bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Anak merupakan dambaan setiap orang tua, kehadiranya sangat
dinantikan setiap keluarga sebagai penerus keturunan orangtuanya. Banyak
proses yang harus di perhatiakan oleh orang tua terhadap anaknya sejak lahir
sampai dewasa, satu langkah saja keliru dalam melalui proses tersebut maka
akan berakibat fatal bagi kebahagiaan dan keberhasilan sianak baik didunia
dan di akhirat.
Anak sebagai sosok individu yang sedang berkembang tentu
memerlukan perhatian yang khusus dari orang tuanya untuk mendidiknya.
Dialah pendidik pertama dan utama dalam keluarga, serta pengaruhnya sangat
besar dalam pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu pertumbuhan dan
perkembangan anak , baik fisik maupun psikis dipengaruhi oleh perilaku
orang tua dalam mendidik anak.1
Di dalam mendidik anak ditemui bermacam-macam perilaku orang
tua, secara teoritis perilaku tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu : otoriter , demokratis dan permisive2.
Apapun bentuk perilaku yang akan diterapkan oleh orang tua terhadap
anaknya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak
termasuk kepribadian yang akan dimiliki anak. Oleh karena itu orang tua
sebaiknya memperhatikan, mempelajarai dan mencoba memahami keinginan
dan pandangan-pandangan anak-anaknya. Dengan kata lain anak harus diberi
kebebasan untuk mengembangkan dirinya. Kalaupun orang tua bersifat sangat
otoriter misalnya, maka hal ini tidak mematikan inisiatifnya, melainkan justru
untuk membantu pembentukan kepercayaan diri anak. Dengan perkataan lain
sikap otoriter hanya diperlihatkan orang tua bila anak merasa bingung atau
1 M.A.W. Brower, dkk., Kepribadian dan Perubahanya , (Jakarta : PT Gramedia, 1984), hlm.90. 2 Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan,, (Padang : Penerbit Angkasa Raya, , 1987), hlm. 37. 1
2
perlu ada pegangan, sikap otoriter bukan diartikan mencekoki anak dengan
gagasan atau pendapat yang kaku, melainkan membuat anak percaya bahwa
orang tuanya mempunyai kewenangan atau otoritas pada bidang atau masalah-
masalah yang belum atau tidak terjangkau oleh sianak tersebut.3
Melihat kenyataan yang terjadi pada siswa MTs Husnul Khatimah
dimana siswanya yang telah memasuki masa remaja tampak perbedaan dalam
perilakunya, ada yang berperilaku telah sesuai dengan norma-norma, namun
ada juga sebagian kecil yang belum sesuai dengan norma-norma. Dengan kata
lain dapat diartikan bahwa kepribadian siswa tersebut tidak baik khususnya
pada waktu kegiatan belajar mengajar. Beberapa bentuk perilaku siswa
tersebut diantaranya adalah berbohong pada guru, berpakaian tidak sopan,
membolos dan tidak masuk sekolah tanpa surat keterangan, berbicara kotor
dan kadang perkelahian siswa. Dari beberapa bentuk perilaku anak tersebut
dimungkinkan karena kesalahan orang tua dalam mendidik anak atau mungkin
karena kurang perhatian anak dalam menerima asuhan yang diberikan orang
tua.
Atas dasar latar belakang tersebut diatas yang mendorong penulis
untuk mencoba mengadakan penelitian tentang “PENGARUH POLA ASUH
ORANG TUA TERHADAP SIKAP PERCAYA DIRI ANAK PADA
SISWA MADRASAH TSANAWIYAH HUSNUL KHOTIMAH
KELURAHAN ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KODIA
SEMARANG TAHUN AJARAN 2003/2004”
B. Penegasan istilah
Dalam penelitian ini istilah-istilah yang perlu dijelaskan untuk
memberikan batasan-batasan pengertian adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh
3 M. Enoch Markum, Anak, Keluarga Dan Masyarakat, (Jakarta : Penerbit sinar harapan, 1985), hlm.111.
3
Maksudnya adalah “daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (oarang,
benda, dan sebagainya) yang berkuasa atau yang berkekuatan (gaib dan
sebagainya): misalnya orang tua terhadap anak.4
2. pola asuh orang tua
- Pola adalah sistem cara kerja.5
- Asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing
(membantu, melatih dsb.) supaya dapat berdiri sendiri atau dalam bahasa
populernya adalah cara mendidik.6
Secara terminologi Pola asuh orang tua adalah cara pengaturaan
tingkah laku anak yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai perwujudan
dari tanggung jawab dalam pembentukan kedewasaan anak.7 Menurut
Singgih D. Gunarso dan Ny. Singgih D. Gunarso Pola asuh orang tua
adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga
yang lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan
sendiri dan bertindak sendiri, sehingga mengalami perubahan dari keadaan
tergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung
jawab sendiri.8
Jadi pola asuh orang tua disini adalah cara yang diterapkan orang
tua dalam menjaga, membimbing maupun memimpin anak-anaknya agar
mencapai kemandirian.
3. Sikap percaya diri
- Sikap berarti perbuatan yang berdasarkan kemandirian, pendapat dan
keyakinan.9
4 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1976), hlm.965. 5 Depdikbud.,Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pembinaan Bahasa, hlm. 692. 6 Ibid. 7 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I, 1996), hlm. 109. 8 Gunarsa, S. D. dan Gunarsa,. S. D. Ny., Psikologi Remaja, (Jakarta: Gunung mulia, 1989), hlm. 109. 9 Anton M. Moeliono, dkk., Kamus besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm.838.
4
- Percaya mempunyai arti yakin benar atau memastikan akan kemampuan
atau kelebihan seseorang atau sesuatu (bahwa ia akan dapat memenuhi
harapanya)”.10
- Diri berarti “orang seorang, tidak dengan yang lain”.11
Secara terminologi sikap percaya diri adalah Kemampuan utuk
memecahkan problem secara kreatif, membuat orang lain merasa lega,
melenyapkan rasa takut dan bimbang yang dapat memojokkannya jika
membiarkanaya.12 Menurut Barbara De Angelis Percaya diri adalah
Kemampuan untuk menyalurkan segala yang kita ketahui dan segala yang
kita kerjakan dengan tenang.13
Jadi yang dimaksud percaya diri disini adalah suatu keyakinan
terhadap diri sendiri dimana seseorang merasa mampu menangani segala
situasi dengan tenang, sehingga seseorang dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
C. Kajian pustaka
Pola asuh adalah cara yang ditempuh orang tua dalam mendidik anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sedangkan menurut Kohn (1971) Pola asuh
merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain dari cara orang tua memberikan
peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau
tanggapan terhadap keinginan anak.14
10 Ibid., hlm.669. 11 Ibid. hlm.20
12 Tarsis Tarmuji, Pengembangan Diri, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hlm. 47. 13 Barbara De Angelis, Confidence, Terj., Baty Subakti, Percaya Diri Sumber Sukses dan Kemandirian, ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.5. 14 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 110.
5
Elizabeth. B. Hurlock mengemukakan 3 jenis pola asuh orang tua yaitu
Otoriter, Demokratis , dan permisive.15
1. Pola asuh otoriter.
Pola asuh otoriter di sebut juga sebagai pola asuh yang tidak ada
adaptasi, yakni rumah tangga yang didalamnya diterapkan pola asuh otoriter
ini, selalu di warnai pertentangan, pergumulan dan perselisihan antara ayah
dan anak-anaknya, yang sebenarnya sangat membutuhkan hubungan-
hubungan sosial yang bagus antar sesama individu keluarga yang
bersangkutan atau dengan dunia luar.16
Pendidikan secara otoriter secara umum tidak menghasilkan hal-hal
yang positif tetapi akan membawa akibat yang negatif. Anak akan menjadi
kurang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak. Dengan
larangan dan hukuman, orang tua menekan daya kreativitas anak yang sedang
berkembang, anak tidak akan berani mencoba dan ia tidak akan
mengembangkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu karena tidak
mendapat kesempatan untuk mencoba. Dapat juga terjadi anak takut
mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat mengimbangi teman-
temannya dalam segala hal sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan,
lama-kelamaan akan mempunyai rasa rendah diri, dan kehilangan kepercayaan
diri sendiri.17 Karena kepercayaan terhadap diri sendiri tidak ada, maka setelah
dewasapun dia akan terus mencari bantuan, perlindungan dan keamanan, ini
berarti anak tidak berani memikul tanggung jawab.
Ciri-ciri perilaku orang tua otoriter antara lain sebagai berikut :
b. Anak harus mematuhi peraturan orang tua dan tidak boleh membantah. c. Orang tua lebih cenderung mencari kesalahan pada pihak anak dan
kemudian menghukumnya.
15 Elizabet. B. Hurlock. Child Development, Terj., Meitasari Tjandrasa, Perkembangan Anak, jilid II. (Jakarata: Erlangga, 1999), hlm.93. 16 Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja, Muslim, Terj., Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmat Vathir Zaman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 77. 17 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta:Rajawali, cet. 2, 1992), hlm. 99.
6
d. Kalau terdapat perbedaaan orang tua dengan anak, maka anak dianggap sebagai sebagai seorang yang suka melawan dan membangkang.
e. Lebih cenderung memberikan perintah dan larangan terhadap anak. f. Lebih cenderung memaksakan disiplin. g. Orang tua lebih cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak dan
anak hanya sebagai pelaksana (orang tua sangat berkuasa).
Dampaknya dalam perkembangan watak anak :
a. Dirumah tangga anak memperlihatkan perasaan penuh dengan ketakutan, merasa tertekan, kurang pendirian, dan mudah dipengaruhi, sering berbohong terutama kepada orang tuanya sendiri.
b. Anak terlalu sopan dan tunduk terhadap penguasa, patuh yang tidak pada tempatnya dan tidak berani mengeluarkan pendapatnya.
c. Anak kurang berterus terang, disamping sangat tergantung pada orang lain.
d. Anak pasif dan kurang sekali berinisiatif baik di rumah maupun disekolah, sebab anak biasa menerima saja dari orang tuanya.
e. Tidak percaya pada diri sendiri, karena anak telah terbiasa bertindak harus mendapat persetujuan orang tuanya.
f. Karena prilaku orang tua yang terlalu kasar, menjadikan anak sulit berhubungan dengan orang lain, sebab rasa takut dapat hukuman dari orang tuanya.
g. Diluar rumah anak cenderung menjadi agresif yaitu suka berkelahi dan mengganggu teman, Karena dirumah selalu dikekang dan ditekan.
h. Anak merasa rendah diri dan sulit memikul tanggung jawab. i. Anak bersifat pesimis, cemas, dan putus asa. j. Anak tidak mempunyai pendirian yang tetap karena mudah
terpengaruh oleh teman lain.18
2. Pola asuh demokratis.
Metode Pola asuh demokratis ini orang tua sedapat mungkin akan
berusaha memberikan semua yang ingin diketahui dan di butuhkan oleh
anak-anak mereka. Cara-cara ini sengaja diterapkan untuk memberikan
kepada seorang remaja kebebasan, pilihan yang luas dan pengetahuan-
pengetahuan yang banyak, sehingga diharapkan model demokratis ini akan
mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban
dan tanggung jawab kehidupan, mampu berfikir secara sehat.19
18 Zahara Idris, Op. Cit., hlm 38. 19 Muhammad Jamaluddin ali mahfuzh, Op. Cit.,.hlm. 80.
7
Metode demokratis merupakan metode yang cukup memberikan
ruang kreasi pada anak utuk menentukan dan memutuskan apa yang akan
dilakukanya, karena metode ini menekankan pada proses pemberian
penjelasan, diskusi dan penalaran-penalaran untuk membantu anak
mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan.
Ciri-ciri perilaku orang tua demokratis antara lain sebagai berikut :
a. Melakukan sesuatu dalam keluarga dengan cara musyawarah. b. Menentukan peraturan-peraturan dan disiplin dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan, perasaan, dan pendapat sianak, serta memberikan alasan-alasan yang dapat diterima, difahami dan dimengerti oleh anak.
c. Hubungan antar keluarga saling menghormati, Orang tua menghormati anak sebagai manusia yang sedang bertumbuh dan berkembang.
d. Kalau terjadi sesuatu pada anggota keluarga, selalu dicari jalan keluarnya secara musyawarah, juga dihadapinya dengan tenang, wajar dan terbuka.
e. Terdapat hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. f. Adanya komunikasi dua arah yaitu anak juga dapat mengusulkan,
menyarankan sesuatu pada orang tuanya dan orang tua mempertimbangkannya.
g. Semua larangan dan perintah yang disampaikan kepada anak selalu menggunakan kata-kata mendidik, bukan menggunakan kata-kata kasar seperti : tidak boleh, wajib, harus, kurang ajar.
h. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan, dan yang tidak baik supaya ditinggalkan.
i. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. j. Bukanlah mendiktekan apa-apa yang harus dikerjakan anak, akan
tetapi selalu disertai dengan penjelasan-penjelasan yang bijaksana.
Dampaknya dalam perkembangan watak anak :
a. anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembanganya. b. Daya kreatif anak besar dan daya ciptanya kuat. c. Anak akan patuh dan hormat menurut sewajarnya. d. Sifat kerjasama, hubungan yang akrab, terbuka, sangat cocok
dengan perkembangan jiwa anak. e. Anak menerima orang tuanya sebagai orang dewasa yang
berwibawa. f. Anak mudah menyesuaikan diri, oleh karena itu dia disenangi
teman-temannya baik dirumah maupun diluar rumah. g. Anak mudah mengeluarkan pendapat dalam diskusi, pertemuan
dan lain-lain.
8
h. Anak merasa aman karena diliputi oleh rasa cinta kasih dan merasa diterima oleh orang tuanya.
i. Anak percaya pada diri sendiri secara wajar dan disiplin serta sportif.
j. Anak bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. k. Anak hidup dengan penuh gairah dan optimis karena hidup dengan
penuh kasih sayang, merasa dihargai sebagai anak yang sedang tumbuh dan berkembang, serta orang tuanya memperhatikan kebutuhanya, minatnya, cita-citanya, kemampuanya dan lain-lain.20
3. Pola asuh permisive
Pola ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara
bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa, ia di beri kelonggaran seluas-
luasnya untuk melakukan apa saja yang di kehendaki.
Orang tua yang terlalu permisive bertindak menghindari konflik
ketika mereka merasa tak berdaya untuk mempengruhi remaja mereka,
akibatnya mereka membiarkan perbuatan-perbuatan salah dikalanga
remaja. Sehingga remaja menafsirkan bahwa pendidikan permisive orang
tuanya merupakan undangan terbuka untuk berbuat menurut keinginan
mereka.21
Jika orang tua memberikan kebebasan tanpa aturan, mereka tidak
akan di hormati oleh anak-anak mereka dan dicap sebagai orang tua yang
lemah, tak mampu memberikan bimbingan dan memelihara rasa
kesetiakawanan dalam keluarga. Pada gilirannya, remaja yang
dileluasakan begitu rupa itu tidak mempunyai harapan apa-apa terhadap
mereka, tidak menghargai mereka. Mereka tinggal menunggu cukup usia
untuk meninggalkan rumah orang tuanya dan menentukan sendiri jalan
hidupya.22
Ciri-ciri perilaku orang tua permisive antara lain sebagai berikut :
a. Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
20Zahara Idris, Op. Cit.., hlm. 39. 21 Maurice Balson, Becoming A Better Parent, Terj. H.M. arifin, Bagaimana menjadi orang tua yang baik, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, cet. 1., 1993), hlm. 145.. 22 Ibid. 39-40.
9
b. Mendidik anak acuh tak acuh atau bersifat pasif atau bersifat masa bodoh.
c. Terutama memberikan kebutuhan material saja. d. Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan
kebebasan untuk mengatur dirinya tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan oleh orang tuanya)
e. Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.
Dampaknya dalam pembentukan watak anak :
a. Anak kurang sekali menikmati kasih sayang orang tuanya. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang sekali kehangatan yang akrab dalam keluarga, orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaanya.
b. Anak sering mogok bicara tak mau belajar. c. Anak bertingkah laku sering menentang, berontak, dan keras
kepala. d. Anak kurang sekali memperhatikan disiplin. e. Anak tidak mengindahkan tata cara dan norma-norma yang ada
dilingkungannya. Oleh karena itu sering anak terjerumus kepada kesesatan dan amoral.
f. Anak merasa tidak bertanggung jawab, apabila dia ditugaskan suatu pekerjaan tanpa bantuan orang lain.
g. Anak tidak disenangi teman-temannya, sebab dia kaku dalam bergaul, karena mempunyai sifat-sifat acuh tak acuh dalam bergaul dan tidak mempunyai disiplin.23
Penelitian tentang masalah penerapan pola asuh di dalam keluarga
dan akibat yang muncul dari masing-masing penerapan pola asuh tersebut
telah banyak dilakukan oleh para ahli psikologi. Baldwin misalnya, Ia
membandingkan keluarga-keluarga yang interaksinya bercorak
demokratis, permisive dengan keluarga di mana terdapat pengawasan
orang tua yang keras terhadap anak-anaknya, dengan hasil bahwa makin
otoriter orang tuanya, makin berkuranglah ketidak taatan anak, kurangnya
inisiataif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan
penakut. Sedangkan sikap permisive orang tua anak tidak mengindahkan
tata cara dan norma-norma yang ada dilingkunganya, tidak bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Sebaliknya sikap
demokratis dari orang tua menimbulkan anak mudah berinisistif, tidak
23 Zahara Idris, Op.Cit.., hlm. 41.
10
penakut, lebih giat dan lebih bertujuan, tetapi juga memberi kemungkinan
berkembangnya sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri.24
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara penerapan
pola asuh yang berbeda akan mempunyai pengaruh yang beda pula pada
pola perilaku dan kepribadian anak, maka dalam mengasuh anak orang
tua perlu memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi yang ada dalam
masyarakat dan sampai dimana tingkat kematangan anak. Tidak semua
tipe pola asuh diatas dapat dilaksanakan pada anak dengan hasil yang baik,
tetapi dalam mendidik, orang tua harus bisa mengambil sikap tertentu
terhadap anak berdasarkan latar belakangnya sendiri dan penampilan anak
itu sendiri, karena masing-masing tipe pola asuh diatas ada segi positifnya
dan ada segi negatifnya, tergantung bagaimana orang tua menentukan
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
D. Permasalahan
Permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini
adalah :
��Apakah perbedaan pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap
sikap percaya diri anak
E. Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :
1. Untuk memperoleh kajian empirik tentang masalah perbedaan pengaruh
masing-masing pola asuh orang tua terhadap pembentukan sikap percaya
diri anak.
2. Menghasilkan rekomendasi kepada orang tua siswa tentang cara-cara yang
tepat dalam melaksanakan pola asuh kepada anak.
3. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapat dalam
perkuliahan atau diluar perkuliahan.
24 Abu Ahmadi, H., dkk., Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. II, 1999), hlm. 264.
11
Adapun manfaat penelitian ini adalah
1. Manfaat teoritis
- Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah
perbendaharaan karya ilmiah dalam rangka pengembangan keilmuan.
4. Manfaat praktis
- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan kepada
orang tua tentang pola asuh anak.
- Menambah wawasan bagi anak untuk lebih obyektif dalam menangkap
perlakuan pola asuh orang tua.
- Bagi peneliti merupakan sumbangan pikiran tentang persoalan yang
menyangkut masalah pola asuh dan sikap percaya diri anak.
F. Hipotesis
Untuk menghindari penelitian yang tidak terarah dan untuk
memberikan tujuan yang tegas maka diperlukan adanya suatu hipotesis, yaitu
“perumusan jawaban sementara terhadap suatu soal, yang dimaksudkan
sebagai tuntunan sementara dalam penyelidikan untuk mencapai tujuan yang
sebenarnya”25
Sesuai dengan judul diatas, hipotesis yang penulis ajukan adalah
“Masing-masing pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap sikap
percaya diri anak”
25 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali, cet. 7, 1992), hlm. 69.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. POLA ASUH ORANG TUA
1. Pengertian pola asuh orang tua
Pola asuh sering berkaitan dengan proses pendidikan orang tua
terhadap anak. Hal ini dikarenakan proses pendidikan seorang anak berawal
dari kelurga. Keluarga merupakan lingkungan dimana manusia dapat
memenuhi kebutuhanya dalam suatu pergaulan sosial. Orang tua disamping
sebagai penanggung jawab dalam keluarga juga merupakan lingkungan
tersendiri bagi anak, maka apabila orang tua dalam menentukan situasi dan
juga sikap tidak mengarah pada pemenuhan kebutuhan anak baik fisik maupun
psikis, akan mengakibatkan tekanan batin bahkan keresahan, akibatnya tidak
ada kegembiraan dan kebahagiaan bagi anak.
Demikian pula dalam Islam diperinhtahkan agar para orang tua
berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya harus menjaga dan
memelihara dari api neraka, sebagaimana firman Allah.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S. At Tahrim : 6)26
Di dalam keluarga orang tua memegang tanggung jawab yang besar,
merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawa, warna apa
yang harus diberikan kepada anak-anaknya. Hal itu sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw.
26 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet. 3, 1996), hlm .37.
12
13
Artinya : “Tiada seorang anakpun yang lahir kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (berakidah yang benar). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Muslim).27
Dalam rangka melaksanakan fungsi keluarga maka orang tua memiliki
tanggung jawab yang sangat besar. Orang tualah yang pertama dan utama
memberikan dasar-dasar pendidikan. Seperti pendidikan agama, budi pekerti,
estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan-peraturan,
menanamkan kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh kepada anaknya. Perlakuan
orang tua terhadap anak inilah yang dinamakan pola asuh.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulabn bahwa pola
asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anak yang melibatkan
sikap, nilai dan kepercayaan orang tua terhadap anak. Dalam proses interaksi
dapat dilihat dari proses komukasi lisan, perlakuan, penanaman nilai,
pembagian tugas dan tanggung jawab serta kerjasama diantara anggota
keluarga.
Menurut Kohn (1971) yang dikutib oleh Habib Thoha mengatakan
bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berhubungan dengan
anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang
tua memberikan perlakuan kepada anak, cara memberikan hadiah dan
hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua
memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak.28
Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa Pola asuh orang tua adalah
sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih
muda termasuk anak supaya dapat menagmbil keputusan sendiri, bertindak
sendiri, sehingga mengalami perubahan dari keadaan tergantung kepada orang
tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.29
2. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua
27 Imam Abu Al Husain Muslim Ibnu Al Hajjaj, Shohih Muslim, Juz IV, (Libanon : Darul Kutub Al Ilmiah, Beirut, t,th), hlm. 46.
28 Chabib Thoha, Loc. Cit. 29. Gunarsa S D dan Ny.. Gunarsa S. D, Loc. Cit.
14
Pola asuh orang tua memiliki beberapa bentuk yaitu Otoriter,
Demokratis dan permisif.
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara orang tua mengasuh anak
dengan aturan-aturan yang ketat, mengasuh anak untuk berperilaku seperti
dirinya, kebebasan anak untuk bertindak dibatasi.
Otoriter artinya orang tua merasa berkuasa dirumah tangga,
sehingga segala tindakannya terlihat keras, kata-katanya terhadap anak
tajam dan menyakitkan hati, banyak memerintah, kurang mendengarkan
keluhan atau usul anak-anaknya, terlalu disiplin30. Misalnya didalam
memilih sekolah, memilih pakaian orang tualah yang menentukan. Anak
dianggap sebagai anak kecil secara terus menerus, anak tidak pernah
mendapat perhatian yang layak sehingga semua kegiatan dan cita-cita anak
tidak mendapatkan perhatian pula. Anak tidak mendapatkan kesempatan
untuk berekplorasi dan bereksperimen sendiri, karena semuanya
ditentukan oleh orang tua, akibatnya tidak pernah terpenuhi semua
kebutuhan anak, yang akhirnya merupakan tekanan jiwa anak31.
Pola otoriter ini juga ditandai pemberian hadian dan hukuman.
Hadiah dan hukuman merupakan produk dari system otoriter yang
memperkokoh superioritas tradisional segolongan orang tua terhadap
golongan lain32.
Orang-orang yang menduduki posisi lebih tinggi berketetapan agar
anak-anaknya berperilaku sesuai dengan kemauan mereka, hadiah dan
hukuman dipakai sebagai alat untuk melaksanakan kehendak mereka,
misalnya “Oleh karena kamu telah mengerjakan apa yang saya inginkan
saya memberikan hadian kepadamu” adalah pesan yang ada dibalik
pemberian sebungkus es krim agar anaknya duduk tenang didalam mobil.
30 Sofyan S. Willis, Problem Remaja dan Pemecahannya,(Bandung: Penerbit Angkasa, 1994),
hlm. 44. 31 Sutari Imam Barnadib, Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1987), hlm.
122. 32 Maurice Balson, Op, Cit, hlm. 105.
15
Sama halnya dengan perbuatan kebiasaan memukul pantat atau
menghilangkan hak istimewa anaknya pesan dibalik tindakan itu berbumyi
“Oleh karena kamu tidak mengerjakan yang saya inginkan, saya
menghukum kamu” 33
Berdasarkan uraian diatas dapatlah di tarik kesimpulan bahwa
dalam pola asuh otoriter orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya
didasarkan pada kenyataan bahwa orang tua yang menentukan segala
sesuatunya mengenai apa yang harus dilakukan oleh anak. Orang tua
memberikan aturan-aturan yang kaku dalam mendidik anak tanpa
mengindahkan kemauan anak dengan kata lain anak tidak diperkenankan
melawan keputusan orang tua, apa yang dikatakan orang tua merupakan
suatu keharusan dan orang tua tidak pernah menjelaskan alasan dasar
dibuatnya aturan-aturan yang diterapkan dalam keluarga. Orang tua
cenderung menghukum, hal ini menyebabkan hubungan anak dengan
orang tuanya menjadi renggang. Anak mempunyai perasaan takut pada
orang tuanya.
2. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis artinya ornag tua memberikan kesempatan
kepada setiap anaknya menyatakan pendapat, keluhan, kegelisahan dan
oleh orang tua ditanggapi secara wajar dan dibimbing seperlunya.34 Orag
tua seperti ini memahami akan hakekat perkembangan anak yakni
mencapai kedewasaan fisik, mental, emosional dan social anak.
Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarasa
didalam Pola asuh demokratis seorang remaja boleh mengemukakan
pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan mereka dengan orang tua,
boleh menentukan dan mengambil keputusan, akan tetapi orang tua masih
33 Ibid., hlm. 106. 34 Sofyan S. Willis, Op.Cit. hlm.. 46.
16
melakukan pengawasan dalam hal mengambil keputusan terakhir dan bila
di perlukan persetujuan orang tua.35
Dengan asuhan yang demokratis orang tua dalam memenuhi
kebutuhan anaknya memberikan penjelasan yang dapat di terima anak
,yaitu memberikan alasan-alasan mengapa perbuatan tersebut harus di
lakukan. Untuk perilaku yang benar dan di harapkan orang tua, biasanya
anak mendapat pujian atau hadiah, Hukuman diberikan pada anak jika
melakukan kesalahan dan biasanya bukan berupa hukuman fisik ,tetapi di
sesuaikan dengan taraf kesalahan. Bagi anak yang melakukan kesalahan
atau melanggar peraturan selalu diberi kesempatan untuk menerangkan
mengapa mereka melanggarnya. Anak di beri kebebasan dalam
memberikan pendapatnya dan dengan mudah mengemukakan perasaannya
kepada orang tua .
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh
demokratis merupakan pola asuh yang di dasarkan pada kenyataan bahwa
orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya di tandai dengan adanya
musyawarah, orang tua memberi kesempatan kepada anak untuk
mengemukakan pendapatnya, perasaan dan keinginannya,dan orang tua
mendengarkan dan membimbingnya dengan kata lain ada hubungan timbal
balik antara orang tua dan anak. Disini seorang anak akan dapat belajar
mengembangkan kontrol terhadap tingkah lakunya dengan hal-hal yang
benar tanpa perlu pengawasan yang ketat dari orang tuanya. Hal ini dapat
terlaksana karena antara anak dan orang tua saling mempelajari.
3. Pola asuh permisive
Pola asuh permisive ini di tandai dengan cara orang tua mendidik
anak secara bebas, anak di anggap sebagai orang dewasa, ia diberi
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang di kehendaki.
Kontrol orang tua sangat lemah, juga tidak bisa memberi bimbingan yang
cukup berarti bagi anak-anaknya36 .
35 Gunarsa S. D. dan Ny.. Gunarsa S. D, Op. Cit, hlm. 116. 36 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 112.
17
Menurut Sofyan willis orang tua yang bersikap terlalu lunak dan
tidak berdaya, maksudnya orang tua terlalu memberi kebebasan terhadap
anak-anak tanpa norma-norma tertentu yang harus di ikuti oleh mereka .
Orang tua yang terlalu permisive bertindak menghindari konflik
ketika mereka merasa tak berdaya untuk mempengaruhi remaja mereka
akibatnya membiarkan perbuatan-perbuatan salah di kalangan remaja,
anak tidak di beri batas-batas atau kendala-kendala yang mengatur apa saja
yang boleh dilakukanya, mereka di izinkan mengambil keputusan sendiri
dan berbuat sekehendak mereka sendiri.37
Hal ini akan mengakibatkan anak menjadi seorang yang tidak bisa
menghargai orang lain karena ia terbiasa dengan keadaan semacam itu
dalam keluarganya. Dan anak-anak akan menjadi bebas yang terkadang
tingkah laku atau perbuatannya tidak sesuai dengan norma-norma atau
etika yang ada, di samping itu emosinya tidak matang, ia mudah marah
apabila yang di ingini tidak tercapai. Ia tidak akan pandai mengisi waktu,
tidak dapat menghargai tanggung jawab, tidak akan sanggup menghadapi
kesukaran dengan cara yang wajar .
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat di simpulkan
bahwa pola asuh permisive di dasarkan pada konsepsi bahwa orang tua
serba mengizinkan, anak di beri kebebasan penuh dalam memenuhi
kebutuhannya untuk menentukan jalan hidupnya, berbuat sekehendaknya
dengan tidak banyak di tuntut tanggung jawab dan kewajiban.
Mengingat hubungan anak dengan orang tua berlangsung dalam
waktu yang lama dan berkesinambungan, maka dapat diperkirakan bahwa
anak maupun orang tua sudah saling mengenal dan banyak mengetahui,
kebiasaan serta sifat masing-masing. Dalam hubungan ini di harapkan
diperoleh gambaran pola asuh orang tua melalui penilaian atau persepsi
anak terhadap pola asuh orang tuanya .
Dalam hal memilih cara pendidikan, tentunya perlu di perhatikan
bagaimana suasana masyarakat dan kematangan anak yang di didik. Tidak
37 Elizabeth B. Hurlock, Loc. Cit..
18
semua cara-cara tersebut diatas dapat di laksanakan pada anak atau remaja
yang sama dengan mengharapkan hasil yang baik.38
Masing-masing ketiga cara tersebut ada segi-segi positif dan
negatifnya. Orang tua harus menentukan sendiri dengan cara yang
manakah ia dapat berhasil mendidik generasi muda yang dapat
bertanggung jawab penuh atas masa depanya.
B. SIKAP PERCAYA DIRI
1. Pengertian sikap percaya diri
Sikap menurut Ngalim Purwanto adalah suatu cara bereaksi dengan
cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang di hadapi39.
Dr. Sarlito Wirawan S. membedakan sikap dengan aspek-aspek
psikologi yang lain (motif, kebiasaan, pengetahuan, dan lain-lain) dengan
ciri sebagai berikut :
1. Dalam sikap selalu ada hubungan subjek dan obyek. 2. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan di pelajari. 3. Karena sikap dipelajari maka sikap dapat berubah sesuai dengan
ligkungan disekitar individu. 4. Dalam sikap tersebut tersangkut pula faktor motivasi dan perasaan. 5. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi. 6. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan bermacam-macam
sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.40
Setelah penulis mendefinisikan pengertian sikap, selanjutnya
penulis akan mendefinisikan tentang percaya diri.
Secara etimologi percaya diri adalah yakin benar akan kemampuan
atau kelebihan dirinya (bahwa dirinya akan dapat memenuhi harapanya).41
38. Gunarsa S. D dan Ny. Gunarsa S. D., Op. Cit., hlm. 117. 39 Ngalim Purwanto MP. Psikologi Pendidikan, (Bandung; Remaja Karya, 1992), hlm. 138. 40 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982),
hlm. 105. 41 Anton M. Moeliono, Loc.Cit..
19
Secara terminologi percaya diri adalah keyakinan yang dimiliki seseorang
bahwa dirinya mampu menangani segala situasi dengan tenang.42
Menurut Tarsis Tarmuji Percaya diri adalah kemampuan untuk
memecahkan problem secara kreatif, membuat orang lain merasa lega,
melenyapkan rasa takut dan bimbang yang dapat memojokkanya jika
membiarkanya43
Orang yang percaya pada dirinya sendiri akan merasa yakin
terhadap kemampuan dirinya sehingga dapat menyelesaikan masalahnya
karena mereka tahu apa yang di butuhkan dalam hidupnya serta
mempunyai sikap positif yang didasari keyakinan dan kemampuannya.
Sikap semacam ini dalam Islam serupa dengan tawakkal sebagai konsep
dasarnya Firman Allah
Artinya : “Maka bertawakkallah kepada Allah, Sesungguhnaya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadnya” (Q.S. Ali Imron :159) 44
Al Maroghi menggambarkan tentang orang yang senantiasa
bertawakkal kepada Allah Bahwa orang mu’min hendaknya membuang
perasaan kaget tatkala situasi menimpa mereka. Hendakya kembali
tawakkal kepada Allah, bukan kepada upaya-upaya dan kekuatan mereka.
Sebab Allah telah menjadikan sebab-sebab yang bisa mengantarkan
kepada yang disebabkanya. Allahlah yang menciptakan sebab dan
penyebab, dan dia pulalah yang mewujudkan hubungan antara keduanya.45
42 Hambly k., Bagaimana Meningkatkaan Rasa Percaya Diri, (Jakarta: Arcan, 1995), hlm.
3. 43 Tarsis Tarmuji, Loc. Cit. 44 Depag RI., Al Qur’an dan Terjemanya, (Semarang; CV. Thoha Putra), hlm. 103. 45 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1974), hlm.
92.
20
Untuk bisa mencapai kebiasaan bertawakal seperti yang
digambarkan Allah diatas, tampaknya pembiasaan diri untuk senantiasa
istiqomah, tegas dalam pendirian dan yakin bahwa Allah senantiasa hadir
dalam jiwa dan hati seseorang adalah hal yang dimiliki seorang beriman.
Dengan demikian ia akan senantiasa percaya diri dimana ia berada serta
meninggalkan unsur-unsur sombong terhadap diri sendiri atau pasrah
terghadap nasib. Adapun landasan utama dari kepercayaan diri adalah
iman, bersyukur, dan do’a.
Untuk memperjelas pengertian percaya diri Zakiah Darajat
memberi gambaran tentang timbulnya percaya diri, yaitu apabila setiap
rintangan atau halangan dapat dihadapi dengan sukses, sukses yang
dicapai itu akan membawa kegembiraan, dan kegembiraan akan membawa
kepercayaan diri selanjutnya kepercayaan pada diri akan menyebabkan
optimis dalam hidup, setiap persoalan dan problem yang datang akan
dihadapi dengan hati yang tenang sehingga penganalisaan terhadap
problem itu dapat dilakukan.46
Kepercayaan diri banyak kaitannya dengan hubungan kita dengan
orang lain, kepercayaan pada diri sendiri itu ditentukan oleh pengalaman-
pengalaman sejak kecil, sukses dan suasana menggembirakan akan
menambah kepercayaan pada diri dan akan mempengaruhi pula sukses-
sukses dimasa-masa yang akan datang, sebaliknya situasi dan kegagalan
yang mengecewakan akan mempengaruhi kepercayaan pada diri dan akan
mengakibatkan pula kegagalan-kegalan yang berikutnya. Adapun lawan
dari percaya diri adalah rendah diri. 47
Ahli ilmu jiwa yang terkenal Alfred Adler mencurahklan hidupnya
pada penyelidikan rasa rendah diri. (Dia mengatakan bahwa kebutuhan
manusia yang paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan diri dan
rasa superioritas). Adler mengatakan juga bahwa rasa rendah diri
merupakan penggerak dari kehidupan psikis, rasa rendah diri ada pada tiap
46 Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung), 1990), hlm. 25. 47 Ibid, hlm. 26.
21
orang. Sebab kalau tidak orang tidak berjuang. Rasa rendah diri ini
bukanlah pembawaan tetapi timbul setelah ia memasuki masyarakat,
dimana rasa rendah diri ini di perlukan suatu pertolongan.48
Dalam hubungan dengan orang lain rasa rendah diri terlihat
sebagai rasa malu, kebingungan, rendah hati yang berlebihan,
kemasyhuran yang besar, kebutuhan yang berlebihan untuk pamer dan
keinginan yang berlebihan untuk dipuji.49
Sedang kepercayaan pada diri sendiri yang berlebihan tidak selalu
berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak
kenal lelah. Orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-
hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan konflik
dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada dri
sendiri yang berlebihan , sering memberikan kesan kejam dan lebih
banyak punya lawan dari pada teman.50
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap percaya
diri merupakan sikap yakin bahwa dirinya benar, jujur, kuat tidak
tergantung kepada orang lain dan mempunyai kemandirian, selain itu
mereka merasa dirinya mampu, dapat menerima kenyataan dan dapat
berfikir positif sehingga dapat menyelesaikan dan menangani masalah
dengan tenang dan berhasil baik, inilah beberapa keuntungan bagi
seseorang yang memiliki rasa percaya diri.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap percaya diri
Faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang
bisa berasal dari dalam dirinya sendiri dan dari luar darinya.
a. Pengaruh dari dalam
1. Konsep diri
48 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Penerbit angkasa, t.th), hlm. 147. 49 Peter lauster, Tes Kepribadian, Terj. D. H. Gulo, (Jakarta: Bumi aksara, 1985), hlm.14. 50 Ibid.
22
Konsep diri adalah gambaran mental seseorang terhadap diri,
pandangan terhadap diri, penilaian terhadap diri, serta usaha untuk
menyempurnakan dan mempertahankan diri.51
Peranan konsep diri bagi individu dalam berperilaku tidak
dapat diragukan lagi sebab konsep diri merupakan pusat dari perilaku
individu. Orang yang memiliki kepercayaan pada diri sendiri, dia
selalu berusaha untuk mampu memenuhi kebutuhanya dan
keinginanya sendiri hingga hidupnya penuh rasa aman, tentram, dan
kalau ada suatu masalah maka dicobanya diatasi sendiri dan tidak
pernah mengeluh sebelum betul-betul merasa dirinya tidak mampu.52
Menurut Rohmulyati Hamzah kalau kita yakin dan kenal
betul siapa diri kita luar dan dalam, maka kita tidak kesulitan, malu
atau ketakutan manakala yang luar itu mengalami perubahan. 53
Jadi seseorang yang memiliki rasa rendah diri biasanya
mempunyai konsep diri negatif dimana tidak bisa mengatasi masalah
yang dihadapinya, mudah minta bantuan pada orang lain. Sebaliknya
orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri
positif.
2. Harga diri
Harga diri (cara anak merasa tentang dirinya) erat
hubungannya dengan konsep diri (gagasan atau keyakina yang
dimiliki anak tentang dirinya sendiri). Dimana anak akan termotivasi
untuk bertindak dengan cara yang dapat mengekspresikan kedua hal
itu.54
Anak dengan harga diri yang kuat biasanya punya hubungan
baik dengan orang lain, sedang anak dengan harga diri yang rendah
51 Muntholi’ah, Konsep diri positif Penunjang Prestasi PAI, (semarang: Gunungjati
Mangkang Indah, 2002), hlm. 27. 52 L. T. Tahrudin, Pribadi-pribadi Yang Berpengaruh, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1991), hlm.
158. 53 Denis Waitley, , Butir-butir Kebesaran Jiwa, Terj. Rohmulyati Hamzah (Jakarta: Dahara
Prize,1994), hlm.104. 54 Harris Clemes dan Reynold Bean, Membangkitkan Harga Diri Anak, Terj. Anton
Adiwiyoto, (Jakarta: Mitra Utama,2001), hlm. 6.
23
biasanya terlalu agresif atau terlalu menarik diri dalam hubungan
antar pribadi, sehingga tidak menyenangkan bagi orang lain, sebab
tingkat penghargaan terhadap diri akan mempengaruhi pula tingkat
rasa percaya diri, dimana semakin tinggi harga diri seseorang, makin
tinggi pula rasa percaya dirinya.55
3. Kondisi fisik
Kondisi fisik anak juga mempunyai pengaruh terhadap
kepercayaan diri seseorang. Menurut Lauster bahwa ketidak
mampuan fisik dapat menyebabkan rendah diri yang mencolok.
Misalnya kondisi kesehatan dimana bila seseorang tersebut sakit atau
mempunyai penyakit yang berlarut-larut akan menggaggu
kepercayaan diri.56
Biasanya anak-anak yang cacat fisik, mempunyai potensi
untuk merasa rendah diri. Hal yang potensial ini bisa berkembanng
menjadi kenyataan, bila mereka merasa terlalu dilindungi.
Perlindungan yang berlebihan bisa membuat anak menghayati
kekuranganya. Ia segera merasa bahwa orang lain mengamati
kekuranganya. Hal ini akan mempengaruhi citra dirinya.57
Tetapi yang jelas setiap orang mempunyai kondisi fisik yang
tidak semuanya sempurna pasti ada sedikit yang cacat, oleh karena
itu yang paling penting adalah selalu meningkatkan kebugaran fisik
bila ingin meningkatkan kepercayaan diri, tetapi kalau mempunyai
hambatan seperti cacat misalnya, dalam beraktivitas pilihlah
pekerjaan disekitar aktivitas itu dari pada menggunakan hambatan itu
sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa.58 Jadi jelaslah bahwa
percaya diri seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik.
b. Pengaruh dari luar individu.
55 Ibid., 9. 56 Peter Lauster, Op. Cit., hlm.13. 57 Alex Sobur, Op. Cit. , 147. 58 Wulan Lukita Dewi, Tampil Dengan Penuh Percaya Diri, (Jakarta: Handal Niaga Pustaka,
1998), hlm. 23.
24
1. Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan
diantara anggota-anggota keluarganya bersifat bebas. Dalam
keluarga juga pertama kali diletakkan dasar-dasar pengalaman
kepada anak, keluarga juga merupakan tempat utama dan pertama
bagi pendidikan anak.
Hubungan antar sesama anggota keluarga yang harmonis,
sakinah, saling mengasihi, menghormati akan mendorong
terbentuknya sikap percaya diri anak. Kasih sayang dan perhatian
dari orang tua dan saudara-saudaranya membantu perkembangan
emosional kearah yang positif.
2. Sekolah.
Sekolah merupakan badan yang penting setelah keluarga.
Didalam sekolah anak belajar bergaul dengan lingkungan yang lebih
luas, anak bergaul dengan guru dan teman-temannya. Dalam
pergaulan itulah anak mendapat pengalaman-pengalaman yang tidak
ditemui dirumah. Pergaulan yang baik antara guru dan teman-
temannya dapat mendorong terciptanya sikap percaya diri anak,
perhatian, kasih sayang, dan kesadaran guru dalam membimbing
anak merupakan faktor yang penting dalam pembentukan
kepribadian siswa dan kepercayaan diri siswa.
3. Masyarakat
Didalam masyarakat individu tumbuh dan berkembang dan
didalamnya ada peraturan-peraturan yang merupakan norma-norma
sosial yang menjadi dasar individu untuk saling mengadakan
interaksi.
Lingkungan masyarakat yang baik, saling menghormati hak
dan kewajiban masing-masing serta saling mengasihi sesamanya
merupakan lingkungan yang baik yang dapat mendorong dan
mempersubur tumbuhnya sikap percaya diri seseorang.
25
Apabila masing-masing faktor tersebut dapat berperan aktif,
berfungsi secara optimal, maka factor-faktor tersebut diatas akan
mendorong terbentuknya sikap percaya diri anak
C. PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP SIKAP
PERCAYA DIRI ANAK
Pada umumnya dalam mengasuh anak, orang tua bisa menggunakan
semua model pola asuh sesuai dengan situasi dan kondisi, sebab masing-
masing pola asuh tersebut mempunyai kelemahan dan kelebihan, yang hal ini
akan mempunyai pengaruh tersendiri bagi perkembangan kepribadian anak.
Pada orang tua yang otoriter, dimana orang tua memaksa anak untuk
berperilaku seperti dirinya dengan cara tertentu. Menurut Sofyan Willis sikap
orang tua yang otoriter akan menimbulkan rasa takut, apatis (masa bodoh),
dan dendam. Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua akan
menyebabkan anak tidak berkembang daya kreatifnya, menjadi anak penakut,
dan gugup nantinya di masyarakat, selanjutnya sikap apatis yang di sebabkan
otoriter orang tua akan menyebabkan anak menjadi pendiam, memencilkan
diri, dan tidak sanggup bergaul dengan orang lain.59
Hal senada juga dikatakan oleh Kartini Kartono, menurutnya sikap
orang tua yang otoriter menjadikan anak canggung dalam pergaulan, selalu
tegang, khawatir, bimbang, dan bahkan menjadi labil. Ia takut membuka diri,
dan berusaha tampil sebagai penurut, anak menjdi kurang kreatif, takut
mengemukakan pendapatnya, merasa tidak dapat mengimbangi teman-
temannya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan,
lama kelamaan ia akan mempunyai perasaaan rendah diri dan kehilangan
kepercayaan pada diri sendiri.60
Karena kepercayaan pada diri sendiri tidak ada, maka setelah
dewasapun ia akan terus mencari bantuan, perlindungan dan keamanan. Ini
berarti anak tidak berani memikul tangung jawab. Tidak berani memikul
59 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hlm. 44. 60 Kartini Kartono, Loc.Ci.
26
tanggung jawab merupakan akibat dari kebiasaan, dimana sejak kecil ia selalu
takut dan patuh kepada orang tua.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh otoriter
menyebabkan anak menjadi penakut, tidak dapat gembira, semangat hidupnya
menjadi patah, sebagai akibat otak tidak dapat bekerja secara maksimal dan
pada ahirnya sulit melahirkan kreativitas, anak tidak berani mandiri dan
prestasi belajarnya menjadi rendah.
Sementara orang tua yang demokratis, dimana orang tua berusaha
menanamkan pada anak sikap ataupun perilaku yang bisa diterima
dimasyarakat, memberikan dorongan pada anak jika anak bertingkah laku
seperti yang diharapkan dan memberi kesempatan pada anak untuk
mengemukakan pendapat, dengan demikian anak merasa keberadaannya
dalam keluarga dihargai dan diterima. Orang tua yang seperti ini memahami
akan hakekat perkembangan anak yakni mencapai mencapai kedewasaan fisik,
mental, emosional dan social anak.
Pola asuh demokratis ini menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial
yang baik, menghasilkan kemandirian dalam berfikir, inisiatif dalam bertindak
dan konsep diri yang sehat, positif dan penuh sikap percaya diri yang
direfleksikan dalam perilaku yang aktif, terbuka dan spontan.61
Pola-pola yang diterapkan dalam rumah tangga yang demokratis akan
mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban dan
tanggung jawab kehidupan, remaja-remaja ideal yang mampu berfikir secara
sehat, saling menolong dan bangkit bersama-sama masyarakat.62
Kebebasan yang luas yang merupakan ciri pola asuh demokartis,
tampak dalam kerjasama yang baik, ketekunan yang lebih besar dalam
menghadapi hambatan, pengendalian diri yang lebih baik, kreativitas yang
besar dan sikap yang ramah terhadap orang lain.
Sedangkan pada pola asuh permisive, dimana orang tua bertindak
menghindari konflik dengan anak karena orang tua merasa tidak berkuasa
61 Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit., hlm. 96. 62 Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Op. Cit., 81.
27
untuk mempengaruhi anak, akibatnya anak merasa diberi kebebasan dengan
sebeas-bebasnya sehingga mereka bertindak sekehendak hatinya.
Hasil penelitian Sutari Imam Barnadib yang di kutip oleh Chabib
Thoha, mengatakan bahwa pada kelompok anak yang IQ-nya kurang, tinggi
rendah perhatian orang tua berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Jadi
apabila orang tua mengasuh anak secara permisive, maka kecenderungan
prestasi belajar anak menjadi menurun sebab mereka tidak mendapat perhatian
yang wajar dari orang tua.63
Menurut Caplan yang dikutip oleh Sarlito W. Sarwona mengatkan
bahwa pada sisi orang tua factor yang sering muncul kurangnya perhatian
orang tua disebabkan karena usia orang tua yang masih terlalu muda, orang
tua mengalami gangguan emosional, keadaan social ekonomi orang tua
rendah, pendidikan juga rendah, dan biasanya pekerjaan orang tua hanya
sebagai tenaga kasar.64
Sikap orang tua yang permisive menimbulkan anak cenderung menjadi
bingung dan merasa tidak aman, pengalaman yang terbatas dan ketidak
matangan mental menghambat mereka dalam mengambil keputusan-
keputusan tentang perilaku yang akan memenuhi harapan sosial.
Mereka tidak mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan, akibatnya mereka mungkin menjadi ketakutan, cemas dan sangat
agresif. Selain itu mereka mungkin bersikap bermusuhan karena merasa
bahwa orang tua mereka hanya sedikit memperhatikan atau membimbing
mereka untuk menghindari kesalahan, sehingga tidaklah mengherankan bahwa
anak demikian akan memandang rendah orang tua meraka.65
Pengaruh yang paling penting dari penerapan asuhan permisive ini
adalah akan menimbulkan gejala-gejala tingkah laku tidak senonoh pada anak-
anak mereka, misalnya agresif, suka menipu, berbohong, bertindak
63 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 113. 64 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, cet. 3),
hlm.116 65 Elizabeth B. Hurlock, Loc. Cit.
28
melampiaskan nafsu tanpa kekangan sehingga merusak diri dan masyarakat
sekitar.
Dari ketiga sikap orang tua diatas maka pola demokratislah yang
paling mungkin terjadinya sikap percaya diri yang baik dan wajar pada setiap
anak, Karena dengan suasana demokratis itu kemungkinan setiap anak
berkembang menurut bakat dan minatnya masing-masing sesuai dengan
pengarahan dan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Keluarga merupakan ajang pertama dimana sifat-sifat kepribadian anak
tumbuh dan terbentuk. Didalam keluarga orang tua merupakan orang pertama
yang membimbing tingkah laku anak. Terhadap tingkah laku anak orang tua
biasanya bersifat menerima, menyetujui, membenarkan, menolak atau
melarang dengan pemberian nilai terhadap tingkah lakunya. Maka
terbentuklah baik dan buruk, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh anak. Dengan demikian terbentuklah hati nurani anak yang
mengarahkan pada tingkah laku selanjutnya.
Berdasarkan semua factor penentu percaya diri, lingkungan kelurga
merupakan factor yang paling penting, hal ini disebabkan karena keluarga
adalah kelompok sosial pertama. Dengan siapa anak mengidentifikasi diri,
anak lebih banyak menghasilkan waktu dengan keluarga, sehingga kebiasaan
yang ada pada keluarga lebih mudah untuk diterima anak dan diterapkan
dalam hidupnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif tetapi bukan
termasuk kategori penelitian experimen yang artinya peneliti tidak
menggunakan perlakuan terhadap variable-variabel penelitan melainkan
mengkaji fakta-fakta yang telah terjadi. Disebut juga penlitian Expost Facto
29
yaitu bahwa penelitian itu dilakukan sesudah perbedaan dalam variable bebas
itu terjadi, perkembangan, kejadian itu secara alami.66
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Husnul Khotimah
Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kodia Semarang tahun ajaran
2003/2004, Dengan alasan sebagai berikut :
1. Adanya latar belakang dan tingkat pendidikan, budaya, status yang
berbeda dari masing-masing orang tua siswa, diduga hal ini akan berbeda
juga ketika mereka memberikan asuhan kepada anak-anaknya.
2. Sepengetahuan peneliti di madrasah tersebut belum pernah ada yang
mencoba mengadakan penelitian tentang permasalahan yang akan peneliti
teliti.
C. Variabel Penelitian dan indikator
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua variabel, yakni
variabel pengaruh (independen) sebagai variable bebas dan satu variable
pengaruh atau variable terikat (dependen).
Adapun penjelasanya adalah sebagai berikut :
1. Pola asuh orang tua
Kedudukan pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah sebagai
variabel bebas atau variabel pengaruh (independen) yang mempunyai
indikator sbb :
��Otoriter
��Demokratis
��Permisve
2. Sikap percaya diri anak
Sikap percaya diri anak merupakan variabel terpengaruh
(dependen) yang mempunyai indikator sbb:
66 Ary, D, Jacobs, LC. Dan Razavieh, A., Pengantar Penelitian dalam pendidikan , terj. Arief
Furchan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm 382.
29
30
��Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.
��Mampu menyesuaikan diri dan berkomukasi di berbagai situasi.
��Memiliki kecerdasan yang cukup.
��Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah.
D. Tehnik pengumpulan data
Tehnik yang penulis gunakan untuk memperoleh dan mengumpulkan
data adalah metode Field research disebut juga field study, yaitu research yang
dilakukan dikancah atau medan penelitian terjadinya gejala-gejala.67
Dalam field research ini penulis menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Yaitu suatu cara mengumpulkan data dengan pengamatan dan pencatatan
yang sistematika terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki68
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang pola asuh
orang tua dan sikap percaya diri anak pada siswa Madrasah Tsanwiyah
Husnul Khotimah.
2. Metode angket
Metode angket juga disebut metode kuesioner. Yaitu metode pengumpulan
data berupa daftar pertanyaan tentang suatu hal yang jawabannya diminta
kepada responden.69
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang Pola asuh
orang tua dan sikap percaya diri anak pada siswa, Madrasah Tsanawiyah
Husnul Khotimah.
3. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah bahan klasik untuk meneliti perkembangan
yang khusus yaitu biasanya untuk menjawab persoalan-persoalan tentang
apa, mengapa, kapan, dimana.70
67Sutrisno hadi., Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
psikologi UGM,, 2001), hlm.10. 68 Ibid., hlm. 133. 69 Ibid., hlm. 128.
31
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat
dokumenter, misalnya mengenai jumlah siswa.
E. Populasi dan sample
Populasi adalah “semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan
yang diperoleh dari sample itu hendak digeneralisasikan, sedangkan sampel
adalah sebagian individu yang diselidiki”71
Dalam populasi ini adalah seluruh siswa kelas I, kelas II, dan kelas III
Madrasah Tsanawiyah Husnul Khotimah Kelurahan Rowosarai Kecamatan
Tembalang Kodia Semarang tahun ajaran 2003/2004 dengan jumlah
keseluruhan siswa 231 siswa, adapun perincianya adalah sebagai berikut :
Kelas Jumlah siswa
I A 44
I B 45
II A 43
II B 40
III A 29
III B 30
jumlah 231
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sampling yang
maksudnya karena terbatasnya kemampuan peneliti mengenai waktu, tenaga,
maupun biaya, maka tehnik yang digunakan adalah tehnik proporsional
random sampling (acak) yaitu suatu metode penarikan sample yang
memberikan setiap unit dalam populasi suatu kemungkinan atau peluang
tertentu atau dapat dihitung besarnya (tidak nol) untuk dipilih. 72
Dasar pengambilan sample ini penulis mengambil patokan dari
pendapat Suharsimi Arikunto. Suharsimi memberikan acer-ancer yaitu apabila
70 Ibid., hlm. 135. 71 Sutrisno, Op. Cit., hlm.70. 72 Josep R. Tarigan dan M. Suparmoko, Metode Pengumpulan Data,(Yogyakarta: BPFE, t.th), hlm. 85.
32
populasi penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga
penelitian ini merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah
populasinya besar dapat dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %.73
Dalam penelitian ini penulis mengambil 15 % dari populasi yang ada,
yaitu 35 siswa, dengan perincian perkelas sebagai berikut :
Kelas Populasi % Sampel
I A 44 15 7
I B 45 15 7
II A 43 15 6
II B 40 15 6
III A 29 15 4
III B 30 15 5
Jumlah 231 - 35
F. Tehnik analisis data
Dalam analisis ini penulis membagi tiga tahapan analisa yaitu :
1. Analisis pendahuluan
Tahap ini sebagai langkah awal untuk memberikan penilaian hasil
angket dengan memberikan bobot nilai pada setiap option jawaban
responden berupa data kualitatif menjadi kuantitatif dengan pemberian
scor.
Untuk angket pola asuh orang tua terdiri dari 25 item pertanyaan
dengan 3 option jawaban, dengan masing-masing jawaban diberi skor
sebagai berikut :
��Alternatif Jawaban a diberi skor 1.
��Alternatif Jawaban b diberi skor 2.
��Alternatif Jawaban c diberi skor 3.
73 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 107.
33
Maka nilai yang akan diperoleh berkisar antara 25 – 75, dengan
standar penilaian sebagai berikut :
Interval kategori Keterangan
25 - 42 Kebebasan terendah Otoriter
43 - 59 Kebebasan menengah Demokratis
60 - 75 Kebebasan tertinggi Permisive
Untuk mengungkap data tentang sikap percaya diri anak di
gunakan instrumen skala Likert, dengan 25 item pernyataan. Terdiri dari
17 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif, masing-masing butir
pernyataan diikuti empat alternatif jawaban “Sangat sesuai” (SS), “Sesuai”
(S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS) dengan skorring 4,
3, 2, dan 1 untuk pernyataan positif, sedangkan untuk skorring 1, 2, 3, dan
4 untuk pernyataan negatif
��Kisi-kisi Instrumen sikap percaya diri
No. butir pernyataan NO Indikator
Positif Negatif
Jumlah
1.
2.
3.
4.
Mempunyai potensi dan
kemampuan yang memadai.
Mampu menyesuaikan diri
dan berkomukasi di berbagai
situasi.
Memiliki kecerdasan yang
cukup.
Selalu bereaksi positif
didalam menghadapi
berbagai masalah
1, 2, 3, 4,
5
8, 9, 10,
11
14, 15, 16
18, 19,
20, 21, 22
6, 7
12, 13
17
23, 24,
25
7
6
3
9
Jumlah butir pernyataan 17 8 25
34
Standar nilai rata-rata (mean) sikap percaya diri siswa MTs Husnul
Khatimah yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Interval Nilai
0 - 40 Kurang
41 - 70 Sedang
71 - 100 Tinggi
Dengan rumus yang digunakan adalah :
M = N
X�
Keterangan :� =X Jumlah nilai
N = Jumlah responden
2. Analisis uji hipotesis
Yaitu pengolahan data lebih lanjut dengan berpijak pada analisis
pendahuluan dengan menggunakan rumus analisis varian klasifikasi
tunggal, yaitu 74:
Sumber Varian db JK MK Fo
Kelompok
Dalam
Total
K-1
N-K
N-1
� �n
x 2)(-
N
xtot� 2)(
� 2totx -� �
n
x 2)(
� 2totx -� �
N
xtot2)(
k
k
dbJK
d
d
dbJK
d
k
MKMK
Keterangan :
JK : Jumlah kuadrat
db : Derajat kebebasan
MK : Rataan Kuadrat
Fo : Harga hasil perhitungan
74 A. Supratiknya., Statistik Psikologi, (JakartaPT. Grasindo, 2000), hlm. 11.
35
3. Analisis lanjut
Hasil dari analisis uji hipotesis kemudian diberikan interpretasi lebih
lanjut untuk menguji kebenaran hipotesis yang ada didalam penelitian ini, ada
dua kemungkinan yaitu :
3. Bila Fo yang diperoleh itu sama atau lebih besar dari harga Ft yang ada
pada tabel (F teoritis) pada taraf signifikan 0,01 % atau 0,05 % maka
harga Fo yang diperoleh berarti signifikan atau hipotesis diterima.
4. Bila Fo yang diperoleh lebih kecil dari harga Ft yang ada pada tabel (F
teoritis) pada taraf signifikan 0,01 % atau 0,05 % maka harga Fo yang
diperoleh berarti non signifikan atau hipotesis ditolak.
Langkah selanjutnya pengujian sesudah tes-F. Tes-F merupakan over-
all atau pengujian global. Bila Fo signifikan, kita baru tahu bahwa perbedaan-
perbedaan antar-Mean yang kita selidiki ada yang signifikan, namun kita
belum tahu persisnya yang mana antara semua pasangan Mean tertentu. Untuk
itu diperlukan teknik lain untuk pengujian lebih lanjut. Tehnik ini disebut
post-hoc tests atau apostereori tests. Artinya tehnik pengujian secara global
diketahui diantara pasangan-pasangan Mean itu ada yang berbeda secara
signifikan. Rumusnya aalah sebagai berikut 75:
( )( )( )���
�
���
�+−=
21
11...1
nnMKFKNK dtb
=bNK Nilai kritis perbedaan antara dua Mean pada taraf signifikan tertentu
K = Jumlah kelompok
Ft = Nilai tabel
Langkah-langkanya adalah sebagai berikut :
1. Dihitung dulu semua perbedaan absolut pasangan mean yang ada.
Hasilnya di sajikan dalam sebuah tabel silang.
75 Ibid. hlm. 14
36
2. Menghitung nilai kritis perbedaan Mean pasangan demi pasangan.
Perbedaan antara dua Mean dinyatakan signifikan apabila nilai perbedaan
itu sama atau lebih besar dari nili kritisnya.
3. Memberi tanda asterisk atau bintang pada perbedaan pasangan Mean yang
signifikan pada taraf 0,05 dan dua bintang untuk perbedaan yang
signifikan pada taraf 0,01.
G. Data yang dihimpun
1. Data pola asuh orang tua
Untuk mengetahui pola asuh orang tua siswa penulis telah menyebar
angket sebanyak 25 item pertanyaan kepada 35 siswa sebagai responden.
Dari angket yang telah disebarkan diperoleh data sebagai berikut :
TABEL I
DATA HASIL ANGKET TENTANG POLA ASUH ORANG TUA SISWA
MTs HUSNUL KHATIMAH ROWOSARI KODIA SEMARANG
JAWABAN NILAI NO
RES. A B C 1 2 3
JUMLAH
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. 20 3 2 20 6 6 32
2. 19 4 2 19 8 6 33
3. 17 7 1 17 14 3 34
4. 16 8 1 16 16 3 35
5. 17 5 3 17 10 9 36
6. 15 6 4 15 12 12 39
7. 13 8 4 13 16 12 41
8. 10 13 2 10 26 6 42
9. 10 13 2 10 26 6 42
10. 11 11 3 11 22 9 42
11. 9 15 1 9 30 3 42
12. 12 7 6 12 14 18 44
37
13. 12 7 6 12 14 18 44
14. 11 7 7 11 14 21 46
15. 4 20 1 4 40 3 47
16. 4 19 2 4 38 6 48
17. 4 18 3 4 36 9 49
18. 4 17 4 4 34 12 50
19. 2 21 2 2 42 6 50
20. 5 14 6 5 28 18 51
21. 8 6 11 8 12 33 53
22. 6 5 14 6 10 48 58
23. 2 13 10 2 26 30 58
24. 6 4 15 6 8 45 59
25. 4 7 14 4 14 42 60
26. 3 8 14 3 16 42 61
27. 6 2 17 6 4 51 61
28. 6 2 17 6 4 51 61
29. 4 5 16 4 10 48 62
30. 5 3 17 5 6 51 62
31. 2 6 17 2 12 51 65
32. 2 5 18 2 10 54 66
33. 1 7 17 1 14 51 66
34. 1 5 19 1 10 57 68
35. 2 2 21 2 4 54 69
� 1776
2. Data sikap percaya diri siswa
Alternatif dalam mencari data tentang sikap percaya diri siswa dengan
menyebarkan angket terdiri 25 pernyataan, 18 pernyataan positif dan 7
pernyataa negatif. Jawaban angket tersebut diberikan alternatif nilai yang
berbeda-beda untuk tiap poinya.
38
Dari angket yang disebarkan diperoleh data tentang sikap percaya diri
sebagai berikut :
TABEL II
DATA HASIL ANGKET SIKAP PERCAYA DIRI SISWA MTs HUSNUL KHATINAH ROWOSARI KODIA SEMARANG
Jawaban Nilai NO Pernyataan
SS S TS STS 4 3 2 1 Jml
Positif 7 6 4 0 28 18 8 0 1. Negatif 2 1 4 1 4 12 2 2
74
Positif 6 8 2 1 24 24 4 1 2. Negatif 0 2 1 5 20 3 4 0
80
Positif 5 9 3 0 20 27 6 0 3. Negatif 0 0 6 2 8 18 0 0
79
Positif 8 9 0 0 32 27 0 0 4. Negatif 0 0 5 3 12 15 0 0
86
Positif 13 4 0 0 52 12 0 0 5. Negatif 1 1 4 2 8 12 2 1
87
Positif 6 5 5 1 24 15 10 1 6. Negatif 1 1 5 1 4 15 2 1
72
Positif 1 14 2 0 4 42 4 0 7. Negatif 0 1 7 0 0 21 2 0
73
Positif 6 8 1 2 24 24 2 2 8. Negatif 0 0 4 4 20 12 0 0
84
Positif 5 4 6 2 20 12 12 2 9. Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0
73
Positif 11 3 2 1 44 9 4 1 10. Negatif 2 0 2 4 16 6 0 2
82
Positif 14 1 1 1 55 3 2 1 11. Negatif 1 1 0 6 24 0 2 1
89
Positif 4 9 3 1 16 27 6 1 12. Negatif 0 0 5 3 12 15 0 0
77
Positif 6 9 2 0 24 27 4 0 13. Negatif 0 1 4 3 12 12 2 0
71
Positif 6 8 3 0 24 24 6 0 14. Negatif 1 3 4 0 0 12 6 1
73
Positif 12 5 0 0 48 15 0 0 15. Negatif 0 0 1 7 28 3 0 0
94
Positif 7 5 2 3 28 15 4 3 16. Negatif 0 1 4 3 12 12 2 0
76
Positif 8 6 3 0 32 18 6 0 17. Negatif 0 0 5 3 12 15 0 0
83
18. Positif 11 6 0 0 44 18 0 0 89
39
Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0 Positif 10 4 2 1 40 12 4 1 19 Negatif 0 1 2 5 20 6 2 0
85
Positif 13 4 0 0 52 12 0 0 20. Negatif 0 1 6 1 4 18 2 0
88
Positif 13 21 1 1 52 6 2 1 21. Negatif 2 1 2 3 12 6 2 2
83
Positif 7 4 4 2 28 12 8 2 22. Negatif 2 2 3 1 4 9 4 2
69
Positif 5 7 5 0 20 21 10 0 23. Negatif 0 0 6 2 8 18 0 0
77
Positif 10 4 1 2 40 12 2 2 24. Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0
83
Positif 7 8 2 0 28 24 4 0 25. Negatif 0 1 4 3 12 12 2 0
82
Positif 12 4 1 0 48 12 2 0 26. Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0
89
Positif 4 8 3 2 16 24 6 2 27. Negatif 1 2 3 2 8 9 4 1
70
Positif 9 8 0 0 36 24 0 0 28. Negatif 1 2 3 2 8 9 4 1
82
Positif 8 7 2 0 32 21 4 0 29. Negatif 0 2 5 1 4 15 4 0
80
Positif 11 6 0 0 44 18 0 0 30. Negatif 0 1 7 0 0 21 2 0
85
Positif 1 13 3 0 4 39 6 0 31. Negatif 0 2 6 0 0 18 4 0
71
Positif 12 3 2 0 48 9 4 0 32. Negatif 2 5 1 0 0 3 10 2
76
Positif 2 10 5 0 8 30 10 0 33. Negatif 0 2 5 1 4 15 4 0
71
Positif 6 6 4 1 24 18 8 1 34. Negatif 1 5 2 0 0 6 10 1
68
Positif 11 6 0 0 44 18 0 0 35. Negatif 1 5 2 0 0 6 10 1
79
�
2780
TABEL III
NAMA-NAMA SISWA YANG MENJADI RESPONDEN
NO NAMA SISWA NAMA ORANG TUA
1. Rizal Fatoni Maskhon
40
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
Yazidul Maghfirin
Kustiani
Nur Huda Farhani
Zuliani I
Ahsanudin
Edi Listomi
Niswatul Khasanah
Puri Suci Septi Ana
Rosidah
Khoiriyati
Ma’rifah
Leni Suci
Anifa
Daryati
Dian M
Masriatun
Nur Fatmawati
Muhammad Kholiq
Hanik Sayyidatina
Khoirul Anam
Nurul Yaqin
Ali Shodiqin
Mizari T.
Mahabib Ali
Nur Ariana
Muktamiroh
Ana Novia F.
Harum
Susi Rosita
Sofiatun
Sumiati
Misbah Munir
Munkeri
Hadi
Sabil Mahsun
Mustofa
Safari
Sayuti
Ahmad Kasduwiyanto
Kusnadi
Ngadimin
Sutimin
Tusri
Selamet
Sami’an
Saifuddin
Ma’sun
Satiman
Suhud
Subian
Abdul Khoir
Kamin
Muhtarom
Sabyanto
Munasir
Khamim
Ngateman
Mualif
Ahmad rohim
Sukarman
Muntaha
Saman