bab i pendahuluan a. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Internet sangat berkembang di dunia dan bukan hal yang asing lagi untuk
seluruh lapisan masyarakat. Data dari Internet World Stats (2017) menunjukkan
peningkatan pengguna internet sejak Desember 1995 hingga Juni 2017. Pada
awalnya internet dimanfaatkan sebagai media komunikasi yang dapat
menghubungkan seluruh masyarakat di dunia, namun pemanfaatan internet
semakin meluas, diantaranya menciptakan hubungan timbal-balik antar
pemerintah, institusi pendidikan, bisnis maupun konsumen (Ovaskainen, 2001).
Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat nomor 6 dunia dengan
jumlah pengguna internet mencapai 83,7 juta orang (Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia, 2014). Tingginya pengguna internet di Indonesia
disebabkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang
padat. Riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang bekerja
sama dengan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKAKOM UI)
menunjukkan pada tahun 2014 sebanyak 11,0 % pengguna internet memanfaatkan
internet sebagai sarana untuk jual-beli online. Sebanyak 55% pengguna internet
merupakan orang yang bekerja/wiraswasta dengan sektor pekerjaan di bidang
kesehatan sebanyak 1,7%. Pada tahun 2016, terjadi peningkatan pengguna internet
menjadi 132,7 juta orang dan sebanyak 62% (82,2 juta orang) mengunjungi konten
komersial online shop (APJII, 2016).
2
Penggunaan internet yang meluas dapat mempengaruhi beberapa aspek
kehidupan. Salah satunya yaitu berkembangnya penjualan produk yang dibutuhkan
oleh konsumen melalui internet. Bahkan melalui internet memungkinkan seseorang
untuk membeli obat resep. Pembelian obat melalui internet dapat dilakukan melalui
apotek online. Apotek online merupakan website yang menjual sediaan farmasi
yang melayani pembelian obat resep dan/atau obat tanpa resep (over-the-counter
drugs) (Montoya & Jano, 2007). Apotek online juga disebut sebagai Internet
pharmacy, cyberpharmacy, e-pharmacy, dan virtual pharmacy/drugstores
(Crawford, 2003).
Di Indonesia, apotek online mulai berkembang, namun belum diketahui
jumlahnya secara pasti. Keberadaan apotek online menimbulkan pro dan kontra.
Apotek online memberikan banyak keuntungan, namun di sisi lain penjualan obat
melalui apotek online dapat menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan
dan juga di beberapa negara belum mempunyai regulasi yang jelas mengenai apotek
online, khususnya di Indonesia.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari apotek online antara lain dapat
memudahkan masyarakat dalam mengakses obat untuk orang yang mengalami
gangguan fungsional kesehatan, dapat diakses 24 jam, memudahkan pasien yang
kesulitan untuk mengakses apotek, jumlah produk yang tidak terbatas, dan menjaga
privasi terhadap sesorang yang tidak ingin berkonsultasi tentang kesehatannya di
tempat umum (Henney, 2001). Berkembangnya apotek online juga dapat
memunculkan beberapa ancaman yaitu adanya aktivitas ilegal, seperti penjualan
obat baru yang belum disetujui, ataupun peracikan obat dengan resep yang tidak
3
valid (Henney, 2001). Apotek online juga dapat meningkatkan penjualan obat resep
tanpa resep. National Audit Office (2003) melaporkan bahwa di Inggris sebanyak
1% responden membeli obat resep tanpa resep melalui internet. Obat resep yang
paling banyak dijual melalui internet yaitu obat untuk obesitas, kanker prostat,
rambut rontok (hair loss), erectyle dysfunction, penurun nafsu makan, anti-smoking,
dan influenza. Selain itu, muncul beberapa kasus terkait penjualan obat melalui
internet, salah satunya yaitu pada tahun 2009 seorang remaja meninggal dunia
karena over dosis setelah menggunakan obat resep yang dibeli melalui internet
(BBC, 2009).
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan diatas maka diperlukan
regulasi atau kebijakan yang mengatur penyelenggaraan apotek online. Penjualan
obat secara online atau melalui internet harus memenuhi kebijakan regulasi obat
nasional sehingga regulasi yang jelas di suatu negara dapat mencegah beredarnya
produk obat yang tidak mendapatkan izin, obat palsu, tidak aman, ataupun obat
yang tidak efektif (Ovaskainen, 2001). Beberapa negara telah memiliki sistem
regulasi tentang apotek online. Di Amerika, jika suatu apotek telah memenuhi
persyaratan National Association of Boards of Pharmacy (NABP) dengan kriteria
Verified Internet Pharmacy Practice Sites (VIPPS), maka akan ada tanda VIPPS
hyperlink di website apotek online. Kriteria VIPPS meliputi hak privasi pasien,
keaslian dan keamanan dari resep, ketaatan untuk mengenali kualitas kebijakan
asuransi, dan menyediakan konsultasi antara pasien dan farmasis (Ovaskainen,
2001). Di Belgia dan Jerman terdapat kontrol atau intervensi oleh otoritas pengawas
(regulatory authority). Negara Swedia belum mempunyai kontrol yang spesifik
4
terhadap website, sedangkan di Inggris, Royal Pharmaceutical Society of Great
Britain, telah menetapkan spesifikasi pelayanan untuk apotek online (Catalán,
2007).
Di Indonesia, apotek sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 9 tahun 2017, namun belum mencakup apotek online.
Adanya apotek online menunjukkan pro dan kontra. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan gambaran persepsi apoteker tentang apotek online di
Indonesia, sehingga diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan rekomendasi
pemerintah dalam penyusunan regulasi ataupun kebijakan terkait dengan apotek
online.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan pada
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana persepsi apoteker tentang jaminan kualitas obat di apotek online?
2. Bagaimana persepsi apoteker tentang harga obat di apotek online?
3. Bagaimana persepsi apoteker tentang hak konsumen terkait pembelian obat di
apotek online?
4. Bagaimana persepsi apoteker tentang kemudahan yang diperoleh konsumen
saat membeli obat di apotek online?
5. Bagaimana persepsi apoteker tentang regulasi apotek online?
6. Bagaimana persepsi apoteker tentang resiko penjualan obat melalui apotek
online?
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang jaminan kualitas obat di
apotek online.
2. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang harga obat di apotek online.
3. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang hak konsumen pada
pembelian obat di apotek online.
4. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang kemudahan yang dapat
diperoleh konsumen saat membeli obat di apotek online.
5. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang regulasi apotek online.
6. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang resiko penjualan obat melalui
apotek online.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran bagi peneliti dan
meningkatkan pengetahuan tentang apotek online serta mengetahui cara
analisis deskriptif kuantitatif suatu penelitian.
2. Bagi pemerintah
Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai gambaran persepsi
apoteker tentang apotek online di Indonesia, sehingga diharapkan dapat
digunakan sebagai referensi dalam menyusun regulasi ataupun kebijakan
mengenai apotek online.
6
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pendapat apoteker di Indonesia tentang apotek online sehingga masyarakat
lebih bijak lagi dalam menentukan sikap untuk membeli obat melalui apotek
online.
E. Tinjauan Pustaka
1. Persepsi
a. Pengertian dan Sifat Persepsi
Walgito (2003) menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang
diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indera kemudian stimulus tersebut diteruskan dan proses
selanjutnya merupakan proses persepsi. Persepsi merupakan aktivitas yang
integrated oleh karena itu seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti
perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek
lain yang ada dalam diri individu ikut berperan dalam munculnya persepsi.
Menurut Rakhmat (2012), persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga dapat diartikan pemberian
makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli). Robert dan Angelo (2003)
mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif sehingga memungkinkan
seseorang untuk dapat menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar. Baihaqi
dkk (2005) mendefinisikan persepsi sebagai rangsangan yang masuk ke dalam
diri kita yang disertai dengan pemahaman atau pengertian tentang rangsangan
7
tersebut, karena adanya interaksi atau asosiasi dengan rangsang yang lainnya
ataupun dengan rangsang yang sudah dipahami sebelumnya. Persepsi dibentuk
oleh 3 lapisan, yaitu :
1) Lapisan fisis/fisiologis, yaitu obyek dunia
2) Lapisan psikis, yaitu penghayatan sebagai kesatuan, dan
3) Lapisan eksistensial, yaitu berhubungan dengan pribadi
(Baihaqi dkk, 2005)
Menurut Baihaqi dkk (2005) sifat persepsi secara umum yaitu :
1) Persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika seseorang
berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsang. Dua milyar dari ±
3 milyar rangsang diterima oleh mata.
2) Persepsi merupakan sifat paling asli, merupakan titik tolak perbuatan
kesadaran manusia.
3) Dalam melakukan persepsi mungkin hanya sebagian yang dipersepsi,
sedangkan yang lain cukup dibayangkan.
4) Persepsi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan pengalaman.
Konteks merupakan ciri-ciri obyek yang dipersepsi, sedangkan
pengalaman berarti pengalaman-pengalaman yang dimiliki dalam
kehidupan sebelumnya.
5) Adanya ilusi persepsi yaitu persepsi yang salah sehingga keadaannya
berbeda dengan sebenarnya.
6) Persepsi, sebagian ada yang dipelajari dan sebagian ada yang bawaan.
8
7) Sifat benda yang dihayati dalam persepsi biasanya bersifat permanen dan
stabil, tidak dipengaruhi oleh penerangan, posisi, dan jarak (permanent
shade).
8) Persepsi bersifat prospektif yang berarti mengandung harapan.
9) Pada orang normal, ada cukup waktu untuk mengoreksi kesalahan
persepsi, berbeda dengan yang terganggu jiwanya.
b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Walgito (2003) ada 2 sumber keadaan yang dapat mempengaruhi
hasil persepsi yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi
psikologis. Apabila sistem fisiologis terganggu dapat mempengaruhi persepsi
seseorang, sedangkan faktor psikologis seperti yang telah disebutkan diatas
yaitu mengenai perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan,
dan motivasi dapat mempengaruhi seseorang dalam membentuk persepsi.
Selain itu lingkungan atau situasi khusunya yang melatarbelakangi stimulus
juga akan berpengaruh dalam persepsi. Menurut Walgito (2010) ada beberapa
faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu :
1) Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang akan mengenai alat indera atau
reseptor, dimana stimulus dapat datang dari luar ataupun dari dalam diri
individu.
9
2) Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf
Alat indera digunakan untuk menerima stimulus, syaraf sensoris untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke otak yang merupakan
pusat susunan syaraf.
3) Perhatian
Perhatian merupakan langkah awal dalam mengadakan persepsi. Perhatian
merupakan pemusatan seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada
sesuatu ataupun sekelompok objek.
Objek yang dapat dipersepsi bisa bermacam-macam. Persepsi sosial atau
person perception merupakan objek persepsi yang berwujud manusia,
sedangkan persepsi yang berobjek non manusia disebut things perception
(Walgito, 2010). Adapun faktor-faktor yang menentukan persepsi dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu (Rakhmat, 2012) :
1) Faktor-faktor fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-
hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal.
Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi
karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus tersebut.
Perbedaan persepsi dapat dipengaruhi oleh kondisi biologis, karakter
sosial, kebutuhan biologis, suasana mental, serta pengaruh kebudayaan.
2) Faktor-faktor struktural
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan
efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.
10
c. Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi yaitu dimulai dengan adanya objek yang
menimbulkan stimulus, kemudian stimulus mengenai alat indera atau reseptor.
Menurut Walgito (2010) proses terjadinya persepsi dapat dibagi menjadi
beberapa tahap, yaitu :
1) Proses kealaman
Proses kealaman merupakan proses stimulus mengenai alat indera. Proses
kealaman disebut juga sebagai proses fisik.
2) Proses fisiologis
Proses fisiologis merupakan proses dimana stimulus yang diterima oleh
alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.
3) Proses psikologis
Proses yang terjadi di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu
menyadari apa yang dilihat, didengar ataupun diraba yaitu stimulus yang
diterima melalui alat indera. Proses psikologis merupakan proses terakhir
dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya.
2. Apotek dan apotek online
a. Apotek
Definisi apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut Umar (2003), apotek
11
merupakan jenis bisnis eceran (retail) yang komoditasnya (barang yang
diperdagangkan) terdiri dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan
perbekalan kesehatan (alat kesehatan). Dalam mendistribusikan perbekalan
farmasi dan perbekalan kesehatan dari suplier kepada konsumen, apotek
memiliki 5 fungsi kegiatan, yaitu :
1) Pembelian
2) Gudang
3) Pelayanan dan penjualan
4) Keuangan
5) Pembukuan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Pelayanan kefarmasian didefinisikan sebagai suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2017
tentang Apotek, apotek yang berdiri harus memiliki Surat Izin Apotek yang
selanjutnya disingkat SIA yang merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin untuk
menyelenggarakan apotek. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya
12
disingkat SIPA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan praktik kefarmasian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
9 tahun 2017 tentang Apotek, pendirian apotek harus memenuhi persyaratan,
meliputi :
1) Lokasi
Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran apotek di
wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kefarmasian.
2) Bangunan
Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan
dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-
anak, dan orang lanjut usia dan bangunan bersifat permanen.
3) Sarana, prasarana, dan peralatan; dan
Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi,
sebagai :
a) penerimaan resep;
b) pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);
c) penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
d) konseling;
e) penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan; dan
f) arsip
13
Dengan prasarana apotek paling sedikit terdiri atas:
a) instalasi air bersih;
b) instalasi listrik;
c) sistem tata udara; dan
d) sistem proteksi kebakaran.
Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan yang dimaksud yaitu
rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin,
meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan
pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan
4) Ketenagaan
Ketenagaan dalam apotek terdiri dari apoteker, yang dapat dibantu oleh
apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2017, apotek
menyelenggarakan fungsi :
1) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
dan
2) Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
b. Apotek Online
Apotek online merupakan suatu perusahaan yang menjual obat termasuk
menjual obat resep melalui internet (Orizio dkk, 2009). Montoya dan Jano
(2007) mendefinisikan apotek online sebagai website yang menjual obat resep
dan/atau obat OTC (over the counter). Di Amerika, apotek online mulai dikenal
14
masyarakat dengan dikenalkannya apotek online Soma.com pada Januari 1999
(Crawford, 2003). Apotek online di Australia mulai dikenal pada pertengahan
tahun 1990an (Kelly, 2015).
Apotek online dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu apotek waralaba
tradisional (apotek biasa) yang memiliki website, apotek independen yang
mempunyai website, hanya memiliki website dan “rogue” pharmacy sites
(Peterson, 2001). Sweet (2001) membagi apotek online menjadi 2 tipe yaitu
apotek online yang hanya dispense drugs dan apotek online yang melayani obat
resep dan dispense drug. Makinen dkk (2005) membagi apotek online menjadi
3 kategori. Kategori pertama adalah apotek online yang beroperasi secara legal
yang menjual obat resep, obat bebas, dan produk lainnya. Produk lainnya yang
dimaksud dapat berupa produk herbal, kesehatan ataupun kosmetik. Kategori
yang kedua yaitu life style pharmacy yang merupakan apotek online yang
menjual sediaan farmasi untuk life style yang beroperasi legal ataupun ilegal
yang juga menjual obat resep dan produk lainnya. Sediaan farmasi untuk life
style misalnya Viagra, Propecia, dan Xenical. Kategori ketiga adalah rouge site
yang beroperasi secara ilegal, yang menjual obat resep, OTC, dan produk
lainnya. Menurut Su dkk (2013), marketing mix dari apotek online dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : (1) produk yang ditawarkan; (2)
harga; (3) tempat atau metode pembayaran; (4) promosi.
Apotek online memiliki sisi positif dan negatif. Keuntungan membeli
produk secara online menurut Kenreigh dan Wagner (2000) yaitu dapat
memudahkan konsumen dalam membandingkan harga dan produk hanya
15
dengan tombol klik dan konsumen dapat memperoleh informasi dengan jumlah
yang banyak dalam waktu yang cepat. Konsumen juga dapat membandingkan
keuntungan dan harga dari berbagai produk. Ovaskainen (2002) berpendapat
bahwa apotek online menguntungkan untuk konsumen yang mempunyai
disabilitas, orang tua, dan pasien yang tinggal di lingkungan yang jauh dari
apotek dan dapat dengan mudah mendapatkan informasi, produk dan
pelayanan. Apotek online juga menyediakan layanan pemesanan 24 jam per
hari (Gallagher dan Colaizzi, 2000), sehingga layanan tersebut sangat
membantu masyarakat saat membutuhkan obat kapan saja. Konsumen juga
dapat bertanya kapan saja kepada apoteker secara online dengan menuliskan
pertanyaan yang akan ditanyakan (Crawford, 2003). Apotek online juga dapat
menjadi sarana yang menguntungkan untuk pasien ataupun konsumen yang
tidak nyaman untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan di tempat umum
(Henney, 2001). Pasien lebih memilih untuk membeli obat dari internet karena
lebih sedikit mendapatkan intimidasi saat menanyakan hal yang sensitif
melalui e-mail dibandingkan harus berbicara secara langsung kepada apoteker
di apotek (Gallagher dan Colaizzi, 2000). Privasi berarti hak setiap individu
yang mengunjungi suatu website untuk memilih apakah setuju untuk
mengumpulkan data pribadi kepada website (dalam kasus ini adalah sesuai
American Medical Association) atau kepada pihak ketiga dan individu tersebut
mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan dan bagaimana informasi
tersebut akan digunakan (Flanagin dkk, 2000). Apotek online dianggap lebih
nyaman dari pada apotek karena tidak ada batasan waktu, jarak, ataupun
16
wilayah, serta pasien dapat memperoleh informasi yang lebih banyak tentang
obat dan dapat mengetahui online user rating (Zhang dkk, 2015).
Di samping sisi positif dari apotek online, ada beberapa kerugian yang
dapat terjadi karena pembelian obat melalui apotek online. Kerugian tersebut
antara lain mengenai jaminan kualitas obat diantaranya beredarnya obat palsu,
produk obat substandar, kondisi penyimpanan obat selama proses pengiriman,
terbatasnya informasi pengobatan, adanya biaya pengiriman, terbatasnya
intervensi tenaga kesehatan (Virginia Board of Medicine Department of Health
Professions, 1999 cit Bessell dkk, 2002). Menurut Gallagher dan Colaizzi
(2000), kerugian dari apotek online antara lain apoteker tidak selalu online
untuk menjawab dengan segera pertanyaan penting yang mungkin diberikan
oleh pasien. Pasien yang membeli obat di website yang ilegal biasanya tidak
mendapatkan jaminan kualitas obat, sehingga memungkinkan pasien
mendapatkan obat yang palsu atau dibawah standar bahkan obat baru yang
belum disetujui. Selain itu website ilegal juga menjual produk farmasi tanpa
adanya konseling dengan tenaga kesehatan (Ovaskainen, 2001). Permasalahan
yang dapat muncul karena pembelian obat melalui internet dapat dibagi
menjadi 2 yaitu (Zhang dkk, 2015) :
1) Validitas
Validitas yang dimaksud adalah adanya resiko pembelian obat yang tidak
efektif ataupun obat yang kurang tepat dikarenakan informasi yang
tersedia di website kurang tepat ataupun terlalu berlebihan.
17
2) Reliabilitas
Pembelian obat di apotek online memungkinkan seseorang membeli obat
tanpa adanya instruksi atau saran dari tenaga medis profesional yang dapat
menyebabkan interaksi obat yang tidak diketahui ataupun adanya resiko
medicine repeatedly yang dapat menyebabkan konsekuensi serius bagi
pasien.
Menurut Kelly (2015) terdapat beberapa resiko yang dapat diperoleh
konsumen dari apotek online, yaitu : (1) Pasien memperoleh produk yang palsu
dengan aktivitas terapeutik yang kecil atau efikasi dan keamanan yang tidak
diketahui; (2) Supply yang tidak tepat terhadap narkotika dan senyawa yang
dikendalikan; (3) Kurangnya supervisi oleh dokter ataupun apoteker; (4)
Kurangnya informasi yang tepat mengenai obat; (5) Kegagalan dalam supply-
chain protocols yang mempengaruhi kualitas obat, misalnya: penyimpanan
yang kurang tepat, obat kadaluwarsa; dan (6) Staf dan tempat yang tidak
terlisensi. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2016, NABP telah mereview
11.486 internet drug outlets yang menjual obat resep, dan sebanyak 10.990
(95,7%) yang tidak direkomendasikan sebagai website untuk membeli obat
secara online karena dioperasikan tanpa mematuhi peraturan federal/negara
bagian dan/atau NABP tentang keamanan pasien dan standar pelayanan
farmasi. Website yang tidak direkomendasikan oleh NABP sebagian besar
melakukan dispensing obat resep tanpa resep yang valid .
18
3. Apoteker
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Profesi apoteker
melakukan pelayanan kefarmasian, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73
tahun 2016, pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Berdasarkan kode etik apoteker pasal 9, seorang apoteker dalam
melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat,
menghormati hak asasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani. Pasal 19,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2017 menyebutkan bahwa setiap
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
Adapun peran apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian menurut
Permenkes Nomor 73 tahun 2016 meliputi :
1) Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
2) Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
19
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
3) Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4) Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan.
5) Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan
teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-
hal lain yang berhubungan dengan obat.
6) Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD).
7) Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan
21
F. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
= tidak diteliti
Membandingkan dengan standar NAPRA
Membandingkan dengan FDA BeSafeRx
Karakteristik apotek online :
Alur pembelian obat
Klasifikasi obat
Persepsi apoteker
tentang apotek online
Konteks
Pelaku Kebijakan
(Individu,
kelompok,organisasi
(Kementerian
Kesehatan, IAI, BPOM))
Situasional
Struktural
Budaya
Faktor luar
atau
Internasional
Konten
Persepsi masyarakat
tentang apotek online
Regulasi
Gambaran apotek
online di Indonesia
Persentase
kesesuaian
Jaminan
Kualitas Obat
Harga Obat
Hak Konsumen
Kemudahan
yang diperoleh
Regulasi
Resiko
Gambar 1. Skema Konsep Penelitian (Buse et al.,
2005)
= diteliti
Proses