bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.uinbanten.ac.id/3118/3/bab i edit.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terlelakan dalam
kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam
kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar
dengan melalui komunikasi. Komunikasi merupakan medium penting
bagi pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial.
Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan diri
sendiri dan orang lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau mengasihi
orang lain dan sebagainya. Komunikasi merupkan penyampaian
informasi dan pengertian dari seorang kepada orang lain. Komunikasi
akan berhasil jika adanya pengertian serta kedua belah pihak saling
memahaminya. Dengan kata lain, komunikasi sangat penting, seperti
halnya dengan bernafas. Tanpa komunikasi tidak akan ada hubungan
dan kesepian dalam menjalani aktivitas. Ada beberapa bentuk
komunikasi yang kita kenal, yaitu:1
1 Morissan.”Teori Komunikasi “(Komuniakator, Pesan, Percakapan dan
Hubungan interpersonal)”,(Ghalia Indonesia 2013), hal 9.
2
a. Komunikasi Personal (personal commuication)
b. Komunikasi Kelompok
c. Komunikasi Organisasi (organization commuication)
d. Komunikasi Massa (mass commuication)
Komunikasi personal (antar pribadi) bersifat transkasional,
sebuah hubungan manusia yang saling mempengaruhi satu dengan
yang lain. Biasanya komunikasi itu bertujuan untuk mengelola
hubungan bahkan sampai pada pembentukan konsep diri. Hubungan
antar pribadi yang berkelanjutan dan terus menerus akan memberikan
semangat, saling merespon tanpa adanya manipulasi, tidak hanya
tentang menang atau kalah dalam berargumentasi melainkan tentang
pengertian dan penerimaan.2
Dalam Komunikasi antar pribadi tidak hanya tertuju pada
pengertian melainkan ada fungsi dari komunikasi antar pribadi itu
sendiri. Fungsi Komunikasi adalah berusaha meningkatkan hubungan
insani, mengindari dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidak
pastian seseuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan
orang lain. Dalam kegiatan apapun komunikasi antar pribadi tidak
hanya memiliki ciri maupun karakter tertentu, tetapi juga memiliki agar
2 Sugiono,”Komunikasi Antar Pribadi”,(Semarang: Unnes Pres 2005), hal. 9.
3
komunikasi antar pribadi tetap berjalan dengan baik. Adapun tujuan
dari komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut:
a. Untuk memahami dan menemukan diri sendiri.
b. Menemukan dunia luar sehingga dapat dengan mudah
menyeseuainkan diri dengan lingkungan .
c. Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna
dengan orang lain.
d. Melalui komunikasi antar pribadi, individu dapat mengubah
sikap dan prilaku sendiri dan orang lain.
Dalam kaitanya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain,
komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukanya, konsep diri
mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan
dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu
terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan
oleh orang lain melalui proses komunikasi. Bila konsep diri seseorang
positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap
4
positif mengenali dirinya sendiri, seperti rasa diri yang baik serta
kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif.3
Konsep diri sangat erat kaitanya dengan diri individu. Konsep
diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-
ciri/sifat) yang dimilikinya. Namun bagaimana dengan mereka yang
terlahir dengan keterbatasan fisik. Padahal hidup mestilah dihormati
bagaimanapun wujudnya bagi setiap orang, pada dasarnya tidak ada
orang pun di dunia ini yang menginginkan dirinya dilahirkan dalam
keadaan cacat. Keadaan cacat tersebut dapat menjadikan manusia
merasa rendah diri, bahkan merasa tidak berguna, dan selalu
bergantung pada bantuan dan belas kasihan orang lain. Manusia
penyandang cacat pada umumnya memiliki keterbatasan tertentu sesuai
dengan jenis cacatnya.
Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( UUSPN)
pada Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 32 Ayat (1) menyatakan bahwa:
Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, Emosional, mental,
intelektual dan sosial berhak memperoleh Pendidikan khusus.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi perserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, Emosional, mental,
intelektual dan sosial dan memiliki pontensi kecerdasan bakat
istimawa. Secara yuridis formal anak luar biasa memiliki hak
3 Dayakisni, Tri dan Hudainah.”Psikologi Sosial”,(Malang: UMM Press
2003), hal. 65.
5
yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu
pelaksanaan pendidikan yang disenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa. [UUSPN Pasal 4 Ayat (1)].4
Anak Berkebutuhan Khusus, atau peserta didik berkebutuhan
khusus, yaitu mereka yang memiliki kelainan baik fisik, emosional,
mental, sosial, dan/ atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memiliki kewajiban mendapatkan pendidikan seperti anak-anak
normal yang lainya.
Anak gangguan Tunagrahita bahwa mereka memiliki hak-hak
yang sama seperti anak normal. Mereka juga memiliki kebutuhan dasar
yang sama dan kebutuhan-kebutuhan spesifik tertentu, yang bila di
penuhi, mereka akan menjadi manusia yang secara total terintegrasi.5
Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan
pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan
kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat
memiliki kehidupan lahir batin yang layak.
4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru
Dan Dosen Serta Undang-Undang Republik Indonesia Tentang No. 20 Tahun 2003
Tentang Sidiknas,( Bandung: Citra Umbara 2006), hal.77. 5 Mangunsong Feieda, “Psikologi dan Pedidikan Anak Berkebutuhan
Khusus”,( Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi 2014), hal. 129.
6
Bagi mereka yang mempunyai kekurangan, pemerintah telah
menyidiakan Sekolah Berkebutuhan Khusus (SKH). Lembaga ini
diharapakan dapat memberikan layanan pendidikan yang sama seperti
lembaga pendidikan pada umumnya, sehingga anak-anak yang
mempunyai kekurangan dapat memperoleh pendidikan dan
keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal kehidupanya kelak
agar tidak menjadi beban bagi orang lain khususnya orang tua dan
keluarganya, sesuai dengan firman-Nya yang berbunyi :
Artinya:“Dan hendaklah orang-orang takut kepada
Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya,
yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang
benar”. (Q.S. An-Nisa:9)
Oleh karena itu, Bagi anak-anak yang mengandung cacat
fisik/mental mendapatkan perlakuan yang sama bahkan mereka juga
berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak-anak lainnya.
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan
memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat,
yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagian bersama.
7
Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun
kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan atau kesengsaraanya
juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antar individu
yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadis lain,
Rasulullah SAW menyatakan:
ب أ ن ع ن للا ل ص للا ل و س ر ال : ق ال ق ه ن ع للا ض ر ة ر ي ر ل : إ س للا ع ل يه و
ال ي ق ول ي وم إل ل ظ ل م و ي ل ظ ف م ه ل ظ أ م و ي ل إ ل ل ب ن و اب ح ت م إل ن ي : أ ة ام ي ق ت ع ل إ
ررو ملل(ل ظ
Artinya:
“Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, „pada hari
kiamat Allah SWT. Akan berfirman; Di manakah orang yang
saling terkasih sayang karena kebesaranku, kini aku naungi di
bawah naungan ku, kecuali naungan ku (H.R. Muslim)
Dalam pelita IV ini pemerintah sudah merealisasi SLB-C di
daerah untuk menghindari sistem kompetisi dalam kota yang sukar
dijangkau oleh anak yang berkelainan. Karena itu jika ada anak
berkelainan dalam masyarakat maka anggota masyarakat hendaknya
8
lekas bereaksi secara positif pelayanannya. Ini terbukti bahwa sejak
sejarah anak berkelainan, memang memahami proses peningkatan.6
Anak Tunagrahita adalah anak-anak yang mengalami
keterbelakangan mental. Menurut Direktorat PLB (2004), Tunagrahita
adalah anak secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perekembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial, dan karenanya memperlukan layanan
pendidikan khusus.7
Anak Tunagrahita yang memiliki intelegensi yang signifikan
dibawah rata-rata disertai dengan ketidakmampuan adaptasi perilaku
yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran untuk tuna
grahita ditujukan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi,
berdasarkan pada tingkatan IQ.
1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
6 Ahmadi Abu dan supriyono Widodo,”Psikologi belajar”,(Jakarta: PT
Rineka Cipta 2004), hal.54. 7 Haenudin, “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu”,(Jakarta:
PT Luxima Metro Media 2013), hal.17.
9
Pembelajaran untuk tunagrahita, hendaknya lebih diarahkan
pada membangun kejiwaannya yang labil, kepercayaan yang hilang,
dan memberikan layanan psikoterapi untuk meluruskan tingkah laku
yang tidak dapat sebagai dampak keterbatasan dan kecacatan yang
disandangnya. Untuk itu pengintegrasian bimbingan konseling, terapi
religius daalm proses pembelajaran menjadi bagian yang tepat untuk
mengatasi kesulitan belajar dan problematikanya.
Peran seorang guru agama sebagai da’i sangat di butuhkan,
karena guru agama adalah orang yang senantiasa memberikan
pengetahuan agama di lembaga-lembaga pendidikan islam. Keberadaan
guru agama sebagai tolak ukur atas keberhasilan dalam mendidik setiap
anak didiknya yang sedang menuntut ilmu agama pada lembaga
pendidikan. Karena guru agama merupakan pencetak generasi muda
islam yang senantiasa mendidik, membimbing dan mengarahkan anak
didiknya. Untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama, selain itu
juga turut serta dalam menjaga keutuhan moralitas bangsa yang kental
dengan budaya ketimuran dan selalu memegang teguh norma-norma
agama. 8
8 Wijaya Cece, Pendidikan Remedial “Sarana Pengembangan mutu sumber
daya manusia”, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya 1995), hal.49.
10
Guru agama sudah tentu memiliki unsur-unsur kepribadian
semaksimal mungkin. Baik unsur bijaksana, kasih sayang, wibawa,
tanggung jawab yang mendalam, maupun sabar dan kemauan keras.
Selain itu seorang guru agama juga harus selalu menjaga sikap, tingkah
laku dan selalu berpikiran positif, karena semua itu akan berpengaruh
pad anak didiknya. 9
Dalam perspektif agama, bahwa komunikasi guru sangat
penting perananya bagi kehidupan manusia dalam bersosialisasi. Agar
Manusia dituntut agar pandai dalam berkomunikasi. Hal ini dijelaskan
dalam Al-qur’an sesuai dengan firman-Nya yang berbunyi:
Artinya: (Tuhan) yang maha pemurah, Yang telah
mengajarkan Al qur‟an. Dia menciptakan manusia.
Mengajarnya pandai berbicara. (Q.S Ar-Rahman:1-4)
Kewajiban para guru agama untuk menyampaikan dan
memberikan pengetahuan agama dengan mepengaruhi anak didiknya
cara berfikir, merasa dan bertindak sesuai norma-norma agama. Selain
dari pada itu supaya para anak didiknya siap dalam menghadapi zaman
9 Hasan M. Sandian, Pendidikan Shalat Dan Peran Guru Agama
SD/SLP/SLA, (Bandung:NU masa baru 1972), hal.11.
11
modern ini sehingga mereka menjadi generasi muda yang siap pakai
serta memiliki nilai spiritualitas yang tinggi dengan berbekal iman dan
taqwa kepada sang pecipta yakni Allah SWT. Aktivitas keagamaan
dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan formal seperti halnya di
lingkungan sekolah. Dengan program yang jelas, tenaga pengajar yang
cukup, fasilitas yang serba memadai dan ditunjang dengan metode
(cara) mengkomunikasikan yang baik.10
Mengajarkan agama pada anak yang memiliki kelainan
keterbatasan kemampuan IQ dan kecacatan sudah tentu berbeda-beda
dari segi materi, metode, pendekatan, strategi, dan lain sebagainya.
Misalkan cara mengajarkan salat pada anak tunagrahita akan berbeda
tentunya dengan mengajarkan anak yang normal umumnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
meneliti, yakni di Kota Serang, cukup banyak berkembang lembaga
pendidikan yang menyediakan layanan bagi ABK. Mulai dari sekolah
Negeri maupun sekolah yang dikelola Swasta, contohnya di Skh Negeri
02 Kota Serang sejauh mana Pola komunikasi Guru Agama dengan
peserta didik berkebutuhan khusus tunagrahita dalam mempraktekan
pengajaran Agama kepada peserta didiknya.
10 Ahmadi Abu dan Supriyono Widodo, “Psikologi Belajar”,(Jakarta: PT
Rineka Cipta 2004), hal.104.
12
Maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang judul skripsi “Pola
Komunikasi Guru Agama Dan Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus Tunagrahita (Studi Kasus Skh Negeri 02 Kota Serang) .
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola komunikasi yang digunakan guru agama
terhadap peserta didik di Skh Negeri 02 Kota Serang ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung pola
komunikasi antara guru dan peserta didik ?
3. Bagaimana keberhasilan yang dilakukan guru agama dalam
menggunakan pola komunikasi kepada peserta didik?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola komunikasi antara guru agama dan
murid dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di Skh Negeri
02 Kota Serang.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui guru
agama dalam penyampaian materi pendidikan, yang berkaitan
dengan masalah pola komunikasi yang digunakannya dan faktor
yang mendukung pola komunikasinya.
3. Uuntuk mengetahui keberhasilan yang dilakukan guru agama
dalam menggunakan pola komunikasi kepada peserta didik.
13
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi khazanah
keperpustakaan atau ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama
Fakultas Dakwah dan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
tentang Pola Komunikasi Guru Agama dan Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus Tunagrahita yang dilakukan di SKH Negeri
02 Kota Serang.
2. Manfaat Praktik
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan
memberikan sumbangsi atau masukan bagi para Guru yang
menyampaikan materi dalam praktek.
E. Kerangka Pemikiran
1. Pengertian Pola Komunikasi
a. Pola
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pola berarti
bentuk atau sistem (stuktur) yang tetap yang mana pola dapat
dikatakan contoh atau cetakan. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah
14
Populer “pola” diartikan sebagai model, contoh, pedoman
(rancangan). Pola pada dasarnya adalah sebuah gambaran
tentang sebuah proses yang terjadi dalam sebuah kejadian
sehingga memudahkan seseorang dalam menganalisa kejadian
tersebut, dengan tujuan agar dapat meminimalisasikan segala
bentuk kekurangan sehingga dapat diperbaiki.
b. Komunikasi
Secara etimologis, Komunikasi itu berasal dari bahasa
Latin Communicatio dan bersumber dari kata communis yang
berarti common (sama). Sedangkan menurut Theodorson,
mengatakan Komunikasi adalah menekankan pada proses
sharing atau pemikiran dari satu kelompok kepada kelompok
lain terutama menggunakan simbol .
Ada empat macam proses Komunikasi yaitu: pertama,
Proses komunikasi secara Primer (primary process), yaitu
proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada
komunikan dengan menggunakan suatu lambang (syimbol)
sebagai media atau saluran. Kedua, Proses komunikasi secara
Sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh komuniaktor
kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana
15
sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai
media pertama. Ketiga, Proses komunikasi secara Linear, yaitu
perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus. Keempat,
Proses secara Sirkular (circular), yaitu bulat, bundar atau
keliling sebagai lawan dari perkataan liear tadi yang bermakna
lurus.11
2. Macam-macam Pola Komunikasi
Pada dasarnya ada Tiga, Pertama, Komunikasi
Intrapersonal (komunkasi dengan diri sendiri) yaitu proses
komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses
pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem saraf.
Kedua, Komunikasi Interpersonal (komunikasi antar pribadi)
yaitu proses panduan penyampaian pikiran dan perasaan oleh
seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan
melakukan kegiatan tertentu. Ketiga, Komunikasi Kelompok
yaitu komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan
sejumlah orang (komunikasi) yang berkumpul bersama-sama
dalam satu kelompok.
11 Effendy Onong Uchajana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung,
PT Citra Aditya Bakti: 2003), hal.33.
16
Komunikasi merupakan peristiwa sosial yaitu peristiwa yang
terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain.
Komunikasi yang dilakukan melalui lambang verbal (kata-kata)
hendaknya memberikan stimulus kepada audiens agar individu-
individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah : 1)
proses belajar yang meliputi aspek kognitif (berfikir) dan afektif
(merasa), 2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang
atau disebut komunikasi, dan 3) mekanisme penyesuaian diri seperti
sosialisasi, bermain peran, identifikasi, proyeksi, agresi, dan lain-lain.
Menurut Hasibuan sebagaimana dikutip dari Hasan M, pola
komunikasi Guru agama yang efektif dalam pembelajaran adalah pola
pembelajaran yang didalamnya terjadi interaksi dua arah antara Guru
dan Murid. Artinya, Guru tidak harus selalu menjadi pihak yang
dominan yang berperan sebagai pemberi informasi saja tetapi Guru
juga harus memberikan stimulus bagi Murid agar tergerak lebih aktif.12
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tahap penelitian sebagai
berikut:
12 Hasan M. Sandian, Pendidikan Shalat Dan Peran Guru Agama
SD/SLP/SLA, (Bandung:NU masa baru 1972), hal.11.
17
Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian ya ng
berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawanya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik-teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif/kualitatif,
dan hasil penelitian kaulitatif lebih menekankan makna dari
pada geralisasi.13
1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di sekolah skh
negeri 02 kota serang.
Subyek Penelitian
a. Murid Tunagrahita Sekolah Skh Negeri 02 Kota Serang
b. Guru Agama Sekolah Skh Negeri 02 Kota Serang.
2. Teknik Pengumpulan data
Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini sebagai
berikut:
13
Sugiyono, Metode Penelitian kauntitatif dan kaulitatif (Bandung:
Alfabeta,2013),hal.9.
18
a. Observasi
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa,
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses Biologis dan
Psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-
proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data
dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan
dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam
dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.14
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk mengumpulkan
data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada
seorang informan atau seorang autoritas (seorang ahli atau
yang berwenang dalam suatu masalah). Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan biasanya disiapkan terlebih
dahulu yang diarahkan kepada informasi-informasi untuk
topik yang akan digarap.15
14 Sugiyono, Metode Penelitian kauntitatif dan kaulitatif, hal.145.
15 Gorys Keraf, Komosisi:sebuah pengantar kemahiran bahasa (Jakarta:
Nusa Indah,1994), hal.161.
19
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Yaitu data yang di peroleh secara langsung dari
pihak-pihak yang terkait dan berhubungan dengan
penelitian ini, dengan berupa wawancara dan hal lainya.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung,
atau berupa dokumen-dokumen, buku-buku, diktat serta
sumber lainya.
3. Analisis Data
Data yang terkumpul pada penelitian ini akan
dianalisa dengan teknik deskriptif kualitatif yaitu
dengan menggambarkan data yang terkumpul dengan
kata-kata atau kalimat untuk memperoleh suatu
kesimpulan gambar yang dimaksud adalah pola
komunikasi guru agama dan Peserta Didik
Berekebutuhan Khusus Tunagrahita.
20
G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi penulis membagi dalam lima bab,
dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I Pendahulan, yang meliputi: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka
Pemikiran, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II Landasan Teori, yang meliputi: Pengertian Pola
Komunikasi, Macam-Macam Pola Komunikasi, Pola Komunikasi
Guru dan Peserta Didik Berekebutuhan Khusus Tunagrahita, dan
Tinjauan Tentang Murid Kebutuhan Khusus.
Bab III Gambaran Umum Sekolah Skh Negeri 02 Kota
Serang Provinsi Banten yang meliputi : Letak Geografis.
Bab IV Hasil Penerapan Pola Komunikasi Guru Agama Dan
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Tunagrahita, yang meliputi:
Penerapan Pola Komunikasi Intrapersonal Dalam Pembelajaran
Agama Islam di Sekolah Skh Negeri 02 Kota Serang, Penerapan
Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam di
Sekolah Skh Negeri 02 Kota Serang, dan Hasil Observasi Pola
Komunikasi Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Skh Negeri 02 Kota Serang.
Bab V Penutup, yang meliputi: Kesimpulan dan Saran-saran.