bab i. pendahuluan a. latar belakang · data sekunder, diperoleh dari data yang ada di...
TRANSCRIPT
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyelenggaraan Diklat diarahkan untuk meningkatkan kinerja
SDM pertanian baik aparatur maupun non aparatur pertanian,
sehingga mampu melaksanakan tugas fungsi/pekerjaan secara
inovatif, kreatif, profesional dan berwawasan global.
Upaya peningkatan kualitas kinerja SDM khususnya pertanian,
dapat diwujudkan apabila penyelenggaraan Diklat pertanian dikelola
dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring
dan evaluasi yang didalamnya termasuk evaluasi pasca Diklat. Untuk
menghasilkan mutu alumni peserta Diklat atau purnawidya yang
memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan tugas dan
fungsi/pekerjaan di tempat tugas/usahanya dilakukan melalui kegiatan
evaluasi pasca Diklat.
Kemampuan SDM aparatur dan non aparatur pertanian setelah
mengikuti proses berlatih perlu dievaluasi secara sistematis
berdasarkan kaidah-kaidah sistem evaluasi standar, dengan
menggunakan instrumen sebagai alat ukur yang sahih dan objektif,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Evaluasi pasca Diklat pertanian merupakan rangkaian kegiatan
Diklat dalam kesatuan utuh yang tercakup didalam kerangka sistem
pengembangan Diklat berbasis kompetensi. Melalui kegiatan evaluasi
pasca Diklat ini, diharapkan diperoleh informasi dan umpan balik bagi
2
penyempurnaan program dan penyelenggaraan Diklat yang akan
datang.
Secara lengkap hasil evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis
kedelai tahun 2016, terhadap 111 (seratus sebelas) orang responden
yang terdiri dari 30 (tiga puluh) orang alumni peserta Diklat
(purnawidya), 19 (sembilan belas) orang atasan langsung purnawidya,
30 (tiga puluh) orang rekan kerja purnawidya dan 32 (tiga puluh dua)
orang petani binaan purnawidya di 19 (sembilan belas)
kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
DIY, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat disajikan
dalam laporan ini.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis
agribisnis kedelai, sebagai berikut :
1. Mengetahui sejauhmana implementasi/tingkat penerapan materi
Diklat terhadap tugas fungsi/pekerjaan serta permasalahan di
wilayah kerjanya;
2. Terjalinnya hubungan interaktif antara BBPP Ketindan dan instansi
asal purnawidya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi
di wilayah kerjanya;
3. Terhimpunnya informasi sebagai bahan umpan balik bagi BBPP
3
Ketindan untuk penyempurnaan program dan penyelenggaraan
Diklat ke depan.
C. Keluaran
Hasil yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis
agribisnis kedelai, adalah :
1. Terlaksananya evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai
tahun 2016 di 6 (enam) Provinsi yang mencakup 19 (sembilan
belas) kabupaten/kota, dari Provinsi Jawa Timur (Kabupaten
Banyuwangi, Jember, Kediri, Blitar, Gresik, Sidoarjo, Magetan,
Malang dan Pasuruan), Jawa Tengah (Kabupaten Banyumas,
Grobogan dan Rembang), Daerah Istimewa Yogyakarta
(Kabupaten Gunung Kidul, Kulonprogo dan Sleman), Bali
(Kabupaten Tabanan dan Buleleng), Nusa Tenggara Timur
(Kabupaten Lembata) dan Nusa Tenggara Barat (Kabupaten
Lombok Timur);
2. Tersedianya data dan informasi tentang implementasi/penerapan
materi Diklat teknis agribisnis kedelai yang telah dilaksanakan
tahun 2015 dan permasalahannya.
4
D. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis
agribisnis kedelai, sebagai berikut :
1. Diketahuinya tingkat implementasi/penerapan materi Diklat
teknis agribisnis kedelai dan permasalahannya mulai dari tingkat
purnawidya yaitu penyuluh pertanian, rekan kerja purnawidya
hingga tingkat petani binaannya;
2. Meningkatnya hubungan interaktif antara BBPP Ketindan dan
instansi asal purnawidya untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapi di wilayah kerjanya;
3. Tersedianya informasi sebagai bahan umpan balik bagi BBPP
Ketindan yang selanjutnya sebagai penyempurnaan program dan
penyelenggaraan Diklat ke depan
5
BAB II. PELAKSANAAN
A. Dasar hukum
Dasar hukum pelaksanaan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis
kedelai, sebagai berikut :
1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
01/Permentan/OT.140/J/10/2011 tanggal 6 Oktober 2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Pendidikan
dan Pelatihan Pertanian serta Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi
Pasca Pendidikan dan Pelatihan Pertanian;
2. Keputusan Menteri Pertanian
Nomor:103/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 9 Oktober 2013
tentang Organisasi dan Tata Kerja BBPP-Ketindan;
3. Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) Satuan Kerja Balai Besar
DIKLAT Pertanian (BBPP)-Ketindan, Malang, Jawa Timur Nomor:
018.10.2.239654/2016 Tanggal 7 Desember 2015;
4. Surat Keputusan Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)
Ketindan, Nomor : 202/Kpts/SM.110/J.3.3/01/2016 tanggal 26
Januari 2016 tentang Kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis
agribisnis kedelai Tahun 2015.
6
B. Waktu pelaksanaan
Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dilaksanakan mulai
tanggal 2 Februari sampai dengan 19 Maret 2016.
C. Organisasi penyelenggara
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dibentuk dan disusun
organisasi penyelenggara sebagai berikut:
Penanggungjawab : Kepala BBPP Ketindan
Dr. Ir. Adang Warya, MM
Penanggungjawab Kegiatan : Kabid. Program dan Evaluasi
Dadan Sunarsa, SP., MM
Ketua Pelaksana : Kasi Evaluasi dan Pelaporan
Novi Nuraini, S. Si. MP
Sekretaris : Musdalipah, SP. MP
Tim Pengolah, penyajian dan
Inventarisasi pelaporan
: 1. Sundoko, SE
2. Isdianto, SST
7
D. Petugas/enumerator
Adapun petugas/enumerator dari kegiatan evaluasi pasca Diklat
teknis agribisnis kedelai dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Daftar nama petugas/enumerator
NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA ENUMERATOR
1. Jawa Timur Banyuwangi Sundoko, SE
Jember
Kediri Musdalipah, SP, MP
Blitar
Gresik Musdalipah, SP, MP
Sidoarjo Megetan Isdianto, SST Malang
Musdalpah, SP, MP Pasuruan
2. Jawa Tengah Banyumas Isdianto, SST
Grobogan
Rembang Sundoko, SE
3. DIY Gunung Kidul
Novi Nuraini, S. Si., MP Kulonprogo Sleman
4. Bali Tabanan Sundoko, SE
Buleleng
5. NTT Lembata Dadan Sunarsa, SP, MM
6. NTB Lombok Timur Novi Nuraini, S. Si., MP
E. Penyusunan instrumen
Sebelum pelaksanaan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis
kedelai, BBPP Ketindan telah menyusun instrumen dengan mengikuti
prinsip-prinsip dan format penyusunan instrumen evaluasi pasca
Diklat yang ada dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
01/Permentan/OT.140/J/10/2011 tanggal 6 Oktober 2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Pendidikan dan Pelatihan
Pertanian serta Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Pasca Pendidikan dan
8
Pelatihan Pertanian. Instrumen yang tersusun dicoaching kepada
seluruh petugas/enumerator dengan tujuan untuk menyamakan
persepsi tentang maksud, tujuan, proses kegiatan dan teknik
wawancara serta hasil yang diharapkan melalui sosialisasi petunjuk
teknis evaluasi pasca Diklat.
F. Penetapan responden
Responden evaluasi pasca Diklat adalah seluruh purnawidya,
atasan langsung purnawidya, rekan kerja purnawidya dan petani
binaan purnawidya. Responden berjumlah 111 orang yang tersebar di
6 (enam) Provinsi dan 19 kabupaten/kota. Adapun data selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Daftar sasaran/responden evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai Tahun 2016
No. Provinsi Kabupaten/
Kota
Jumlah Responden
Purnawidya Atasan
Langsung Rekan Kerja Purnawidya
Petani Binaan
Jumlah
1. Jawa Timur Banyuwangi 3 1 3 3 10
Jember 3 1 3 3 10
Kediri 2 1 2 2 7
Blitar 3 1 3 3 10
Gresik 2 1 2 1 6
Sidoarjo 1 1 1 1 4
Megetan 2 1 2 2 7
Malang 2 1 2 2 7
Pasuruan 3 1 3 3 10
2. Jawa Tengah Banyumas 1 1 1 1 4
Grobogan 1 1 1 1 4
Rembang 1 1 1 1 4
3. DIY Gunung Kidul 1 1 1 1 4
Kulonprogo 1 1 1 1 4
Sleman - 1 - 2 3
4. Bali Tabanan 1 1 1 1 4
Buleleng 1 1 1 2 5
5. NTB Lembata 1 1 1 1 4
6. NTT Lombok Timur
1 1 1 1 4
Total 30 19 30 32 111
9
G. Penetapan lokasi pengumpulan data
Lokasi pengumpulan data disesuaikan dengan lokasi atau tempat
tugas dan wilayah kerja dari purnawidya.
H. Penetapan metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data merupakan faktor penting demi
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan
bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan alat yang
digunakan. Pengumpulan data dan informasi pada kegiatan evaluasi
pasca Diklat dilakukan dengan metode pengamatan (observasi),
wawancara dan angket (kuesioner).
I. Pengumpulan data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data tingkat penerapan
materi oleh purnawidya dan tingkat dukungan hasil berlatih. Untuk
menggali data dan informasi, enumerator menggunakan instrumen
yang telah disiapkan (A1, A2, A3 dan A4). Sumber data terdiri dari :
1). data primer, diperoleh dari responden utama dan pendukung (dari
responden); 2). data sekunder, diperoleh dari data yang ada di
dinas/instansi terkait, yang dapat berbentuk laporan pelaksanaan
kegiatan, potensi wilayah dan rencana kerja. Selanjutnya data yang
telah terkumpul diklasifikasi berdasarkan variabel dependen dan
independen yang dievaluasi.
10
J. Pengolahan data
Semua data yang telah terkumpul, kemudian diverifikasi
kelengkapan, kesesuaian dan akurasi data/informasi yang diperoleh.
Kemudian diolah dengan menggunakan bantuan SPSS 18 for Windows.
K. Analisis data
Analisis data dilakukan secara diskriptif, verifikatif dan regresi.
Diskriptif untuk menggambarkan tingkat penerapan hasil Diklat oleh
purnawidya, tingkat dukungan/fasilitasi hasil Diklat oleh purnawidya
terhadap tugas fungsi/pekerjaan purnawidya, dan faktor pendukung
serta penghambat dalam penerapan hasil Diklat dan dukungan hasil
Diklat terhadap tugas dan fungsi purnawidya. Verifikatif untuk
mencari tingkat hubungan atau kausalitas antar variabel (dukungan
atasan, fasilitas atasan, konfirmasi silang, dukungan dari rekan/mitra
kerja) yang dievaluasi dengan teknik analisis data (korelasi) dengan
menggunakan SPSS. Korelasi untuk verifikasi hasil pengukuran
penerapan materi dengan data dari atasan langsung, rekan kerja dan
petani binaaan. Sedangkan regresi untuk mengetahui pengaruh
fasilitas atasan, intensitas bimbingan ke petani dan evaluasi terhadap
hasil bimbingan terhadap tingkat penerapan materi.
L. Pembiayaan
Seluruh pembiayaan pelaksanaan kegiatan evaluasi pasca Diklat
teknis agribisnis kedelai tahun 2015 dibebankan pada DIPA Satker
BBPP Ketindan Tahun Anggaran 2016.
11
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai
tahun 2016, sebagai berikut :
A. Analisis diskriptif
Analisis diskriptif untuk menggambarkan data penerapan materi
di lapangan berdasarkan keterangan purnawidya. Hasil analisis
diskriptif, sebagai berikut :
1. Purnawidya
a. Rata-rata tingkat penerapan materi Diklat oleh purnawidya
terhadap 9 (sembilan) materi Diklat adalah sebesar 3,90,
artinya bahwa purnawidya menerapkan 75% dari materi Diklat
yang dipelajari. Menurut hasil wawancara, hal ini dikarenakan
materi yang diberikan purnawidya kepada petani binaannya
adalah materi yang dibutuhkan oleh petani saja, sehingga
kecenderungannya purnawidya tidak menerapkan materi
secara lengkap.
Adapun tingkat penerapan materi purnawidya tiap mata Diklat
dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini, sedangkan rekapitulasi
hasil evaluasi pasca Diklat kepada purnawidya secara rinci
dapat dilihat pada lampiran 1.
12
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
3.47 3.40
4.133.87 3.83
4.474.13 4.07
3.77 3.90
Grafik Penerapan Materi Purnawidya
Diterapkan 50%
Diterapkan 75%
Gambar 1. Grafik penerapan materi purnawidya
Dari gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Dari sembilan materi inti yang dilatihkan terdapat 2 (dua)
materi yang tingkat penerapannya masih 50%, yaitu materi
“deskripsi varietas unggul kedelai” dan materi
“pemasaran”, sedangkan ketujuh materi lainnya tingkat
penerapannya sudah 75%.
- Materi “Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP)” rata-rata
tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 4,13. Pada
materi ini sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan
oleh purnawidya adalah “mengidentifikasi teknologi sesuai
kebutuhan petani untuk diterapkan diwilayahnya” dan
“menjelaskan dan memberikan rekomendasi”. Purnawidya
13
rata-rata mengalami kesulitan dalam melakukan bimbingan
materi ini. Petani kurang berminat untuk menanam kedelai
karena harga kedelai sangat rendah dibandingkan dengan
komoditas lainnya;
- Materi “teknik budidaya kedelai dengan gerakan penerapan
pengelolaan tanaman terpadu (GPPTT) kedelai rata-rata
tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 3,87. Pada
materi ini sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan
oleh purnawidya adalah “memahami rakitan komponen
teknologi dan dukungan teknologi dalam budidaya kedelai”
dan “menjelaskan teknologi pilihan PTT”;
- Materi “identifikasi dan penentuan varietas berdasarkan
agroekologi rata-rata tingkat penerapannya 75% atau
dengan nilai 3,83. Pada materi ini, sub pokok bahasan yang
belum dilaksanakan oleh purnawidya adalah “memilih
varietas sesuai agroekologi (ukuran, biji, umur, potensi
hasil dan karakter tanaman)” dan “daya adaptasi varietas
unggul kedelai”, hal ini disebabkan purnawidya mengalami
kesulitan dalam menjelaskan pemilihan varietas karena
tidak mempunyai contoh benih masing-masing varietas,
selain itu petani juga susah untuk menerima varietas lain
selain varietas yang biasa mereka tanam;
- Materi “deskripsi varietas unggul kedelai” rata-rata tingkat
penerapannya 50% atau dengan nilai 3,47. Pada materi ini
14
terdapat 2 (dua) sub pokok bahasan yang belum
dilaksanakan, yaitu “memahami dan melakukan teknik
produksi benih sesuai rekomendasi” dan “memahami
pedoman sertifikasi dan peraturan perbenihan”, hal ini
dikarenakan petani binaan dari purnawidya tidak ada yang
memproduksi benih kedelai. Pada umumnya benih yang
dipakai oleh petani adalah kedelai hasil panen sebelumnya
atau benih dari kabupaten lain yang terdekat kemudian
ditanam lagi, hal ini dikarenakan untuk memperoleh benih
bersertifikat sangatlah sulit dan selain itu harga benih yang
bersertifikat cenderung lebih mahal sehingga tidak
sebanding dengan hasil panenyang akan didapat;
- Materi “penanaman” rata-rata tingkat penerapannya 75%
atau dengan nilai 4,47. Pada materi ini terdapat 3 (tiga)
sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1).
menghitung kebutuhan benih; 2). menentukan populasi
tanaman; dan 3). menentukan metode tanam, hal ini
dikarenakan rata-rata petani menanam kedelai secara
tumpang sari ataupun “sisipan”;
- Materi “pemupukan” rata-rata tingkat penerapannya 75%
atau dengan nilai 4,13. Pada materi ini terdapat 3 (tiga)
sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1).
Memahami dan mengukur dosis/kebutuhan pupuk yang
tepat; 2). memahami waktu yang tepat untuk melakukan
15
pemupukan; dan 3). memahami dan melakukan uji tanah
pada tanaman kedelai; hal ini dikarenakan dosis pupuk
sudah ditentukan dari Dinas Pertanian atau Badan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian kabupaten, selain itu
pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk bantuan
dari pemerintah;
- Materi “identifikasi dan pengendalian OPT utama kedelai”
tingkat penerapannya 75% atau atau dengan nilai 4,07.
Pada materi ini terdapat 3 (tiga) sub pokok bahasan yang
belum dilaksanakan, yaitu 1). menentukan tingkat
kerusakan tanaman akibat OPT; 2). mengenal agensia
hayati; dan 3). manfaat pengendalian dengan agensia
hayati. Hal ini dikarenakan purnawidya belum memahami
materi sepenuhnya, petani belum yakin dengan
penggunaan agensia hayati, dan biasanya yang yang
mengidentifikasi dan melakukan pengendalian OPT adalah
petugas POPT masing-masing;
- Materi “panen dan pasca panen” tingkat penerapannya
75% atau dengan nilai 3,77. Pada materi ini terdapat 3
(tiga) sub pokok bahasan, yaitu 1). melakukan
pengemasan; 2). melakukan penyimpanan; dan 3).
melakukan penggudangan. Hal ini dikarenakan petani tidak
pernah melakukan pengemasan, penyimpanan dan
16
penggudangan, karena hasil panennya langsung dijual
kepada pedagang pengepul;
- Materi “pemasaran” tingkat penerapannya 50% atau
dengan nilai 3,40. Pada materi ini terdapat 2 (dua) sub
pokok bahasan, yaitu 1). melakukan strategi pemasaran;
dan 2). melakukan kemitraan usaha. Hal ini dikarenakan
petani belum melakukan kemitraan, pada saat petani
panen sudah ada penjual yang datang ke petani untuk
membeli hasil panen.
b. Dari 30 (tiga puluh) orang purnawidya yang menerapkan 50%
materi Diklat sebanyak 7 (tujuh) orang atau 23,33%,
purnawidya yang menerapkan 75% materi Diklat sebanyak 20
(dua puluh) orang atau 66,67% dan purnawidya yang
menerapkan >75% materi Diklat sebanyak 3 (tiga) orang atau
10%. Purnawidya yang menerapkan 50% materi Diklat adalah
purnawidya dari Kabupaten Banyuwangi sebanyak 2 (dua)
orang, Kediri Gresik, Pasuruan, Banyumas dan Grobogan
masing- masing 1 (satu) orang. Sedangkan purnawidya yang
menerapkan materi Diklat >75% adalah purnawidya dari
Kabupaten Banyuwangi, Sidoarjo, dan Kulonprogo masing-
masing 1 (satu) orang. Adapun tingkat penerapan materi
purnawidya dapat digambarkan seperti pada gambar 2 berikut
ini:
17
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Diterapkan 50% Diterapkan 75% Diterapkan >
75%
7
20
3
Grafik Tingkat Penerapan Materi Purnawidya
Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
Gambar 2. Grafik tingkat penerapan materi purnawidya
c. Purnawidya yang tingkat penerapannya 70% pada umumnya
lokasi purnawidya tersebut berada di daerah sentra kedelai.
d. Purnawidya yang tingkat penerapannya 50% dikarenakan
motivasi petani untuk menanam kedelai sangat rendah
dibandingkan dengan menanam jagung atau padi karena
kedelai tidak mempunyai harga dasar seperti halnya padi;
e. Menurut purnawidya materi-materi yang sudah diajarkan dan
dilatihkan pada Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 telah
menunjang tugas dan fungsi penyuluh di lapangan;
f. Rata-rata purnawidya menyatakan bahwa materi-materi pada
Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 perlu ditambah
jumlah jam setiap materinya, dan setiap materi lebih banyak
praktek daripada teori;
g. Dari hasil wawancara dengan purnawidya diketahui bahwa
purnawidya mengharapkan untuk Diklat sejenis yang akan
18
datang materi Diklat dijelaskan secara sesuai sekuen agar
peserta mudah untuk memahami materi terutama bagi peserta
yang baru mengenal atau melakukan budidaya kedelai.
2. Atasan langsung
Hasil wawancara dengan atasan langsung purnawidya, sebagai
berikut :
a. Menurut atasan langsung, tingkat penerapan materi
purnawidya sebesar 3,96 atau purnawidya telah menerapkan
75% materi Diklat;
b. Terjadi perubahan kinerja dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai penyuluh pertanian;
c. Atasan langsung purnawidya mengharapkan kedepannya ada
tambahan Diklat atau materi pengolahan hasil kedelai untuk
memberikan nilai tambah terhadap kedelai sehingga
pendapatan petani kedelai dapat meningkat;
d. Untuk penerapan hasil berlatih, atasan langsung purnawidya
rata-rata telah memberikan 3 (tiga) fasilitas kepada
purnawidya yang berupa waktu, kesempatan dan sarana
prasarana;
e. Purnawidya setelah mengikuti Diklat teknis agribisnis kedelai
dari 9 (sembilan) jenis indikator kinerja penyuluh pertanian
rata-rata baru dapat diwujudkan 5 sampai 6 indikator, yaitu :
1). tersedianya data potensi wilayah; 2). terakomodasinya
program pengembangan budidaya kedelai dalam programa
19
penyuluhan; 3). tersusunnya rencana kerja; 4).
terdesiminasinya informasi teknologi dengan kebutuhan petani;
5). tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian
poktan/gapoktan; dan 6). meningkatnya produktivitas kedelai.
3. Rekan kerja purnawidya
Menurut hasil wawancara dengan rekan kerja purnawidya dapat
disimpulkan bahwa :
a. Menurut rekan kerja, tingkat penerapan materi oleh
purnawidya sebesar 4,13 atau telah menerapkan materi 75%;
b. Purnawidya telah melakukan sosialisasi hasil Diklat teknis
agribisnis kedelai kepada rekan kerjanya. Sosialisasi dilakukan
melalui pertemuan ataupun melalui siaran radio (seperti
dilakukan oleh purnawidya dari Provinsi DIY);
c. Menurut rekan kerja masih perlu tambahan materi, yaitu : 1).
pengolahan hasil kedelai; 2). cara menjalin kemitraan dengan
pihak lain yang langsung mendatangkan narasumber dari
perusahaan yang siap bermitra.
4. Petani binaan
Menurut hasil wawancara dengan rekan kerja purnawidya dapat
disimpulkan bahwa :
a. Menurut petani binaan rata-rata tingkat penerapan terhadap 9
(sembilan) materi Diklat teknis agribisnis kedelai adalah
sebesar 4,15 atau telah menerapkan materi 75%;
20
b. Menurut petani binaan, penyuluh pertanian (purnawidya) telah
melakukan evaluasi terhadap 7 sampai 8 materi dari 9
(sembilan) materi tentang teknis agribisnis kedelai. Materi
yang belum dilakukan evaluasi adalah “pemasaran hasil”;
c. Menurut petani binaan rata-rata mereka mendapat bimbingan
dari penyuluh pertanian sebanyak 2 kali dalam sebulan;
d. Menurut petani binaan, selama ini petani belum mendapat
jaminan dari pemerintah apabila terjadi gagal panen. Selama
ini petani hanya mendapatkan bantuan benih kedelai dan
pupuk saja belum sampai ke pemasaran;
e. Menurut petani binaan, setelah mendapat bimbingan dari
penyuluh pertanian tentang budidaya kedelai, hasil panennya
meningkat sekitar 20%;
f. Materi-materi lain yang masih dibutuhkan oleh petani binaan,
yaitu pengolahan hasil kedelai.
B. Analisis korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk memverifikasi hasil pengukuran
penerapan materi dengan data dari atasan langsung, rekan kerja dan
petani binaannya. Dari hasil olah data dengan menggunakan SPSS for
Window 18 disajikan pada tabel 3 berikut ini :
21
Tabel 3. Hasil korelasi dengan SPSS
Variabel Purnawidya Atasan
Langsung
Rekan
Kerja Petani Binaan
Purnawidya 1 − 0,232 0,442 0,300
Atasan Langsung − 0,232 1 0,087 −0,438
Rekan Kerja 0,442 0,087 1 0,017
Petani Binaan 0,300 −0,438 0,017 1
Dari tabel 3, diketahui bahwa terdapat hubungan (korelasi) positif
antara tingkat penerapan purnawidya dengan rekan kerja dan petani
binaan, artinya apabila tingkat penerapan purnawidya meningkat maka
tingkat penerapan rekan kerja dan petani binaan juga meningkat.
Sebaliknya hubungan (korelasi) negative antara tingkat penerapan
purnawidya dengan atasan langsung, artinya apabila tingkat
penerapan purnawidya meningkat justru dukungan dari atasan
langsung menurun/berkurang.
a. Hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat
penerapan materi Diklat
Dari hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan
tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang
tingkat penerapannya tertinggi (40) adalah purnawidya yang
berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan purnawidya
yang tingkat penerapannya terendah (32) berasal dari Provinsi
Jawa Tengah. Adapun hasil korelasi antara provinsi asal
purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat dapat
digambarkan seperti pada gambar 3.
22
Gambar 3. Grafik hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya
dengan tingkat penerapan materi Diklat
b. Hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan
materi Diklat
Dari hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat
penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang tingkat
penerapannya tertinggi (37) adalah purnawidya yang berumur
antara 35 tahun sampai dengan 44 tahun, sedangkan purnawidya
yang tingkat penerapannya terendah (33) adalah purnawidya yang
berumur antara 25 tahun sampai dengan 34 tahun. Adapun hasil
korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi
Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 4.
23
Gambar 4. Grafik hasil korelasi antara range umur purnawidya
dengan tingkat penerapan materi Diklat
c. Hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan tingkat
penerapan materi Diklat
Dari hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan
tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang
tingkat penerapannya tertinggi (40) adalah yang berpendidikan
D4, sedangkan purnawidya yang tingkat penerapannya terendah
(33) adalah yang berpendidikan D3. Adapun hasil korelasi antara
pendidikan purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat
dapat digambarkan seperti pada gambar 5.
24
Gambar 5. Grafik hasil korelasi antara pendidikan purnawidya
dengan tingkat penerapan materi Diklat
d. Hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat
penerapan materi Diklat
Dari hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya
dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa
purnawidya yang berjenis kelamin perempuan tingkat
penerapannya lebih tinggi dibandingkan dengan purnawidya
yang berjenis kelamin laki-laki. Tingkat penerapan purnawidya
perempuan sebesar 37 sedangkan tingkat penerapan
purnawidya laki-laki sebesar 35. Adapun hasil korelasi antara
jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi
Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 6.
25
Gambar 6. Grafik hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat
C. Analisis regresi
Pada analisis regresi untuk purnawidya, diasumsikan bahwa
tingkat penerapan materi purnawidya dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan purnawidya, fasilitas dari atasan (waktu, kesempatan,
sarana prasarana, anggaran, dan lain-lain), intensitas bimbingan
kepada petani binaan, evaluasi purnawidya terhadap hasil
bimbingannya pada petani binaan dan tingkat penerapan petani
binaan. Dari hasil analisis regresi dengan menggunakan bantuan
SPSS for window 18 diperoleh, sebagai berikut :
- Tingkat pendidikan purnawidya dan tingkat penerapan dari
petani binaan berpengaruh positif terhadap tingkat penerapan
materi pada purnawidya, artinya tingkat pendidikan
purnawidya dan tingkat penerapan dari petani binaan akan
meningkatkan penerapan materi dari purnawidya. Sedangkan
26
fasilitas dari atasan, intensitas bimbingan kepada petani dan
evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingan berpengaruh
negatif terhadap tingkat penerapan materi, artinya bahwa
tingkat penerapan purnawidya tidak dipengaruhi oleh fasilitas
dari atasan, intensitas bimbingan kepada petani dan evaluasi
purnawidya terhadap hasil bimbingan. Hal ini ditunjukkan dari
hasil analisa SPSS yaitu :
Y = 3,541+0,046X1 - 0,048 X2 - 0,069 X3 - 0,025 X4 + 0,150 X5
Dimana :
Y = Tingkat penerapan materi Diklat
X1 = Tingkat pendidikan purnawidya
X2 = Fasilitasi atasan terhadap penerapan materi (waktu,
kesempatan, sarana prasarana, anggaran, dan lain-lain)
X3 = Intensitas bimbingan terhadap petani binaan
X4 = Evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingannya pada
petani binaan
X5 = Tingkat penerapan petani binaan
- Dari model regresi linear yang diperoleh memiliki koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,144. Artinya bahwa tingkat
pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan hanya
berpengaruh pada tingkat penerapan materi purnawidya
sebesar 14,40%, sedangkan sisanya sebesar 85,60% didukung
oleh variabel/faktor-faktor yang lainnya di luar model, misalnya
motivasi untuk menanam kedelai.
27
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Rata-rata tingkat penerapan materi Diklat purnawidya terhadap
materi Diklat sebesar 75% dari keseluruhan materi yang telah
dilatihkan di BBPP Ketindan;
2. Dari hasil wawancara dengan atasan langsung diketahui bahwa
atasan langsung telah memberikan waktu, kesempatan dan sarana
prasarana kepada purnawidya;
3. Dari 9 (sembilan) indikator kinerja penyuluh, rata-rata purnawidya
telah mewujudkan 5 sampai 6 indikator, yaitu 1). tersedianya data
potensi wilayah; 2). terakomodasinya program pengembangan
budidaya kedelai dalam programa penyuluhan; 3). tersusunnya
rencana kerja; 4). terdesiminasinya informasi teknologi dengan
kebutuhan petani; 5). tumbuh kembangnya keberdayaan dan
kemandirian poktan/gapoktan; dan 6). meningkatnya produktivitas
kedelai.
4. Menurut rekan kerja purnawidya dapat disimpulkan bahwa
purnawidya telah melakukan sosialisasi hasil Diklat teknis
agribisnis kedelai kepada rekan kerjanya dengan rata-rata tingkat
penerapan sebesar 4,13 atau telah menerapkan materi 75%;
28
5. Rata-rata tingkat penerapan materi petani binaan terhadap 9
(sembilan) materi Diklat teknis agribisnis kedelai adalah sebesar
4,15, artinya bahwa petani binaan telah menerapkan 75% dari
materi Diklat yang disampaikan oleh penyuluh/purnawidya;
6. Menurut petani binaan, rata-rata purnawidya telah melakukan
bimbingan sebanyak 2 (dua) kali dalam sebulan;
7. Hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat
penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan materi
Diklat tertinggi adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Nusa
Tenggara Timur sedangkan tingkat penerapan materi Diklat
terendah adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Jawa
Tengah;
8. Hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan
materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan materi Diklat
tertinggi adalah purnawidya yang berumur 35 – 44 tahun
sedangkan tingkat penerapan materi Diklat terendah adalah
purnawidya yang berumur antara 25 - 34 tahun;
9. Hasil korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat penerapan
materi Diklat purnawidya diperoleh bahwa purnawidya yang
tingkat penerapan materinya tertinggi adalah purnawidya yang
berpendidikan D4 sedangkan yang tingkat penerapan materinya
terendah adalah purnawidya yang berpendidikan D3;
10. Hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat
penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan
29
purnawidya yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan purnawidya yang berjenis kelamin laki-laki;
11. Tingkat penerapan materi Diklat purnawidya 14,40% dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan.
B. Saran–saran
Memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan evaluasi pasca Diklat
teknis agribisnis kedelai disarankan :
1. Perlunya menambah jumlah jam praktek untuk Diklat-diklat teknis
yang sejenis di tahun-tahun mendatang dan materi Diklat
disampaikan tidak hanya dengan teori saja tetapi juga dengan
praktek langsung di lapangan;
2. Perlunya dukungan dari atasan terhadap penerapan materi,
khususnya bagi pengembangan kompetensi kerja penyuluh;
3. Perlunya evaluasi kepada petani binaan atas hasil bimbingan dalam
penerapan materi oleh Purnawidya sebagai alat ukur keberhasilan
dalam rangka meningkatkan produktivitas kedelai;
4. Materi-materi yang masih dibutuhkan oleh purnawidya adalah
pengolahan hasil kedelai;
5. Perlunya Diklat pengolahan hasil kedelai, karena rata-rata
purnawidya, rekan kerja dan petani binaan banyak yang
memerlukan Diklat tersebut;
30
BAB V. PENUTUP
1. Diklat merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan secara
sistematis oleh suatu organisasi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat meningkatkan
kompetensi serta kinerja pegawai. Peningkatan kompetensi
seseorang ditentukan oleh interaksi beberapa aspek prilaku yaitu :
(1). perilaku kognitif; (2). perilaku afektif; dan (3). perilaku
psikomotorik. Agar perubahan kompetensi seseorang sesuai
dengan tuntutan jabatannya maka program Diklat yang tepat
adalah Diklat berbasis kompetensi kerja atau Competency Based
Training (CBT);
2. Evaluasi Pasca Diklat merupakan salah satu rangkaian CBT, yaitu:
(a). Analisis Kebutuhan Diklat (AKD); (b). Perumusan Kebutuhan
Diklat; (c). Monitoring dan Evaluasi Diklat; (d). Evaluasi Pasca
Diklat; dan (e). Bimbingan Lanjutan. Evaluasi Pasca Diklat
dilakukan dalam rangka untuk mengetahui manfaat bagi instansi
pengirim di wilayah kerjanya masing-masing;
3. Dari hasil Evaluasi Pasca Diklat diketahui bahwa rata-rata
purnawidya telah menerapkan materi sebesar 75%. Penerapan
materi Diklat dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat
penerapan petani binaan serta faktor-faktor lainnya.