bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... ·...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan 1997 hingga tahun 1998 Indonesia dilanda krisis moneter. Pemerintahan waktu itu yang dipimpin oleh Presiden Soeharto untuk kali ketujuh menjadi sasaran dan target utama untuk diruntuhkan atau dilengserkan. Aksi protes, demonstrasi, dan gerakan sosial marak dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat terutama mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. 1 Gerakan-gerakan sosial tersebut lahir salah satunya diakibatan oleh ketidakpuasan terhadap keadaan politik yang stagnan dan dirasa memasung kebebasan, di mana pada mulanya embrio gerakan ini hanya dimulai dari sekelompok orang yang saling berbagi duka dan mengeluh, kemudian membesar dan semakin terorganisir. 2 Dalam hal ini Gusfield juga berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan yang dikemas dalam suatu gerakan sosial didasarkan pada perhatian untuk mereformasi dan menentang mobilisasi partisan dalam suatu upaya terorganisir untuk mengubah struktur institusional dan politik masyarakat. 3 1 Nordholt, Henk Shculte & Irwan Abdullah, 2002, Indonesia: In Search of Transition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 3. 2 Horton, Paul B & Chester L. Hunt, 2004, Sosiologi Edisi Keenam, (terjemah Aminudin Ram & Tita Sobari), Jakarta: Erlangga, halaman 195. 3 Gusfield, Joseph R, 1994, “The Reflexivity of Social Movements: Collective Behavior and mass Society Theory Revisited” in Enrique Larana, Hank Johnston, and Joseph R. Gusfield. New Social Movements: From Ideology to Identity, Philadelphia: Temple University Press, halaman 59.

Upload: others

Post on 26-Mar-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada pertengahan 1997 hingga tahun 1998 Indonesia dilanda krisis

moneter. Pemerintahan waktu itu yang dipimpin oleh Presiden Soeharto

untuk kali ketujuh menjadi sasaran dan target utama untuk diruntuhkan atau

dilengserkan. Aksi protes, demonstrasi, dan gerakan sosial marak dilakukan

oleh berbagai komponen masyarakat terutama mahasiswa di berbagai wilayah

Indonesia.1 Gerakan-gerakan sosial tersebut lahir salah satunya diakibatan

oleh ketidakpuasan terhadap keadaan politik yang stagnan dan dirasa

memasung kebebasan, di mana pada mulanya embrio gerakan ini hanya

dimulai dari sekelompok orang yang saling berbagi duka dan mengeluh,

kemudian membesar dan semakin terorganisir.2 Dalam hal ini Gusfield juga

berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan yang dikemas dalam suatu

gerakan sosial didasarkan pada perhatian untuk mereformasi dan menentang

mobilisasi partisan dalam suatu upaya terorganisir untuk mengubah struktur

institusional dan politik masyarakat.3

1 Nordholt, Henk Shculte & Irwan Abdullah, 2002, Indonesia: In Search of Transition.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 3. 2 Horton, Paul B & Chester L. Hunt, 2004, Sosiologi Edisi Keenam, (terjemah Aminudin

Ram & Tita Sobari), Jakarta: Erlangga, halaman 195. 3 Gusfield, Joseph R, 1994, “The Reflexivity of Social Movements: Collective Behavior and

mass Society Theory Revisited” in Enrique Larana, Hank Johnston, and Joseph R. Gusfield. New

Social Movements: From Ideology to Identity, Philadelphia: Temple University Press, halaman 59.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

2

Gerakan dan aksi sosial yang dipelopori oleh mahasiswa tersebut

menuai hasil, pada tanggal 21 Mei 1998 secara resmi Soeharto mengundurkan

diri, dan berdasarkan ketentuan konstitusi4 secara otomatis tampuk kekuasaan

beralih kepada B. J. Habibie selaku Wakil Presiden.5 Peristiwa ini juga

sebagai tanda lahirnya Reformasi. Reformasi menjadi harapan bagi segenap

masyarakat untuk mengadakan perubahan menuju penyelenggaraan Negara

yang demokratis, transparan, akuntabilitas tinggi serta terwujudnya good

governance dan adanya kebebasan berpendapat.

Hal ini tersebut dipandang penting dalam mendekatkan bangsa ini pada

pencapaian tujuan nasional seperti dalam amanat Pembukaan UUD 1945.6

Ada beberapa tuntutan reformasi yang dianggap mendesak pada saat itu,

diantaranya adalah amandemen UUD 1945. Tuntutan perubahan UUD 1945

didasarkan pada pandangan bahwa dalam UUD 1945 belum cukup memuat

landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan

penghormatan HAM. UUD 1945 sebelum perubahan merupakan sebuah

UUD yang menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi

penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup yang

menimbulkan kemerosotan kehidupan nasional di berbagai bidang

kehidupan.7 Disisi lain, tuntutan amandemen ini meruntuhkan sebuah mitos

4 Dalam pasal 8 UUD 1945 (sebelum amandemen) disebutkan bahwa “Jika Presiden

mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti

oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. 5 Willem Oltmans, 2001, Chaos in Indonesia, (terjemahan Wahjoedi Marjono, Surya Multi)

Jakarta: Grafika, halaman 7. 6 Tujuan Nasional dalam pembukaan UUN 1945: 1) Melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2) Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa; 3) Ikut melaksanakan ketertiban dunia. 7 MPR RI, 2003, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945, Sekretariat Jendral

MPR RI: Jakarta, halaman 7.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

3

atau suatu pandangan yang sengaja dibangun oleh Presiden Soeharto pada

waktu itu bahwa UUD 1945 bernilai “keramat”.8

Amandemen UUD 1945 dilakukan empat kali9, berturut-turut tanggal

19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, tanggal 10 November 2001, dan tanggal

l0 Agustus 2002.10 Keseluruhan amandemen tersebut mencakup 75 “pasal”

dilakukan dengan mengikuti bentuk adendum atau sistem amandemen

Konstitusi Amerika Serikat, yakni bagian yang diamandemen merupakan atau

menjadi bagian dari konstitusi UUD 1945.11

Konsekuensi dari amandemen konstitusi tersebut adalah berubahnya

sistem politik ketatanegaraan, diantaranya adalah perubahan sistem

kelembagaan Negara dari sistim MPR sebagai lembaga tertinggi negara,

berwenang menentukan arah pembangunan bangsa melalui GBHN (Garis-

garis Besar Haluan Negara) menjadi MPR sebagai lembaga tinggi negara,

sejajar dengan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pasca amandemen

UUD 1945, MPR sebagai lembaga permusyawaratan adalah tempat bertemu

8 Yusril Ihza Mahendra, 1996, Dinamika Tata Negara Indonesia, Jakarta: Gema Insani

Press, halaman 12-13. 9 Menurut Mahfud MD, perubahan UUD 1945 setelah reformasi ini hanyalah satu kali

tetapi disahkan dalam empat tahap. Karena sebenarnya selama empat tahun MPR tak berhenti

membahas perubahan itu. A ntar bulan setelah pengesahan ke bulan pengesahan nerikutnya MPR

melalui Paniti Ad Hoc I Badan Pekerja MPR tak pernah berhenti membahas perubahan UUD

tersebut. Faktanya perubahan itu berkelanjutan dan bukan mengamandemen terhadap hasil

amandemen sebelumnya. Periksa Moh. Mahfud MD, 2012, Konstitusi dan Hukum dalam

Kontroversi Isu, Jakarta: Rajawali Press, halaman 73. 10 UUD 1945 Pasca Amandemen Keempat, adalah dengan nama resmi “Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” lihat Ismail Suny, 2006, Amandemen UUD 1945

dan Implikasinya Terhadap Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah,

disampaikan pada Seminar tentang “Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil

Amandemen”, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departeman Hukum dan

HAM RI, Jakarta, 29-31 Mei 2006, halaman 2. 11 Taufiqurrohman Syahuri, 2010, Metode Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan

Perbandingannya dengan Konstitusi di Beberapa Negara, Jurnal Hukum Nomor 4 Vol. 17,

Oktober 2010, halaman 527.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

4

dua lembaga legislatif DPR RI dan DPD RI yang memiliki dua wewenang12.

Pertama, wewenang terhadap UUD (mengubah dan menetapkan UUD).

Kedua wewenang terhadap Presiden (melantik dan memberhentikan

Presiden). Sementara wewenang MPR untuk menentukan arah pembangunan

nasional dihapus. Tujuan dari perubahan sistim ini adalah untuk membangun

demokrasi kelembagaan agar tidak ada hirarki kelembagaan.

Pembangunan nasional merupakan upaya semua komponen bangsa

yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana

diamanatkan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan berdasarkan Pancasila. Sebagai konsekuensi dari tidak adanya

wewenang MPR sebagai lembaga permusyawaratan untuk menafsir dan

menjabarkan pasal-pasal UUD 1945 dalam bentuk GBHN adalah berubahnya

sistem dan lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai upaya

berkesinambungan untuk merealisasikan tujuan nasional.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diatur dengan UU No. 25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, kemudian

undang-undang ini mengamanatkan13 lahirnya undang-undang tentang

RPJPN, yaitu UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Kedua regulasi ini

memuat visi, misi, arah pembangunan nasional, dengan sistimatika Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) per-20 tahun dan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) per-5 tahun.

RPJMN disusun oleh Presiden dan ditetapkan dengan Peraturan Presiden RI

12 Lihat pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13 Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, menyatakan RPJP nasional ditetapkan dengan UU.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

5

dengan tujuan meningkatkan taraf hidup, pemenuhan kecerdasan, dan

kesejahteraan masyarakat.

Tetapi hadirnya RPJPN ternyata tidak serta merta membuat puas

mereka yang menghendaki hadirnya sebuah dokumen pedoman perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan sebagaimana GBHN. Hampir 15 tahun

berjalan, RPJPN mendapat banyak tangapan kritis karena dianggap tidak

representatip sebagai pengganti GBHN, alias tidak kredibel untuk disebut

sebagai panduan dalam pelaksanaan pembangunan. Diantara kritik tersebut

datang dari Wakil Ketua MPR, Hajrianto yang mengatakan bahwa dokumen

RPJPN yang berupa UU lemah dibandingkan GBHN yang berstatus sebagai

TAP MPR.14 Senada dengan Cholidah Mahmud, bahwa status sebagai

undang-undang, RPJPN diyakini tidak akan powerful untuk menjadi rujukan

utama perencanaan pembangunan nasional. Dibanding GBHN yang pada

masanya begitu sakral sehingga “haram” untuk dilanggar.15

Oleh karena itu maka penulis sangat tertari untuk menelaah

pernadingan Garis-garis Besar Haluan negara “karya” Majeris

Permusyawaratan Rakyat dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional “karya” Presiden berikut wakilnya, setidaknya meliputi kekuatan

mengikat dan nilai konstitusionalitas masing-masing kebijakan. Kemudian

menarik simpulan terkait kemungkinan menghidupkan kembali GBHN

sebagai pijakan Pembangunan Nasional. Sehingga penulis mengambil judul

14 Robertus Wardhy, 2013, MPR Hidupkan Lagi GBHN, (online), diakses dari http://

www.beritasatu.com, pada 3 Oktober 2015. 15 Cholidah Mahmud, 2012, Reformulasi GBHN Menguatkan Kedudukan Pedoman

Pembangunan Nasional, Makalah, disampaikan dalam FGD tentang “Reformulasi Model GBHN:

Upaya Mewujudkan Kesatuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah”,

Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Kamis, 6

September 2012.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

6

“KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM DINAMIKA

KETATANEGARAAN INDONESIA (STUDI KOMPARATIF GBHN

DAN RPJPN TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbandingan GBHN dan RPJPN terhadap pembangunan

nasional?

2. Bagaimanakah prospek GBHN dimunculkan lagi sebagai kebijakan

perencanaan pembangunan nasional?

C. Tujuan

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbandingan GBHN dan RPJPN dalam “mengawal”

pembangunan nasional;

2. Untuk mengetahui prospek menghidupkan kembali GBHN sebagai Acuan

Pembangunan Nasional;

D. Manfaat Dan Kegunaan

1. Manfaat Teoritis

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat sumbangan

pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya

pemahaman tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Karya tulis ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam

rangka menunjang pengembangan ilmu bagi penulis pada

khususnya, mahasiswa fakultas hukum dan seluruh masyarakat

Indonesia pada umumnya.

b. Bagi Pemerintah

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan masukan, sumbangan

pemikiran serta konstribusi bagi pemerintah untuk terus berbenah

memperbaiki “tangga” menuju “tujuan negara” yang telah digariskan

oleh para Faunding People16.

c. Bagi Masyarakat

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

membangun kesadaran masyarakat untuk saling mendukung

terciptanya pembangunan nasional secara efektif dan efisien.

E. Metode Penulisan

1. Metode pendekatan

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian

masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai

tujuan penelitian atau penulisan.17 Berdasarkan ruang lingkup serta

16 Menurut Mahfud MD, sebutan faunding people sebenarnya lebih tepat daripada faunding

father, karena “faunding father” seakan-akan hanya mengakui bapak-bapak pendiri. Padahal

kenyataannya anggota BPUPKI dan/atau PPKI itu ada juga kaum perempuannya. Telusuri Moh.

Mahfud MD, 2012, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Jakarta: Rajawali Press,

halaman 25. 17 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya

Bakti, halaman 112.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

8

identifikasi masalah sebagaimana telah diuraikan, untuk mengkaji secara

komprehensif dan holistik pokok permasalahan, akan ditelusuri dengan

menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (normatif legal research).

Yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

perundang-undangan, dan didukung dengan literatur yang ada mengenai

pokok permasalahan yang dibahas.

Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah pertama,

pendekatan historis (historical approach) yang bertujuan mencari sejarah

dan pengaturan dan praktek pedoman pembagunan nasional di Indonesia.

Kedua, pendekatan komparatif (comparative approach) antara RPJPN

dan GBHN, Ketiga, pendekatan konsep (conceptual approach) yaitu

penulis hendak menawarkan konsep model pedoman pembangunan yang

sesuai dengan kebutuhan bangsa.

2. Bahan Hukum18

Bahan hukum penulisan hukum ini meliputi:

a. Bahan Hukum Primer19 meliputi: Undang Undan Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun1945, Tap MPR No. IV/MPR/1973

tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No.

18 Dalam penelitian ini tidak digunakan istilah “data”, tapi istilah “bahan hukum”, karena

dalam penelitian normatif tidak memerlukan data, yang diperlukan adalah analisis ilmiah terhadap

bahan hukum. Dalam Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Malang: Bayumedia, halaman 268-269. 19 Bambang Sunggono, 1998, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, halaman. 116. Bambang mengemukakan bahwa bahan hukum Primer yaitu bahan hukum

yang mengikat yang terdiri dari, 1). Norma atau kaidah dasar pembukaan UUD 1945. 2). Peraturan

dasar, yaitu UUD 1945 dan Ketetapan-ketetapan MPR. 3). Peraturan perundang-undangan. 4).

Bahan hukum yang tidak dikodifikasi, misalnya hukum adat. 5). Yurisprudensi. 5). Traktat. 7).

Bahan hukum dari zaman penjajahan yang kini masih berlaku. Dalam UU No. 12 Tahun 2011

tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dinyatakan bahwa peraturan perundang-

undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang dan mengikat secara umum.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

9

IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR

No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap

MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara,

Tap MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan

Negara, Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar

Haluan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.

b. Bahan Hukum Sekunder: Bahan hukum sekunder diperoleh dari

jurnal-jurnal, buku-buku, makalah, atau sumber-sumber lain baik

cetak maupun online yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini

seperti.

c. Bahan Hukum tersier: merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer dan sekunder

seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia,

dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model studi

kepustakaan (library research). Yaitu pengkajian informasi tertulis

mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan

secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif,20 yakni

20 Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayumedia, halaman 392

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

10

penulisan yang didasari pada data-data yang dijadikan obyek penulisan

kemudian dikaji dan disusun secara komprehensif.

4. Teknik Analisa Bahan Hukum

Analisis data di dalam penelitian ini, dilakukan secara kualitatif

yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-

pasal di dalam undang-undang. Kemudian membuat sistematika dari

data-data tersebut sehingga akan menghasilkan perbadingan antara

GBHN dan RPJPN. Data yang dianalisis secara kualitatif akan

dikemukan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan

hubungan antar jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah

kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain menggambarkan

dan mengungkapkan dasar hukumnya dan dapat memberikan solusi

terhadap permasalahan yang dimaksud.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi dalam 4 bab

dan masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan agar mempermudah

pemahamannya. Adapaun sistematika penulisannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang memuat pendahuluan yang meliputi latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan memaparkan landasan konsep, teori, atau

kajian teori, berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti,

meliputi: pertama, pembangunan nasional, di dalamnya memuat

tentang pembangunan nasional dalam GBHN dan pembangunan

nasional dalam RPJPN. Kedua, teori kedaultan rakyat, dalam hal ini

akan dipaparkan mengenai pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam

dinamika ketatanegaraan Indonesia. Ketiga, konstitusi dan konvensi

ketatanegaraan, dalam hal ini dipaparkan mengenai teori-teori

konstitusi dan praktek konvensi ketatanegaran yang merupakan salah

satu sumber hukum tata negara. Keempat, teori kebijakan publik,

dalam hal ini akan dipaparkan mengenai pengertian kebijakan

publik, tatap-tahap formulasi kebijakan publik, serta hubungan

hukum dengan kebijakan publik.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan tengtang gambaran mengenai

pembahasan dari rumusan masalah yang diangkat, yaitu mengenai

bagaimana perbandingan GBHN dan RPJPN terhadap pembangunan

nasional dan bagaimana prospek GBHN dimunculkan lagi sebagai

pedoman pembangunan nasional. Uraian pembahasan yang diangkat

oleh penulis serta dianalisis secara content, comparative dan

dianalisa kesesuaian atau keselarasan berdasarkan kenyataan yang

ada (yang terjadi) didukung dengan teori-teori yang relevan dengan

permasalahan dalam penulisan ini.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33267/2/jiptummpp-gdl-sunartoefe-42811... · 2016. 10. 10. · tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. 18. Dalam

12

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana

berisi kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisikan

saran penulis dalam menanggapi permasalahan yang menjadi fokus

kajian serta berisikan saran dan rekomendasi penulis sehingga

diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak.