bab i. pendahuluan a. latar belakang · data sekunder, diperoleh dari data yang ada di...

30
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyelenggaraan Diklat diarahkan untuk meningkatkan kinerja SDM pertanian baik aparatur maupun non aparatur pertanian, sehingga mampu melaksanakan tugas fungsi/pekerjaan secara inovatif, kreatif, profesional dan berwawasan global. Upaya peningkatan kualitas kinerja SDM khususnya pertanian, dapat diwujudkan apabila penyelenggaraan Diklat pertanian dikelola dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi yang didalamnya termasuk evaluasi pasca Diklat. Untuk menghasilkan mutu alumni peserta Diklat atau purnawidya yang memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan tugas dan fungsi/pekerjaan di tempat tugas/usahanya dilakukan melalui kegiatan evaluasi pasca Diklat. Kemampuan SDM aparatur dan non aparatur pertanian setelah mengikuti proses berlatih perlu dievaluasi secara sistematis berdasarkan kaidah-kaidah sistem evaluasi standar, dengan menggunakan instrumen sebagai alat ukur yang sahih dan objektif, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Evaluasi pasca Diklat pertanian merupakan rangkaian kegiatan Diklat dalam kesatuan utuh yang tercakup didalam kerangka sistem pengembangan Diklat berbasis kompetensi. Melalui kegiatan evaluasi pasca Diklat ini, diharapkan diperoleh informasi dan umpan balik bagi

Upload: trinhnhu

Post on 06-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyelenggaraan Diklat diarahkan untuk meningkatkan kinerja

SDM pertanian baik aparatur maupun non aparatur pertanian,

sehingga mampu melaksanakan tugas fungsi/pekerjaan secara

inovatif, kreatif, profesional dan berwawasan global.

Upaya peningkatan kualitas kinerja SDM khususnya pertanian,

dapat diwujudkan apabila penyelenggaraan Diklat pertanian dikelola

dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring

dan evaluasi yang didalamnya termasuk evaluasi pasca Diklat. Untuk

menghasilkan mutu alumni peserta Diklat atau purnawidya yang

memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan tugas dan

fungsi/pekerjaan di tempat tugas/usahanya dilakukan melalui kegiatan

evaluasi pasca Diklat.

Kemampuan SDM aparatur dan non aparatur pertanian setelah

mengikuti proses berlatih perlu dievaluasi secara sistematis

berdasarkan kaidah-kaidah sistem evaluasi standar, dengan

menggunakan instrumen sebagai alat ukur yang sahih dan objektif,

sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Evaluasi pasca Diklat pertanian merupakan rangkaian kegiatan

Diklat dalam kesatuan utuh yang tercakup didalam kerangka sistem

pengembangan Diklat berbasis kompetensi. Melalui kegiatan evaluasi

pasca Diklat ini, diharapkan diperoleh informasi dan umpan balik bagi

2

penyempurnaan program dan penyelenggaraan Diklat yang akan

datang.

Secara lengkap hasil evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis

kedelai tahun 2016, terhadap 111 (seratus sebelas) orang responden

yang terdiri dari 30 (tiga puluh) orang alumni peserta Diklat

(purnawidya), 19 (sembilan belas) orang atasan langsung purnawidya,

30 (tiga puluh) orang rekan kerja purnawidya dan 32 (tiga puluh dua)

orang petani binaan purnawidya di 19 (sembilan belas)

kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,

DIY, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat disajikan

dalam laporan ini.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis

agribisnis kedelai, sebagai berikut :

1. Mengetahui sejauhmana implementasi/tingkat penerapan materi

Diklat terhadap tugas fungsi/pekerjaan serta permasalahan di

wilayah kerjanya;

2. Terjalinnya hubungan interaktif antara BBPP Ketindan dan instansi

asal purnawidya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi

di wilayah kerjanya;

3. Terhimpunnya informasi sebagai bahan umpan balik bagi BBPP

3

Ketindan untuk penyempurnaan program dan penyelenggaraan

Diklat ke depan.

C. Keluaran

Hasil yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis

agribisnis kedelai, adalah :

1. Terlaksananya evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai

tahun 2016 di 6 (enam) Provinsi yang mencakup 19 (sembilan

belas) kabupaten/kota, dari Provinsi Jawa Timur (Kabupaten

Banyuwangi, Jember, Kediri, Blitar, Gresik, Sidoarjo, Magetan,

Malang dan Pasuruan), Jawa Tengah (Kabupaten Banyumas,

Grobogan dan Rembang), Daerah Istimewa Yogyakarta

(Kabupaten Gunung Kidul, Kulonprogo dan Sleman), Bali

(Kabupaten Tabanan dan Buleleng), Nusa Tenggara Timur

(Kabupaten Lembata) dan Nusa Tenggara Barat (Kabupaten

Lombok Timur);

2. Tersedianya data dan informasi tentang implementasi/penerapan

materi Diklat teknis agribisnis kedelai yang telah dilaksanakan

tahun 2015 dan permasalahannya.

4

D. Manfaat

Adapun manfaat dari kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis

agribisnis kedelai, sebagai berikut :

1. Diketahuinya tingkat implementasi/penerapan materi Diklat

teknis agribisnis kedelai dan permasalahannya mulai dari tingkat

purnawidya yaitu penyuluh pertanian, rekan kerja purnawidya

hingga tingkat petani binaannya;

2. Meningkatnya hubungan interaktif antara BBPP Ketindan dan

instansi asal purnawidya untuk memecahkan permasalahan yang

dihadapi di wilayah kerjanya;

3. Tersedianya informasi sebagai bahan umpan balik bagi BBPP

Ketindan yang selanjutnya sebagai penyempurnaan program dan

penyelenggaraan Diklat ke depan

5

BAB II. PELAKSANAAN

A. Dasar hukum

Dasar hukum pelaksanaan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis

kedelai, sebagai berikut :

1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :

01/Permentan/OT.140/J/10/2011 tanggal 6 Oktober 2011

tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Pendidikan

dan Pelatihan Pertanian serta Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi

Pasca Pendidikan dan Pelatihan Pertanian;

2. Keputusan Menteri Pertanian

Nomor:103/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 9 Oktober 2013

tentang Organisasi dan Tata Kerja BBPP-Ketindan;

3. Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) Satuan Kerja Balai Besar

DIKLAT Pertanian (BBPP)-Ketindan, Malang, Jawa Timur Nomor:

018.10.2.239654/2016 Tanggal 7 Desember 2015;

4. Surat Keputusan Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)

Ketindan, Nomor : 202/Kpts/SM.110/J.3.3/01/2016 tanggal 26

Januari 2016 tentang Kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis

agribisnis kedelai Tahun 2015.

6

B. Waktu pelaksanaan

Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dilaksanakan mulai

tanggal 2 Februari sampai dengan 19 Maret 2016.

C. Organisasi penyelenggara

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dibentuk dan disusun

organisasi penyelenggara sebagai berikut:

Penanggungjawab : Kepala BBPP Ketindan

Dr. Ir. Adang Warya, MM

Penanggungjawab Kegiatan : Kabid. Program dan Evaluasi

Dadan Sunarsa, SP., MM

Ketua Pelaksana : Kasi Evaluasi dan Pelaporan

Novi Nuraini, S. Si. MP

Sekretaris : Musdalipah, SP. MP

Tim Pengolah, penyajian dan

Inventarisasi pelaporan

: 1. Sundoko, SE

2. Isdianto, SST

7

D. Petugas/enumerator

Adapun petugas/enumerator dari kegiatan evaluasi pasca Diklat

teknis agribisnis kedelai dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Daftar nama petugas/enumerator

NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA ENUMERATOR

1. Jawa Timur Banyuwangi Sundoko, SE

Jember

Kediri Musdalipah, SP, MP

Blitar

Gresik Musdalipah, SP, MP

Sidoarjo Megetan Isdianto, SST Malang

Musdalpah, SP, MP Pasuruan

2. Jawa Tengah Banyumas Isdianto, SST

Grobogan

Rembang Sundoko, SE

3. DIY Gunung Kidul

Novi Nuraini, S. Si., MP Kulonprogo Sleman

4. Bali Tabanan Sundoko, SE

Buleleng

5. NTT Lembata Dadan Sunarsa, SP, MM

6. NTB Lombok Timur Novi Nuraini, S. Si., MP

E. Penyusunan instrumen

Sebelum pelaksanaan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis

kedelai, BBPP Ketindan telah menyusun instrumen dengan mengikuti

prinsip-prinsip dan format penyusunan instrumen evaluasi pasca

Diklat yang ada dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor :

01/Permentan/OT.140/J/10/2011 tanggal 6 Oktober 2011 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Pendidikan dan Pelatihan

Pertanian serta Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Pasca Pendidikan dan

8

Pelatihan Pertanian. Instrumen yang tersusun dicoaching kepada

seluruh petugas/enumerator dengan tujuan untuk menyamakan

persepsi tentang maksud, tujuan, proses kegiatan dan teknik

wawancara serta hasil yang diharapkan melalui sosialisasi petunjuk

teknis evaluasi pasca Diklat.

F. Penetapan responden

Responden evaluasi pasca Diklat adalah seluruh purnawidya,

atasan langsung purnawidya, rekan kerja purnawidya dan petani

binaan purnawidya. Responden berjumlah 111 orang yang tersebar di

6 (enam) Provinsi dan 19 kabupaten/kota. Adapun data selengkapnya

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Daftar sasaran/responden evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai Tahun 2016

No. Provinsi Kabupaten/

Kota

Jumlah Responden

Purnawidya Atasan

Langsung Rekan Kerja Purnawidya

Petani Binaan

Jumlah

1. Jawa Timur Banyuwangi 3 1 3 3 10

Jember 3 1 3 3 10

Kediri 2 1 2 2 7

Blitar 3 1 3 3 10

Gresik 2 1 2 1 6

Sidoarjo 1 1 1 1 4

Megetan 2 1 2 2 7

Malang 2 1 2 2 7

Pasuruan 3 1 3 3 10

2. Jawa Tengah Banyumas 1 1 1 1 4

Grobogan 1 1 1 1 4

Rembang 1 1 1 1 4

3. DIY Gunung Kidul 1 1 1 1 4

Kulonprogo 1 1 1 1 4

Sleman - 1 - 2 3

4. Bali Tabanan 1 1 1 1 4

Buleleng 1 1 1 2 5

5. NTB Lembata 1 1 1 1 4

6. NTT Lombok Timur

1 1 1 1 4

Total 30 19 30 32 111

9

G. Penetapan lokasi pengumpulan data

Lokasi pengumpulan data disesuaikan dengan lokasi atau tempat

tugas dan wilayah kerja dari purnawidya.

H. Penetapan metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data merupakan faktor penting demi

tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan

bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan alat yang

digunakan. Pengumpulan data dan informasi pada kegiatan evaluasi

pasca Diklat dilakukan dengan metode pengamatan (observasi),

wawancara dan angket (kuesioner).

I. Pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data tingkat penerapan

materi oleh purnawidya dan tingkat dukungan hasil berlatih. Untuk

menggali data dan informasi, enumerator menggunakan instrumen

yang telah disiapkan (A1, A2, A3 dan A4). Sumber data terdiri dari :

1). data primer, diperoleh dari responden utama dan pendukung (dari

responden); 2). data sekunder, diperoleh dari data yang ada di

dinas/instansi terkait, yang dapat berbentuk laporan pelaksanaan

kegiatan, potensi wilayah dan rencana kerja. Selanjutnya data yang

telah terkumpul diklasifikasi berdasarkan variabel dependen dan

independen yang dievaluasi.

10

J. Pengolahan data

Semua data yang telah terkumpul, kemudian diverifikasi

kelengkapan, kesesuaian dan akurasi data/informasi yang diperoleh.

Kemudian diolah dengan menggunakan bantuan SPSS 18 for Windows.

K. Analisis data

Analisis data dilakukan secara diskriptif, verifikatif dan regresi.

Diskriptif untuk menggambarkan tingkat penerapan hasil Diklat oleh

purnawidya, tingkat dukungan/fasilitasi hasil Diklat oleh purnawidya

terhadap tugas fungsi/pekerjaan purnawidya, dan faktor pendukung

serta penghambat dalam penerapan hasil Diklat dan dukungan hasil

Diklat terhadap tugas dan fungsi purnawidya. Verifikatif untuk

mencari tingkat hubungan atau kausalitas antar variabel (dukungan

atasan, fasilitas atasan, konfirmasi silang, dukungan dari rekan/mitra

kerja) yang dievaluasi dengan teknik analisis data (korelasi) dengan

menggunakan SPSS. Korelasi untuk verifikasi hasil pengukuran

penerapan materi dengan data dari atasan langsung, rekan kerja dan

petani binaaan. Sedangkan regresi untuk mengetahui pengaruh

fasilitas atasan, intensitas bimbingan ke petani dan evaluasi terhadap

hasil bimbingan terhadap tingkat penerapan materi.

L. Pembiayaan

Seluruh pembiayaan pelaksanaan kegiatan evaluasi pasca Diklat

teknis agribisnis kedelai tahun 2015 dibebankan pada DIPA Satker

BBPP Ketindan Tahun Anggaran 2016.

11

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai

tahun 2016, sebagai berikut :

A. Analisis diskriptif

Analisis diskriptif untuk menggambarkan data penerapan materi

di lapangan berdasarkan keterangan purnawidya. Hasil analisis

diskriptif, sebagai berikut :

1. Purnawidya

a. Rata-rata tingkat penerapan materi Diklat oleh purnawidya

terhadap 9 (sembilan) materi Diklat adalah sebesar 3,90,

artinya bahwa purnawidya menerapkan 75% dari materi Diklat

yang dipelajari. Menurut hasil wawancara, hal ini dikarenakan

materi yang diberikan purnawidya kepada petani binaannya

adalah materi yang dibutuhkan oleh petani saja, sehingga

kecenderungannya purnawidya tidak menerapkan materi

secara lengkap.

Adapun tingkat penerapan materi purnawidya tiap mata Diklat

dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini, sedangkan rekapitulasi

hasil evaluasi pasca Diklat kepada purnawidya secara rinci

dapat dilihat pada lampiran 1.

12

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

3.47 3.40

4.133.87 3.83

4.474.13 4.07

3.77 3.90

Grafik Penerapan Materi Purnawidya

Diterapkan 50%

Diterapkan 75%

Gambar 1. Grafik penerapan materi purnawidya

Dari gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Dari sembilan materi inti yang dilatihkan terdapat 2 (dua)

materi yang tingkat penerapannya masih 50%, yaitu materi

“deskripsi varietas unggul kedelai” dan materi

“pemasaran”, sedangkan ketujuh materi lainnya tingkat

penerapannya sudah 75%.

- Materi “Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP)” rata-rata

tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 4,13. Pada

materi ini sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan

oleh purnawidya adalah “mengidentifikasi teknologi sesuai

kebutuhan petani untuk diterapkan diwilayahnya” dan

“menjelaskan dan memberikan rekomendasi”. Purnawidya

13

rata-rata mengalami kesulitan dalam melakukan bimbingan

materi ini. Petani kurang berminat untuk menanam kedelai

karena harga kedelai sangat rendah dibandingkan dengan

komoditas lainnya;

- Materi “teknik budidaya kedelai dengan gerakan penerapan

pengelolaan tanaman terpadu (GPPTT) kedelai rata-rata

tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 3,87. Pada

materi ini sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan

oleh purnawidya adalah “memahami rakitan komponen

teknologi dan dukungan teknologi dalam budidaya kedelai”

dan “menjelaskan teknologi pilihan PTT”;

- Materi “identifikasi dan penentuan varietas berdasarkan

agroekologi rata-rata tingkat penerapannya 75% atau

dengan nilai 3,83. Pada materi ini, sub pokok bahasan yang

belum dilaksanakan oleh purnawidya adalah “memilih

varietas sesuai agroekologi (ukuran, biji, umur, potensi

hasil dan karakter tanaman)” dan “daya adaptasi varietas

unggul kedelai”, hal ini disebabkan purnawidya mengalami

kesulitan dalam menjelaskan pemilihan varietas karena

tidak mempunyai contoh benih masing-masing varietas,

selain itu petani juga susah untuk menerima varietas lain

selain varietas yang biasa mereka tanam;

- Materi “deskripsi varietas unggul kedelai” rata-rata tingkat

penerapannya 50% atau dengan nilai 3,47. Pada materi ini

14

terdapat 2 (dua) sub pokok bahasan yang belum

dilaksanakan, yaitu “memahami dan melakukan teknik

produksi benih sesuai rekomendasi” dan “memahami

pedoman sertifikasi dan peraturan perbenihan”, hal ini

dikarenakan petani binaan dari purnawidya tidak ada yang

memproduksi benih kedelai. Pada umumnya benih yang

dipakai oleh petani adalah kedelai hasil panen sebelumnya

atau benih dari kabupaten lain yang terdekat kemudian

ditanam lagi, hal ini dikarenakan untuk memperoleh benih

bersertifikat sangatlah sulit dan selain itu harga benih yang

bersertifikat cenderung lebih mahal sehingga tidak

sebanding dengan hasil panenyang akan didapat;

- Materi “penanaman” rata-rata tingkat penerapannya 75%

atau dengan nilai 4,47. Pada materi ini terdapat 3 (tiga)

sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1).

menghitung kebutuhan benih; 2). menentukan populasi

tanaman; dan 3). menentukan metode tanam, hal ini

dikarenakan rata-rata petani menanam kedelai secara

tumpang sari ataupun “sisipan”;

- Materi “pemupukan” rata-rata tingkat penerapannya 75%

atau dengan nilai 4,13. Pada materi ini terdapat 3 (tiga)

sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1).

Memahami dan mengukur dosis/kebutuhan pupuk yang

tepat; 2). memahami waktu yang tepat untuk melakukan

15

pemupukan; dan 3). memahami dan melakukan uji tanah

pada tanaman kedelai; hal ini dikarenakan dosis pupuk

sudah ditentukan dari Dinas Pertanian atau Badan

Pelaksana Penyuluhan Pertanian kabupaten, selain itu

pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk bantuan

dari pemerintah;

- Materi “identifikasi dan pengendalian OPT utama kedelai”

tingkat penerapannya 75% atau atau dengan nilai 4,07.

Pada materi ini terdapat 3 (tiga) sub pokok bahasan yang

belum dilaksanakan, yaitu 1). menentukan tingkat

kerusakan tanaman akibat OPT; 2). mengenal agensia

hayati; dan 3). manfaat pengendalian dengan agensia

hayati. Hal ini dikarenakan purnawidya belum memahami

materi sepenuhnya, petani belum yakin dengan

penggunaan agensia hayati, dan biasanya yang yang

mengidentifikasi dan melakukan pengendalian OPT adalah

petugas POPT masing-masing;

- Materi “panen dan pasca panen” tingkat penerapannya

75% atau dengan nilai 3,77. Pada materi ini terdapat 3

(tiga) sub pokok bahasan, yaitu 1). melakukan

pengemasan; 2). melakukan penyimpanan; dan 3).

melakukan penggudangan. Hal ini dikarenakan petani tidak

pernah melakukan pengemasan, penyimpanan dan

16

penggudangan, karena hasil panennya langsung dijual

kepada pedagang pengepul;

- Materi “pemasaran” tingkat penerapannya 50% atau

dengan nilai 3,40. Pada materi ini terdapat 2 (dua) sub

pokok bahasan, yaitu 1). melakukan strategi pemasaran;

dan 2). melakukan kemitraan usaha. Hal ini dikarenakan

petani belum melakukan kemitraan, pada saat petani

panen sudah ada penjual yang datang ke petani untuk

membeli hasil panen.

b. Dari 30 (tiga puluh) orang purnawidya yang menerapkan 50%

materi Diklat sebanyak 7 (tujuh) orang atau 23,33%,

purnawidya yang menerapkan 75% materi Diklat sebanyak 20

(dua puluh) orang atau 66,67% dan purnawidya yang

menerapkan >75% materi Diklat sebanyak 3 (tiga) orang atau

10%. Purnawidya yang menerapkan 50% materi Diklat adalah

purnawidya dari Kabupaten Banyuwangi sebanyak 2 (dua)

orang, Kediri Gresik, Pasuruan, Banyumas dan Grobogan

masing- masing 1 (satu) orang. Sedangkan purnawidya yang

menerapkan materi Diklat >75% adalah purnawidya dari

Kabupaten Banyuwangi, Sidoarjo, dan Kulonprogo masing-

masing 1 (satu) orang. Adapun tingkat penerapan materi

purnawidya dapat digambarkan seperti pada gambar 2 berikut

ini:

17

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Diterapkan 50% Diterapkan 75% Diterapkan >

75%

7

20

3

Grafik Tingkat Penerapan Materi Purnawidya

Jumlah (Orang)

Prosentase (%)

Gambar 2. Grafik tingkat penerapan materi purnawidya

c. Purnawidya yang tingkat penerapannya 70% pada umumnya

lokasi purnawidya tersebut berada di daerah sentra kedelai.

d. Purnawidya yang tingkat penerapannya 50% dikarenakan

motivasi petani untuk menanam kedelai sangat rendah

dibandingkan dengan menanam jagung atau padi karena

kedelai tidak mempunyai harga dasar seperti halnya padi;

e. Menurut purnawidya materi-materi yang sudah diajarkan dan

dilatihkan pada Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 telah

menunjang tugas dan fungsi penyuluh di lapangan;

f. Rata-rata purnawidya menyatakan bahwa materi-materi pada

Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 perlu ditambah

jumlah jam setiap materinya, dan setiap materi lebih banyak

praktek daripada teori;

g. Dari hasil wawancara dengan purnawidya diketahui bahwa

purnawidya mengharapkan untuk Diklat sejenis yang akan

18

datang materi Diklat dijelaskan secara sesuai sekuen agar

peserta mudah untuk memahami materi terutama bagi peserta

yang baru mengenal atau melakukan budidaya kedelai.

2. Atasan langsung

Hasil wawancara dengan atasan langsung purnawidya, sebagai

berikut :

a. Menurut atasan langsung, tingkat penerapan materi

purnawidya sebesar 3,96 atau purnawidya telah menerapkan

75% materi Diklat;

b. Terjadi perubahan kinerja dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya sebagai penyuluh pertanian;

c. Atasan langsung purnawidya mengharapkan kedepannya ada

tambahan Diklat atau materi pengolahan hasil kedelai untuk

memberikan nilai tambah terhadap kedelai sehingga

pendapatan petani kedelai dapat meningkat;

d. Untuk penerapan hasil berlatih, atasan langsung purnawidya

rata-rata telah memberikan 3 (tiga) fasilitas kepada

purnawidya yang berupa waktu, kesempatan dan sarana

prasarana;

e. Purnawidya setelah mengikuti Diklat teknis agribisnis kedelai

dari 9 (sembilan) jenis indikator kinerja penyuluh pertanian

rata-rata baru dapat diwujudkan 5 sampai 6 indikator, yaitu :

1). tersedianya data potensi wilayah; 2). terakomodasinya

program pengembangan budidaya kedelai dalam programa

19

penyuluhan; 3). tersusunnya rencana kerja; 4).

terdesiminasinya informasi teknologi dengan kebutuhan petani;

5). tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian

poktan/gapoktan; dan 6). meningkatnya produktivitas kedelai.

3. Rekan kerja purnawidya

Menurut hasil wawancara dengan rekan kerja purnawidya dapat

disimpulkan bahwa :

a. Menurut rekan kerja, tingkat penerapan materi oleh

purnawidya sebesar 4,13 atau telah menerapkan materi 75%;

b. Purnawidya telah melakukan sosialisasi hasil Diklat teknis

agribisnis kedelai kepada rekan kerjanya. Sosialisasi dilakukan

melalui pertemuan ataupun melalui siaran radio (seperti

dilakukan oleh purnawidya dari Provinsi DIY);

c. Menurut rekan kerja masih perlu tambahan materi, yaitu : 1).

pengolahan hasil kedelai; 2). cara menjalin kemitraan dengan

pihak lain yang langsung mendatangkan narasumber dari

perusahaan yang siap bermitra.

4. Petani binaan

Menurut hasil wawancara dengan rekan kerja purnawidya dapat

disimpulkan bahwa :

a. Menurut petani binaan rata-rata tingkat penerapan terhadap 9

(sembilan) materi Diklat teknis agribisnis kedelai adalah

sebesar 4,15 atau telah menerapkan materi 75%;

20

b. Menurut petani binaan, penyuluh pertanian (purnawidya) telah

melakukan evaluasi terhadap 7 sampai 8 materi dari 9

(sembilan) materi tentang teknis agribisnis kedelai. Materi

yang belum dilakukan evaluasi adalah “pemasaran hasil”;

c. Menurut petani binaan rata-rata mereka mendapat bimbingan

dari penyuluh pertanian sebanyak 2 kali dalam sebulan;

d. Menurut petani binaan, selama ini petani belum mendapat

jaminan dari pemerintah apabila terjadi gagal panen. Selama

ini petani hanya mendapatkan bantuan benih kedelai dan

pupuk saja belum sampai ke pemasaran;

e. Menurut petani binaan, setelah mendapat bimbingan dari

penyuluh pertanian tentang budidaya kedelai, hasil panennya

meningkat sekitar 20%;

f. Materi-materi lain yang masih dibutuhkan oleh petani binaan,

yaitu pengolahan hasil kedelai.

B. Analisis korelasi

Analisis korelasi bertujuan untuk memverifikasi hasil pengukuran

penerapan materi dengan data dari atasan langsung, rekan kerja dan

petani binaannya. Dari hasil olah data dengan menggunakan SPSS for

Window 18 disajikan pada tabel 3 berikut ini :

21

Tabel 3. Hasil korelasi dengan SPSS

Variabel Purnawidya Atasan

Langsung

Rekan

Kerja Petani Binaan

Purnawidya 1 − 0,232 0,442 0,300

Atasan Langsung − 0,232 1 0,087 −0,438

Rekan Kerja 0,442 0,087 1 0,017

Petani Binaan 0,300 −0,438 0,017 1

Dari tabel 3, diketahui bahwa terdapat hubungan (korelasi) positif

antara tingkat penerapan purnawidya dengan rekan kerja dan petani

binaan, artinya apabila tingkat penerapan purnawidya meningkat maka

tingkat penerapan rekan kerja dan petani binaan juga meningkat.

Sebaliknya hubungan (korelasi) negative antara tingkat penerapan

purnawidya dengan atasan langsung, artinya apabila tingkat

penerapan purnawidya meningkat justru dukungan dari atasan

langsung menurun/berkurang.

a. Hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat

penerapan materi Diklat

Dari hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan

tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang

tingkat penerapannya tertinggi (40) adalah purnawidya yang

berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan purnawidya

yang tingkat penerapannya terendah (32) berasal dari Provinsi

Jawa Tengah. Adapun hasil korelasi antara provinsi asal

purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat dapat

digambarkan seperti pada gambar 3.

22

Gambar 3. Grafik hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya

dengan tingkat penerapan materi Diklat

b. Hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan

materi Diklat

Dari hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat

penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang tingkat

penerapannya tertinggi (37) adalah purnawidya yang berumur

antara 35 tahun sampai dengan 44 tahun, sedangkan purnawidya

yang tingkat penerapannya terendah (33) adalah purnawidya yang

berumur antara 25 tahun sampai dengan 34 tahun. Adapun hasil

korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi

Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 4.

23

Gambar 4. Grafik hasil korelasi antara range umur purnawidya

dengan tingkat penerapan materi Diklat

c. Hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan tingkat

penerapan materi Diklat

Dari hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan

tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang

tingkat penerapannya tertinggi (40) adalah yang berpendidikan

D4, sedangkan purnawidya yang tingkat penerapannya terendah

(33) adalah yang berpendidikan D3. Adapun hasil korelasi antara

pendidikan purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat

dapat digambarkan seperti pada gambar 5.

24

Gambar 5. Grafik hasil korelasi antara pendidikan purnawidya

dengan tingkat penerapan materi Diklat

d. Hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat

penerapan materi Diklat

Dari hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya

dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa

purnawidya yang berjenis kelamin perempuan tingkat

penerapannya lebih tinggi dibandingkan dengan purnawidya

yang berjenis kelamin laki-laki. Tingkat penerapan purnawidya

perempuan sebesar 37 sedangkan tingkat penerapan

purnawidya laki-laki sebesar 35. Adapun hasil korelasi antara

jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi

Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 6.

25

Gambar 6. Grafik hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat

C. Analisis regresi

Pada analisis regresi untuk purnawidya, diasumsikan bahwa

tingkat penerapan materi purnawidya dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan purnawidya, fasilitas dari atasan (waktu, kesempatan,

sarana prasarana, anggaran, dan lain-lain), intensitas bimbingan

kepada petani binaan, evaluasi purnawidya terhadap hasil

bimbingannya pada petani binaan dan tingkat penerapan petani

binaan. Dari hasil analisis regresi dengan menggunakan bantuan

SPSS for window 18 diperoleh, sebagai berikut :

- Tingkat pendidikan purnawidya dan tingkat penerapan dari

petani binaan berpengaruh positif terhadap tingkat penerapan

materi pada purnawidya, artinya tingkat pendidikan

purnawidya dan tingkat penerapan dari petani binaan akan

meningkatkan penerapan materi dari purnawidya. Sedangkan

26

fasilitas dari atasan, intensitas bimbingan kepada petani dan

evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingan berpengaruh

negatif terhadap tingkat penerapan materi, artinya bahwa

tingkat penerapan purnawidya tidak dipengaruhi oleh fasilitas

dari atasan, intensitas bimbingan kepada petani dan evaluasi

purnawidya terhadap hasil bimbingan. Hal ini ditunjukkan dari

hasil analisa SPSS yaitu :

Y = 3,541+0,046X1 - 0,048 X2 - 0,069 X3 - 0,025 X4 + 0,150 X5

Dimana :

Y = Tingkat penerapan materi Diklat

X1 = Tingkat pendidikan purnawidya

X2 = Fasilitasi atasan terhadap penerapan materi (waktu,

kesempatan, sarana prasarana, anggaran, dan lain-lain)

X3 = Intensitas bimbingan terhadap petani binaan

X4 = Evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingannya pada

petani binaan

X5 = Tingkat penerapan petani binaan

- Dari model regresi linear yang diperoleh memiliki koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,144. Artinya bahwa tingkat

pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan hanya

berpengaruh pada tingkat penerapan materi purnawidya

sebesar 14,40%, sedangkan sisanya sebesar 85,60% didukung

oleh variabel/faktor-faktor yang lainnya di luar model, misalnya

motivasi untuk menanam kedelai.

27

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Rata-rata tingkat penerapan materi Diklat purnawidya terhadap

materi Diklat sebesar 75% dari keseluruhan materi yang telah

dilatihkan di BBPP Ketindan;

2. Dari hasil wawancara dengan atasan langsung diketahui bahwa

atasan langsung telah memberikan waktu, kesempatan dan sarana

prasarana kepada purnawidya;

3. Dari 9 (sembilan) indikator kinerja penyuluh, rata-rata purnawidya

telah mewujudkan 5 sampai 6 indikator, yaitu 1). tersedianya data

potensi wilayah; 2). terakomodasinya program pengembangan

budidaya kedelai dalam programa penyuluhan; 3). tersusunnya

rencana kerja; 4). terdesiminasinya informasi teknologi dengan

kebutuhan petani; 5). tumbuh kembangnya keberdayaan dan

kemandirian poktan/gapoktan; dan 6). meningkatnya produktivitas

kedelai.

4. Menurut rekan kerja purnawidya dapat disimpulkan bahwa

purnawidya telah melakukan sosialisasi hasil Diklat teknis

agribisnis kedelai kepada rekan kerjanya dengan rata-rata tingkat

penerapan sebesar 4,13 atau telah menerapkan materi 75%;

28

5. Rata-rata tingkat penerapan materi petani binaan terhadap 9

(sembilan) materi Diklat teknis agribisnis kedelai adalah sebesar

4,15, artinya bahwa petani binaan telah menerapkan 75% dari

materi Diklat yang disampaikan oleh penyuluh/purnawidya;

6. Menurut petani binaan, rata-rata purnawidya telah melakukan

bimbingan sebanyak 2 (dua) kali dalam sebulan;

7. Hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat

penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan materi

Diklat tertinggi adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Nusa

Tenggara Timur sedangkan tingkat penerapan materi Diklat

terendah adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Jawa

Tengah;

8. Hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan

materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan materi Diklat

tertinggi adalah purnawidya yang berumur 35 – 44 tahun

sedangkan tingkat penerapan materi Diklat terendah adalah

purnawidya yang berumur antara 25 - 34 tahun;

9. Hasil korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat penerapan

materi Diklat purnawidya diperoleh bahwa purnawidya yang

tingkat penerapan materinya tertinggi adalah purnawidya yang

berpendidikan D4 sedangkan yang tingkat penerapan materinya

terendah adalah purnawidya yang berpendidikan D3;

10. Hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat

penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan

29

purnawidya yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi

dibandingkan dengan purnawidya yang berjenis kelamin laki-laki;

11. Tingkat penerapan materi Diklat purnawidya 14,40% dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan.

B. Saran–saran

Memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan evaluasi pasca Diklat

teknis agribisnis kedelai disarankan :

1. Perlunya menambah jumlah jam praktek untuk Diklat-diklat teknis

yang sejenis di tahun-tahun mendatang dan materi Diklat

disampaikan tidak hanya dengan teori saja tetapi juga dengan

praktek langsung di lapangan;

2. Perlunya dukungan dari atasan terhadap penerapan materi,

khususnya bagi pengembangan kompetensi kerja penyuluh;

3. Perlunya evaluasi kepada petani binaan atas hasil bimbingan dalam

penerapan materi oleh Purnawidya sebagai alat ukur keberhasilan

dalam rangka meningkatkan produktivitas kedelai;

4. Materi-materi yang masih dibutuhkan oleh purnawidya adalah

pengolahan hasil kedelai;

5. Perlunya Diklat pengolahan hasil kedelai, karena rata-rata

purnawidya, rekan kerja dan petani binaan banyak yang

memerlukan Diklat tersebut;

30

BAB V. PENUTUP

1. Diklat merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan secara

sistematis oleh suatu organisasi dalam rangka meningkatkan

pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat meningkatkan

kompetensi serta kinerja pegawai. Peningkatan kompetensi

seseorang ditentukan oleh interaksi beberapa aspek prilaku yaitu :

(1). perilaku kognitif; (2). perilaku afektif; dan (3). perilaku

psikomotorik. Agar perubahan kompetensi seseorang sesuai

dengan tuntutan jabatannya maka program Diklat yang tepat

adalah Diklat berbasis kompetensi kerja atau Competency Based

Training (CBT);

2. Evaluasi Pasca Diklat merupakan salah satu rangkaian CBT, yaitu:

(a). Analisis Kebutuhan Diklat (AKD); (b). Perumusan Kebutuhan

Diklat; (c). Monitoring dan Evaluasi Diklat; (d). Evaluasi Pasca

Diklat; dan (e). Bimbingan Lanjutan. Evaluasi Pasca Diklat

dilakukan dalam rangka untuk mengetahui manfaat bagi instansi

pengirim di wilayah kerjanya masing-masing;

3. Dari hasil Evaluasi Pasca Diklat diketahui bahwa rata-rata

purnawidya telah menerapkan materi sebesar 75%. Penerapan

materi Diklat dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat

penerapan petani binaan serta faktor-faktor lainnya.