bab i pendahuluan a. latar belakang penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/1831/4/4_bab1.pdf · adapun...

20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebijakan baru dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka setiap daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Hal ini sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat ke daerah. Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang sebelumnya tersentralisasi oleh pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan ke pemerintah daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula, arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat pusat, diidealkan bahwa semenjak ditetapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah. Adapun unsur-unsur perangkat daerah menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : “Perangkat daerah terdiri dari Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga teknis daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah”. Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu perangkat daerah yang mempunyai tugas membantu penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Upload: vandang

Post on 08-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kebijakan baru dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Otonomi Daerah, maka setiap daerah diberi wewenang untuk mengatur

dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Hal ini sebagai perpanjangan

tangan pemerintah pusat ke daerah. Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah

dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang sebelumnya

tersentralisasi oleh pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi, kekuasaan

pemerintah pusat dialihkan ke pemerintah daerah sebagaimana mestinya sehingga

terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah Kabupaten dan Kota di

seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula, arus kekuasaan pemerintahan

bergerak dari daerah ke tingkat pusat, diidealkan bahwa semenjak ditetapkannya

kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya,

yaitu dari pusat ke daerah.

Adapun unsur-unsur perangkat daerah menurut Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2008 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : “Perangkat daerah terdiri

dari Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga teknis

daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah”.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu perangkat

daerah yang mempunyai tugas membantu penyelenggaraan Pemerintah Daerah

2

adalah Dinas Daerah. Begitu juga dengan Pemerintahan Kabupaten Kuningan

mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan

pemerintahan dan pembangunan daerah dengan dibantu oleh Dinas Daerah.

Pembentukan Dinas Daerah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41

Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang diimplementasikan

melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 7 Tahun 2011 tentang

Rincian Tugas pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Kuningan BAB I Pasal

1 yang menyebutkan bahwa : “ Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah

Kabupaten Kuningan”.

Salah satu Dinas daerah yang ada di Kabupaten Kuningan yaitu Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan (DP3). Berdasarkan Pasal 22 DP3

berkewajiban melaksanakan tugasnya masing-masing, adapun tugas dan fungsi

DP3 Kabupaten Kuningan yaitu :

1. Melaksanakan otonomi daerah di bidang pertanian yang mencakup

Tanaman Pangan, Hortikurtura, Peternakan dan Perikanan.

2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian, peternakan dan

perikanan.

3. Pelaksanaan dan penyelenggaraan kebijakan teknis di bidang pertanian,

peternakan dan perikanan.

4. Pemberian rekomendasi teknis dalam hal perizinan yang dikeluarkan oleh

Lembaga berwenang dan pelaksanaan pelayanan prima untuk umum.

5. Pembinaan terhadap unit-unit kerja di lingkungan Dinas Pertanian,

Peternakan dan Perikanan.

3

6. Pengelolaan urusan ketatausahaan Dinas Pertanian, Peternakan dan

Perikanan.

7. Menggali sumber-sumber Pendapatan asli daerah dari Pertanian,

Perikanan, dan Peternakan.

Dalam fungsi dan tugas dari Dinas DP3 di atas salah satunya adalah

menggali sumber-sumber Pendapatan asli daerah dari Pertanian, Peternakan, dan

Perikanan yaitu dengan pemungutan pajak dan retribusi daerah. Hal ini sesuai

dengan undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah

yaitu dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk

melaksanakan otonomi daerah. Pajak dan retribusi sebagai sumber dana

pembangunan daerah atau Budgetair.

Penerimaan pemerintah yang paling sentral adalah pajak dan retribusi,

sumbangan pajak bagi anggaran pemerintah sangat besar, sehingga peran pajak

dan retribusi begitu penting. Kebijakan tentang keuangan daerah ditempuh oleh

pemerintah pusat agar pemerintah daerah mempunyai kemampuan untuk

membiayai pendanaan pembangunan daerahnya sesuai dengan Daerah Otonomi.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang

bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil dari pengelolaan

daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang

bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk

menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas

desentralisasi.

4

Pajak daerah dan Retribusi Daerah merupakan pendapatan yang paling

besar yang diperoleh daerah, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

pemerintah Kabupaten Kuningan berusaha untuk meningkatkan pendapatan asli

daerah salah satunya dari Retribusi Rumah Potong Hewan (RPH).

Implementasi pemungutan retribusi Rumah Potong Hewan unggas di Kab.

Kuningan dilaksanakan dari aparatur pemerintahan dari tingkat atas sampai

tingkat bawah, yang dimaksud adalah bahwa Pemerintahan Daerah Kabupaten

memberikan tugas dan kewenangan terhadap UPTD Dinas Pertanian, Peternakan

dan Perikanan (DP3).

Adapun mengenai pemungutan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH)

diatur dalam Nomor 7 Tahun 2012 Pasal 13 mengatur tentang jumlah besarnya

tarif retribusi hewan yaitu :

A. Sapi/kerbau

a. Pemakaian Rumah Potong Hewan ........................... Rp. 10.000,-

/ekor

b. Pemakaian kandang Penampungan ......................... Rp. 5.000,-

/ekor

c. Pemeriksaan kesehatan hewan (antemortem) .......... Rp. 10.000,-

/ekor

d. Pemeriksaan daging (postmortem) ........................... Rp. 10.000,-

B. Domba

a. Pemakaian Rumah Potong Hewan ........................... Rp. 6.000,-

/ekor

b. Pemakaian kandang Penampungan .......................... Rp. 3.000,-

/ekor

c. Pemeriksaan kesehatan hewan (antemortem) ........... Rp. 3.000,-

5

d. Pemeriksaan daging (postmortem) ........................... Rp. 3.000,-

C. Unggas

Pemeriksaan daging ....................................................... Rp. 50,-/ekor

Dalam menjalankan tugasnya, kinerja pegawai pelaksana pemungutan

retribusi RPH kurang sesuai dengan Perda tersebut. Berdasarkan Perda No. 7

Tahun 2012 Pasal 13 huruf (c) yaitu pemeriksaan daging unggas dengan cara

pembayarannya yang seharusnya yaitu jumlah pemotongan per/hari dikali

pemerikasaan daging Rp. 50,- /ekor, akan tetapi yang terjadi di lapangan yaitu

pegawai dinas tersebut dalam pemungutan, mengeluarkan kebijakan kepada

masyarakat untuk membayar retribusi dalam waktu seminggu sekali dengan tarif

memprediksikan kondisi rumah potong hewan dan kemampuan si pemilik.

Padahal jika diberlakukan dengan baik dan benar pemungutannya seperti RPA

(Rumah Potong Ayam) milik Bapak H.Mahnun setiap hari melakukan

pemotongan ayam sebanyak 1ton ayam atau sekitar 600 ekor setiap harinya. Dari

RPA milik bapak Mahnun setiap harinya bisa menghasilkan retribusi pemeriksaan

daging sekitar Rp 30.000,-/hari, tidak seperti yang terjadi di lapangan pegawai

dinas tersebut mengeluarkan kebijakan hanya menetapkan tarif retribusi Rp

10.000,-/minggu untuk satu kali pemungutan. Jika di berlakukan tarif sesuai

dengan peraturan Perda tersebut tentunya akan menambah pendapatan daerah.

Sistem pemungutan retribusi daerah di Kabupaten Kuningan berbeda

dengan pemerintah pusat. Perbedaan terletak pada cara pemungutannya yaitu

retribusi RPH di Kabupaten Kuningan ditarik langsung oleh pegawai DP3 ke

tempat lokasi langsung, dengan cara pemungutannya menggunakan Karcis. Karcis

6

tersebut sebagai bukti pembayaran dari penyediaan jasa layanan kepada

masyarakat. Persoalan yang timbul adalah pegawai DP3 yang melaksanakan

pemungutan masih menggunakan karcis dengan tarif yang lama sesuai dengan

Perda No 17 Tahun 1998, padahal seharusnya tarif tersebut sudah tidak berlaku

karena sekarang sudah ada kebijakan yang baru mengenai tarif retribusi RPH

khususnya mengenai pemeriksaan daging hewan unggas yaitu Perda No 7 Tahun

2012 Pasal 13.

Hal ini tentu saja menjadi persoalan karena tarif retribusinya

menggunakan kebijakan yang lama, yang seharusnya sudah tidak berlaku lagi. Hal

ini bisa dilihat dari bukti karcis pembayaran retribusi RPH sebagai berikut :

(Hasil wawancara dengan salah satu pemilik jasa usaha RPH Unggas)

Kinerja pegawai yang melaksanakan pemungutan RPH tersebut dinilai

masih rendah, karena tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelayan

masyarakat yang seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat yang baik

7

dan benar. Selain itu mutu pelayanan yang diberikan juga masih rendah. Untuk

itu, kualitas pelayanan kepada masyarakat perlu di tingkatkan.

Dinas Peternakan, Pertanian dan Perikanan (DP3) berkewajiban

melakukan penyetoran sebesar Rp. 24.000.000,- /tahun kepada Dinas Pendapatan

Daerah (DIPENDA) sebagai sumber PAD. Dinas Peternakan, Pertanianan dan

Perikanan melakukan pemungutannya berdasarkan target kewajiban penyetoran

kepada Dinas Pendapatan Daerah yang penting terpenuhi. Padahal apabila

diberlakukan semua dapat meningkatkan PAD dan pembangunan daerah.

Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian

aparatur pemerintahan atau administrasi negara dalam menjalankan tugas dan

fungsinya. Akhir-akhir ini, kinerja telah menjadi terminologi atau konsep yang

sering dipakai orang dalam berbagai pembahasan dan pembicaraan, khususnya

dalam kerangka mendorong keberhasilan organisasi atau sumber daya manusia.

Terlebih saat ini, organisasi dihadapkan pada tantangan kompetensi yang tinggi,

era kompetensi pasar global, kemajuan teknologi informasi, maupun tuntutan

pelanggan atau pengguna jasa layanan yang semakin kritis.

Di dalam sebuah organisasi sangat penting adanya kinerja. Kinerja

pegawai akan selalu menjadi isu aktual dalam organisasi, karena apapun

organisasinya, kinerja merupakan pertanyaan kunci terhadap efektivitas atau

keberhasilan organisasi. Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan

organisasi dengan individu yang di dalamnya memiliki kinerja yang baik.

Organisasi yang efektif atau berhasil akan di topang oleh sumber daya manusia

yang berkualitas. Banyak organisasi yang berhasil atau efektif karena ditopang

8

oleh kinerja sumber daya manusia. Sebaliknya, tidak sedikit organisasi yang gagal

karena faktor kinerja sumber daya manusia. Dengan demikian, ada kesesuaian

antara keberhasialan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu

atau sumberdaya manusia. Begitu juga halnya dengan organisasi pemerintah,

kinerja pegawai akan menentukan keberhasilan tercapainya implementasi

kebijakan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat untuk

mencapai kesejahteraan masyarakat.

Atas dasar permasalahan mengenai tarif retribusi yang kurang sesuai

dengan peraturan Perda No 7 Tahun 2012 Pasal 13, maka penulis akan mencoba

membahas masalah tersebut dengan judul “Pengaruh Implementasi Kebijakan

Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan (RPH) Perda Nomor 7 Tahun 2012

terhadap Kinerja Pegawai dalam Melaksanakan Pemungutannya di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pengamatan hasil wawancara penulis dengan salah satu

pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan yaitu Bapak Suhyana yang

bekerja di bidang peternakan dan kesehatan hewan, penulis menemukan masalah

yang menunjukkan rendahnya kinerja pegawai dalam mengimplementasikan

kebijakan publik tentang pembayaran retribusi jasa usaha rumah potong hewan

unggas sesuai dengan Perda Nomor 7 tahun 2012 yang dilakukan oleh Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan sebagai berikut :

9

1. Pelayanan yang dilaksanakan kurang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku yaitu mengenai tarif yang harus dikeluarkan oleh

masyarakat yang mempunyai jasa Rumah Potong Hewan (RPH), karena

sudah jelas ada tarif yang mengatur tentang pemungutan retribusi Rumah

Potong Hewan (RPH) yang diatur dalam Perda Nomor 7 tahun 2012 Pasal

13 yang mengatur tentang jumlah besarnya tarif retribusi hewan.

2. Pegawai DP3 yang melaksanakan pemungutan masih menggunakan karcis

dengan tarif yang lama sesuai dengan Perda No 17 Tahun 1998, padahal

seharusnya tarif tersebut sudah tidak berlaku karena sekarang sudah ada

kebijakan yang baru mengenai tarif retribusi RPH khususnya mengenai

pemeriksaan daging hewan unggas yaitu Perda No 7 Tahun 2012 Pasal 13.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan alat tujuan dari suatu penelitian agar tidak

keluar dari jalur objek masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini dapat

disimpulkan permasalahannya sebagai berikut, yaitu:

1. Berapa besar pengaruh standar dan sasaran kebijakan retribusi Rumah

Potong Hewan (RPH) terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian,

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

2. Berapa besar pengaruh sumber-sumber kebijakan retribusi Rumah Potong

Hewan (RPH) terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan

dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

10

3. Berapa besar pengaruh komunikasi antar badan pelaksana dalam

melaksanakan kebijakan retribusi RPH terhadap kinerja pegawai di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

4. Berapa besar pengaruh karakteristik badan pelaksana dalam melaksanakan

kebijakan retribusi RPH terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian,

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

5. Berapa besar pengaruh kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam

melaksanakan kebijakan retribusi RPH terhadap kinerja pegawai di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

6. Berapa besar pengaruh sikap pelaksana dalam melaksanakan kebijakan

retribusi RPH terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Kuningan ?

7. Berapa besar pengaruh standar dan sasaran kebijakan, sumber-sumber

kebijakan, komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik badan

pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik dan sikap pelaksana

implementasi kebijakan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) Perda No 7

Tahun 2012 secara simultan terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian,

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

8. Bagaimana pengaruh implementasi kebijakan retribusi Rumah Potong

Hewan (RPH) Perda No 7 Tahun 2012 terhadap kinerja pegawai di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan ?

11

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis mempunyai tujuan

penelitian ini secara umum yaitu untuk mengetahui pengaruh implementasi

kebijakan retribusi jasa usaha Rumah Potong Hewan (RPH) Perda No 7 Tahun

2012 terhadap kinerja pegawai dalam pelaksanaan pemungutannya di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

Adapun tujuan dilaksanakannya penilitian secara khusus ini adalah untuk

mengetahui :

1. Besarnya pengaruh standar dan sasaran kebijakan retribusi Rumah Potong

Hewan (RPH) terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan

dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

2. Besarnya pengaruh sumber-sumber kebijakan retribusi Rumah Potong

Hewan (RPH) terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan

dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

3. Besarnya pengaruh komunikasi antar badan pelaksana dalam

melaksanakan kebijakan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) terhadap

kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Kuningan

4. Besarnya pengaruh karakteristik badan pelaksana dalam melaksanakan

kebijakan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) terhadap kinerja pegawai

di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

5. Besarnya pengaruh kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam

melaksanakan kebijakan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) terhadap

12

kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Kuningan.

6. Besarnya pengaruh sikap pelaksana dalam melaksanakan kebijakan

retribusi Rumah Potong Hewan (RPH)terhadap kinerja pegawai di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

7. Besarnya pengaruh standar dan sasaran kebijakan, sumber-sumber

kebijakan, komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik badan

pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik dan sikap pelaksana

implementasi kebijakan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) Perda No 7

Tahun 2012 secara simultan terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian,

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

8. Besarnya pengaruh implementasi kebijakan retribusi jasa usaha Rumah

Potong Hewan (RPH) Perda No 7 Tahun 2012 terhadap kinerja pegawai

dalam pelaksanaan pemungutannya di Dinas Pertanian, Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Kuningan.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini mempunyai kegunaan, baik dilihat kegunaan

secara teoritis dan kegunaan secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Mengembangkan teori-teori yang berkaitan dengan administrasi negara

terutama tentang kebijakan publik.

13

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Untuk mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajari oleh penulis

dalam setiap perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

b. Bagi kalangan akademis Universitas Islam Negeri Sunan Gunung

Djati Bandung

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka

(mahasiswa) lain yang akan menindak lanjuti penelitian ini dengan

mengambil penelitian yang sama dan dengan informan penelitian yang

lebih baik.

c. Bagi instansi Dinas Peternakan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten

Kuningan.

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan bagi

instansi yang terkait untuk dijadikan sumbangan pemikiran bagi Dinas

Peternakan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten Kuningan.

F. Kerangka Pemikiran

Kebijakan publik merupakan suatu bentuk pemerintah dalam

menyelesaikan masalah-masalah publik. Menurut N. Dunn, menyatakan bahwa :

Kebijakan publik (Public policy) adalah “Pola ketergantungan yang

kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk

keputusan-keputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor

pemerintah” (N. Dunn, 2000:132).

14

Dalam kamus Webster dalam Wahab (1991:50) Implementasi di artikan

sebagai berikut :

“to provide the means for carring us (menyediakan sarana untuk

melaksanakan sesuatu), to us practicial effect to “ (menimbulkan

dampak/akibat terhadap sesuaatu. Implementasi berarti menyediakan

sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan

dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu.

Kebijakan publik kemudian diimplementasikan, pengertian pelaksanaan

kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Horn yang dikutip oleh

Winarno (2008:146) dalam bukunya Kebijakan Publik: Teori dan Proses, bahwa

implementasi kebijakan mempunyai pengertian sebagai berikut :

Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta

yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam

keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Secara lebih jelasnya, dimensi pengukuran implementasi kebijakan

menurut Van Meter dan Van Horn dalam Dwiyanto Indiahono (2009:38) dalam

bukunya Kebijakan Publik : Berbasis Dynamic Policy Analysis, ini dapat di

jelaskan sebagai berikut :

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan pada

dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan,

baik yang berwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah atau

panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara

spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau

kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan

15

2. Sumber-sumber kebijkan. Sumber kebijakan menunjukkan kepada

seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk

melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi adalah berapa

nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan

implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi program/kebijakan

seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.

3. Komunikasi antar badan pelaksana organisasi dan kegiatan-kegiatan

pelaksana. Menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dirancang untuk

mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi ini harus ditetapkan

sebagai acuan, misalnya : seberapa sering rapat rutin akan di adakan,

tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjukkan adanya

tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan

program/kebijakan.

4. Karakteristik badan pelaksana. Menunjuk seberapa besar daya dukung

struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan

komunikasi yang terjadi di internal birokrasi

5. Lingkungan sosial, ekonomi, politik. Menunjuk bahwa lingkungan dalam

ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi

kebijakan itu sendiri.

6. Sikap pelaksana. Menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel

penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan

responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat

ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini.

16

Implementasi kebijakan yang dilakukan diarahkan pada kinerja pegawai.

Pengertian kinerja pegawai menurut Agus Dharma adalah sebagai berikut :

“Kinerja adalah sesuatu yang dicapai oleh pegawai prestasi kerja yang

diperlihatkan pegawai dan kemampuan kerja yang berkaitan dengan

penggunaan peralatan kantor”. (Dharma, 2000:105).

Menurut Miner (1988:14) kinerja adalah tingkat keberhasilan seorang

karyawan di dalam melaksanakan pekerjaaan.

Adapun dalam penelitian ini, teori yang dipakai guna menentukan faktor-

faktor dalam mengukur kinerja pegawai adalah teori dari John Miner dalam

Sudarmanto (2009:12) dalam bukunya Kinerja dan Pengembangan SDM yaitu:

1. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, dan kecermatan

2. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan

3. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,

keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang

4. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja.

Berdasarkan teori-teori yang diungkap para ahli tersebut, maka penulis

mengemukakan desain penelitian sebagai berikut :

17

Gambar 1.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dapat dilihat pada bagan di

bawah ini :

Implementasi kebijakan

(Variabel X)

Sub Variabel X

1. Standar dan sasaran

kebijakan

2. Sumber-sumber kebijakan

3. Komunikasi antar badan

pelaksana

4. Karakteristik badan

pelaksana

5. Kondisi sosial, ekonomi,

dan politik

6. Sikap pelaksana

(Van Meter dan Horn 2009:38)

Kinerja Pegawai

(Variabel Y)

Sub Variabel Y

1. Kualitas

2. Kuantitas

3. Penggunaan waktu

dalam bekerja

4. Kerjasama

(John Miner 2009:12)

20

Peraturan

Perda No 7 Tahun 2012

Pasal 13 huruf (c)

mengatur tentang jumlah

besarnya tarif retribusi

RPH yaitu :

c. Hewan Unggas :

Pemeriksaan daging Rp

50/ekor

Implementasi

Pegawai dinas tersebut dalam

melaksanakan pemungutan

retribusi RPH, dengan cara

memprediksikan kondisi

rumah potong hewan dan

kemampuannya bukan

berdasarkan pada peraturan

Perda No 7 Tahun 2012

Pasal 13 huruf (c) seperti di

atas.

Masalah

Adanya ketidaksesuaian mengenai jumlah

tarif pemungutan retribusi RPH di

lapangan dengan Perda No 7 Tahun 2012.

Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh

implementasi kebijakan

retribusi Rumah Potong

Hewan (RPH) Perda No

7 tahun 2012 terhadap

kinerja pegawai di

Dinas Pertanian,

Peternakan dan

Perikanan Kabupaten

Kuningan ?

Kerangka Pemikiran

Implementasi Kebijakan

(Variabel X)

1. Standar dan Sasaran

kebijakan

2. Sumber-sumber

kebijakan

3. Komunikasi antar

badan pelaksana

4. Karakteristik badan

pelaksana

5. Kondisi sosial,

ekonomi dan politik

6. Sikap pelaksana

(Van Meter dan Horn

2009:38)

Kerangka Pemikiran

Kinerja Pegawai

( Variabel Y)

1. Kualitas

2. Kuantitas

3. Penggunaan waktu

dalam bekerja

4. Kerjasama

(John Miner 2009:12)

Analisis Data

1. Pengujian Validasi

2. Pengujian Reliabilitas

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

b. Uji Homogenitas

c. Uji Multikolinearitas

4. Analisis Regresi

Berganda

5. Analisis hasil koefisien

determinasi

6. Uji hipotesis

Simpulan

1

G. Hipotesis

Menurut Sugiyono, hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah di

nyatakan dalam bentuk pertanyaan. Berdasarkan pada latar belakang masalah,

permasalahan dan teori-teori yang dipergunakan, maka penulis mengajukan

rumusan hipotesis yaitu: “Ada pengaruh yang signifikan dari implementasi

kebijakan retribusi jasa usaha rumah potong hewan (RPH) Perda Nomor 7 Tahun

2012 terhadap kinerja pegawai dalam pelaksanaan pemungutannya di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan”.

Skala pnegukuran untuk kedua variabel adalah likert, dan dicari

korelasinya dengan menggunakan koefisien Rank Sparman, adapun hipotesis

statistiknya sebagai berikut :

1. H1 : þS > 0 = pengaruh standar dan sasaran kebijakan (X1), kinerja

pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan di Kabupaten

Kuningan (Y). Artinya pengaruh standar dan sasaran kebijakan terhadap

kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Kuningan terdapat pengaruh yang signifikan.

2. H1 : þS > 0 = pengaruh sumber-sumber kebijakan (X2), kinerja pegawai

di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Kuningan (Y).

Artinya pengaruh sumber-sumber kebijakan kinerja pegawai di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan terdapat

pengaruh yang signifikan.

22

3. H1 : þS > 0 = komunikasi antar badan pelaksana organisasi dan kegiatan-

kegiatan pelaksana (X3), kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan

dan Perikanan di Kabupaten Kuningan (Y). Artinya pengaruh komunikasi

antar badan pelaksana organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksana terhadap

kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Kuningan terdapat pengaruh yang signifikan.

4. H1 : þS > 0 = pengaruh karakteristik badan pelaksana (X4), kinerja

pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan di Kabupaten

Kuningan (Y). Artinya pengaruh karakteristik badan pelaksana terhadap

kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Kuningan terdapat pengaruh yang signifikan.

5. H1 : þS > 0 = pengaruh lingkungan sosial, ekonomi dan politik (X5),

kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan di

Kabupaten Kuningan (Y). Artinya pengaruh lingkungan sosial, ekonomi

dan politik terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Kuningan terdapat pengaruh yang signifikan.

6. H1 : þS > 0 = pengaruh sikap pelaksana (X6), kinerja pegawai di Dinas

Pertanian, Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Kuningan (Y). Artinya

pengaruh sikap pelaksana terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian,

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan terdapat pengaruh yang

signifikan.