekerjaan Frekuensi Presentase

Bekerja Tidak

Bekerja

1 TNI 1 1 %

2 POLRI 2 2 %

3 PNS 8 8 %

4 IRT 21 22 %

5 PRT 1 1 %

6 Mahasiswa/

Pelajar

25 26 %

7 Honorer 3 3 %

8 Wiraswasta 20 21 %

9 Karyawan

Swasta

15 15,63 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden

terbesar adalah mahasiswa atau pelajar yaitu sebanyak 25 orang (26

%) dan terkecil adalah TNI dan Pembantu Rumah Tangga (PRT)

masing-masing sebanyak 1 orang (1 %).

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

74

3. Variabel Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Juni – 22 Juni 2017 berjudul

Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun

2017 dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu accidental

sampling diperoleh 96 responden, kemudian dilakukan pengolahan data

sesuai dengan tujuan untuk memperoleh gambaran pengetahuan masyarakat

tentang pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas, maka didapatkan

hasil yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai

penjelasan sebagai berikut:

a. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Meminta Pertolongan

Pada Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat

Tentang Cara Meminta Pertolongan Pada Kecelakaan

Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota

Kendari

No. Kategori Frekuensi Presentase

1 Baik 25 26 %

2 Cukup 30 31,3 %

3 Kurang 41 42,7 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi

untuk pengetahuan masyarakat tentang cara meminta pertolongan pada

kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan frekuensi

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

75

sebesar 41 orang (42,7 %), dan presentase terendah berada pada kategori

baik dengan frekuensi sebesar 25 orang (26 %).

b. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memberikan Bantuan

Hidup Dasar Pada Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat

Tentang Cara Memberikan Bantuan Hidup Dasar

Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten

Piere Tendean Kota Kendari

No. Kategori Frekuensi Presentase

1 Baik 14 14,6 %

2 Cukup 36 37,5 %

3 Kurang 46 47,9 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi

untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup

dasar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan

frekuensi sebesar 46 orang (47,9 %), dan presentase terendah berada

pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 14 orang (14,6 %).

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

76

c. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Menghentikan Perdarahan

Luar Pada Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat

Tentang Cara Menghentikan Perdarahan Luar

Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten

Piere Tendean Kota Kendari

No. Kategori Frekuensi Presentase

1 Baik 11 11,5 %

2 Cukup 27 28,1 %

3 Kurang 58 60,4 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.11 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi

untuk pengetahuan masyarakat tentang cara menghentikan

perdarahan luar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori

kurang dengan frekuensi sebesar 58 orang (60,4 %), dan presentase

terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 11

orang (11,5 %).

d. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memasang Bidai Pada

Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat

Tentang Cara Memasang Bidai Pada Kecelakaan

Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota

Kendari

No. Kategori Frekuensi Presentase

1 Baik 20 20,8 %

2 Cukup 38 39,6 %

3 Kurang 38 39,6 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

77

Tabel 5.12 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi

untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada

kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dan cukup dengan

frekuensi masing-masing sebesar 38 orang (39,6 %), dan presentase

terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 20

orang (20,8 %).

e. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memindahkan Korban

Pada Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat

Tentang Cara Memindahkan Korban Pada

Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere

Tendean Kota Kendari

No. Kategori Frekuensi Presentase

1 Baik 34 35,4 %

2 Cukup 32 33,3 %

3 Kurang 30 31,3 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.13 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi

untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban

pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori baik dengan

frekuensi sebesar 34 orang (35,4 %), dan presentase terendah berada

pada kategori kurang dengan frekuensi sebesar 30 orang (31,3 %).

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

78

f. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat

Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

Lalu Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota

Kendari

No. Kategori Frekuensi Presentase

1 Baik 3 3 %

2 Cukup 40 42 %

3 Kurang 53 55 %

Jumlah 96 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2017

Tabel 5.14 di atas menunjukkan bahwa presentase tertinggi

secara keseluruhan untuk pengetahuan masyarakat tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori

kurang dengan frekuensi sebesar 53 orang (55 %), dan presentase

terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 3 orang

(3 %).

B. Pembahasan

Setelah dilakukan pengolahan dan penyajian data, maka diperoleh Gambaran

Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Lalu

Lintas Di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017, berdasarkan

variabel yang diteliti yaitu pengetahuan masyarakat tentang cara meminta

pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, pengetahuan masyarakat tentang cara

memberikan bantuan hidup dasar pada kecelakaan lalu lintas, pengetahuan

masyarakat tentang cara menghentikan perdarahan luar pada kecelakaan lalu

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

79

lintas, pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada kecelakaan

lalu lintas, dan pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban pada

kecelakaan lalu lintas. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Meminta Pertolongan Pada

Kecelakaan Lalu Lintas

Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi

utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase

tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara meminta pertolongan

pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan frekuensi

sebesar 41 orang (42,7 %), dan presentase terendah berada pada kategori

baik dengan frekuensi sebesar 25 orang (26 %). Hasil penelitian tersebut

memungkinkan karena kurangnya informasi yang diterima masyarakat

tentang bagaimana seharusnya meminta pertolongan pada saat melihat kasus

kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat

disebabkan oleh kurangnya penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang

berwenang seperti tenaga kesehatan dan kepolisian tentang pertolongan

pertama pada kecelakaan khususnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tersedianya sarana dan

prasarana yang memadai.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

80

2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memberikan Bantuan Hidup

Dasar Pada Kecelakaan Lalu Lintas

Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi

utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase

tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memberikan bantuan

hidup dasar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dengan

frekuensi sebesar 46 orang (47,9 %), dan presentase terendah berada pada

kategori baik dengan frekuensi sebesar 14 orang (14,6 %). Hasil penelitian

tersebut memungkinkan karena kurangnya informasi yang diterima

masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup dasar pada saat melihat

kasus kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh

masyarakat disebabkan oleh informasi tentang prosedur bantuan hidup dasar

tidak dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan secara

menyeluruh di institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan khusus

seperti institusi pendidikan kesehatan atau kepolisian dan kurangnya

penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga

kesehatan dan kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan

khususnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tersedianya sarana dan

prasarana yang memadai.

Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat

medik yang bertujuan mencegah berhentinya sirkulasi atau respirasi dan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

81

memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban

yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung

Paru (RJP) (Kumoratih, 2010). Sistem sirkulasi atau pompa darah pada

tubuh manusia dilakukan oleh jantung. Jantung terdiri dari empat ruangan,

yaitu atrium kanan, atrium kiri, bilik kanan dan bilik kiri. Jantung berfungsi

memompa darah ke seluruh tubuh. Pada keadaan henti jantung dimana

jantung berhenti berdenyut dan berhenti memompakan darah ke seluruh

tubuh, maka organ-organ tubuh akan kekurangan oksigen. Organ yang

paling rentan untuk terjadi kerusakan akibat kekurangan oksigen adalah

otak. Hal ini disebabkan karena sel-sel otak mengonsumsi energi yang

berasal dari oksigen saja. Tanpa oksigen, proses hidup sel otak akan

terganggu. Dalam waktu 4 – 6 menit tanpa oksigen, sel-sel otak akan mulai

mengalami kerusakan. Setelah 8 – 10 menit sel otak akan rusak permanen.

Tindakan resusitasi jantung paru diharapkan dapat membantu mengalirkan

darah ke seluruh tubuh walaupun tidak seoptimal kerja jantung. Untuk

membantu sirkulasi dapat dilakukan kompresi jantung atau kompresi dada.

3. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Menghentikan Perdarahan

Luar Pada Kecelakaan Lalu Lintas

Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi

utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase

tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara menghentikan

perdarahan luar pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang

dengan frekuensi sebesar 58 orang (60,4 %), dan presentase terendah berada

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

82

pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 11 orang (11,5 %). Hasil

penelitian tersebut memungkinkan karena kurangnya informasi yang

diterima masyarakat tentang cara menghentikan perdarahan luar pada saat

melihat kasus kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh

masyarakat disebabkan oleh informasi tentang cara menghentikan

perdarahan luar tidak dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan

secara menyeluruh di institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan

khusus seperti institusi pendidikan kesehatan atau kepolisian dan kurangnya

penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga

kesehatan dan kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan

khususnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tersedianya sarana dan

prasarana yang memadai.

Perdarahan berat maupun ringan jika tidak segera dirawat bisa

berakibat fatal. Bila perdarahan terjadi, penting bagi penolong untuk

menghentikannya secepat mungkin. Ada dua jenis perdarahan yaitu

perdarahan luar dan perdarahan dalam. Perdarahan dalam lebih berbahaya

dan lebih sulit untuk diketahui daripada perdarahan luar (Kumoratih, 2010).

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

83

4. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memasang Bidai Pada

Kecelakaan Lalu Lintas

Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi

utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase

tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada

kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang dan cukup dengan

frekuensi masing-masing sebesar 38 orang (39,6 %), dan presentase terendah

berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 20 orang (20,8 %). Hasil

penelitian dengan kategori kurang memungkinkan karena kurangnya

informasi yang diterima masyarakat tentang cara memasang bidai pada saat

melihat kasus kecelakaan lalu lintas. Kurangnya informasi yang diperoleh

masyarakat disebabkan oleh informasi tentang cara memasang bidai tidak

dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan secara menyeluruh di

institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan khusus seperti institusi

pendidikan kesehatan atau kepolisian dan kurangnya penyebarluasan

informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga kesehatan dan

kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan khususnya

kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Suharjo (2006) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

Adapun hasil penelitian cukup juga memungkinkan dikarenakan

pengetahuan dipengaruhi oleh faktor umur dimana menurut Huclok (1998),

semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

84

matang dalam berfikir dan bekerja. Seluruh responden dalam penelitian ini

adalah masyarakat usia dewasa yang berusia 17 tahun sampai 45 tahun,

sehingga meskipun mereka tidak pernah menempuh pendidikan khusus yang

mengajarkan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas dan

tidak pernah disosialisasikan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan

lalu lintas oleh pihak yang berwenang tetapi dengan pengetahuan dan

pengalaman yang sudah ada sebelumnya mereka mampu memikirkan cara

yang benar dalam memasang bidai pada korban. Selain itu, hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Widodo (2014) tentang kompetensi guru

UKS dalam memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan

menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan mengenai teknik

pembebatan atau pembalutan dan pembidaian secara umum cukup baik. Hal

ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fadhillah (2013), bahwa

masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengetahui pentingnya

pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari.

5. Pengetahuan Masyarakat Tentang Cara Memindahkan Korban Pada

Kecelakaan Lalu Lintas

Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi

utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase

tertinggi untuk pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban

pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori baik dengan frekuensi

sebesar 34 orang (35,4 %), dan presentase terendah berada pada kategori

kurang dengan frekuensi sebesar 30 orang (31,3 %). Hasil penelitian tersebut

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

85

memungkinkan karena pengetahuan dipengaruhi oleh faktor umur dimana

menurut Huclok (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Seluruh

responden dalam penelitian ini adalah masyarakat usia dewasa yang berusia

17 tahun sampai 45 tahun, sehingga meskipun mereka tidak pernah

menempuh pendidikan khusus yang mengajarkan tentang pertolongan

pertama pada kecelakaan lalu lintas dan tidak pernah disosialisasikan tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas oleh pihak yang berwenang

tetapi dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya

mereka mampu memikirkan cara yang benar dalam memindahkan korban.

Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fadhillah (2013), bahwa

masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengetahui pentingnya

pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari.

6. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan Lalu Lintas

Dari hasil penelitian pada 96 responden yang tinggal di sepanjang sisi

utara dan selatan Jalan Kapten Piere Tendean, didapatkan bahwa presentase

tertinggi secara keseluruhan untuk pengetahuan masyarakat tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas berada pada kategori kurang

dengan frekuensi sebesar 53 orang (55 %), dan presentase terendah berada

pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 3 orang (3 %).

Dapat diasumsikan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh informasi

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

86

tentang pertolongan pertama pada kecelakaan khususnya kecelakaan lalu

lintas tidak dapat diperoleh dengan mudah karena tidak diajarkan secara

menyeluruh di institusi pendidikan kecuali institusi pendidikan khusus

seperti institusi pendidikan kesehatan atau kepolisian. Selain itu, kurangnya

penyebarluasan informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga

kesehatan atau kepolisian tentang pertolongan pertama pada kecelakaan lalu

lintas juga turut mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Notoatmodjo (2003),

pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik.

Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior).

Masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengetahui pentingnya

pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari. Selain itu

masyarakat beranggapan bahwa pertolongan pertama berguna ketika situasi

gawat darurat yang mungkin tidak akan mereka alami. Masyarakat perlu

ditingkatkan kesadarannya dan diberi sebuah fasilitas yang mudah dijangkau

untuk mempelajari pertolongan pertama (Fadhillah, 2013).

Perlu

diingat bahwa pertolongan pertama yang diberikan ketika kecelakaan

merupakan bantuan yang sangat mendesak dan sangat dibutuhkan.

Mendesak karena pada saat itu paramedis tidak langsung mendatangi korban

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

87

(Cho, 2015). Meskipun demikian, tanpa didasari dengan pengetahuan yang

benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali menjadi panik dan

tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi darurat tersebut.

Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah justru memperparah

situasi serta kondisi korban (Kumoratih, 2010).

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

88

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 96 responden pada tanggal

12 Juni – 22 Juni 2017 tentang pengetahuan masyarakat tentang pertolongan

pertama pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari,

diperoleh hasil secara umum bahwa pengetahuan masyarakat tentang pertolongan

pertama pada kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari

Tahun 2017 menunjukkan presentase tertinggi secara keseluruhan berada pada

kategori kurang dengan frekuensi sebesar 53 orang (55 %), dan presentase

terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 3 orang (3 %).

Adapun presentase masing-masing variabel dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan masyarakat tentang cara meminta pertolongan pada kecelakaan

lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017

menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang

dengan frekuensi sebesar 41 orang (42,7 %), dan presentase terendah berada

pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 25 orang (26 %).

2. Pengetahuan masyarakat tentang cara memberikan bantuan hidup dasar pada

kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun

2017 menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang

dengan frekuensi sebesar 46 orang (47,9 %), dan presentase terendah berada

pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 14 orang (14,6 %).

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

89

3. Pengetahuan masyarakat tentang cara menghentikan perdarahan luar pada

kecelakaan lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun

2017 menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang

dengan frekuensi sebesar 58 orang (60,4 %), dan presentase terendah berada

pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 11 orang (11,5 %).

4. Pengetahuan masyarakat tentang cara memasang bidai pada kecelakaan lalu

lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017

menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori kurang dan

cukup dengan frekuensi masing-masing sebesar 38 orang (39,6 %), dan

presentase terendah berada pada kategori baik dengan frekuensi sebesar 20

orang (20,8 %).

5. Pengetahuan masyarakat tentang cara memindahkan korban pada kecelakaan

lalu lintas di Jalan Kapten Piere Tendean Kota Kendari Tahun 2017

menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada kategori baik dengan

frekuensi sebesar 34 orang (35,4 %), dan presentase terendah berada pada

kategori kurang dengan frekuensi sebesar 30 orang (31,3 %).

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.poltekkes-kdi.ac.id/357/10/BAB I - BAB VI.pdf · A. Latar Belakang ... berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala (trauma

90

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:

1. Diharapkan kepada pemerintah agar mengoptimalkan pelaksanaan Sistem

Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) sehingga dapat membantu

masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah kegawatdaruratan sehari-hari.

Selain itu, diharapkan pemerintah juga membuat kebijakan tentang

dimasukkannya materi-materi dasar pertolongan pertama dalam kurikulum

institusi pendidikan.

2. Diharapkan kepada para tenaga kesehatan dan pihak-pihak lain yang

berwenang dalam mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya

pengetahuan dasar tentang pertolongan pertama khususnya pertolongan

pertama pada kecelakaan lalu lintas.

3. Diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat di Jalan Kapten Piere

Tendean Kota Kendari untuk lebih menggali informasi tentang pertolongan

pertama khususnya pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel lain agar

jangkauan hasil penelitian lebih luas.