bab i pendahuluan a. latar belakang · pdf file“dimensia merupakan sindrom kemunduran...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2002, sekitar 2,5 juta orang Amerika didiagnosa dengan demensia. Pada
tahun 2030, Thurman memuat laporan dalam State of Aging and Health in America angka
kejadian demensia di Amerika terjadi dua kali lipat menjadi 5,2 juta (Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit [CDC], 2007). Dalam statistik ini, kejadian yang berpotensial
menjadi demensia reversibel tidak termasuk. Jenis-jenis utama dari demensia termasuk
penyakit Alzeimer (AD), demensia vaskular (VAD), dementia dengan badan Lewy (DLB),
dan demensia frontotemporal (FTD), (Meiner, 2011, hal. 571).
Pada umumnya, demensia lebih sering ditemukan pada lansia, individu tidak mampu
melakukan pekerjaan seperti yang ada di dalam pikirannya karena terjadi perubahan
mental dalam bersosialisasi terkait proses penyakit. Beberapa hal yang ditemui dalam
demensia, yaitu kemunduran bahasa, apraxia (kesulitan dalam memanipulasi objek),
agnosia (ketidakmampuan dalam mengenal objek yang dikenal), agrafia (kesulitan
menggambarkan objek), dan kegagalan fungsi secara umum (Alzheimer’s Association,
2007 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 571).
Gambaran klinis dari demensia perlu diidentifikasi dan diimplementasikan
penatalaksanaan dengan berfokus pada penyebab munculnya gejala, tetapi tidak semua
individu yang mengalami gejala demensia dapat disembuhkan. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah
berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita demensia
di Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui asuhan keperawatan gerontik
pada klien dengan dimensia.
2
2. Khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi demensia
b. Mahasiswa mengetahui etiologi demensia
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinik demensia
d. Mahasiswa mengetahui klasifikasi demensia
e. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik demensia
f. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan demensia
g. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan demensia
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Dimensia
Alzheimer’s Association (2007 dikutip dari Meiner, 2011) menyatakan bahwa
“dimensia merupakan sindrom kemunduran kognitif secara berangsur-angsur dan
menetap”; perubahan ingatan yang diperoleh dari perubahan fungsi intelektual secara
menetap (seperti: orientasi, kalkulasi, perhatian, dan keterampilan motorik) yang dicurigai
mengenai beberapa bagian kognitif.
Bila individu menderita dimensia, individu tidak mampu melakukan pekerjaan seperti
yang ada di dalam pikirannya karena terjadi perubahan mental dalam bersosialisasi terkait
proses penyakit. Beberapa hal yang ditemui dalam dimensia, yaitu kemunduran bahasa,
apraxia (kesulitan dalam memanipulasi objek), agnosia (ketidakmampuan dalam mengenal
objek yang dikenal), agrafia (kesulitan menggambarkan objek), dan kegagalan fungsi
secara umum (Alzheimer’s Association, 2007 dikutip dari Meiner, 2011).
Fortinash-Holoday Woret (1999) dan Burke-Larami (2000) mendefinisikan bahwa
dimensia merupakan kerusakan daya ingat jangka pendek dan panjang yang merupakan
akibat dari gangguan otak organic, ditandai hilangnya kemampuan intelektual / kognitif
(dikutip dari Agoes, n.d).
B. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins,
P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004).
4
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir.
C. Manifestasi Klinik
Secara umum, gambaran klinik dari demensia menurut Koedam (2008 dikutip dari
Meiner, 2011, hal. 572), yaitu:
1. Onset berminggu-minggu hingga bertahun-tahun
2. Terjadi dalam jangka waktu panjang atau seumur hidup
3. Keadaan psikologis: berfluktuasi, depresi, apatis, dan bingung
4. Individu mengalami retardasi psikomotor atau agitasi
5. Kognitif:
Cenderung lambat dari waktu ke waktu
Kewaspadaan secara umum normal
Proses pikir : kegagalan berpikir secara umum, sulit memahami kata, kegagalan
dalam mengimbangi suatu hal
6. Kesalahan persepsi tidak terjadi secara umum
7. Bicara dan bahasa teratur dan sulit memahami kata-kata baru
8. Status mental dan latihan, biasanya mengalami penurunan dari waktu ke waktu
D. Klasifikasi Dimensia
1. Demensia Reversibel
Demensia reversibel merupakan kejadian yang terjadi ketika individu mengalami
kondisi patologis lain yang menyerupai demensia. Penyebab potensial pada demensia
reversibel, yaitu:
a. Obat-obatan
b. Alkohol : intoksikasi atau ketergantungan etil alkuohol
c. Kelainan metabolik seperti penyakit tiroid, defisiensi vitamin B12, hiponatremia,
hiperkalsemia, disfungsi hepar, difungsi ginjal,
d. Depresi
e. Delirium
f. Neoplasma otak (CNS neoplasm)
g. Hematoma subdural kronik
5
h. Hidrosepalus tekanan normal
2. Demensia Alzeimer
Ini merupakan bentuk demensia yang terjadi pada lansia dan dialami oleh 60% -
80% responden pada penelitian demensia (Alzheimer’s Association, 2007 dikutip dari
Meiner, 2011, hal. 572).
Faktor resiko pada demensia alzeimer, yaitu:
a. Genetik
Mutasi genetik menyebabkan peningkatan jumlah protein amyloid yang
dihubungkan dengan usia (sporadik) (Waring & Rosenberg, 2008 dikutip dari Meiner,
2011, hal. 572). Demensia alzeimer menunjukkan gen autosom dominan diwariskan
pada keluarga dengan penderita demensia. Mutasi kromosom 21, dihubungkan dengan
sindrom down (trisomy 21), juga dihubungkan dengan perkembangan penyakit.
Semua individu dengan sindrom down yang bertahan pada 3-4 dekade mengalami
perkembangan dalam kondisi patologis demensia alzeimer (Jones, et.al, 2008 dikutip
dari Meiner, 2011, hal. 573).
b. Nutrisi
Kekurangan vitamin B12 ditemukan pada 10% lansia dan prevalensi yang lebih
ditemukan pada individu dengan demensia alzeimer. Resiko hiperomosisteinemia
(homosisten cairan lebih dari 14 µmol/L) meningkat pada demensia dan demensia
alzeimer (Smith, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 573).
c. Virus
Penyakit virus seperti herpes zoster, herpes simplex, atau ensepalitis dipercaya
memiliki faktor risiko terjadinya demensia alzeimer. Infeksi virus pada otak sangat
penting karena berhubungan dengan demensia dan AIDS. Deposit amiloid
menimbulkan plak pada sel otak sehingga menyebabkan kepikunan pada pasien
dengan demensia alzeimer. Prekursor protein amiloid mempunyai peran penting dalam
deposit myeloid pada demensia alzeimer. Serabut amiloid menempel tersangkut
disekeliling pembuluh darah serebral dan serat saraf amiloid menggantikan plak
dengan degerasi saraf akhir.
6
d. Lingkungan
Lingkungan sangat berpotensi jika dihubungkan dengan disfungsi kognitif terkait
pemaparan substansi beracun atau zat kimia. Dewasa ini, trauma kepala yang sering
terjadi dengan penurunan kesadaran dihubungkan dengan demensia alzeimer.
e. Kasus lainnya, seperti individu dengan dua penyakit yang sama dalam 5 tahun
terakhir menjelang umur 65 tahun
Manifestasi klinis dari demensia alzeimer diidentifikasi melalui anggota keluarga
dan perawat menanyakan pertanyaan dan pernyataan yang berulang-ulang. Beberapa
gejala demensia alzeimer, yaitu disorientasi tempat, kehilangan ingatan, kesulitan
dalam pemahaman bahasa, kegagalan mental dalam memanipulasi informasi visual,
bingung, sering mengantuk, emosi labil.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan PET scans (Positron Emission
Tomography) dapat digunakan untuk pemeriksaan diagmostik pada pasien demensia
alzeimer. Karena biayanya mahal, kemudian ditemukan kesamaan dengan latihan di
klinik untuk penderita demensia alzeimer, sehingga tes tersebut tidak
direkomendasikan secara rutin.
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk pasien demensia
alzeimer, beberapa ahli farmakologi memilih untuk memperkenalkan terapi yang dapat
memperlambat proses penyakit pada stadium awal. Obat yang pertama yang
menghambat kholinesterase yaitu tacrin (cognex), tetapi dibutuhkan pemantauan
fungsi liver, sehingga digunakan dengan terbatas. Obat lain adalah donepezil (aricept),
rivastigmin (exelon), dan galantamin (reminil), semua penghambat kholinesterase; ini
memberikan efek samping kecil.
Sebuah ekstrak tumbuhan herbal dari Ginkgo biloba telah menjanjikan
kestabilkan dan peningkatkan kinerja kognitif dan fungsi pada lansia selama 6 bulan
sampai satu tahun (Birks & Grimley Evans, 2007, 2009; dikutip dari Meiner, 2011,
hal. 574.).
3. Demensia Vaskular
Jenis ini dikenal dengan multiinfarct demensia, merupakan jenis kedua paling
sering ditemukan dalam kategori demensia, banyak ditemukan pada lansia (Schneck,
2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 574). VAD didefinisikan sebagai hilangnya
7
fungsi kognitif akibat iskemik, lesi otak hipoperfusif, atau perdarahan akibat penyakit
serebrovaskular atau kondisi patologis kardiovaskular. VAD dikaitkan dengan
hilangnya progresif jaringan otak sebagai akibat dari serangkaian serangan otak kecil
(infark) yang disebabkan oleh oklusi dan penyumbatan arteri ke otak. Individu yang
mengalami kecelakaan cerebrovas-cular (CVA) memiliki risiko yang lebih besar VaD.
Pemulihan fungsi dapat terjadi dari waktu ke waktu, tetapi ada pemulihan penuh.
Seperti kerusakan infark mengakumulasi lebih luas dari kemampuan ada.
Faktor Risiko. Beberapa masalah medis tempat yang beresiko untuk
pengembangan KVA. Ini termasuk sis, diskrasia darah, dekompensasi jantung, atrial
fibrilasi, penggantian katup jantung, sistemik karena alasan lain, diabetes mellitus,
pembuluh darah perifer disebut sebagai serangan iskemik transien (TIA).
Manifestasi klinis. Permulaan VAD mungkin atau tiba-tiba. VAD onset bertahap
terjadi sebagai infark yang mempengaruhi daerah yang sangat kecil dari otak, motorik,
atau sensorik defisit fungsi persepsi. Tiba-tiba VAD menimbulnya gejala langsung,
seperti kelemahan disatu sisi, kiprah hubungan, atau tanda-tanda neurologis fokal.
Penghancuran otak akibat emboli kecil atau otak berdifusi. Perkembangan yang biasa
mengikuti kemunduran, terus menurun terkait dengan VAD memiliki infark,
penurunan fungsi, dan kemudian dataran fungsional sebelum mengalami penurunan
lain dan selanjutnya.
Gejala VaD tergantung pada lokasi:
a. Gangguan penanganan tugas-tugas baru
b. Gangguan kemampuan penalaran
c. Gangguan kemampuan spasial dan orientasi
d. Gangguan Bahasa
Gangguan ini umumnya mengganggu fungsi kerja. Gejala lain mungkin termasuk
mengembara, hilang di tempat yang akrab, bergerak dengan cepat, langkah-langkah,
hilang kontrol kandung kemih atau usus, dan memiliki kesulitan mengikuti petunjuk.
Serangan mengakibatkan penurunan intelektual, beberapa menit mempengaruhi, visi,
atau fungsi lainnya.
Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan tomografi (CT) atau MRI
biasanya mengungkapkan satu atau lebih infark serebral. VAD paling ohen
berhubungan dengan atau daerah kortikal atau subkortikal bilateral infark atau infark.
Selain neuroimaging dan klinis tidak ada tes diagnostic ada untuk VaD.
8
Pengobatan. Penelitian tentang penggunaan Donepezil untuk fungsi kognitif,
kesan global klinis, dan untuk melakukan ADL pada pasien dengan ringan sampai
sedang VAD telah menjanjikan (Dichgans et at, 2008). Nimodipine atas), blocker
saluran kalsium, juga telah menunjukkan manfaat jangka dalam pengobatan KVA,
namun, sedikit mendukung kemanjurannya dengan penggunaan jangka panjang di
VAD (Pantoni 2005). Ada bukti yang cukup untuk mendukung untuk pencegahan
tersier KVA. Zekry (2009)
4. Demensia Badan Lewy
DLB (inklusi neuronal intracytoplasmic)merupakan gangguan otak progresif yang
degeneratif, yang dapat ditemukan di batang otak, di encephalon, ganglia basalis, dan
korteks serebral (Kalra, Bergeron, 8c Lang, 1996). DLB diperkirakan terhitung hingga
30% dari semua kasus demensia (Zakai, McCracken, & Braque, 2005). Individu
dengan penyakit Parkinson (PD) memiliki peningkatan risiko enam kali lipat untuk
pengembangan DLB dibandingkan dengan populasi umum (buter et at, 2008).
Faktor risiko yang terkait dengan pengembangan DLB termasuk usia lanjut,
depresi, kebingungan, atau psikosis saat mengambil levodopa, dan masker wajah pada
individu dengan PD didiagnosis (Dodel et at, 2008).
Manifestasi klinis DLB mirip dengan AD, namun DLB sering ditandai dengan
fluktuasi menonjol dalam perhatian dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
tingkat keparahan gejala-gejala kejiwaan, halusinasi visual. DLB, dibandingkan
dengan AD, cenderung memiliki proses yang lebih merusak proses visuospasial dan
fitur dari demensia subkortikal. Ini termasuk penurunan perhatian dan penurunan
defisit dalam kefasihan verbal. Extrapyra-midal fitur juga ditemukan di DLB,
termasuk kekakuan, dykinesia bra-, tertekuk postur, dan menyeret kiprah.
Gejala lain mungkin termasuk
a. Kantuk di siang hari yang berlebihan dan perubahan minat
b. Periode perhatian dan konsentrasi berkurang
c. REM sleep disorder
Pemeriksaan diagnostic. Tidak ada tes laboratorium yang tersedia untuk diagnosis
DLB. MRI menunjukkan aktivitas kurang hippocampal daripada yang terlihat di AD,
tetapi ini terlalu minim untuk menjadi nilai diagnostik (Walker et at, 2007).
Manajemen. Manajemen pasien dengan DLB berfokus pada gejala lega ketika gejala
9
kejiwaan dan perilaku menjadi menyedihkan. Pengobatan untuk PD sangat penting
dalam hal kiprah dan perubahan keseimbangan. Penggunaan inhibitor kholinesteras
juga telah didukung dalam DLB (Bhasin, Rowan, Edwards, & McKeith, 2007).
Penting untuk dicatat bahwa laporan kasus baru-baru ini mengungkapkan eksaserbasi
kemungkinan DLB reldted ke administrasi memantine (Ridha, Josephs, Rossor 8c,
2005). Dengan demikian, diagnosis hati-hati dan manajemen perawatan sangat penting
untuk mencegah ini interaksi obat-penyakit. Pengasuh pendidikan dan dukungan
merupakan aspek penting dari manajemen penyakit karena pola yang unik dari gejala
kejiwaan dan motor dan deficit kognitif bahwa pasien menampilkan.
5. Demensia Frontotemporal
FTD adalah sindrom klinis pengecualian terkait dengan non-AD kondisi patologis
dan relatif jarang terjadi dalam pengaturan klinikal. Sindrom ini mencakup spektrum
non-AD demensia dan ditandai oleh atrofi fokus daerah temporal yang frontal dan
anterior. Patologis, FTD adalah variabel, beberapa kasus mungkin menunjukkan teu-
postur penyakit (dengan atau tanpa badan Pick klasik), sedangkan yang lain
menunjukkan ubiquitin-positif inklusi, dan masih orang lain mungkin kurang khas
histologis ciri-ciri (Mendez et al, 2008).
Faktor risiko untuk FTD yang kurang dipahami. Manifestasi klinis. Dua presentasi
klinis utama termasuk varian FTD frontal atau aphasic. Perilaku pada FTD varian
frontal dikaitkan dengan perubahan progresif dalam dan kognisi sosial, rasa malu,
kehilangan empati, perubahan pola makan, perilaku ritual atau stereotypic, dan apatis.
Afasia bentuk dari FTD termasuk afasia fasih atau non-fasih progresif (hilangnya
kemampuan untuk menggunakan bahasa), tergantung pada fokus frontal atau temporal
(Mendez ct pada, 2008). Salah satu dari varian utama dapat dikaitkan dengan motor
neuron dis-eose, meskipun fitur perilaku biasanya mendahului gejala motorik (Mendez
et at, 2008).
Salah satu contoh dari FTD yang lebih sering terjadi di Eropa daripada di
Amerika Serikat adalah penyakit Pick. Penyakit Pick adalah jenis umum dari demensia
progresif dengan clin-ical fitur mirip dengan AD. Sering terjadi antara usia 40 dan 60,
penyakit Pick melibatkan atrofi lobus frontal dan temporal dari korteks serebral. Atrofi
ini terjadi karena kehilangan neuronal dan inklusi. Individu dengan penyakit Pick
seringkali memiliki gejala lobus frontal yang lebih, terutama masalah perilaku.
10
Pemerisaan diagnostic. Neuroimaging dengan CT atau MRI mungkin berguna
dalam diagnosis FTD. Atrofi Fokal daerah prefrontal atau temporal menegaskan FTD,
namun, temuan ini tidak selalu hadir. PET scan juga dapat membantu dalam
penegasan diagnosis klinis (Mendez et a1, 2008).
Prognosis FTD antara timbulnya gejala-gejala dan berkisar demensia berat dari 3
sampai 10 tahun. Saat ini tidak ada pengobatan untuk FTD (Mendez, 2009).
6. Demensia Lain yang Berhubungan dengan Penyakit
Tekanan yang normal hidrosefalus. Tekanan normal hidrosefalus (NPH) adalah
suatu kondisi yang jarang namun berpotensi reversibel, jika tidak diobati dapat
mengarah pada penurunan kognitif permanen. Di NPH CSF beredar ke ruang
subarachnoid otak, memperbesar ventrikel namun tidak menyebabkan peningkatan
tekanan CSF. Hal ini diyakini bahwa sebagian besar kasus NPH terkait dengan
penghinaan otak sebelum seperti cedera traumatis, penghinaan virus, atau operasi
sebelumnya. NPH memiliki tiga serangkai gejala yang hadir bersama-sama: gangguan
gaya berjalan (gait misalnya, ataxic atau magnet), inkontinensia, dan disfungsi kognitif
(Shprecher, Schwalb & Kurlan, 2008). Klien yang mengembangkan demensia sebelum
gangguan gait memiliki hasil yang lebih buruk. Pengobatan melibatkan menempatkan
shunt untuk mengalirkan CSF (Shprecher, Schwalb, & Kurlan, 2008).
Demensia juga merupakan hasil dari penyakit lain, termasuk Penyakit Huntington
(sebelumnya disebut Huntington chorea), Creutzfeldt-Jakob, dan infeksi dengan
manusia Immuno Defisiensi-Virus (HIV). Penyakit ini kurang umum di antara
populasi orang dewasa yang lebih tua.
Hemaiomas Subdural adalah perdarahan antara tengkorak dan korteks serebral.
Perdarahan ini dapat menyebabkan gangguan kognitif dan deficit neurologis. Lansia
beresiko mengalami hematoma subdural yang disebabkan oleh atrofi otak dan
perubahan vaskular yang sesuai yang terjadi dengan penuaan normal dan juga berisiko
untuk jatuh dan cedera kepala berikutnya.
Ada dua jenis subdural hematoma: akut dan kronis. Gejala hematoma subdural
akut berkembang dalam
11
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
a. Pembedaan antara delirium dan demensia
b. Bagian otak yang terkena
c. Penyebab yang potensial reversibel
d. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
e. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
f. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
g. Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
h. Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
F. Penatalaksanaan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
Prinsip keperawatan klien dimensia
1. Monitor dan pertahan kan kesehatan fisik
2. Kenali perubahan perilaku klien
3. Adaptasikan dg kegiatan rutin
4. Komunikasi dg bahasa sederhana langsung pada pokok bahasan
5. Selalu lakukan orientasi
12
6. Pertahankan interaksi soial/harga diri klien
Tindakan keperawatan pada klien yang mengalami sindrom down, yaitu:
1. Buat kegiatan pada pagi hari sehingga klien tdk tidur terus
2. Kurangi stimulasi lingkungan; terburu-buru
3. Beri penerangan yang cukup pada kamar
4. Temani dan beri perasaan nyaman pada saat matahari terbenam
5. Nyalakan lampu sebelum matahari terbenam
Tindakan perawatan pada klien yang mengalami wondering adalah:
1. Yakini bahwa lingkungan mana bagi klien
2. Perhatikan keselamatan klien pada saat klien jalan – jalan
3. Anjurkan klien memakai tanda pengenal seperti gelang yang bertulis alamat
4. Buat jadwal aktifitas ringan klien
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat
(menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi
menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun
dan tidak mau makan.
13
d. Psikososial
1) Genogram.
2) Konsep diri
a) Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
b) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
c) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman
aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan
sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
d) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
3) Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan
atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul
akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola
hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan
individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan
internal. Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat
menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan
komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan
diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang
tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian,
isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
4) Spiritual
Keyakinan klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a
tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
14
e. Status Mental
1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya
sendiri.
2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
3) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya
peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotipi.
4) Alam perasaan
Klien nampak ketakutan dan putus asa.
5) Afek dan emosi.
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan
perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah
berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang
menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin
tampak tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah
berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan
dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.
7) Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional
terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau
kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan
berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi.
8) Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap
realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.
15
Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak
logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas.
Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat
dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran
magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan
pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang
sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
9) Tingkat kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang
10) Memori
Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa tahun
yang lalu).
11) Tingkat konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi
12) Kemampuan penilaian
Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
f. Kebutuhan klien sehari-hari
1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
3) Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih
sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat
terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
4) Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan
16
berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara
konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola
tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang
dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-
kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
Selain itu, perlu dikaji:
a. Faktor Predisposisi
1) Gangguan fungsi SSP
2) Gangguan peredaran darah
3) Gangguan pengiriman nutrisi
b. Penuaan
1) Komulatif gereratif jaringan otak
2) Racun dalam jar otak : racun kimia logam berat
3) Respon kognitif ganguan mental organik
c. Neurobilogi
Penyakit alzaimer, gangguan metabolik, anoreksia/bulimia
d. Genetik : penyakit jar otak
e. Stresor presipitasi
1) Hipoksia
2) Gangguan metabolik
3) Racun infeksi
4) Perubahan struktur : tumor atau trauma
5) Stimulus sensori yang kurang dan berlebihan
f. Datang : biasanya pelahan lahan lama dan progresif
g. Stersor : hipertensi,hipotensi,anemi,devisit vitamin
h. Perilaku :
Hilang daya ingat, kerusakan penilaian perhatian menurun, perilaku
sosial tidak sesuai, afek labil, gelisah agitasi
i. Umur : lebih dari 65 tahun keatas
17
Masalah Keperawatan:
a. Masalah perilaku yang sering terjadi
b. Gangguan pola tidur
c. Kehilangan dan sering mencari barang yang disangka hilang
d. Mengulangi pertanyaan dan menjelaskan
e. Keluyuran tanpa arah dan tidak tau jalan pulang
f. Diagnosa keperawatan menurut nanda
g. Ansietas
h. Kerusakan komunikasi verbal
i. Resti cedra
j. Syndrom devisit perawatan diri
k. Perubahan proses berfikir
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian, ditemukan diagnosa keperawatan:
a. Ansietas
b. Kerusakan komunikasi verbal
c. Resti cedera
d. Sindrom devisit perawatan diri
e. Perubahan proses berfikir
3. Intervensi Keperawatan
a. Terganggu proses fikir
1) Ciptakan lingkungan nyaman
2) Berkomunikasiseuai kemampuan klien
3) Hindari pertanyaan terbuka
4) Menyalahkan pasien/menolak pasien
5) Gunakan reinfosmen positif
6) Gunakan terapi musik
7) Gunakan terapi reminiscence ( mengingat kembali ),orientasi realita
8) Terapi validasi cocok buat klien dimensia lanjut
9) Hindari pasien dari kebisingan
18
b. Ketidakmampuan merawat diri
1) Pertahankan kemampuan fungsional maksimal klien
2) Pertahankan kegiatan sehari hari sedapat mungkin dibantu oleh orang
yang sudah dikenal
3) Dorong buat pemenuhan keb sehari- hari
4) Berikan pakaian yang mudah menyrap keringat, nyaman dan model
sedrehana
c. Resti cedera
1) Dampingi di kamar mandi
2) Hindari gangguan penglihatan
3) Minta bantu keluarga mengawasi gerak gerik klien
4) Modifikasi lingkungan yang nyaman buat klien lansia
5) Jaga lingkungan bebas hambatan dan bersih
6) Jangan letak kan bebda – benda berbahaya seperti : racun serangga, obat-
obatan
7) Kunci pagar halaman bila rumah bertingkat beri penghalang tangga
8) Cermati efeksamping obat
d. Kerusakan Interaksi Sosial
1) Posisi bicara berhadapan, kontak mata
2) Lingkungan : aman tenang
3) Gunakan kalimat pendek dan sipel
4) Ulangi kalimat yang sama bila klien tdk mengerti
5) Isi bicara spesipik
6) Beri pilihan yang simpel
7) Gunakan tanda- label
8) Fokus pada hal yang dibicarakan
9) Bantu klien bersosialisasi
19
e. Gangguan Orientasi
1) Membentuk klien berfungsi di lingkungan
2) Tulis nama petugas pada kamar
3) Orientasikan barang tempat waktu jam kalender
4) Penerangan malan hari
5) Kontak personal
f. Komunikasi
1) Komunikasi verbal jelas,ringkas,tdk terburu-buru
2) Pertanyaan tertutup
3) Pelan dan diplomatis dalam menghadapi persepsi yang salah
4) Empati dan hangat
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demensia merupakan sindrom kemunduran kognitif secara berangsur-angsur dan
menetap”; perubahan ingatan yang diperoleh dari perubahan fungsi intelektual secara
menetap (seperti: orientasi, kalkulasi, perhatian, dan keterampilan motorik) yang dicurigai
mengenai beberapa bagian kognitif.
Klasifikasi demensia terbagi menjadi demensia alzeimer, demensia vaskular, demensia
badan Lewy, demensia frontotemporal, dan demensia yang berhubungan dengan penyakit
lain.
Beberapa obat yang tersedia untuk membantu dalam pengelolaan perilaku orang tua
dengan demensia termasuk antipsikotik, antidepresan, benzodiazepines, buspirone dan
antiepileptics.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan akan menjadi tambahan ilmu dan sumber
dalam pembelajaran bagi mahasiswa.