penataan pedagang kaki lima di kota semarang …

108
PENATAAN PEDA BERDASARKA Diajukan untuk UNIVERSITA i AGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMA AN RENCANA TATA RUANG WILAY KOTA SEMARANG SKRIPSI k Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan Program Studi Ilmu Hukum Disusun Oleh : MEINDRA AMBANG 02.02.51.0010 AS STIKUBANK (UNISBANK) SEMARANG FAKULTAS HUKUM SEMARANG 2011 ARANG YAH n G

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan

UNIVERSITAS STIKUBANK (UNISBANK)

i

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA SEMARANG

SKRIPSIuntuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan

Program Studi Ilmu Hukum

Disusun Oleh :

MEINDRA AMBANG02.02.51.0010

UNIVERSITAS STIKUBANK (UNISBANK) SEMARANGFAKULTAS HUKUM

SEMARANG2011

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan

SEMARANG

Page 2: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan

Dosen Pembimbing Utama/Penguji

Rochmani, SH. MHum NIY YU.2.03.04.061

ii

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA SEMARANG

SKRIPSIuntuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan

Program Studi Ilmu Hukum

Disusun Oleh :

MEINDRA AMBANG02.02.51.0010

Dosen Pembimbing Utama/Penguji Dosen Pembimbing Pembantu/Penguji

Rochmani, SH. MHum Dr. Safik Faozi, SH. MNIY YU.2.03.04.061 NIY YU.2.03.04.062

Penguji

Ana Siliviana, S.H., M.Hum.

Mengetahui,Dekan

Dr. Safik Faozi, S.H.,MHumNIY YU.2.03.04.062

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelessaikan

Dosen Pembimbing Pembantu/Penguji

zi, SH. MHumNIY YU.2.03.04.062

Page 3: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

iii

HALAMAN PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN KESIAPAN UJIAN SKRIPSI

Saya MEINDRA AMBANG dengan ini menyatakan bahwa laporan skripsi yang

berjudul ”PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA

SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG

WILAYAH KOTA SEMARANG” adalah benar hasil karya saya dan belum

pernah diajukan sebagai karya ilmiah sebagian atau seluruhnya, atas nama saya

atau pihak lain.

Kami setuju skripsi tersebut diajukan untuk ujian skripsi

Semarang, Agustus 2011

Dosen Pembimbing Utama Penulis

Rochmani, SH. MHum Meindra Ambang NIY YU.2.03.04.061 02.02.51.0010

Dosen Pembimbing Pembantu

Dr. Safik Faozi, SH. MHum NIY YU.2.03.04.062

Page 4: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Jika Hukum dibangun atas dasar keadilan, maka keadilan harus dibangun atas dasar keseimbangan…

Kudedikasikan karya ini untuk :

Kedua Orangtuaku

Orang-orang dekatku

Sahabat-sahabatku

Almamater tercinta FH UNISBANK

Page 5: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

v

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

berkenan mencurahkan semua rahmat dan karunia-Nya, semua pertolongan yang

telah diberikan, semua doa yang terkabulkan, dan luapan kasih Sayang-Nya yang

tiada pernah berhenti, sehingga skripsi yang berjudul : “PENATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG

BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA

SEMARANG”dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penyusunan skripsi ini secara umum untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi persyaratan guna menyelesaikan Program Sarjana (SI) Ilmu Hukum,

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana tanpa

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada yang :

1. Rektor Universitas STIKUBANK Semarang.

2. Dr. Safik Fauzi,S.H.,MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

STIKUBANK Semarang

3. Rochmani, SH. Mhum, selaku Dosen Pembimbing Utama, atas kesabaran,

pengarahan, bimbingan serta nasehatnya, sehingga skripsi ini dapat terlaksana

dengan baik.

4. Dr. Safik Fauzi,S.H.,MHum., selaku Dosen Pembimbing Pembantu, atas

kesabaran, pengarahan, bimbingan serta nasehatnya, sehingga skripsi ini dapat

terlaksana dengan baik.

Page 6: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

vi

5. Dosen serta staf pengajar Fakultas Hukum Universitas STIKUBANK

Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis

selama ini.

6. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan, merestui, serta mendorong penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak, demikian pula halnya dengan skripsi ini,

oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan. Semoga Allah SWT membalas budi baik dan amalannya yang telah

diberikan kepada penulis. Penulis berharap penelitian ini berguna bagi civitas

akademika Fakultas Hukum Universitas STIKUBANK Semarang pada khususnya

dan bagi para pembaca pada umumnya.

Semarang, Agustus 2011

Penulis,

Meindra Ambang

Page 7: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

vii

ABSTRAK

Pemerintah sebenarnya telah melakukan penataan terhadap pedagang kaki lima dengan membangun los-los di beberapa lokasi seperti loas PKL Kokrosono, los PKL Progo, los PKL Pasar waru. Dalam perkembangannya los-los tersebut belum dimanfaatkan oleh para pedagang kaki lima secara optimal. Sebagian besar pedagang kaki lima lebih senang beraktivitas di luar los daripada menempati los yang telah disediakan pemerintah. Kenyataan tersebut menyebabkan penataan pedagang kaki lima belum berjalan secara optimal sesuai yang diharapkan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, menarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG. Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : Bagaimana penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang ? Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang ? Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang ?

Metode penelitian menggunakan tipe penelitian hukum normatif (legal research). Penelitian ini bersifat deskriptif analistis. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan teknik yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang dilakukan secara logis dan mendalam yang akan menghasilkan data diskriptif analitis

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan, Penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Semarang baru sebatas pemecahan masalah (problem solving) yang bersifat sementara dan antisipatif semata. Kendala-kendala yang timbul, yaitu rendahnya kesadaran hukum PKL, lemahnya pengawasan, relokasi tempat jualan PKL yang tidak strategis dan memadai.Upaya-Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi kendala-kendala, yaitu memberikan penyuluhan dan pembinaan terhadap para PKL, memberikan edaran dan peringatan baik lisan maupun tertulis untuk mentaati ketentuan hukum yang ada, mengadakan penertiban secara bertingkat dari tingkat kelurahan, kecamatan maupun tingkat Kota (operasi yustisi) dalam rangka melakukan penegakan hukum terhadap Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima serta menindaklanjuti Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16 Tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang, serta mengupayakan lokasi/lahan baru bagi pedagang kaki lima yang belum mendapatkan tempat usaha. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan penataan belum bisa berjalan secara optimal disebabkan adanya beberapa hambatan yang dihadapi.

Page 8: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………........ i

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………….... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………..... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………...... iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………..... v

ABSTRAK...…………………………………………………………..... vii

DAFTAR ISI ………………………………………………………….... viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………….....… 1

B. Pembatasan Masalah ...................................................... 5

C. Perumusan Masalah ………………………………........ 5

D. Tujuan Penelitian ……........................………………… 5

E. Kegunaan Penelitian ……………………………………. 6

F. Sistematika Penulisan Hukum …………………………. 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pedagang Kaki Lima .................................... 9

B. Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima ...................... 13

C. Pengertian Penataan Ruang ........................................... 27

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian .....………..………………………........ 36

Page 9: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

ix

B. Spesifikasi Penelitian…………………………………... 36

C. Sumber Data…………………...……………………….. 36

D. Metode Pengumpulan Data………………………......... 37

E. Metode Panyajian Data................................................. 37

F. Metode Analisis Data……………………………..……. 37

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang 39

1. Gambaran Umum Kota Semarang…………………… 39

2. Jumlah Penduduk .................................................. 40

3. Gambaran Umum PKL ………………………………. 42

4. Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Semarang ................................................................. 44

B. Kendala-Kendala yang Timbul dalam Pelaksanaan

Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang ......... 66

C. Upaya-Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota

Semarang untuk Mengatasi Kendala-Kendala yang Timbul

dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota

Semarang ...................................................................... 69

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………… 72

B. Saran-saran …………………………………………. 74

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

x

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xi

1. JUDUL SKRIPSI

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG

BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA

SEMARANG

2. PELAKSANA PENELITIAN :

a. Nama Mahasiswa : MEINDRA AMBANG

b. NIM : 02.02.51.0010

c. Jumlah SKS : 139 SKS

d. IP Kumulatif :

3. DOSEN PEMBIMBING

a. Dosen Pembimbing Utama : ROCHMANI, S.H., M.Hum

b. Dosen Pembimbing Pembantu : SAFIK FAOZY, S.H., M.Hum

4. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari konsep

pembangunan nasional yang bersifat integral dan komprehensif. pembangunan

nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dari masyarakat

Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan dengan

kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam

pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang

Page 12: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xii

universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri

berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh moral dan etikanya.1

Pelaksanaan pembangunan baik yang bersifat nasional maupun lokal

regional harus tetap memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup. Hal

tersebut sangat penting mengingat kelangsungan lingkungan hidup sangat

dipengaruhi oleh pembangunan, sehingga saat ini muncul konsep

pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah proses

pembangunan yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup,

sehingga sumbar daya alam yang ada tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi

yang akan datang.2

Berkaitan dengan masalah pembangunan dan lingkungan hidup, maka

dalam setiap pelaksanaan pembangunan diperlukan suatu perencanaan tata

ruang bagi wilayah perkotaan. Perencanaan tata ruang kota yang dimaksud

adalah bentuk perencanaan fisik kota yang bertujuan untuk mewujudkan arah

pertumbuhan kota. Pengertian tata ruang menurut Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah wujud struktural dan

pola ruang.

Dalam rangka mengatur penataan dan pemanfaatan ruang di seluruh

wilayah Indonesia baik dalam lingkup nasional, regional maupun lokal,

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang yang mengatur konsep penataan ruang bagi setiap daerah di

Indonesia dengan memperhatikan fungsi tanah. Pengertian penataan ruang

menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 adalah suatu

proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

1Irawan dan M. Suparmoko, 1992, Ekonomika Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta, hal.

82 Ibid., hal. 451

Page 13: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xiii

Perencanaan pembangunan dan penataan kota secara ideal harus

memperhatikan berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi, budaya dan

sebagainya. Dikemukakan oleh Eko Budihardjo bahwa dalam suatu masyarakat

negara berkembang yang sarat dengan perubahan, perencanaan kota sebaiknya

merupakan latar yang mampu secara kenyal mewadahi perubahan fungsi dan

tuntutan kebutuhan serta perilaku penduduk kotanya.3

Pada kenyataannya perencanaan pembangunan dan penataan kota

seringkali mengabaikan pergerakan aktivitas penduduk kota yang dinamis,

sehingga perencanaan pembangunan dan penataan kota yang telah dibuat

menjadi usang dan tidak mampu mengatasi perkembangan ekonomi

masyarakat yang demikian cepat. Perkembangan pembangunan kota tidak

dapat lepas dari keberadaan para pelaku ekonomi. Pedagang kaki lima saat ini

keberadaanya sangat dilematis. Munculnya pedagang kaki lima di hampir sudut

kota telah menimbulkan masalah baru dan menyulitkan pemerintah kota dalam

melakukan penataan. Pedagang kaki lima banyak yang berjualan pada tempat

yang tidak semestinya, sehingga menimbulkan kesemrawutan.

Salah satu kota yang menghadapi masalah serius mengenai penataan

pedagang kaki lima adalah Semarang. Pemerintah Kota Semarang, sejak

bergulirnya era reformasi benar-benar mengalami perubahan yang cukup

berarti dalam bidang penataan kota. Maraknya pedagang kaki lima yang

memenuhi di hampir seluruh lahan Kota Semarang sejak lebih dari lima tahun

yang lalu merupakan salah satu tugas berat yang harus dipikul oleh Pemerintah

Kota Semarang. Dari data Kantor Infokom Kota Semarang tercatat jumlah

pedagang kaki lima lebih dari 25.000 dengan rincian 10.400 merupakan

pedagang kaki lima yang memiliki izin resmi dan sisanya lebih dari 15.000

merupakan pedagang kaki lima tak berizin (liar).4

3 Eko Budhardjo, 1997, Penataan Ruang Kota, Alumni, Bandung, hal 64 Media Semarang, 2002, Simalakama Penataan PKL, edisi April, hal 4

Page 14: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xiv

Pada dasarnya untuk menata pedagang kaki lima, Walikota Semarang

telah mengeluarkan surat keputusan, yaitu Surat Keputusan Walikota Semarang

Nomor 511.3/16/tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki

Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang. Pada kenyataannya Pedagang kaki

lima banyak yang tidak mentaati penggunaan lokasi dan waktu berdagang

sebagaimana ditentukan Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor

511.3/16/tahun 2001. Kondisi tersebut dapat dilihat pada lokasi-lokasi tertentu

seperti di sepanjang jalan Agus Salim Pasar Johar depan SCJ yang nyaris tanpa

aturan, kawasan Simpang Lima samping Plasa Simpang Lima yang berjubel,

jalan Patimura dan di bantaran kali Banjirkanal Barat sepanjang tepi jalan

Kokrosono yang telah banyak difungsikan sebagai tempat tinggal. 5

Pemerintah sebenarnya telah melakukan penataan terhadap pedaang

kaki lima dengan membangun los-los di beberapa lokasi seperti loas PKL

Kokrosono, los PKL Progo, los PKL Pasar waru. Dalam perkembangannya los-

los tersebut belum dimanfaatkan oleh para pedagang kaki lima secara optimal.

Sebagian besar pedagang kaki lima lebih senang beraktivitas di luar los

daripada menempati los yang telah disediakan pemerintah. Kenyataan tersebut

menyebabkan penataan pedagang kaki lima belum berjalan secara optimal

sesuai yang diharapkan.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, menarik untuk melakukan

penelitian dengan judul : PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI

KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG

WILAYAH KOTA SEMARANG

4.1 PEMBATASAN MASALAH

Agar penelitian ini tidak melebar dan menyimpang dari tujuan yang

hendak dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Dalam penelitian

5Tugu Muda, 2001, Perlunya Penataan PKL, Edisi nomor 153, hal 2

Page 15: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xv

ini permasalahan dibatasi hanya pada masalah penataan pedagang kaki lima

dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penataan pedagang kaki lima

berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Semarang.

4.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, dapat dirumuskan

suatu permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana penataan pedagang kaki lima d Kota Semarang berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang ?

2. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang ?

3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang

untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang.

5. PENELAAHAN PUSTAKA

a. TINJAUAN PUSTAKA

1) Tinjauan Tentang Penataan Ruang

Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun

2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa tata ruang kota adalah

suatu proses dari perencanaan ruang kota, pemanfaatan ruang kota dan

pengendalian pemanfaatan ruang kota. Dari pengertian tersebut dapat

dimengerti bahwa dalam pelaksanaannya, tata ruang kota mencakup 3

(Tiga) proses, yaitu :6

a. Perencanaan ruang kota, adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

6 B. Restu Cipto Handoyo, 1995, Aspek-Aspek Hukum Administrasi Negara dalam

Penataan Ruang,Yogyakarta :Atmajaya, hal 48

Page 16: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xvi

b. Pemanfaatan ruang kota, adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya

c. Pengendalian pemanfaatan ruang kota, adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang

Sementara pengertian tata ruang menurut Pasal 1 huruf e

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 4 tahun 1999 tentang Rencana

Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II

Semarang Bagian Wilayah Kota III (Kecamatan Semarang Utara dan

Kecamatan Semarang Barat) tahun 1995 –2005 disebutkan bahwa :

“Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik

direncanakan atau tidak”.

Pengertian ruang menurut Pasal 1 huruf d Peraturan Daerah

Kota Semarang Nomor 4 tahun 1999 tentang Rencana Detail Tata

Ruang Kota (RDTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Bagian

Wilayah Kota III (Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan

Semarang Barat) tahun 1995 –2005 adalah : “Wadah yang meliputi

ruang daratan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat

manusia dan makhluk lainnya melakukan kegiatan serta memelihara

kelangsungan hidupnya.”

Tata ruang yang ada perlu dikembangkan dan dimanfaatkan

guna kepentingan masyarakat dan pembangunan. Pemanfaatan ruang

dikembangkan melalui :7

a. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.

b. Perangkat yang berupa insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara.

Pada asasnya penataan ruang menurut Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah :

7 Ibid, hal 51

Page 17: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xvii

a. Keterpaduan

b. Keserasian, keselarasan, keseimbangan

c. Keberkelanjutan

d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan

e. Keterbukaan

f. Kebersamaan dan kemitraan

g. Perlindungan kepentingan umum

h. Kepastian hukum dan keadilan

i. Akuntabilitas

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang menjelaskan tentang tujuan dari penataan ruang, yaitu :

Penataan ruang bertujuan :a. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang

berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung

dan kawasan budi daya.c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :

1) Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera.

2) Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

3) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

4) Mewujudkan perlindungan fungsi tata ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

5) Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan. Konsep-konsep pengembangan kota selalu memperhatikan

proses maupun akibat megenai growth and develop. Perencanaan tata

kota dengan demikian harus memiliki berbagai alternatif di dalam

kebijaksanaan pengembangan kota. Salah satu konsep pengembangan

yang konservatif adalah melalui penataan kembali terhadap keadaan

yang sudah ada yaitu “Re-settlement” atau secara berani

Page 18: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xviii

mengembangkan suatu fokus baru dipinggiran kota sebagai suatu

satelit.8

Dilihat dari segi dimensi ruang, maka bentuk-bentuk penataan

ruang kota meliputi tata ruang daratan, tata ruang lautan dan tata ruang

udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Perencanaan tata ruang kota dilakukan melalui proses dan prosedur

penyusunan serta penetapan rencana tata ruang kota berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa :

Proses dan prosedur penyusunan tata ruang wilayah nasional yang

meliputi rencana tata ruang wilayah Provinsi dan rencana tata ruang

wilayah Kabupaten/Kota dilakukan secara terarah dan terpadu.

Pemanfaatan ruang adalah serangkaian program kegiatan pelaksanaan

pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu

tertentu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat pahami bahwa

penataan ruang merupakan konsep makro dalam merencanakan

pembangunan kota secara menyeluruh, sedangkan penataan ruang

publik meliputi penataan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan

kawasan tertentu yang serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan

kepentingan umum.

2) Tinjauan Tentang Pedagang Kaki Lima

8 Ibid, hal 34

Page 19: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xix

Secara umum pedagang kaki lima dapat diartikan sebagai salah

satu usaha sektor informal yang dilakukan oleh anggota masyarakat

guna memenuhi kebutuhan hidupnya.9 Sektor informal ini lahir karena

keterdesakan mereka untuk berperan dalam sektor formal disebabkan

ketidakmampuan untuk bersaing dengan masyarakat lainnya di sektor

formal. Ada pula yang menyebut pedagang kaki lima dengan istilah

wira kelana.

Menurut Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun

2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

disebutkan pengertian pedagang kaki lima, yaitu :

Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang di dalam usahanya mempergunakan sarana dan atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan dan atau mempergunakan tempat usaha yang menempati tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah dan atau pihak lain.

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000

ternyata tidak memberikan perbedaan mengenai pedagang kaki lima.

Hal ini berbeda dengan Peraturan Daerah sebelumnya yang membagi

pedagang kaki lima menjadi 2 (dua) golongan, yakni disebutkan dalam

Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 1986 :

a. Pedagang Kaki Lima Tertata Pedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi yang telah sesuai/diijinkan oleh Walikota Semarang dan memiliki ijin tempat dasaran serta mentaati ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah secara baik/konsekuen, misalnya membayar retribusi setiap hari dengan tepat waktu dan menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan secara teratur.

9 Sarastri Wilonoyudho, 2000, Menata Pedagang Kaki Lima, artikel wacana mahasiswa

Suara Merdeka, tanggal 3 Oktober

Page 20: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xx

b. Pedagang Kaki Lima BinaanPedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi larangan/yang tidak diijinkan oleh Walikota Semarang dan tidak dikenakan penarikan retribusi, namun keberadaannya selalu diawasi, dibina dan diarahkan untuk menjadi pedagang kaki lima yang baik.

Pedagang kaki lima pada dasarnya merupakan salah satu pelaku

usaha sektor informal yang ikut mewarnai kegiatan ekonomi dan tidak

dapat dipisahkan dari kompleksitas pembangunan manual, yang

keberadaannya mampu memperluas lapangan pekerjaan. Pedagang kaki

lima ini berkembang luas dan pesat terutama sekali di daerah perkotaan

baik berupa pedagang makanan dan minuman, barang-barang bekas,

jasa dan lain sebagainya. Sektor informal ini lahir karena keterdesakan

mereka untuk berperan dalam sektor formal disebabkan

ketidakmampuan untuk bersaing dengan masyarakat lainnya di sektor

formal.

Pedagang kaki lima pada kehidupan sehari-hari banyak

menempati daerah-daerah yang cukup strategis dalam mengembangkan

aktifitasnya dengan cara menawarkan barang/jasa usahanya baik dalam

bentuk tenda (sistem bongkar pasang) gerobak, pasar krempyeng, los

terbuka maupun kios-kios.

Pedagang kaki lima merupakan salah satu pengusaha sektor

informal yang ikut mewarnai kegiatan ekonomi dan tidak dapat

dipisahkan dari kompleksitas pembangunan manual, di mana

keberadaannya mampu memperluas lapangan pekerjaan. Pedagang kaki

lima ini berkembang luas dan pesat terutama sekali di daerah perkotaan

Page 21: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxi

baik berupa pedagang makanan dan minuman, barang-barang bekas,

jasa dan lain sebagainya.

Pedagang kaki lima pada kehidupan sehari-hari banyak

menempati daerah-daerah yang cukup strategis dalam mengembangkan

aktifitasnya dengan cara menawarkan barang/jasa usahanya baik dalam

bentuk tenda (sistem bongkar pasang) gerobak, pasar krempyeng, los

terbuka maupun kios-kios.

Dari gambaran tersebut di atas dapat ditarik suatu simpulan

bahwa para pedagang kaki lima (PKL) ini memiliki fungsi ekonomis

bagi kalangan menengah ke bawah dalam memperoleh kebutuhan hidup

mereka sehari-hari, sehingga keberadaan para pedagang kaki lima

(PKL) ini diakui atau tidak sangat diperlukan.

3) Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Semarang

Kebijakan secara etimologi dapat diartikan sebagai tindakan

untuk bertindak.10 Kebijakan menurut kamus besar Bahasa Indonesia

adalah ; Serangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar rencana

pelaksanaan kepemimpinan dan cara bertindak.”11 Kebijakan

merupakan terjemahan dari policy yang berarti suatu unit rencana yang

dipergunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan khususnya di

dalam bidang politik, ekonomi, bisnis dan lain-lain.

10Solichin Abdul Wahab, 1991, Analisis Kebijaksanaan dan Formulasi ke Implentasi, Bumi

Aksara, Jakarta, hal 1211 Depdikbud, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal 115

Page 22: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxii

Istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan

tindakan atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada

umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk

peraturan.12 Lebih lanjut Mustopadidjaja memberikan definisi kerja

tentang kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi yang

dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau untuk

mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat

dijadikan pedoman perilaku dalam :13

a. Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik

kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan,

b. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah

ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana

maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Anderson mengklasifikasikan kebijakan, policy, menjadi dua,

yakni substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang

seharusnya dikerjakan oleh pemerintah, sedangkan kebijakan

prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut

diselenggarakan.14 Menurut Anderson, kebijakan politik adalah

kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan

12Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo,

Jakarta, hal 158 13Mustopadidaja, 1992, Studi Kebijaksanaan, Perkembangan dan Penerapan dalam

rangka Administrasi dan Manajemen Pembangunan, LP-FEUI, Jakarta, hal 1614 Hanif Nurcholis, Loc.cit

Page 23: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxiii

pejabat-pejabat pemerintah. Terdapat lima hal yang berhubungan

dengan kebijakan publik :15

Perkembangan pedagang kaki lima secara umum menunjukkan

peningkatan yang sangat besar, sementara di pandang dari sudut

kebersihan dan ketertiban atau bahkan dari keindahan justru semakin

menurun.hal tersebut dapat dilihat pada titik-titik lokasi pedagang kaki

lima yang ada di beberapa sudut kota-kota besar. Pedagang kaki lima

menempati lahan secara berjubel dengan tenda yang semrawut sehingga

tampak kumuh di pasar-pasar yang terkesan nyaris tanpa aturan. Di

bantaran-bantaran sungai ratusan pedagang kaki lima dengan tenang

menggelar dagangan aneka rupa.

Mengenai kebijakan pemerintah Kota Semarang tentang

penataan pedagang kaki lima diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.

Dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan

dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima diatur hak dan kewajiban bagi

pedagang kaki lima. Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000

menyebutkan :

Setiap PKL mempunyai hak :a. Mendapatkan pelayanan perijinanb. Penyediaan lahan lokasi PKLc. Mendapatkan pengaturan dan pembinaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas secara umum dapat

diketahui hak-hak dari pedagang kaki lima, yakni pedagang kaki lima

Kota Semarang berhak mendapatkan pelayanan perizinan, penyediaan

15 Ibid, hal 159

Page 24: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxiv

lahan lokasi pedagang kaki lima dan mendapatkan pengaturan dan

pembinaan. Hak pedagang kaki lima tersebut didasarkan pada

pertimbangan tertentu, seperti ketersediaan lokasi bagi pedagang kaki

lima, mengingat bahwa sampai saat jumlah lokasi yang disediakan

khusus bagi pedagang kaki lima belum memadai atau belum cukup

menampung seluruh pedagang kaki lima yang ada di Kota Semarang.

Adapun Pasal 7 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000

mengatur kewajiban bagi pedagang kaki lima, yaitu :

a. Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan lingkungan.

b. Menempatkan, menata barang dagangan dan peralatannya dengan tertib dan teratur serta tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum.

c. Mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran dengan menyediakan alat pemadam kebakaran.

d. Menempati sendiri tempat usaha PKL, sesuai ijin yang dimilikinya. e. Menyerahkan tempat usaha PKL tanpa menuntut ganti rugi dalam

bentuk apapun, apabila sewaktu-waktu dibutuhkan Pemerintah Daerah.

f. Melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka pedagang kaki

lima berkewajiban menjaga tempat usahanya dan menempati sendiri

tempat usaha tersebut. Apabila sewaktu-waktu Pemerintah Kota

Semarang membutuhkan lahan tersebut, maka pedagang kaki lima

diwajibkan untuk pindah tanpa mendapat ganti rugi apapun.

Keberadaan pedagang kaki lima di kota-kota besar secara tidak

langsung telah membantu Pemerintah dalam mengatasi pengangguran

(menyerap tenaga kerja) dengan menciptakan lapangan pekerjaan baik

bagi diri mereka sendiri maupun orang lain.

Page 25: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxv

b. DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

B. Restu Cipto Handoyo, 1995, Aspek-Aspek Hukum Administrasi Negara dalam Penataan Ruang,Yogyakarta :Atmajaya

Eko Budhardjo, 1997, Penataan Ruang Kota, Alumni, Bandung

Irawan dan M. Suparmoko, 1992, Ekonomika Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta

Sarastri Wilonoyudho, 2000, Menata Pedagang Kaki Lima, artikel wacana mahasiswa Suara Merdeka, tanggal 3 Oktober

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001 Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Radja Grafindo Persada, Jakarta

Majalah/Koran

Media Semarang, 2002, Simalakama Penataan PKL, edisi April

Tugu Muda, 2001, Perlunya Penataan PKL, Edisi nomor 153

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 tahun 2001 tentang Larangan Berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Lokasi Tertentu

Surat Keputusan Walikota Nomor 511.3/16 tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang.

6. TUJUAN DAN GUNA PENELITIAN

Page 26: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxvi

6.1 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Untuk menjelaslam penataan pedagang kaki lima d Kota Semarang

berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang.

2. Untuk menjelaslam kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan

penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang .

3. Untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi kendala-kendala yang

timbul dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di Kota

Semarang

6.2 GUNA PENELITIAN

Dilihat dari segi guna penelitian, maka dapat dibedakan menjadi 2

(dua), yaitu :

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu

hukum khususnya yang menyangkut dengan hukum administrasi negara

di civitas akademika Unisbank Semarang.

2. Kegunaan Praktis

a) Bagi Instansi

Diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi

pemerintah dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semaang berdasarkan Rencana Tata

Page 27: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxvii

Ruang Wilayah Kota Semarang

b) Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan penataan pedagang kaki

lima di Kota Semarang

c) Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data

awal guna melakukan penjelajahan lebih lanjut dalam bidang kajian

yang sama atau dalam bidang kajian yang memiliki keterkaitan

dengan pembahasan dalam penelitian ini.

7. METODE PENELITIAN

a. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif (normatif legal research).16 Penelitian hukum

normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data

kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tersier belaka. Penelitian hukum normative atau

kepustakaan mencakup :17

1) Penelitian terhadap asas-asas hukum

2) Penelitian terhadap sistematik hukum

3) Penelitian terhadap sinkronisasi vertical dan horisontal

4) Perbandingan hukum

16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001 Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Radja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13-1417 Ibid

Page 28: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxviii

5) Sejarah hukum

Dalam penelitian ini meneliti tentang sinkronisasi hukum berkaitan

dengan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang.

b. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, yaitu menggambarkan

gejala hukum, melukiskan secara sistematik faktual dan akurat mengenai

penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Semarang dan berdasarkan peraturan-peraturan

hukum yang berlaku..

c. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini data sekunder,

yaitu data kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier...

d. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitienini

adalah Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan teknik yang

dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu :

a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

c) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

d) Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan

Pembinaan Pedagang Kaki Lima

Page 29: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxix

e) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 tahun 2001 tentang

Larangan Berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Lokasi

Tertentu

2. Bahan hukum sekunder meliputi :

Pendapat para sarjana mengenai perlindungan konsumen, literatur-

literatur yang berkaitan dengan masalah penataan pedagang kaki lima di

Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Semarang, serta dokumen yang bersifat publik..

e. Metode Penyajian Data

Data yang telah diperoleh dan dikumpulkan kemudian diolah dan

disajikan dalam bentuk uraian atau penggambaran, yakni memberikan

gambaran secara terperinci, sistematis dan menyeluruh mengenai

permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penelitian.

f. Metode Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode analisis

kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang

meliputi asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan-peraturan

hukum yang berlaku di masyarakat dikaitkan dengan penataan pedagang

kaki lima di Kota Semarang.

Untuk menganalisis data digunakan aturan hukum/dogma, norma

hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban pedagang kaki lima,

larangan-larangan bagi pedagang kaki lima, penentuan lokasi bagi

pedagang kaki lima.

Page 30: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxx

8. JADWAL PELAKSANAAN

● Persiapan : 15 hari

● Pengumpulan Data : 15 hari

● Analisa Data : 20 hari

● Pengolahan Data : 20 hari

● Penyusunan Laporan Sementara : 20 hari

● Review : 5 hari

● Perbaikan dan Pembenahan : 30 hari

Jumlah : 125 hari

Semarang, Desember 2009

Menyetujui

Dosen Pembimbing Utama Pelaksana Penelitian

ROCHMANI, S.H., M.Hum MEINDRA AMBANG

Page 31: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari konsep

pembangunan nasional yang bersifat integral dan komprehensif. pembangunan

nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dari masyarakat

Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan dengan

kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam

pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang

universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri

berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh moral dan etikanya.18

Pelaksanaan pembangunan baik yang bersifat nasional maupun lokal

regional harus tetap memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup. Hal

tersebut sangat penting mengingat kelangsungan lingkungan hidup sangat

dipengaruhi oleh pembangunan, sehingga saat ini muncul konsep

pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah proses

pembangunan yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup,

sehingga sumbar daya alam yang ada tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi

yang akan datang.19

18Irawan dan M. Suparmoko, 1992, Ekonomika Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta,

hal. 819 Ibid., hal. 451

Page 32: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxii

Berkaitan dengan masalah pembangunan dan lingkungan hidup, maka

dalam setiap pelaksanaan pembangunan diperlukan suatu perencanaan tata

ruang bagi wilayah perkotaan. Perencanaan tata ruang kota yang dimaksud

adalah bentuk perencanaan fisik kota yang bertujuan untuk mewujudkan arah

pertumbuhan kota. Pengertian tata ruang menurut Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah wujud struktural dan

pola ruang.

Dalam rangka mengatur penataan dan pemanfaatan ruang di seluruh

wilayah Indonesia baik dalam lingkup nasional, regional maupun lokal,

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang yang mengatur konsep penataan ruang bagi setiap daerah di

Indonesia dengan memperhatikan fungsi tanah. Pengertian penataan ruang

menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 adalah suatu

proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

Perencanaan pembangunan dan penataan kota secara ideal harus

memperhatikan berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi, budaya dan

sebagainya. Dikemukakan oleh Eko Budihardjo bahwa dalam suatu masyarakat

negara berkembang yang sarat dengan perubahan, perencanaan kota sebaiknya

merupakan latar yang mampu secara kenyal mewadahi perubahan fungsi dan

tuntutan kebutuhan serta perilaku penduduk kotanya.20

Pada kenyataannya perencanaan pembangunan dan penataan kota

seringkali mengabaikan pergerakan aktivitas penduduk kota yang dinamis,

20 Eko Budhardjo, 1997, Penataan Ruang Kota, Alumni, Bandung, hal 6

Page 33: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxiii

sehingga perencanaan pembangunan dan penataan kota yang telah dibuat

menjadi usang dan tidak mampu mengatasi perkembangan ekonomi

masyarakat yang demikian cepat. Perkembangan pembangunan kota tidak

dapat lepas dari keberadaan para pelaku ekonomi. Pedagang kaki lima saat ini

keberadaanya sangat dilematis. Munculnya pedagang kaki lima di hampir sudut

kota telah menimbulkan masalah baru dan menyulitkan pemerintah kota dalam

melakukan penataan. Pedagang kaki lima banyak yang berjualan pada tempat

yang tidak semestinya, sehingga menimbulkan kesemrawutan.

Salah satu kota yang menghadapi masalah serius mengenai penataan

pedagang kaki lima adalah Semarang. Pemerintah Kota Semarang, sejak

bergulirnya era reformasi benar-benar mengalami perubahan yang cukup

berarti dalam bidang penataan kota. Maraknya pedagang kaki lima yang

memenuhi di hampir seluruh lahan Kota Semarang sejak lebih dari lima tahun

yang lalu merupakan salah satu tugas berat yang harus dipikul oleh Pemerintah

Kota Semarang. Dari data Kantor Infokom Kota Semarang tercatat jumlah

pedagang kaki lima lebih dari 25.000 dengan rincian 10.400 merupakan

pedagang kaki lima yang memiliki izin resmi dan sisanya lebih dari 15.000

merupakan pedagang kaki lima tak berizin (liar).21

Pada dasarnya untuk menata pedagang kaki lima, Pemerintah Kota

Semarang secara normatif telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota

Semarang Nomor 11 tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang

Kaki Lima dan mengeluarkan surat keputusan, yaitu Surat Keputusan Walikota

21 Media Semarang, 2002, Simalakama Penataan PKL, edisi April, hal 4

Page 34: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxiv

Semarang Nomor 511.3/16/tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang. Pada kenyataannya

Pedagang kaki lima banyak yang tidak mentaati penggunaan lokasi dan waktu

berdagang sebagaimana ditentukan Surat Keputusan Walikota Semarang

Nomor 511.3/16/tahun 2001. Kondisi tersebut dapat dilihat pada lokasi-lokasi

tertentu seperti di sepanjang jalan Agus Salim Pasar Johar depan SCJ yang

nyaris tanpa aturan, kawasan Simpang Lima samping Plasa Simpang Lima

yang berjubel, jalan Patimura dan di bantaran kali Banjirkanal Barat sepanjang

tepi jalan Kokrosono yang telah banyak difungsikan sebagai tempat tinggal. 22

Pemerintah sebenarnya telah melakukan penataan terhadap pedagang

kaki lima dengan membangun los-los di beberapa lokasi seperti loas PKL

Kokrosono, los PKL Progo, los PKL Pasar waru. Dalam perkembangannya los-

los tersebut belum dimanfaatkan oleh para pedagang kaki lima secara optimal.

Sebagian besar pedagang kaki lima lebih senang beraktivitas di luar los

daripada menempati los yang telah disediakan pemerintah. Kenyataan tersebut

menyebabkan penataan pedagang kaki lima belum berjalan secara optimal

sesuai yang diharapkan.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, menarik untuk melakukan

penelitian dengan judul : PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI

KOTA SEMARANG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG

WILAYAH KOTA SEMARANG

B. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak melebar dan menyimpang dari tujuan yang

hendak dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Dalam penelitian

ini permasalahan dibatasi hanya pada masalah penataan pedagang kaki lima

22Tugu Muda, 2001, Perlunya Penataan PKL, Edisi nomor 153, hal 2

Page 35: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxv

dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penataan pedagang kaki lima

berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Semarang.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, dapat dirumuskan

suatu permasalahan sebagai berikut :

4. Bagaimana penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang ?

5. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang ?

6. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang

untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dapat diuraikan

sebagai berikut :

4. Untuk menjelaskan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang

berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang.

5. Untuk menjelaskan kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan

penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang .

6. Untuk menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota

Semarang untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam

pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang

Page 36: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxvi

E. Kegunaan Penelitian

Dilihat dari segi guna penelitian, maka dapat dibedakan menjadi 2

(dua), yaitu :

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu

hukum khususnya yang menyangkut dengan hukum administrasi negara di

civitas akademika Unisbank Semarang.

2. Kegunaan Praktis

d) Bagi Instansi

Diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi

pemerintah dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semaang berdasarkan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Semarang

e) Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat

berkaitan dengan pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di Kota

Semarang

f) Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data

awal guna melakukan penjelajahan lebih lanjut dalam bidang kajian

yang sama atau dalam bidang kajian yang memiliki keterkaitan

dengan pembahasan dalam penelitian ini.

Page 37: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxvii

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Agar hasil penelitian ini nantinya dapat dipahami secara benar, maka

dalam penyusunannya perlu dilakukan secara runtut dan sistematis. Adapun

sistematika penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut :

Bab I tentang Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

Bab II tentang Tinjauan Pustaka yang menguraikan teori-teori guna

mendukung penelitian ini meliputi pengertian pedagang kaki lima, kebijakan

penataan pedagang kaki lima, dan pengertian penataan ruang.

Bab III tentang Metode Penelitian yang meliputi tipe penelitian,

spesifikasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode

penyajian data, serta metode analisis data.

Bab IV tentang Hasil Penelitian dan Analisis yang menjelaskan hasil

penelitian beserta pembahasannya meliputi penataan pedagang kaki lima d

Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang,

kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima

di Kota Semarang, upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota

Semarang untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan

penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang.

Bab V tentang Penutup yang terdiri atas kesimpulan dari hasil

penelitian dan saran yang diberikan.

Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran

Page 38: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxviii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima secara sederhana dapat diartikan sebagai salah satu

usaha sektor informal yang dilakukan oleh anggota masyarakat guna memenuhi

kebutuhan hidupnya.23 Ada pula yang menyebut pedagang kaki lima dengan

istilah wira kelana. Pengertian pedagang kaki lima secara yuridis dapat

ditemukan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000

Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. disebutkan dalam

Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000 Tentang

Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima:

Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang di dalam usahanya mempergunakan sarana dan atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan dan atau mempergunakan tempat usaha yang menempati tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah dan atau pihak lain.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa

pedagang kaki lima merupakan pedagang yang mempergunakan sarana dan

[rasarana yang mudah dibongkar pasang. Peraturan Daerah Kota Semarang

Nomor 11 Tahun 2000 tidak memberikan perbedaan mengenai pedagang kaki

lima. Sebelumnya dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun

1986 tentang Pengaturan Tempat Usaha dan serta Pembinaan Pedagang Kaki

Lima, pedagang kaki lima dibedakan dalam 2 (dua) golongan. Disebutkan

23 Sarastri Wilonoyudho, 2000, Menata Pedagang Kaki Lima, artikel wacana mahasiswa

Suara Merdeka, tanggal 3 Oktober

Page 39: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xxxix

dalam ketentuan Pasal 2, Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun

1986 Pengaturan Tempat Usaha dan serta Pembinaan Pedagang Kaki Lima

bahwa pedagang kaki lima dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

c. Pedagang Kaki Lima Tertata

Pedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati

lokasi yang telah sesuai/diijinkan oleh Walikota Semarang dan

memiliki ijin tempat dasaran serta mentaati ketentuan-ketentuan

atau peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah

Daerah secara baik/konsekuen, misalnya membayar retribusi setiap

hari dengan tepat waktu dan menjaga kebersihan dan keindahan

lingkungan secara teratur.

d. Pedagang Kaki Lima Binaan

Pedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati

lokasi larangan/yang tidak diijinkan oleh Walikota Semarang dan

tidak dikenakan penarikan retribusi, namun keberadaannya selalu

diawasi, dibina dan diarahkan untuk menjadi pedagang kaki lima

yang baik.

Pedagang kaki lima pada dasarnya merupakan salah satu pelaku usaha

sektor informal yang ikut mewarnai kegiatan ekonomi dan tidak dapat

dipisahkan dari kompleksitas pembangunan manual, yang keberadaannya

mampu memperluas lapangan pekerjaan. Pedagang kaki lima ini berkembang

luas dan pesat terutama sekali di daerah perkotaan baik berupa pedagang

makanan dan minuman, barang-barang bekas, jasa dan lain sebagainya. Sektor

Page 40: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xl

informal ini lahir karena keterdesakan mereka untuk berperan dalam sektor

formal disebabkan ketidakmampuan untuk bersaing dengan masyarakat lainnya

di sektor formal

Pedagang kaki lima pada kehidupan sehari-hari banyak menempati

daerah-daerah yang cukup strategis dalam mengembangkan aktifitasnya

dengan cara menawarkan barang/jasa usahanya baik dalam bentuk tenda

(sistem bongkar pasang) gerobak, pasar krempyeng, los terbuka maupun kios-

kios.

Keberadaan pedagang kaki lima di kota-kota besar secara tidak

langsung telah membantu Pemerintah dalam mengatasi pengangguran

(menyerap tenaga kerja) dengan menciptakan lapangan pekerjaan baik bagi diri

mereka sendiri maupun orang lain.

Mengenai keberadaan atau lahirnya pedagang kaki lima ini telah

memunculkan dua pandangan dilihat dari kajian para pakar pembangunan

kota. Pandangan ini lahir dari perhatian para pakar pembangunan kota

terhadap keterkaitan pertumbuhan penduduk sebagai akibat migrasi,

urbanisasi dan perkembangan kota berikut pedagang kaki lima. Kedua

pandangan ini adalah sebagai berikut :

a. Pandangan pertama yang meyakini bahwa mengalirnya angkatan

kerja dari desa ke kota yang banyak terserap di sektor informal

merupakan gejala positif. Sektor informal dipandang sebagai cikal

bakal tumbuhnya benih-benih kewirausahaan yang selanjutnya

Page 41: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xli

diharapkan bakal memunculkan pengusaha pribumi untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi kota.

b. Pandangan kedua mengatakan bahwa sektor informal berdiri

terpisah dari sektor formal, dan terpisah dari kegiatan ekonomi kota.

Kehadiran sektor informal akan berlangsung secara permanen,

karena mereka pada umumnya “korban” dari kegiatan ekonomi

pengusaha besar dan kebijakan ekonomi makro lainnya.24

Dikemukakan oleh Pahlawansyah bahwa pedagang kaki lima

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kerakyatan, pedagang

kaki lima menjadi alternatif usaha yang sangat lentur seperti halnya bidang

usaha dalam kemasan ekonomi kerakyatan lainnya. Kelenturan itu terutama

pada saat krisis ekonomi, kegiatan ekonomi ini mampu bertahan.25

Dari gambaran tersebut di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa para

pedagang kaki lima (PKL) ini memiliki fungsi ekonomis bagi kalangan

menengah ke bawah dalam memperoleh kebutuhan hidup mereka sehari-hari,

sehingga keberadaan para pedagang kaki lima (PKL) ini diakui atau tidak

sangat diperlukan.

Masalah pedagang kaki lima telah banyak dibicarakan dan didiskusikan

terutama mengenai penataan pedagang kaki lima (PKL) di Kota-kota besar

seperti Semarang, Jakarta, Surabaya, Medan. Pembicaraan mulai dari tulisan

di koran, seminar, diskusi, siaran di radio, televisi dan lain-lain. Masalah

pedagang kaki lima sebenarnya merupakan masalah yang sangat kompleks, dan

24Ibid25 Media Semarang, Op.cit, hal 13

Page 42: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xlii

satu sama yang lain saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor

ekonomi (mencari nafkah), ketertiban, kebutuhan, kebersihan dan

perkembangan pedagang kaki lima yang meningkat secara tajam sejak

terjadinya krisis ekonomi.

Perkembangan pedagang kaki lima secara umum menunjukkan

peningkatan yang sangat besar, sementara di pandang dari sudut kebersihan

dan ketertiban atau bahkan dari keindahan justru semakin menurun.hal

tersebut dapat dilihat pada titik-titik lokasi pedagang kaki lima yang ada di

beberapa sudut kota-kota besar. Pedagang kaki lima menempati lahan secara

berjubel dengan tenda yang semrawut sehingga tampak kumuh di pasar-pasar

yang terkesan nyaris tanpa aturan. Di bantaran-bantaran sungai ratusan

pedagang kaki lima dengan tenang menggelar dagangan aneka rupa.

B. Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima

Kebijakan secara etimologi dapat diartikan sebagai tindakan untuk

bertindak.26 Kebijakan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ;

Serangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar rencana pelaksanaan

kepemimpinan dan cara bertindak.”27 Kebijakan merupakan terjemahan dari

policy yang berarti suatu unit rencana yang dipergunakan sebagai dasar untuk

membuat keputusan khususnya di dalam bidang politik, ekonomi, bisnis dan

lain-lain.

Istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan tindakan

atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya dan kebijakan

26Solichin Abdul Wahab, 1991, Analisis Kebijaksanaan dan Formulasi ke Implentasi, Bumi Aksara, Jakarta, hal 12

27 Depdikbud, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal 115

Page 43: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xliii

tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.28 Lebih lanjut

Mustopadidjaja memberikan definisi kerja tentang kebijakan sebagai keputusan

suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu

atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat

dijadikan pedoman perilaku dalam :29

c. Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik

kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan,

d. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah

ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana

maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Anderson mengklasifikasikan kebijakan, policy, menjadi dua, yakni

substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang seharusnya

dikerjakan oleh pemerintah, sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan

bagaimana kebijakan tersebut diselenggarakan.30 Menurut Anderson, kebijakan

politik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan

pejabat-pejabat pemerintah. Terdapat lima hal yang berhubungan dengan

kebijakan publik :31

a. Pertama, tujuan atau kegiatan yang berorientasi tujuan haruslah menjadi perhatian utama perilaku acak atau peristiwa yang tiba-tiba terjadi.

b. Kedua, kebijakan merupakan pola-model tindakan pejabat pemerintah mengenai keputusan-keputusan diskresinya secara terpisah.

28Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo,

Jakarta, hal 158 29Mustopadidaja, 1992, Studi Kebijaksanaan, Perkembangan dan Penerapan dalam

rangka Administrasi dan Manajemen Pembangunan, LP-FEUI, Jakarta, hal 1630 Hanif Nurcholis, Loc.cit31 Ibid, hal 159

Page 44: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xliv

c. Ketiga, kebijakan harus mencakup apa yang secara pemerintah pemerintah perbuat, bukan apa yang mereka maksud untuk berbuat, atau apa yang mereka katakan akan dikerjakan.

d. Keempat, bentuk kebijakan bisa berupa hal yang positif atau negatif. e. Kelima, kebijakan publik dalam bentuknya yang positif didasarkan

pada ketentuan hukum dan kewenangan. Sedangkan tujuan kebijakan publik adalah dapat dicapainya kesejahteraan masyarakat melalui peraturan yang dibuat oleh pemerintah

Dirumuskan oleh James E. Anderson mengenai kebijakan sebagai :

perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi Pemerintah) atau

serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan.32 Dalam ilmu-ilmu sosial,

kebijakan diartikan sebagai dasar-dasar haluan untuk menentukan langkah-

langkah atau tindakan-tindakan dalam mencapai suatu tujuan tertentu.33

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa

kebijakan daerah adalah suatu keputusan dari pemerintah daerah untuk

melakukan suatu tindakan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Saat ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan

dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan Pemerintah

serta perilaku negara pada umumnya.34 Dalam kaitan tersebut dapat dipahami

apabila kebijakan seringkali diberikan makna suatu tindakan berpola yang

mengarah pada tujuan tertentu bukan sekedar keputusan untuk melakukan

sesuatu.

32 Ibid, hal 1233 Oberlin Silalahi, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1989),

Hal 1 34 Solichin Abdul Wahab, Op.cit, hal 12

Page 45: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xlv

Menurut Anderson kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara

sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan

adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.35

Pada hakekatnya kepentingan umum selalu berkembang sesuai dengan

perkembangan masyarakat yang dinamis. Oleh karena itu Pemerintah perlu

mengeluarkan suatu kebijakan agar semua peraturan yang dibuat dapat

dilaksanakan oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Kebijakan Pemerintah

itu sendiri dapat diartikan sebagai peraturan/keputusan yang dibuat secara

sepihak oleh Pemerintah untuk dipatuhi masyarakat.36

Dijelaskan oleh Thomas R. Dye bahwa kebijakan publik adalah apapun

yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, apabila

pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan

kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan

semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya, di samping itu

sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan

negara.37 Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak dilakukan” oleh pemerintah

akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan “sesuatu yang

dilakukan” pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan ada 2

(dua) macam, yaitu tindakan yang ingin di lakukan Pemerintah dan yang tidak

ingin dilakukan pemerintah.

35 Ibid, hal 1436Ibid, hal 1437 Hanif Nurcholis, Loc.cit

Page 46: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xlvi

Dirumuskan oleh pakar pemerintahan yang lain, yaitu W.I Jenkins

bahwa kebijakan Pemerintah adalah :

Serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi di mana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut38

Ada 3 (tiga) tahap yang menjadi landasan bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan, yaitu :

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini perlu diadakan identifikasi terhadap

berbagai kebutuhan masyarakat, pusat perhatiannya, stratifikasi

sosial, pusat kekuasaan maupun saluran komunikasi. Dari hasil

identifikasi ini kemudian disusun suatu perencanaan dengan

berorientasi jauh kedepan, sehingga dapat dijadikan bahan acuan

untuk pelaksanaan, baik untuk waktu sekarang maupun waktu yang

akan datang

b. Penerapan atau Pelaksanaan

Pada tahap ini, selain melaksanakan hal hal yang telah dibuat dalam

perencanaan, juga perlu diadakan penyorotan terhadap kekuatan

sosial dalam masyarakat dan perubahan sosial yang terjadi,

sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan baik.

c. Evaluasi.

38 Solichin Abdul Wahab, loc.cit

Page 47: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xlvii

Pada tahap ini diadakan analisis terhadap efek dari pelaksanaan.

Kiranya sulit membayangkan keberhasilan dari pelaksanaan apabila

tidak diadakan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai. Sebab

dalam pelaksanaan tidaklah cukup apabila hanya dilandasi itikad

baik dan semangat saja. Usaha lainnya sangat diperlukan untuk

mengidentifikasi apa yang mundur, dan apa yang telah merosot. Hal

hal tersebut memerlukan pengadaan, pembetulan, penambahan,

pelancaran dan peningkatan secara proporsional.39

Konsep Pemerintah dalam menetapkan suatu kebijakan harus melalui

tahap-tahap tertentu. Dengan demikian untuk membuat kebijakan diperlukan

suatu proses yang menyertainya. Dijelaskan oleh Solichin Abdul Wahab bahwa

membuat kebijakan Pemerintah (Government Policy) merupakan suatu proses

pembuatan keputusan, karena kebijakan Pemerintah (public policy) itu

merupakan pengambilan keputusan (decision making) dan pengambilan

kebijakan (policy making) yaitu memilih dan menilai informasi yang ada untuk

memecahkan masalah.40

Dari beberapa literatur hukum administrasi negara diterangkan bahwa

kebijakan negara dapat berbentuk kebijakan yang positif dan kebijakan yang

negatif. Dalam bentuk positifnya, kebijakan negara mencakup beberapa bentuk

tindakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sementara

dalam bentuk negatifnya, kebijakan negara dapat meliputi keputusan-keputusan

39Soedjono D, Op.cit, hal 45640Ibid, hal. 13.

Page 48: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xlviii

untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-

masalah pemerintah.41

Pada umumnya kebijakan negara dalam bentuk positif didasarkan pada

peraturan dan kewenangan tertentu dan memiliki daya ikat yang kuat terhadap

masyarakat secara keseluruhan serta memiliki daya paksa tertentu yang tidak

dimiliki oleh kebijakan yang dibuat oleh organisasi-organisasi swasta.

Dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab kategori dari hakikat

kebijakan negara sebagai jenis tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu

dapat diperinci ke dalam beberapa kategori, antara lain sebagai berikut :

1) Policy Demands (Tuntutan kebijakan) Tuntutan atau desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Tuntutan-tuntutan ini bervariasi, mulai dari desakan umum agar Pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan kongkrit tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi di masyarakat.

2) Policy Decisions (Keputusan kebijakan)Keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijaksanaan negara. Dalam hubungan ini termasuk di dalamnya keputusan-keputusan untuk menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, mencanangkan peraturan-peraturan administrasi, atau membuat penafsiran terhadap undang-undang.

3) Policy Statement (Pernyataan kebijakan)Pernyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijaksanaan negara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah Ketetapan-Ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden, peraturan-peraturan administratif, keputusan-keputusan peradilan, maupun pernyataan-pernyataan dan pidato-pidato para pejabat Pemerintah yang menunjukkan hasrat dan tujuan pemerintah serta apa yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan tersebut.

41 Ibid, hal 17

Page 49: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xlix

4) Policy Outputs (Keluaran kebijakan)Merupakan wujud kebijakan negara yang dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijaksanaan. Keluaran-keluaran kebijaksanaan ini menyangkut apa yang dikerjakan oleh Pemerintah, yang dapat dibedakan dari apa yang ingin dibedakan Pemerintahan.

5) Policy Outcomes (Hasil Akhir kebijakan)Akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan Pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat. 42

Dari beberapa kategori tersebut di atas dapat dipahami bahwa kebijakan

secara umum merupakan kewenangan pemerintah atau negara dalam mengatur

kehidupan bernegara dan berbangsa. kebijakan negara muncul seiring dengan

perkembangan masyarakatnya. Untuk memberikan jaminan terhadap

pelaksanaan kebijakan, diperlukan alat atau sarana yang melegalkan kebijakan

tersebut. alat atau sarana yang diperlukan merupakan produk-produk hukum.

Kebijakan Pemerintah atau lebih sering digunakan istilah kebijakan

publik merupakan suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-

praktek yang terarah.43

Kebijakan negara sebagai sebuah konsep pengaturan masyarakat yang

lebih menekankan proses, nampaknya menjadi lebih populer dibandingkan

dengan hukum, namun demikian sesungguhnya hukum secara sadar ataupun

tidak sadar keberadaannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat modern.

42 Ibid, hal. 18-20.43 Muchsin dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Jakarta,

hal 23

Page 50: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

l

Menurut Thomas Barclay and Scot Birkland dijelaskan bahwa jika hasil

persepakatan tidak memiliki kekuatan legalitas yang mengikat, maka akan

menimbulkan kerawanan terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran

beberapa pihak atas persepakatan yang telah dicapai dalam proses

kebijaksanaan publik itu sendiri.44

Lebih lanjut dikatakan oleh Thomas Barclay and Scot Birkland bahwa

kebijakan negara pada umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum,

sebaliknya sebuah hukum merupakan hasil dari kebijaksanaan negara.45

Dengan demikian antara hukum dan kebijaksanaan negara terdapat hubungan

yang sangat erat. Apabila diperhatikan pernyataan Thomas Barclay and Scot

Birland tersebut di atas, dapat dijabarkan bahwa sebuah produk hukum tanpa

ada proses kebijaksanaan negara di dalamnya, maka produk hukum tersebut

akan kehilangan makna substansinya, sebaliknya sebuah proses kebijaksanaan

negara tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi

operasionalisasi dari kebijaksanaan negara tersebut.

Younis membagi kebijakan publik atas tiga tahap, yakni formasi desain

dan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan46, sementara

Gortner menjelaskan terdapat lima tahap dalam proses terjadinya kebijakan

publik, yakni :47

a. Identifikasi masalah

b. Formulasi

c. Legitimasi

44Thomas Barclay and Scot Birkland, 1998, Law, Policy Making and the Policy Closing the

Gaps, Policy StudiesJournal vol 26 no 2, hal 227-24345 Ibid, hal 29346 Hanif Nurcholis, Loc.cit47 Ibid

Page 51: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

li

d. Implikasi

e. Evaluasi

Dijelaskan oleh Starling bahwa ada lima tahap proses terjadinya kebijakan publik :48

a. Identification of needs, yaitu mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam pembangunan dengan mengikuti beberapa kriteria antara lain : 1) menganalisis data2) sampel data statistic3) model-model simulasi4) analisis sebab-akibat5) teknik-teknik peramalan,

b. Formulasi usulan kebijakan yang mencakup faktor-faktor strategik, alternatif-alternatif yang bersifat umum, kemantapan teknologi dan analisis dampak lingkungan,

c. Adopsi yang mencakup analisis kelayakan politik, gabungan beberapa teori politik dan penggunaan teknik-teknik penganggaran,

d. Pelaksanaan program yang mencakup bentuk-bentuk organisasinya, model penjadwalan, penjabaran keputusan-keputusan, keputusan-keputusan penetapan harga, dan skenario pelaksanaannya, dan

e. Evaluasi yang mencakup penggunaan metode-metode eksperimental, sistem informasi, auditing, dan evaluasi mendadak.

Berdasarkan beberapa pengertian yang diberikan oleh para pakar mengenai pengertian kebijakan, terdapat butir-butir yang merupakan ciri penting dari pengertian kebijakan, yaitu :

a. Kebijakan adalah suatu tindakan pemerintah yang mempunyai

tujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat

b. Kebijakan dibuat melalui tahap-tahap yang sistematis sehingga

semua variabel pokok dari semua permasalahan yang akan

dipecahkan tercakup.

48Ibid

Page 52: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lii

c. Kebijakan harus dapat dilaksanakan oleh (unit) organisasi

pelaksana.

d. Kebijakan perlu dievaluasi sehingga diketahui berhasil tidaknya

dalam menyelesaikan masalah.

Tujuan dilegalisasikannya semua kebijakan negara adalah untuk menjamin legalitasnya di lapangan. Namun tidak semua kebijakan negara harus dilegalkan dalam bentuk ketetapan hukum. Hal ini sesuai dengan pendapat Laswell yang menyatakan bahwa kebijakan negara apa saja yang dilakukan maupun tidak dilakukan Pemerintah.49

Ditinjau dari aspek ilmu hukum, akan dibahas lebih mendalam mengenai kebijakan negara yang lebih mengarah pada kebijakan hukum, yakni kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum seperti politik pembentukan hukum, politik penerapan dan penegakan hukum. Diakui bahwa hukum pada dasarnya lebih banyak berbicara pada sekian banyak rentetan aturan-aturan yang sah dan legal. Masyarakat akan lebih banyak dikendalikan dinamika sosialnya oleh aturan-aturan tersebut. dengan demikian pada sisi ini telah memunculkan gagasan tentang kebijakan negara dalam masyarakat modern sebagai sebuah instrumen guna mengendalikan masyarakat.

Kebijakan negara di bidang hukum dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kategori sebagaimana dijelaskan oleh Bagir Manan, yakni :

7. kebijakan negara di bidang pembentukan hukum, meliputi :g) kebijakan (pembentukan) perundang-undangan, h) kebijakan (pembentukan) hukum yurisprudensi atau putusan

hakimi) kebijakan terhadap peraturan tidak tertulis lainnya

8. kebijakan negara di bidang penerapan dan penegakan hukum, meliputi :1) kebijakan di bidang peradilan dan cara-cara penyelesaian

hukum di luar proses peradilan2) kebijakan di bidang pelayanan hukum. 50

Kebijakan negara di bidang pembentukan hukum diperlukan untuk memberikan keabsahan terhadap pelaksanaan kebijakan negara. Dengan dituangkannya kebijakan negara dalam suatu peraturan perundang-undangan, maka sejak itulah kebijakan negara tersebut memiliki keabsahan.

49 Muchsin dan Fadillah Putra, Op.Cit, hal 3650 Bagir Manan, 1995, Politik Perundang-Undangan, Bahan Kuliah Politik Hukum, Pasca

Sarjana Program Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta,Jakarta , hal.7-8 (tidak diterbitkan).

Page 53: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

liii

kebijakan di bidang penerapan dan penegakan hukum diperlukan sebagai pelaksana dari peraturan perundang-undangan terdahulu yang berkaitan dengan peradilan dan cara-cara penyelesaian hukum di luar proses peradilan.

Pelayanan hukum merupakan bentuk nyata dari Pemerintah dalam merealisasikan kaidah-kaidah hukum yang ada. Hal ini berkaitan dengan konsep pelayanan hukum itu sendiri. Konsep pelayanan hukum menurut Bagir Manan adalah “fungsi dalam melaksanakan kaidah-kaidah hukum secara kongkrit dalam memberikan palayanan hukum kepada masyarakat”.51

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, dalam proses pelayanan hukum terdapat dua subyek hukum, yakni penerima layanan dan pemberi layanan.52

Sebagai penyelenggara pemerintahan, pemerintah daerah berkewajiban

memberikan perlindungan terhadap keberadaan pedagang kaki lima.

Perlindungan hukum terhadap pedagang kaki lima diberikan dalam bentuk

pelayanan hukum. Terdapat dua hal yang dapat dicapai dalam membentuk

kebijaksanaan dalam bidang pelayanan hukum, yakni :

a. Kebijaksanaan pelayanan hukum ditujukan untuk memudahkan

pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan kaidah-kaidah

hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan secara

kongkrit dalam penerapannya.

b. Kebijaksanaan pelayanan hukum yang ditujukan sebagai alat untuk

mewadahi pelayanan oleh pemerintah sebagai kontraprestasi atau

imbal balik sebagai akibat adanya pembayaran atau penarikan

retribusi dari masyarakat.

Hal yang kedua sebenarnya menjadi titik sentral yang harus

diperhatikan pemerintah, sebab dengan adanya pembayaran retribusi oleh

51 Bagir Manan,1999, Politik Hukum Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia,

Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, , hal 252

52 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, : Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, hal 9

Page 54: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

liv

masyarakat, pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan yang baik

kepada masyarakat karena pada dasarnya pemerintah adalah pelayanan

masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai kontra prestasi

dari pembayaran retribusi oleh masyarakat berupa penyediaan fasilitas umum.

Penarikan retribusi kepada masyarakat yang memanfaatkan fasilitas umum

seperti los pasar perlu diatur dalam Undang-Undang maupun Peraturan

Daerah. Pengaturan retribusi dalam Undang-Undang maupun Peraturan

Daerah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemerintah

selaku penarik retribusi dan masyarakat selaku pembayar retribusi. Dari hal

tersebut terlihat bahwa pelayanan hukum diberikan oleh Pemerintah dalam

bentuk penyediaan fasilitas umum dan perlindungan kepastian hukum kepada

masyarakat.

C. Pengertian Penataan Ruang

Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa tata ruang adalah wujud struktur

ruang dan pola ruang, sedangkan penataan ruang adalah suatu sistem proses

perencanaan ruang kota, pemanfaatan ruang kota dan pengendalian

pemanfaatan ruang kota. Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa

dalam pelaksanaannya, tata ruang kota mencakup 3 (Tiga) proses, yaitu :53

d. Perencanaan ruang kota

e. Pemanfaatan ruang kota

53 B. Restu Cipto Handoyo, 1995, Aspek-Aspek Hukum Administrasi Negara dalam

Penataan Ruang,Yogyakarta :Atmajaya, hal 48

Page 55: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lv

f. Pengendalian pemanfaatan ruang kota

Pengertian tata ruang tersebut di atas juga diadopsi oleh Peraturan

Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010. Menurut Pasal 1 huruf e

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010 disebutkan

bahwa : “Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik

direncanakan atau tidak”.

Pengertian ruang menurut Pasal 1 huruf d Peraturan Daerah Kota

Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010 adalah : “Wadah yang meliputi

ruang daratan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia

dan makhluk lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan

hidupnya.”

Asas penataan ruang menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 tahun

2007 tentang Penataan Ruang adalah :

j. Keterpaduan

k. Keserasian, keselarasan, keseimbangan

l. Keberkelanjutan

m. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan

n. Keterbukaan

o. Kebersamaan dan kemitraan

p. Perlindungan kepentingan umum

Page 56: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lvi

q. Kepastian hukum dan keadilan

r. Akuntabilitas

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

menjelaskan tentang tujuan dari penataan ruang, yaitu :

Penataan ruang bertujuan :d. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang

berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. e. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung

dan kawasan budi daya.f. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :

6) Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera.

7) Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

8) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

9) Mewujudkan perlindungan fungsi tata ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

10) Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Konsep-konsep pengembangan kota selalu memperhatikan proses

maupun akibat megenai growth and develop. Oleh karenanya perencanaan tata

kota harus memiliki berbagai alternatif di dalam kebijaksanaan pengembangan

kota. Salah satu konsep pengembangan yang konservatif adalah melalui

penataan kembali terhadap keadaan yang sudah ada yaitu “Re-settlement” atau

secara berani mengembangkan suatu fokus baru dipinggiran kota sebagai suatu

satelit.54

Dilihat dari segi dimensi ruang, maka bentuk-bentuk penataan ruang

kota meliputi tata ruang daratan, tata ruang lautan dan tata ruang udara beserta

54 Ibid, hal 34

Page 57: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lvii

sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Perencanaan tata ruang kota

dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana

tata ruang kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa :

Proses dan prosedur penyusunan tata ruang wilayah nasional yang

meliputi rencana tata ruang wilayah Propinsi dan rencana tata ruang

wilayah Kabupaten/Kota dilakukan secara terarah dan terpadu.

Sedangkan pemanfaatan ruang adalah serangkaian program kegiatan

pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka

waktu tertentu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Tata ruang yang ada perlu dikembangkan dan dimanfaatkan guna

kepentingan masyarakat dan pembangunan. Pemanfaatan ruang dikembangkan

melalui :55

c. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan

tata guna sumber daya alam lainnya.

d. Perangkat yang berupa insentif dan disinsentif dengan menghormati

hak penduduk sebagai warga negara.

Ditinjau dari sisi kegiatan yang dilakukan, maka bentuk-bentuk

penataan ruang meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Pasal 13

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan :

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

55 Ibid, hal 51

Page 58: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lviii

(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan jenis perencanaannya secara berkala.

(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tt ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 24 ayat (3).

(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mengenai pemanfaatan ruang, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 26

tahun 2007 menegaskan :

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya yang didasarkan atas rencana tata ruang.

(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Pemanfaatan ruang dilakukan dengan mengadakan pola pengelolaan

terhadap tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber

daya alam lainnya. Pengendalian terhadap ruang dilakukan dalam bentuk

pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Pengendalian

pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan

penertiban terhadap pemanfaatan ruang, yaitu :

a. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam

bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi.

b. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jenis-jenis penataan ruang dapat dilihat dalam ketentuan Undang-

Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan

bahwa :

Page 59: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lix

a. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi

kawasan lindung dan kawasan budi daya.

b. Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang

wilayah nasional, wilayah Propinsi, dan wilayah Kabupaten/Kota

c. Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan

meliputi kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan

tertentu.

Hal tersebut berarti penataan ruang meliputi pula penataan tata ruang

publik berdasarkan aspek administratif yang meliputi wilayah nasional,

wilayah propinsi dan wilayah Kabupaten/Kota.

Ruang publik secara sederhana dapat diartikan sebagai wadah yang

meliputi ruang daratan, maupun perairan yang dipergunakan untuk kepentingan

masyarakat umum. Dengan demikian penataan ruang publik dapat diartikan

sebagai proses perencanaan tata ruang publik, pemanfaatan ruang publik dan

pengendalian pemanfaatan ruang publik.56

Penataan ruang publik bertujuan untuk menjaga keseimbangan tata

guna tanah diperkotaan, sehingga fungsi ruang publik sebagai paru-paru kota

dapat tetap terjaga dan berfungsi secara optimal.adapun macam-macam ruang

publik meliputi taman kota dan hutan kota.57 Penataan tata ruang publik ini

dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Penataan ruang publik yang

dilakukan meliputi kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan dan kawasan

tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat pahami bahwa penataan ruang

merupakan konsep makro dalam merencanakan pembangunan kota secara

56 Ibid, hal 5357 Ibid, hal 54

Page 60: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lx

menyeluruh, sedangkan penataan ruang publik meliputi penataan kawasan

pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu yang serasi, selaras, dan

seimbang sesuai dengan kepentingan umum.

Dikaitkan dengan rencana tata ruang wilayah kota Semarang, dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang tahun 2000-2010 ditetapkan

bagian wilayah Kota Semarang menjadi beberapa willayah pengembangan

Kota Semarang. Dalam rangka pengembangan Kota Semarang, Pemerintah

Kota Semarang merencanakan pengembangan wilayah pembangunannya

dalam beberapa wilayah pengembangan, yakni Wilayah Pengembangan I

(Zona Industri), yang terletak di Kecamatan Tugu dan Ngaliyan seluas 1.200

hektar dan di Kecamatan Genuk seluas 800 hektar, Wilayah Pengembangan II

(Zona Pusat Perdagangan), yang dikembangkan di tengah kota yang dekat

dengan pusat prasarana dan sarana transportasi, Wilayah Pengembangan III

(Zona Pendidikan dan Kebudayaan), yang dikembangkan di daerah tepi kota

dan merupakan hasil penataan berbagai fasilitas pendidikan yang sebelumnya

berada menyebar di tengah kota, Wilayah Pengembangan IV (Zona

Pemukiman), yang dikembangkan untuk mendukung wilayah industri maupun

perkembangan perkotaan di sebelah Barat, Selatan, dan Timur kota Semarang,

Wilayah Pengembangan V (Zona Agraria), yang berada di Kecamatan Mijen

dan Gunung Pati.

Dilihat dari penyebaran penduduk, kegiatan ekonomi potensi alam dan

pelaksanaan pembangunan Kota Semarang menggunakan 2 (dua) macam

pendekatan, yaitu :

Page 61: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxi

a. Regional dalam Wilayah Pengembangan

Berdasarkan atas kondisi-kondisi penyebaran penduduk,

penyebaran kegiatan ekonomi serta potensi yang ada maka Kota

Semarang dapat dibagi dalam 5 (lima) wilayah pengembangan,

yaitu :

1) Wilayah Pengembangan I (Zona Industri), yang terletak di

Kecamatan Tugu dan Ngaliyan seluas 1.200 hektar dan di

Kecamatan Genuk seluas 800 hektar.

2) Wilayah Pengembangan II (Zona Pusat Perdagangan), yang

dikembangkan di tengah kota yang dekat dengan pusat

prasarana dan sarana transportasi.

3) Wilayah Pengembangan III (Zona Pendidikan dan Kebudayaan),

yang dikembangkan di daerah tepi kota dan merupakan hasil

penataan berbagai fasilitas pendidikan yang sebelumnya berada

menyebar di tengah kota.

4) Wilayah Pengembangan IV (Zona Pemukiman), yang

dikembangkan untuk mendukung wilayah industri maupun

perkembangan perkotaan di sebelah Barat, Selatan, dan Timur

Kota Semarang.

5) Wilayah Pengembangan V (Zona Agraria), yang berada di

Kecamatan Mijen dan Gunung Pati.

b. Regional dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)

Page 62: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxii

Berdasarkan pola pendekatan tersebut di atas dapat diketahui bahwa

Kota Semarang dibagi dalam 5 (lima) wilayah pengembangan, di mana salah

satunya merupakan wilayah pengembangan perdagangan yang terletak di pusat

kota.

Page 63: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxiii

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif (normatif legal research).58 Penelitian hukum

normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data

kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier belaka. Penelitian hukum normative atau kepustakaan

mencakup :59

1) Penelitian terhadap asas-asas hukum

2) Penelitian terhadap sistematik hukum

3) Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horisontal

4) Perbandingan hukum

5) Sejarah hukum

Dalam penelitian ini meneliti tentang sinkronisasi hukum berkaitan

dengan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Semarang.

B. Spesifikasi Penelitian

58 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001 Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Radja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13-1459 Ibid

Page 64: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxiv

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, yaitu menggambarkan gejala

hukum, melukiskan secara sistematik faktual dan akurat mengenai kebijakan

penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Semarang.

C. Sumber Data

Mengingat dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis

normatif, maka sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data kepustakaan

yang meliputi :

1. Bahan hukum primer, yaitu :

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

c. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

d. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan

Pembinaan Pedagang Kaki Lima

e. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 tahun 2001 tentang

Larangan Berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Lokasi

Tertentu

2. Bahan hukum sekunder meliputi :

Pendapat para sarjana mengenai perlindungan konsumen, literatur-

literatur yang berkaitan dengan masalah penataan pedagang kaki lima di Kota

Semarang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, serta

dokumen yang bersifat publik.

D. Metode Pengumpulan Data

Page 65: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxv

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan teknik yang dilakukan untuk

memperoleh data sekunder dengan jalan :

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang meliputi bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

2. Menginventarisir bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier.

3. Melakukan sinkronisasi bahan-bahan hukum tentang kebijakan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Semarang.

E. Metode Penyajian Data

Data yang telah diperoleh dan dikumpulkan kemudian diolah dan

disajikan dalam bentuk uraian atau penggambaran, yakni memberikan

gambaran secara terperinci, sistematis dan menyeluruh mengenai

permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penelitian.

F. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis

kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang dilakukan secara logis

dan mendalam yang akan menghasilkan data diskriptif analitis60 terhadap

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang

60 Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta,

halaman 72

Page 66: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxvi

meliputi asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan-peraturan hukum

yang berlaku di masyarakat, teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

tentang kebijakan penataan pedagang kaki lima, asas-asas dan tujuan penataan

ruang, tahap-tahap penataan ruang.

Page 67: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxvii

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

G. Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang Berdasarkan Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Semarang

1. Gambaran Umum Kota Semarang

Secara geografis, kedudukan Kota Semarang terletak di Pantai

Utara Jawa Tengah pada posisi antara garis lintang 06’ 50” – 07’ 10”

Lintang Selatan dan bujur bumi 109’ 50” – 110’ 35” Bujur Timur. Luas

wilayah Kota Semarang cukup besar, yaitu 37.366.838 Ha atau 373,7 Km2.

Posisi geografis Kota Semarang ini terletak dalam koridor pembangunan

Jawa Tengah dan merupakan simpul dua koridor, yaitu koridor pantai Utara

dan koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Magelang dan

Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu. Oleh karena itu

Kota Semarang sangat berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan

wilayah Jawa Tengah.

Secara administrasi Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan dan

177 Kelurahan. Adapun batas-batas administrasi wilayah Kota Semarang

adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang

c. Sebelah Barat : Kabupaten Kendal

d. Sebelah Timur : Kabupaten Demak

Page 68: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxviii

Kondisi Topografi wilayah Kota Semarang memiliki permukaan

yang relatif datar di bagian Utara, kemudian berbukit-bukit pada bagian

sebelah Selatan. Bagian Utara memiliki kemiringan memanjang dari Barat

ke Timur memiliki kemiringan antara 0 % sampai 2 %, kemudian di bagian

Tengah memiliki kemiringan antara 2 % sampai 15 % dan beberapa

kawasan sebelah Selatan memiliki kemiringan lebih dari 15 %. Selain itu

terdapat juga beberapa kawasan tanah bergerak.

2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kota Semarang menurut registrasi sampai dengan

akhir Desember tahun 2009 sebesar 1.506.924. jiwa, terdiri dari 748.515

jiwa penduduk laki-laki dan 758.409 jiwa penduduk perempuan. Dengan

jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota

yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah.

Tabel 1Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Tahun 2004 - 2009

Tahun Jumlah Penduduk Tingkat pertumbuhanSetahun ( % )

2004 1.399.133 1,522005 1.419.478 1,452006 1.434.132 1,022007 1.454.594 1,432008 1.481.640 1,862009 1.506.924

Sumber data : Kantor BPS Kota Semarang tahun 2010

Penyebaran penduduk Kota Semarang tidak merata yang

berpengaruh pada daya dukung lingkungan yang tidak seimbang. Secara

geografis wilayah Kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu daerah dataran

Page 69: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxix

rendah (Kota Bawah) dan daerah perbukitan (Kota Atas). Kota Bawah

merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan dan industri,

sedangkan Kota Atas lebih banyak dimanfaatkan untuk perkebunan,

persawahan, dan hutan. Ciri masyarakat Kota Semarang terbagi dua yaitu

masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan

karakteristik pedesaan.

Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang dikatakan belum

terlalu padat. Pada tahun 2009 kepadatan penduduknya sebesar 3.965 jiwa

per km2. Bila dilihat menurut Kecamatan yang mempunyai kepadatan

penduduk paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 849 jiwa per km2,

diikuti dengan Kecamatan Mijen 850 jiwa per km2 dan Kecamatan

Gunungpati 1.210 jiwa per km2. Ketiga Kecamatan tersebut merupakan

daerah pertanian dan perkebunan, sehingga sebagian wilayahnya masih

banyak terdapat areal persawahan dan perkebunan, namun sebaliknya untuk

Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat kota, di mana luas

wilayahnya tidak terlalu besar tetapi jumlah penduduknya sangat banyak,

kepadatan penduduknya sangat tinggi. yang paling tinggi kepadatan

penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan 14.458 jiwa/km2,

kemudian Kecamatan Semarang Tengah 12.089 jiwa/km2, Kecamatan

Candisari 11.917 jiwa/km2, diteruskan dengan Semarang Utara 11.556

jiwa/km2 dan Kecamatan Gayamsari 11. 453 jiwa/km2. Bila dikaitkan

dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat bahwa

rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4,0 atau 4 (empat)

Page 70: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxx

anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan

yang ada.

3. Gambaran Umum PKL

Pada dasarnya jumlah PKL di wilayah Kota Semarang mengalami

pasang surut seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi

perekonomian Kota Semarang pada umumnya dan PKL itu sendiri pada

khususnya. Untuk memberikan gambaran mengenai kondisi jumlah PKL di

wilayah Kota Semarang pada tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 2Data PKL se-Kota Semarang

No

Tahun Jumlah

2007 11.4292008 10.7492009 11.4142010 12.000

Sumber : Data Statistik Dinas Pasar Kota Semarang tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pedagang

kaki lima yang ada di Kota Semarang mengalami peningkatan. Pada tahun

2007 terdapat 11.429 PKL yang tercatat di Kantor Dinas Pasar Kota

Semarang, namun pada tahun 2008 jumlah PKL mengalami penurunan

menjadi 10.749. Pada tahun 2009 jumlah PKL naik menjadi 11.414 dan

pada tahun 2010 terus meningkat menjadi ± 12.000 PKL.61

61 http://semarang.go.id/cms - semarangkota.go.id,Berdayakan PKL Wujudkan Semarang ATLAS,

diakses tanggal 4 Juni 2011

Page 71: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxi

Berkaitan dengan lokasi yang dipergunakan oleh PKL sesuai

dengan ketentuan SK Walikota Berdasarkan, dapat diketahui PKL yang

menempati lokasi seuai dengan SK Walikota dan tidak sebagai berikut :

Tabel 3Data PKL se-Kota Semarang tahun 2010

No Lokasi Jumlah PKL

Sesuai SK

Tidak Sesuai

SK

Total

Page 72: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxii

123456789101112131415

6

Semarang Tengah

Semarang Utara

Semarang Timur

Gayamsari

Pedurungan

Genuk

Semarang Selatan

Candisari

Gajahmungkur

Tembalang

Banyumanik

Gunungpati

Semarang Barat

Mijen

NgaliyanTugu

1.742

8561.47

721235518459325018118928511363519

29236

797199505299191121413639627

1998

79219

17496

2.539

1.055

1.982511

546

305

1.006313

277

218

484

121

1.42732466

134

7.419

3.99511.41

4

Page 73: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxiii

Sumber : Data Statistik Dinas Pasar Kota Semarang tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah Pedagang kaki lima yang ada di Kota Semarang yang tercatat pada tahun 2009 sebanyak 11.414 PKL. Dari 11.414 PKL tersebut sebanyak 7.419 PKL berada di lokasi sesuai SK Walikota, sedangkan sisanya sebanyak 3.995 PKL berada di lokasi

4. Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang Berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang

Berkaitan dengan penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang,

dasar perundangan yang dipergunakan Pemerintah Kota Semarang adalah

sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

3. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

4. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 tahun 2000 tentang

Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

5. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah (Rtrw) Kota Semarang Tahun 2000 –

2010

Page 74: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxiv

6. Surat Keputusan Walikota Nomor 511.3/16 tahun 2001 tentang

Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah

Kota Semarang.

7. Surat Walikota Semarang Nomor 511.3/2558 tentang Wewenang

Penandatanganan Izin Tempat Usaha PKL.

8. Surat Edaran Walikota Semarang Nomor 200/2019 tanggal 24 Mei

2002 Perihal Larangan Pendirian PKL.

Kawasan perkotaan pada dasarnya merupakan pusat kegiatan

pemerintahan, pelayanan sosial dan pelayanan umum serta memiliki

mobilitas kegiatan yang cukup tinggi. Hal tersebut berlaku pula pada Kota

Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah dan sebagai salah satu

kawasan perkotaan yang memiliki tingkat mobilitas tinggi. Perkembangan

ekonomi sektor informal yang demikian pesat memerlukan perhatian dari

Pemerintah Kota Semarang, yang di satu sisi keberadaan pedagang kaki

lima tersebut perlu dilindungi, namun di sisi lain keberadaan pedagang kaki

lima tersebut perlu ditata dan ditertibkan agar dalam pelaksanaannya tidak

mengganggu ketentraman umum.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang merupakan landasan

yuridis bagi Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah memberikan

peluang bagi Pemerintah Kota Semarang untuk mengatur dan mengurusi

sendiri urusan rumah tangganya. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyebutkan :

Page 75: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxv

(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :a. Perencanaan dan pengendalian pembangunanb. Perencenaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruangc. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakatd. Penyediaan sarana dan prasarana umume. Penanganan bidang kesehatanf. Penyelenggaraan pendidikang. Penanggulangan masalah sosialh. Pelayanan bidang ketenagakerjaani. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan

menengahj. Pengendalian lingkungan hidupk. Pelayanan pertanahanl. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil m. Pelayanan administrasi umum pemerintahann. Pelayanan administrasi penanaman modal o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya danp. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan(2) Urusan pemerintahan kebupaten/kota yang bersifat pilihan

meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat dilihat bahwa dasar

kebijakan pemerintah dalam penataan terhadap pedagang kaki lima, salah

satunya adalah Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

memang memberikan otonomi yang seluas-luasnya sepanjang yang

menyangkut urusan rumah tangga daerah itu sendiri. Kewenangan yang

diberikan kepada daerah mencangkup kewenangan dalam seluruh bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,

pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta

Page 76: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxvi

kewenangan bidang lain. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 10

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang menyebutkan :

(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. Politik luar negerib. Pertahananc. Keamanand. Yustisie. Moneter dan fiskal nasional danf. Agama

Sebagai pelaksanaan dari otonomi daerah yang diberikan oleh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Kota Semarang perlu

mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan

pedagang kaki lima. Pemerintah Kota Semarang mengeluarkan Peraturan

Daerah Kota Semarang Nomor 11 tahun 2000 tentang Pengaturan dan

Pembinaan Pedagang Kaki Lima.

Disebutkan dalam Pasal 1 huruf f Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2000 :

Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang dalam usahanya mempergunakan sarana dan atau mempergunakan tempat usaha yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan dan atau menempati tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah dan atau pihak lain”.

Page 77: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxvii

Pengaturan tempat usaha bagi PKL di Kota Semarang merupakan

salah satu bentuk penataan yang diberikan Pemerintah Kota Semarang. Hal

ini ditetapkan oleh Walikota Semarang melalui Surat Keputusan Walikota

Semarang. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor

11 Tahun 2000 yang menyatakan

(2) Lokasi dan pengaturan tempat-tempat usaha PKL sebagaimana

dimaksud ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan oleh Walikota.

Penetapan lokasi bagi PKL oleh Walikota disesuaikan dengan pula

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang Kota

Semarang. Penyesuaian tersebut cukup penting mengingat penempatan

PKL dalam lokasi tertentu tidak boleh menyimpang dari fungsi ruang itu

sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa penataan ruang kota menyangkut

berbagai aspek seperti aspek, sosial, ekonomi, budaya, alam, serta sumber

daya manusia. penataan ruang kota dilakukan dengan memperhatikan

aspek-aspek tersebut di atas. Landasan yuridis bagi rencana tata ruang Kota

Semarang adalah Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun

2000 – 2010

Peraturan Daerah tersebut di atas merupakan dasar bagi penataan

ruang di Kota Semarang hal mana dalam pengambilan kebijakan mengenai

pedagang kaki lima, Pemerintah Kota Semarang tetap mempertimbangkan

rencana tata ruang kota, sehingga penempatan pedagang kaki lima di Kota

Page 78: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxviii

Semarang tidak menyimpang dan tidak mengganggu ruang publik yang

ada.

Tujuan Pemerintah Kota Semarang mengeluarkan Peraturan Daerah

Nomor 11 tahun 2000 ini dapat dilihat dalam penjelasan umum yang

menyebutkan :

Guna memberikan landasan hukum dalam pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima agar dapat memenuhi kepentingan Pemerintah Daerah dan pedagang serta melindungi masyarakat diperlukan peraturan tentang pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang tahun 2000-

2010 menetapkan bagian wilayah Kota Semarang menjadi 10 (sepuluh)

Bagian Wilayah Kota Semarang. Disebutkan Dalam ketentuan Pasal 11

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010 bahwa

wilayah perencanaan RTRW ini dibagi dalam 10 (sepuluh) BWK sebagai

berikut :

a. Bagian Wilayah Kota I (Kecamatan Semarang Tengah,

Semarang Timur dan Semarang Selatan) dengan luas 2.223,298

ha

b. Bagian Wilayah Kota II (Kecamatan Candisari dan

Gajahmungkur) dengan luas 1.320,516 ha

c. Bagian Wilayah Kota III (Kecamatan Semarang Barat dan

Semarang Utara) dengan luas 3.521,748 ha

Page 79: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxix

d. Bagian Wilayah Kota IV (Kecamatan Genuk) dengan luas

2.738,442 ha

e. Bagian Wilayah Kota V (Kecamatan Pedurungan dan

Gayamsari) dengan luas 2.621,508 ha

f. Bagian Wilayah Kota VI (Kecamatan Tembalang) dengan luas

4.420,057 ha

g. Bagian Wilayah Kota VII (Kecamatan Banyumanik) dengan

luas 2.509,084 ha

h. Bagian Wilayah Kota VIII (Kecamatan Gunungpati) dengan

luas 5.399,085 ha

i. Bagian Wilayah Kota IX (Kecamatan Mijen) dengan luas

6.213,266 ha

j. Bagian Wilayah Kota X (Kecamatan Ngaliyan dan Tugu)

dengan luas 6.393,943 ha.

Dilihat dari penyebaran penduduk, kegiatan ekonomi potensi alam

dan pelaksanaan pembangunan Kota Semarang menggunakan 2 (dua)

macam pendekatan, yaitu :

c. Regional dalam Wilayah Pengembangan

Berdasarkan atas kondisi-kondisi penyebaran penduduk,

penyebaran kegiatan ekonomi serta potensi yang ada maka Kota

Semarang dapat dibagi dalam 5 (lima) wilayah pengembangan,

yaitu :

Page 80: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxx

6) Wilayah Pengembangan I (Zona Industri), yang terletak di

Kecamatan Tugu dan Ngaliyan seluas 1.200 hektar dan di

Kecamatan Genuk seluas 800 hektar.

7) Wilayah Pengembangan II (Zona Pusat Perdagangan), yang

dikembangkan di tengah kota yang dekat dengan pusat

prasarana dan sarana transportasi.

8) Wilayah Pengembangan III (Zona Pendidikan dan

Kebudayaan), yang dikembangkan di daerah tepi kota dan

merupakan hasil penataan berbagai fasilitas pendidikan

yang sebelumnya berada menyebar di tengah kota.

9) Wilayah Pengembangan IV (Zona Pemukiman), yang

dikembangkan untuk mendukung wilayah industri maupun

perkembangan perkotaan di sebelah Barat, Selatan, dan

Timur Kota Semarang.

10) Wilayah Pengembangan V (Zona Agraria), yang berada di

Kecamatan Mijen dan Gunung Pati.

d. Regional dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)

Berdasarkan pola pendekatan tersebut di atas dapat diketahui bahwa

Kota Semarang dibagi dalam 5 (lima) wilayah pengembangan, di mana

salah satunya merupakan wilayah pengembangan perdagangan yang

terletak di pusat kota.

Berkaitan dengan penataan ruang wilayah Kota Semarang,

pengaturan penataan ruang merupakan suatu proses dari perencanaan ruang

Page 81: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxi

kota, pemanfaatan ruang kota dan pengendalian pemanfaatan ruang kota di

wilayah Kota Semarang. Hal ini berarti dalam dalam pelaksanaannya, tata

ruang kota mencakup 3 (Tiga) proses, yaitu :

g. Perencanaan ruang kota

h. Pemanfaatan ruang kota

i. Pengendalian pemanfaatan ruang kota

Menurut ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang adalah:

g. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

h. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya.

i. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :11) Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur,

dan sejahtera.12) Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya

alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

13) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

14) Mewujudkan perlindungan fungsi tata ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

15) Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Berdasarkan ketentuan di atas, konsep-konsep pengembangan Kota

Semarang selalu memperhatikan proses maupun akibat mengenai

pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karenanya perencanaan tata kota

harus memiliki berbagai alternatif di dalam kebijakan pengembangan kota.

Salah satu persoalan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Semarang dalam

Page 82: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxii

penataan ruang Kota Semarang adalah pengaturan dan penataan pedagang

kaki lima yang tersebar di berbagai lokasi di Kota Semarang.

Dalam rangka penataan dan pembinaan pedagang kaki lima di Kota

Semarang, Pemerintah Kota Semarang telah mengeluarkan Peraturan

Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan

Pedagang Kaki Lima. Dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000

Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima diatur hak dan

kewajiban bagi pedagang kaki lima. Disebutkan dalam Pasal 6 Peraturan

Daerah Nomor 11 Tahun 2000 bahwa Setiap PKL mempunyai hak :

a. Mendapatkan pelayanan perijinan

b. Penyediaan lahan lokasi PKL

c. Mendapatkan pengaturan dan pembinaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat dipahami bahwa secara

umum terdapat hak-hak dari pedagang kaki lima yang diberikan oleh Perda,

yakni pedagang kaki lima Kota Semarang berhak mendapatkan pelayanan

perizinan, penyediaan lahan lokasi pedagang kaki lima dan mendapatkan

pengaturan dan pembinaan. Hak pedagang kaki lima tersebut didasarkan

pada pertimbangan tertentu, seperti ketersediaan lokasi bagi pedagang kaki

lima, mengingat bahwa sampai saat jumlah lokasi yang disediakan khusus

bagi pedagang kaki lima belum memadai atau belum cukup menampung

seluruh pedagang kaki lima yang ada di Kota Semarang.

Pasal 7 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 mengatur

kewajiban bagi pedagang kaki lima, yaitu :

Page 83: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxiii

g. Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan lingkungan.

h. Menempatkan, menata barang dagangan dan peralatannya dengan tertib dan teratur serta tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum.

i. Mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran dengan menyediakan alat pemadam kebakaran.

j. Menempati sendiri tempat usaha PKL, sesuai ijin yang dimilikinya.

k. Menyerahkan tempat usaha PKL tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila sewaktu-waktu dibutuhkan Pemerintah Daerah.

l. Melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka pedagang kaki lima

berkewajiban menjaga tempat usahanya dan menempati sendiri tempat

usaha tersebut. Apabila sewaktu-waktu Pemerintah Kota Semarang

membutuhkan lahan tersebut, maka pedagang kaki lima diwajibkan untuk

pindah tanpa mendapat ganti rugi apapun.

Bagi pedagang kaki lima yang melakukan kegiatannya di lokasi

yang telah ditentukan dilarang untuk :

a. Merombak, menambah, mengubah fungsi dan fasilitas lokasi

PKL yang telah disediakan dan atau ditentukan oleh Pemerintah

Daerah.

b. Mendirikan bangunan permanen di lokasi PKL yang telah

ditetapkan.

c. Memindahtangankan ijin tempat usaha PKL kepada pihak lain.

d. Melakukan kegiatan usaha di luar lokasi PKL yang telah

ditetapkan.

Page 84: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxiv

e. Menempati lahan/lokasi PKL yang tidak ditunjuk dan

ditetapkan oleh Walikota.

f. Menempati lahan/lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal.

Hak dan kewajiban PKL sebagaimana diatur dalam Peraturan

Daerah Nomor 11 tahun 2000 pada hakekatnya merupakan bentuk

pelayanan hukum yang diberikan Pemerintah Kota Semarang kepada

masyarakat khususnya pdagang kaki lima. Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2000 lahir untuk memenuhi kebutuhan pengaturan terhadap

pedagang kaki lima yang sebelumnya diatur dalam ketentuan Peraturan

Daerah Nomor 3 Tahun 1986 sebagaimana telah dicabut berdasarkan

ketentuan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 1998.

Penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang secara teknis

dilakukan oleh Kantor Dinas Pasar Kota Semarang yang bertugas dan

berwenang mengatur keberadaan pedagang kaki lima yang ada di seluruh

wilayah Kota Semarang, namun pelaksanaan di lapangan dikoordinasikan

dengan Kantor Kecamatan dan Kantor Kelurahan setempat.

Keberadaan pedagang kaki lima pada dasarnya selalu menempati

lokasi-lokasi yang strategis, sehingga tidak mengherankan apabila di setiap

keramaian pasti ada pedagang kaki lima. Para pedagang kaki lima juga

menempati lokasi-lokasi yang sebetulnya terlarang untuk digunakan seperti

trotoar, bantaran sungai, di atas sungai dan sebagainya.

Untuk mengatur keberadaan pedagang kaki lima di Kota Semarang

sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2000, walikota perlu

Page 85: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxv

mengeluarkan surat keputusan yang mengatur penetapan lahan/lokasi bagi

pedagang kaki lima. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka Pemerintah

Kota Semarang yang dalam hal ini Walikota Semarang mengeluarkan Surat

Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16/Tahun 2001 Tentang

Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota

Semarang. Dasar pertimbangan Pemerintah Kota Semarang mengeluarkan

Surat Keputusan Walikota tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Bahwa dalam rangka penataan, pembinaan dan pengelolaan

Pedagang Kaki Lima (PKL) di wilayah Kota Semarang yang

semakin marak dan bermunculan dimana-mana, maka

dipandang perlu meninjau kembali Keputusan Walikota

Semarang Nomor : 511.3/367 tentang Penetapan Lahan Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kotamadya Daerah

Tingkat II Semarang.

b. Bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut di atas, maka

dipandang perlu menetapkan kembali lahan/lokasi pedagang

kaki lima (PKL) di wilayah Kota Semarang dengan Keputusan

Walikota Semarang.

Lebih lanjut diputuskan dalam Surat Keputusan Walikota Semarang

Nomor 511.3/16/Tahun 2001 Tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang

Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang :

1. Lahan/lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota

Semarang sebagaimana tercantum dalam lampiran.

Page 86: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxvi

2. Apabila sewaktu-waktu lahan/lokasi sebagaimana dimaksud

Diktum Pertama, digunakan untuk kepentingan lain oleh

Pemerintah Kota Semarang, maka akan diadakan peninjauan

kembali.

3. Dengan diterbitkan Keputusan ini, maka Keputusan Walikota

Semarang Nomor 511.3/367 tentang Penetapan Lahan/Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kotamadya Daerah

Tingkat II Semarang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Berdasarkan lampiran Surat Keputusan Walikota Semarang tersebut

di atas, lahan/lokasi pedagang kaki lima (PKL) di wilayah Kota Semarang

dibagi atas 3 (tiga) lokasi, yaitu :

a. Lokasi A (lokasi kota)

b. Lokasi B (lokasi wilayah)

c. Lokasi C (lokasi lingkungan)

Dengan demikian penetapan lahan/lokasi PKL di wilayah Kota

Semarang menjadi 3 (tiga) lokasi yang dikategorikan sebagai lokasi kota

yakni pusat kota, lokasi wilayah yakni daerah pinggiran dan lokasi

lingkungan yakni daerah perumahan.

Adapun jumlah lokasi PKL sesuai dengan Surat Keputusan

Walikota Nomor 511.3/16/Tahun 2001 Tentang Penetapan Lahan/Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang sesuai dengan

lampiran dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Page 87: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxvii

Tabel 4Jumlah Lokasi PKL

NO Lokasi Jumlah123

A (Kota)B (Wilayah)C (Lingkungan)

2612166

Jumlah 213Sumber : Lampiran SK Walikota tahun 2001

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa jumlah lokasi

yang diperbolehkan Pemerintah Kota Semarang sesuai dengan Surat

Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16/Tahun 2001 Tentang

Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota

Semarang sebanyak 213 lokasi dengan perincian 26 lokasi berada di

perkotaan, 121 lokasi berada di wilayah dan 66 lokasi berada di

lingkungan.

Dilihat dari waktu beroparesinya, ada beberapa lokasi yang hanya

diperuntukan PKL pada malam hari dan ada yang diperuntukkan PKL pagi

dan malam hari. Untuk mengetahui waktu penggunaan lokasi bagi PKL

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5Waktu Penggunaan Lokasi

No Lokasi Waktu Kegiatan JumlahSiang Malam Malam

123

A (Kota)B (Wilayah)C (Lingkungan)

2211866

43-

2612166

Jumlah 206 7 213Sumber : Lampiran SK Walikota tahun 2001

Page 88: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxviii

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa waktu

kegiatan yang ditentukan oleh Pemerintah Kota Semarang ada 2 (dua)

kelompok, yakni kelompok 1 (pertama) pagi sampai malam dan kelompok

2 (kedua) malam hari saja.

Lahan yang dipergunakan PKL sesuai dengan Surat Keputusan

Walikota Nomor 511.3/16/Tahun 2001 Tentang Penetapan Lahan/Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang dapat dibagi dalam

beberapa lokasi, yakni :

a. Menempati Pinggir jalan

b. Menempati trotoar jalan

c. Menempati badan jalan

d. Menempati kios PKL

e. Menempati jalur pemisah

f. Menempati bahu jalan

g. Menempati jalan kampung

h. Menempati tanah bekas tanah bengkok

i. Menempati areal terminal

Melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 dan Surat

Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16/Tahun 2001 Tentang

Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota

Semarang Pemerintah Kota Semarang melakukan penataan pedagang kaki

lima di Kota Semarang.

Page 89: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

lxxxix

Pada kenyataan di lapangan pelaksanaan penataan pedagang kaki

lima oleh Pemerintah Kota Semarang, masih belum terlihat optimal. Hal

tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah pedagang kaki lima yang

belum mendapatkan lokasi/lahan untuk berjualan sesuai dengan kebijakan

Pemerintah Kota Semarang. Pemerintah sendiri hampir tak mampu

mengatasi pemasalahan pedagang kaki lima di lapangan. Ada beberapa

pedagang kaki lima yang membangun tempat usahanya di atas saluran

sungai tanpa izin, sehingga menimbulkan masalah terhadap kelancaran

saluran. Kondisi tersebut apabila dibiarkan dapat menyebabkan

ketidakteraturan dan menghambat upaya pembersihan saluran

Hampir seluruh wilayah di perkotaan yang berdekatan dengan

keramaian dan jalan-jalan besar ditempati oleh pedagang kaki lima yang

menyebabkan Kota Semarang telah kehilangan wajahnya yang asri dan

indah, berganti wajah kumuh dan “semrawut”. Pertumbuhan pedagang kaki

lima sudah hampir tidak mampu dikendalikan untuk menempati lokasi-

lokasi yang telah tetapkan. Selama ini dalam rangka pengendalian

pemanfaatan ruang khususnya berkaitan dengan penataan pedagang kaki

lima, pemerintah Kota Semarang melalui Satuan Polisi Pamong Prajanya

telah melaksanakan pengawasan dan penegakan pengaturan pedagang kaki

lima.

Penetapan program berdasarkan kebijakan pemanfaatan tata ruang

kota serta penetapan lahan/lokasi PKL yang telah ditetapkan. Lokasi yang

menjadi sasaran adalah lokasi yang menjadi sasaran pembangunan atau

Page 90: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xc

rencana kerja pemerintah Kota Semarang serta lokasi yang tidak terdapat di

dalam Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16/Tahun 2001

Tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah

Kota Semarang.

Bagi Kota Semarang, sebetulnya prinsip yang dipakai dalam

penataan pedagang kaki lima adalah pengendalian bukan pertumbuhannya,

sehingga yang terpenting adalah penataan pedagang kaki lima sesuai

dengan ketentuan peraturan daerah yang ada.

Pemerintah Kota Semarang sebenarnya juga sudah menyediakan

beberapa, lokasi untuk pedagang kaki lima sesuai dengan klasifikasinya,

yaitu :

1. Lokasi PKL Progo

Adalah lokasi berjualan bagi PKL barang-barang bekas terletak

di perempatan Jalan Patimura dan Jalan Citarum.

2. Lokasi PKL Kokrosono

Adalah lokasi berjualan bagi PKL untuk berbagai barang rumah

tangga dan elektronik baik baru maupun bekas terletak di jalan

Kokrosono.

3. Lokasi PKL Pasar Waru

Adalah lokasi berjualan bagi PKL untuk berbagai barang,

pakaian dan sebagainya terletak di Jalan Kaligawe.

4. Lokasi sementara PKL Onta

Page 91: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xci

Adalah lokasi berjualan bagi PKL untuk berbagai hewan unggas

maupun hewan peliharaan serta pakan burung dan

perlengkapannya terletak di jalan Onta sepanjang DAS Banjir

Kanal Timur. Lokasi ini sekarang justru menjadi rumah tinggal

permanen.

5. Lokasi kuliner Taman keluarga Berencana

Adalah lokasi berjualan bagi PKL untuk jenis kuliner yang

sebelumnya menempati sepanjang jalan Pahlawan dan Simpang

lima.

Apabila dicermati, penetapan lahan atau lokasi bagi pedagang kaki

lima belum mencerminkan kebijakan publik yang bersifat komprehensif

terarah dan terpadu. Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Surat

Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16/tahun 2001 baru sebatas

pemecahan masalah (problem solving) yang bersifat sementara dan

antisipatif semata.

Dari 213 lokasi penataan pedagang kaki lima yang diatur dan

disediakan oleh pemerintah Kota Semarang sebagian besar menempati

lahan atau lokasi yang bukan peruntukannya, sehingga di satu sisi

pemerintah Kota Semarang berupaya untuk menata pedagang kaki lima,

namun di sisi lain penataan tersebut justru melanggar pemanfaatan tata

ruang dan tata guna tanah. Dari sembilan jenis lokasi yang disediakan

hanya 3 (tiga) lokasi saja yang sesuai dengan peruntukannya, yaitu kios

PKL, tanah bekas tanah bengkok dan areal terminal. Adapun 6 (enam) jenis

Page 92: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xcii

lokasi lainnya melanggar fungsi pemanfaatan tata guna tanah tersebut, yaitu

:

1. Pinggir jalan

Lahan di pinggir jalan sebenarnya sesuai dengan pemanfaatan

ruang dan tata guna tanah adalah untuk jalur lambat maupun

tempat parkir. Pada kenyataannya banyak pedagang kaki lima

yang melakukan usaha di pinggir-pinggir jalan yang berpotensi

mengganggu kenyamanan, kelancaran dan keamanan pengguna

jalan. Pemerintah Kota Semarang masih memberikan toleransi

ataupun memberikan izin menempati lahan atau lokasi pinggir

jalan bagi pedagang kaki lima.

2. Trotoar jalan

Trotoar menurut sifat peruntukannya berfungsi sebagai jalur

bagi lalu lintas pejalan kaki. Dalam kenyataan di lapangan

sebagian besar trotoar yang ada di Kota Semarang justru

dimanfaatkan sebagai lahan bagi pedagang kaki lima maupun

oleh pemilik toko, sementara para pejalan kaki yang seharusnya

mendapatkan pelayanan dalam beraktivitas terpaksa harus rela

turun ke jalan karena tidak tempat lewat di trotoar. Pemanfaatan

trotoar untuk PKL maupun barang-barang milik toko misalnya

di sepanjang jalan MT Haryono. Trotoar sepanjang jalan MT

Haryono pada siang hari dipenuhi oleh barang-barang milik

toko maupun bengkel serta sebagian kios PKL, sementara pada

Page 93: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xciii

malam hari hamper seoanjang jalan MT Haryono dipenuhi oleh

warung-warung PKL.

3. Badan jalan

Di beberapa tempat, badan jalan yang seharusnya bersih dari

pedagang kaki lima justru dipergunakan oleh para pedagang

kaki. Hal tersebut juga diakomodir oleh Pemerintah Kota

Semarang. Penggunaan badan jalan untuk aktivitas pedagang

kaki lima dilihat dari sisi keamanan lalu lintas sangat

membahayakan pengguna jalan dan juga menyebabkan

terjadinya kemacetan. Salah satu contoh adalah para pedagang

kaki lima yang menggunakan badan jalan di depan Shoping

Center Johar jalan Agus Salim setiap hari sepanjang waktu

menyebabkan kemacetan lalu lintas.

4. Jalur pemisah

Jalur pemisah pada dasarnya berfungsi sebagai pemisah jalan

dan perindang jalan. Lahan di sepanjang pemisah jalan sesuai

dengan peruntukkannya adalah jalur hijau yang berarti tidak

boleh ada aktivitas lain di dalamnya kecuali hanya untuk

penghijauan. Jika lahan tersebut cukup lebar, di samping

sebagai jalur hijau juga dapat difungsikan sebagai jalur

pedestrian/pejalan kaki. Pada kenyataannya ada beberapa jalur

pemisah ini yang dipergunakan untuk berjualan. Di sepanjang

jalan Kamiluto Perum tlogosari jalur pemisah dipergunakan

Page 94: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xciv

untuk berjualan pedagang kaki lima. Lahan hijau di sepanjang

jalan Kartini telah berubah fungsi menjadi lokasi pedagang kaki

lima yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan kembali

menjadi lahan hijau

5. Bahu jalan

Tidak berbeda dengan badan jalan atau pinggir jalan, lokasi

bahu jalan sebenarnya juga berbahaya bagi aktivitas pedagang

kaki lima, sehingga penempatan lokasi pedagang kaki lima oleh

Pemerintah Kota Semarang di bahu jalan, selain melanggar

fungsi peruntukkannya juga menimbulkan ketidaknyamanan

lingkungan dan pengguna jalan lainnya. Pemanfaatan bahu jalan

oleh PKL misalnya di sekitar Pasar Peterongan dan depan Metro

Plaza terutama pagi hari.

6. Jalan kampung

Lokasi jalan kampung sebenarnya tidak mengganggu sepanjang

diatur secara tertib serta tidak terlalu banyak pedagang kaki

limanya. Namun demikian di beberapa lokasi tertentu

keberadaan pedagang kaki lima di jalan kampung memang

sudah turun temurun dan menjadi seperti pasar krempyeng.

Tetapi adapula yang sebelumnya bersih, tiba-tiba didirikan

bangunan baru seperti di jalan Rejosari VII, Jalan Karangkojo.

Hal-hal seperti di atas inilah sebenarnya yang perlu dipikirkan oleh

Pemerintah Kota Semarang, sehingga dalam merencanakan suatu kebijakan

Page 95: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xcv

tidak sekedar menyelesaikan masalah yang bersifat sementara, namun harus

bersifat permanen dan berkelanjutan.

H. Kendala-Kendala yang Timbul dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang

Kaki Lima Di Kota Semarang

Pada dasarnya dalam setiap pelaksanaan suatu aturan ataupun kebijakan

selalu terdapat kendala atau hambatan. Demikian pula halnya dengan upaya

pemerintah Kota Semarang dalam penataan pedagang kaki lima berkaitan

dengan pemanfaatan tata ruang kota tidak terlepas dari beberapa kendala yang

dihadapinya. Kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan

penataan pedagang kaki lima, yaitu :

1. Rendahnya Kesadaran hukum PKL

Pemerintah Kota Semarang telah mengeluarkan Peraturan Daerah

Nomor 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki

Lima dan Keputusan Walikota Nomor 511.3/16 2001 tentang Penetapan

Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang.

Dalam pelaksanaannya masih banyak pedagang kaki lima yang menempati

lokasi tidak sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor

511.3/16 Tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki

Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang. Penetapan lokasi sebagaimana

diatur dalam Surat Keputusan Walikota Nomor 511.3/16 Tahun 2001

tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah

Page 96: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xcvi

Kota Semarang, belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para pedagang kaki

lima. Penerapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang

Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima juga belum dapat

dilakukan secara optimal. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pelanggaran

yang dilakukan oleh pedagang kaki lima seperti berubahnya fungsi lahan

pedagang kaki lima menjadi tempat tinggal. Saat ini banyak dijumpai kios

non permanen yang dijadikan kios permanen.

2. Lemahnya Pengawasan oleh Aparat Penegak Perda Kota Semarang

Selama ini pengawasan terhadap keberadaan pedagang kaki lima oleh

aparat Pemerintah Kota Semarang belum optimal. Hal tersebut terlihat dari

masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian

pedagang kaki lima. Aparat Pemerintah belum menunjukkan perhatian

yang serius terhadap perkembangan pedagang kaki lima di suatu wilayah

tertentu. Aparat Pemerintah baru bertindak apabila ada sorotan dari

masyarakat dan mulai timbul masalah. Dengan demikian aparat pemerintah

selalu terlambat dalam bertindak. Kondisi tersebut diperparah dengan tidak

adanya operasi yustisi yang digelar secara rutin, sehingga seringkali terlihat

bahwa penertiban para pedagang kaki lima masih terkesan setengah hati.

Kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah

Kota Semarang karena kurangnya kuantitas sumber daya insani dan sarana

prasarana yang ada. Jika dibandingkan dengan luas Kota Semarang, jumlah

Perda yang harus ditegakkan serta jumlah pedagang kaki lima yang

semakin menjamur, maka jumlah petugas Satpol PP Kota Semarang yang

Page 97: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xcvii

hanya 340 personil sangat tidak seimbang, sehingga pelaksanaan

pembinaan, pengawasan dan penerapan hukum belum bisa optimal.

Kurangnya deteksi dini dan koordinasi antara aparat di wilayah dengan

Dinas Teknis dan Satpol PP, sehingga seringkali pedagang kaki lima baru

ditertibkan ketika sudah berdiri lama dan menjamur.

3. Relokasi tempat jualan PKL yang tidak strategis dan memadai

Pada saat Pemerintah ingin melakukan penataan bagi para pedagang

kaki lima, para pedagang kaki lima seringkali menuntut diberi lokasi yang

strategis. Pada umumnya pedagang kaki lima tidak mau dipindah ke lokasi

yang dianggap tidak menguntungkan bagi usahanya, padahal lokasi-lokasi

yang disediakan Pemerintah biasanya merupakan lahan yang tidak strategis

bahkan jauh dari keramaian, sehingga para pedagang kaki lima menolak

untuk dipindah.

4. Faktor Ekonomi PKL

Banyak pedagang kaki lima yang berjualan disebabkan faktor

ekonomi. Mereka terpaksa berjualan di tempat-tempat terlarang karena

untuk membeli atau bahkan menyewa lahan yang resmi mereka tidak

mampu, oleh karenanya mereka berjualan di tempat yang seadanya yang

penting dapat memperoleh hasil untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya. Para PKL ini kebanyakan bergerak di sektor makanan yang

tidak membutuhkan modal besar dan tempat luas. Para PKL ini berjualan

dengan modal seadanya, yang penting dapat memperoleh penghasilan

meskipun kecil.

Page 98: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xcviii

I. Upaya-Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk

Mengatasi Kendala-Kendala yang Timbul dalam Pelaksanaan Penataan

Pedagang Kaki Lima di Kota Semarang

Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa dalam penataan pedagang

kaki lima di Kota Semarang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Semarang, terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Untuk mengatasi

kendala-kendala tersebut, Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan upaya-

upaya sebagai berikut :

1. Memberikan penyuluhan dan pembinaan terhadap para PKL.

Pemerintah melalui perangkat kecamatan dan kelurahan telah

berupaya melakukan penyuluhan dan sosialisasi peraturan daerah dengan

mengundang para pedagang kaki lima di wilayah masing-masing. Para

pedagang kaki lima diberikan pengarahan seputar penggunaan lahan untuk

jualan dan mensosialisasikan peraturan daerah mengenai pengaturan dan

pembinaan pedagang kaki lima, yaitu Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun

2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima dan Surat

Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16 Tahun 2001 tentang

Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota

Semarang. Pemerintah Kota Semarang di samping mengadakan

penyuluhan dan sosialisasi juga memberikan edaran dan peringatan baik

Page 99: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

xcix

lisan maupun tertulis untuk mentaati ketentuan hukum yang ada.

Pemerintah Kelurahan dan Kecamatan berupaya memberikan surat edaran

kepada para pedagang kaki lima yang berada di wilayah kerjanya yang

intinya memberitahukan kepada para pedagang kaki lima bahwa mereka

boleh berjualan di lokasi tersebut asalkan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Apabila surat edaran yang dikirimkan belum mendapatkan respon

yang positif dari para pedagang kaki lima, langkah selanjutnya adalah

memberikan peringatan kepada para pedagang kaki lima yang dianggap

melanggar ketentuan sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya.

Peringatan dilakukan secara baik lisan maupun tertulis kepada pedagang

kaki lima.

2. Mingkatkan pengawasan dengan mengadakan penertiban secara bertingkat

dari tingkat kelurahan, kecamatan maupun tingkat Kota (operasi yustisi)

Dalam rangka melakukan penegakan hukum terhadap Peraturan

Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan

Pedagang Kaki Lima serta menindaklanjuti Surat Keputusan Walikota

Semarang Nomor 511.3/16 Tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang, pemerintah Kota

Semarang melakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima yang

dianggap melanggar ketentuan melalui operasi yustisi. Operasi Yustisi

biasanya dilakukan secara bertingkat mulai dari tingkat kelurahan,

kecamatan hingga kota yang dikoordinasikan dengan satuan polisi

pamongpraja setempat. Operasi yang dilakukan dimaksudkan untuk

Page 100: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

c

memberikan kesadaran bagi pedagang kaki lima agar dalam menjalankan

usahanya senantiasa mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan

yang ada khususnya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang

Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima serta Surat Keputusan

Walikota Semarang Nomor 511.3/16 Tahun 2001 tentang Penetapan

Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang

3. Mengupayakan lokasi/lahan baru bagi pedagang kaki lima yang belum

mendapatkan tempat usaha

Salah satu hal yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan

oleh Pemerintah Kota Semarang adalah menyediakan lahan bagi para

pedagang kaki lima yang saat ini tumbuh dan berkembang secara pesat.

Dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap pedagang kaki

lima, pemerintah berupaya menyediakan lahan sementara bagi pedagang

kaki lima, seperti lokasi PKL di pasar waru yang diperuntukkan pedagang

kaki lima pindahan jalan Citarum dan sekitarnya, rehabilitasi bangunan

kios PKL Kokrosono, relokasi PKL jalan Pahlawan dan Simpang lima di

Sepanjang Stadion Diponegoro dan kawasan Taman keluarga Berencana

jalan Menteri Soepeno, serta merencanakan relokasi PKL ke wilayah

Gunungpati.

4. Memberikan pelatihan dan bantuan modal bagi PKL

Dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga, pemerintah telah

melaksanakan program pelatihan dan bantuan modal bagi PKL melalui

kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang,

Page 101: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

ci

melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi maupun melalui program

PNPM Perkotaan. di masing-masing kelurahan.

Page 102: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

cii

BAB V

PENUTUP

J. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya

mengenai Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang Berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, dapat disimpulkan :

6. Penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang berdasarkan rencana tata

ruang wilayah Kota Semarang dipusatkan pada wilayah Pengembangan II

(Zona Pusat Perdagangan), yaitu di tengah kota yang dekat dengan pusat

prasarana dan sarana transportasi. Jumlah Pedagang kaki lima yang ada di

Kota Semarang yang tercatat pada tahun 2009 sebanyak 11.414 PKL. Dari

11.414 PKL tersebut sebanyak 7.419 PKL berada di lokasi sesuai SK

Walikota, sedangkan sisanya sebanyak 3.995 PKL berada di luar lokasi

yang ditentukan. Ditinjau dari aspek tata ruang, penempatan lokasi PKL

sesuai dengan peruntukannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah

Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010. Lokasi untuk

pedagang kaki lima disediakan sesuai dengan klasifikasinya, yaitu Lokasi

PKL Progo terletak di perempatan Jalan Patimura dan Jalan Citarum,

Lokasi PKL Kokrosono terletak di jalan Kokrosono, Lokasi PKL Pasar

Waru terletak di Jalan Kaligawe, lokasi sementara PKL Onta terletak di

jalan Onta sepanjang DAS Banjir Kanal Timur, serta lokasi kuliner Taman

Page 103: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

ciii

keluarga Berencana. Penetapan lahan atau lokasi bagi pedagang kaki lima

belum mencerminkan kebijakan publik yang bersifat komprehensif terarah

dan terpadu. Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Surat Keputusan

Walikota Semarang Nomor 511.3/16/tahun 2001 baru sebatas pemecahan

masalah (problem solving) yang bersifat sementara dan antisipatif semata.

7. Kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki

lima di Kota Semarang, yaitu rendahnya kesadaran hukum PKL dalam

mematuhi Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16 Tahun

2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di

Wilayah Kota Semarang, lemahnya pengawasan oleh Aparat Penegak

Perda Kota Semarang karena kurangnya kuantitas sumber daya insani dan

sarana prasarana yang ada, relokasi tempat jualan PKL yang tidak strategis

dan memadai, sehingga pedagang kaki lima tidak mau dipindah ke lokasi

yang dianggap tidak menguntungkan bagi usahanya, faktor Ekonomi PKL

yang terpaksa berjualan di tempat-tempat terlarang karena untuk membeli

atau bahkan menyewa lahan yang resmi mereka tidak mampu.

8. Upaya-Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk

mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang, yaitu memberikan penyuluhan dan

pembinaan terhadap para PKL seputar penggunaan lahan untuk jualan dan

mensosialisasikan peraturan daerah mengenai pengaturan dan pembinaan

pedagang kaki lima, yaitu Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000

Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima dan Surat

Page 104: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

civ

Keputusan Walikota Semarang Nomor 511.3/16 Tahun 2001 tentang

Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota

Semarang, memberikan edaran dan peringatan baik lisan maupun tertulis

untuk mentaati ketentuan hukum yang ada, mengadakan penertiban secara

bertingkat dari tingkat kelurahan, kecamatan maupun tingkat Kota (operasi

yustisi) dalam rangka melakukan penegakan hukum terhadap Peraturan

Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan Pembinaan

Pedagang Kaki Lima serta menindaklanjuti Surat Keputusan Walikota

Semarang Nomor 511.3/16 Tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang, serta

mengupayakan lokasi/lahan baru bagi pedagang kaki lima yang belum

mendapatkan tempat usaha

K. Saran

Mengingat dalam penataan pedagang kaki lima di Kota Semarang

berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Semarang terdapat beberapa

kendala, sehingga menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan penataan

pedagang kaki lima di Kota Semarang, sehingga perlu bagi pemerintah Kota

Semarang untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih komprehensif dalam

mengatasi masalah PKL sebagai berikut :

1. Memperbarui Perda tentang PKL

Page 105: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

cv

2. Menyediakan lahan untuk PKL dalam bentuk cluster-cluster sesuai jenis

usaha secara terintegral seperti halnya pasar tradisional

3. Meningkatkan pengawasan dan penegakan perda

4. Memberikan pelatihan kepada para PKL dalam rangka untuk meningkatkan

usahanya, sehingga di masa mendatang mereka tidak lagi menjalankan

usaha sebagai PKL tetapi meningkat jadi UMKM

Page 106: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

cvi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bagir Manan, 1995, Politik Perundang-Undangan, Bahan Kuliah Politik Hukum, Pasca Sarjana Program Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta,Jakarta , hal.7-8 (tidak diterbitkan).

___________,1999, Politik Hukum Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta

Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta

B. Restu Cipto Handoyo, 1995, Aspek-Aspek Hukum Administrasi Negara dalam Penataan Ruang,Yogyakarta :Atmajaya

Depdikbud, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

Eko Budhardjo, 1997, Penataan Ruang Kota, Alumni, Bandung

Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta

Irawan dan M. Suparmoko, 1992, Ekonomika Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta

Media Semarang, 2002, Simalakama Penataan PKL, edisi April

Muchsin dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Jakarta

Mustopadidaja, 1992, Studi Kebijaksanaan, Perkembangan dan Penerapan dalam rangka Administrasi dan Manajemen Pembangunan, LP-FEUI, Jakarta

Oberlin Silalahi, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Negara, Yogyakarta : Liberty, 1989

Sarastri Wilonoyudho, 2000, Menata Pedagang Kaki Lima, artikel wacana mahasiswa Suara Merdeka, tanggal 3 Oktober

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, : Raja Grafindo Perkasa, Jakarta

Page 107: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

cvii

Solichin Abdul Wahab, 1991, Analisis Kebijaksanaan dan Formulasi ke Implentasi, Bumi Aksara, Jakarta

Thomas Barclay and Scot Birkland, 1998, Law, Policy Making and the Policy Closing the Gaps, Policy StudiesJournal vol 26 no 2

Tugu Muda, 2001, Perlunya Penataan PKL, Edisi nomor 153

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010

Surat Keputusan Walikota Nomor 511.3/16 tahun 2001 tentang Penetapan Lahan/Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Wilayah Kota Semarang.

Surat Walikota Semarang Nomor 511.3/2558 tentang Wewenang Penandatanganan Izin Tempat Usaha PKL.

Surat Edaran Walikota Semarang Nomor 200/2019 tanggal 24 Mei 2002 Perihal Larangan Pendirian PKL.

Internet

http://semarang.go.id/cms - semarangkota.go.id, Berdayakan PKL Wujudkan Semarang ATLAS,

Page 108: PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SEMARANG …

cviii