bab i pendahuluan a. latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Internet sangat berkembang di dunia dan bukan hal yang asing lagi untuk seluruh lapisan masyarakat. Data dari Internet World Stats (2017) menunjukkan peningkatan pengguna internet sejak Desember 1995 hingga Juni 2017. Pada awalnya internet dimanfaatkan sebagai media komunikasi yang dapat menghubungkan seluruh masyarakat di dunia, namun pemanfaatan internet semakin meluas, diantaranya menciptakan hubungan timbal-balik antar pemerintah, institusi pendidikan, bisnis maupun konsumen (Ovaskainen, 2001). Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat nomor 6 dunia dengan jumlah pengguna internet mencapai 83,7 juta orang (Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2014). Tingginya pengguna internet di Indonesia disebabkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang padat. Riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang bekerja sama dengan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKAKOM UI) menunjukkan pada tahun 2014 sebanyak 11,0 % pengguna internet memanfaatkan internet sebagai sarana untuk jual-beli online. Sebanyak 55% pengguna internet merupakan orang yang bekerja/wiraswasta dengan sektor pekerjaan di bidang kesehatan sebanyak 1,7%. Pada tahun 2016, terjadi peningkatan pengguna internet menjadi 132,7 juta orang dan sebanyak 62% (82,2 juta orang) mengunjungi konten komersial online shop (APJII, 2016).

Upload: votram

Post on 08-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Internet sangat berkembang di dunia dan bukan hal yang asing lagi untuk

seluruh lapisan masyarakat. Data dari Internet World Stats (2017) menunjukkan

peningkatan pengguna internet sejak Desember 1995 hingga Juni 2017. Pada

awalnya internet dimanfaatkan sebagai media komunikasi yang dapat

menghubungkan seluruh masyarakat di dunia, namun pemanfaatan internet

semakin meluas, diantaranya menciptakan hubungan timbal-balik antar

pemerintah, institusi pendidikan, bisnis maupun konsumen (Ovaskainen, 2001).

Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat nomor 6 dunia dengan

jumlah pengguna internet mencapai 83,7 juta orang (Kementerian Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia, 2014). Tingginya pengguna internet di Indonesia

disebabkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

padat. Riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang bekerja

sama dengan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKAKOM UI)

menunjukkan pada tahun 2014 sebanyak 11,0 % pengguna internet memanfaatkan

internet sebagai sarana untuk jual-beli online. Sebanyak 55% pengguna internet

merupakan orang yang bekerja/wiraswasta dengan sektor pekerjaan di bidang

kesehatan sebanyak 1,7%. Pada tahun 2016, terjadi peningkatan pengguna internet

menjadi 132,7 juta orang dan sebanyak 62% (82,2 juta orang) mengunjungi konten

komersial online shop (APJII, 2016).

2

Penggunaan internet yang meluas dapat mempengaruhi beberapa aspek

kehidupan. Salah satunya yaitu berkembangnya penjualan produk yang dibutuhkan

oleh konsumen melalui internet. Bahkan melalui internet memungkinkan seseorang

untuk membeli obat resep. Pembelian obat melalui internet dapat dilakukan melalui

apotek online. Apotek online merupakan website yang menjual sediaan farmasi

yang melayani pembelian obat resep dan/atau obat tanpa resep (over-the-counter

drugs) (Montoya & Jano, 2007). Apotek online juga disebut sebagai Internet

pharmacy, cyberpharmacy, e-pharmacy, dan virtual pharmacy/drugstores

(Crawford, 2003).

Di Indonesia, apotek online mulai berkembang, namun belum diketahui

jumlahnya secara pasti. Keberadaan apotek online menimbulkan pro dan kontra.

Apotek online memberikan banyak keuntungan, namun di sisi lain penjualan obat

melalui apotek online dapat menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan

dan juga di beberapa negara belum mempunyai regulasi yang jelas mengenai apotek

online, khususnya di Indonesia.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari apotek online antara lain dapat

memudahkan masyarakat dalam mengakses obat untuk orang yang mengalami

gangguan fungsional kesehatan, dapat diakses 24 jam, memudahkan pasien yang

kesulitan untuk mengakses apotek, jumlah produk yang tidak terbatas, dan menjaga

privasi terhadap sesorang yang tidak ingin berkonsultasi tentang kesehatannya di

tempat umum (Henney, 2001). Berkembangnya apotek online juga dapat

memunculkan beberapa ancaman yaitu adanya aktivitas ilegal, seperti penjualan

obat baru yang belum disetujui, ataupun peracikan obat dengan resep yang tidak

3

valid (Henney, 2001). Apotek online juga dapat meningkatkan penjualan obat resep

tanpa resep. National Audit Office (2003) melaporkan bahwa di Inggris sebanyak

1% responden membeli obat resep tanpa resep melalui internet. Obat resep yang

paling banyak dijual melalui internet yaitu obat untuk obesitas, kanker prostat,

rambut rontok (hair loss), erectyle dysfunction, penurun nafsu makan, anti-smoking,

dan influenza. Selain itu, muncul beberapa kasus terkait penjualan obat melalui

internet, salah satunya yaitu pada tahun 2009 seorang remaja meninggal dunia

karena over dosis setelah menggunakan obat resep yang dibeli melalui internet

(BBC, 2009).

Berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan diatas maka diperlukan

regulasi atau kebijakan yang mengatur penyelenggaraan apotek online. Penjualan

obat secara online atau melalui internet harus memenuhi kebijakan regulasi obat

nasional sehingga regulasi yang jelas di suatu negara dapat mencegah beredarnya

produk obat yang tidak mendapatkan izin, obat palsu, tidak aman, ataupun obat

yang tidak efektif (Ovaskainen, 2001). Beberapa negara telah memiliki sistem

regulasi tentang apotek online. Di Amerika, jika suatu apotek telah memenuhi

persyaratan National Association of Boards of Pharmacy (NABP) dengan kriteria

Verified Internet Pharmacy Practice Sites (VIPPS), maka akan ada tanda VIPPS

hyperlink di website apotek online. Kriteria VIPPS meliputi hak privasi pasien,

keaslian dan keamanan dari resep, ketaatan untuk mengenali kualitas kebijakan

asuransi, dan menyediakan konsultasi antara pasien dan farmasis (Ovaskainen,

2001). Di Belgia dan Jerman terdapat kontrol atau intervensi oleh otoritas pengawas

(regulatory authority). Negara Swedia belum mempunyai kontrol yang spesifik

4

terhadap website, sedangkan di Inggris, Royal Pharmaceutical Society of Great

Britain, telah menetapkan spesifikasi pelayanan untuk apotek online (Catalán,

2007).

Di Indonesia, apotek sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia nomor 9 tahun 2017, namun belum mencakup apotek online.

Adanya apotek online menunjukkan pro dan kontra. Oleh karena itu, penelitian ini

bertujuan untuk memberikan gambaran persepsi apoteker tentang apotek online di

Indonesia, sehingga diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan rekomendasi

pemerintah dalam penyusunan regulasi ataupun kebijakan terkait dengan apotek

online.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan pada

penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana persepsi apoteker tentang jaminan kualitas obat di apotek online?

2. Bagaimana persepsi apoteker tentang harga obat di apotek online?

3. Bagaimana persepsi apoteker tentang hak konsumen terkait pembelian obat di

apotek online?

4. Bagaimana persepsi apoteker tentang kemudahan yang diperoleh konsumen

saat membeli obat di apotek online?

5. Bagaimana persepsi apoteker tentang regulasi apotek online?

6. Bagaimana persepsi apoteker tentang resiko penjualan obat melalui apotek

online?

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang jaminan kualitas obat di

apotek online.

2. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang harga obat di apotek online.

3. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang hak konsumen pada

pembelian obat di apotek online.

4. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang kemudahan yang dapat

diperoleh konsumen saat membeli obat di apotek online.

5. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang regulasi apotek online.

6. Mengetahui gambaran persepsi apoteker tentang resiko penjualan obat melalui

apotek online.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran bagi peneliti dan

meningkatkan pengetahuan tentang apotek online serta mengetahui cara

analisis deskriptif kuantitatif suatu penelitian.

2. Bagi pemerintah

Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai gambaran persepsi

apoteker tentang apotek online di Indonesia, sehingga diharapkan dapat

digunakan sebagai referensi dalam menyusun regulasi ataupun kebijakan

mengenai apotek online.

6

3. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

pendapat apoteker di Indonesia tentang apotek online sehingga masyarakat

lebih bijak lagi dalam menentukan sikap untuk membeli obat melalui apotek

online.

E. Tinjauan Pustaka

1. Persepsi

a. Pengertian dan Sifat Persepsi

Walgito (2003) menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang

diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh

individu melalui alat indera kemudian stimulus tersebut diteruskan dan proses

selanjutnya merupakan proses persepsi. Persepsi merupakan aktivitas yang

integrated oleh karena itu seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti

perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek

lain yang ada dalam diri individu ikut berperan dalam munculnya persepsi.

Menurut Rakhmat (2012), persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga dapat diartikan pemberian

makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli). Robert dan Angelo (2003)

mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif sehingga memungkinkan

seseorang untuk dapat menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar. Baihaqi

dkk (2005) mendefinisikan persepsi sebagai rangsangan yang masuk ke dalam

diri kita yang disertai dengan pemahaman atau pengertian tentang rangsangan

7

tersebut, karena adanya interaksi atau asosiasi dengan rangsang yang lainnya

ataupun dengan rangsang yang sudah dipahami sebelumnya. Persepsi dibentuk

oleh 3 lapisan, yaitu :

1) Lapisan fisis/fisiologis, yaitu obyek dunia

2) Lapisan psikis, yaitu penghayatan sebagai kesatuan, dan

3) Lapisan eksistensial, yaitu berhubungan dengan pribadi

(Baihaqi dkk, 2005)

Menurut Baihaqi dkk (2005) sifat persepsi secara umum yaitu :

1) Persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika seseorang

berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsang. Dua milyar dari ±

3 milyar rangsang diterima oleh mata.

2) Persepsi merupakan sifat paling asli, merupakan titik tolak perbuatan

kesadaran manusia.

3) Dalam melakukan persepsi mungkin hanya sebagian yang dipersepsi,

sedangkan yang lain cukup dibayangkan.

4) Persepsi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan pengalaman.

Konteks merupakan ciri-ciri obyek yang dipersepsi, sedangkan

pengalaman berarti pengalaman-pengalaman yang dimiliki dalam

kehidupan sebelumnya.

5) Adanya ilusi persepsi yaitu persepsi yang salah sehingga keadaannya

berbeda dengan sebenarnya.

6) Persepsi, sebagian ada yang dipelajari dan sebagian ada yang bawaan.

8

7) Sifat benda yang dihayati dalam persepsi biasanya bersifat permanen dan

stabil, tidak dipengaruhi oleh penerangan, posisi, dan jarak (permanent

shade).

8) Persepsi bersifat prospektif yang berarti mengandung harapan.

9) Pada orang normal, ada cukup waktu untuk mengoreksi kesalahan

persepsi, berbeda dengan yang terganggu jiwanya.

b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Walgito (2003) ada 2 sumber keadaan yang dapat mempengaruhi

hasil persepsi yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi

psikologis. Apabila sistem fisiologis terganggu dapat mempengaruhi persepsi

seseorang, sedangkan faktor psikologis seperti yang telah disebutkan diatas

yaitu mengenai perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan,

dan motivasi dapat mempengaruhi seseorang dalam membentuk persepsi.

Selain itu lingkungan atau situasi khusunya yang melatarbelakangi stimulus

juga akan berpengaruh dalam persepsi. Menurut Walgito (2010) ada beberapa

faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu :

1) Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang akan mengenai alat indera atau

reseptor, dimana stimulus dapat datang dari luar ataupun dari dalam diri

individu.

9

2) Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf

Alat indera digunakan untuk menerima stimulus, syaraf sensoris untuk

meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke otak yang merupakan

pusat susunan syaraf.

3) Perhatian

Perhatian merupakan langkah awal dalam mengadakan persepsi. Perhatian

merupakan pemusatan seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada

sesuatu ataupun sekelompok objek.

Objek yang dapat dipersepsi bisa bermacam-macam. Persepsi sosial atau

person perception merupakan objek persepsi yang berwujud manusia,

sedangkan persepsi yang berobjek non manusia disebut things perception

(Walgito, 2010). Adapun faktor-faktor yang menentukan persepsi dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu (Rakhmat, 2012) :

1) Faktor-faktor fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-

hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal.

Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi

karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus tersebut.

Perbedaan persepsi dapat dipengaruhi oleh kondisi biologis, karakter

sosial, kebutuhan biologis, suasana mental, serta pengaruh kebudayaan.

2) Faktor-faktor struktural

Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan

efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.

10

c. Proses Terjadinya Persepsi

Proses terjadinya persepsi yaitu dimulai dengan adanya objek yang

menimbulkan stimulus, kemudian stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

Menurut Walgito (2010) proses terjadinya persepsi dapat dibagi menjadi

beberapa tahap, yaitu :

1) Proses kealaman

Proses kealaman merupakan proses stimulus mengenai alat indera. Proses

kealaman disebut juga sebagai proses fisik.

2) Proses fisiologis

Proses fisiologis merupakan proses dimana stimulus yang diterima oleh

alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.

3) Proses psikologis

Proses yang terjadi di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu

menyadari apa yang dilihat, didengar ataupun diraba yaitu stimulus yang

diterima melalui alat indera. Proses psikologis merupakan proses terakhir

dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya.

2. Apotek dan apotek online

a. Apotek

Definisi apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek adalah sarana pelayanan

kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker

adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut Umar (2003), apotek

11

merupakan jenis bisnis eceran (retail) yang komoditasnya (barang yang

diperdagangkan) terdiri dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan

perbekalan kesehatan (alat kesehatan). Dalam mendistribusikan perbekalan

farmasi dan perbekalan kesehatan dari suplier kepada konsumen, apotek

memiliki 5 fungsi kegiatan, yaitu :

1) Pembelian

2) Gudang

3) Pelayanan dan penjualan

4) Keuangan

5) Pembukuan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009,

pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional. Pelayanan kefarmasian didefinisikan sebagai suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2017

tentang Apotek, apotek yang berdiri harus memiliki Surat Izin Apotek yang

selanjutnya disingkat SIA yang merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin untuk

menyelenggarakan apotek. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya

12

disingkat SIPA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota kepada apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk

menjalankan praktik kefarmasian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.

9 tahun 2017 tentang Apotek, pendirian apotek harus memenuhi persyaratan,

meliputi :

1) Lokasi

Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kefarmasian.

2) Bangunan

Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan

dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-

anak, dan orang lanjut usia dan bangunan bersifat permanen.

3) Sarana, prasarana, dan peralatan; dan

Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi,

sebagai :

a) penerimaan resep;

b) pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);

c) penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan;

d) konseling;

e) penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan; dan

f) arsip

13

Dengan prasarana apotek paling sedikit terdiri atas:

a) instalasi air bersih;

b) instalasi listrik;

c) sistem tata udara; dan

d) sistem proteksi kebakaran.

Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan yang dimaksud yaitu

rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin,

meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan

pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan

4) Ketenagaan

Ketenagaan dalam apotek terdiri dari apoteker, yang dapat dibantu oleh

apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2017, apotek

menyelenggarakan fungsi :

1) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

dan

2) Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.

b. Apotek Online

Apotek online merupakan suatu perusahaan yang menjual obat termasuk

menjual obat resep melalui internet (Orizio dkk, 2009). Montoya dan Jano

(2007) mendefinisikan apotek online sebagai website yang menjual obat resep

dan/atau obat OTC (over the counter). Di Amerika, apotek online mulai dikenal

14

masyarakat dengan dikenalkannya apotek online Soma.com pada Januari 1999

(Crawford, 2003). Apotek online di Australia mulai dikenal pada pertengahan

tahun 1990an (Kelly, 2015).

Apotek online dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu apotek waralaba

tradisional (apotek biasa) yang memiliki website, apotek independen yang

mempunyai website, hanya memiliki website dan “rogue” pharmacy sites

(Peterson, 2001). Sweet (2001) membagi apotek online menjadi 2 tipe yaitu

apotek online yang hanya dispense drugs dan apotek online yang melayani obat

resep dan dispense drug. Makinen dkk (2005) membagi apotek online menjadi

3 kategori. Kategori pertama adalah apotek online yang beroperasi secara legal

yang menjual obat resep, obat bebas, dan produk lainnya. Produk lainnya yang

dimaksud dapat berupa produk herbal, kesehatan ataupun kosmetik. Kategori

yang kedua yaitu life style pharmacy yang merupakan apotek online yang

menjual sediaan farmasi untuk life style yang beroperasi legal ataupun ilegal

yang juga menjual obat resep dan produk lainnya. Sediaan farmasi untuk life

style misalnya Viagra, Propecia, dan Xenical. Kategori ketiga adalah rouge site

yang beroperasi secara ilegal, yang menjual obat resep, OTC, dan produk

lainnya. Menurut Su dkk (2013), marketing mix dari apotek online dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : (1) produk yang ditawarkan; (2)

harga; (3) tempat atau metode pembayaran; (4) promosi.

Apotek online memiliki sisi positif dan negatif. Keuntungan membeli

produk secara online menurut Kenreigh dan Wagner (2000) yaitu dapat

memudahkan konsumen dalam membandingkan harga dan produk hanya

15

dengan tombol klik dan konsumen dapat memperoleh informasi dengan jumlah

yang banyak dalam waktu yang cepat. Konsumen juga dapat membandingkan

keuntungan dan harga dari berbagai produk. Ovaskainen (2002) berpendapat

bahwa apotek online menguntungkan untuk konsumen yang mempunyai

disabilitas, orang tua, dan pasien yang tinggal di lingkungan yang jauh dari

apotek dan dapat dengan mudah mendapatkan informasi, produk dan

pelayanan. Apotek online juga menyediakan layanan pemesanan 24 jam per

hari (Gallagher dan Colaizzi, 2000), sehingga layanan tersebut sangat

membantu masyarakat saat membutuhkan obat kapan saja. Konsumen juga

dapat bertanya kapan saja kepada apoteker secara online dengan menuliskan

pertanyaan yang akan ditanyakan (Crawford, 2003). Apotek online juga dapat

menjadi sarana yang menguntungkan untuk pasien ataupun konsumen yang

tidak nyaman untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan di tempat umum

(Henney, 2001). Pasien lebih memilih untuk membeli obat dari internet karena

lebih sedikit mendapatkan intimidasi saat menanyakan hal yang sensitif

melalui e-mail dibandingkan harus berbicara secara langsung kepada apoteker

di apotek (Gallagher dan Colaizzi, 2000). Privasi berarti hak setiap individu

yang mengunjungi suatu website untuk memilih apakah setuju untuk

mengumpulkan data pribadi kepada website (dalam kasus ini adalah sesuai

American Medical Association) atau kepada pihak ketiga dan individu tersebut

mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan dan bagaimana informasi

tersebut akan digunakan (Flanagin dkk, 2000). Apotek online dianggap lebih

nyaman dari pada apotek karena tidak ada batasan waktu, jarak, ataupun

16

wilayah, serta pasien dapat memperoleh informasi yang lebih banyak tentang

obat dan dapat mengetahui online user rating (Zhang dkk, 2015).

Di samping sisi positif dari apotek online, ada beberapa kerugian yang

dapat terjadi karena pembelian obat melalui apotek online. Kerugian tersebut

antara lain mengenai jaminan kualitas obat diantaranya beredarnya obat palsu,

produk obat substandar, kondisi penyimpanan obat selama proses pengiriman,

terbatasnya informasi pengobatan, adanya biaya pengiriman, terbatasnya

intervensi tenaga kesehatan (Virginia Board of Medicine Department of Health

Professions, 1999 cit Bessell dkk, 2002). Menurut Gallagher dan Colaizzi

(2000), kerugian dari apotek online antara lain apoteker tidak selalu online

untuk menjawab dengan segera pertanyaan penting yang mungkin diberikan

oleh pasien. Pasien yang membeli obat di website yang ilegal biasanya tidak

mendapatkan jaminan kualitas obat, sehingga memungkinkan pasien

mendapatkan obat yang palsu atau dibawah standar bahkan obat baru yang

belum disetujui. Selain itu website ilegal juga menjual produk farmasi tanpa

adanya konseling dengan tenaga kesehatan (Ovaskainen, 2001). Permasalahan

yang dapat muncul karena pembelian obat melalui internet dapat dibagi

menjadi 2 yaitu (Zhang dkk, 2015) :

1) Validitas

Validitas yang dimaksud adalah adanya resiko pembelian obat yang tidak

efektif ataupun obat yang kurang tepat dikarenakan informasi yang

tersedia di website kurang tepat ataupun terlalu berlebihan.

17

2) Reliabilitas

Pembelian obat di apotek online memungkinkan seseorang membeli obat

tanpa adanya instruksi atau saran dari tenaga medis profesional yang dapat

menyebabkan interaksi obat yang tidak diketahui ataupun adanya resiko

medicine repeatedly yang dapat menyebabkan konsekuensi serius bagi

pasien.

Menurut Kelly (2015) terdapat beberapa resiko yang dapat diperoleh

konsumen dari apotek online, yaitu : (1) Pasien memperoleh produk yang palsu

dengan aktivitas terapeutik yang kecil atau efikasi dan keamanan yang tidak

diketahui; (2) Supply yang tidak tepat terhadap narkotika dan senyawa yang

dikendalikan; (3) Kurangnya supervisi oleh dokter ataupun apoteker; (4)

Kurangnya informasi yang tepat mengenai obat; (5) Kegagalan dalam supply-

chain protocols yang mempengaruhi kualitas obat, misalnya: penyimpanan

yang kurang tepat, obat kadaluwarsa; dan (6) Staf dan tempat yang tidak

terlisensi. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2016, NABP telah mereview

11.486 internet drug outlets yang menjual obat resep, dan sebanyak 10.990

(95,7%) yang tidak direkomendasikan sebagai website untuk membeli obat

secara online karena dioperasikan tanpa mematuhi peraturan federal/negara

bagian dan/atau NABP tentang keamanan pasien dan standar pelayanan

farmasi. Website yang tidak direkomendasikan oleh NABP sebagian besar

melakukan dispensing obat resep tanpa resep yang valid .

18

3. Apoteker

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009

tentang pekerjaan kefarmasian, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Profesi apoteker

melakukan pelayanan kefarmasian, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73

tahun 2016, pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Berdasarkan kode etik apoteker pasal 9, seorang apoteker dalam

melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat,

menghormati hak asasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani. Pasal 19,

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2017 menyebutkan bahwa setiap

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar

profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,

menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.

Adapun peran apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian menurut

Permenkes Nomor 73 tahun 2016 meliputi :

1) Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.

Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinambungan.

2) Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan

19

dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan

efisien.

3) Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi

kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus

mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

4) Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil

keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan

dan mengelola hasil keputusan.

5) Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran

dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan

teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-

hal lain yang berhubungan dengan obat.

6) Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional

Development/CPD).

7) Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan

20

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan

kefarmasian.

21

F. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

= tidak diteliti

Membandingkan dengan standar NAPRA

Membandingkan dengan FDA BeSafeRx

Karakteristik apotek online :

Alur pembelian obat

Klasifikasi obat

Persepsi apoteker

tentang apotek online

Konteks

Pelaku Kebijakan

(Individu,

kelompok,organisasi

(Kementerian

Kesehatan, IAI, BPOM))

Situasional

Struktural

Budaya

Faktor luar

atau

Internasional

Konten

Persepsi masyarakat

tentang apotek online

Regulasi

Gambaran apotek

online di Indonesia

Persentase

kesesuaian

Jaminan

Kualitas Obat

Harga Obat

Hak Konsumen

Kemudahan

yang diperoleh

Regulasi

Resiko

Gambar 1. Skema Konsep Penelitian (Buse et al.,

2005)

= diteliti

Proses