bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96160/potongan/s1-2016...1...

36
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi yang dikumandangkan sejak runtuhnya masa Orde Baru membuat perubahan yang besar terhadap kehidupan politik di Indonesia. Media massa yang dulunya terkekang, kini sudah mendapat banyak kebebasan. Media sebagai pilar keempat demokrasi menjadi pengawas bagi kinerja pemerintahan dan bertugas mengabarkannya kepada khalayak, sehingga keterbukaan informasi dan kebebasan berpendapat rakyatpun terjamin dengan adanya media massa yang melakukan tugas dengan semestinya. Demokrasi sudah berfungsi ketika masyarakat sudah bisa mengakses informasi dengan mudah, karena akses terhadap informasi sangat berpengaruh terhadap demokrasi yang sedang berjalan. Demokrasi menjamin masyarakat untuk memperoleh seluruh informasi dan memahaminya dengan lebih baik. Selain itu, informasi menyajikan sebuah fungsi pengawasan yang menjamin pemerintah menegakkan kewajibannya terhadap orang-orang yang telah memilihnya sehingga dengan keterbukaan informasi, rakyat dapat melihat kinerja wakil rakyat yang telah dipilihnya secara langsung 1 . Komunikasi adalah unsur esensial bagi demokrasi, seluruh proses demokrasi dilangsungkan dengan komunikasi, batasan demokrasi ditentukan oleh komunikasi, komunikasi juga menentukan watak demokrasi masyarakat. Demokrasi juga dapat diukur dari kriteria komunikasi, seperti wacana publik, pertukaran pendapat, gagasan dan perbedaan yang dilakukan secara terbuka, arus informasi yang tidak dibatasi, serta hak dan kebebasan untuk dipilih dan 1 Toril Aalberg & James Curran. 2012. How Media Inform Democracy: A Comparative Approach. New York: Routledge. Hal 3

Upload: hoangminh

Post on 12-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demokrasi yang dikumandangkan sejak runtuhnya masa Orde Baru

membuat perubahan yang besar terhadap kehidupan politik di Indonesia. Media

massa yang dulunya terkekang, kini sudah mendapat banyak kebebasan. Media

sebagai pilar keempat demokrasi menjadi pengawas bagi kinerja pemerintahan

dan bertugas mengabarkannya kepada khalayak, sehingga keterbukaan informasi

dan kebebasan berpendapat rakyatpun terjamin dengan adanya media massa yang

melakukan tugas dengan semestinya. Demokrasi sudah berfungsi ketika

masyarakat sudah bisa mengakses informasi dengan mudah, karena akses

terhadap informasi sangat berpengaruh terhadap demokrasi yang sedang berjalan.

Demokrasi menjamin masyarakat untuk memperoleh seluruh informasi dan

memahaminya dengan lebih baik. Selain itu, informasi menyajikan sebuah fungsi

pengawasan yang menjamin pemerintah menegakkan kewajibannya terhadap

orang-orang yang telah memilihnya sehingga dengan keterbukaan informasi,

rakyat dapat melihat kinerja wakil rakyat yang telah dipilihnya secara langsung1.

Komunikasi adalah unsur esensial bagi demokrasi, seluruh proses

demokrasi dilangsungkan dengan komunikasi, batasan demokrasi ditentukan oleh

komunikasi, komunikasi juga menentukan watak demokrasi masyarakat.

Demokrasi juga dapat diukur dari kriteria komunikasi, seperti wacana publik,

pertukaran pendapat, gagasan dan perbedaan yang dilakukan secara terbuka, arus

informasi yang tidak dibatasi, serta hak dan kebebasan untuk dipilih dan

1 Toril Aalberg & James Curran. 2012. How Media Inform Democracy: A Comparative Approach.

New York: Routledge. Hal 3

2

memilih2. Komunikasi sangat berpengaruh terhadap proses demokrasi, terutama

terhadap kehidupan politik negeri.

Komunikasi politik tak bisa lepas kaitannya dengan peran media yang

menjadi sumber informasi untuk masyarakat dan mempunyai pengaruh besar

dalam pembentukan opini publik. Hal ini membuat media sering dimanfaatkan

sebagai media komunikasi politik yang sangat efektif dalam upaya menggiring

opini publik untuk memihak salah satu partai, salah satu orang, atau memihak

pemerintahan. Media berpengaruh terhadap kepercayaan politik dan pengetahuan

politik masyarakat, sehingga media mempunyai peran besar untuk memberikan

informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Media komunikasi politik ikut berkembang seiring dengan perkembangan

teknologi, sehingga membawa perubahan dalam cara berkomunikasi politik di

Indonesia. Teknologi informasi dan komunikasi diciptakan untuk menjangkau

komunikasi politik dengan masyarakat agar lebih cepat dan efisien, sehingga

memiliki potensi untuk memperkuat dan meningkatkan mutu demokrasi3 karena

demokrasi memerlukan masyarakat yang sadar informasi, yaitu rakyat yang

mengikuti perkembangan informasi, mengerti isu, mampu membandingkan dan

menilai argumen yang bertentangan, mampu menilai pilihan di antara program-

program dan calon-calon yang ditawarkan, dapat membuat keputusannya sendiri,

kemudian menyatakan pilihannya. Perlunya akses informasi yang mudah diakses

menempatkan rakyat tak hanya sebagai khalayak penonton jalannya

pemerintahan, tetapi juga sebagai komunikator yang suaranya ingin didengar oleh

pemerintah dan wakil rakyat4.

Hal ini terlihat pada Pemilu 2014 lalu, internet menjadi salah satu sumber

referensi yang mudah dijangkau, murah, efektif, dan efisien. Melalui media baru

yang ada di internet, masyarakat mendapat berbagai informasi melalui media

sosial, portal berita online, ataupun situs-situs politik lainnya dengan mudah.

2 M. Alwi Dahlan. 1999. Teknologi Informasi dan Demokrasi dalam Jurnal Ikatan Sarjana

Komunikasi: Komunikasi Politik. Dedy Djamaluddin Malik (Ed). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hal 4 3 Ibid. Hal 3

4 Ibid. Hal 7

3

Partisipasi politik masyarakat semakin besar, kebebasan berpendapat dapat

dilakukan dimana saja dan kapan saja, masyarakat juga dapat berinteraksi

langsung dengan calon wakil rakyat, hingga calon presiden melalui akun media

sosial yang mereka miliki. Masyarakat mengetahui segala hal yang sedang

dilakukan oleh para wakil rakyat melalui portal berita online yang memperbarui

beritanya setiap saat. Dengan perkembangan teknologi ini, masyarakat dapat

meningkatkan partisipasi politiknya dan menjadi masyarakat yang lebih sadar

informasi5.

Perkembangan cara berkomunikasi politik ini mendorong beberapa calon

wakil rakyat peserta Pemilu 2014 menjadikan akun-akun media sosialnya dan

situs pribadinya sebagai alat kampanye menjelang Pemilu 2014. Dengan akun-

akun media sosial yang dimiliki, para calon wakil rakyat dapat berinteraksi

dengan seluruh lapisan masyarakat pengguna internet. Dari situs pribadi yang

dimiliki dan berita-berita yang tersaji di portal berita online, para calon wakil

rakyat dapat memperkenalkan dirinya dengan membangun citra yang positif di

mata khalayak pengguna internet. Sayangnya, keaktifan calon wakil rakyat

banyak berkurang ketika Pemilu telah usai. Banyak akun media sosial yang sudah

tidak pernah diperbarui, pun dengan situs pribadi yang dimiliki. Padahal melalui

media sosial dan situs yang dimiliki para politisi yang terpilih atau tidak terpilih

dalam periode Pemilu 2014 dapat terus membangun citra positif di mata pengguna

internet agar dapat terpilih lagi pada Pemilu periode selanjutnya.

Hal ini dimanfaatkan oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah, keduanya adalah

Wakil Ketua DPR-RI periode 2014-2019 yang masih aktif memperbarui informasi

dan berinteraksi dengan masyarakat melalui akun media sosialnya dan situs

pribadinya dalam fadlizon.com dan fahrihamzah.com. Dalam situs pribadi

mereka, masyarakat bisa mengenalnya lebih jauh melalui profil diri, agenda kerja,

pemikiran yang dituangkan dalam bentuk artikel, serta liputan media terhadap

komentar tentang isu-isu kebijakan politik dan kegiatan yang sudah mereka

laksanakan. Dengan banyaknya liputan media yang mencantumkan nama mereka,

5 Richard L. Fox & Jennifer M. Ramos. 2012. iPolitics: Citizens, Elections, and Governing in the

New Media Era. New York: Cambridge University Press. Hal 10

4

semua komentar dan kegiatan mereka dapat diketahui oleh khalayak dan tentunya

dapat mempengaruhi popularitas dan citra mereka sebagai politisi. Membangun

citra yang positif di mata khalayak perlu dipertahankan agar khalayak dapat

mengenal lebih dekat bagaimana keseharian para Wakil Ketua DPR-RI ini.

Berbeda dengan situs pribadi politisi yang lain, situs pribadi Fadli Zon

(fadlizon.com) dan Fahri Hamzah (fahrihamzah.com) merupakan situs-situs yang

masih aktif memperbarui informasinya meski masa Pemilu sudah terlewati.

Mereka memanfaatkan situs pribadi mereka sebagai arsip dan laporan

pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilakukan sebagai Wakil Ketua

DPR-RI atau sebagai anggota partai. Tugas mereka sebagai wakil rakyat berhak

diketahui publik, sehingga dengan menggunakan situs pribadi sebagai media

komunikasi politik, mereka telah melaksanakan asas-asas demokrasi, yaitu

keterbukaan informasi publik dan kebebasan berpendapat.

Pembentukan citra Fadli Zon dan Fahri Hamzah melalui informasi-

informasi dalam situs pribadi mereka pasca Pemilu 2014 menjadi poin penting

dalam penelitian ini, karena pemilihan konten informasi dalam situs mereka akan

berpengaruh kepada citra yang akan mereka bentuk sebagai Wakil Ketua DPR-RI

atau sebagai anggota partai setelah masa Pemilu terlewati. Penelitian ini berusaha

mengidentifikasi citra masing-masing politisi melalui konten-konten yang telah

terpublikasi dalam situs fadlizon.com dan fahrihamzah.com.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana citra yang dibangun Fadli Zon dan Fahri Hamzah dalam situs

fadlizon.com dan fahrihamzah.com?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mendeskripsikan citra yang dibangun oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah

melalui situs pribadinya.

5

2. Membandingkan citra yang dibangun oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah

dalam situs pribadinya dengan citra yang terbangun di media lain.

D. KERANGKA PEMIKIRAN

1. Komunikasi Politik

Dunia politik memerlukan proses komunikasi yang baik agar pesan-pesan

politik dapat tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran. Komunikasi dan

politik bertemu pada 2 hal, yaitu pembicaraan dan pengaruh atau

mempengaruhi, sehingga komunikasi politik dapat disebut sebagai sebuah

pembicaraan untuk mempengaruhi6. Pembicaraan adalah substansi dari

komunikasi, sedangkan mempengaruhi adalah substansi dari politik. Maka

dari itu, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi politik digunakan

untuk mempengaruhi khalayak agar setuju akan ideologi atau visi misi politik

para aktor politik.

Brian McNair7 dalam bukunya “An Introduction to Political

Communication”, menjelaskan komunikasi politik sebagai “purposeful

communication about politics” yang meliputi: Pertama, semua bentuk

komunikasi yang dilakukan oleh para politisi dan aktor-aktor politik lainnya

dengan maksud mencapai tujuan tertentu. Kedua, komunikasi politik

ditujukan oleh aktor-aktor tersebut kepada non-politisi, seperti pemilih dan

kolumnis surat kabar. Ketiga, komunikasi tentang aktor-aktor tersebut, dan

kegiatan-kegiatan mereka mengenai aktivitas politik yang termuat dalam

berita, iklan, dan bentuk-bentuk media lainnya.

Selain itu menurut Nimmo8, komunikasi politik adalah kegiatan

berkomunikasi yang mengandung unsur politik berdasarkan konsekuensi

aktual maupun potensial yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-

6 Anwar Arifin. 2014. Politik Pencitraan Pencitraan Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 12-13

7 Brian McNair. 2011. An Introduction Political Communication. London: Routledge. Hal 4

8 Dan Nimmo. 2000. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Hal 9

6

kondisi konflik, sedangkan menurut Louw9 komunikasi politik adalah

komunikasi yang dilakukan dalam proses pembuatan kebijakan, perjuangan

untuk memperoleh akses sebagai pembuat kebijakan, dan proses komunikasi

dalam mengesahkan kebijakan dan menyelenggarakan pemerintahan. Akan

tetapi, komunikasi politik tidak selalu berbicara tentang cara memperoleh

kekuasaan, While Graber10

mendefinisikan komunikasi politik sebagai "the

construction, sending, receiving, and processing of messages that have a

significant potentially direct or indirect impact on politics”. Jadi, komunikasi

politik bukan hanya sekadar retorika, tetapi juga mencakup simbol-simbol,

bahasa tindakan, serta bahasa tubuh yang mengandung muatan politik.

Komunikasi politik dapat dilihat sebagai sebuah proses penyaluran simbol-

simbol komunikasi yang berisi pesan politik dengan tujuan untuk

mempengaruhi khalayak yang menjadi target politik secara langsung ataupun

tidak langsung.

Pippa Norris dalam artikelnya Political Communication11

, menjelaskan

ada tiga bagian penting dalam komunikasi politik, yaitu produksi pesan, isi

pesan, dan efek pesan. Produksi pesan melihat bagaimana pesan dihasilkan

oleh aktor politik, politisi, partai, atau kelompok kepentingan lain yang

disalurkan melalui media secara langsung (seperti iklan politik dan pidato

politik) atau media massa (seperti surat kabar, televisi, dan radio). Isi pesan

mencakup jumlah dan bentuk pesan politik yang dipublikasikan melalui

media massa, ulasan mengenai kegiatan politik, reportase agenda setting

dalam isu-isu politik, serta representasi kaum minoritas dalam pemberitaan

media. Sedangkan efek pesan menaruh perhatian pada masyarakat sebagai

sasaran penyampaian pesan para aktor politik. Efek pesan fokus pada analisis

dampak potensial yang mungkin muncul di tengah masyarakat, seperti

pengetahuan politik dan opini publik, sikap politik dan nilai-nilai politik.

9 P. Eric Louw. 2005. The Media and Political Process. London: Sage Publications. Hal 14

10 Hafied Cangara. 2011. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Raja Grafindo.

Hal 30 11

Dalam Anwar Arifin. 2006. Pencitraan dalam Politik: Strategi Pemenangan Pemilu dalam

Perspektif Komunikasi Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia. Hal 23

7

Anwar Arifin12

menjelaskan bahwa ada empat tujuan dari komunikasi

politik, yaitu membangun dan membentuk citra dan opini publik, mendorong

partisipasi politik, memenangi pemilihan, dan mempengaruhi kebijakan

negara atau kebijakan publik. Empat tujuan ini harus berjalan dengan

seimbang dan memerlukan partisipasi dari pemerintah, penyelenggara pemilu,

peserta pemilu, dan masyarakat itu sendiri karena hal ini penting untuk

menjamin kelangsungan demokrasi dan menjamin hak warga negara demi

terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.

Lebih lanjut Anwar Arifin13

menjelaskan bahwa proses komunikasi politik

memerlukan beberapa dimensi. Pertama, adanya sistem politik yang berarti

dalam masyarakat diperlukan sebuah interaksi yang merdeka guna melakukan

fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi guna berpartisipasi dalam demokrasi.

Kedua, komunikasi politik memerlukan ideologi yang digunakan sebagai

pandangan hidup dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketiga, komunikasi politik memerlukan budaya politik yang adi luhung.

Keempat, komunikasi politik memerlukan partai politik sebagai media untuk

menyalurkan aspirasinya dan menjadi wadah untuk ikut berperan dalam

setiap pengambilan kebijakan publik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik

adalah komunikasi yang mengandung unsur politik yang terjadi dalam suatu

sistem politik. Komunikasi politik berbentuk penyampaian pesan politik yang

bertujuan untuk mempengaruhi dan memiliki dampak positif dari aktor

politik kepada rakyat atau rakyat kepada aktor politik. Komunikasi politik

dapat menyalurkan visi misi aktor politik, aspirasi rakyat dan aktor politik,

serta kepentingan politik rakyat yang akan berpengaruh terhadap sistem

politik. Melalui komunikasi politik, para aktor politik dapat menyampaikan

gagasan dan mempengaruhi rakyat guna memberikan dukungan terhadapnya

dan rakyat juga dapat memberikan dukungan kepada aktor politik,

12

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 17 13

Ibid. Hal 16-29

8

menyampaikan aspirasi mereka, serta melakukan pengawasan terhadap sistem

politik.

2. Membangun Citra Politisi

a. Citra Politisi

Politisi memiliki peran penting dalam kehidupan politik, karena para

politisilah yang mengelola, membesarkan, dan mengangkat citra partai

politik, sehingga masa depan partai politik ada di tangan politisi melalui

bagaimana citra yang mereka tunjukkan di masyarakat14

. Secara harfiah,

citra berarti gambaran atau image. Dalam teori image building, citra akan

terlihat atau terbentuk melalui proses penerimaan panca indera yang

masuk ke saringan perhatian, lalu menghasilkan pesan yang dapat dilihat

dan dimengerti, kemudian berubah menjadi persepsi dan akhirnya

terbentuk citra15

. Lebih lanjut, citra politisi adalah kesan yang didapat

oleh masyarakat tentang politisi atau aktor-aktor politik..

Baudrillad16

menyebutkan bahwa citra memiliki empat fase, yaitu:

representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas, ideologi

dimana citra menyembunyikan atau memberikan gambaran yang salah

akan realitas, citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas, dan citra

tidak memiliki hubungan sama sekali dengan realitas apapun. Nimmo17

menjelaskan bahwa citra seseorang yang tersusun dari pikiran, perasaan,

serta kesudian subjektif akan selalu berubah seiring dengan berubahnya

pengalaman dan akan memberi kepuasan baginya. Setidaknya ada tiga

kegunaan citra bagi seorang politisi18

, yaitu: memberi pemahaman tentang

peristiwa politik tertentu, menjadikan kesukaan atau ketidaksukaan

terhadap citra politisi yang terbentuk sebagai dasar untuk menilai objek

14

Ibid. Hal 207 15

Dan Nimmo. 2010. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal

5 16

Dalam Anwar Arifin. 2011. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan

Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 193 17

Nimmo. 2000. Op., Cit. Hal 5 18

Ibid. Hal 6-7

9

politik, dan citra diri seseorang memberikan cara menghubungkan dirinya

dengan orang lain. Maka, citra seorang politisi dapat membantu orang lain

untuk memahami, menilai, dan mengindentifikasi peristiwa, gagasan,

tujuan para aktor politik.

Dari beberapa pengertian citra tersebut, citra yang dibentuk oleh

politisi dapat dikaitkan dengan proses komunikasi politik dan sosialisasi

politik karena citra seorang politisi terbentuk melalui proses pembelajaran

politik, baik secara langsung ataupun melalui pengalaman empirik. Citra

politisi mencakup seluruh pengetahuan yang dimiliki seorang politisi

(kognitif), baik yang benar atau keliru; semua preferensi (afeksi) yang

melekat kepada tahap tertentu dari peristiwa-peristiwa yang menarik;

semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa yang

mungkin terjadi jika ia berperilaku dengan cara berganti-ganti objek dalam

situasi itu, sehingga citra selalu berubah sesuai dengan pengetahuan dan

pengalaman seseorang19

. Citra dapat berubah, menguat, atau melemah

dalam rekaman publik seiring dengan perjalanan waktu. Citra politisi

dapat tersimpan dalam memori kolektif masyarakat karena semua aktivitas

politik yang sudah terekam sebeumnya tidak mungkin dapat hilang atau

terhapus begitu saja, terutama di media massa yang telah memiliki

rekamannya20

.

b. Membangun Citra melalui Media

Media merupakan faktor penting bagi aktor politik untuk

mengenalkan dirinya kepada khalayak dalam menyampaikan pesan-pesan

politiknya. Setiap aktor politik mempunyai tim yang bertugas memegang

media dan melatih aktor politik memperbaiki kemunculan mereka untuk

membangun citra baru di media. Orang-orang yang mempunyai

pengalaman berada di media mempunyai lebih banyak keuntungan dalam

19

Arifin. 2006. Op., Cit. Hal 3-4 20

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 207

10

komunikasi politik melalui media massa, dimana citra politisi terbentuk

melalui perilaku yang diliput media21

.

Untuk mendapatkan citra yang baik, tentunya media sangat

berpengaruh terhadap perubahan perilaku aktor politik, karena politik

pencitraan sangat penting bagi aktor politik untuk menarik perhatian dan

simpati khalayak. Berita politik pada saat pemilu biasanya menyangkut

latar belakang aktor politik, kegiatannya sehari-hari, tanggapannya

terhadap isu-isu terkini, dan persiapannya dalam menghadapi masa

pemilu. Citra yang baik sangat dibutuhkan bagi politisi karena media

mempunyai banyak cara untuk menjatuhkan atau meningkatkan citra yang

telah terbentuk22

.

Menurut Baudrillad23

dalam teori postmodernnya, membangun

kepentingan melalui pembentukan citra merupakan sebuah jenis realitas

yang baru. Citra yang terbentuk telah mengubah kenyataan yang ada,

sehingga terkadang khalayak tidak dapat membedakan antara pencitraan

dan realitas yang terjadi. Teori ini mengingatkan kita untuk berhati-hati

terhadap citra yang dibentuk oleh media dan tim kampanye yang berada

di balik aktor politik. Tim kampanye yang dimiliki oleh aktor politik

mempunyai tugas penting untuk membantu meningkatkan citra aktor

politik agar mendapat perhatian dari media. Semakin baik citra yang

dimiliki dan semakin sering aktor politik tersebut muncul di media, akan

semakin banyak pula khalayak yang mengenalnya, sehingga dapat

meningkatkan popularitasnya.

Kunci utama untuk membangun citra para politisi adalah melakukan

komunikasi politik melalui media massa yang dapat menjangkau khalayak

yang lebih luas. Citra yang positif sangat dibutuhkan ketika memasuki

masa Pemilu agar aktor politik mendapat simpati publik dan dengan

21

David Croteau & William Hoynes. 1999. Media/ Society: Industries, Images, and Audiences.

London: Pine Forge Press. Hal 231 22

Ibid. Hal 233 23

Dalam Ibid. Hal 234

11

pencitraan yang dilakukan bisa meyakinkan publik bahwa aktor politik

tersebut layak untuk dipilih. Proses politik yang dijalani sebagai aktor

politik dan diliput oleh media bertujuan untuk mendapat perhatian

masyarakat agar lebih dikenal oleh khalayak. Hal ini bertujuan agar aktor

politik tersebut mendapat banyak suara dalam Pemilu yang akan

diadakan. Citra yang positif harus tetap dipertahankan pasca Pemilu,

karena berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan khalayak terhadap

kinerjanya sebagai wakil rakyat atau aktor politik dan dapat menentukan

simpati rakyat yang dapat berpengaruh terhadap pemilu periode

selanjutnya.

c. Citra Anggota DPR-RI

DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga perwakilan

rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR terdiri

dari anggota partai politik berdasarkan hasil Pemilu yang dipilih langsung

oleh rakyat. Dalam pasal 21 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

Anggota DPR dan DPRD, menyebutkan bahwa jumlah kursi anggota

DPR sebanyak 560 orang. Dalam pasal 22 menyatakan bahwa daerah

pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan

kabupaten/kota. Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR

paling sedikit 3 kursi dan paling banyak 10 kursi. Masa jabatan anggota

DPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang

baru mengucapkan sumpah yang dipandu oleh ketua Mahkamah

Konstitusi dalam sidang Paripurna DPR. Menurut Pasal 20A Ayat (1)

UUD Tahun 1945, DPR memiliki 3 fungsi utama24

, yaitu:

- fungsi legislasi, DPR memegang kekuasaan untuk membentuk

undang-undang.

24

Tugas dan Wewenang Anggota DPR dalam http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang,

12

- fungsi anggaran, DPR membahas dan memberikan persetujuan

atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-

undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

- fungsi pengawasan, DPR melaksanakan pengawasan atas

pelaksanaan undang-undang dan ABN.

Selain fungsi-fungsi tersebut, DPR juga memiliki tugas dan

wewenang, serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai wakil

rakyat dan telah dijelaskan dalam situs resmi DPR di www.dpr.go.id.

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, para anggota DPR,

khususnya anggota DPR-RI, akan selalu menjadi sorotan media karena

tugas dan kewajibannya adalah menjadi telinga dan perpanjangan tangan

rakyat. Tak heran jika para wakil rakyat ini selalu sibuk membangun citra

yang baik di hadapan media dengan harapan dapat terpilih lagi di periode

Pemilu selanjutnya.

Selanjutnya, para anggota DPR juga memiliki media pribadi agar

rakyat dapat mengenalnya lebih dekat melalui media sosial atau situs

pribadi yang dimilikinya. Hal ini dapat meningkatkan mutu demokrasi,

dimana rakyat dapat mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh mereka,

gagasan yang diajukan, serta membuka ruang interaksi langsung dengan

rakyat. Transparansi dalam media diperlukan oleh rakyat agar rakyat

dapat melihat secara jelas kinerja yang telah mereka lakukan apakah

sesuai dengan harapan rakyat yang telah memilihnya. Selain itu,

akuntabilitas para wakil rakyat ini dapat dilihat melalui media yang dapat

membentuk opini publik dan tentunya akan berpengaruh dengan citra

yang ingin mereka bangun.

d. Politik Pencitraan

Bagi para politisi, membangun citra mempunyai tujuan yang

bermacam-macam, misalnya untuk memenangkan Pemilu,

mempertahankan konstituen, serta untuk membangun jaringan dan

13

kepercayaan masyarakat ketika telah terpilih menjadi wakil rakyat dalam

periode yang telah ditetapkan. Ada urgensi tersendiri bagi politisi dalam

membangun citra, terutama ketika masa Pemilu berlangsung karena

adanya kompetisi untuk merebut hati rakyat. Kompetisi adalah salah satu

hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia politik, sehingga upaya

pencitraan untuk membentuk citra yang positif tidak dapat dihindari lagi

bagi setiap politisi25

. Maka dari itu, para politisi melakukan pencitraan

agar memperoleh citra yang positif dan dukungan opini publik dari

rakyat, tanpa itu semua politisi sulit memenangkan kompetisi politik.

Tindakan membangun citra politisi lebih lanjut disebut politik

pencitraan yang bertujuan untuk membentuk dan membina opini publik,

menggalang dan mendorong partisipasi politik, memenangi pemilihan

umum, dan merumuskan maupun memutuskan kebijakan publik26

,

sehingga politik pencitraan adalah bagian dari komunikasi politik karena

citra politisi dikonstruksi, kemudian dikomunikasikan kepada khalayak

untuk membentuk opini, menggalang massa, memenangi pemilihan

umum dan memutuskan kebijakan27

. Politik pencitraan menjadi sebuah

transaksi antara strategi aktor politik dalam menciptakan kesan personal

dengan persepsi yang terbentuk di dalam masyarakat melalui media. Di

dalam media terjadi upaya merekonstruksi realitas melalui pertukaran

makna simbol yang kemudian menghasilkan perubahan kepercayaan,

sikap, dan perilaku secara sukarela.

Selama ini, politik pencitraan yang dilakukan para politisi ini hampir

sama, yaitu hanya berkutat pada kampanye narsisme dan janji-janji

politik. Para politisi seringkali mencerminkan sifat melebih-lebihkan,

menonjolkan dan memuja diri mereka sendiri. Mereka berlomba-lomba

tampil di hadapan media, sebagai pahlawan yang bersemangat

memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat. Pilihan ini ternyata

25

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 205 26

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 41 27

Ibid. Hal 33

14

sedemikian menarik bagi para politisi untuk mengkonstruksi citra diri

mereka kepada khalayak, tanpa mempedulikan diri terhadap kenyataan

dan realitas sebenarnya. Politik pencitraan yang dianggap terlalu

berlebihan ini dapat disebut sebagai narsisme politik. Menurut Yasraf

Amir Piliang28

, narsisme politik adalah sebuah kecenderungan terhadap

pemujaan diri yang berlebihan oleh para politisi untuk terus membangun

citra melalui cara apapun, meskipun itu bukan diri mereka yang

sebenarnya.

Selain memuat berbagai informasi tentang poltisi, situs pribadi yang

dimiliki politisi juga dapat memuat berbagai tindakan narsisme politik

untuk mendongkrak citra politisi, seperti janji-janji politik yang

dituangkan ke dalam berbagai tulisan yang ditulis oleh politisi tersebut

atau oleh admin situs tersebut, cerita tentang kehidupan pribadi yang

nampak bahagia bersama keluarga, atau buku-buku dan artikel-artikel

yang pernah ditulisnya. Narsisme politik juga dapat dilihat pada halaman

profil, serta pada informasi-informasi yang dipilih ke dalam situs pribadi

mengenai hal-hal membanggakan yang pernah diraihnya dan hal-hal lain

yang berpengaruh terhadap karir politiknya.

3. Media Komunikasi Politik

a. Realitas Media

Media merupakan alat politik yang digunakan para aktor politik untuk

membangun citra positif kepada khalayak. Media menjadi mesin pembuat

bahasa dan mesin pemaksa khalayak untuk menerima informasi hingga

terbentuk opini publik yang dapat berpengaruh terhadap pilihan politik

khalayak29

. Media dipengaruhi oleh tekanan informasi politik tentang

kehidupan bernegara yang dipengaruhi oleh tekanan ekonomi yang

membentuk industri media. Media mempunyai efek yang nyata dan tidak

terbantahkan dalam dunia politik untuk mempengaruhi khalayak. Media

28

Yasraf Amir Piliang. 2012. Iklan Politik dalam Realitas Media. Yogyakarta: Jalasutra 29

Louw. Op., Cit. Hal 25

15

sangat mempengaruhi dunia politik dengan berbagai cara, tak hanya

kepada presiden dan aktor politik, tetapi juga kepada masyarakat biasa.

Media dan dunia politik adalah hubungan yang tidak dapat terpisahkan

secara struktural sebagai agen masyarakat30

.

Dalam praktek komunikasi politik, Louw31

menjelaskan ada 2 jenis

media yang digunakan dan dimanfaatkan aktor politik untuk membentuk

dan meningkatkan citranya, yaitu:

(1) Media yang menjadikan aktor politik sebagai sumber informasi

Dalam hal ini, media mencari informasi dari beberapa pengamat

politik atau aktor politik untuk menguatkan isu politik yang sedang

hangat. Jenis media seperti ini membuat aktor politik menaruh

perhatian kepada media massa untuk mengawasi isu-isu yang

menyangkut tentang citra dirinya dan visi misinya yang dijadikan

wartawan sebagai agenda publik.

(2) Media yang digunakan oleh para aktor politik untuk berkomunikasi

dengan khalayak

Sebagian besar masyarakat hanya mempunyai sedikit informasi dan

tidak begitu mempedulikan perkembangan politik dalam negeri,

sehingga khalayak mengandalkan media massa untuk memperoleh

informasi tentang proses politik yang sedang terjadi, citra partai dan

aktor politik, serta isu-isu politik. Memberikan kepercayaan kepada

media massa untuk mendapatkan informasi politik membuat khalayak

menjadi pasif dalam menerima berita sesuai dengan pilihan wartawan.

Dengan alasan ini, para aktor politik memanfaatkan media massa

untuk membangun citra partai dan dirinya untuk mempengaruhi opini

publik.

Citra politisi dapat berkembang melalui proses sosialisasi politik yang

terus menerus ataupun melalui proses komunikasi politik secara langsung

ataupun melalui media. Dalam ilmu komunikasi massa, pesan politik yang

30

Croteau. Op., Cit. Hal 229 31

Louw. Op., Cit. hal 23

16

disampaikan melalui media massa bukanlah realitas yang sesungguhnya,

melainkan realitas media atau realitas buatan, yaitu realitas yang dibuat

oleh wartawan atau redaktur yang mengolah peristiwa politik menjadi

berita politik melalui proses penyaringan dan seleksi32

. Realitas yang

dibentuk oleh media sebagian besar tidak sesuai dengan realitas yang

sebenarnya dan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi dan citra

politisi di mata khalayak. Media dapat membentuk citra politisi di mata

khalayak ke arah yang dikehendakinya dan media juga dapat mengarahkan

khalayak untuk mempertahankan citra yang sudah dimilikinya.

Menurut McNair33

dalam suatu peristiwa politik ada 3 kategori realitas

yang bisa terjadi, yaitu: pertama, realitas obyektif atau realitas politik yang

ditampilkan apa adanya sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Kedua,

realitas politik subyektif yang merupakan realitas yang dipersepsikan oleh

khalayak atau politisi itu sendiri. Ketiga, realitas politik atau realitas

subyektif yang dicover oleh media sehingga mengaburkan peristiwa yang

sebenarnya terjadi. Menurut Tuchman34

, pembuatan realitas menjadi

sebuah berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan dan

media menjadi alat yang tepat untuk membentuk realitas dan mendukung

politik pencitraan yang dilakukan politisi.

Lee Lowinger35

menyajikan teori komunikasi massa yang disebut

reflective-projective theory yang berasumsi bahwa media massa adalah

cermin masyarakat yang merefleksikan suatu citra yang menimbulkan

banyak tafsiran. Hal ini membuat setiap orang dapat memproyeksikan diri

dan citranya. Media mencerminkan citra masyarakat, begitu juga

sebaliknya. Masyarakat memproyeksikan citranya pada informasi yang

disajikan media massa.

32

Arifin. 2006. Op., Cit. Hal 5 33

McNair. 2011. Op., Cit. Hal 12 34

Dalam Alex Sobur. 2002. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 88 35

Dalam Arifin. 2006. Op., Cit. Hal 7

17

b. Opini Publik

Citra yang dibentuk para aktor politik bertujuan untuk memperoleh

dukungan opini publik, citra individu hanya dapat diketahui oleh pihak

lain setelah diungkapkan atau dinyatakan secara langsung melalui ucapan

atau tindakan yang ditampilkan oleh media, sehingga mengalami proses

komunikasi. Citra yang berubah menjadi opini dapat berubah menjadi

opini publik yang menjadi tujuan utama dari proses politik pencitraan.

Opini publik sangat penting dalam konteks sosial politik, karena

pembangunan citra politisi berlangsung dalam masyarakat suatu negara

dan dalam sistem terbuka36

.

Menurut Whyte37

, opini publik adalah sikap rakyat mengenai suatu

masalah yang menyangkut kepentingan umum. Lebih lanjut Arifin38

menjelaskan opini publik sebagai pendapat rata-rata individu dalam

masyarakat sebagai hasil diskusi tak langsung yang dilakukan untuk

memecahkan masalah sosial yang disajikan oleh media. Arifin juga

menjelaskan bahwa opini publik paling tidak mempunyai tiga unsur

utama. Pertama, harus ada isu aktual yang menyangkut kepentingan

pribadi kebanyakan orang atau kepentingan umum yang disajikan oleh

media. Kedua, adanya sejumlah orang yang mendiskusikan hal tersebut

dan memiliki sikap, pendapat, serta pandangan yang sama terhadap isu

tersebut. Ketiga, pendapat yang telah disepakati tersebut diekspresikan

atau dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, atau tindakan.

Opini publik merupakan efek dari komunikasi politik yang dilakukan

oleh politisi untuk membangun citra yang diinginkannya. Opini publik

juga merupakan pesan dalam proses komunikasi massa yang demokratis

dalam paradigma mekanis. Selain menjadi efek dari politik pencitraan

yang dilakukan oleh politisi, opini publik juga menjadi feedback atas

36

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 55 37

Dalam Anwar Arifin. 2010. Opini Publik. Jakarta: Gramata Hal 10 38

Dalam Ibid. Hal 13

18

gambaran yang didapatkan publik terhadap politisi, dimana publik

sebagai komunikator dan politisi sebagai komunikannya39

.

Opini publik berpengaruh secara luas dan kemudian dapat menjelma

menjadi sebuah kekuatan dalam negara demokrasi. Jeremy Benthan40

menyatakan bahwa opini publik berfungsi sebagai kontrol sosial dan

berperan sebagai dasar dalam membangun negara demokrasi, sedangkan

Bogardus41

mengemukakan bahwa opini publik mempunyai tiga fungsi

utama sebagai kekuatan dalam kehidupan sosial politik, yaitu: opini

publik dapat memperkuat undang-undang dan peraturan-peraturan karena

tanpa dukungan pendapat umum, undang-undang tidak akan berjalan

dengan semestinya; opini publik merupakan pendukung moral

masyarakat; dan opini publik dapat menjadi pendukung eksistensi

lembaga-lembaga sosial dan lembaga-lembaga politik.

Media menjadi wadah yang tepat untuk menunjukkan kapabilitas

politisi sebagai wakil rakyat. Maka dari itu, para politisi berlomba-lomba

membangun citra yang positif melalui media massa ataupun media

lainnya karena hal ini akan berpengaruh terhadap opini publik dalam

masyarakat. Konstruksi yang dibentuk oleh media ini yang nantinya akan

berpengaruh terhadap citra politisi dan opini publik karena berbagai

macam media massa, baik yang offline atau online adalah sumber

informasi bagi masyarakat.

c. Situs Pribadi Politisi sebagai Media Komunikasi Politik

Situs pribadi yang dimiliki para politisi sebagian besar digunakan

sebagai media komunikasi politik. Dimana komunikasi politik adalah

komunikasi yang mengandung unsur politik yang terjadi dalam suatu

sistem politik. Komunikasi politik berbentuk penyampaian pesan politik

39

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 56 40

Arifin. 2010. Opini Publik. Hal 15 41

Dalam Ibid. Hal 18

19

yang bertujuan untuk mempengaruhi dan memiliki dampak positif dari

aktor politik kepada rakyat atau rakyat kepada aktor politik. Jadi media

komunikasi politik adalah media tempat para politisi melakukan kegiatan

komunikasi dengan tujuan-tujuan politik tertentu.

Kehadiran internet yang mempermudah proses komunikasi politik

menciptakan tiga model dasar politik yang baru akibat pengaruh dari

munculnya internet, sehingga penggunaan situs pribadi dapat

diidentifikasi sebagai pemanfaatan jaringan untuk mempengaruhi opini

publik dan aktivitas politik offline. Dahlberg42

menggambarkannya

sebagai berikut:

(1) Model cyber-libertanism, merupakan pendekatan media baru

menjadi sarana melakukan survei dan televoting menggantikan

proses pemilihan dengan cara baru.

(2) Adanya saluran yang terbuka antara partisipan grass roots yang

bisa memberikan masukan bermanfaat bagi politisi dan ini pada

gilirannya akan memperkuat komunikasi politik.

(3) Terjadinya interaksi dan pertukaran ide pada ruang publik melalui

teknologi internet yang bermanfaat bagi berkembangnya demokrasi

deliberatif.

Situs pribadi politisi merupakan pilihan yang tepat sebagai media

komunikasi politik di era modern ini. Situs politik merupakan keseluruhan

halaman-halaman web yang terdapat dalam sebuah domain yang

mengandung informasi politik yang berbentuk teks, gambar, video, atau

tautan-tautan lain yang tergabung dalam suatu jaringan43

. Dalam menjalin

komunikasi politik, situs politik berfungsi sebagai tempat berbagi

informasi politik dan sebagai tempat mempromosikan dirinya. Hal ini

yang mendasari beberapa politisi membuat situs pribadinya sendiri. Selain

42

Dalam Denis McQuail. 2000. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Hal 151 43

Budi Irawan. 2005. Jaringan Komputer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 69

20

untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, situs pribadi seorang politisi juga

digunakan untuk menampung aspirasi, memperkenalkan profil dirinya dan

visi misinya, serta membangun citra dirinya di mata khalayak pengguna

internet.

Situs pribadi yang dimiliki politisi ini merupakan media komunikasi

politik yang masuk dalam kategori media baru dan mulai banyak dilirik

sejak masa Pemilu tahun 2009, dimana dengan bantuan internet aktor

politik dapat mempromosikan visi dan misi mereka secara lebih mudah.

Melalui akun media sosial yang dijalankan oleh diri sendiri atau tim

kampanyenya, komunikator politik dapat membidik pasar anak muda

sebagai pemilih baru dan pengguna internet yang secara aktif

menggunakan media sosial dan mencari berita melalui internet.

Komunikasi politik melalui media baru merupakan salah satu bentuk

strategi komunikasi politik yang berguna untuk kampanye,

memperkenalkan visi misi aktor politik, menyampaikan pesan-pesan aktor

politik, dan membangun citra seorang aktor politik. Dengan adanya

bantuan media baru, nilai kampanye politik menghasilkan the education

voter, yaitu pemilih terdidik yang mencari informasi akurat melalui

internet44

.

Melakukan komunikasi politik melalui media baru banyak

dimanfaatkan oleh tim media online aktor politik karena model kampanye

yang lebih modern ini cenderung disukai oleh pemilih pemula dan

mempermudah mereka mencari informasi tentang aktor politik yang

berkontestasi dalam Pemilu, selain itu publikasi gratis melalui media

sosial, seperti facebook dan twitter, serta publikasi dengan tarif terjangkau

melalui situs pribadi tapi dapat menjangkau khalayak yang lebih luas juga

dirasa lebih menguntungkan.

44

Indah Nur Laeli. 2014. Politik dan Internet Fungsi Internet Dalam Kampanye Pemilihan

Anggota DPRD Kota Surabaya. Universitas Airlangga

21

d. Informasi-Informasi dalam Situs Pribadi Politisi

Informasi-informasi di situs pribadi politisi dapat berupa berita-berita

tentang politisi tersebut yang dipublikasikan oleh portal berita online,

opini-opininya tentang isu atau peristiwa yang sedang terjadi, atau

informasi-informasi lain yang terkait dengan politisi tersebut, baik yang

berupa teks, gambar, atau video. Dalam situs pribadi politisi, sebagian

besar isi informasi yang ada di situsnya bersumber dari portal berita

online yang rajin memperbarui berita terkait dengan kegiatan politisi.

Dengan mengambil informasi dari portal berita online, situs pribadi

politisi mendapat beberapa keuntungan, yaitu berita-berita yang selalu

diperbarui dan kemudahan akses dalam mendapatkan berita.

Informasi yang harus ditampilkan media, termasuk situs pribadi

politisi menurut Alger45

harus memiliki empat kriteria khusus. Pertama,

publik perlu informasi tentang kualifikasi para kandidat politik. Kedua,

media harus menyediakan latar belakang dan posisi sikap kandidat politik

terhadap berbagai macam isu serta pandangan umum arah politiknya.

Ketiga, ide yang diusung para kandidat. Keempat, upaya untuk

mengetahui kecakapan kandidat dalam memimpin suatu wilayah tertentu,

masalah yang tengah dihadapi wilayah tersebut, dan kebutuhan untuk

mengatasinya. Semua kriteria Alger tersebut berhubungan dengan

substansi pesan atau informasi yang harus disampaikan media kepada

publik.

Seiring perkembangan teknologi dan kemudahan akses internet,

berita-berita yang tersebar melalui portal berita online lebih mudah

diterima dan dibagi ke banyak pengguna. Kecepatan dan kebaruan berita

online membuat para politisi dengan mudah membaginya melalui akun-

akun media sosialnya. Beberapa berita terpilih juga dimasukkan ke dalam

situs pribadi mereka. Dengan kata kunci yang menyebut nama mereka,

45

Dean Alger. 1989. The Media and Politics. Englewood Cliffs: Prentice Hall.

22

maka akan dengan mudah menemui berita yang terkait tentang mereka di

internet. Apapun yang mereka ucapkan saat dimintai pendapat tentang

isu-isu kebijakan pemerintah ataupun kegiatan yang sedang mereka

lakukan dapat ditemukan dengan mudah di internet.

Selain itu, politisi juga dapat menuangkan pemikirannya melalui

media baru, baik melalui media sosialnya atau pun langsung tertulis di

situs pribadinya. Dengan media baru ini, para politisi dapat menuangkan

pemikiran dan visi misinya, lalu dapat membagikannya dengan mudah

kepada para pengikutnya di media sosial. Seluruh dokumentasi kegiatan

dan opini dari politisi tersebut dapat ditemukan dengan mudah dalam situs

pribadinya yang diambil dari berbagai sumber di internet. Hal ini

merupakan model komunikasi politik yang baru dengan menggunakan

media baru. Media baru banyak mempengaruhi cara berkomunikasi,

termasuk dalam komunikasi politik yang dilakukan oleh aktor politik

kepada masyarakat, begitu juga sebaliknya.

E. KERANGKA KONSEP

Dalam teori image building, citra akan terlihat atau terbentuk melalui

proses penerimaan panca indera yang masuk ke saringan perhatian, lalu

menghasilkan pesan yang dapat dilihat dan dimengerti, kemudian berubah

menjadi persepsi dan akhirnya terbentuk citra46

. Maka, citra politisi dapat dilihat

sebagai kesan yang didapat oleh masyarakat tentang politisi melalui apa yang

telah direkam oleh media tentang kehidupan politik dan kehidupan pribadinya,

walaupun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya47

. Citra

diri seorang politisi ini dapat memberikan cara untuk menghubungkan dirinya

dengan orang lain, sehingga citra politisi dapat membantu orang lain untuk

46

Nimmo. 2010. Op,Cit., Hal 5 47

Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 2

23

memahami, menilai, dan mengindentifikasi peristiwa politik yang dialami politisi

tersebut.

Indikator citra yang positif dapat dilihat dari bagaimana mereka

menjelaskan ideologi, visi dan misi, hubungan mereka dengan partai politik, dan

kualitas personal aktor politik48

, apakah mereka terlihat ramah, tenang, tidak

tergesa-gesa, atau sifat-sifat lain yang dipandang baik oleh masyarakat. Citra yang

negatif dapat terlihat dari bagaimana politisi mengambil sikap melalui berita-

berita yang ada di situs pribadinya dan di media lainnya, apakah mereka

cenderung agresif, keras kepala, sering memaksakan kehendak, atau sifat-sifat lain

yang dipandang negatif oleh masyarakat, seperti melanggar UU, etika, dan tata

krama sebagai wakil rakyat49

.

Shyles50

menjelaskan ada 8 kategori yang dapat menjadi dasar dalam

meneliti citra politisi melalui profil politisi, yaitu:

1. Altruism, merujuk pada perhatian politisi terhadap kebutuhan orang

lain, termasuk perbuatan baik yang terlihat dan kedermawanan.

2. Kompetensi, merujuk pada kemampuan, pengetahuan, dan

keterampilan yang dimiliki politisi.

3. Pengalaman, fokus kepada peran, pekerjaan, dan pencapaian atau

prestasi yang dimiliki oleh politisi.

4. Kejujuran, merujuk pada bagaimana gengsi, keikhlasan, dan

keterusterangan yang terlihat dalam diri politisi.

5. Kepemimpinan, merujuk kepada kemampuan politisi dalam

memimpin dan melayani masyarakat.

48

Shawn W. Rosenberg, . 1991. Creating a Political Image: Shaping Appereance and

Manipulating the Vote. Political Behavior. Vol 13, No 4. Diunduh dari

http://www.jstor.org/stable/586121 49

Dalam Andrew W. Barrett and Lowell W. Barrington. 2005. Is a Picture Worth a Thousand

Words: Newspaper Photographs and Voter Evaluation of Political Candidates. Diunduh dari

http://hij.sagepub.com/content/10/4/98.full.pdf 50

Leonard Shyles. 1984. Defining "Images" of Presidential Candidates from Televised Political

Spot Advertisements. Political Behavior, Vol. 6, No. 2 (1984), pp. 171-181. Diunduh dari

http://www.jstor.org/stable/586383

24

6. Karakter, merujuk pada karakter dan kepribadian yang dimiliki

politisi, misalnya jiwa muda, keberanian, kesederhanaan, humoris,

ketenangan dalam menyampaikan pendapat, dan relijius.

7. Kekuatan, merujuk pada kekuatan, keinginan yang kuat, dan daya

tahan yang dimiliki politisi.

8. Kualitas khusus lainnya, merujuk pada karisma yang dimiliki atau

sifat baru yang berbeda dengan politisi lainnya.

Dari 8 kategori yang telah dijabarkan oleh Shyles, peneliti mengambil 2

kategori sebagai acuan dasar dalam meneliti citra yang dibentuk politisi melalui

situs pribadinya, yaitu kompetensi dan karakter yang dimiliki. Kompetensi dipilih

untuk melihat kemampuan yang dimiliki politisi dalam menanggapi isu atau

peristiwa politik yang terjadi. James McCroskey51

berpendapat bahwa kompetensi

politisi sangat diperlukan dalam melihat citra seorang aktor politik karena

kompetensi dapat melihat kemampuan atau penguasaan terhadap substansi yang

disampaikan dan dapat melihat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Sedangkan karakter dapat melihat citra yang dibentuk politisi dengan

merujuk pada kepribadian yang dimiliki politisi. Tentunya karakter politisi sangat

berpengaruh terhadap citra yang akan dibentuk karena kepribadian yang muncul

di depan media menjadi salah satu acuan bagaimana masyarakat menilai seorang

politisi, sehingga kompetensi dan karakter merupakan 2 hal penting yang dapat

menjadi dasar dalam menilai citra seorang aktor politik. Kedua kategori yang

dikemukakan Shyles ini akan dikembangkan menjadi unit klasifikasi yang akan

dijadikan sebagai panduan dalam menganalisis objek penelitian.

Unit klasifikasi dalam penelitian ini merupakan unit terbesar dari yang

diteliti dan dipakai untuk menguji atau mempertimbangkan referensi-referensi

yang dicatat dalam konteks yang lebih besar. Satuan unit klasifikasi yang telah

ditentukan kemudian dikaji untuk memperjelas bagian yang ditekankan dalam

penelitian dan dijabarkan lagi menjadi kategori. Berikut adalah unit klasifikasi

51

Dalam Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 213

25

yang dibagi menjadi beberapa kategori yang akan dipakai sebagai panduan untuk

pencarian dan analisis data.

Unit Klasifikasi Kategori Definisi

Kompetensi

Intelektual Menunjukkan kemampuan dan

kecerdasan yang dimiliki politisi

dalam mempersepsikan sesuatu,

memberikan pemahaman, dan

memberikan solusi (problem solving)

atas isu dan peristiwa politik yang

terjadi.

Komunikatif Menunjukkan kemampuan

komunikasi dalam menyampaikan

pendapat dan memberi alasan,

melakukan negosiasi, serta

memberikan keputusan dalam

menanggapi isu dan peristiwa politik

yang terjadi.

Dedikasi Menunjukkan kemampuan politisi

dalam menjalankan tugasnya sebagai

wakil rakyat dan melakukan

pelayanan publik melalui konten

informasi-informasi yang ada.

Memiliki jiwa

kepemimpinan

Menunjukkan kemampuan politisi

dalam memimpin, membimbing, dan

mengarahkan masyarakat dalam

menanggapi isu dan peristiwa politik

yang terjadi.

Karakter Percaya diri Menunjukkan rasa percaya diri akan

kemampuan yang dimiliki dalam

menjalankan peran sebagai wakil

rakyat, memiliki keyakinan yang

tinggi, dan optimis dalam

menanggapi isu dan peristiwa politik

yang terjadi.

Berani Menunjukkan keberanian dalam

menanggapi isu dan peristiwa politik

yang terjadi sesuai kapasitasnya

sebagai wakil rakyat, walaupun

banyak pro kontra yang terjadi.

26

Sederhana Menunjukkan kesan sederhana,

bersahaja, dan tidak berlebihan di

hadapan media.

Humoris Mempunyai selera humor dengan

menyisipkan gurauan dalam

menyampaikan pendapatnya dalam

menanggapi isu dan peristiwa politik

yang terjadi.

Tenang Menunjukkan kesan yang tenang,

berhati-hati, dan tidak tergesa-gesa

ketika menyampaikan pendapatnya

dalam menanggapi isu dan peristiwa

politik yang terjadi.

Religius Menunjukkan kesan religius,

beriman, dan taat pada agama di

hadapan media.

Tabel 1.1: Tabel Unit Klasifikasi dan Kategori Panduan

Sumber: Shyles, 1984; Haryatmoko 2013; Bernhardt, etc, 2011; Galasso &

Nannicini, 2011

F. OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah informasi-informasi yang ada di situs pribadi

Fadli Zon dalam fadizon.com dan situs pribadi Fahri Hamzah dalam

fahrihamzah.com, tetapi tidak semua informasi dalam situs tersebut akan diteliti.

Peneliti akan memilih beberapa sampel informasi dalam situs tersebut yang

menarik untuk diteliti selama periode Agustus hingga Oktober 2015. Periode ini

dipilih karena dalam periode tersebut muncul banyak isu menarik menjelang satu

tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

G. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian yang berfokus pada pembangunan citra politisi melalui

informasi-informasi yang dimuat dalam situs pribadi politisi ini akan

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena dianggap

27

mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci berkaitan dengan

suatu peristiwa atau gejala sosial yang dalam penelitian ini adalah citra politisi

yang dibentuk melalui informasi-informasi yang ada di situs pribadi politisi.

Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk mengetahui kondisi tentang

permasalahan penelitian yang didasarkan pada pemahaman serta pembentukan

pemahaman yang diikat oleh teori dan penafsiran peneliti dan data yang

didapatkan merupakan hasil pengamatan dan analisis pesan dalam situs pribadi

Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

1. Metode Penelitian

Penelitian yang berfokus pada pembentukan citra politisi melalui

informasi-informasi yang ada di dalam situs pribadi politisi ini akan

menggunakan metode analisis isi kualitatif. Analisis isi merupakan metode

khas untuk penelitian komunikasi yang dipandang mampu menjamin

adanya cara yang efisien, mampu memberikan alat, serta menyediakan

langkah-langkah yang bermanfaat bagi peneliti pesan media52

.

Krippendorff53

menjelaskan bahwa analisis isi dapat ditiru dan merupakan

metode yang cocok untuk membuat kesimpulan yang spesifik dari teks

menjadi bagian-bagian dalam objek penelitian. Sanders54

menjelaskan

bahwa analisis isi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk

melihat kecenderungan muatan pesan tertentu dan merupakan cara yang

mendalam untuk mempelajari perubahan sosial karena tulisan tentang

masyarakat yang mencerminkan perubahan perubahan dalam nilai,

kepercayaan, dan perilaku.

Berbeda dengan analisis isi kuantitatif, analisis isi kualitatif

menekankan pada penelitian teks dan simbol-simbol dalam konteks

khusus. Penelitian ini juga tidak berpretensi untuk menghitung data dalam

52

Nunung Prajarto. 2010. Analisis Isi: Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: FISIPOL

UGM. Hal 1 53

Klaus Krippendorff. 2004. Content Analysis: An Introductions to its Methodology (Second

Edition). California: Sage Publication 54

Dalam Bruce A. Chadwick, Howard M. Bahr & Stan L. Albrecht. 1991. Metode Penelitian Ilmu

Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal 272

28

muatan isi pesan secara statistik atau penggalian konten obyektif dari teks,

tetapi memetakan isi pesan untuk memeriksa makna, tema dan pola yang

tidak nampak (latent content) dalam teks tertentu55

. Hal ini memungkinkan

peneliti untuk memahami realitas sosial secara subjektif tetapi ilmiah.

Idrus56

menjelaskan karakteristik penelitian kualitatif sebagai berikut:

a. Bersifat deskriptif, penelitian kualitatif memberikan gambaran secara

mendalam tentang situasi dan proses yang diteliti dan tidak digunakan

untuk menguji hipotesis.

b. Human instrument, pada penelitian kualitatif pengumpulan data

dilakukan oleh peneliti sendiri yang diistilahkan sebagai human

instrument. Dengan begitu, kedudukan seorang peneliti dalam desain

penelitian kualitatif begitu penting, peneliti dituntut untuk dapat

memahami berbagai perilaku, interaksi antarsubyek, aktivitas, gerak,

mimik, nilai-nilai, simbol, atau apapun yang terkait dengan subyek

yang ditelitinya.

c. Analisis data dilakukan secara induktif, metode penelitian kualitatif

lebih berorientasi pada eksplorasi dan penemuan, serta tidak

bermaksud untuk menguji teori dengan menguraikan fakta-fakta yang

ada lalu dirumuskan menjadi sebuah kesimpulan umum atau

generalisasi.

Dengan analisis isi kualitatif, peneliti ingin mendeskripsikan prosedur

analisis teks yang sistematis dan mengambil keuntungan yang dimiliki

metode analisis isi dalam ilmu komunikasi untuk mengembangkan

prosedur kualitatif. Kracauer57

menegaskan bahwa “qualitative content

analysis is synonymous with exegesis”. Pernyataan ini diperkuat oleh

Mayring yang menyatakan, “content analysis analyze not only the manifest

content of the material –as its name may suggest”58

. Becker & Lissmann59

55

Phillip Mayring. 2014. Qualitative Content Analysis: Theoritical Foundation, Basic Procedures,

and Software Solution. Klagenfurt 56

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga, Hal. 21 57

Dalam Klaus Bruhn Jensen & Nicholas W. Jankowski. 1991. A Handbook of Qualitative

Methodologies for Mass Communication Research. New York: Routledge. Hal 123 58

Mayring. Op., Cit

29

menambahkan bahwa ada beberapa level konten yang berbeda: tema dan

ide utama teks sebagai konten utama, sedangkan konteks dalam informasi

sebagai konten laten atau yang tidak nampak.

Dari pernyataan-pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa analisis isi

kualitatif akan menghasilkan penafsiran atau kesimpulan baru yang tidak

hanya menganalisis hal yang tampak dari sebuah teks, tetapi juga hal-hal

yang tidak tampak dari sebuah teks. Mayring menambahkan,

“the main idea of the procedure of analysis is thereby, to preserve the

advantages of quantitative content analysis as developed within

communication science and to transfer and further develop them to

qualitative-interpretative steps of analysis”60

.

Mayring61

menjelaskan bahwa analisis isi kualitatif memanfaatkan

keuntungan metode analisis isi kuantitatif untuk suatu penafsiran yang

lebih kualitatif, ia menekankan ada 3 keuntungan yang didapat dari

analisis kualitatif:

a. Fitting the material into a model of communication. Dengan ini

dapat ditentukan pada bagian apa kesimpulan dibuat, aspek-aspek

yang dimiliki komunikator (pengalaman, pendapat, perasaan),

situasi saat produksi pesan, latar belakang sosial budaya, pesan

dalam teks itu sendiri, atau efek dari pesan tersebut.

b. Rules of analysis. Adanya rules of analysis akan memudahkan

penelitian karena data penelitian akan dianalisis sesuai dengan

prosedur yang sudah ada, lalu dirangkai menjadi unit analisis isi.

c. Categories in the center of analysis. Aspek-aspek dalam

intrepretasi teks yang disesuaikan dengan rumusan masalah, akan

dimasukkan dalam kategori-kategori yang menjadi inti dari proses

analisis.

Prosedur analisis isi akan kurang tepat jika rumusan masalah terlalu

terbuka, eksploratif, tidak tetap, dan bekerja menggunakan kategori-

kategori yang terlalu membatasi, atau jika tidak sesuai dengan prosedur

59

Dalam Ibid 60

Ibid 61

Ibid

30

analisis yang sudah direncanakan karena interpretasi yang terlalu luas

dapat menjadi sebuah ancaman untuk peneliti62

. Analisis isi kualitatif tidak

bertujuan untuk menghitung data dalam muatan isi pesan secara statistik

dan tidak hanya meneliti aspek yang nampak saja, tetapi juga memetakan

isi pesan berdasarkan muatan isi pesan yang tidak nampak (latent content)

juga. Teks-teks dalam satuan kecil akan diseleksi dan diorganisasikan,

khususnya teks yang berhubungan dengan citra Fadli Zon dan Fahri

Hamzah.

Dengan menggunakan metode analisis isi kualitatif ini, peneliti akan

berupaya untuk mengintepretasikan data berupa penggunaan teks dan

bahasa dalam informasi-informasi yang terdapat dalam situs pribadi

politisi dan fokus kepada isi pesan dalam informasi-informasi yang dimuat

dalam situs pribadi Fadli Zon (fadlizon.com) dan Fahri Hamzah

(fahrihamzah.com) untuk menemukan bagaimana informasi-informasi

yang dimuat dalam situs pribadi mereka dapat mendukung upaya mereka

dalam membentuk citra yang positif di mata masyarakat sebagai politisi,

khususnya sebagai Wakil Ketua DPR-RI.

2. Sampel Penelitian

Melalui situs pribadi milik Fadli Zon dan Fahri Hamzah, peneliti akan

menganalisis informasi-informasi yang ada di situs masing-masing politisi

untuk melihat bagaimana citra kedua politisi tersebut dalam menanggapi

isu-isu dan peristiwa politik yang terjadi. Informasi-informasi yang dipilih

berasal dari kanal Profil dan Blog atau Liputan Media. Kanal-kanal

tersebut dipilih karena isi informasi dalam kanal-kanal tersebut memuat

lebih banyak keterangan tentang politisi-politisi ini.

Dalam kanal Blog dan Liputan Media dipersempit lagi dengan

mengambil sampel 5 isu yang bergulir pada Agustus hingga Oktober 2015

dan mendapat banyak perhatian oleh kedua politisi ini. Isu-isu ini dipilih

karena merupakan isu-isu sensitif yang membuat kedua politisi angkat

62

Satu Elo & Helvi Kyngas. 2008. The Qualitative Content Analysis Process. Finland: University

of Oulu

31

bicara karena terlibat langsung atau menjadi alat mereka untuk

memberikan saran dan kritik terhadap pemerintahan yang genap setahun

dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sehingga dapat dilihat

bagaimana citra yang ingin dibentuknya sebagai Wakil Ketua DPR-RI,

anggota partai, dan politisi di mata masyarakat. Isu-isu tersebut adalah:

1. Tujuh megaproyek DPR. DPR mengajukan tujuh proyek pembangunan

dalam komplek gedung DPR dan menjadi hal yang kontroversial di

kalangan masyarakat karena rencana anggaran yang mencapai 1,6

triliun rupiah, walaupun pada akhirnya Jokowi meminta DPR

mengkaji ulang usulan rencana pembangunan tujuh proyek ini.

2. Kehadiran perwakilan DPR dalam kampanye Donald Trump di

Amerika Serikat. Fadli Zon sebagai salah satu aktor yang menemui

Donald Trump dalam kampanyenya di Amerika Serikat menuai

banyak kecaman dari masyarakat Indonesia karena dianggap

mendukung Donald Trump, calon Presiden Amerika yang sering

membuat kontroversi.

3. Rupiah melemah terhadap dolar AS. Isu ini cukup sensitif karena

terkait dengan perekonomian bangsa yang ikut melemah dan menjadi

perhatian semua kalangan, termasuk kedua politisi ini.

4. Alotnya pembahasan RAPBN 2016. Pembahasan alot atas Rancangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 ini mengundang

banyak komentar, kritik, dan saran dari para anggota DPR, karena

dianggap masih banyak yang perlu direvisi untuk kesejahteraan rakyat.

Lobi antara pemerintah dan DPR selama 11 jam ini akhirnya

mengesahkan RAPBN 2016 melalui Sidang Paripurna DPR.

5. Bencana kabut asap. Sudah beberapa bulan terakhir Sumatra dan

Kalimantan diselimuti kabut asap yang menganggu aktivitas warga dan

telah memakan banyak korban jiwa. Kepedulian pemerintah terhadap

bencana ini dianggap kurang, karena penanganan yang lamban dalam

menangani kebakaran hutan dan penangkapan oknum-oknum yang

membakar hutan.

32

Setelah mengidentifikasi sampel penelitian yang berasal dari kanal

Blog atau Liputan Media, peneliti akan mengidentifikasi informasi yang

terdapat dalam kanal Profil sebagai data sekunder untuk melengkapi

analisis tentang citra yang ingin dibentuk oleh politisi tersebut melalui

pengenalan profil dirinya di situs pribadi yang dimiliki.

Gambar 1.1: Bagan Sampel Penelitian

3. Teknik Pengumpulan Data

Situs politisi yang terbagi dalam beberapa kanal dan memuat berbagai

informasi yang mendukung pembentukan citra politisi tersebut merupakan

objek utama dalam penelitian ini, maka mendapatkan data primer

penelitian dilakukan dengan mengamati dan menganalisis isi pesan dalam

informasi-informasi yang telah terpilih dalam situs politisi untuk

merepresentasikan citra yang dibentuk oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah,

sedangkan data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui kanal Profil

sebagai pelengkap data analisis tentang citra yang ingin dibentuk oleh

politisi tersebut melalui pengenalan profil dirinya di situs pribadi yang

dimiliki. Selain itu data sekunder lain yang berupa buku, jurnal, maupun

artikel di situs internet juga akan digunakan sebagai data acuan dalam

menkonstruksi kerangka pemikiran dalam proses analisa data. Data

33

sekunder ini berupa data yang turut menunjang dalam pelaksanaan

penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan induktif dalam

menganalisis data, sehingga teknik analisis datanya akan berbeda dengan

metode analisis kuantitatif yang cenderung deduktif. Hal ini menarik

karena kerangka kualitatif yang menggunakan pendekatan induktif dapat

digunakan untuk mengembangkan aspek-aspek dalam interpretasi data,

membuat kategori-kategori, dapat berjarak sedekat mungkin dengan objek

penelitian, dan memformulasikannya ke dalam batasan penelitian.

Ballstaedt, etc63

berpendapat bahwa, “for that scope qualitative content

analysis has developed procedures of inductive category development,

which are oriented to the reductive processes formulated within the

psychology of text processing”.

Lauri & Kyngas64

berpendapat bahwa pendekatan induktif dapat

dilakukan jika tidak ada pengetahuan yang cukup tentang sebuah

fenomena komunikasi, sehingga kategori-kategori dalam penelitian ini

diperoleh dari data dalam analisis isi induktif. Pendekatan induktif ini

mengubah data spesifik menjadi umum, sehingga contoh-contoh khusus

diobservasi satu per satu, lalu dikombinasikan menjadi sebuah kesimpulan

umum yang lebih besar.

Melalui pendekatan induktif, Mayring65

menjelaskan prosedur yang

dapat dilakukan untuk inductive category development secara singkat

dengan diawali merumuskan kriteria dari definisi yang diambil dari latar

belakang teori dan rumusan masalah yang akan menentukan aspek-aspek

data penelitian tekstual ke dalam poin-poin khusus. Melalui kriteria

tersebut, data penelitian akan dianalisis melalui kategori-kategori yang

bersifat sementara, lalu dari sini akan ditarik sebuah kesimpulan. Saat

63

Dalam Mayring. Op., Cit. 64

Elo. Op., Cit 65

Mayring. Op., Cit

34

melalukan analisis, kategori-kategori tersebut dapat direvisi, dikurangi

hingga menjadi kategori-kategori utama. Berikut prosedur inductive

category development menurut Mayring secara singkat:

Gambar 1.2 Step Model of Inductive Category Development (Mayring, 2014)

Selain prosedur yang dikemukakan oleh Mayring tersebut, Elo dan

Kyngas66

memberikan ringkasan cara untuk melakukan analisis isi dengan

menggunakan pendekatan induktif berdasarkan beberapa sumber.

Pendapat Elo dan Kyngas yang ditambahkan dengan pendapat Mayring ini

akan menjadi dasar prosedur teknik analisis data dalam penelitian ini.

Sama seperti pendapat Mayring, peneliti harus tetap berpegang kepada

rumusan masalah dan tujuan penelitian untuk memilih konten-konten yang

akan dianalisis dalam situs pribadi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, lalu

memulai tahap persiapan dengan memilih unit klasifikasi yang disesuaikan

66

Dalam Elo. Op., Cit

35

dengan citra yang dibangun kedua politisi tersebut dalam situs pribadinya.

Dalam proses analisis, peneliti perlu membaca objek penelitian berulang

kali agar dapat membenankam diri dalam objek penelitian dan akrab

dengan objek penelitian yang telah dipilih. Setelah masuk ke dalam objek

penelitian, analisis dilakukan dengan pendekatan induktif. Pendekatan

induktif dimulai dengan mengatur data kualitatif lalu melalukan cara-cara

sebagai berikut:

a. Semi-open coding, tahap ini dimulai dengan membaca objek penelitian

yang ada dalam situs pribadi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, serta

informasi-informasi yang ada di berbagai media untuk memilahnya

menjadi data penelitian. Proses coding ini dimulai dengan

mentransformasi dan mengelompokkan data mentah secara sistematis

ke dalam kategori-kategori bebas yang menjadi panduan dan telah

dijelaskan dalam kerangka konsep. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi kategori-kategori yang dianggap tidak diperlukan,

sehingga kategori konsep itu dapat berubah sesuai dengan penemuan

saat penelitian.

b. Creating categories, tahap ini bertujuan untuk menyediakan pengertian

yang dapat mendeskripsikan fenomena yang terjadi. Ketika membuat

kategori-kategori menggunakan pendekatan induktif, peneliti akan

mengambil keputusan melalui interpretasi yang didapatkan melalui

kategori-kategori yang telah terpilih dalam tahap semi-open coding.

Kategori-kategori yang dibuat merupakan modifikasi dari kategori-

kategori sebelumnya dan disesuaikan dengan temuan-temuan baru saat

proses analisis data.

c. Abstraction, tahap akhir proses analisis data yang merupakan

interpretasi terhadap hasil analisis data, penarikan kesimpulan dari

hasil temuan dan analisis data yang diperoleh melalui kategori-kategori

yang dihasilkan. Dari abstraksi ini nantinya akan diambil sebuah

kesimpulan umum dari hasil penelitian tentang citra politisi dalam

36

situs pribadi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, lalu membandingkannya

dengan citra mereka yang terbentuk di media lain.