bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. asas yuridis...

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tentram, dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri. Pada hakekatnya, negara dapat dipandang sebagai kumpulan manusia yang hidup untuk mencapai beberapa tujuan bersama. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum (rechtstaat) yang berdasarkan Pancasila. Konsep Negara Indonesia memasuki alam kemerdekaan, yaitu dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945. Begitu pula saat diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi Republik Indonesia Serikat), Undang-undang Dasar Sementara 1950 dan sampai diberlakukannya kembali UUD 1945. Negara hukum tetap menjadi konsep dasar yang dianut Indonesia. 1 1 Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak (Menurut UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak), Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm 1.

Upload: trinhanh

Post on 14-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata

kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tentram, dan

tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan

secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air

memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan

sendiri.

Pada hakekatnya, negara dapat dipandang sebagai kumpulan manusia

yang hidup untuk mencapai beberapa tujuan bersama. Negara Kesatuan

Republik Indonesia adalah Negara Hukum (rechtstaat) yang berdasarkan

Pancasila. Konsep Negara Indonesia memasuki alam kemerdekaan, yaitu

dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945. Begitu pula saat

diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi Republik Indonesia

Serikat), Undang-undang Dasar Sementara 1950 dan sampai diberlakukannya

kembali UUD 1945. Negara hukum tetap menjadi konsep dasar yang dianut

Indonesia.1

1 Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak

(Menurut UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak), Cetakan Pertama, PT. Refika

Aditama, Bandung, 2006, hlm 1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

2

Negara Indonesia merupakan Negara hukum, dimana indonesia

memiliki konstitusi tertulis dalam bentuk Undang-undang Republik Indonesia

1945.2Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang melaksanakan

kegiatan pembangunan. Salah satu kegiatan pembangunan yang dilaksanakan

adalah pembangunan nasional. Pembangunan tersebut bertujuan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia

secara adil, makmur dan merata. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran

Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak

merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar.3

Dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa penerimaan pajak terus

meningkat dan memberi andil yang besar dalam penerimaan negara.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan

penerimaan pajak, antara lain dengan melakukan reformasi pajak (tax

reform). Tujuan utama dari reformasi pajak ialah untuk lebih menegakkan

kemandirian Negara dalam membiayai pembangunan nasional dengan lebih

mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya

dengan cara meningkatan penerimaan negara melalui perpajakan dari

berbagai sumber di luar minyak bumi dan gas.

Sebagai Negara berkembang, pembangunan di Indonesia saat ini telah

mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pembangunan ini dimaksudkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia untuk itu

2 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Dan Menegakkan Konstitusi, Cetakan Ketiga, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 161. 3 Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, PT. Erosce, Jakarta,

1994, hlm 10.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

3

pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang dan dilaksanakan

secara adil dan merata di seluruh Indonesia. Untuk dapat mewujudkan itu

semua, pemerintah memerlukan banyak biaya yang salah satu sumbernya

adalah dari sektor perpajakan.

Setelah terbentuknya negara-negara nasional dan tercapainya

pemisahan antara rumah tangga Negara dan rumah tangga pribadi raja pada

akhir abad pertengahan, pajak mendapat tempat paling mantap diantara

pendapatan di suatu negara. Sehubungan dengan itu, maka pembayaran pajak

yang tadinnya bersifat suka rela berubah menjadi pembayaran yang

ditetapkan secara sepihak oleh Negara dalam bentuk Undang-undang dan

dipaksakan.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

setelah diamandemen empat kali dalam Pasal 23 A, menyebutkan bahwa

pajak adalah merupakan pengutan lain yang bersifat memaksa untuk

keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.4

Berdasarkan ketentuan Pasal 23 A tersebut, terdapat 2 (dua) unsur

pokok yang terdapat dalam pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa

yaitu pertama, harus diatur dengan Undang-Undang dan kedua, sifatnya

dapat dipaksakan. Pajak merupakan masalah keuangan negara, pemungutan

pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara yang hasilnya

akan dikembalikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, pemungutan pajak

harus mendapat persetujuan dari rakyat, khususnya menyangkut mengenai

4 Pasal 23 A, Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

4

jenis pajak apa saja yang akan dipungut serta berapa besarnya pemungutan

pajak. Proses persetujuan rakyat dimaksud tentunya hanya dapat dilakukan

dengan suatu undang-undang. Landasan yuridis untuk menjawab pertanyaan

tersebut adalah dengan mengacu pada Pasal 23 A tersebut di atas.

Sebaliknya apabila ada pungutan yang namanya pajak namun tidak

berdasarkan Undang-undang, maka pungutan tersebut bukanlah pajak tetapi

lebih tepat disebut perampokan (taxation without representation is robbery).

Keseluruhan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut

memberikan dasar hukum dalam pemungutan pajak sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 23 A UUD 1945, dengan kelengkapan sarana

perundang-undangan tersebut diharapkan pemerintah dapat menegakkan law

enforcement di bidang perpajakan.5

Berdasarkan unsur-unsur tersebut di atas, maka dalam pemungutan

pajak terdapat justifikasi (pembenaran atau dasar), sehingga fiskus (aparat

pajak) berwenang untuk memungut pajak. Untuk mendapatkan justifikasi

pemungutan pajak, maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa teori

yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum, yaitu

pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

1. Asas Keadilan

Menyatakan bahwa hukum pajak (hukum atau peraturan perundang-

undangan perpajakan) harus mengabdi dan berdasarkan pada asas

keadilan;

5Waluyo, Perpajakan Indonesia Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Perundang-undangan

Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru, Edisi 7, Salemba Empat, Jakarta,

2007, hlm 4-5.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

5

2. Asas Yuridis

Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan

perpajakan harus dapat memberikan jaminan hukum, baik untuk negara

maupun warga negaranya, bagi fiskus, dan juga bagi Wajib Pajak. Artinya

setiap pengenaan dan pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-

undang;

3. Asas Ekonomis

Pajak yang dibayarkan oleh warga negara selaku Wajib Pajak yang

dipungut oleh fiskus, harus diusahakan oleh peraturan perpajakan, agar :

a. Tidak menghambat lancarnya proses produksi, distribusi, dan

perdagangan;

b. Tidak pernah menghalangi rakyat dalam usahanya menuju

kebahagiaan, keadilan, kenyamanan, kesejahteraan, dan jangan

merugikan kepentingan rakyat banyak;

4. Asas Finansial

Pajak sebagai penerimaan negara yang utama, yang digunakan untuk

membiayai pemerintah dalam menjalankan fungsinya dan untuk tujuan

menyejahterakan masyarakat. Oleh karenanya, biaya yang dikeluarkan

untuk pengumpulan pajak, harus jauh lebih kecil daripada jumlah pajak

yang diperoleh.6

6Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan:Konsep, Teori, dan Isu, Prenada Media Group,

Jakarta, 2006, hlm 49-54.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

6

Definisi pajak menurut para Pakar (Mr. Dr. N.J. Feldmann, Prof. Dr.

M.J.H. Smeets, Dr. Soeparman Soemahamidjaja, Prof. Dr. Soeparman

Soemahamidjaja, Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.), pada umumnya para

pakar menegaskan bahwa terdapat unsur paksaan dalam pengertian pajak,

selain unsur-unsur yang lainnya, yaitu pembayaran pajak harus berdasarkan

Undang-undang, tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat

dirasakan oleh pembayar pajak, pemungutan pajak dilakukan oleh negara

baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)

dan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.7

Menurut teori yang dijelaskan Siahaan M.P., bahwa pajak bukan

hanya berfungsi untuk ke kas negara tetapi juga merupakan wujud partisipasi

masyarakat dalam pembangunan dengan memenuhi kewajiban kenegaraan

dalam upaya peningkatan kemandirian bangsa dalam pelaksanaan

pembangunan nasional.8 Adapun sumber penerimaan pajak itu adalah semua

penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak

perdagangan internasional yang sangat negara butuhkan sebagai sumber

utama bagi pengeluaran negara.

Oleh karena itu, sesuai dengan pendapat Siahaan M.P., bahwa salah

satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah kepatuhan Wajib Pajak

dalam membayar pajak. Hanya saja apabila Wajib Pajak ternyata tidak

7 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta, 2007,

hlm 6. 8 Siahaan M.P., Hukum Pajak Elementer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm 21.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

7

membayar pajak maka terhadapnya tentu perlu diberikan tindakan tegas untuk

dapat memaksa Wajib Pajak tersebut untuk melunasi utang pajaknya.9

Sebagai Negara berkembang, pembangunan di Indonesia saat ini telah

mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pembangunan ini dimaksudkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia untuk itu

pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang dan dilaksanakan

secara adil dan merata di seluruh Indonesia. Untuk dapat mewujudkan itu

semua, pemerintah memerlukan banyak biaya yang salah satu sumbernya

adalah dari sektor perpajakan, Pajak mempunyai peran yang sangat penting

dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pembangunan karna pajak

merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai semua

pengeluaran,termasuk pengeluaran pembangunan. Maka dari itu sebagai

masyarakat yang mendukung pembangunan untuk negeri ini harus

berpartisipasi dalam pemungutan pajak. Karena ketersedian berbagai sarana

dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa

adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk pajak.

Kasus pajak tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Hampir setiap

hari di media massa diberitakan adanya kasus pajak. Mulai dari masyarakat

yang menunggak pajak hingga adanya pegawai pajak yang melakukan

pelanggaran aturan pegawai pajak. Permasalahan tunggakan pajak dapat

dilihat dari beberapa kasus yang telah diberitakan, baik tunggakan pajak yang

dilakukan oleh wajib pajak individu maupun suatu perusahaan.

9 Ibid., hlm 109.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

8

Seperti telah disebutkan, ditinjau dari segi hukum, pajak merupakan

sebuah perikatan. Perikatan pajak berbeda dengan perikatan perdata. Dalam

perikatan perdata, perikatan dapat timbul karena perjanjian dan dapat terjadi

pula karena Undang-Undang, sementara perikatan pajak adalah perikatan

yang timbul karenaUndang-Undang. Perikatan perdata dilingkupi oleh

suasana hukum privat yang mengatur hubungan-hubungan hukum dari

subyek-subyek yang sederajat, sementara perikatan pajak dilingkupi oleh

hukum publik dimana salah satu pihaknya adalah negara yang mempunyai

kewenangan untuk memaksa. Hal penting untuk diperhatikan dalam kaitan ini

antara lain mengenai saat timbulnya utang pajak itu sendiri.10

Berbicara utang pajak, utang pajak adalah utang yang timbul secara

khusus, karena negara (kreditur) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas

siapa yang akan dijadikan debiturnya, seperti dalam hukum perdata. Hal ini

terjadi karena pajak lahir karena Undang-undang.11

Utang pajak menurut ajaran materil timbul dengan sedirinya

karenapada saat yang ditentukan oleh Undang-undang sekaligus dipenuhi

syarat subyek dan syarat objek. Dengan sendririnya berarti bahwa untuk

timbulnya utang pajak itu tidak diperlukan campur tangan atau perbuatan dari

pejabat pajak, asal syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang telah

dipenuhi. Sedangkan menurut ajaran formal, utang pajak timbul karena

Undang-undang pada saat dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Direktur

Jendral Pajak. Dalam hal ini lahirnya utang pajak menurut ajaran formal

10

Y.Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, CV.Andi Offset, Yogyakarta 2006, hlm 62. 11

Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, PT. Erosco, Bandung, hlm 2.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

9

terjadi karena undang-undang merupakan akibat perbuatan manusia, yakni

dari aparatur pajak untuk mengeluarkan surat ketetapan pajak. Jadi selama

belum ada surat ketetapan pajak maka belum ada utang pajak dan tidak

dilakukan penagihan walaupun syarat subyek dan syarat obyek telah dipenuhi

bersamaan.

Dengan demikian berdasar ajaran formal lebih mudah bagi wajib

pajak untuk mengetahui kapan ia mempunyai utang pajak, karena selama

belum ada surat ketetapan pajak, maka belum ada utang pajak harus mereka

bayar.12

Sepertinya dalam hukum pajak, hambatan pemungutan pajak disebut

dengan istilah perlawanan pajak. Yang dimaksud dengan perlawanan

terhadap pajak adalah “hambatan-hambatan baik yang disebabkan oleh

kondisi negara dan rakyatnya maupun disebabkan oleh usaha-usaha wajib

pajak yang disadari ataupun tidak, yaang mempersulit pemasukan pajak

sebagai sumber penerimaan negara”.13

Walaupun pajak tidak bisa dipungut tanpa adanya persetujuan rakyat

melalui wakil-wakilnya, pemerintah selalu berusaha untuk memberikan

penjelasan, penerangan dan penyuluhan agar rakyat mempunyai kesadaran

akan kewajiban untuk membayar pajak. Namun demikian, oleh rakyat pajak

tetap dirasakan sebagai beban, sehingga sebagian rakyat tetap tidak pernah

sadar untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Bahkan apabila ada sedikit

peluang untuk tidak membayar pajak atau memperkecil jumlahnya pajaknya,

mereka akan berusaha untuk menghindar dari kewajiban pajaknya.

12

Ibid., hlm 63. 13

Sumyar, Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Perpajakan,Yogyakarta, 2004, hlm 99.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

10

Melalui reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah di tahun

1983, sistem perpajakan telah bergeser dari sistem Official Assessment yaitu

sistem dimana penetapan pajak terutang dilakukan oleh fiskus (aparat pajak),

ke sistem Self Assessment dimana anggota masyarakat Wajib Pajak diberi

kepercayaan untuk dapat melaksanakan gotong royong nasional melalui

sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang

terhutang.14

System pemungutan pajak yang dipakai di Negara kita adalah

berdasarkan pada Self Assesment Systemyaitu wajib pajak diberi kepercayaan

sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga dengan system

ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

kewajiban perpajakan kepada kantor pelayanan pajak (KPP), fiskus bertugas

memberikan pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan.

Self Assesment System memungkinkan potensi adanya wajib pajak

tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik akibat kelalaian,

kesengajaan atau mungkin ketidaktahuan adanya peran yang aktif dari fiskus

untuk menjalankan fungsi dan pengawasannya.Agar Self Assesment Systemini

berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegak hukum (law

enforcement) merupakan hal yang paling utama. Dengan adanya kepercayaan

yang sangat besar dari pemerintah kepada wajib pajak untuk menghitung

sendiri pajak yang harus dibayar, maka sudah selayaknya kerpercayaan

tersebut diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang

14

Undang-undang No. 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

Penjelasan Umum.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

11

ketata atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Penegakan hukum (law enforcement) ini dapat dilakukan

dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan pajak.

Ada beberapa sytem pemungutan pajak lainnya yaitu Official

Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepada petugas pajak atau aparatur perpajakan untuk menentukan

jumlah pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak. Setelah era reformasi

perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan ini sudah tidak lagi

dipergunakan. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini, yaitu:

a. Penentu pajak terutang adalah petugas pajak atau aparatur perpajakan.

b. Hutang pajak baru akan timbul setelah petugas pajak atau aparatur

perpajakan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

c. Wajib pajak bersifat pasif, wajib pajak baru aktif ketika melakukan

penyetoran pajak terutang berdasarkan ketetapan SKP.

Adanya kepercayaan yang sangat besar yang telah diberikan

pemerintah kepada Wajib Pajak, maka agar Self Assessment System ini

berjalan secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut

diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas

kepauhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.Dimana kepatuhan Wajib Pajakdalam hal ini dinilai dengan

ketaatannya dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dari segi formal dan

material. Misalnya kepatuhan dalam hal waktu, seorang Wajib Pajak

mungkin selalu membayar kewajibannya secara penuh, tetapi jika kewajiban

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

12

tersebut dibayar secara terlambat, maka hal demikian tidak dapat dianggap

sebagai patuh.

Witholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk membantu memotong

atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga

yang dimaksud disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.

Surat teguran merupakan tindakan awal dari penagihan aktif yang

dilakukan oleh pejabat, dalam hal ini kepala kantor pelayanan pajak/kantor

pelayanan pajak bumi dan bangunan yang pelaksanaannya dilakukan 7 hari

sejak saat jatuh tempo pembayaran, sesuai dengan jadwal pelaksanaan

penaghian pajak, maka apabila wajib pajak/penanggung pajak tidak melunasi

setelah dilakukan imbauan, segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo

pembayaran maka akan diterbitkan surat teguran sebagai langkah awal.

Tindakan penagihan aktif ini akan berlanjut apabila wajib pajak/penanggung

pajak tidak melunasi tagihan pajak dalam masa penerbitan surat teguran,

wajib pajak/penanggung pajak diberi waktu selama 20 hari untuk melakukan

pelunasan. Jika tidak dilunasi, maka pada hari ke-21 fiskus akan melakukan

tindakan penegihan aktif selanjutnya, berupa penerbitan surat paksa.15

Penagihan pajak dengan surat paksa diatur dalam Undang-Undang

No. 19 Tahun 2000. Bilamana utang pajak tidak dibayar, maka Kantor

Pelayanan Pajak menerbitkan surat teguran, dilanjutkan dengan penerbitan

surat teguran, dilanjutkan dengan penerbitan surat perintah melakukan

15

Bagus Pamungkas, Penagihan Pajak Di Indonesia,Cet. Pertama, PT . Bayumedia Publishing,

Malang,2006, hlm 62-63.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

13

penyitaan, dan apabila masih belum dibayar, lalu dilakukan tindakan lelang

oleh kantor lelang negara atas permintaan kantor pelayanan pajak yang

bersangkutan, penyitaan dilakukan oleh Jurusita pajak. Tindakan penyitaan

dapat dilakukan seketika dan sekaligus tanpa menunggu urutan-urutan

penagihan pajak. Undang-Undang penagihan pajak yang demikian itu

diharapkan dapat memberi penekanan yang lebih pada keseimbangan antara

kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara. Keseimbangan

kepentingan dimaksud beripa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua

belah pihak yang tidak berat sebelah/tidak memihak, adil, serasi dan selaras

dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian

hukum.

Sebagaimana halnya dengan setiap kewajiban, maka kewajiban-

kewajiban yang timbul dalam hukum pajak pun harus dipenuhi, yaitu oleh

yang berkeharusan membayar pajak itu. Tetapi sebaliknya pembuat Undang-

Undang pajak harus memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan gejala-

gejala, bahwa tidak senantiasa kewajiban-kewajiban itu akan dipenuhi oleh

yang bersangkutan dengan sukarela. Adapun yang terkadung dalam tindakan

untuk memaksa adalah untuk mengusahakan terpenuhinya suatu kewajiban

yang sementara itu telah adatanda-tanda dan gejala-gejalanya, bahwa

kewajiban itu nampaknya tidak akan terpenuhi oleh yang berkeharusan.16

Surat paksa merupakan surat keputusan yang mempunyai kekuatan

yang sama dengan grosse (asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang

16

R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Cet. Keduapuluh Tiga, PT. Refika

Aditama, Bandung, 2013, hlm 194.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

14

tidak dapat diganggu gugat lagi dengan cara memintakan banding kepada

hakim yang lebih atas. Surat paksa harus menggunakan kepada “Atas Nama

Keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan

“eksekutorial” (kekuatan untuk dijalankan), dan kekuatan itu didapatkannya

karena keadilanlah yang semata-mata memerintahkan pelaksanaan itu. Surat

paksa memuat perintah kepada Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya yang

sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup alasannya

oleh pihak Fiskus.17

Surat paksa diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan

penyerahan salinan surat paksa kepada penanggung pajak, KPP Pratama

Tampan Pekanbaru tahun 2016mengeluarkan 1975 buah surat paksa dan pada

tahun 2017 mengeluarkan 2384 surat paksa yang mana terjadi peningkatan

baik itu surat paksa untuk perorangan maupun suatu perusahaan.

Seperti yang dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1.

Gambar 1. Efektivitas Penagihan Pajak

17

Ibid., hlm 196-197.

Efektivitas Penagihan Pajak

dengan Surat Teguran

Efektivitas Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa

Peningkatan Penerimaan Pajak

Realisasi

Penerimaan

Tunggakan

Pajak

Penagihan

Pajak dengan

Surat Paksa

Penagihan Pajak

dengan Surat

Teguran

Tunggakan

Pajak

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

15

Penagihan Pajak di KPP Pratama Tampan Pekanbaru dibagi ke dalam

dua kategori, yaitu penagihan pasif dan penag.ihan aktif. Penagihan pasif

ialah ketika fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak sampai dengan jatuh

tempo yaitu selama 30 hari. Penagihan aktif adalah kelanjutan dari penagihan

pasif, di mana pada penagihan aktif fiskus berperan langsung dalam proses

penagihan. Pada penagihan pajak secara aktif, langkah awal yang dilakukan

fiskus yaitu menerbitkan Surat Teguran. Penerbitan Surat Teguran dilakukan

di mana STP, SKPKB, SKPKBT belum juga dilunasi hingga melewati 7

(tujuh) hari dari batas waktu jatuh tempo. Jika dalam kurun waktu 21 (dua

puluh satu) hari setelah tanggal penerbitan surat teguran, penanggung pajak

tidak melunasi utang pajaknya maka akan diterbitkan surat paksa. Selanjutnya

Penanggung pajak harus melunasi utang pajaknya dalam waktu 2 x 24 jam

sejak tanggal penerbitan surat paksa. Jika tunggakan pajak yang tidak dilunasi

dalam waktu 2 x 24 jam, maka akan dilakukan tindakan penyitaan dengan

menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Setelah proses

penyitaan atas barang milik penanggung pajak dan dalam tenggat waktu 14

hari Jurusita Pajak berwenang melakukan Lelang barang tersebut melalui

kantor lelang. Undang-undang penagihan pajak tersebut diharapkan dapat

memberikan penekanan pada aspek keadilan berupa keseimbangan

kepentingan antara wajib pajak dan negara. Alur tahapan penagihan pajak di

KPP Pratama Pekanbaru Senapelan dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

16

Gambar 2. Tahapan Penagihan Pajak

Fenomena yang ada pada saat ini tidak luput dari efektifitas yang ada

pada saat terjadinya tunggakan pajak baik dari petugas pajak maupun dari

wajib pajak itu sendiri yang tidak mau bekerja sama untuk membangun

negara kita ini, pada hakikat nya pajak itu bukan untuk negara semata karena

pajak dari rakyat dan untuk rakyat berdasarkan urain diatas penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang penagihan pajak dengan surat paksa yang

diharapkan dapat memberi andil besar dalam proses penerimaan pajak, yang

merupakan salah satu kegiatan yang sangat di perlu di optimalkan. Untuk itu

penulis tertarik untuk mengangkat ke dalam penelitian yang berjudul

“Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Dalam Meningkatkan

Penerimaan Pajak” (Studi Kasus Kantor PelayananPajak Pratama

Tampan Pekanbaru ).

Surat

Teguran

STP, SKPKB,

SKPKBT, dll

Surat

Paksa

Pelaksaan

Lelang

Pengumuman

Lelang

SPMP /

Penyitaan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

17

B. Masalah Pokok

Adapun yang menjadi pokok masalah yang diangkat dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa dalam

meningkatkan penerimaan pajak ( Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Tampan Pekanbaru)?

2. Apakah kendaladalam penagihan pajak dengan surat paksa dalam

meningkatkan penerimaan pajak ( Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Tampan Pekanbaru) ?

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini

adalah dimaksudkan sebagai berikut :

4. Untuk mengetahui efektivitas penerimaan pajak dalam meningkatkan

penerimaan pajak( Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Tampan Pekanbaru).

5. Untuk mengetahui apakah kendala dalam penagihan pajak dengan surat

paksa dalam meningkatkan penerimaan ( Studi Kasus Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Tampan Pekanbaru).

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari penelitian dan kajian ini

adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis kajian ini berusaha menganalisis secara akademis, dan

hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan saran dalam ilmu

hukum.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

18

2. Secara praktis kajian dalam penelitian ini dapat digunakan untuk

memberikan kontribusi pemikiran dalam efektiftas penerimaan pajak

dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat terutama bagi masyarakat

yang mempunyai penunggakan pajak baik dalam bidang hukum.

C. Kerangka Teori

1. Konsep Negara Hukum

Dalam perkembangan teori hukum, dapat dikatakan bahwa teori

hukum mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu teori yang

cukup terkenal adalah teori sociological jurisprudence dengan tokoh-

tokohnya antara lain Roscoe Pound, Eugen Ehrlich. Adapun prinsip

pokok dari teori hukum sociological jurisprudence adalah Hukum yang

baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam

masyarakat.18

Prinsip tersebut merupakan kompromi antara hukum tertulis

sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi adanya kepastian hukum

dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan

masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum. Di

Indonesia, teori hukum tersebut dikembangkan Mochtar Kusumaatmaja

dengan penekanan hukum sebagai sarana pembangunan.19

Pemikiran

18

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung, 2003,

hlm 122. 19

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, PT. Alumni,

Bandung, 2002, hlm 19-23.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

19

dalam teori Mochtar Kusumaatmadja mengakomodasi konsep Roscoe

Pound “law as a tool of social engineering”. Konsep tersebut kemudian

dimodifikasi menjadi hukum sebagai sarana pembangunan (1976),

kemudian dituangkan di dalam GBHN 1978. Konsep ini dapat

diberlakukan dalam negara yang sedang berkembang dan negara maju.

Untung negara yang sedang berkembang, yaitu dari suasana agraris

menuju suasana industri, yang menjadikan hukum (undang-undang)

mengubah alam pemikiran masyarakat tradisional ke pemikiran

modern. Untuk negara yang sudah maju, konsepnya kembali kepada

konsep asal dari Roscoe Pound tersebut di atas yang sesuai dengan

iklim budaya hukum di negara-negara maju, khususnya di Amerika

Serikat yang orientasinya berdasarkan yurisprudensi (Common Law

System). Dalam GBHN 1993 juga dikemukakan bahwa hukum adalah

sarana rekayasa masyarakat.

Berbagai studi tentang hubungan hukum dan pembangunan

ekonomi menunjukkan bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

tidak akan berhasil tanpa pembaharuan hukum, sehingga dikatakan

bahwa memperkuat institusi-institusi hukum merupakan suatu

“precondition for economic change”.20

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diperlukan

pembaharuan hukum khususnya hukum yang terkait penciptaan iklim

yang kondusif untuk meningkatkan penerimaan negara guna menunjang

20

Erman Radja gukguk, Hukum Ekonomi Indonesia: Menjaga Persatuan Bangsa,

MemulihkanEkonomi, dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Jurnal Hukum Bisnis, Volume

22, 2003, hlm 22.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

20

pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Indonesia. Hukum yang terkait dengan penciptaan iklim peningkatan

penerimaan negara antara lain adalah hukum di bidang perpajakan.

Pengertian hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang

mengatur hubungan hukum antara pemerintah sebagai pemungut pajak

dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Hukum pajak selalu mengalami

perkembangan dan tidak terlepas dari kepentingan negara dan

kepentingan warga negara.21

Menurut Lauddin Marsuni, ada beberapa fungsi hukum yang

relevan dengan kebijakan perpajakan yang ada di Indonesia, sebagai

berikut :

1. Hukum sebagai a tool of social control

Hukum dipandang sebagai pengendali sosial yang menetapkan

tingkah laku mana yang merupakan penyimpangan, dan sanksi

hukum yang dapat diterapkan terhadap tingkah laku menyimpang

tersebut.

Dalam hal kebijakan perpajakan, hukum sebagai social control

dalam rangka untuk :

- Menentukan dan menilai tindakan pemerintahan dalam rangka

menentukan objek pajak, atau memungut pajak dari warga

masyarakat;

21

Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Op.Cit., hlm 94.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

21

- Menentukan dan menilai tindakan aparat pajak dalam rangka

melaksanakan kebijakan atau peraturan perundang-undangan di

bidang perpajakan;

- Menentukan dan menilai tindakan Wajib Pajak dalam

melaksanakan kewajibannya di bidang perpajakan;

- Menentukan sanksi hukum yang bisa dijatuhkan kepada para

Fiskus atau Wajib Pajak jika melakukan perbuatan yang

menyimpang di bidang perpajakan.

2. Hukum sebagai a tool of social engineering

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat dalam arti bahwa

hukum mungkin dapat digunakan sebagai alat perubahan oleh agent

of change atau agent of development.

Hukum adalah alat untuk digunakan pemerintah sebagai

pengejawantahan kebijakan perpajakan dalam rangka pembangunan

nasional, sebagai upaya untuk mengubah masyarakat tertinggal

menjadi masyarakat maju, dari masyarakat agraris sampai

masyarakat industri.

3. Hukum sebagai alat politik

Dalam sistem hukum di Indonesia, hukum merupakan suatu produk

yang dihasilkan oleh lembaga legislatif bersama Presiden. Proses

pembentukan hukum adalah proses politik. Penerapan fungsi hukum

sebagai alat politik melahirkan konsep politik hukum, yaitu

kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

22

menetapkan peraturan perundang-undangan yang dikehendaki

dengan maksud untuk dapat digunakan mengekspresikan apa yang

terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-

citakan.22

Secara formal yuridis, pajak tidak mungkin dipungut jika tidak

didasarkan atas Undang-undang. Sejalan dengan hal tersebut,

pemerintah telah berkali-kali melakukan pembaharuan berbagai

peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Termasuk di

dalamnya adalah peraturan perundang-undangan mengenai penagihan

pajak. Selain itu, pemerintah juga melakukan reformasi mengenai

sistem perpajakan.

Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan berdasarkan pada

Undang-undang Ketentutan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-

undang Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-Undang Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Undang-undang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. Tindakan penagihan pajak dilakukan dengan melalui

beberapa tahapan, dan sebagai tindakan terakhir dari upaya penagihan

pajak adalah dengan cara melakukan penyanderaan. Seluruh tindakan

tersebut adalah dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak bagi

negara.

22

Lauddin Marsuni, Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia, UII Press, Yogyakarta,

2006, hlm 48-49.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

23

Adapun dasar pertimbangan rasio pembuat Undang-undang

(pajak) menunjuk orang-orang luar yang turut bertanggung jawab atas

suatu utang pajak, yaitu sebagai berikut :

1. Supaya dapat menambah jaminan kepada Fiskus bahwa piutang

pajak dapat dilunasi pada waktunya, sedangkan bagi orang yang

ditunjuk tidak ada keberatan apapun, sebab jika kemudian ternyata

perlu, yang membayarnya toh akan dapat menerima kembali

uangnya dengan mudah (misalnya dalam Aturan Bea Materai : para

penandatangan suatu akta kemudian akan saling dapat menagihnya,

yang satu dari yang lainnya);

2. Orang yang berutang pertama sukat didapatkan oleh Fiskus, tetapi

orang yang ditunjuk dapat dengan mudah menemuinya (misalnya

bea warisan : mengenai tanggung jawab pelaksana warisan,

executeur testamentair, jika segenap ahli waris berada di luar

negeri);

3. Orang-orang yang ditunjuk terpaksa mau, sebab karena

kesalahannyalah orang yang berpiutang pertama tidak melunasi

utang pajaknya (misalnya seperti telah kita ketahui dari uraian

terdahulu : Aturan Bea Materai dalam pasal 43 ayat 3 menunjuk

orang-orang bertaggung jawab terhadap denda yang dikenakan atas

menyimpan kuitansi yang diperoleh dari pihak lain, yang tidak

dipenuhi Bea Materainya).23

23

R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm 114.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

24

Sesuai Pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Terguran/Surat

Peringatan atau Surat lain yang sejenis ditertibkan apabila penanggung

pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo

pembayaran. Sementara itu, Pasal 1 ayat (10) UU PPSP menyebutkan

bahwa Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau

memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan

penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran/Surat

Peringatan atau sejenisnya. Menurut Pasal 1 angka 12 UU Penagihan

Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar

utang pajak dan biaya penagihan pajak. Menurut Pasal 8 ayat (1) UU

PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila :

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan

tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan

surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak

seketika dan sekaligus, dan

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan

pembayaran pajak.

Tata cara pemberitahuan Surat Paksa dalam Pasal 10 ayat (1)

UU PPSP, yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oleh juru sita

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

25

dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung

pajak yang dituangkan dalam berita acara.

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara

Indonesia negara hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang

menegakkan supermasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan

keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung

jawabkan.24

Hal ini tercermin dalam Penjelasan UUD 1945 dimana

ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas

hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

Sedangkan dalam Konstitusi RIS Bagian I mengenai Bentuk Negara

dan Kedaulatan, Pasal 1 Ayat (1) menyatakan bahwa “Republik

Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara

hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.”25

Negara Hukum ialah negara yang berdiri diatas hukum yang

menjamin keadilan kepada warganya. Keadilan merupakan syarat bagi

terciptanya kebahagian hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar

dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa sosial kepada setiap manusia

agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan

24

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Permasyarakatan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretaris JendralMPR RI,Jakarta, 2010, hlm

46. 25

Wiratni Ahmadi, Op.Cit., hlm 1.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

26

hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu

mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warga negaranya.26

Menurut Aritoteles yang memerintahkan dalam negara bukanlah

manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang adilsedangkan penguasa

sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan

yang akan menentukan baik tidaknya suatu perturan undang-undang

dan membuat undang-undang adalah sebagian dari kecakapan

menjalankan pemerintahan negara. Oleh karena itu yang penting adalah

mendidik manusia menjadi warga negara yang baik, karena

darisikapnya yang adil akan terjadi kebahagian hidup warga negaranya.

Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham

negara hukum, selalu berlakunya tiga prinsip dasar, yaitu:

a. Supermasi hukum (supremacy of law);

b. Kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law);

c. Penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum

(due process of law).

Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang

sama (equal protection) atau persamaan dihadapan hukum (equality

before the law). Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika ada

alasan yang khusus,misalnya anak-anak yang dibawah umur 17 tahun

mempunyai hak yang berbeda dengan anak-anak yang di atas 17 tahun.

Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan

26

Mohd. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta

1988, hlm 153.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

27

tidak dibolehkan jika tanpa alasan yang logis, misalnya karena

perbedaan warna kulit, gender agama dan kepercayaan, sekte tertentu

dalam agama,atau perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani

miskin. Meskipun demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang

logis seperti ini sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai negara,

termasuk di negara yang hukumnya sudah maju sekalipun.27

Sebagai negara hukum maka segala aktivitas pemerintah dan

rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus sesuai atau

tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hukum menjadi

landasan pokok dalam melakukan segala aktivitas kehidupan

bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa dalam rangka menuju cita-

citamasyarakat yang adil dan makmur secara merata. Pengertian hukum

dalam masyarakat yang sedang membangun, tidak hanya merupakan

perangkat kaidah asas-asas yang mengatur hubungan manusia dalam

masyarakat tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan

proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu

dalam kenyataan.28

Bagir Manan mengemukakan bahwa syarat dalam negara hukum

minimal harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Semua tindakan harus berdasarkan atas hukum;

b. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan hak lainnya;

27

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat), PT. Refika Aditama, Bandung, 2009,

hlm 207. 28

Wiratni Ahmadi, Op.Cit., hlm 3.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

28

c. Ada kelembagaan yang bebas untuk menilai perbuatan penguasa

terhadap masyarakat (badan peradilan yang bebas);

d. Ada pembagian kekuasaan.29

Dari beberapa batasan negara hukum yang telah diuraikan di

atas terlihat adanya penyelenggaraan kepentingan umum, berbentuk

pembangunan nasional, sebagai tujuan dari negara kesejahteraan.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, negara membutuhkan dana

sebagai biaya penyelanggaraan aktivitas negara dan dana yang

dibutuhkan oleh negara antara lain diperoleh dari pajak.30

Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal

dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai

seluruh aturan-aturanyang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan

wewenang-wewenangpemerintahan oleh subjek hukum publik didalam

hubungan hukum publik.31

Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak

sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk

berbuat dan tidakberbuat.Wewenang sekaligus berarti hak dan

kewajiban.32

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu

hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan dan

29

Ibid., hlm 4. 30

Ibid. 31

Kamal Hidjaz, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan Daerah

di Indonesia, Pustaka Refleksi, Makassar, 2010, hlm 35. 32

Nurmayani, Hukum Administrasi Daerah, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009, hlm

26.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

29

wewenang. Kekuasaan sering disamakan begitu saja dengan

kewenangan, dan kekuasaan sering diperlakukan dengan istilah

kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering

disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk

hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan pihak

lain yang diperintah.33

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat terjadi kekuasaan

yang tidak ada kaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan

dengan hukum oleh Max Walber disebut sebagai wewenang rasional

atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sitem hukum ini

dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi

oleh mayarakat dan bahkan diperkuat oleh Negara.34

2. Teori Kewenangan

Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang

yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang

berlaku, dengan demikiankewenangan juga menyangkut kompetensi

tindakan hukum yang dapatdilakukan menurut kaedah-kaedah formal,

jadi kewenangan merupakan kekuasaanformal yang dimiliki oleh

pejabat atau institusi.Kewenangan memiliki kedudukanyang penting

dalam kajian hukum tata negara dan hkum administrasi negara.Begitu

pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink dan

33

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm 35-

36. 34

A. Gunawan Setiardja, Dialetika Hukum Dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat

Indonesia, Kanisius,Yogyakarta, 1990, hlm 52.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

30

J.G.Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum tata negara

dan hukumadministrasi negara.35

Salah satu teori yang menjelaskan tentang terjadinya suatu

negara meyakini bahwa suatu negara lahir dari sebuah perjanjian

masyarakat yang JJ. Rousseau mengistilahkannya dengan du contract

social. Dari sinilah kemudian suatu tatanan masyarakat terbentuk, yang

dalam skala yang lebih besar masyarakat itu kemudian disebut dengan

negara.36

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada

(kosntitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenagan yang

sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan

didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan

bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ

(institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat.

Kewenagan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang

dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan

mempertahankannya.Tampa kewenanagan tidak dapat dikeluarkan

suatu keputusan yuridis yang benar.37

Indroharto, mengemukakan bahwa wewenang diperoleh secara

atribusi,delegasi,dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai

35

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 99. 36

Yuswanto, Hukum Pajak Daerah: Posisi Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

dalam Penyelenggaan Pemerintahan daerah, (Bandar Lampung: Katalog Dalam Terbitan

(KDT), 2010), hlm. 1. 37

F.A.M Stroink Dalam Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi Dan Aplikasinya

Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm

219.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

31

berikut : Wewenang yangdiperoleh secara atribusi, yaitu pemberian

wewenang pemerintahan yang baruoleh suatu ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu

wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan

suatu wewenang yang telah ada oleh Badanatau Jabatan TUN yang

telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secaraatributif kepada

Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selaludidahului

oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak

terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang

dariBadan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.38

Philipus M. Hadjon, mengatakan bahwa setiap tindakan

pemerintahan disyaratkanharus bertumpu atas kewenangan yang sah.

Kewenangan itu diperoleh melaluitiga sumber, yaitu atribusi, delegasi,

dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnyadigariskan melalui

pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar,sedangkan

kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal

daripelimpahan.Kemudian Philipus M Hadjon pada dasarnya membuat

perbedaanantara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai

prosedurpelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada

organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-

undangan, dengantanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke

delegataris. Pemberi delegasi tidakdapat menggunakan wewenang itu

38

Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka

Harapan, Jakarta, 1993, hlm 68.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

32

lagi, kecuali setelah ada pencabutan denganberpegang dengan asas

”contrarius actus”. Artinya, setiap perubahan, pencabutan suatu

peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan olehpejabat

yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan

peraturanyang setaraf atau yang lebih tinggi. Dalam hal mandat,

prosedur pelimpahandalam rangka hubungan atasan bawahan yang

bersifat rutin. Adapun tanggungjawab dan tanggung gugat tetap pada

pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan

sendiri wewenang yang dilimpahkan itu.39

Bagir Manan, menyatakan dalam Hukum Tata Negara,

kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat.

Wewenang mengandungarti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan

untuk melakukan atautidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut

pihak lain untuk melakukantindakan tertentu. Kewajiban memuat

keharusan untuk melakukan atau tidakmelakukan tindakan tertentu

Dalam hukum administrasi negara wewenangpemerintahan yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan diperolehmelalui cara-

cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.40

Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah

ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh

wewenang pemerintahansecara atributif kepada badan atau jabatan tata

usaha negara lainnya. Jadi suatudelegasi selalu didahului oleh adanya

39

Ridwan HR, Op.Cit., hlm 108-109. 40

Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah,

Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 2000, hlm 1-2.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

33

suatu atribusi wewenang.41

Misal, dalamPeraturan Presiden No. 47

Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan OrganisasiKementerian Negara

Pasal 93 (1) Pejabat struktural eselon I diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabatstruktural

eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

yangbersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat

diangkat dandiberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan

wewenang oleh Menteri yang bersangkutan.42

3. Teori Penagihan Pajak

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung

pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur

atau memperingatkan, melaksanakan pelaksanaan penagihan seketika

dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang

yang telah disita.43

Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat

Jenderal Pajak berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atu

seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang

Perpajkan yang berlaku.”44

Penagihan adalah Perbuatan yang dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi

41

Ridwan HR, Op.Cit., hlm 104-105. 42

Ibid. 43

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir denagan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2000, Pasal 1 angka 9. 44

H. Moeljo Hadi, Dasar-dasar Penagihan Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2001),hal.2.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

34

ketentuan Undang-Undang Perpajakan khususnya mengenai

pembayaran pajak.”45

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat

diketahui bahwa pada dasarnya proses penagihan pajak melibatkan

beberpa unsur-unsur yang mempunyai arti yang cukup penting,

diantaranya yaitu:

1. Utang pajak, yaitu “Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi

administrasi berupa bunga , denda atau kenaikan yang tercantum

dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”46

2. Serangkaian tindakan dilakukan sesuai jadwal waktu yang benar,

yaitu penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa,

pelaksanaan penyitaan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP), sampai dengan pelaksanaan lelang.

3. Aparat Direktorat Jendral Pajak, yaitu Jurusita Pajak yang telah

memenuhi syarat untuk melakukan penagihan pajak.

4. Penanggung pajak yang mempunyai kewajiban melunasi utang

pajak.

5. Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, yaitu UU KUP 1984 dan

UU PPSP serta peraturan pelaksanaan yang mengaturnya. Terdapat

dua jenis kegiatan penagihan pajak yang dikenal secara umum, yaitu

penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif. Penagihan pajak

45

Soemitro Rochmat, Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco.1991 46

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan

Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000,

Pasal 1 angka 8.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

35

pasif adalah keseluruhan kegiatan penagihan di luar penagihan pajak

aktif dimana seksi penagihan tidak melakukan tindakan yang nyata

terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak agar melunasi utang

pajak.

Kegiatan ini meliputi saat antara penerbitan Surat Tagihan Pajak

(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan

Pembetulan (SK Pembetulan), Surat Keputusan Keberatan (SK

Keberatan), dan Putusan Banding oleh seksi terkait hingga penerbitan

Surat Teguran oleh seksi penagihan. Sedangkan yang dimaksud dengan

penagihan pajak aktif adalah keseluruhan kegiatan penagihan yang

merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif dimulai dari

pemberitahuan Surat Paksa hingga menjual barang yang telah disita dan

dalam hal ini seksi penagihan melakukan tindakan yang nyata atas

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.47

Sehingga berdasarkan pengertian tersebut, kinerja seksi

penagihan hanya diukur dari keseluruhan penagihan pajak aktif yang

dilakukan, sedangkan pencairan tunggakan pajak sebelum penagihan

aktif dinilai sebagai kinerja pemeriksa terkait dengan adanya kesadaran

yang tinggi dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak untuk melunasi

utang pajaknya. Ujung tombak dalam pelaksanaan penagihan pajak

aktif pada KPP dalam hal ini secara khusus adalah Jurusita Pajak.

47

Direktorat Jenderal Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-19/PJ/1995

tentangPedoman Tata Usaha Piutang dan Penagihan Pajak.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

36

Jurusita Pajak sendiri adalah“Pelaksana tindakan penagihan pajak yang

meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa,

penyitaan dan penyanderaan.48

Jurusita Pajak diangkat dan

diberhentikan oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat, dan

oleh Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah.49

Syarat-syarat untuk menjadi Jurusita Pajak adalah sebagia

berikut:

1. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau

sederajat.

2. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a.

3. Berbadan sehat.

4. Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.

5. Jujur bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

Dalam melaksanakan tugas, seorang Jurusita Pajak harus

dilengkapi dengan Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak yang harus

diperlihatkan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Hal ini

dimaksudkan agar Jurusita Pajak mempunyai bukti diri yang kuat dan

bisa menjelaskan bahwa yang bersangkutan adalah benar-benar Jurusita

Pajak yang sah dan mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan

tindakan penagihan pajak.

48

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir denagan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2000, Pasal 1 angka 9. 49

Departemen Keuangan. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor:

562/KMK.04/2000 tentang syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Juru sita Pajak,

Pasal 1.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

37

Dasar penagihan pajak berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-

undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan, Penagihan Pajak akan dilakukan bila terdapat utang

pajak yang ditagih dengan:

1. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan

pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda;

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalahsurat

ketetapan pajak yang menentukan besar jumlah pokok pajak, jumlah

kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya

sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah

surat ketetapan pajak yang menentukan tamabahan atas jumlah

pajak yang telah ditetapkan;

4. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang

membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan kekeliruan

penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan

perpajakan;

5. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan

terhadap Surat Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau

pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak;

6. Ptusan Banding adalah putusan Badan Peradilan Pajak atas Banding

terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak;

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

38

7. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas

Permohonan Kembali yang diajukan oleh wajib pajak atau oleh

Direktorat Jendral Pajak Terhadap Putusan banding atau putusan

gugatan dari badan peradilan pajak.

D. Konsep Operasional

Untuk menyatukan pandangan dan kesatuan pendapat dalam

penelitian ini dan untuk menghindarkan adanya interprestasi yang

berbeda dengan konsep yang digunakan, maka diperlukan persamaan

konsep dalamindicator-indicator variabel yang mempengaruhi adalah

sebagai berikut:

Efektivitas adalah kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih

tujuan yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan,

disertai tujuan yang diinginkan dapat dengan hasil memuaskan.

Pengertian efektivitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh

tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan.50

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung

Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur

atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

50

Rahardjo, Adimasmitu, Pengelolaan Pendapatan Dan Anggaran Daerah, Graha Ilmu.

Yogyakarta, 2011, hlm 170.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

39

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah

disita.51

Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegus atau

memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.52

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan pajak.53

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Optimalisasi adalah

berasal dari kata dasar optimal yang berarti terbaik, tertinggi, paling

menguntungkan, menjadikan paling baik, menjadikan paling tinggi,

pengoptimalan proses, cara, perbuatan mengoptimalkan (menjadikan

paling baik, paling tinggi, dan sebagainya) sehingga optimalisasi adalah

suatu tindakan, proses, atau metodologi untuk membuat sesuatu

(sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan) menjadi

lebih/sepenuhnya sempurna, fungsional, atau lebih efektif.54

Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh

pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat, yang dipergunakan untuk

pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

51

Undang-undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Undang-undang No. 19 Tahun

1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 200, Pasal 1. 52

Ibid. 53

Ibid. 54

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm 800.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

40

E. Metode Penelitian

Suatu metode yang digunakan dalam penelitian sanagtlah

menentukan keberhasilan dalam suatu penelitian yang akan dilakukan

yaitu sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan dari penelitian

ini, peneliti mengadakan model pendekatan yuridis

empiris/sosiologis.Dilihat dari jenisnya, penelitian ini adalah

termasuk dalam golongan observasi research dengan cara melakukan

survey, lansung kelapangan dari responden melalui wawancara

untuk dijadikan data atau informasi sebagai bahan dalam penulisan

pada penelitian.55

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru. Pekanbaru merupakan

salah satu penerimaan pajak yang sangat besar. Adapun lokasi

penelitian dilakukan pada di KPP Pratama Tampan Pekanbaru.

3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atau objek

atau subjek yang mempunyai kualitas dan karektaristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini

55

Kountur Ronny,Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsidan Tesis, Jakarta: Penerbit

PPM,2004.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

41

adalah 3orang fiskus, 1 orang Kepala KPP Pratama Tampan

Pekanbaru .

Jumlah populasi yang disebutkan di atas dalam penelitian ini

akan diambil sampel secara sensus yang artinya kesemua responden

dijadikan sampel dalam penelitian ini.Sampel adalah sebagian objek

yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dianggap mewakili

seluruh populasi. Tiap sampel dari penelitian ini diambil dengan cara

metode random sampling.

4. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini jenis data yang dikumpulkan dapat di

kelompokan atas Data Primer dan Sekunder. Data Primer yaitu data

yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan

wawancaradan kuesioner sehubungan dengan penelitian ini yang

mencakup efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa serta

akibat hukum dalam penagihan pajak dengan surat paksa dalam

upaya optimalisasi penerimaan pajak. Data Sekunder yaitu data yang

dapat menjelaskan dan menganalisa data primer tersebut yaitu

berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

5. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui

wawancara. Wawancara yaitu suatu dialog yang dilakukan untuk

memperoleh data dan informasi wawancara. Dalam hal ini penulis

mengadakan tatap muka dan tanya jawab langsung dengan

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/698/1/bab1.pdf · 5 2. Asas Yuridis Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan perpajakan harus dapat memberikan

42

responden atau nara sumber serta informan untuk mendapatkan

informasi guna melengkapi data-data yang diperlukan. Dalam

penelitian ini, penulis akan mempertanyakan dengan melakukan

wawancara langsung terhadap para penagih pajak di KPP Pratama

Tampan Pekanbaru.

6. Analisis Data

Setelah data yang dikumpulkan melalui teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini, selanjutnya dikelompokan

dan diolah menurut jenisnya, setelah itu dianalisa secara deskriptif

yaitu suatu penelaahan yang berusaha memberikan penjelasan serta

gambaran terperinci berdasarkan kenyataan di lapangan dan juga

perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu

yang utuh.

7. Metode Penarikan Kesimpulan

Adapun selanjutnya penulis melakukan penarikan kesimpulan

dengan metode deduktif yang artinya suatu proses berpikir yang

berupa penarikan kesimpulan yang umum atau dasar pengetahuan

tentang hal-hal yang khusus.