bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.unj.ac.id/8423/40/bab i.pdf · 2020. 8....
TRANSCRIPT
-
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai Negara yang berada di garis Khatulistiwa, memiliki
berbagai kekayaan akan Suku, budaya, adat istiadat, agama, bahasa dan ras
(Deniawati, 2014). Setiap daerah maka memiliki karakter yang berbeda-beda
hingga perbedaan tersebut menjadi ciri khas bangsa indonesia dengan bangsa
lainnya. Selain itu Indonesia juga memiliki keberagaman agama atau kepercayaan.
Kebebasan beragama di Indonesia dilandasi dalam pasal 28E, 28I, dan Pasal 29
ayat (2) bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaan”. Namun menurut Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang kemudian
ditetapkan menjadi Undang-Undang noor 5 tahun 1969 tentang Pernyataan
Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden menjadi Undang-Undang,
khususnya dalam penjelasan Pasal 1 bahwa agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk Indonesia yaitu, Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khong
Hu Cu (Confusius) dengan jumlah penganut agama terbanyak adalah agama Islam
yang menjadikan mayoritas (Indonesia.go.id, 2017). Disamping enam agama
yang diakui secara sah oleh pemerintah, namun terdapat juga komunitas agama
atau kepercayaan lainnya.
Komunitas agama yang masih bertahan sampai saat ini, tentu merupakan
makhluk sosial, dimana memerlukan orang lain dalam kehidupan sehari-harinya,
seperti bekerjasama, tolong menolong atau kerja bakti. Namun perbedaan-
-
2
perbedaan yang ada dalam kehidupan memunculkan beberapa prasangka dalam
masyarakat seperti konflik sosial dan konflik agama ditahun 2016. Menurut
Sohuturon (2016) dalam CNN Indonesia bahwa konflik yang mengatasnamakan
agama lebih berbahaya dibandingkan konflik ekonomi karena dapat memecahkan
persatuan. Konflik yang mengatasnamakan Tuhannya merasa bahwa agama yang
dianut adalah paling baik dan lebih menyudutkan agama lain, seperti kasus yang
dilakukan oleh mantan Gubernur DKI atas kasus penistaan agama sehingga
menyebabkan perpecahan antara agama (Sohuturon, 2016). Konflik tersebut tentu
telah memudarkan nilai-nilai Pancasila terutama nilai ketuhanan seperti, nilai
toleransi, kerja sama, sikap saling menghormati, dan sikap menghargai sesama
umat beragama. Dikutip dalam Poskota News (2016) bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam gotong royong semakin hari semakin jauh terutama dalam
penyelenggaraan negara padahal seharusnya nilai-nilai gotong royong harus
melekat dalam kehidupan masyarakat, bangsa Negara.
Melemahnya nilai-nilai gotong royong ini tentu bukan hanya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara namun disemua bidang salah satunya adalah
dalam bidang ekonomi yang dapat menciptakan kesenjangan sosial mencapai
0,43% (Poskota News, 2016). Lalu dikuti dari DetikNews (2013) bahwa kerja
sama atau gotong royong telah memudar di masyarakat, karena masyarakat lebih
peduli terhadap kelompoknya dibandingkan dengan kelompok yang lain.
(Detiknews, 2013). Sedangkan menurut Friana (2018) bahawa Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa masyarakat Jakarta kurang memiliki
rasa kepedulian terhadap masyarakat kelas bawah, terutama dalam keadilan
-
3
hukum pengusaha kecil dan pengusaha besar yang terkadang apabila dilanggar
lebih dibiarkan (Friana, 2018). Namun secara nasional dihitung dari indeks
kerukunan beragama tahun 2019 oleh Kementerian Agama menyatakan bahwa
nilai rata-rata secara nasional berada diangka 73,83% maka masih terjadi konflik
sosial antar masyarakat. Lalu, untuk provinsi Jawa Barat terdapat dirangking
ketiga dengan angka 68,5% termasuk dalam kategori rendah (Satria, 2019). Ada
sebuah artikel yang menjelaskan bahwa kriminalitas marak terjadi akibat
kurangnya kepedulian antar masyarakat karena masyarakat kurang menjaga
lingkungannya agar tetap kondusif, sehingga di kota Bandung sering terjadi
beberapa pencurian (PRFMNews, 2018). Sedangkan, untuk didaerah Kuningan
Jawa Barat konflik sosial terjadi antar warga bahkan sempat sampai
pengeroyokan di desa Kramatmulya Kuningan Jawa Barat (Arif, 2016).
Kemudian, konflik perebutan lahan adat terjadi antara masyarakat dengan warga
kepercayaan sunda wiwitan di Cigugur Kabupaten Kuningan (Bbc Indonesia,
2017).
Berdasarkan data-data diatas bahwa kurangnya kepedulian dalam
masyarakat telah terjadi dalam beberapa kota terkhusunya untuk kota-kota besar
yaitu Jakarta atau Bandung. Namun, rendahnya peduli sosial terjadi pada berbagai
bidang seperti sektor ekonomi, kriminologi, sehingga menyebabkan koflik sosial.
Namun kepedulian tersebut telah merambah kepada daerah daerah kecil dengan
lunturnya budaya kerja sama atau gotong royong dimana masyarakat lebih bersifat
individualis. Perbedaan itu tentu dapat berdampak pada perpecahan dalam lapisan
masyarakat ditambah dengan berkembangnya Teknologi Informasi membuat
-
4
terjadinya penurunan karakter budaya bangsa Indonesia. Hal tersebut telah
menggantikan segala peran sosial dalam masyarakat.
Penyebabkan lunturnya karakter peduli sosial yaitu, Pertama hanya
menjadi penonton saat lingkungannya terkena bencana, kedua sikap tidak peduli
atau mengabaikan pada lingkungan dan yang terakhir adalah tidak ikut
berkontribusi secara langsung dalam kegiatan di masyarakat (Buchari, 2010).
Segala aktivitas atau kegiatan sehari-hari dapat dilakukan melalui kemajuan
tekonologi. Hal ini membuat melemahnya karakter peduli sosial dalam jati diri
bangsa Indonesia. Kemajuan teknologi juga meningkatkan karakter individual
seperti sikap ingin menang sendiri, tidak setia kawan, dan lain-lain (Prabowo
(2014); Maya (2014). Sikap individual masih ditemukan saat peneliti melakukan
observasi lapangan ke Kelurahan Cigugur tepatnya di Paseban Tri Panca Tunggal,
dengan bangunan yang luas peneliti menunggu disekitar aula ketika upacara seren
taun akan berlangsung. Namun saat sedang menunggu, peneliti ingin bertanya
kepada warga yang beraktivitas sekitar aula paseban tri panca tunggal tetapi
respon dari warga sekitar yang tak acuh terhadap keberadaan peneliti bahkan lebih
membiarkan peneliti untuk menunggu pengurus upacara seren taun tanpa
menunjukan dimana keberadaan pengurus paseban tri panca tunggal, maka sikap
tak acuh sangat terlihat dari masyarakat yang beraktivitas sekitar RS Sekar
Kamulyaan dan gedung paseban tri panca tunggal padahal yang terlihat lebih
sibuk dengan anggota kelompoknya. Sedangkan sikap individual masih
ditemukan dari warga sekitar yang lebih mementingkan urusannya masing-maisng
dibandingkan untuk ikut campur terhadap orang lain.
-
5
Dalam upaya menguatkan karakter peduli sosial peneliti menemukan
beberapa upaya menurut Gina Novi Ambia (2019) dengan judul penelitian Seren
Taun dan Modernisasi dalam Ekspresi Drywall. Menunjukan bahwa pelaksanaan
tradisi seren taun dapat menciptakan nilai-nilai kearifan lokal dari budaya sunda
yaitu gotong royong dan toleransi. Dimana dalam upacara seren taun
menggabungkan beberapa unsur-unsur seperti berdoa, bersujud, berkorban, makan
bersama, menari, menyanyi, berseni drama suci, dan lain-lain.
Sejalan dengan penelitian Reizya Gesleoda Axaiverona & RB. Soemanto
(2018). Dengan judul penelitian Nilai Sosial Budaya dalam upacara Adat Tetaken.
Bahwa makna upacara adat dapat melestarikan nilai-nilai peninggalan leluhur
tanpa harus meninggalkan nilai-nilai agama. Nilai kebudayaan salah satunya
adalah nilai gotong royong dan kerja sama. Sedangkan Nazamudin (2017).
Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam Membangun Keutuhan
Negara Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
bahwa untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun dan damai tanpa
membeda-bedakan serta saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan
agar agama menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung
memberikan kemajuan Negara. Melalui kegiatan sosial kemasyakatan, kegiatan
bersama antar Umat beragama dengan cara tidak memiliki perasaan curiga atau
permusuhan tidak menyalahkan gama lain, tidak mengganggu ibadah, serta
menghindari desriminasi agama. Maka pelaksanan upacara seren taun ini dapat
menguatan kebersamaan dan kerukunan tanpa melihat perbedaan agama.
-
6
Sedangkan menurut Annisa Utami, Asep Mulyana, Itaristanti (2016)
dengan judul penelitian Peran Tradisi Seren Taun dalam Upaya Meningkatkan
Pewarisan Nilai-nilai dan Budaya di Kalangan remaja Kelurahan Cigugur
Kabupaten Kuningan. Menyatakan bahwa Tradisi seren taun mengandung nilai
moral yang sangat berguna bagi manusia. Nilai tersebut tercermin baik dalam
pelaksanaan yang ditunjukan dalam kerjasama dan gotong royong maupun
melalui simbol-simbol dalam perlengkapan yang dikenakanya yang berisi tentang
nasehat-nasehat dalam menjalani kehidupan sebagai manusia dalam
bermasyarakat. Dari pelaksanaan tradisi seren taun masyarakat dapat menjalin
hubungan yang baik terlihat dari muncunya nilai positif dalam manusia dan
kebudayaanya. Nilai-nilai yang didapatkan dari tradisi seren taun adalah nilai
kebersamaan, nilai kesatuan, nilai gotong royong, nilai religius dan nilai
pelestarian budaya.
Selain melalui pelaksanaan Upacara seren taun yang dilakukan secara
gotong royong oleh masyarakat Kelurahan Cigugur. Menguatkan karakter peduli
sosial juga dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan seperti kegiatan
ekstrakulikuler Pramuka dimana kegiatan tersebut wajib diikut oleh semua siswa.
Ekstrakulikuler pramuka dipilih karena mampu mengembangkan tiga aspek
penting seperti Kognitif, apektif, serta psikomotor siswa, namun tentu dalam
kegiatan ini banyak kekurangnya. Karena siswa jarang diikut sertakan dalam
kegiatan masyarakat padahal tujuan dalam pembelajaran adalah agar dapat
bermanfaat dalam masyarakat. Oleh karena itu pelaksanaan Upacara seren taun
merupakan kegiatan yang wajib dilakukan serta mengikut sertakan berbagai
-
7
kalangan masyarakat. Pelaksanan upacara seren taun tentu mendapatkan banyak
manfaat selain sebagai upaya dalam menguatkan karakter peduli sosial, namun
sebagai bentuk pewarisan budaya yang semakin hari semakin luntur. Nilai
kemanusian dan ketuhanan merupakan salah satu wujud bagaimana peduli sosial
tesebut dapat terbentuk.
Tentu hal tersebut sangat menarik untuk diteliti, karena Kuningan Jawa
Barat yang mayoritasnya beragama Islam namun banyak kepercayaan yang masih
hidup dan dipertahankan melalui karakter lokal yang pada akhirnya menjadi suatu
kearifan lokal diwilayah tersebut. Hidup berdampingan dengan dua agama dan
satu kepercayaan yang mendominasi seperti Agama Islam, Katolik dan Agama
Djawa Sunda. Berdasarkan data kepedudukan bahwa perhitungan jumlah
penduduk Kelurahan Cigugur, menurut Qodim (2017) menyebutkan Jumlah
pemeluk agama di Kelurahan Cigugur terdiri dari pemeluk agama Islam dengan
mayoritas terbanyak yaitu 4.075 jiwa, Katolik 2.620 jiwa, Protestan 195 jiwa,
Penghayat Kepercayaan 176 jiwa, Buddha 12 jiwa, dan Hindu 6 jiwa.
Keberagaman yang terdapat dalam masyarakat Cigugur baik dalam
lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan
kajian penulis terutama dalam Upacara Seren Taun dalam menjaga keberagaman
sehingga dapat menguatkan peduli sosial sesama umat beragama. Karena karakter
peduli sosial tidak hanya diterapkan oleh salah satu agama seperti Islam,
melainkan diterapkan secara keseluruhan oleh semua umat beragama. Oleh karena
itu menguatkan karakter peduli sosial tentu bukan hal yang mudah perlu proses
yang cukup panjang. Perbedaan dalam masyarakat Cigugur dapat menjadi potensi
-
8
dalam menguatkan karakter peduli sosial yang nantinya tercipta kesejahteraan dan
memunculkan kembali karakter gotong royong dalam masyarakat. Menguatkan
kembali karakter peduli sosial dan menurunkan sikap individual melalui Upacara
Seren Taun ini. Menurut Ayu (2015) dalam gerakan-gerakan sosial yang disebut
kepercayaan merupakan hal yang paling penting serta saling bersinergi untuk
membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap kondisi bangsa. Karena upacara
seren taun bukan sekedar perayaan tetapi sebuah ajang belajar bagi masyarakat.
Dalam acara menampilkan beberapa kegiatan seperti seminar dengan
tema tertentu, dimana nantinya mayarakat diberikan ilmu pengetahuan dan
diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan ahlinya ataupun tokoh masyarakat.
Kegiatan seperti pengobatan gratis bagi siapa saja yang datang langsung dari Tim
Medis Rumah Sakit Sekar Kamulyan. Masyarakat diberikan ilmu pengetahuan
dan diberikan kesempatan tentang Workshop dengan tema Kopi, mulai dari
pemilihan bibit, penanaman, perawatan, hingga pemasarannya. Tema tersebut
digunakan dalam upacara seren taun pada tahun 2018. Hal itu dapat melestarikan
budaya bercocok tanam yang kini sudah jarang ditemukan dalam masyarakat.
Menurut Dev Wullur (2009). Peduli sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai
bentuk berdasarkan keyakinan dimana hal tersebut sudah termasuk pola
kehidupan bangsa Indonesia. Masyarakat selalu bersedia untuk membantu dalam
peringatan hari besar, misalnya Hari Raya Idul Fitri dan Natal sebagai peringatan
Umat beragama Islam dan Kristen.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas penulis tertarik
terhadap permasalahan tersebut dan dijadikan sebagai bahan penyusunan Skripsi
-
9
untuk menyelesaikan studi dengan mengangkat judul Upacara Seren Taun
dalam Menguatkan Karakter Peduli Sosial Sesama Umat Beragama (Studi
Kualitatif di Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan).
B. Fokus dan Sub Fokus Penelitian
1. Fokus Penelitain
Fokus Penelitian ini yaitu Upacara Seren Taun dalam Menguatkan
Karakter Peduli Sosial Sesama Umat Beragama di Kelurahan Cigugur Kabupaten
Kuningan Jawa Barat.
2. Sub Fokus Penelitian
Untuk memperjelas penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian dalam
Menguatkan karakter peduli sosial melalui kegiatan kerja sama dan sikap
toleransi dalam rangkaian Upacara Seren Taun di Gedung Paseban Tri Panca
Tunggal Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat .
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan masalah pokok diatas, dalam mempermudah pembahasan
penelitian, penulis menjabarkan masalah tersebut kedalam beberapa sub masalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana Wujud Kerjasama dalam Upacara seren taun sebagai upaya
menguatkan karakter peduli sosial sesama umat beragama ?
2) Bagaimana sikap toleransi dalam Upacara Seren Taun sebagai upaya
menguatkan karakter peduli sosial sesama umat beragama ?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Teoritis
-
10
Penelitian ini diharapkan mampu untuk menggali dan menguatkan
karakter peduli sosial dalam masyarakat Kelurahan Cigugur terutama dalam
kerja sama dan sikap toleransi untuk meningkatkan kerukunan sesama umat
beragama.
2. Manfaat Secara Praktis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bagi peneliti
khususnya dan berbagai pihak secara langsung atau tidak langsung. Serta
memperkaya pengetahuan dan wawasan mengenai Karakter Peduli Sosial
dalam Upacara Seren Taun.
3. Manfaat secara Kebijakan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai bagian dalam
mata kuliah yang menjelaskan bagaimana keberagaman sesama umat
beragama dan ikut serta melestarikan kebudayaan lokal. Dengan penelitian ini
dapat menjawab berbagai masalah akan menurunnya karakter gotong royong
dan meningkatkan peduli sosial sesama umat beragama.
4. Manfaat secara Isu
Menurunya karakter peduli sosial sesama umat beragama menjadi
permasalah yang kursial karena dapat menimbulkan perpecahan. Dengan
lestarinya budaya lokal seperti Upacara Seren Taun maka dapat menguatkan
kembali karakter peduli sosial tersebut.