bab i pendahuluan a. latar belakang...

41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Anak merupakan dambaan setiap orang tua, kehadiranya sangat dinantikan setiap keluarga sebagai penerus keturunan orangtuanya. Banyak proses yang harus di perhatiakan oleh orang tua terhadap anaknya sejak lahir sampai dewasa, satu langkah saja keliru dalam melalui proses tersebut maka akan berakibat fatal bagi kebahagiaan dan keberhasilan sianak baik didunia dan di akhirat. Anak sebagai sosok individu yang sedang berkembang tentu memerlukan perhatian yang khusus dari orang tuanya untuk mendidiknya. Dialah pendidik pertama dan utama dalam keluarga, serta pengaruhnya sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan anak , baik fisik maupun psikis dipengaruhi oleh perilaku orang tua dalam mendidik anak. 1 Di dalam mendidik anak ditemui bermacam-macam perilaku orang tua, secara teoritis perilaku tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu : otoriter , demokratis dan permisive 2 . Apapun bentuk perilaku yang akan diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak termasuk kepribadian yang akan dimiliki anak. Oleh karena itu orang tua sebaiknya memperhatikan, mempelajarai dan mencoba memahami keinginan dan pandangan-pandangan anak-anaknya. Dengan kata lain anak harus diberi kebebasan untuk mengembangkan dirinya. Kalaupun orang tua bersifat sangat otoriter misalnya, maka hal ini tidak mematikan inisiatifnya, melainkan justru untuk membantu pembentukan kepercayaan diri anak. Dengan perkataan lain sikap otoriter hanya diperlihatkan orang tua bila anak merasa bingung atau 1 M.A.W. Brower, dkk., Kepribadian dan Perubahanya , (Jakarta : PT Gramedia, 1984), hlm.90. 2 Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan,, (Padang : Penerbit Angkasa Raya, , 1987), hlm. 37. 1

Upload: hoanghanh

Post on 12-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Anak merupakan dambaan setiap orang tua, kehadiranya sangat

dinantikan setiap keluarga sebagai penerus keturunan orangtuanya. Banyak

proses yang harus di perhatiakan oleh orang tua terhadap anaknya sejak lahir

sampai dewasa, satu langkah saja keliru dalam melalui proses tersebut maka

akan berakibat fatal bagi kebahagiaan dan keberhasilan sianak baik didunia

dan di akhirat.

Anak sebagai sosok individu yang sedang berkembang tentu

memerlukan perhatian yang khusus dari orang tuanya untuk mendidiknya.

Dialah pendidik pertama dan utama dalam keluarga, serta pengaruhnya sangat

besar dalam pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu pertumbuhan dan

perkembangan anak , baik fisik maupun psikis dipengaruhi oleh perilaku

orang tua dalam mendidik anak.1

Di dalam mendidik anak ditemui bermacam-macam perilaku orang

tua, secara teoritis perilaku tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga

kelompok yaitu : otoriter , demokratis dan permisive2.

Apapun bentuk perilaku yang akan diterapkan oleh orang tua terhadap

anaknya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak

termasuk kepribadian yang akan dimiliki anak. Oleh karena itu orang tua

sebaiknya memperhatikan, mempelajarai dan mencoba memahami keinginan

dan pandangan-pandangan anak-anaknya. Dengan kata lain anak harus diberi

kebebasan untuk mengembangkan dirinya. Kalaupun orang tua bersifat sangat

otoriter misalnya, maka hal ini tidak mematikan inisiatifnya, melainkan justru

untuk membantu pembentukan kepercayaan diri anak. Dengan perkataan lain

sikap otoriter hanya diperlihatkan orang tua bila anak merasa bingung atau

1 M.A.W. Brower, dkk., Kepribadian dan Perubahanya , (Jakarta : PT Gramedia, 1984), hlm.90. 2 Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan,, (Padang : Penerbit Angkasa Raya, , 1987), hlm. 37. 1

2

perlu ada pegangan, sikap otoriter bukan diartikan mencekoki anak dengan

gagasan atau pendapat yang kaku, melainkan membuat anak percaya bahwa

orang tuanya mempunyai kewenangan atau otoritas pada bidang atau masalah-

masalah yang belum atau tidak terjangkau oleh sianak tersebut.3

Melihat kenyataan yang terjadi pada siswa MTs Husnul Khatimah

dimana siswanya yang telah memasuki masa remaja tampak perbedaan dalam

perilakunya, ada yang berperilaku telah sesuai dengan norma-norma, namun

ada juga sebagian kecil yang belum sesuai dengan norma-norma. Dengan kata

lain dapat diartikan bahwa kepribadian siswa tersebut tidak baik khususnya

pada waktu kegiatan belajar mengajar. Beberapa bentuk perilaku siswa

tersebut diantaranya adalah berbohong pada guru, berpakaian tidak sopan,

membolos dan tidak masuk sekolah tanpa surat keterangan, berbicara kotor

dan kadang perkelahian siswa. Dari beberapa bentuk perilaku anak tersebut

dimungkinkan karena kesalahan orang tua dalam mendidik anak atau mungkin

karena kurang perhatian anak dalam menerima asuhan yang diberikan orang

tua.

Atas dasar latar belakang tersebut diatas yang mendorong penulis

untuk mencoba mengadakan penelitian tentang “PENGARUH POLA ASUH

ORANG TUA TERHADAP SIKAP PERCAYA DIRI ANAK PADA

SISWA MADRASAH TSANAWIYAH HUSNUL KHOTIMAH

KELURAHAN ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KODIA

SEMARANG TAHUN AJARAN 2003/2004”

B. Penegasan istilah

Dalam penelitian ini istilah-istilah yang perlu dijelaskan untuk

memberikan batasan-batasan pengertian adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh

3 M. Enoch Markum, Anak, Keluarga Dan Masyarakat, (Jakarta : Penerbit sinar harapan, 1985), hlm.111.

3

Maksudnya adalah “daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (oarang,

benda, dan sebagainya) yang berkuasa atau yang berkekuatan (gaib dan

sebagainya): misalnya orang tua terhadap anak.4

2. pola asuh orang tua

- Pola adalah sistem cara kerja.5

- Asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing

(membantu, melatih dsb.) supaya dapat berdiri sendiri atau dalam bahasa

populernya adalah cara mendidik.6

Secara terminologi Pola asuh orang tua adalah cara pengaturaan

tingkah laku anak yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai perwujudan

dari tanggung jawab dalam pembentukan kedewasaan anak.7 Menurut

Singgih D. Gunarso dan Ny. Singgih D. Gunarso Pola asuh orang tua

adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga

yang lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan

sendiri dan bertindak sendiri, sehingga mengalami perubahan dari keadaan

tergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung

jawab sendiri.8

Jadi pola asuh orang tua disini adalah cara yang diterapkan orang

tua dalam menjaga, membimbing maupun memimpin anak-anaknya agar

mencapai kemandirian.

3. Sikap percaya diri

- Sikap berarti perbuatan yang berdasarkan kemandirian, pendapat dan

keyakinan.9

4 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1976), hlm.965. 5 Depdikbud.,Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pembinaan Bahasa, hlm. 692. 6 Ibid. 7 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I, 1996), hlm. 109. 8 Gunarsa, S. D. dan Gunarsa,. S. D. Ny., Psikologi Remaja, (Jakarta: Gunung mulia, 1989), hlm. 109. 9 Anton M. Moeliono, dkk., Kamus besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm.838.

4

- Percaya mempunyai arti yakin benar atau memastikan akan kemampuan

atau kelebihan seseorang atau sesuatu (bahwa ia akan dapat memenuhi

harapanya)”.10

- Diri berarti “orang seorang, tidak dengan yang lain”.11

Secara terminologi sikap percaya diri adalah Kemampuan utuk

memecahkan problem secara kreatif, membuat orang lain merasa lega,

melenyapkan rasa takut dan bimbang yang dapat memojokkannya jika

membiarkanaya.12 Menurut Barbara De Angelis Percaya diri adalah

Kemampuan untuk menyalurkan segala yang kita ketahui dan segala yang

kita kerjakan dengan tenang.13

Jadi yang dimaksud percaya diri disini adalah suatu keyakinan

terhadap diri sendiri dimana seseorang merasa mampu menangani segala

situasi dengan tenang, sehingga seseorang dapat menyelesaikan masalah

yang dihadapinya.

C. Kajian pustaka

Pola asuh adalah cara yang ditempuh orang tua dalam mendidik anak

sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Sedangkan menurut Kohn (1971) Pola asuh

merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini

dapat dilihat dari berbagai segi antara lain dari cara orang tua memberikan

peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua

menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau

tanggapan terhadap keinginan anak.14

10 Ibid., hlm.669. 11 Ibid. hlm.20

12 Tarsis Tarmuji, Pengembangan Diri, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hlm. 47. 13 Barbara De Angelis, Confidence, Terj., Baty Subakti, Percaya Diri Sumber Sukses dan Kemandirian, ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.5. 14 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 110.

5

Elizabeth. B. Hurlock mengemukakan 3 jenis pola asuh orang tua yaitu

Otoriter, Demokratis , dan permisive.15

1. Pola asuh otoriter.

Pola asuh otoriter di sebut juga sebagai pola asuh yang tidak ada

adaptasi, yakni rumah tangga yang didalamnya diterapkan pola asuh otoriter

ini, selalu di warnai pertentangan, pergumulan dan perselisihan antara ayah

dan anak-anaknya, yang sebenarnya sangat membutuhkan hubungan-

hubungan sosial yang bagus antar sesama individu keluarga yang

bersangkutan atau dengan dunia luar.16

Pendidikan secara otoriter secara umum tidak menghasilkan hal-hal

yang positif tetapi akan membawa akibat yang negatif. Anak akan menjadi

kurang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak. Dengan

larangan dan hukuman, orang tua menekan daya kreativitas anak yang sedang

berkembang, anak tidak akan berani mencoba dan ia tidak akan

mengembangkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu karena tidak

mendapat kesempatan untuk mencoba. Dapat juga terjadi anak takut

mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat mengimbangi teman-

temannya dalam segala hal sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan,

lama-kelamaan akan mempunyai rasa rendah diri, dan kehilangan kepercayaan

diri sendiri.17 Karena kepercayaan terhadap diri sendiri tidak ada, maka setelah

dewasapun dia akan terus mencari bantuan, perlindungan dan keamanan, ini

berarti anak tidak berani memikul tanggung jawab.

Ciri-ciri perilaku orang tua otoriter antara lain sebagai berikut :

b. Anak harus mematuhi peraturan orang tua dan tidak boleh membantah. c. Orang tua lebih cenderung mencari kesalahan pada pihak anak dan

kemudian menghukumnya.

15 Elizabet. B. Hurlock. Child Development, Terj., Meitasari Tjandrasa, Perkembangan Anak, jilid II. (Jakarata: Erlangga, 1999), hlm.93. 16 Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja, Muslim, Terj., Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmat Vathir Zaman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 77. 17 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta:Rajawali, cet. 2, 1992), hlm. 99.

6

d. Kalau terdapat perbedaaan orang tua dengan anak, maka anak dianggap sebagai sebagai seorang yang suka melawan dan membangkang.

e. Lebih cenderung memberikan perintah dan larangan terhadap anak. f. Lebih cenderung memaksakan disiplin. g. Orang tua lebih cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak dan

anak hanya sebagai pelaksana (orang tua sangat berkuasa).

Dampaknya dalam perkembangan watak anak :

a. Dirumah tangga anak memperlihatkan perasaan penuh dengan ketakutan, merasa tertekan, kurang pendirian, dan mudah dipengaruhi, sering berbohong terutama kepada orang tuanya sendiri.

b. Anak terlalu sopan dan tunduk terhadap penguasa, patuh yang tidak pada tempatnya dan tidak berani mengeluarkan pendapatnya.

c. Anak kurang berterus terang, disamping sangat tergantung pada orang lain.

d. Anak pasif dan kurang sekali berinisiatif baik di rumah maupun disekolah, sebab anak biasa menerima saja dari orang tuanya.

e. Tidak percaya pada diri sendiri, karena anak telah terbiasa bertindak harus mendapat persetujuan orang tuanya.

f. Karena prilaku orang tua yang terlalu kasar, menjadikan anak sulit berhubungan dengan orang lain, sebab rasa takut dapat hukuman dari orang tuanya.

g. Diluar rumah anak cenderung menjadi agresif yaitu suka berkelahi dan mengganggu teman, Karena dirumah selalu dikekang dan ditekan.

h. Anak merasa rendah diri dan sulit memikul tanggung jawab. i. Anak bersifat pesimis, cemas, dan putus asa. j. Anak tidak mempunyai pendirian yang tetap karena mudah

terpengaruh oleh teman lain.18

2. Pola asuh demokratis.

Metode Pola asuh demokratis ini orang tua sedapat mungkin akan

berusaha memberikan semua yang ingin diketahui dan di butuhkan oleh

anak-anak mereka. Cara-cara ini sengaja diterapkan untuk memberikan

kepada seorang remaja kebebasan, pilihan yang luas dan pengetahuan-

pengetahuan yang banyak, sehingga diharapkan model demokratis ini akan

mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban

dan tanggung jawab kehidupan, mampu berfikir secara sehat.19

18 Zahara Idris, Op. Cit., hlm 38. 19 Muhammad Jamaluddin ali mahfuzh, Op. Cit.,.hlm. 80.

7

Metode demokratis merupakan metode yang cukup memberikan

ruang kreasi pada anak utuk menentukan dan memutuskan apa yang akan

dilakukanya, karena metode ini menekankan pada proses pemberian

penjelasan, diskusi dan penalaran-penalaran untuk membantu anak

mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan.

Ciri-ciri perilaku orang tua demokratis antara lain sebagai berikut :

a. Melakukan sesuatu dalam keluarga dengan cara musyawarah. b. Menentukan peraturan-peraturan dan disiplin dengan

memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan, perasaan, dan pendapat sianak, serta memberikan alasan-alasan yang dapat diterima, difahami dan dimengerti oleh anak.

c. Hubungan antar keluarga saling menghormati, Orang tua menghormati anak sebagai manusia yang sedang bertumbuh dan berkembang.

d. Kalau terjadi sesuatu pada anggota keluarga, selalu dicari jalan keluarnya secara musyawarah, juga dihadapinya dengan tenang, wajar dan terbuka.

e. Terdapat hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. f. Adanya komunikasi dua arah yaitu anak juga dapat mengusulkan,

menyarankan sesuatu pada orang tuanya dan orang tua mempertimbangkannya.

g. Semua larangan dan perintah yang disampaikan kepada anak selalu menggunakan kata-kata mendidik, bukan menggunakan kata-kata kasar seperti : tidak boleh, wajib, harus, kurang ajar.

h. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan, dan yang tidak baik supaya ditinggalkan.

i. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. j. Bukanlah mendiktekan apa-apa yang harus dikerjakan anak, akan

tetapi selalu disertai dengan penjelasan-penjelasan yang bijaksana.

Dampaknya dalam perkembangan watak anak :

a. anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembanganya. b. Daya kreatif anak besar dan daya ciptanya kuat. c. Anak akan patuh dan hormat menurut sewajarnya. d. Sifat kerjasama, hubungan yang akrab, terbuka, sangat cocok

dengan perkembangan jiwa anak. e. Anak menerima orang tuanya sebagai orang dewasa yang

berwibawa. f. Anak mudah menyesuaikan diri, oleh karena itu dia disenangi

teman-temannya baik dirumah maupun diluar rumah. g. Anak mudah mengeluarkan pendapat dalam diskusi, pertemuan

dan lain-lain.

8

h. Anak merasa aman karena diliputi oleh rasa cinta kasih dan merasa diterima oleh orang tuanya.

i. Anak percaya pada diri sendiri secara wajar dan disiplin serta sportif.

j. Anak bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. k. Anak hidup dengan penuh gairah dan optimis karena hidup dengan

penuh kasih sayang, merasa dihargai sebagai anak yang sedang tumbuh dan berkembang, serta orang tuanya memperhatikan kebutuhanya, minatnya, cita-citanya, kemampuanya dan lain-lain.20

3. Pola asuh permisive

Pola ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara

bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa, ia di beri kelonggaran seluas-

luasnya untuk melakukan apa saja yang di kehendaki.

Orang tua yang terlalu permisive bertindak menghindari konflik

ketika mereka merasa tak berdaya untuk mempengruhi remaja mereka,

akibatnya mereka membiarkan perbuatan-perbuatan salah dikalanga

remaja. Sehingga remaja menafsirkan bahwa pendidikan permisive orang

tuanya merupakan undangan terbuka untuk berbuat menurut keinginan

mereka.21

Jika orang tua memberikan kebebasan tanpa aturan, mereka tidak

akan di hormati oleh anak-anak mereka dan dicap sebagai orang tua yang

lemah, tak mampu memberikan bimbingan dan memelihara rasa

kesetiakawanan dalam keluarga. Pada gilirannya, remaja yang

dileluasakan begitu rupa itu tidak mempunyai harapan apa-apa terhadap

mereka, tidak menghargai mereka. Mereka tinggal menunggu cukup usia

untuk meninggalkan rumah orang tuanya dan menentukan sendiri jalan

hidupya.22

Ciri-ciri perilaku orang tua permisive antara lain sebagai berikut :

a. Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.

20Zahara Idris, Op. Cit.., hlm. 39. 21 Maurice Balson, Becoming A Better Parent, Terj. H.M. arifin, Bagaimana menjadi orang tua yang baik, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, cet. 1., 1993), hlm. 145.. 22 Ibid. 39-40.

9

b. Mendidik anak acuh tak acuh atau bersifat pasif atau bersifat masa bodoh.

c. Terutama memberikan kebutuhan material saja. d. Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan

kebebasan untuk mengatur dirinya tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan oleh orang tuanya)

e. Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.

Dampaknya dalam pembentukan watak anak :

a. Anak kurang sekali menikmati kasih sayang orang tuanya. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang sekali kehangatan yang akrab dalam keluarga, orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaanya.

b. Anak sering mogok bicara tak mau belajar. c. Anak bertingkah laku sering menentang, berontak, dan keras

kepala. d. Anak kurang sekali memperhatikan disiplin. e. Anak tidak mengindahkan tata cara dan norma-norma yang ada

dilingkungannya. Oleh karena itu sering anak terjerumus kepada kesesatan dan amoral.

f. Anak merasa tidak bertanggung jawab, apabila dia ditugaskan suatu pekerjaan tanpa bantuan orang lain.

g. Anak tidak disenangi teman-temannya, sebab dia kaku dalam bergaul, karena mempunyai sifat-sifat acuh tak acuh dalam bergaul dan tidak mempunyai disiplin.23

Penelitian tentang masalah penerapan pola asuh di dalam keluarga

dan akibat yang muncul dari masing-masing penerapan pola asuh tersebut

telah banyak dilakukan oleh para ahli psikologi. Baldwin misalnya, Ia

membandingkan keluarga-keluarga yang interaksinya bercorak

demokratis, permisive dengan keluarga di mana terdapat pengawasan

orang tua yang keras terhadap anak-anaknya, dengan hasil bahwa makin

otoriter orang tuanya, makin berkuranglah ketidak taatan anak, kurangnya

inisiataif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan

penakut. Sedangkan sikap permisive orang tua anak tidak mengindahkan

tata cara dan norma-norma yang ada dilingkunganya, tidak bisa

bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Sebaliknya sikap

demokratis dari orang tua menimbulkan anak mudah berinisistif, tidak

23 Zahara Idris, Op.Cit.., hlm. 41.

10

penakut, lebih giat dan lebih bertujuan, tetapi juga memberi kemungkinan

berkembangnya sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri.24

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara penerapan

pola asuh yang berbeda akan mempunyai pengaruh yang beda pula pada

pola perilaku dan kepribadian anak, maka dalam mengasuh anak orang

tua perlu memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi yang ada dalam

masyarakat dan sampai dimana tingkat kematangan anak. Tidak semua

tipe pola asuh diatas dapat dilaksanakan pada anak dengan hasil yang baik,

tetapi dalam mendidik, orang tua harus bisa mengambil sikap tertentu

terhadap anak berdasarkan latar belakangnya sendiri dan penampilan anak

itu sendiri, karena masing-masing tipe pola asuh diatas ada segi positifnya

dan ada segi negatifnya, tergantung bagaimana orang tua menentukan

sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

D. Permasalahan

Permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini

adalah :

��Apakah perbedaan pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap

sikap percaya diri anak

E. Tujuan dan manfaat penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk memperoleh kajian empirik tentang masalah perbedaan pengaruh

masing-masing pola asuh orang tua terhadap pembentukan sikap percaya

diri anak.

2. Menghasilkan rekomendasi kepada orang tua siswa tentang cara-cara yang

tepat dalam melaksanakan pola asuh kepada anak.

3. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapat dalam

perkuliahan atau diluar perkuliahan.

24 Abu Ahmadi, H., dkk., Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. II, 1999), hlm. 264.

11

Adapun manfaat penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis

- Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah

perbendaharaan karya ilmiah dalam rangka pengembangan keilmuan.

4. Manfaat praktis

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan kepada

orang tua tentang pola asuh anak.

- Menambah wawasan bagi anak untuk lebih obyektif dalam menangkap

perlakuan pola asuh orang tua.

- Bagi peneliti merupakan sumbangan pikiran tentang persoalan yang

menyangkut masalah pola asuh dan sikap percaya diri anak.

F. Hipotesis

Untuk menghindari penelitian yang tidak terarah dan untuk

memberikan tujuan yang tegas maka diperlukan adanya suatu hipotesis, yaitu

“perumusan jawaban sementara terhadap suatu soal, yang dimaksudkan

sebagai tuntunan sementara dalam penyelidikan untuk mencapai tujuan yang

sebenarnya”25

Sesuai dengan judul diatas, hipotesis yang penulis ajukan adalah

“Masing-masing pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap sikap

percaya diri anak”

25 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali, cet. 7, 1992), hlm. 69.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. POLA ASUH ORANG TUA

1. Pengertian pola asuh orang tua

Pola asuh sering berkaitan dengan proses pendidikan orang tua

terhadap anak. Hal ini dikarenakan proses pendidikan seorang anak berawal

dari kelurga. Keluarga merupakan lingkungan dimana manusia dapat

memenuhi kebutuhanya dalam suatu pergaulan sosial. Orang tua disamping

sebagai penanggung jawab dalam keluarga juga merupakan lingkungan

tersendiri bagi anak, maka apabila orang tua dalam menentukan situasi dan

juga sikap tidak mengarah pada pemenuhan kebutuhan anak baik fisik maupun

psikis, akan mengakibatkan tekanan batin bahkan keresahan, akibatnya tidak

ada kegembiraan dan kebahagiaan bagi anak.

Demikian pula dalam Islam diperinhtahkan agar para orang tua

berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya harus menjaga dan

memelihara dari api neraka, sebagaimana firman Allah.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S. At Tahrim : 6)26

Di dalam keluarga orang tua memegang tanggung jawab yang besar,

merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawa, warna apa

yang harus diberikan kepada anak-anaknya. Hal itu sebagaimana sabda Nabi

Muhammad saw.

26 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet. 3, 1996), hlm .37.

12

13

Artinya : “Tiada seorang anakpun yang lahir kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (berakidah yang benar). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Muslim).27

Dalam rangka melaksanakan fungsi keluarga maka orang tua memiliki

tanggung jawab yang sangat besar. Orang tualah yang pertama dan utama

memberikan dasar-dasar pendidikan. Seperti pendidikan agama, budi pekerti,

estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan-peraturan,

menanamkan kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh kepada anaknya. Perlakuan

orang tua terhadap anak inilah yang dinamakan pola asuh.

Berdasarkan uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulabn bahwa pola

asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anak yang melibatkan

sikap, nilai dan kepercayaan orang tua terhadap anak. Dalam proses interaksi

dapat dilihat dari proses komukasi lisan, perlakuan, penanaman nilai,

pembagian tugas dan tanggung jawab serta kerjasama diantara anggota

keluarga.

Menurut Kohn (1971) yang dikutib oleh Habib Thoha mengatakan

bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berhubungan dengan

anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang

tua memberikan perlakuan kepada anak, cara memberikan hadiah dan

hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua

memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak.28

Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa Pola asuh orang tua adalah

sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih

muda termasuk anak supaya dapat menagmbil keputusan sendiri, bertindak

sendiri, sehingga mengalami perubahan dari keadaan tergantung kepada orang

tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.29

2. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua

27 Imam Abu Al Husain Muslim Ibnu Al Hajjaj, Shohih Muslim, Juz IV, (Libanon : Darul Kutub Al Ilmiah, Beirut, t,th), hlm. 46.

28 Chabib Thoha, Loc. Cit. 29. Gunarsa S D dan Ny.. Gunarsa S. D, Loc. Cit.

14

Pola asuh orang tua memiliki beberapa bentuk yaitu Otoriter,

Demokratis dan permisif.

1. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara orang tua mengasuh anak

dengan aturan-aturan yang ketat, mengasuh anak untuk berperilaku seperti

dirinya, kebebasan anak untuk bertindak dibatasi.

Otoriter artinya orang tua merasa berkuasa dirumah tangga,

sehingga segala tindakannya terlihat keras, kata-katanya terhadap anak

tajam dan menyakitkan hati, banyak memerintah, kurang mendengarkan

keluhan atau usul anak-anaknya, terlalu disiplin30. Misalnya didalam

memilih sekolah, memilih pakaian orang tualah yang menentukan. Anak

dianggap sebagai anak kecil secara terus menerus, anak tidak pernah

mendapat perhatian yang layak sehingga semua kegiatan dan cita-cita anak

tidak mendapatkan perhatian pula. Anak tidak mendapatkan kesempatan

untuk berekplorasi dan bereksperimen sendiri, karena semuanya

ditentukan oleh orang tua, akibatnya tidak pernah terpenuhi semua

kebutuhan anak, yang akhirnya merupakan tekanan jiwa anak31.

Pola otoriter ini juga ditandai pemberian hadian dan hukuman.

Hadiah dan hukuman merupakan produk dari system otoriter yang

memperkokoh superioritas tradisional segolongan orang tua terhadap

golongan lain32.

Orang-orang yang menduduki posisi lebih tinggi berketetapan agar

anak-anaknya berperilaku sesuai dengan kemauan mereka, hadiah dan

hukuman dipakai sebagai alat untuk melaksanakan kehendak mereka,

misalnya “Oleh karena kamu telah mengerjakan apa yang saya inginkan

saya memberikan hadian kepadamu” adalah pesan yang ada dibalik

pemberian sebungkus es krim agar anaknya duduk tenang didalam mobil.

30 Sofyan S. Willis, Problem Remaja dan Pemecahannya,(Bandung: Penerbit Angkasa, 1994),

hlm. 44. 31 Sutari Imam Barnadib, Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1987), hlm.

122. 32 Maurice Balson, Op, Cit, hlm. 105.

15

Sama halnya dengan perbuatan kebiasaan memukul pantat atau

menghilangkan hak istimewa anaknya pesan dibalik tindakan itu berbumyi

“Oleh karena kamu tidak mengerjakan yang saya inginkan, saya

menghukum kamu” 33

Berdasarkan uraian diatas dapatlah di tarik kesimpulan bahwa

dalam pola asuh otoriter orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya

didasarkan pada kenyataan bahwa orang tua yang menentukan segala

sesuatunya mengenai apa yang harus dilakukan oleh anak. Orang tua

memberikan aturan-aturan yang kaku dalam mendidik anak tanpa

mengindahkan kemauan anak dengan kata lain anak tidak diperkenankan

melawan keputusan orang tua, apa yang dikatakan orang tua merupakan

suatu keharusan dan orang tua tidak pernah menjelaskan alasan dasar

dibuatnya aturan-aturan yang diterapkan dalam keluarga. Orang tua

cenderung menghukum, hal ini menyebabkan hubungan anak dengan

orang tuanya menjadi renggang. Anak mempunyai perasaan takut pada

orang tuanya.

2. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis artinya ornag tua memberikan kesempatan

kepada setiap anaknya menyatakan pendapat, keluhan, kegelisahan dan

oleh orang tua ditanggapi secara wajar dan dibimbing seperlunya.34 Orag

tua seperti ini memahami akan hakekat perkembangan anak yakni

mencapai kedewasaan fisik, mental, emosional dan social anak.

Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarasa

didalam Pola asuh demokratis seorang remaja boleh mengemukakan

pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan mereka dengan orang tua,

boleh menentukan dan mengambil keputusan, akan tetapi orang tua masih

33 Ibid., hlm. 106. 34 Sofyan S. Willis, Op.Cit. hlm.. 46.

16

melakukan pengawasan dalam hal mengambil keputusan terakhir dan bila

di perlukan persetujuan orang tua.35

Dengan asuhan yang demokratis orang tua dalam memenuhi

kebutuhan anaknya memberikan penjelasan yang dapat di terima anak

,yaitu memberikan alasan-alasan mengapa perbuatan tersebut harus di

lakukan. Untuk perilaku yang benar dan di harapkan orang tua, biasanya

anak mendapat pujian atau hadiah, Hukuman diberikan pada anak jika

melakukan kesalahan dan biasanya bukan berupa hukuman fisik ,tetapi di

sesuaikan dengan taraf kesalahan. Bagi anak yang melakukan kesalahan

atau melanggar peraturan selalu diberi kesempatan untuk menerangkan

mengapa mereka melanggarnya. Anak di beri kebebasan dalam

memberikan pendapatnya dan dengan mudah mengemukakan perasaannya

kepada orang tua .

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh

demokratis merupakan pola asuh yang di dasarkan pada kenyataan bahwa

orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya di tandai dengan adanya

musyawarah, orang tua memberi kesempatan kepada anak untuk

mengemukakan pendapatnya, perasaan dan keinginannya,dan orang tua

mendengarkan dan membimbingnya dengan kata lain ada hubungan timbal

balik antara orang tua dan anak. Disini seorang anak akan dapat belajar

mengembangkan kontrol terhadap tingkah lakunya dengan hal-hal yang

benar tanpa perlu pengawasan yang ketat dari orang tuanya. Hal ini dapat

terlaksana karena antara anak dan orang tua saling mempelajari.

3. Pola asuh permisive

Pola asuh permisive ini di tandai dengan cara orang tua mendidik

anak secara bebas, anak di anggap sebagai orang dewasa, ia diberi

kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang di kehendaki.

Kontrol orang tua sangat lemah, juga tidak bisa memberi bimbingan yang

cukup berarti bagi anak-anaknya36 .

35 Gunarsa S. D. dan Ny.. Gunarsa S. D, Op. Cit, hlm. 116. 36 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 112.

17

Menurut Sofyan willis orang tua yang bersikap terlalu lunak dan

tidak berdaya, maksudnya orang tua terlalu memberi kebebasan terhadap

anak-anak tanpa norma-norma tertentu yang harus di ikuti oleh mereka .

Orang tua yang terlalu permisive bertindak menghindari konflik

ketika mereka merasa tak berdaya untuk mempengaruhi remaja mereka

akibatnya membiarkan perbuatan-perbuatan salah di kalangan remaja,

anak tidak di beri batas-batas atau kendala-kendala yang mengatur apa saja

yang boleh dilakukanya, mereka di izinkan mengambil keputusan sendiri

dan berbuat sekehendak mereka sendiri.37

Hal ini akan mengakibatkan anak menjadi seorang yang tidak bisa

menghargai orang lain karena ia terbiasa dengan keadaan semacam itu

dalam keluarganya. Dan anak-anak akan menjadi bebas yang terkadang

tingkah laku atau perbuatannya tidak sesuai dengan norma-norma atau

etika yang ada, di samping itu emosinya tidak matang, ia mudah marah

apabila yang di ingini tidak tercapai. Ia tidak akan pandai mengisi waktu,

tidak dapat menghargai tanggung jawab, tidak akan sanggup menghadapi

kesukaran dengan cara yang wajar .

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat di simpulkan

bahwa pola asuh permisive di dasarkan pada konsepsi bahwa orang tua

serba mengizinkan, anak di beri kebebasan penuh dalam memenuhi

kebutuhannya untuk menentukan jalan hidupnya, berbuat sekehendaknya

dengan tidak banyak di tuntut tanggung jawab dan kewajiban.

Mengingat hubungan anak dengan orang tua berlangsung dalam

waktu yang lama dan berkesinambungan, maka dapat diperkirakan bahwa

anak maupun orang tua sudah saling mengenal dan banyak mengetahui,

kebiasaan serta sifat masing-masing. Dalam hubungan ini di harapkan

diperoleh gambaran pola asuh orang tua melalui penilaian atau persepsi

anak terhadap pola asuh orang tuanya .

Dalam hal memilih cara pendidikan, tentunya perlu di perhatikan

bagaimana suasana masyarakat dan kematangan anak yang di didik. Tidak

37 Elizabeth B. Hurlock, Loc. Cit..

18

semua cara-cara tersebut diatas dapat di laksanakan pada anak atau remaja

yang sama dengan mengharapkan hasil yang baik.38

Masing-masing ketiga cara tersebut ada segi-segi positif dan

negatifnya. Orang tua harus menentukan sendiri dengan cara yang

manakah ia dapat berhasil mendidik generasi muda yang dapat

bertanggung jawab penuh atas masa depanya.

B. SIKAP PERCAYA DIRI

1. Pengertian sikap percaya diri

Sikap menurut Ngalim Purwanto adalah suatu cara bereaksi dengan

cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang di hadapi39.

Dr. Sarlito Wirawan S. membedakan sikap dengan aspek-aspek

psikologi yang lain (motif, kebiasaan, pengetahuan, dan lain-lain) dengan

ciri sebagai berikut :

1. Dalam sikap selalu ada hubungan subjek dan obyek. 2. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan di pelajari. 3. Karena sikap dipelajari maka sikap dapat berubah sesuai dengan

ligkungan disekitar individu. 4. Dalam sikap tersebut tersangkut pula faktor motivasi dan perasaan. 5. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi. 6. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan bermacam-macam

sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.40

Setelah penulis mendefinisikan pengertian sikap, selanjutnya

penulis akan mendefinisikan tentang percaya diri.

Secara etimologi percaya diri adalah yakin benar akan kemampuan

atau kelebihan dirinya (bahwa dirinya akan dapat memenuhi harapanya).41

38. Gunarsa S. D dan Ny. Gunarsa S. D., Op. Cit., hlm. 117. 39 Ngalim Purwanto MP. Psikologi Pendidikan, (Bandung; Remaja Karya, 1992), hlm. 138. 40 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982),

hlm. 105. 41 Anton M. Moeliono, Loc.Cit..

19

Secara terminologi percaya diri adalah keyakinan yang dimiliki seseorang

bahwa dirinya mampu menangani segala situasi dengan tenang.42

Menurut Tarsis Tarmuji Percaya diri adalah kemampuan untuk

memecahkan problem secara kreatif, membuat orang lain merasa lega,

melenyapkan rasa takut dan bimbang yang dapat memojokkanya jika

membiarkanya43

Orang yang percaya pada dirinya sendiri akan merasa yakin

terhadap kemampuan dirinya sehingga dapat menyelesaikan masalahnya

karena mereka tahu apa yang di butuhkan dalam hidupnya serta

mempunyai sikap positif yang didasari keyakinan dan kemampuannya.

Sikap semacam ini dalam Islam serupa dengan tawakkal sebagai konsep

dasarnya Firman Allah

Artinya : “Maka bertawakkallah kepada Allah, Sesungguhnaya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadnya” (Q.S. Ali Imron :159) 44

Al Maroghi menggambarkan tentang orang yang senantiasa

bertawakkal kepada Allah Bahwa orang mu’min hendaknya membuang

perasaan kaget tatkala situasi menimpa mereka. Hendakya kembali

tawakkal kepada Allah, bukan kepada upaya-upaya dan kekuatan mereka.

Sebab Allah telah menjadikan sebab-sebab yang bisa mengantarkan

kepada yang disebabkanya. Allahlah yang menciptakan sebab dan

penyebab, dan dia pulalah yang mewujudkan hubungan antara keduanya.45

42 Hambly k., Bagaimana Meningkatkaan Rasa Percaya Diri, (Jakarta: Arcan, 1995), hlm.

3. 43 Tarsis Tarmuji, Loc. Cit. 44 Depag RI., Al Qur’an dan Terjemanya, (Semarang; CV. Thoha Putra), hlm. 103. 45 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1974), hlm.

92.

20

Untuk bisa mencapai kebiasaan bertawakal seperti yang

digambarkan Allah diatas, tampaknya pembiasaan diri untuk senantiasa

istiqomah, tegas dalam pendirian dan yakin bahwa Allah senantiasa hadir

dalam jiwa dan hati seseorang adalah hal yang dimiliki seorang beriman.

Dengan demikian ia akan senantiasa percaya diri dimana ia berada serta

meninggalkan unsur-unsur sombong terhadap diri sendiri atau pasrah

terghadap nasib. Adapun landasan utama dari kepercayaan diri adalah

iman, bersyukur, dan do’a.

Untuk memperjelas pengertian percaya diri Zakiah Darajat

memberi gambaran tentang timbulnya percaya diri, yaitu apabila setiap

rintangan atau halangan dapat dihadapi dengan sukses, sukses yang

dicapai itu akan membawa kegembiraan, dan kegembiraan akan membawa

kepercayaan diri selanjutnya kepercayaan pada diri akan menyebabkan

optimis dalam hidup, setiap persoalan dan problem yang datang akan

dihadapi dengan hati yang tenang sehingga penganalisaan terhadap

problem itu dapat dilakukan.46

Kepercayaan diri banyak kaitannya dengan hubungan kita dengan

orang lain, kepercayaan pada diri sendiri itu ditentukan oleh pengalaman-

pengalaman sejak kecil, sukses dan suasana menggembirakan akan

menambah kepercayaan pada diri dan akan mempengaruhi pula sukses-

sukses dimasa-masa yang akan datang, sebaliknya situasi dan kegagalan

yang mengecewakan akan mempengaruhi kepercayaan pada diri dan akan

mengakibatkan pula kegagalan-kegalan yang berikutnya. Adapun lawan

dari percaya diri adalah rendah diri. 47

Ahli ilmu jiwa yang terkenal Alfred Adler mencurahklan hidupnya

pada penyelidikan rasa rendah diri. (Dia mengatakan bahwa kebutuhan

manusia yang paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan diri dan

rasa superioritas). Adler mengatakan juga bahwa rasa rendah diri

merupakan penggerak dari kehidupan psikis, rasa rendah diri ada pada tiap

46 Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung), 1990), hlm. 25. 47 Ibid, hlm. 26.

21

orang. Sebab kalau tidak orang tidak berjuang. Rasa rendah diri ini

bukanlah pembawaan tetapi timbul setelah ia memasuki masyarakat,

dimana rasa rendah diri ini di perlukan suatu pertolongan.48

Dalam hubungan dengan orang lain rasa rendah diri terlihat

sebagai rasa malu, kebingungan, rendah hati yang berlebihan,

kemasyhuran yang besar, kebutuhan yang berlebihan untuk pamer dan

keinginan yang berlebihan untuk dipuji.49

Sedang kepercayaan pada diri sendiri yang berlebihan tidak selalu

berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak

kenal lelah. Orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-

hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan konflik

dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada dri

sendiri yang berlebihan , sering memberikan kesan kejam dan lebih

banyak punya lawan dari pada teman.50

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap percaya

diri merupakan sikap yakin bahwa dirinya benar, jujur, kuat tidak

tergantung kepada orang lain dan mempunyai kemandirian, selain itu

mereka merasa dirinya mampu, dapat menerima kenyataan dan dapat

berfikir positif sehingga dapat menyelesaikan dan menangani masalah

dengan tenang dan berhasil baik, inilah beberapa keuntungan bagi

seseorang yang memiliki rasa percaya diri.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap percaya diri

Faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang

bisa berasal dari dalam dirinya sendiri dan dari luar darinya.

a. Pengaruh dari dalam

1. Konsep diri

48 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Penerbit angkasa, t.th), hlm. 147. 49 Peter lauster, Tes Kepribadian, Terj. D. H. Gulo, (Jakarta: Bumi aksara, 1985), hlm.14. 50 Ibid.

22

Konsep diri adalah gambaran mental seseorang terhadap diri,

pandangan terhadap diri, penilaian terhadap diri, serta usaha untuk

menyempurnakan dan mempertahankan diri.51

Peranan konsep diri bagi individu dalam berperilaku tidak

dapat diragukan lagi sebab konsep diri merupakan pusat dari perilaku

individu. Orang yang memiliki kepercayaan pada diri sendiri, dia

selalu berusaha untuk mampu memenuhi kebutuhanya dan

keinginanya sendiri hingga hidupnya penuh rasa aman, tentram, dan

kalau ada suatu masalah maka dicobanya diatasi sendiri dan tidak

pernah mengeluh sebelum betul-betul merasa dirinya tidak mampu.52

Menurut Rohmulyati Hamzah kalau kita yakin dan kenal

betul siapa diri kita luar dan dalam, maka kita tidak kesulitan, malu

atau ketakutan manakala yang luar itu mengalami perubahan. 53

Jadi seseorang yang memiliki rasa rendah diri biasanya

mempunyai konsep diri negatif dimana tidak bisa mengatasi masalah

yang dihadapinya, mudah minta bantuan pada orang lain. Sebaliknya

orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri

positif.

2. Harga diri

Harga diri (cara anak merasa tentang dirinya) erat

hubungannya dengan konsep diri (gagasan atau keyakina yang

dimiliki anak tentang dirinya sendiri). Dimana anak akan termotivasi

untuk bertindak dengan cara yang dapat mengekspresikan kedua hal

itu.54

Anak dengan harga diri yang kuat biasanya punya hubungan

baik dengan orang lain, sedang anak dengan harga diri yang rendah

51 Muntholi’ah, Konsep diri positif Penunjang Prestasi PAI, (semarang: Gunungjati

Mangkang Indah, 2002), hlm. 27. 52 L. T. Tahrudin, Pribadi-pribadi Yang Berpengaruh, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1991), hlm.

158. 53 Denis Waitley, , Butir-butir Kebesaran Jiwa, Terj. Rohmulyati Hamzah (Jakarta: Dahara

Prize,1994), hlm.104. 54 Harris Clemes dan Reynold Bean, Membangkitkan Harga Diri Anak, Terj. Anton

Adiwiyoto, (Jakarta: Mitra Utama,2001), hlm. 6.

23

biasanya terlalu agresif atau terlalu menarik diri dalam hubungan

antar pribadi, sehingga tidak menyenangkan bagi orang lain, sebab

tingkat penghargaan terhadap diri akan mempengaruhi pula tingkat

rasa percaya diri, dimana semakin tinggi harga diri seseorang, makin

tinggi pula rasa percaya dirinya.55

3. Kondisi fisik

Kondisi fisik anak juga mempunyai pengaruh terhadap

kepercayaan diri seseorang. Menurut Lauster bahwa ketidak

mampuan fisik dapat menyebabkan rendah diri yang mencolok.

Misalnya kondisi kesehatan dimana bila seseorang tersebut sakit atau

mempunyai penyakit yang berlarut-larut akan menggaggu

kepercayaan diri.56

Biasanya anak-anak yang cacat fisik, mempunyai potensi

untuk merasa rendah diri. Hal yang potensial ini bisa berkembanng

menjadi kenyataan, bila mereka merasa terlalu dilindungi.

Perlindungan yang berlebihan bisa membuat anak menghayati

kekuranganya. Ia segera merasa bahwa orang lain mengamati

kekuranganya. Hal ini akan mempengaruhi citra dirinya.57

Tetapi yang jelas setiap orang mempunyai kondisi fisik yang

tidak semuanya sempurna pasti ada sedikit yang cacat, oleh karena

itu yang paling penting adalah selalu meningkatkan kebugaran fisik

bila ingin meningkatkan kepercayaan diri, tetapi kalau mempunyai

hambatan seperti cacat misalnya, dalam beraktivitas pilihlah

pekerjaan disekitar aktivitas itu dari pada menggunakan hambatan itu

sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa.58 Jadi jelaslah bahwa

percaya diri seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik.

b. Pengaruh dari luar individu.

55 Ibid., 9. 56 Peter Lauster, Op. Cit., hlm.13. 57 Alex Sobur, Op. Cit. , 147. 58 Wulan Lukita Dewi, Tampil Dengan Penuh Percaya Diri, (Jakarta: Handal Niaga Pustaka,

1998), hlm. 23.

24

1. Keluarga

Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan

diantara anggota-anggota keluarganya bersifat bebas. Dalam

keluarga juga pertama kali diletakkan dasar-dasar pengalaman

kepada anak, keluarga juga merupakan tempat utama dan pertama

bagi pendidikan anak.

Hubungan antar sesama anggota keluarga yang harmonis,

sakinah, saling mengasihi, menghormati akan mendorong

terbentuknya sikap percaya diri anak. Kasih sayang dan perhatian

dari orang tua dan saudara-saudaranya membantu perkembangan

emosional kearah yang positif.

2. Sekolah.

Sekolah merupakan badan yang penting setelah keluarga.

Didalam sekolah anak belajar bergaul dengan lingkungan yang lebih

luas, anak bergaul dengan guru dan teman-temannya. Dalam

pergaulan itulah anak mendapat pengalaman-pengalaman yang tidak

ditemui dirumah. Pergaulan yang baik antara guru dan teman-

temannya dapat mendorong terciptanya sikap percaya diri anak,

perhatian, kasih sayang, dan kesadaran guru dalam membimbing

anak merupakan faktor yang penting dalam pembentukan

kepribadian siswa dan kepercayaan diri siswa.

3. Masyarakat

Didalam masyarakat individu tumbuh dan berkembang dan

didalamnya ada peraturan-peraturan yang merupakan norma-norma

sosial yang menjadi dasar individu untuk saling mengadakan

interaksi.

Lingkungan masyarakat yang baik, saling menghormati hak

dan kewajiban masing-masing serta saling mengasihi sesamanya

merupakan lingkungan yang baik yang dapat mendorong dan

mempersubur tumbuhnya sikap percaya diri seseorang.

25

Apabila masing-masing faktor tersebut dapat berperan aktif,

berfungsi secara optimal, maka factor-faktor tersebut diatas akan

mendorong terbentuknya sikap percaya diri anak

C. PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP SIKAP

PERCAYA DIRI ANAK

Pada umumnya dalam mengasuh anak, orang tua bisa menggunakan

semua model pola asuh sesuai dengan situasi dan kondisi, sebab masing-

masing pola asuh tersebut mempunyai kelemahan dan kelebihan, yang hal ini

akan mempunyai pengaruh tersendiri bagi perkembangan kepribadian anak.

Pada orang tua yang otoriter, dimana orang tua memaksa anak untuk

berperilaku seperti dirinya dengan cara tertentu. Menurut Sofyan Willis sikap

orang tua yang otoriter akan menimbulkan rasa takut, apatis (masa bodoh),

dan dendam. Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua akan

menyebabkan anak tidak berkembang daya kreatifnya, menjadi anak penakut,

dan gugup nantinya di masyarakat, selanjutnya sikap apatis yang di sebabkan

otoriter orang tua akan menyebabkan anak menjadi pendiam, memencilkan

diri, dan tidak sanggup bergaul dengan orang lain.59

Hal senada juga dikatakan oleh Kartini Kartono, menurutnya sikap

orang tua yang otoriter menjadikan anak canggung dalam pergaulan, selalu

tegang, khawatir, bimbang, dan bahkan menjadi labil. Ia takut membuka diri,

dan berusaha tampil sebagai penurut, anak menjdi kurang kreatif, takut

mengemukakan pendapatnya, merasa tidak dapat mengimbangi teman-

temannya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan,

lama kelamaan ia akan mempunyai perasaaan rendah diri dan kehilangan

kepercayaan pada diri sendiri.60

Karena kepercayaan pada diri sendiri tidak ada, maka setelah

dewasapun ia akan terus mencari bantuan, perlindungan dan keamanan. Ini

berarti anak tidak berani memikul tangung jawab. Tidak berani memikul

59 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hlm. 44. 60 Kartini Kartono, Loc.Ci.

26

tanggung jawab merupakan akibat dari kebiasaan, dimana sejak kecil ia selalu

takut dan patuh kepada orang tua.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh otoriter

menyebabkan anak menjadi penakut, tidak dapat gembira, semangat hidupnya

menjadi patah, sebagai akibat otak tidak dapat bekerja secara maksimal dan

pada ahirnya sulit melahirkan kreativitas, anak tidak berani mandiri dan

prestasi belajarnya menjadi rendah.

Sementara orang tua yang demokratis, dimana orang tua berusaha

menanamkan pada anak sikap ataupun perilaku yang bisa diterima

dimasyarakat, memberikan dorongan pada anak jika anak bertingkah laku

seperti yang diharapkan dan memberi kesempatan pada anak untuk

mengemukakan pendapat, dengan demikian anak merasa keberadaannya

dalam keluarga dihargai dan diterima. Orang tua yang seperti ini memahami

akan hakekat perkembangan anak yakni mencapai mencapai kedewasaan fisik,

mental, emosional dan social anak.

Pola asuh demokratis ini menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial

yang baik, menghasilkan kemandirian dalam berfikir, inisiatif dalam bertindak

dan konsep diri yang sehat, positif dan penuh sikap percaya diri yang

direfleksikan dalam perilaku yang aktif, terbuka dan spontan.61

Pola-pola yang diterapkan dalam rumah tangga yang demokratis akan

mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban dan

tanggung jawab kehidupan, remaja-remaja ideal yang mampu berfikir secara

sehat, saling menolong dan bangkit bersama-sama masyarakat.62

Kebebasan yang luas yang merupakan ciri pola asuh demokartis,

tampak dalam kerjasama yang baik, ketekunan yang lebih besar dalam

menghadapi hambatan, pengendalian diri yang lebih baik, kreativitas yang

besar dan sikap yang ramah terhadap orang lain.

Sedangkan pada pola asuh permisive, dimana orang tua bertindak

menghindari konflik dengan anak karena orang tua merasa tidak berkuasa

61 Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit., hlm. 96. 62 Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Op. Cit., 81.

27

untuk mempengaruhi anak, akibatnya anak merasa diberi kebebasan dengan

sebeas-bebasnya sehingga mereka bertindak sekehendak hatinya.

Hasil penelitian Sutari Imam Barnadib yang di kutip oleh Chabib

Thoha, mengatakan bahwa pada kelompok anak yang IQ-nya kurang, tinggi

rendah perhatian orang tua berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Jadi

apabila orang tua mengasuh anak secara permisive, maka kecenderungan

prestasi belajar anak menjadi menurun sebab mereka tidak mendapat perhatian

yang wajar dari orang tua.63

Menurut Caplan yang dikutip oleh Sarlito W. Sarwona mengatkan

bahwa pada sisi orang tua factor yang sering muncul kurangnya perhatian

orang tua disebabkan karena usia orang tua yang masih terlalu muda, orang

tua mengalami gangguan emosional, keadaan social ekonomi orang tua

rendah, pendidikan juga rendah, dan biasanya pekerjaan orang tua hanya

sebagai tenaga kasar.64

Sikap orang tua yang permisive menimbulkan anak cenderung menjadi

bingung dan merasa tidak aman, pengalaman yang terbatas dan ketidak

matangan mental menghambat mereka dalam mengambil keputusan-

keputusan tentang perilaku yang akan memenuhi harapan sosial.

Mereka tidak mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh

dilakukan, akibatnya mereka mungkin menjadi ketakutan, cemas dan sangat

agresif. Selain itu mereka mungkin bersikap bermusuhan karena merasa

bahwa orang tua mereka hanya sedikit memperhatikan atau membimbing

mereka untuk menghindari kesalahan, sehingga tidaklah mengherankan bahwa

anak demikian akan memandang rendah orang tua meraka.65

Pengaruh yang paling penting dari penerapan asuhan permisive ini

adalah akan menimbulkan gejala-gejala tingkah laku tidak senonoh pada anak-

anak mereka, misalnya agresif, suka menipu, berbohong, bertindak

63 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 113. 64 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, cet. 3),

hlm.116 65 Elizabeth B. Hurlock, Loc. Cit.

28

melampiaskan nafsu tanpa kekangan sehingga merusak diri dan masyarakat

sekitar.

Dari ketiga sikap orang tua diatas maka pola demokratislah yang

paling mungkin terjadinya sikap percaya diri yang baik dan wajar pada setiap

anak, Karena dengan suasana demokratis itu kemungkinan setiap anak

berkembang menurut bakat dan minatnya masing-masing sesuai dengan

pengarahan dan tujuan pendidikan yang akan dicapai.

Keluarga merupakan ajang pertama dimana sifat-sifat kepribadian anak

tumbuh dan terbentuk. Didalam keluarga orang tua merupakan orang pertama

yang membimbing tingkah laku anak. Terhadap tingkah laku anak orang tua

biasanya bersifat menerima, menyetujui, membenarkan, menolak atau

melarang dengan pemberian nilai terhadap tingkah lakunya. Maka

terbentuklah baik dan buruk, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh anak. Dengan demikian terbentuklah hati nurani anak yang

mengarahkan pada tingkah laku selanjutnya.

Berdasarkan semua factor penentu percaya diri, lingkungan kelurga

merupakan factor yang paling penting, hal ini disebabkan karena keluarga

adalah kelompok sosial pertama. Dengan siapa anak mengidentifikasi diri,

anak lebih banyak menghasilkan waktu dengan keluarga, sehingga kebiasaan

yang ada pada keluarga lebih mudah untuk diterima anak dan diterapkan

dalam hidupnya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif tetapi bukan

termasuk kategori penelitian experimen yang artinya peneliti tidak

menggunakan perlakuan terhadap variable-variabel penelitan melainkan

mengkaji fakta-fakta yang telah terjadi. Disebut juga penlitian Expost Facto

29

yaitu bahwa penelitian itu dilakukan sesudah perbedaan dalam variable bebas

itu terjadi, perkembangan, kejadian itu secara alami.66

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Husnul Khotimah

Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kodia Semarang tahun ajaran

2003/2004, Dengan alasan sebagai berikut :

1. Adanya latar belakang dan tingkat pendidikan, budaya, status yang

berbeda dari masing-masing orang tua siswa, diduga hal ini akan berbeda

juga ketika mereka memberikan asuhan kepada anak-anaknya.

2. Sepengetahuan peneliti di madrasah tersebut belum pernah ada yang

mencoba mengadakan penelitian tentang permasalahan yang akan peneliti

teliti.

C. Variabel Penelitian dan indikator

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua variabel, yakni

variabel pengaruh (independen) sebagai variable bebas dan satu variable

pengaruh atau variable terikat (dependen).

Adapun penjelasanya adalah sebagai berikut :

1. Pola asuh orang tua

Kedudukan pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah sebagai

variabel bebas atau variabel pengaruh (independen) yang mempunyai

indikator sbb :

��Otoriter

��Demokratis

��Permisve

2. Sikap percaya diri anak

Sikap percaya diri anak merupakan variabel terpengaruh

(dependen) yang mempunyai indikator sbb:

66 Ary, D, Jacobs, LC. Dan Razavieh, A., Pengantar Penelitian dalam pendidikan , terj. Arief

Furchan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm 382.

29

30

��Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

��Mampu menyesuaikan diri dan berkomukasi di berbagai situasi.

��Memiliki kecerdasan yang cukup.

��Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah.

D. Tehnik pengumpulan data

Tehnik yang penulis gunakan untuk memperoleh dan mengumpulkan

data adalah metode Field research disebut juga field study, yaitu research yang

dilakukan dikancah atau medan penelitian terjadinya gejala-gejala.67

Dalam field research ini penulis menggunakan metode pengumpulan

data sebagai berikut :

1. Metode Observasi

Yaitu suatu cara mengumpulkan data dengan pengamatan dan pencatatan

yang sistematika terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki68

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang pola asuh

orang tua dan sikap percaya diri anak pada siswa Madrasah Tsanwiyah

Husnul Khotimah.

2. Metode angket

Metode angket juga disebut metode kuesioner. Yaitu metode pengumpulan

data berupa daftar pertanyaan tentang suatu hal yang jawabannya diminta

kepada responden.69

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang Pola asuh

orang tua dan sikap percaya diri anak pada siswa, Madrasah Tsanawiyah

Husnul Khotimah.

3. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi adalah bahan klasik untuk meneliti perkembangan

yang khusus yaitu biasanya untuk menjawab persoalan-persoalan tentang

apa, mengapa, kapan, dimana.70

67Sutrisno hadi., Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas

psikologi UGM,, 2001), hlm.10. 68 Ibid., hlm. 133. 69 Ibid., hlm. 128.

31

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat

dokumenter, misalnya mengenai jumlah siswa.

E. Populasi dan sample

Populasi adalah “semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan

yang diperoleh dari sample itu hendak digeneralisasikan, sedangkan sampel

adalah sebagian individu yang diselidiki”71

Dalam populasi ini adalah seluruh siswa kelas I, kelas II, dan kelas III

Madrasah Tsanawiyah Husnul Khotimah Kelurahan Rowosarai Kecamatan

Tembalang Kodia Semarang tahun ajaran 2003/2004 dengan jumlah

keseluruhan siswa 231 siswa, adapun perincianya adalah sebagai berikut :

Kelas Jumlah siswa

I A 44

I B 45

II A 43

II B 40

III A 29

III B 30

jumlah 231

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sampling yang

maksudnya karena terbatasnya kemampuan peneliti mengenai waktu, tenaga,

maupun biaya, maka tehnik yang digunakan adalah tehnik proporsional

random sampling (acak) yaitu suatu metode penarikan sample yang

memberikan setiap unit dalam populasi suatu kemungkinan atau peluang

tertentu atau dapat dihitung besarnya (tidak nol) untuk dipilih. 72

Dasar pengambilan sample ini penulis mengambil patokan dari

pendapat Suharsimi Arikunto. Suharsimi memberikan acer-ancer yaitu apabila

70 Ibid., hlm. 135. 71 Sutrisno, Op. Cit., hlm.70. 72 Josep R. Tarigan dan M. Suparmoko, Metode Pengumpulan Data,(Yogyakarta: BPFE, t.th), hlm. 85.

32

populasi penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga

penelitian ini merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah

populasinya besar dapat dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %.73

Dalam penelitian ini penulis mengambil 15 % dari populasi yang ada,

yaitu 35 siswa, dengan perincian perkelas sebagai berikut :

Kelas Populasi % Sampel

I A 44 15 7

I B 45 15 7

II A 43 15 6

II B 40 15 6

III A 29 15 4

III B 30 15 5

Jumlah 231 - 35

F. Tehnik analisis data

Dalam analisis ini penulis membagi tiga tahapan analisa yaitu :

1. Analisis pendahuluan

Tahap ini sebagai langkah awal untuk memberikan penilaian hasil

angket dengan memberikan bobot nilai pada setiap option jawaban

responden berupa data kualitatif menjadi kuantitatif dengan pemberian

scor.

Untuk angket pola asuh orang tua terdiri dari 25 item pertanyaan

dengan 3 option jawaban, dengan masing-masing jawaban diberi skor

sebagai berikut :

��Alternatif Jawaban a diberi skor 1.

��Alternatif Jawaban b diberi skor 2.

��Alternatif Jawaban c diberi skor 3.

73 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 107.

33

Maka nilai yang akan diperoleh berkisar antara 25 – 75, dengan

standar penilaian sebagai berikut :

Interval kategori Keterangan

25 - 42 Kebebasan terendah Otoriter

43 - 59 Kebebasan menengah Demokratis

60 - 75 Kebebasan tertinggi Permisive

Untuk mengungkap data tentang sikap percaya diri anak di

gunakan instrumen skala Likert, dengan 25 item pernyataan. Terdiri dari

17 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif, masing-masing butir

pernyataan diikuti empat alternatif jawaban “Sangat sesuai” (SS), “Sesuai”

(S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS) dengan skorring 4,

3, 2, dan 1 untuk pernyataan positif, sedangkan untuk skorring 1, 2, 3, dan

4 untuk pernyataan negatif

��Kisi-kisi Instrumen sikap percaya diri

No. butir pernyataan NO Indikator

Positif Negatif

Jumlah

1.

2.

3.

4.

Mempunyai potensi dan

kemampuan yang memadai.

Mampu menyesuaikan diri

dan berkomukasi di berbagai

situasi.

Memiliki kecerdasan yang

cukup.

Selalu bereaksi positif

didalam menghadapi

berbagai masalah

1, 2, 3, 4,

5

8, 9, 10,

11

14, 15, 16

18, 19,

20, 21, 22

6, 7

12, 13

17

23, 24,

25

7

6

3

9

Jumlah butir pernyataan 17 8 25

34

Standar nilai rata-rata (mean) sikap percaya diri siswa MTs Husnul

Khatimah yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

Interval Nilai

0 - 40 Kurang

41 - 70 Sedang

71 - 100 Tinggi

Dengan rumus yang digunakan adalah :

M = N

X�

Keterangan :� =X Jumlah nilai

N = Jumlah responden

2. Analisis uji hipotesis

Yaitu pengolahan data lebih lanjut dengan berpijak pada analisis

pendahuluan dengan menggunakan rumus analisis varian klasifikasi

tunggal, yaitu 74:

Sumber Varian db JK MK Fo

Kelompok

Dalam

Total

K-1

N-K

N-1

� �n

x 2)(-

N

xtot� 2)(

� 2totx -� �

n

x 2)(

� 2totx -� �

N

xtot2)(

k

k

dbJK

d

d

dbJK

d

k

MKMK

Keterangan :

JK : Jumlah kuadrat

db : Derajat kebebasan

MK : Rataan Kuadrat

Fo : Harga hasil perhitungan

74 A. Supratiknya., Statistik Psikologi, (JakartaPT. Grasindo, 2000), hlm. 11.

35

3. Analisis lanjut

Hasil dari analisis uji hipotesis kemudian diberikan interpretasi lebih

lanjut untuk menguji kebenaran hipotesis yang ada didalam penelitian ini, ada

dua kemungkinan yaitu :

3. Bila Fo yang diperoleh itu sama atau lebih besar dari harga Ft yang ada

pada tabel (F teoritis) pada taraf signifikan 0,01 % atau 0,05 % maka

harga Fo yang diperoleh berarti signifikan atau hipotesis diterima.

4. Bila Fo yang diperoleh lebih kecil dari harga Ft yang ada pada tabel (F

teoritis) pada taraf signifikan 0,01 % atau 0,05 % maka harga Fo yang

diperoleh berarti non signifikan atau hipotesis ditolak.

Langkah selanjutnya pengujian sesudah tes-F. Tes-F merupakan over-

all atau pengujian global. Bila Fo signifikan, kita baru tahu bahwa perbedaan-

perbedaan antar-Mean yang kita selidiki ada yang signifikan, namun kita

belum tahu persisnya yang mana antara semua pasangan Mean tertentu. Untuk

itu diperlukan teknik lain untuk pengujian lebih lanjut. Tehnik ini disebut

post-hoc tests atau apostereori tests. Artinya tehnik pengujian secara global

diketahui diantara pasangan-pasangan Mean itu ada yang berbeda secara

signifikan. Rumusnya aalah sebagai berikut 75:

( )( )( )���

���

�+−=

21

11...1

nnMKFKNK dtb

=bNK Nilai kritis perbedaan antara dua Mean pada taraf signifikan tertentu

K = Jumlah kelompok

Ft = Nilai tabel

Langkah-langkanya adalah sebagai berikut :

1. Dihitung dulu semua perbedaan absolut pasangan mean yang ada.

Hasilnya di sajikan dalam sebuah tabel silang.

75 Ibid. hlm. 14

36

2. Menghitung nilai kritis perbedaan Mean pasangan demi pasangan.

Perbedaan antara dua Mean dinyatakan signifikan apabila nilai perbedaan

itu sama atau lebih besar dari nili kritisnya.

3. Memberi tanda asterisk atau bintang pada perbedaan pasangan Mean yang

signifikan pada taraf 0,05 dan dua bintang untuk perbedaan yang

signifikan pada taraf 0,01.

G. Data yang dihimpun

1. Data pola asuh orang tua

Untuk mengetahui pola asuh orang tua siswa penulis telah menyebar

angket sebanyak 25 item pertanyaan kepada 35 siswa sebagai responden.

Dari angket yang telah disebarkan diperoleh data sebagai berikut :

TABEL I

DATA HASIL ANGKET TENTANG POLA ASUH ORANG TUA SISWA

MTs HUSNUL KHATIMAH ROWOSARI KODIA SEMARANG

JAWABAN NILAI NO

RES. A B C 1 2 3

JUMLAH

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. 20 3 2 20 6 6 32

2. 19 4 2 19 8 6 33

3. 17 7 1 17 14 3 34

4. 16 8 1 16 16 3 35

5. 17 5 3 17 10 9 36

6. 15 6 4 15 12 12 39

7. 13 8 4 13 16 12 41

8. 10 13 2 10 26 6 42

9. 10 13 2 10 26 6 42

10. 11 11 3 11 22 9 42

11. 9 15 1 9 30 3 42

12. 12 7 6 12 14 18 44

37

13. 12 7 6 12 14 18 44

14. 11 7 7 11 14 21 46

15. 4 20 1 4 40 3 47

16. 4 19 2 4 38 6 48

17. 4 18 3 4 36 9 49

18. 4 17 4 4 34 12 50

19. 2 21 2 2 42 6 50

20. 5 14 6 5 28 18 51

21. 8 6 11 8 12 33 53

22. 6 5 14 6 10 48 58

23. 2 13 10 2 26 30 58

24. 6 4 15 6 8 45 59

25. 4 7 14 4 14 42 60

26. 3 8 14 3 16 42 61

27. 6 2 17 6 4 51 61

28. 6 2 17 6 4 51 61

29. 4 5 16 4 10 48 62

30. 5 3 17 5 6 51 62

31. 2 6 17 2 12 51 65

32. 2 5 18 2 10 54 66

33. 1 7 17 1 14 51 66

34. 1 5 19 1 10 57 68

35. 2 2 21 2 4 54 69

� 1776

2. Data sikap percaya diri siswa

Alternatif dalam mencari data tentang sikap percaya diri siswa dengan

menyebarkan angket terdiri 25 pernyataan, 18 pernyataan positif dan 7

pernyataa negatif. Jawaban angket tersebut diberikan alternatif nilai yang

berbeda-beda untuk tiap poinya.

38

Dari angket yang disebarkan diperoleh data tentang sikap percaya diri

sebagai berikut :

TABEL II

DATA HASIL ANGKET SIKAP PERCAYA DIRI SISWA MTs HUSNUL KHATINAH ROWOSARI KODIA SEMARANG

Jawaban Nilai NO Pernyataan

SS S TS STS 4 3 2 1 Jml

Positif 7 6 4 0 28 18 8 0 1. Negatif 2 1 4 1 4 12 2 2

74

Positif 6 8 2 1 24 24 4 1 2. Negatif 0 2 1 5 20 3 4 0

80

Positif 5 9 3 0 20 27 6 0 3. Negatif 0 0 6 2 8 18 0 0

79

Positif 8 9 0 0 32 27 0 0 4. Negatif 0 0 5 3 12 15 0 0

86

Positif 13 4 0 0 52 12 0 0 5. Negatif 1 1 4 2 8 12 2 1

87

Positif 6 5 5 1 24 15 10 1 6. Negatif 1 1 5 1 4 15 2 1

72

Positif 1 14 2 0 4 42 4 0 7. Negatif 0 1 7 0 0 21 2 0

73

Positif 6 8 1 2 24 24 2 2 8. Negatif 0 0 4 4 20 12 0 0

84

Positif 5 4 6 2 20 12 12 2 9. Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0

73

Positif 11 3 2 1 44 9 4 1 10. Negatif 2 0 2 4 16 6 0 2

82

Positif 14 1 1 1 55 3 2 1 11. Negatif 1 1 0 6 24 0 2 1

89

Positif 4 9 3 1 16 27 6 1 12. Negatif 0 0 5 3 12 15 0 0

77

Positif 6 9 2 0 24 27 4 0 13. Negatif 0 1 4 3 12 12 2 0

71

Positif 6 8 3 0 24 24 6 0 14. Negatif 1 3 4 0 0 12 6 1

73

Positif 12 5 0 0 48 15 0 0 15. Negatif 0 0 1 7 28 3 0 0

94

Positif 7 5 2 3 28 15 4 3 16. Negatif 0 1 4 3 12 12 2 0

76

Positif 8 6 3 0 32 18 6 0 17. Negatif 0 0 5 3 12 15 0 0

83

18. Positif 11 6 0 0 44 18 0 0 89

39

Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0 Positif 10 4 2 1 40 12 4 1 19 Negatif 0 1 2 5 20 6 2 0

85

Positif 13 4 0 0 52 12 0 0 20. Negatif 0 1 6 1 4 18 2 0

88

Positif 13 21 1 1 52 6 2 1 21. Negatif 2 1 2 3 12 6 2 2

83

Positif 7 4 4 2 28 12 8 2 22. Negatif 2 2 3 1 4 9 4 2

69

Positif 5 7 5 0 20 21 10 0 23. Negatif 0 0 6 2 8 18 0 0

77

Positif 10 4 1 2 40 12 2 2 24. Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0

83

Positif 7 8 2 0 28 24 4 0 25. Negatif 0 1 4 3 12 12 2 0

82

Positif 12 4 1 0 48 12 2 0 26. Negatif 0 1 3 4 16 9 2 0

89

Positif 4 8 3 2 16 24 6 2 27. Negatif 1 2 3 2 8 9 4 1

70

Positif 9 8 0 0 36 24 0 0 28. Negatif 1 2 3 2 8 9 4 1

82

Positif 8 7 2 0 32 21 4 0 29. Negatif 0 2 5 1 4 15 4 0

80

Positif 11 6 0 0 44 18 0 0 30. Negatif 0 1 7 0 0 21 2 0

85

Positif 1 13 3 0 4 39 6 0 31. Negatif 0 2 6 0 0 18 4 0

71

Positif 12 3 2 0 48 9 4 0 32. Negatif 2 5 1 0 0 3 10 2

76

Positif 2 10 5 0 8 30 10 0 33. Negatif 0 2 5 1 4 15 4 0

71

Positif 6 6 4 1 24 18 8 1 34. Negatif 1 5 2 0 0 6 10 1

68

Positif 11 6 0 0 44 18 0 0 35. Negatif 1 5 2 0 0 6 10 1

79

2780

TABEL III

NAMA-NAMA SISWA YANG MENJADI RESPONDEN

NO NAMA SISWA NAMA ORANG TUA

1. Rizal Fatoni Maskhon

40

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

Yazidul Maghfirin

Kustiani

Nur Huda Farhani

Zuliani I

Ahsanudin

Edi Listomi

Niswatul Khasanah

Puri Suci Septi Ana

Rosidah

Khoiriyati

Ma’rifah

Leni Suci

Anifa

Daryati

Dian M

Masriatun

Nur Fatmawati

Muhammad Kholiq

Hanik Sayyidatina

Khoirul Anam

Nurul Yaqin

Ali Shodiqin

Mizari T.

Mahabib Ali

Nur Ariana

Muktamiroh

Ana Novia F.

Harum

Susi Rosita

Sofiatun

Sumiati

Misbah Munir

Munkeri

Hadi

Sabil Mahsun

Mustofa

Safari

Sayuti

Ahmad Kasduwiyanto

Kusnadi

Ngadimin

Sutimin

Tusri

Selamet

Sami’an

Saifuddin

Ma’sun

Satiman

Suhud

Subian

Abdul Khoir

Kamin

Muhtarom

Sabyanto

Munasir

Khamim

Ngateman

Mualif

Ahmad rohim

Sukarman

Muntaha

Saman

41

33.

34.

35.

Emi Kurniawati

Indawati

Muhammad Ali

Zaenuri

Kaswanto

Sukarsan