bab i pendahuluan a. latar belakang · pdf fileyaitu berupa penerapan model pembelajaran yang...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran matematika di kelas hendaknya tidak hanya menitikberatkan
pada penguasaan materi untuk menyelesaikan matematis tetapi juga mengaitkan
bagaimana siswa mengenali permasalahan matematika dalam kehidupan
kesehariannya dan bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan
pengetahuan yang telah diperoleh di sekolah. Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah. Menurut pendapat Stanic (dalam
Hamzah, 2001:8) menegaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah
adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas
dan kritis.
Untuk itu, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta
didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Namun pada kenyataannya, sampai sekarang proses belajar mengajar masih
berpusat kepada guru, siswa tidak diberi kesempatan untuk terlibat aktif di dalam
proses pemahaman pengetahuan matematikanya, sehingga hasil belajar matematika
siswa masih rendah dan nilai siswa banyak di bawah rata-rata nilai standar kelulusan.
Zulkardi (2005:2) mengemukakan bahwa masyarakat di Indonesia mulai dari siswa,
orang tua, guru, pejabat Depdiknas, dan bahkan Presiden kaget dan prihatin karena
banyak peserta didik atau siswa sekolah menengah, SMP dan SMA di Indonesia yang
tidak lulus UAN khususnya mata pelajaran matematika. Oleh sebab itu, dalam proses
belajar mengajar guru dituntut untuk mampu menguasai materi pelajaran dan terampil
dalam memilih serta menentukan strategi mengajar dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa. Dalam proses belajar mengajar guru hendaknya memberikan
kesempatan yang cukup kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, karena
dengan keaktifan ini siswa akan mengalami, menghayati dan mengambil pelajaran
dari pengalamannya.
Dari pembicaraan peneliti dengan guru matematika di SMA Negeri 15
Palembang, diketahui bahwa nilai rata-rata matematika siswa di bawah 50, penyebab
rendahnya hasil belajar matematika dikarenakan ketidakpahaman siswa terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh gurunya dan siswa takut atau bingung apa yang
mau ditanyakan. Hal tersebut menyebabkan kurang terjadinya interaksi dan
komunikasi aktif antara guru dan siswa sehingga cenderung belajar secara individu
dan pada akhirnya menjadikan kegiatan proses belajar menjadi monoton karena siswa
bersifat pasif sedangkan guru yang berperan aktif, siswa dianggap tidak tahu apa-apa.
Tanpa mengecilkan faktor lain, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu
penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah pengajaran yang dilakukan oleh guru
masih beracuan behaviorisme. Behaviorisme menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Secara umum, teori behaviorisme itu lebih melihat
sosok atau kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat dilihat secara
empirik (Muhith, 2008:47). Behaviorisme adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2005:19).
Pengajaran yang beracuan behaviorisme yaitu belajar berpusat pada guru, guru lebih
aktif sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa sementara siswa bersifat pasif, siswa
hanya mendengar informasi yang diberikan guru dan mengharapkan siswa untuk
menghafal dan mengingat apa yang telah terjadi. Hal ini menyebabkan siswa kurang
termotivasi untuk belajar matematika karena dominasi guru dalam kegiatan
pengajaran menyebabkan siswa kurang aktif.
Guru dan peneliti menduga model pembelajaran yang beracuan behaviorisme
digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
rendahnya prestasi belajar matematika siswa khususnya siswa kelas X SMA Negeri
15 Palembang. Padahal ada salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut,
yaitu berupa penerapan model pembelajaran yang lebih mengutamakan keaktifan
siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara
maksimal. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran yang beracuan
konstruktivisme. Konstruktivisme (constructivism) adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan
apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri (Sagala, 2003:88).
Belajar konstruktivisme memandang siswa sebagai mahluk yang aktif dalam
mengkonstruksikan ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Salah
satu pembelajaran yang beracuan pada konstruktivisme yaitu belajar kooperatif tipe
STAD. Belajar kooperatif tipe STAD merupakan suatu pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Pembelajaran
melalui belajar kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Slavin (dalam Isjoni, 2009:15) mengemukakan bahwa
belajar kooperatif adalah suatu pembelajaran yang sistem belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Belajar kooperatif selain membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit juga berguna untuk membantu siswa menumbuhkan keterampilan kerja sama
dalam kelompoknya dan melatih siswa dalam berpikir kritis sehingga kemampuan
siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan dapat meningkat. Selain
itu, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dengan adanya belajar kelompok.
Salah satu tipe belajar kooperatif yaitu STAD (Student Teams Achievement Division).
Menurut Suherman (2003:260) inti dari tipe STAD adalah guru menyampaikan suatu
materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat
atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah
selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok
kepada guru.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang sangat
menarik untuk diterapkan karena merupakan gabungan dari dua hal, yakni belajar
dengan kemampuan masing-masing individu dan belajar kelompok sehingga siswa
dapat saling bertukar pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah.
Menurut Handayani (2007) pembelajaran melalui belajar kooperatif tipe STAD
diperoleh beberapa temuan antara lain pembelajaran melalui belajar kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mempelajari matematika, dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan guru mampu melatihkan keterampilan proses
dengan baik.
Jadi, dengan memilih pembelajaran melalui belajar kooperatif tipe STAD
diharapkan agar kemampuan dalam pemecahkan masalah siswa dapat meningkat.
Siswa kelas X SMA secara psikologis berada pada masa puber atau peralihan yang
menyukai hal yang baru dan mereka cenderung mencari teman sebaya untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Ini berarti sangat mendukung adanya
pelaksanaan pembelajaran matematika melalui belajar kooperatif tipe STAD.
Sedangkan pokok bahasan penerapan trigonometri merupakan salah satu materi
pelajaran matematika kelas X SMA yang tepat untuk penelitian ini karena dalam
penerapan trigonometri memuat permasalahan-permasalahan yang cocok dipecahkan
dengan pembelajaran melalui belajar kooperatif tipe STAD yang diharapkan mampu
menerapkan konsep penerapan trigonometri untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menghitung besar sudut kemiringan atap dengan langit-
langit rumah, menghitung besar sudut tangga yang disandarkan miring ke dinding dan
sebagainya. Penerapan trigonometri juga akan berhubungan dengan materi-materi di
kelas XI dan XII nanti seperti limit, turunan dan integral. Selain itu, waktu penelitian
bertepatan dengan penyampaian pokok bahasan penerapan trigonometri, sehingga
penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Palembang
pada Pokok Bahasan Penerapan Trigonometri melalui Belajar Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Division (STAD)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penerapan belajar kooperatif tipe STAD yang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 15 Palembang ?
2. Bagaimana respon siswa dalam penerapan belajar kooperatif tipe STAD untuk
meningkatkan hasil belajar ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan penerapan belajar kooperatif tipe STAD yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 15 Palembang.
2. Mendeskripsikan respon siswa dalam penerapan belajar kooperatif tipe STAD
untuk meningkatkan hasil belajar.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
2. Bagi Siswa
Menumbuhkan motivasi belajar siswa dan melatih siswa berkolaborasi dengan
siswa lain sehingga siswa dapat lebih aktif dalam belajar dan kegiatan belajar menjadi
lebih menyenangkan.
3. Bagi Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dan masukkan dalam upaya meningkatkan
kualitas belajar mengajar agar tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan.