bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.ump.ac.id/7712/2/bab i.pdf · ... pedagang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fakta geografi salah satunya adalah masalah kota yang identik dengan
kegiatan manusia yang padat dengan hasil budayanya sebagai fenomena
geografi. Fenomena geografi ini termasuk dalam kajian geografi kota yang
membahas kepadatan penduduk, ekonomi, dan tentang budayanya.
Kecenderungan masalah kota timbul akibat pemusatan penduduk dengan
aktifitasnya yang padat sehingga timbul corak kehidupan yang heterogen.
Corak kehidupan yang heterogen ini menimbulkan kebutuhan yang bersifat
spasial dan fungsional (Istaslama Bakri, 2013: 2).
Masalah spasial kota menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan
dan nilai ruang di kota. Masalah spasial ini menjadi bentuk perhatian dalam
cerita ruang dan pemanfaatannya yang membuat kajian geografi kota melihat
kota sebagai bentuk objek studi spasial yang fungsional dari ruang di
perkotaan. Salah satu contohnya penggunaan fasilitas jalan berupa trotoar di
jalan Kota Purwokerto. Masalah berubah fungsinya trotoar tidak sebagai
fasilitas jalan bagi pejalan kaki tetapi telah berubah tidak sesuai fungsinya.
Trotoar adalah salah satu pendukung fasiltas jalan yang termasuk di
salah fungsikan. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 45 ayat (1)
disebutkan bahwa fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
2
angkutan jalan meliputi trotoar, lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan
kaki, halte, dan atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat, dan manusia usia
lanjut.
Berikut fungsi trotoar menurut Departemen Pekerjaan Umum (1990) di
antaranya:
1. Untuk jalur transportasi bagi pejalan kaki agar selamat dan merasa nyaman
dalam transportasinya.
2. Untuk menungkatkan kelancaran lalu lintas baik kendaraan maupun
pejalan kaki.
3. Untuk memberikan ruang di bawah trotoar sebagai tempat utilitas
kelengkapan jalan seperti saluran air buangan muka jalan, penempatan
rambu lalu lintas, dan lain-lain.
Jadi trotoar merupkan transportasi bagi pejalan kaki untuk
mobilitasnya dan prasarana jalan yang merupakan pendukung transportasi
kendaraan (Direktorat Jendral Bina Marga, 1990).
Sesuai DAMAJA (Daerah Milik Jalan) syarat trotoar yang baik bagi
pejalan kaki adalah 1,8 meter sampai 2 meter di luar tempat parkir dan tempat
berjualan pedagang serta fasilitas publik lainnya yang tidak seharusnya berada
di trotoar. Sebaliknya, trotoar saat ini tidak dengan kriteria baik karena trotoar
telah berubah fungsi dari yang seharusnya bagi pejalan kaki tetapi malah
dipakai oleh pedagang kaki lima (Istaslama Bakri, 2013 : 2).
Pedagang di Indonesia telah dimulai dari jaman dahulu ketika bangsa
Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda. Pada saat itu sistem di Indonesia
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
3
dilakukan dengan cara barter dan belum memulai perdagangan dengan cara
pembayaran menggunakan uang sebagai sistem pembayaran. Pengertian dari
barter adalah kegiatan tukar-menukar barang atau jasa yang terjadi tanpa
perantaraan uang. Untuk mendapatkan barang-barang yang tidak dapat
dihasilkan sendiri maka mencari orang yang mau menukarkan barang yang
dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkannya. Kesulitan yang dialami oleh
manusia dalam barter adalah mempertemukan orang-orang yang saling
membutuhkan dalam waktu bersamaan (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Barter
diakses tanggal 10 Januari 2018).
Sejalan dengan perkembangan perekonomian di Indonesia,
perekonomian tidak hanya berkembang dalam skala besar, tetapi juga dalam
skala kecil ikut mengalami perkembangan, dimulai dari banyaknya pasar
tradisional yang beragam dalam jenisnya (Pasar Wage, Pasar Manis, Pasar
Pon), pedagang asongan, pedagang keliling yang ada disekitar pemukiman
masyarakat hingga Pedagang Kaki Lima yang menjadi permanen di ruas-ruas
jalan kota (http://id.m.wikipedia.org/wiki/pedagangkakilima diakses tanggal
10 Januari 2018).
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk
menyebut penjajak dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas ruas
jalan dan trotoar yang diperuntukan untuk pejalan kaki. Ada pendapat yang
menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak.
Pedagang bergerobak yang (mangkal) secara statis diruas jalan dan trotoar
adalah fenomena yang cukup baru, sebelumnya PKL didominasi oleh
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
4
pedagang pikulan (penjual kerak telor, penjual cendol) dan gelaran (seperti
tukang obat jalanan) (http://id.m.wikipedia.org/wiki/pedagangkakilima
diakses tanggal 10 Januari 2018).
Istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda.
Peraturan Pemerintah waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang
dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Setelah
Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan
oleh para pedagang untuk berjualan. Di beberapa tempat, pedagang kaki lima
dipermasalahkan karena menganggu para pengendara kendaraan bermotor dan
pejalan kaki. Pedagang kaki lima kerap menyediakan makanan atau barang
lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat murah dari pada membeli di toko.
Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang
pedagang yang memulai bisnis dengan modal yang kecil atau pedagang yang
berasal dari kalangan ekonomi lemah (Rholen Bayu Saputra, 2014 : 5).
Seperti telah diketahui secara umum bahwa salah satu potensi
pengembangan usaha dengan modal kecil di sektor informal adalah PKL.
Potensi ini apabila dikelola dengan baik, maka akan memberikan kontribusi
yang besar dalam aktifitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. PKL
adalah pedagang yang menjual barang dagangannya di pinggir jalan atau
tempat umum. Usaha pedagang tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat
yang dianggap strategis dalam suasana yang informal. Bahkan PKL, secara
nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang
berpenghasilan rendah, sehingga dapat tercipta suatu kondisi pemerataan
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
5
hasil-hasil pembangunan. Di kota-kota besar keberadaan PKL merupakan
suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil. Akhir-akhir ini
fenomena penggusuran terhadap para PKL marak terjadi. Para PKL digusur
oleh aparat pemerintah karena tidak memiliki izin usaha dan berjualan tidak
pada tempatnya.
Dalam melihat fenomena keberadaan PKL yang menjamur di Kota
Purwokerto ternyata keberadaannya dapat dijadikan sebagai salah satu
potensi bagi pembangunan daerah yang pengembangannya juga harus
diimbangi dengan keteraturan dan ketertiban agar keberadaannya tidak
merugikan pihak lain. Dalam perkembangannya, keberadaan PKL di kawasan
perkotaan dan di daerah-daerah tertentu seringkali menimbulkan masalah yang
terkait dengan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pada umumnya mereka berjualan di trotoar jalan, di taman-taman kota,
bahkan di badan jalan sehingga keberadaaan mereka sangat mengganggu
ketentraman dan kenyamanan pengguna jalan dan menghambat lalulintas.
Kehadiran PKL merupakan salah satu faktor yang menimbulkan
persoalan, baik dalam masalah ketertiban, lalulintas, keamanan, maupun
kebersihan. Berbagai permasalahan terkait dengan PKL banyak bermunculan
yang ternyata merugikan masyarakat dan juga pemerintah daerah sendiri
seperti rasa tidak nyaman karena keberadaan PKL yang tidak pada tempatnya
sehingga mengganggu kegiatan masyarakat sehari-hari. Selain itu ada juga
PKL yang mendirikan bangunan tempat usahanya secara permanen yang
sekaligus digunakan untuk tempat tinggal, hal ini juga bisa mendatangkan
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
6
kesulitan bagi pemerintah daerah dalam menghadapi sikap dan kemauan para
PKL ketika suatu saat akan ditata.
PKL ini timbul akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat
kecil yang tidak memiliki kemampuan untuk mencari pekerjaan demi
mendapatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab di dalam
melaksanakan pembangunan dibidang pendidikan, bidang perekonomian dan
penyediaan lapangan pekerjaan.
Saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas sudah membuat
peraturan untuk mengatur pedagang kaki lima, yaitu Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima. Pada Pasal 6 berbunyi :
1. Setiap orang dilarang melaksanakan kegiatan PKL di ruang milik publik,
kecuali pada lokasi yang ditetapkan oleh Bupati;
2. Pada lokasi kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati
menetapkan waktu, ukuran dan bentuk sarana PKL dalam melaksanakan
kegiatannya;
3. Bupati dalam menetapkan lokasi kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), memberitahukan kepada Pimpinan DPRD dan akan memperhatikan
saran dan masukan dari Pimpinan DPRD. Kebijakan tersebut dapat menjadi
dasar hukum dalam pengaturan, penataan, pemberdayaan, pembinaan dan
pengawasan kegiatan PKL.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
7
Pada Pasal 4, setiap PKL berhak :
1. Melaksanakan kegiatan PKL sesuai dengan Surat Penempatan PKL;
2. Memperoleh pembinaan dalam rangka mengembangkan kegiatan PKL menjadi
kegiatan perekonomian sektor formal;
3. Memperoleh fasilitas dalam rangka pemberdayaan PKL.
Rendahnya jumlah masyarakat Indonesia yang mengenyam
pendidikan membuat sebagian masyarakat kesulitan mencari lapangan
pekerjaan yang sesuai dengan tingkat ilmu dan pengetahuan yang dimiliki,
hal ini memaksa masyarakat mencari cara untuk bertahan hidup dengan
caranya sendiri. Inilah yang mengakibatkan semakin maraknya pedagang
kaki lima yang menjamur di setiap jalan-jalan kota tanpa mengindahakan
ketertiban dan kebersihan sarana umum, ditambah lagi dengan hilangnya
fungsi ruas jalan dan trotoar sebagai sarana sosial.
Seiring berjalannya waktu PKL ini tetap ada hingga sekarang. Para
pedagang ini dianggap menganggu para penguna jalan karena pedagang telah
memakan ruas jalan dalam mengelarkan dagangannya, khususnya di Kota
Purwokerto. Hal ini terjadi karena PKL sering menggunakan ruang publik, yang
seharusnya bukan untuk berjualan tetapi digunakan untuk melakukan
aktivitas perdagangan. Para penguna jalan juga dirugikan dengan menyempitnya
ruas jalan, sehingga lalu lintas menjadi terhambat karena tidak leluasa bergerak dan
pada akhirnya kemacetan tidak dapat dihindari.
Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas telah membuat regulasi
Peraturan Daerah untuk mengurai permasalahan PKL, namun demikian
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
8
kegiatan PKL di Kota Purwokerto masih menimbulkan permasalahan serius.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Banyumas merazia
sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang masih nekat beroperasi di
kawasan jalan Jenderal Soedirman Purwokerto. Kepala Seksi PKL
Dinperindag Kabupaten Banyumas menyampaiakan bahwa dari Dinperindag
Kabupaten Banyumas akan melakukan perundingan secara internal untuk
memutuskan waktu pindahan PKL jalan Jenderal Soedirman Purwokerto.
Sebelumnya juga sudah ada rencana penataan PKL jalan Jenderal Soedirman
Purwokerto namun selalu gagal dan bahkan shelter PKL di jalan Jenderal
Soedirman yang sebelumnya diperuntukan bagi PKL Jensoed juga tidak
berjalan lancar (http://radarbanyumas.co.id/pkl-jensud-purwokerto-bersedia-
ke-pratista-harsa/ diunggah tanggal 15 April 2017, diakses tanggal 10 Januari
2018).
Kabid Pasar dan PKL Dinperindag Kabupaten Banyumas
menyampaikan bahwa pihaknya akan terus melakukan pemantauan di
sepanjang kawasan jalan Jenderal Soedirman Purwokerto. Sejumlah personil
diterjunkan untuk melakukan patroli di sepanjang kawasan tersebut.
Tujuannya agar kawasan tersebut tertib dari PKL. (http://radarbanyumas.
co.id/sejumlah-pkl-masih-nekat-berjualan-kawasan-jensud-diawasi-satpol-pp/
diunggah tanggal 29 Mei 2017, diakses tanggal 10 Januari 2018).
Implikasi keberadaan kegiatan PKL ini menjadikan trotoar yang ada
di Kabupaten Banyumas bukan lagi milik pejalan kaki karena telah beralih
fungsi untuk kegiatan pedagang kaki lima (PKL) dan parkir sehingga para
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
9
pejalan kaki harus mengalah dengan turun ke badan jalan. Saat ini sudah
banyak trotoar di wilayah perkotaan Purwokerto yang rusak. Kerusakan
sebagian besar bukan disebabkan oleh pejalan kaki, melainkan kendaraan
yang parkir di atas trotoar serta tenda PKL yang kerap merusak paving
trotoar. Beberapa trotoar di ruas jalan dalam kota seperti Jalan HR Bunyamin,
Jalan Kombas, Jalan Soeparno, Jalan Jendral Sudirman Barat dan beberapa
ruas jalan lainnya, saat ini beralih fungsi menjadi tempat berjualan dan lahan
parkir, bahkan hampir seluruh badan trotoar digunakan, sehingga menutup
akses para pejalan kaki. Kebijakan pemerintah dengan menetapkan jam
operasional PKL di beberapa ruas jalan, secara tidak langsung juga
menambah potensi kerusakan trotoar. Di wilayah Jalan Jendral Sudirman
Barat hampir semua trotoar dipenuhi PKL dan sampai saat ini belum ada
tindakan apapun berupa ketegasan dari pemerintah, sehingga peraturan
daerah (perda) yang dibuat tidak terkesan mandul. (http://radarbanyumas.
co.id/pemkab-dinilai-kurang-tegas/diunggah tanggal 19 Desember 2015,
diakses tanggal 10 Januari 2018).
Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Jendral Sudirman saat ini masih
menjadi sorotan publik. Pasalnya sudah sejak lama, Pemkab Banyumas
dianggap tidak mampu menangani persoalan tersebut. Padahal dalam UU lalu
lintas dan angkutan umum, penggunaan bahu jalan atau trotoar merupakan
hak pejalan kaki. Namun dalam peraturan daerah dan peraturan bupati, PKL
boleh melakukan kegiatan ekonomi di trotoar, bahu jalan serta badan jalan.
Komisi B DPRD Banyumas, mengatakan masalah PKL dilematis yakni
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
10
sebagai usaha informal yang dilakukan oleh masyarakat tetapi juga
bertentangan dengan penggunaan jalan (http://radarbanyumas.co.id/pkl-
dilegalkan-berjualan-di-trotoar/ diunggah tanggal 21 Desember 2015, diakses
tanggal 10 Januari 2018).
Menurut Bambang Pudjiyanto, Anggota Fraksi PDI Perjuangan
DPRD Banyumas Masa Bhakti 2014-2019 dalam Website Personal Wakil
Rakyat, dari pengamatan sementara PKL di kota Purwokerto dapat diambil
pelajaran positif bahwa :
1. PKL merubah pola mark up menjadi pola efisiensi. Sewaktu menjadi
pegawai/karyawan pada umumnya berusaha menaikkan anggaran belanja,
tetapi sebagai PKL berusaha memperkecil anggaran belanja.
2. PKL merubah pola konsumtif (dengan membelanjakan uang gaji) menjadi
produktif (berusaha mendapatkan uang sesuai hasil kerja).
3. PKL merubah pola mencari kerja menjadi menciptakan kerja, dengan
tenaga kerja minimal 3 (tiga) orang untuk setiap warung tenda (walau
mereka masih dalam satu jalur hubungan keluarga).
4. Terjalin hubungan kerja secara tidak langsung yang positif dengan para
petani untuk kebutuhan bahan baku (daging, ayam, telur, puyuh, dara, lele,
ikan, beras, sayuran).
Namun demikian dengan belum adanya pola penataan dan pembinaan
terhadap PKL yang terkonsep secara komprehensif dari pihak penguasa,
menjadikan unsur PKL di kota Purwokerto dan di Kabupaten Banyumas pada
umumnya terkesan negatif ditinjau dari berbagai aspek, seperti : mengganggu
lalu-lintas dan pejalan kaki, mengganggu pedagang formal (pertokoan), tidak
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
11
tertib, dan mengganggu keindahan kota (http://bambangpudjiyanto.com/
article/11055/oh-pkl.html diakses tanggal 10 Januari 2018).
Berdasarkan uraian di atas penulis terdorong untuk menyusun skripsi
yang berjudul “Pengalihan Fungsi Trotoar Menjadi Perniagaan Pedagang
Kaki Lima (Studi Kasus di Kota Purwokerto).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang diuraikan sebelumnya
maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengalihan fungsi trotoar menjadi perniagaan Pedagang Kaki
Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 4 Tahun
2011 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima?
2. Bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas
terhadap pengalihan fungsi trotoar menjadi perniagaan Pedagang Kaki
Lima?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengalihan fungsi trotoar menjadi perniagaan Pedagang
Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 4
Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten
Banyumas terhadap pengalihan fungsi trotoar menjadi perniagaan
Pedagang Kaki Lima.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
12
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya di
bidang Hukum Administrasi Pemerintahan.
b. Sebagai informasi dan pencerahan bagi civitas akademika Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
c. Menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap
penerapan teori yang diterima selama menempuh kuliah guna
mengetahui dan mengatasi masalah hukum yang terjadi di masyarakat.
2. Manfaat praktis
a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang ketentuan
hukum praktik tentang permasalahan PKL.
b. Menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap
teori yang telah diterima selama menempuh kuliah guna mengetahui
dan mengatasi masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat berkaian
dengan PKL.
c. Memberikan masukan kepada stakeholder khususnya lembaga
parlementer dan pemerintah) dalam membuat peraturan perundang-
undangan di bidang administrasi pemerintahan yang dapat mengadopsi
kebutuhan PKL.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018