bab i pendahuluan

Upload: dhany-prima

Post on 10-Mar-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK PERILAKU MENGEMIS

TRANSCRIPT

BAB I

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kemiskinan di Indonesia semakin merebak semenjak krisis ekonomi yang terjadi pada Juli 1997 (Arie, 2006). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada bulan September 2014, persentase penduduk miskin di Indonesia menunjukkan angka 10,96%. Kemiskinan yang terjadi menyebabkan mencuatnya fenomena sosial salah satunya ruwetnya tata kota karena bertambahnya jumlah pekerja disektor informal, seperti pengemis, gelandangan, dan anak jalanan (Nurrohmah, 2014).

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial menyebutkan bahwa munculnya gelandangan dan pengemis sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang beroperasi di jalan-jalan protokol di kota-kota besar, sekarang sudah meluas ke daerah-daerah yang ditengarai sebagai efek samping krisis yang berkepanjangan. Banyaknya jumlah pengemis yang semakin meningkat menandakan bahwa masih terdapat kemiskinan di berbagai daerah. Selain itu juga kebutuhan hidup manusia yang semakin kompleks yang telah membutakan manusia untuk mencari penghasilan dengan segala cara tanpa usaha yang keras, salah satunya adalah dengan mengemis (Nurrohmah, 2014).

Menurut PP No. 31 Tahun 1980, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Seharusnya pengemis adalah orang yang benar-benar dalam kesulitan dan mendesak karena tidak ada bantuan dari lingkungan sekitar dan dia tidak punya suatu keahlian yang memadai, bukan karena malas untuk mencari mata pencaharian layak yang lain.

Sosok pengemis dengan berbagai macam atributnya telah melahirkan sebuah persepsi kurang menyenangkan baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Pada perkembangannya, persoalan pengemis ternyata bukan hanya disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi saja akan tetapi juga muncul karena faktor-faktor yang lain (non-ekonomi) seperti tubuh seseorang yang cacat, sakit-sakitan ataupun renta. Bahkan pekerjaan seperti ini menjadi sebuah profesi tersendiri karena didorong oleh pendapatan yang besar dengan tenaga yang relatif kecil (Arie, 2006).Praktek mengemis merupakan masalah sosial, dimana mereka dianggap telah menyimpang dari nilai dan norma-norma yang berlaku. Mereka adalah orang sehat dengan kondisi tubuh yang tidak kurang apapun (Bina Desa, 1987). Antropolog Parsudi Suparlan (1986) berpendapat bahwa gelandangan dan pengemis sebagai suatu gejala sosial yang terwujud di perkotaan dan telah menjadi suatu masalah sosial karena beberapa alasan. Pertama, disatu pihak menyangkut kepentingan orang banyak (warga kota) yang merasa wilayah tempat hidup dan kegiatan mereka sehari-hari telah dikotori oleh pihak gelandangan, dan dianggap dapat menimbulkan ketidaknyamanan harta benda. Kedua, menyangkut kepentingan pemerintah kota, dimana pengemis dianggap dapat mengotori jalan-jalan protokol, mempersukar pengendalian keamanan dan mengganggu ketertiban sosial.Berdasarkan data dari Pusdatin Departemen Sosial R.I. Tahun 2006 data gelandangan dan pengemis di Provinsi Jawa Tengah merupakan rangking ke-4 dari 33 provinsi di Indonesia. Tercatat sebanyak 3.848 orang gelandangan sedangkan pengemis tercatat sebanyak 4.034 orang yang menduduki rangking Pertama di Indonesia (Putri, 2008).Menurut Drs. Khaerul Abidin, M.M. yang menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Sosial dan Budaya BAPPEDA Kabupaten Brebes bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Brebes masih sangat tinggi dengan ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih sangat rendah (Urutan ke 35 dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa tengah) dan masih banyaknya keluarga miskin. Walaupun daya beli masyarakat Kabupaten Brebes lebih tinggi dari rata-rata nasional, tetapi pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Brebes masih sangat rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh masih minimnya lapangan kerja yang ada, disektor pertanian yang meliputi perkebunan, perikanan, dll. mencakup 60 % masyarakat hanya bekerja sebagai penggarap/buruh, investasi yang masih sangat kurang, dan dari segi budaya masyarakat Kabupaten Brebes merupakan masyarakat yang tidak mau survive (bertahan), tidak telaten, dan kurang kreatif.Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mencatat ditahun 2010 jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di wilayahnya mencapai 20.780 orang, untuk jumlah pengemis mencapai 588 orang. Jumlah tersebut menunjukkan prosentase 2,83% dari total PMKS di Kabupaten Brebes (Pantura News, 2011). Dalam buku rekapitulasi data PMKS dan PSKS Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 2010 tercatat ada lima desa di Kecamatan Bumiayu yang memiliki penduduk yang bekerja sebagai pengemis yang bisa dilihat pada tabel 1.

Tabel 1Penduduk Yang Bekerja Sebagai Pengemis di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes Tahun 2010

No.DesaLokasi MengemisLPJml.

(1)(2)(3)(4)(5)(6)

1JatisawitPasar145

2KalierangPasar9514

3LangkapPasar1-1

4AdisanaPasar1-1

5BumiayuPasar-66

Jumlah121527

Sumber : Seksi Kesos Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes

Dari data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja sebagai pengemis yang berdomisili di desa-desa Kecamatan Bumiayu ada 27 (Dua puluh tujuh) orang dan jumlah terbanyak berada di Desa Kalierang. Setiap harinya mereka melakukan praktik mengemis dengan cara berjalan berkeliling di pasar-pasar dan pertokoan selain itu juga ada beberapa pengemis yang hanya duduk menengadahkan tangan di trotoar jembatan Sungai Keruh yang terletak di Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu.

Deskripsi tersebut menggambarkan betapa masalah pengemis menjadi masalah sosial yang kompleks, lebih dari sebuah realitas yang selama ini dipahami masyarakat luas. Oleh sebab itu, dalam menangani masalah pengemis diperlukan adanya kesadaran, pemahaman yang komprehensif, baik dalam tataran konseptual, penyusunan kebijakan sampai kepada implementasi kebijakan.

Peneliti melakukan interview awal terhadap Bapak Agus Yahya yang menjabat sebagai Kaur Kesra Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu Kabupten Brebes pada hari Senin tanggal 25 Mei 2015 di Kantor Balai Desa Kalierang mengenai jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani (buruh harian lepas). Sesuai dengan Laporan Monografi Data Dinamis Pemerintah Desa Kalierang bulan April 2015 didapatkan jumlah penduduk dengan mata pencaharian sebagai buruh tani (buruh harian lepas) laki-laki dan perempuan seluruhnya berjumlah 361 orang. Untuk buruh harian lepas perempuan berjumlah 143 orang. Bapak Agus Yahya juga menerangkan bahwa beliau tinggal di RW. 04, di lingkungannya hampir separuh dari jumlah kepala keluarga yang ada para istri bekerja sebagai buruh tani. Namun dari beberapa wanita yang bekerja sebagai buruh harian lepas tersebut ada yang melakukan kegiatan mengemis.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes mengenai kehidupan para pengemis, didapatkan gambaran secara ekonomi termasuk dalam golongan status ekonomi kurang karena mereka hanya tinggal di rumah yang kondisinya sudah tua dengan ukuran yang relatif kecil dan pada bagian lantai hanya berupa plester semen yang kondisinya sudah rusak dan tidak terawat. Para pengemis tersebut merupakan wanita yang bekerja sebagai buruh tani, buruh pemecah batu, dan buruh cuci. Pada saat mengemis biasanya mereka berjalan berkelompok dan hanya dilakukan pada hari Jum'at saat mereka tidak bekerja sebagai buruh harian lepas.Hasil yang didapat dalam interview awal yang dilakukan oleh peneliti pada hari Minggu tanggal 31 Mei 2015 di rumah salah seorang pengemis bernama bu Tasriyah (50 tahun) yang bertempat tinggal di Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes bahwa bu Tasriyah mempunyai pekerjaan sebagai buruh tani yang bekerja pada seorang pemilik sawah yang bernama pak Koyot. Bu Tasriyah menjadi buruh tani semenjak usia remaja hingga saat ini, pada saat musim tanam, membersihkan gulma/hama, dan musim panen setiap harinya bu Tasriyah berangkat ke sawah pada pukul 06.00 WIB dan selesai pukul 12.00 WIB. Bu Tasriyah mendapatkan upah Rp. 20.000,- per hari. Tetapi ketika sedang musim paceklik (kemarau panjang) bu Tasriyah memilih untuk bekerja sebagai buruh pemecah batu pada pukul 08.00 s.d. 09.00 WIB karena letak rumahnya tidak jauh dari sungai Erang. Setiap satu keranjang kecil batu yang dipecahnya hanya dihargai Rp. 5.000,-.

Khusus pada setiap hari Jum'at, bu Tasriyah melakukan kegiatan mengemis di sepanjang Jalan P. Diponegoro Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes dengan rute berangkat dari rumah sehabis selesai waktu sholat subuh kemudian menuju belakang toko Remaja Mart yang terletak Jalan P. Diponegoro Desa Dukuhturi, disana dia berkumpul dengan teman-temannya yang akan melakukan kegiatan mengemis. Setelah jam 6 pagi mulailah dia dan teman-temannya melakukan kegiatan mengemisnya yang dimulai dari komplek perumahan warga di Desa Dukuhturi yang disana terdapat banyak warga yang memiliki tingkat ekonemi menengah ke atas, kemudian terus berjalan ke arah utara dengan tanjakan Talok lalu berbalik arah ke selatan dengan meminta-minta di pertokoan sepanjang jalan sampai Pasar Induk Bumiayu kemudian ke selatan lagi menyeberangi sungai Keruh dengan berjalan di sebelah timur jalan raya meminta-minta lagi di pertokoan sepanjang jalan P. Diponegoro Desa Kalierang sampai ke Pasar Jatiwasit setelah itu pulang ke rumah sekitar pukul 2 siang. Tidak semua orang/toko di komplek perumahan Desa Dukuhturi sepanjang Jalan P. Diponegoro dimintai sedekah oleh bu Tasriyah, hanya pada orang/toko tertentu saja yang memang sengaja menyediakan uang untuk bersedekah yang disiapkan untuk diberikan kepada para pengemis. Dalam setiap kali mengemis, hasil yang didapatkan bisa mencapai Rp 40.000,- s/d Rp. 50.000,-.Bu Tasriyah sudah menekuni kegiatannya sebagai pengemis hari Jum'at semenjak 20 tahun yang lalu setelah suaminya meninggal dunia. Pada awal mulanya bu Tasriyah diajak oleh seorang pengemis wanita yang berasal dari Kluwut-Brebes yang tidak dikenalnya pada saat bu Tasriah sedang bekerja sebagai buruh tani di sawah. Saat itu Bu Tasriyah menolak untuk diajak mengemis, tetapi dua minggu kemudian bertemu lagi dan dapat meyakinkan bu Tasriyah untuk ikut mengemis. Dan akhirnya sampai saat ini bu Tasriah melakukan kegiatan mengemisnya setiap hari jum'at secara rutin. Bu Tasriyah mengemis dengan cara berjalan kaki bersama teman-temannya secara berkelompok 5 sampai 7 orang.Berdasarkan masalah tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan studi tentang faktor-faktor pembentuk perilaku mengemis (Studi kasus pada buruh harian lepas wanita yang menjadi pengemis hari Jum'at di Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes).B.Rumusan MasalahDalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut:Apakah Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Mengemis? (Studi Kasus Pada Buruh Harian Lepas Wanita Yang Menjadi Pengemis Hari Jum'at di Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes)C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor pembentuk perilaku mengemis pada kasus buruh harian lepas wanita yang menjadi pengemis hari Jum'at di Desa Kalierang Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes.D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.Manfaat teoritis

Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi Sosial terkait fenomena terbentuknya perilaku mengemis yang menyebabkan buruh harian lepas wanita menjadi pengemis hari Jum'at.2.Manfaat praktis

a.Bagi Peneliti

Sebagai wahana untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama studi di perguruan tinggi mengenai pengetahuan dibidang Ilmu psikologi sosial dengan kasus-kasus yang nyata mengenai faktor-faktor terbentuknya sebuah perilaku tertentu pada individu.b.Bagi Instansi Pemerintah

Memberikan masukan kepada Pemda Kabupaten Brebes tentang pentingnya peningkatan dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki sehingga masalah sosial khususnya tentang banyaknya pengemis yang sangat kompleks ini dapat diatasi dan ditanggulangi.c. Bagi Masyarakat

Sebagai sarana menambah pengetahuan masyarakat mengenai faktor-faktor yang membentuk perilaku mengemis, sehingga masyarakt bisa lebih cerdas dan tanggap dalam membantu Pemerintah memberantas masalah pengemis di Kabupaten Brebes khususnya Kecamatan Bumiayu.PAGE