bab i pendahuluan - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/bab i pendahuluan.pdf ·...

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami transisi kehidupan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Piaget (dalam Hurlock, 2015) mengungkapkan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia ketika individu mampu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13-16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17-18 tahun (Hurlock, 2015). Dari masa kanak-kanak pertengahan hingga akhirnya memasuki masa remaja, jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teman sebaya cenderung meningkat (Santrock, 2007). Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok (Hurlock, 2015). Lebih lanjut Santrock (2007) menjelaskan di masa remaja, relasi dengan teman sebaya memiliki proporsi yang besar dari kehidupan individu. Relasi yang baik di antara teman-teman sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa ini. Salah satu fungsi terpenting kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik dibandingkan remaja-remaja lainnya. Santrock (2007) menjelaskan pada masa ini seorang remaja memiliki

Upload: vukhanh

Post on 09-Sep-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami transisi

kehidupan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Piaget (dalam Hurlock, 2015)

mengungkapkan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia ketika

individu mampu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak

lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam

tingkatan yang sama. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13-16 tahun

atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17-18 tahun

(Hurlock, 2015).

Dari masa kanak-kanak pertengahan hingga akhirnya memasuki masa

remaja, jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teman sebaya

cenderung meningkat (Santrock, 2007). Remaja lebih banyak berada di luar

rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok (Hurlock, 2015).

Lebih lanjut Santrock (2007) menjelaskan di masa remaja, relasi dengan teman

sebaya memiliki proporsi yang besar dari kehidupan individu. Relasi yang baik di

antara teman-teman sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di

masa ini. Salah satu fungsi terpenting kelompok teman sebaya adalah sebagai

sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan

balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja

mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau

kurang baik dibandingkan remaja-remaja lainnya.

Santrock (2007) menjelaskan pada masa ini seorang remaja memiliki

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

2

kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya, mereka akan

merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan

cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Bagi

beberapa remaja, pengalaman ditolak dan diabaikan dapat membuat mereka

merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Tidak hanya itu, penolakan teman

sebaya dapat mengakibatkan munculnya perilaku bullying yang merupakan

bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya (Krahe dalam Saifullah, 2016).

Bullying adalah serangkaian tindakan negatif dan agresif atau manipulatif

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang

biasanya dalam periode waktu tertentu, termasuk di dalamnya tindakan yang kasar

dan didasarkan pada ketidakseimbangan kekuasaan (Sullivan, Cleary, & Sullivan,

2004). Menurut Olweus (dalam Frisen, Jonsson & Persson, 2007) bullying yang

terjadi pada remaja merupakan suatu sarana untuk mencapai kekuatan dan

pengaruh yang kuat dalam lingkungan teman sebaya. Selanjutnya ia juga

menjelaskan bahwa remaja kerap melihat dunia sebagai tempat yang sangat sulit

dan lebih siap menafsirkan tindakan orang lain secara agresif. Biasanya mereka

melakukan bullying sebagai suatu pembenaran (Smith & Sharp, 1994). Sullivan,

Cleary dan Sullivan (2004) juga menyebutkan bahwasanya ketika remaja

menunjukkan dominansinya maka itu merupakan puncak perilaku bullying pada

masa remaja.

Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 di

Amerika diperoleh data bahwa Bullying merupakan bentuk kekerasan yang

umumnya terjadi dalam lingkungan sosial, dimana 15 % dan 30 % siswa adalah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

3

pelaku bullying dan korban bullying (dalam Tumon, 2014). Selain itu, National

Association of Elementary School Principals (2013) melaporkan bahwa setiap

tujuh menit anak dibully di lingkungan sekolah, dan setiap bulan ada tiga juta

murid absen dari sekolah karena merasa tidak nyaman. Diperkirakan ada 18 juta

anak telah dibully di tahun 2013.

Fenomena perilaku bullying ibarat gunung es yang nampaknya “kecil”

di permukaan, namun menyimpan banyak permasalahan yang sebagian

besar tidak mudah diketahui atau disadari oleh guru ataupun orang tua

(Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat

paling atas pengaduan masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) di sektor pendidikan (Novia & Iqbal, dalam Republika.co.id, 2015).

Dari 2011 sampai Agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait

masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang

pendidikan sebanyak 1.480 kasus (Novia & Iqbal, dalam Republika.co.id,

2015). Selain itu, hasil studi oleh ahli intervensi bullying, Huneck

mengungkapkan bahwa 10-60 % siswa di Indonesia melaporkan mendapat

ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan,

setidaknya sekali dalam seminggu (dalam Januarko & Setiawati, 2013).

Kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia

semakin memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan

Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir di setiap sekolah di

Indonesia ada kasus bullying (Beritasatu.com, 2015). Tidak terkecuali kasus

bullying yang terjadi di Kota Padang. Berdasarkan Hasil kuesioner studi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

4

pendahuluan penelitian yang disebarkan oleh peneliti ke beberapa SMP di

Kota Padang dari tanggal 4-10 Januari 2017 juga ditemukan bahwa adanya

kasus bullying di sekolah. 48 siswa dari 51 siswa yang mengisi kuesioner,

mengaku pernah mendapatkan perilaku bullying dari teman-temannya.

Seperti diejek dan dipanggil dengan nama yang aneh (“gapuak”, “tompel”,

“bonenang”, “preketek” dan “tuyul”) oleh temannya. Selain itu diantara

mereka ada yang pernah dicubit, didorong, dipukul dan dikucilkan oleh

teman-temannya. Berdasarkan penelitian Peterson dan Rigby di Australia,

bullying yang terjadi di sekolah biasanya mulai meningkat pada awal

secondary school atau setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (dalam

Sullivan, Cleary, & Sullivan, 2004).

Kasus bullying terbagi ke dalam tiga bentuk. Seperti yang dikemukakan

oleh Sullivan, dkk (2004) yaitu bullying fisik, bullying non-fisik (verbal dan non-

verbal), dan merusak property. Bullying fisik terjadi ketika seseorang secara fisik

dirugikan. Sementara bullying verbal meliputi nama panggilan yang aneh,

komentar rasis atau menggoda, bahasa kasar, menggoda, membuat komentar

kejam, dan menyebarkan desas-desus palsu dan berbahaya. Sedangkan bullying

non-verbal terdiri atas dua bentuk yaitu bullying non-verbal langsung (melihat

dengan sinis dan muka datar) dan bullying non-verbal tidak langsung

(mengabaikan, tidak diikutsertakan, mengisolasi, dan membuat siswa lain tidak

menyukai seseorang). Bentuk yang terakhir dari bullying yaitu merusak properti,

dapat mencakup merobek pakaian, merusak buku, menghancurkan properti.

Kemudian Sullivan, dkk (2004) juga menjelaskan bahwa terdapat tiga peran

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

5

utama dalam bullying yaitu, bully merupakan orang yang melakukan bullying

kepada orang lain. Victim yaitu orang yang menjadi sasaran bullying oleh pelaku

bullying. Dan bystander yaitu orang yang tidak melakukan bullying ataupun

menjadi sasaran bullying.

Remaja yang terlibat dalam perilaku bullying perlu menjadi perhatian,

terutama bagi korban bullying (Fekkes, Pijpers & Verloove-Vanhorick, dalam

Santrock, 2007). Dampak yang diderita oleh korban bullying dapat

berlangsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Baldry,

Farrignton, Hya, Payne, Chadwick, Lopez, Prinstein & Roberts, dalam

Santrock, 2007). Salah satu dampak jangka pendek dari bullying yang paling

jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya

ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir

pecah-pecah, dan sakit dada (Riauskina, Djuwita & Soesetio, dalam

Ardiyansyah & Gusniarti, 2008). Serta mengalami sakit perut dan gangguan

tidur (Houbre, Traquinio, Thuillier & Hergott, 2006).

Selain itu, bullying juga akan memberikan efek jangka panjang seperti

menurunnya psychological well-being dan penyesuaian sosial yang buruk. Korban

bullying merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan,

takut, malu, sedih, tidak nyaman dan merasa terancam, namun tidak berdaya

menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada

munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga dan kesulitan

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Dampak yang paling ekstrim dari

dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

6

pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi,

ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pascatrauma (Riauskina,

Djuwita & Soesetio, dalam Ardiyansyah & Gusniarti, 2008). Hal ini senada

dengan yang dituturkan oleh SR (13 tahun), salah satu siswi SMP di Kota Padang:

“awak sabananyo berang kak. Waktu kawan-kawan tu manggalakan wak

kak. Wak maraso rendah diri jadinyo.tu ibo hati waknyo. Pernah wak

manangih dalam baraja kak. Awak lai batanyo ka inyo manga manggalak-

galakan wak? Tapi tiok wak batanyo, wak tambah nyo galakannyo….”

(komunikasi personal, 6 September 2016).

Berdasarkan penuturan SR, terlihat bahwa dampak bullying yang dirasakan

adalah merasa marah, rendah diri, sedih dan menangis. Selain itu, F (14 tahun)

yang merupakan siswa dari SMP yang berbeda juga mengalami hal yang sama.

Dampak bullying yang ia rasakan seperti munculnya rasa marah dan sedih.

Berikut kutipan komunikasi interpersonal dengan F:

“awak nyo panggia-panggia Jokowi dek nyo kak. Awak ndak suko

dipanggia itu do kak. Ntah dek a lo nyo panggia wak itu kak. Tu kawan-

kawan yang lain ikuik lo manggia wak Jokowi. Tu berang wak nyo kak.

Ibo lah hati wak nyo kak. Waktu tu se pernah kapalo wak nyo tokok pas

sedang baraja. Tu nangih wak nyo kak….” (komunikasi personal, 7

September 2016).

Menurut Egan & Todorov (2009) bullying ditandai dengan pelanggaran

interpersonal dan menyakitkan. Ketika seseorang melakukan suatu pelanggaran

yang menyakitkan kepada orang lain, maka hubungan antara keduanya dapat

rusak secara permanen. Namun, Worthington (1998) mengatakan bahwa ketika

seseorang yang dihadapkan pada suatu peristiwa yang menyakitkan akibat

pelanggaran, ia dapat merespon dengan dua cara yaitu dengan tidak memaafkan

atau mencoba untuk memafkan pelanggaran tersebut.

McCullough, Worthington, dan Rachal (1997) mendefinisikan pemaafan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

7

sebagai perubahan serangkaian perilaku dengan jalan menurunkan motivasi untuk

membalas dendam, menjauhkan diri atau menghindar dari pelaku pelanggaran dan

meningkatkan motivasi untuk berdamai dengan pelaku. Worthington (1998) juga

menjelaskan bahwa memaafkan seseorang berarti menghentikan rasa marah dan

kesal terhadap orang tersebut, serta tidak akan membalas dendam kepadanya. Ia

memandang bahwa pemaafan merupakan sesuatu yang terjadi dalam pikiran dan

hati dari seorang individu yang menjadi korban.

Younger, Piferi, Jobe, & Lawler (2004) melakukan sebuah penelitian

mengenai alasan orang tidak memaafkan dan alasan untuk memaafkan. Dari hasil

penelitiannya, beberapa responden mengungkapkan alasan mereka tidak

memaafkan. Pertama, karena pelaku telah mengkhianati kepercayaan korban.

Pelaku tidak pernah meminta maaf atas pelanggaran yang dibuatnya. Mereka tidak

pernah merasa menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Pelaku tidak layak

dimaafkan karena perbuatan mereka merupakan perbuatan tercela. Kedua,

beberapa responden menyatakan bahwa pelanggaran yang terjadi telah

mengacaukan hidup mereka (dampaknya masih berlangsung atau pelanggaran

tersebut masih dilakukan).

Sedangkan alasan seseorang untuk memaafkan diantaranya adalah

pentingnya hubungan antara pelaku dan korban. Jika hubungan itu dianggap

sebagai bagian penting dari kehidupan korban, maka mereka menunjukkan

kemungkinan yang lebih besar untuk memaafkan dengan tujuan untuk menjaga

hubungan tersebut. Kedua, mereka menyadari bahwasanya mereka mungkin saja

melakukan hal yang serupa dan harus dimaafkan juga. Ketiga, mereka memaafkan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

8

ketika pelaku meminta maaf atau merasa kasihan. Responden mengaku lebih

pemaaf ketika pelaku menawarkan permintaan maaf dan menyesali perbuatannya.

Keempat, pemaafan dipengaruhi oleh agama atau keyakinan spiritual. Kelima,

demi kesehatan pribadi dan kebahagiaan. Kesehatan pribadi dan kebahagiaan

merupakan alasan yang paling sering dikutip untuk memaafkan. Mereka mengaku

mereka tidak bisa sehat (baik secara psikologi maupun fisik) kecuali mereka

memaafkan (Younger, Piferi, Jobe, & Lawler, 2004).

Worthington (1998) mengatakan pemaafan menawarkan alternatif, jika

korban bisa memaafkan pelanggar, hubungan dapat diperbaiki dan bahkan dapat

diselamatkan dari kemungkinan berakhirnya hubungan tersebut. Pada tingkat

interpersonal, esensi dari pemaafan adalah bahwa hal itu menciptakan

kemungkinan untuk memulihkan suatu hubungan dari kerusakan. Hal ini senada

dengan yang dituturkan oleh SR (13 tahun):

“ibo hati wak kak tapi wak diam se kak. Satiyok nyo galakan wak, wak

maafkan se nyo kak. Kalau dibaleh keceknyo, beko nyo tambah manjadi.

Wak do’aan se inyo kak supayo nyo barubah. Ndak nyo galak-galakan wak

lai kak. Lagian nyo kawan wak juo kak….” (komunikasi personal, 6

September 2016).

Berdasarkan penuturan SR, terlihat bahwa ia memilih untuk memaafkan

orang yang telah membully-nya. Menurut Egan & Todorov (2009) seseorang yang

menjadi target bullying di sekolah, dapat memanfaatkan pemaafan untuk

memulihkan luka emosional dari bullying. Pemaafan mampu menggantikan emosi

negatif dengan emosi positif dan bisa bertindak sebagai sumber daya yang efektif

untuk menangani efek negatif dari bullying.

Karena tujuan pemaafan adalah untuk menghilangkan pelanggaran masa lalu

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

9

dengan cara tidak memberikan efek buruk pada masa yang akan datang.

Seseorang yang menjadi korban dari suatu pelanggaran akan mengalami

kemarahan dan sakit hati sebagai respon terhadap pelanggaran yang dirasakannya.

Sebagian besar bukti menyatakan bahwa kemarahan adalah emosi utama yang

terkait dengan pemaafan. Jika seseorang yang menjadi korban memilih untuk

tidak memaafkan, ia akan terus merasa marah sehingga memungkinkan

terbentuknya siklus emosi negatif yang terus bertahan dengan cara yang sia-sia

dan tidak berguna. Bahkan dapat membuat korban merasa sengsara dan adanya

keinginan untuk membalas dendam. Menaruh dendam dapat mengurangi

kesempatan seseorang untuk merasakan kebahagiaan dan kesuksesan, bahkan

dalam domain yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pelanggaran

tersebut (Worthington, 1998).

Di lain sisi, Enright (2012) menyatakan bahwa pemaafan bukanlah suatu hal

yang mudah ditebak. Ketika seseorang melakukan pemaafan, maka ia akan

kembali ke bagian-bagian menyakitkan yang telah lama ditaklukkannya. Hal ini

sesuai dengan yang dituturkan oleh F (14 tahun):

“acok tapikia dek wak kak. Manga awak nyo gitu-gituan. Cubo lo lah inyo di

posisi awak, ntah a yang nyo rasoan. Ntah lai taraso lo dek nyo a yang wak

rasoan. Kadang heran se wak kak, manga awak se yang nyo galak-galakan?

Padahal banyak yang lain gai mah…. ” (komunikasi personal, 7 September

2016).

Berdasarkan penuturan F, terlihat bahwa ia memasuki fase awal dari proses

pemaafan yaitu fase membuka kembali. Dimana pada fase tersebut, ia

berulangkali memikirkan peristiwa menyakitkan yang telah dialaminya.

Kemudian ia juga membandingkan dirinya dengan pelaku. Serta ia memiliki

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

10

pandangan yang berubah tentang keadilan, ia merasa heran mengapa hanya

dirinya yang menerima perlakuan tersebut di antara teman-temannya yang lain.

Seseorang yang memaafkan akan melewati beberapa proses pemaafan

hingga sampai pada akhir dari makna pemaafan tersebut. Seperti yang dijelaskan

oleh Enright dan Human Development Study Group (dalam Worthington, 1998)

bahwa proses pemaafan terbagi ke dalam empat fase, yaitu fase membuka kembali

(uncovering phase), fase memutuskan (decision phase), fase bekerja (work

phase), dan fase pendalaman (deepening phase).

Jika seseorang mampu melakukan pemaafan dengan melewati prosesnya,

maka ia akan merasakan manfaat dari pemaafan tersebut. Adapun manfaat yang

dirasakan berupa manfaat psikologis dan fisik. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Witvliet, Ludwig & Laan (2001) bahwa ketika seseorang

memaafkan, ia menampilkan stres yang lebih rendah dan reaksi emosional yang

sehat. Sebaliknya, ketika seseorang tidak memafkan, ia menampilkan fisiologis

dan emosional yang negatif, seperti munculnya reaksi stress. Bahkan episode akut

stress dapat merugikan kesehatan, melalui efek kumulatif pada sistem kekebalan

tubuh (dalam Egan & Todorov, 2009).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lawler, Younger, Piferi, Billington,

Jobe, Edmonson & Jones (2003) menemukan bahwa pemaafan dapat memprediksi

reaktivitas kardiovaskular yang lebih sehat selama dan setelah pelanggaran

interpersonal. Selain itu, juga dilaporkan bahwa lebih sedikit ditemukannya gejala

penyakit fisik. Sedangkan penelitian Berry dan Worthington (2001) menemukan

bahwa pemaafan dapat memprediksi tingkat stres yang lebih rendah dan kesehatan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

11

yang lebih baik. Temuan ini menunjukkan bahwa pemaafan berfungsi untuk

melawan dampak fisiologis pelanggaran, dan dengan demikian dapat berfungsi

sebagai penyangga terhadap masalah kesehatan (dalam Egan & Todorov, 2009).

Pemaafan merupakan perilaku prososial yang berperan penting untuk

kesehatan psikologis jangka panjang selama masa remaja dan dianggap sebagai

proses penanganan yang berfokus pada emosi yang dapat meningkatkan kesehatan

(Worthington, 2006; Worthington & Scherer, 2004 dalam Rana, Hariharan,

Nandinee, & Kallavarapu, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Rana, Hariharan,

Nandinee, dan Kallavarapu (2014) menemukan bahwa pemaafan dan domainnya

berkontribusi secara signifikan terhadap kebahagiaan remaja. Hubungan antara

pemaafanan dan kebahagiaan merupakan hubungan yang positif, peningkatan

pemaafan pada remaja dikaitkan dengan lebih banyaknya kebahagiaan di kalangan

remaja itu sendiri. Ada sejumlah penelitian yang melaporkan kepedulian terhadap

kesehatan dan kesejahteraan remaja karena remaja rentan terhadap proses

perkembangan normal, pengaruh keluarga, teman, lingkungan, dan pola gaya

hidup yang mereka pilih sehingga dengan menanamkan kecenderungan pemaafan

pada remaja dapat mengurangi perilaku yang tidak diinginkan (kekerasan, agresi,

permusuhan, bullying, dan lain-lain) dan dengan demikian memperbaiki kesehatan

dan kesejahteraan mereka (Pareek, Mathur, & Mangnani, 2016).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pemaafan

merupakan serangkaian perubahan emosi negatif menjadi emosi positif dan dapat

memberikan manfaat terhadap kesehatan. Jika seorang remaja yang menjadi

korban bullying bisa melakukan pemaafan dalam menanggapi bullying di sekolah,

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

12

mereka mungkin dapat menikmati kesehatan yang unggul dan terlindungi dari

beberapa efek bullying yang merugikan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

meneliti mengenai “Gambaran pemaafan pada remaja korban bullying di

SMP”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran

pemaafan dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemaafan pada remaja

korban bullying di SMP?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemaafan dan

faktor-faktor yang mempengaruhi pemaafan pada remaja korban bullying di SMP.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

memperkaya kepustaakan di bidang psikologi, khususnya psikologi klinis dan

psikologi pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

bagi banyak pihak, diantaranya:

a. Bagi remaja

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

pemahaman kepada remaja mengenai gambaran pemaafan. Bagaimana

pemaafan dapat dimanfaatkan dalam menanggapi perilaku bullying yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

13

terjadi, baik di sekolah maupun di tempat lain. Sehingga hal ini dapat

memulihkan luka emosional dan mengurangi efek negatif dari bullying.

b. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak

sekolah, khususnya guru mengenai gambaran pemaafan yang dapat

digunakan sebagai cara untuk mengurangi dampak perilaku bullying di

sekolah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai

landasan oleh guru BK dalam melakukan bimbingan dan konseling kepada

siswa korban bullying.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk penelitian

selanjutnya dengan topik yang sama.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Bab ini berupa pendahuluan yang berisikan uraian

singkat mengenai latar belakang dari penelitian,

rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan pustaka berisi teori-teori yang berkaitan

dengan variabel yang diteliti yaitu grief, teori tentang

remaja, teori mengenai kematian dan kerangka

berpikir.

Bab III : Metodologi penelitian berisi uraian mengenai

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/33231/2/BAB I PENDAHULUAN.pdf · (Surilena, 2016). Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat ... Berdasarkan

14

metode yang digunakan peneliti, responden

penelitian, prosedur pengambilan responden, metode

pengambilan data, alat bantu pengumpulan data, uji

kredibilitas, prosedur penelitian, dan prosedur

analisis data.

Bab IV : Bab ini berisi deskripsi data subjek, analisa dan

pembahasan data yang diperoleh dari hasil

wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-

data penelitian sesuai dengan teori yang relevan

untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah

ditentukan sebelumnya.

Bab V : Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran dari

penelitian yang telah dilakukan.