bab i pendahuluan

9
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harapan kehidupan masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin diwujudkan melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup yang sehat, serta dapat memanfaakan pelayanan kesehatan secara mudah, adil dan merata, sehingga tercapainya derajad kesehatan setinggi-tingginya bagi seluruh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya perhatian lebih terhadap upaya pencegahan dibandingkan dengan pengobatan, seperti upaya mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mengurangi akibat buruk dari penyakit menular maupun tidak menular. Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar daerah, misalnya antar propinsi, kabupaten/kota bahkan antar negara. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influenza, tifus abdominalis, penyakit saluran pencernaan dan penyakit lainnya (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Upload: fina-violita

Post on 31-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

P

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harapan kehidupan masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin diwujudkan

melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan

dengan perilaku hidup yang sehat, serta dapat memanfaakan pelayanan kesehatan secara

mudah, adil dan merata, sehingga tercapainya derajad kesehatan setinggi-tingginya bagi

seluruh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya perhatian lebih

terhadap upaya pencegahan dibandingkan dengan pengobatan, seperti upaya mencegah

berjangkitnya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mengurangi akibat

buruk dari penyakit menular maupun tidak menular.

Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia,

disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak

mengenal batas-batas daerah administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular

memerlukan kerjasama antar daerah, misalnya antar propinsi, kabupaten/kota bahkan

antar negara. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia

adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influenza, tifus abdominalis, penyakit

saluran pencernaan dan penyakit lainnya (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat,

2006).

Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi adalah penyakit demam berdarah dengue

(DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di wilayah

tropis. Daerah endemis tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, dan berulang kali

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) disertai kematian yang banyak. Penyakit yang

ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

lingkungan domestik maupun iklim, demografi, sosial ekonomi dan perilaku (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Penyakit DBD bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan

disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia

dibawah 15 tahun dimana angka kesakitan dan kematian tersebut digunakan sebagai

indikator dalam menilai hasil pembangunan kesehatan dan sebagai akibatnya angka

kesakitan dan kematian nasional selalu tinggi (Widiyanto, 2007).

Page 2: Bab i Pendahuluan

Di Indonesia, DBD cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya dan semakin

menyebar luas. Tahun 1968 penyakit ini baru terjangkit di Jakarta dan Surabaya. Dua puluh

tahun kemudian, DBD telah menjangkiti 201 Dati II di seluruh Indonesia. Peningkatan

jumlah penderita terjadi periodik setiap 5 tahun. Meskipun sudah lebih dari 35 tahun

berada di Indonesia, DBD bukannya terkendali, tetapi bahkan semakin mewabah. Di

Indonesia, DBD cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya dan semakin menyebar

luas. Tahun 1968 penyakit ini baru terjangkit di Jakarta dan Surabaya. Dua puluh tahun

kemudian, DBD telah menjangkiti 201 Dati II di seluruh Indonesia. Peningkatan jumlah

penderita terjadi periodik setiap 5 tahun (Widiyanto, 2007). Sejak Januari sampai 17 Maret

2004, kejadian luar biasa (KLB) DBD di Indonesia telah menyerang 39.938 orang

dengan angka kematian 1,3 persen. Meskipun dibandingkan dengan KLB 1968 angka

kematiannya jauh telah menurun, sebenarnya angka kematian masih terlalu tinggi jika

dibandingkan dengan Singapura (0,1 persen), India (0,2 persen), Vietnam (0,3 persen),

Thailand (0,3 persen), Malaysia (0,9 persen), dan Filipina (1 persen) (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Pemerintah sejak tahun 1993 telah berusaha membina peran serta masyarakat melalui

berbagai kelompok kerja pemberantasan DBD di desa atau kelurahan. Gerakan

pemberantasan sarang nyamuk dengan instrumen 3M (menguras, menutup, dan

mengubur) sudah sering disosialisasikan namun hasilnya belum menggembirakan.

Gerakan 3M selama 30 menit setiap minggu juga dicanangkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Purwokerto?

2. Bagaimana upaya penanggulangan wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

di Purwokerto?

1.3 Tujuan

1. Mempelajari kondisi wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Purwokerto.

2. Mempelajari upaya penanggulangan wabah penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Purwokerto.

1.4 Ruang Lingkup

Penyusunan rencana penanggulangan bencana wabah DBD di Purwokerto meliputi:

Page 3: Bab i Pendahuluan

1. Pengenalan dan pengkajian ancaman yang ditimbulkan dari wabah DBD

2. Pemahaman tentang kerentanan masyarakat

3. Analisis kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari wabah DBD

4. Pilihan tindakan pengurangan risiko

5. Penentuan mekanisme penanggulangan dampak dari wabah DBD

6. Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang dibutuhkan dalam melakukan

penanggulangan wabah DBD.

1.5 Pengertian

1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi

penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi;

2. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi

atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana

maupun kerentanan pihak yang terancam bencana;

3. Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana

melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna;

4. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin

kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh

lembaga yang berwenang;

5. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

ancaman bencana;

6. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu

wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa

terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan

gangguan kegiatan masyarakat;

7. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera

pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang

meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan

kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta

pemulihan prasarana dan sarana;

8. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau

masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan

Page 4: Bab i Pendahuluan

sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek

pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana;

9. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,

kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun

masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan

perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya

peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah

pascabencana;

10. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

11. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota atau perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

12. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB,

adalah lembaga pemerintah nondepartemen sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan;

13. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah

badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana

di daerah;

14. Penyakit DBD atau DHF ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis

nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al, 2004);

15. Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus

terutama bagi Negara Asia, Philippines dan Jepang, sedangkan nyamuk jenis Aedes

polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedespseudoscutellaris merupakan vektor di

negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah

nyamuk Aedes (Stegomya) aegypti dan albopictus (Djunaedi, 2006);

16. Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus

Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus

dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa

inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam

Page 5: Bab i Pendahuluan

tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit

DBD;

17. Host DBD adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor

yang mempengaruhi manusia yaitu umur, jenis kelamin, nutrisi, populasi, dan

mobilitas penduduk;

18. Lingkungan(environment) yang mempengaruhi tingginya vektor pembawa DBD

yaitu letak geografis dan musim hujan.

1.6 Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

a. Pasal 35

b. Pasal 36

c. Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2)

2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran

Penanggulangan Bencana

a. Pasal 5

b. Pasal 6

3. Peraturan Kepala Badan Nasioal Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan bencana

1.7 Sistematika

1. Pendahuluan

2. Perencanaan dalam penanggulangan bencana

3. Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana / bahaya dan kerentanan

4. Analisis kemungkinan dampak bencana

5. Pilihan tindakan penanggulangan bencana

6. Mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana

7. Sistematika rencana penanggulangan bencana

8. Pengesahan

9. Rencana aksi daerah

10. Penutup

Page 6: Bab i Pendahuluan

DAFTAR PUSTAKA

Widiyanto, Teguh. (2007) Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam

Berdarag Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa Tengah. Tesis. Universitas

Diponegoro.

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. (2006) Laporan Kajian Kebijakan

Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta: Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Djunaedi D. 2006. Demam Berdarah [Dengue DBD] Epidemiologi, Imunopatologi,

Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaannya. Malang: UMM Press.

Kristina, Isminah, Wulandari L. (2004). Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah

Dengue. Diakses: 04 Oktober 2015. http://www.litbang.depkes.go.id