bab i pendahuluan a. -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Medication error merupakan masalah yang cukup pelik dalam pelayanan
kesehatan. Di Amerika Serikat, medication error diperkirakan membahayakan 1,5
juta pasien per tahun dan ada sekitar 400.000 adverse event yang dapat dicegah.
Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse
event karena medication error. Medication error meningkatkan biaya pengobatan
untuk sistem pelayanan kesehatan, pasien, maupun keluarga (Agrawal, 2009).
Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan drug related
problems (DRPs). Error merupakan kesalahan dalam proses yang dapat
menyebabkan terjadinya DRPs (Mill, 2005). Drug related problems (DRPs)
adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang
mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir terapi pasien. Beberapa
penelitian mengenai DRPs sebelumnya menunjukkan bahwa angka kejadian
DRPs pada peresepan rawat jalan maupun rawat inap masih cukup tinggi.
Penelitian Mulyaningsih (2010) menyebutkan dari 100 kasus pasien geriatri yang
menjalani rawat inap, 73 pasien mengalami DRPs dengan jumlah kejadian rata –
rata 1, 36 per pasien. Pada penelitian yang lebih spesifik untuk diagnosis tertentu
khususnya penyakit kronis, penelitian kejadian DRPs pada pasien dengan
hemodialisa (Khasanah, 2011) menyebutkan kejadian DRPs terjadi pada 88 pasien
dari 131 pasien dengan angka kejadian DRPs adalah 1, 57 per pasien. Sedangkan
2
penelitian DRPs pada pasien chronic heart failure (CHF) dengan diabetes melitus
(DM) menyebutkan bahwa dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi,
terdapat kejadian DRPs sebanyak 62 dengan angka kejadian rata-rata 2,07 per
pasien (Damayanti, 2009). Kejadian DRPs pada pasien rawat jalan lebih sedikit.
Penelitian Nurpeni (2006) menyebutkan bahwa dari 434 lembar resep pasien
pediatrik rawat jalan, terdapat kejadian DRPs sekitar 30 persen.
Jenis kejadian DRPs pada tiap penelitian juga beragam. Penelitian
Khasanah (2011) menemukan jenis kejadian DRPs adalah kegagalan menerima
terapi (57,97%), dosis sub terapi (21,01 %), dan interaksi obat (10,15 %).
Penelitian Damayanti (2009) menemukan kejadian DRPs yang terbanyak adalah
interaksi obat (40, 39 %), obat yang tidak tepat (17,31 %) dan adverse drug
reactions (ADR) (16,35 %). Penelitian lain yang melibatkan pasien rawat jalan
pediatrik (Nurpeni, 2006) menunjukkan hasil yang berbeda. Jenis DRPs yang
paling banyak ditemukan adalah dosis kurang (60%), obat tidak
tepat/kontraindikasi (17%), dosis lebih (11,5%), membutuhkan terapi obat (6%),
dan interaksi obat (5,5%).
Drug related problems (DRPs) perlu mendapat perhatian khusus karena
DRPs berpengaruh terhadap outcome klinik. DRPs dapat memberikan pengaruh
negatif pada outcome klinik yang menyebabkan meningkatnya kunjungan ke unit
gawat darurat (Baena dkk., 2006). DRPs memberikan konstribusi yang besar
terhadap masuknya pasien geriatri ke rumah sakit (Somers dkk., 2010) serta
penyebab kematian yang tinggi (Ebbesen dkk., 2001).
3
Dalam proses pencegahan dan pengatasan drug related problems,
Farmasis memegang peranan penting. Berdasarkan standard pelayanan
kefarmasian di rumah sakit yang tertuang dalam Kemenkes No 58 tahun 2014
(Kemenkes RI, 2014), disebutkan bahwa salah satu tugas pokok Farmasi Rumah
Sakit adalah mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien serta
mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan penggunaan obat atau alat
kesehatan (Kemenkes RI, 2014). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa
beberapa DRPs dapat dicegah karena sebenarnya bisa diprediksi sebelumnya,
laporan yang lain menyampaikan bahwa 50% kejadian DRPs dapat dihindari
(Cunningham dkk., 1997). Identifikasi DRPs dapat mengoptimalkan terapi obat.
Dengan diketahuinya DRPs yang sering terjadi, maka Farmasis dapat
menyediakan informasi peresepan obat, sehingga kejadiannya dapat dihindari
(Cunningham dkk., 1997).
Pentingnya peran Farmasi dalam mencegah dan mengatasi DRPs semakin
nyata dalam era SJSN yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Pada era
ini, pembayaran biaya kesehatan oleh pemerintah dilakukan dengan sistem paket
per diagnosis, sehingga kontrol terhadap kualitas dan kontrol biaya mutlak
dilakukan agar tidak meningkatkan pembiayaan oleh pihak rumah sakit. Dalam
hal penggunaan obat, kendali biaya dan kendali mutu ini ada di tangan Farmasi.
Farmasi Klinik perlu mengkaji dengan cermat pemilihan obat pada setiap pasien
untuk menghasilkan outcome maksimal serta menghindarkan biaya tambahan
karena penggunaan obat yang tidak perlu ataupun biaya untuk mengatasi adverse
event dari penggunaan obat.
4
Peran nyata Farmasi klinik dalam mencegah DRPs baik aktual maupun
potensial adalah dengan melakukan skrining/pengkajian resep. Berdasarkan
standar pelayanan Farmasi di rumah sakit, Apoteker mempunyai tugas untuk
melakukan skrining resep meliputi aspek administratif, farmasetik, dan klinik.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam standard akreditasi rumah sakit (Joint
Commision International, 2013) disebutkan bahwa Farmasi wajib melakukan
pengkajian permintaan obat dan melakukan rekonsiliasi obat, yang meliputi
riwayat alergi pasien dan jenis obat yang sedang dikonsumsi pasien saat itu.
Untuk dapat melakukan skrining dengan cepat dan tepat, perlu dilakukan
pemetaan permasalah dalam peresepan rawat jalan secara tepat. Oleh karena itu
perlu dilakukan identifikasi drug related problems (DRPs) pada peresepan rawat
jalan. Pada penelitian ini, identifikasi DRPs dilakukan pada pasien dewasa dengan
penyakit kronis karena populasi tersebut merupakan populasi yang banyak
mendapat obat dan merupakan pengguna biaya kesehatan yang cukup besar.
Berdasarkan data dari Center of Disease Control and Prevention (CDC) tahun
2009 di United States of America (USA), 1 dari 2 orang dewasa hidup dengan
satu macam penyakit kronis. Penyakit kronis menyebabkan 7 dari 10 kematian per
tahun serta menghabiskan 75 % dari total biaya kesehatan (CDC, 2009).
Pentingnya penyakit kronis mendapat perhatian khusus juga disebutkan dalam full
report WHO mengenai penyakit kronis (WHO, 2005). Pasien dengan penyakit
kronis juga perlu mendapatkan perhatian khusus karena populasi pasien ini
biasanya mengalami komplikasi dari penyakitnya sehingga mendapatkan terapi
obat yang lebih banyak. Penelitian Mulyaningsih (2010) menyebutkan bahwa
5
terdapat korelasi antara jumlah diagnosis dan jumlah obat yang diterima pasien
dengan kejadian DRPs. Semakin banyak diagnosis dan semakin banyak jumlah
obat yang diterima pasien, semakin besar kemungkinan terjadinya DRPs.
Hubungan antara jumlah obat dengan jumlah kejadian DRPs juga dilaporkan
dalam penelitian mengenai DRPs pada penyakit gagal jantung (Gastelurrutia dkk.,
2011) serta oleh Abraham (2014) mengenai DRPs pada pasien yang menerima
obat – obat kardiovaskuler.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten Sleman dan RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Pemilihan kedua rumah sakit ini dilakukan karena
dapat mewakili rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta di wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
kejadian DRPs pada pasien dewasa dengan penyakit kronis yang diharapkan dapat
sebagai rujukan dalam mengembangkan peran clinical pharmacist dalam
pelayanan obat khususnya untuk pasien rawat jalan. Selain itu, penelitian ini juga
ditujukan untuk mengevaluasi faktor – faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
DRPs. Dengan mengetahui faktor – faktor risiko tersebut, diharapkan farmasi
klinik dapat memberikan perhatian lebih pada pasien dengan faktor risiko tersebut
sehingga lebih banyak kejadian DRPs yang dapat dicegah.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah disampaikan dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
6
1. Berapakah angka kejadian drug related problems yang terjadi pada
peresepan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis ?
2. Apakah jenis drug related problems yang terjadi pada peresepan pasien
rawat jalan dengan penyakit kronis?
3. Apakah faktor usia, jenis kelamin, jumlah obat yang diresepkan, jumlah
diagnosis, jenis diagnosis, dan faktor penulis resep berhubungan dengan
terjadinya DRPs pada pasien rawat jalan dengan penyakit kronis?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui angka kejadian DRPs pada peresepan pasien rawat jalan
khususnya pasien dengan penyakit kronis.
2. Mengidentifikasi jenis DRPs yang terjadi pada peresepan pasien rawat jalan
khususnya pasien dengan penyakit kronis.
3. Mengetahui faktor risiko terjadinya DRPs pada peresepan rawat jalan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pharmacist
Mendorong untuk meningkatkan peran dalam pengkajian resep rawat jalan
khususnya dalam mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi DRPs.
2. Bagi Rumah Sakit
a. Memberikan gambaran jumlah dan jenis DRPs pada peresepan pasien
rawat jalan khususnya pasien dewasa dengan penyakit kronis.
b. Memberikan gambaran kebutuhan informasi dalam sistem informasi
klinik yang dibutuhkan untuk membantu mencegah dan mengatasi
DRPs.
7
c. Sebagai bahan evaluasi terhadap penulisan resep rawat jalan.
d. Sebagai bahan evaluasi rumah sakit terhadap kebijaksanaan
penggunaan obat di Rumah Sakit, khususnya yang terkait dengan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3. Bagi Pemerintah
Sebagai masukan dan bahan evaluasi terhadap ketentuan pelaksanaan JKN
khususnya yang terkait dengan pelayanan obat.
E. Keaslian Penelitian
Pada penelitian terdahulu, telah banyak dilakukan penelitian mengenai
kejadian DRPs yang dilakukan baik secara prospektif maupun retrospektif.
Penelitian terdahulu juga telah banyak mengkaji pengaruh faktor – faktor risiko
tertentu yang berkontribusi terhadap kejadian drug related problems. Penelitian
ini memiliki perbedaan pada subjek yang digunakan, yaitu pasien rawat jalan dan
usia subyek penelitian menggunakan usia dewasa yang selama ini kurang
mendapat perhatian. Padahal, banyak pasien – pasien pada usia dewasa dengan
penyakit kronis memiliki faktor – faktor risiko terhadap timbulnya kejadian
DRPs. Penelitian ini juga mengkaji lebih banyak faktor – faktor yang
kemungkinan berkontribusi terhadap kejadian DRPs. Perbandingan penelitian ini
dengan penelitian – penelitian sebelumnya terangkum dalam tabel 1.
8
Tabel 1. Beberapa penelitian terkait DRPs
Nama Peneliti Tahun Metode Subjek Data Yang Dihasilkan Kismawati
Mulyaningsih 2010 Observasional
Analitik 100 pasien rawat inap geriatri di Bangsal Bugenvil RSUP Dr. Sardjito
i. Jenis kejadian DRPs dan angka kejadian ii. Hubungan antara jumlah diagnosis dan jumlah obat
dengan kejadian DRPs Heti Rais Khasanah
2011 Observasional deskriptif analitik
131 pasien yang menjalani hemodialisa di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
iii. Jenis dan persentase kejadian DRPs
Amitasari Damayanti
2009 Observasional cross – sectional deskriptif dengan metode survey prospektif
30 pasien rawat inap di RSAL Dr. Ramelan, Surabaya yang didiagnosis CHF dengan DM
i. Jenis dan kejadian DRPs ii. Hubungan DRPs dengan LOS
Rani Reema Abraham
2013 Observasional Analitik
80 Pasien Rawat Inap di Departement Umum dan Cardiology, rumah sakit di Combaitore, India.
i. Jenis dan angka kejadian DRPs. ii. Faktor risiko terjadinya DRPs
iii. Jenis dan jumlah intervensi Farmasi iv. Jumlah intervensi farmasi yang diterima
Yvone Koh 2005 Restrospektif cross sectional
347 pasien rawat inap di yang mendapatkan resep polifarmasi di acute care hopsital Singapura
i. Hubungan antara umur dan jenis kelamin terhadap kejadian DRPs.
Penelitian Yang dilakukan
2014 Observasional analitik dengan rancangan cross sectional
185 pasien rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi di RSUD Kabupaten Sleman dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
i. Jenis Kejadian DRPs ii. Angka Kejadian DRPs
iii. Hubungan antara Faktor – faktor risiko dengan kejadian DRPs.