bab i pendahuluan
DESCRIPTION
Short Selling Based on Indonesian LawTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir seluruh negara di dunia saat ini memiliki pasar modal / capital
market sebagai wadah perkembangan ekonomi negaranya. Selain dapat
dijadikan sebagai acuan untuk melihat bagaimana dinamisnya bisnis suatu
negara, pasar modal juga dapat menggerakan berbagai kebijakan
ekonominya seperti kebijakan fiskal dan moneter.52 Pasal 1 angka 13 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (kemudian disebut UU
PM) menjelaskan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
Di negara Indonesia pasar modal mempunyai peran yang strategis
dalam pembangunan nasional yakni perannya sebagai salah satu sumber
pembiayaan dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Melalui
pasar modal, para pemodal dapat berinvestasi dan mencari sumber
pembiayaan bagi usahanya melalui kepemilikan berbagai surat-surat berharga
di pasar modal. Selain itu Pasar modal juga menyediakan fasilitas untuk
52 Irham Fahmi, Pengantar Pasar Modal, Bandung : Alfabeta, 2012, hlm. 54
2
memindahkan dana dari lender (pemilik dana) kepada borrower dengan
harapan akan mendapat imbalan dari penyertaan dana tersebut53.
Indonesia sebagai negara hukum mengatur kegiatan pasar modal di
Indonesia dengan berbagai hukum positif yang cukup luas. Selain UU PM
yang mengatur kegiatan di pasar modal secara khusus, pasar modal diatur
secara umum oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT)
dan banyak peraturan lainnya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Presiden, Keputusan Menteri Keuangan. Kegiatan di pasar modal juga diatur
dalam peraturan self regulatory organization (SRO)54 terkait, seperti Peraturan
dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK –
LK), Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Badan yang
terakhir kali disebut baru berjalan secara efektif pada tahun 2013, sejak
dialihkannya fungsi pengaturan dan pengawasan kegiatan di pasar modal
yang sebelumnya berada pada BAPEPAM-LK, dan kini dipegang oleh sebuah
lembaga baru yang disebut OJK.
Ditinjau dari fungsinya, pasar modal terbagi menjadi pasar perdana dan
pasar sekunder. Pasar perdana adalah tempat atau sarana dalam pasar
modal dimana efek suatu perseroan untuk pertama kalinya ditawarkan di
53 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal, Jakarta:
Prenada Media, 2004, hal. 13
54 Self Regulatory Organization adalah organisasi regulator mandiri atau organisasi yang melaksanakan tingkat tertentu dari kewenangan penerapan aturan atas suatu industri atau profesi.
3
pasar modal dalam waktu tertentu sebelum efek tersebut dicatatkan di bursa
atau pasar sekunder. 55 Kegiatan ini biasanya disebut dengan penawaran
umum perdana atau Initial Public Offering (IPO). Sedangkan pasar sekunder
adalah pasar dimana pemodal dapat melakukan jual beli efek setelah efek
tersebut dicatatkan di bursa.56 Pasar ini merupakan tempat perdagangan efek
setelah penjualan dalam kegiatan penawaran umum perdana berakhir. Pasar
sekunder adalah titik sentral kegiatan pasar modal karena banyaknya aktivitas
perdagangan yang terjadi dalam pasar sekunder. 57
Adapun efek yang dimaksud dalam UU PM adalah efek atau surat
berharga yang terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu: 58
1. Efek bersifat ekuitas (contoh: saham)
2. Efek bersifat utang (contoh: obligasi)
Selain dua kelompok tersebut, dikenal pula produk-produk derivatif (turunan)
di pasar modal, dan dalam hal ini instrumen pasar modal yang paling umum
diperdagangkan adalah efek yang bersifat ekuitas atau saham.
55 Sumantoro, Aspek-Aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal Di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 27.
56 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan dan Lembaga-Lembaga Terkait, dikutip dari Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal, Jakarta; Ghalia Indonesia, 2009, hal. 21
57 Ibid
58 Iswi Hariyani dan R Serfianto Dibyo Purnomo, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal, Jakarta: Visimedia, 2010, hlm. 197
4
Dari kedua kelompok utama tersebut, saham merupakan instrumen
pasar modal yang paling umum untuk diperdagangkan. Saham adalah tanda
bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya disebut sebagai pemegang
saham (shareholder atau stockholder).59 Menurut Pasal 1 angka (22) UU PM,
sebuah perseroan bisa dikatakan perusahaan publik apabila sahamnya telah
dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal
disetor sekurang-kurangnya tiga miliar rupiah. Lebih dari 300 pemegang
saham tersebutlah yang kemudian disebut sebagai pemegang saham publik
dan memiliki hak untuk mentransaksikan sahamnya di pasar sekunder.
Istilah transaksi di hukum pasar modal pada dasarnya merupakan
bagian dari istilah perjanjian di hukum perdata, oleh karena itu pengertian dan
prinsip dasar dalam hukum perjanjian dapat menjadi dasar untuk menganalisis
transaksi di pasar modal.60 Perjanjian dalam sebuah transaksi di pasar modal
merupakan perjanjian obligatoir, yang artinya perjanjian jual beli yang
disepakati baru meletakkan hak dan kewajiban kepada para pihak, namun hak
miliknya belum dapat dialihkan. Pemindahan hak milik baru terjadi setelah
adanya penyerahan atau levering. Levering atau penyerahan adalah
pemindahan hak milik atas suatu benda yang berasal dari seseorang yang
59 Mohamad Samsul, Pasar Modal & Manajemen Portofolio, Jakarta:
Erlangga, 2006, hlm. 45
60 Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia, Jakarta: Book Terrace & Library, 2009, hlm. 63-66
5
berhak memindahkannya kepada orang lain, yang mengakibatkan orang lain
menjadi pemilik benda tersebut.61
Pasal 1313 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih. Prof. Subekti dalam bukunya menjelaskan bahwa
dalam suatu perjanjian, kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang
bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan baik secara
tegas maupun diam-diam.62 Suatu perjanjian baru akan berlaku dalam arti
memiliki akibat hukum dan mengikat para pihak apabila perjanjian tersebut
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 KUH
Perdata, terdapat beberapa syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua berkaitan dengan subyeknya, sehingga
disebut syarat subyektif yang apabila tidak dipenuhi berakibat perjanjian dapat
dibatalkan. Syarat ketiga dan keempat berkaitan dengan obyek perjanjian,
sehingga disebut syarat obyektif yang apabila tidak dipenuhi berakibat batal
61 Frieda Husni Hasbullahm Hukum Kebendaan Perdata – Hak-Hak Yang
Memberi Kenikmatan, Cet.1, Jakarta: Ind Hill Co, 2002, Hlm. 113
62 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 2001, hlm. 134
6
demi hukum.63 Keempat syarat di atas merupakan ketentuan yang bersifat
memaksa (dwingend recht / mandatory law), yang apabila tidak dipenuhi
dapat mengakibatkan suatu perjanjian menjadi tidak berlaku, termasuk
perjanjian dalam transaksi efek di pasar modal.64
Salah satu transaksi efek di pasar modal yang akan diulas dalam
penelitian ini adalah transaksi short selling. Pertama kali ditemukan di bursa
efek Belanda, transaksi short selling adalah transaksi penjualan efek dimana
efek dimaksud tidak dimiliki oleh penjual pada saat transaksi dilaksanakan.65
Kegiatan penjualan efek short selling dilakukan shortseller ketika shortseller
tidak atau belum memiliki efek yang dimaksud.66 Setelah transaksi dilakukan,
shortseller akan mencari saham yang dijual untuk dibeli kembali dengan
harapan harga saham yang dijual lebih besar daripada saham yang dibeli.
Secara umum short selling dapat diartikan dari dua kata, yaitu short dan
selling. Short artinya pihak yang menjual memiliki kewajiban untuk memenuhi
63 Ibid
64 Idem
65 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam-lk No. Kep.258/BL/2008 Tahun 2008 Tentang Peraturan Bapepam-LK Nomor V.D.6 Tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek
66 Definisi dari The Securities and Exchange Commision, dalam: Taulli, Tom, What is short selling?, The McGraw-Hill Companies, Inc., Newyork, 2004, hlm. 3. Terjemahan bebasnya: “..penjualan suatu saham yang tidak dimiliki, atau dimiliki, akan tetapi tidak diserahkan oleh penjual saham tersebut. Untuk menyerahkan kepada pembeli, pelaku short selling akan meminjam saham dari investor perorangan atau investor kelembagaan”
7
kewajiban penyerahan, sedangkan selling artinya ada penjualan.67 Transaksi
short selling diatur oleh Peraturan Bursa Efek Nomor II-H yang mendefinisikan
transaksi ini sebagai transaksi penjualan efek yang tidak dimiliki oleh penjual
pada saat transaksi dilaksanakan.
Short seller biasanya memanfaatkan ketentuan T+3 (istilah
penyelesaian transaksi pada hari ke-3 setelah transaksi dilakukan di pasar
modal) untuk melaksanakan kewajiban penyerahannya dalam mencari efek
yang telah dijual untuk dibeli kembali. Mengacu pada ketentuan tersebut, KUH
Perdata mendefinisikan benda yang menjadi objek perjanjian dalam transaksi
pasar modal sebagai benda yang akan datang karena benda atau efek
tersebut baru dapat diserahkan pada hari ke-3 setelah transaksi dilaksanakan.
Ketentuan inilah yang kemudian menjadi motif investor dalam melakukan
transaksi short selling dengan memanfaatkan jangka waktu 3 hari untuk
penyelesaian transaksinya.
Sesuai dengan prinsip negative income investment strategy 68 ,
keuntungan akan diraih short seller ketika short seller mampu melaksanakan
kewajiban penyerahan setelah harga efek yang dijual turun. Selisih harga jual
dan harga beli tersebut yang kemudian menjadi sasaran utama dari strategi
67 Adler Haymans Manurung, Berani Bermain Saham, Jakarta: Buku Kompas,
2009, hlm. 223
68 Negative Investment Strategy Istrategi investasi pemasukan negatif) adalah strategi di pasar modal dimana investor akan mendapat keuntungan setelah terjadinya perubahan harga saham setelah dilakukannya transaksi.
8
transaksi ini. Meskipun demikian, strategi ini dapat menimbulkan risiko
terjadinya gagal serah69 atau kegagalan penyerahan dalam short selling.
Penyebab utama gagal serah efek dalam perdagangan tanpa warkat
(scripless trading) adalah karena adanya akitivitas transaksi short selling
dimana anggota bursa dapat melakukan penjualan efek tanpa ada persediaan
efek di rekening efeknya, sehingga pada hari penyelesaian T+3 tidak dapat
menyerahkan efeknya tepat waktu dan jumlah yang telah disepakati kepada
anggota bursa.70
Selain itu, pada tahun 2008 Bursa Efek Indonesia pernah melakukan
suspend / penghentian sementara aktivitas perdagangan saham yang
disebabkan adanya permintaan dari PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI). Permintaan dari KPEI disebabkan karena telah terjadi penurunan
harga-harga secara tajam dan menyeluruh di bursa yang menyebabkan
kerugian bagi para pelaku pasar modal, padahal pada saat itu tidak ada fakta
material yang secara fundamental mengakibatkan harga-harga saham turun.71
69 Gagal serah adalah peristiwa dimana anggota kliring tidak memenuhi
kewajibannya untuk menyerahkan efek dalam jumlah dan waktu yang telah ditentukan yaitu (T+3) kepada KPEI.
70 Leo Herlambang, Gagal Serah Kemelut Pasar Modal Kita, Surabaya: Grafindo Persada, 2008, hlm. 42
71 Hukumonline, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20476/di-balik-suspend-bei , diunggah pada tanggal 12 November 2009, dikutip pada tanggal 25 September 2014
9
Bursa Efek Indonesia kemudian meminta Bapepam-lk untuk melakukan
pemeriksaan dan penyidikan pada transaksi bursa karena adanya dugaan
bahwa transaksi short selling yang menyebabkan penurunan harga saham-
saham tersebut. Fasilitas Transaksi short selling kemudian dihentikan
sementara waktu hingga akhirnya dibuka kembali pada bulan Januari 2009.
Menurut Direktur Pengawasan Bapepam-lk kepada hukumonline
menjelaskan bahwa pihaknya melakukan suspend pasar di bulan Oktober
2008 karena terjadi penurunan harga-harga yang sangat tajam secara
menyeluruh di bursa yang diduga disebabkan isu panic selling dan short
selling.72 Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar bagi penulis, bahwa
short selling yang pada dasarnya merupakan perdagangan yang legal bisa
saja membuat pasar turun apabila digunakan di saat yang tidak tepat. Yanuar
Rizky dan Robert JS Nayoan dan Alex Marco, para pengamat pasar modal
tersebut mengatakan bahwa spekulan selalu memanfaatkan kondisi pasar
yang sedang melemah dengan melakukan transaksi short selling secara
besar-besaran sehingga memperburuk keadaan bursa. Meskipun demikian,
pada tahun 2009, fasilitas short selling kembali disediakan oleh BEI.
Baik buruknya perkembangan pasar modal suatu negara sangat
ditentukan oleh kefektifan pengawasan lembaga hukum terkait terhadap
peraturan di pasar modal. Terutama ketika mempunyai peran dan fungsi untuk
mendorong dan memaksa emiten mematuhi peraturan-peraturan di pasar
72 Ibid
10
modal. Apabila sebuah transaksi dalam pasar modal sudah dipagari secara
highly regulated dan para pihak yang berada dalam ruang lingkup regulator
dan self regulatory organisation (SROs) dapat mendukung peraturan tersebut,
maka tinggal menunggu waktu saja pasar modal Indonesia dapat mengikuti
jejak pasar modal di negara maju lainnya.
Sebelumnya, telah ada beberapa penelitian terkait yang membahas
mengenai short selling, diantaranya sebagai berikut:
1. Dicky Eka Kurniawan, berbentuk skripsi dengan judul “ANALISIS
HUKUM PERJANJIAN DAN PASAR MODAL TERHADAP
PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM EFEK DALAM TRANSAKSI
SHORT SELLING DI BURSA EFEK JAKARTA”, Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, 2007. Skripsi ini mengangkat pokok
permasalahan mengenai hubungan hukum para pihak dan jaminan
efek yang terdapat dalam transaksi short selling ditinjau dari hukum
perjanjian dan hukum pasar modal yang berlaku di Indonesia.
2. Alieta Lestariwandari, berbentuk skripsi dengan judul “KAJIAN
HUKUM TERHADAP PENJAMINAN PENYELESAIAN TRANSAKSI
EFEK OLEH PT KPEI DIHUBUNGKAN DENGAN
PERLINDUNGAN TERHADAP PERUSAHAAN EFEK DAN
INVESTOR”, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2013.
Skripsi ini mengangkat pokok permasalahan mengenai bagaimana
perlindungan hukum terhadap pelaksanaan penjaminan
11
penyelesaian transaksi efek dan bagaimana model keanggotaan
kliring yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia
dihubungkan dengan pelaksanaan penjaminan penyelesaian
transaksi efek oleh PT KPEI selaku Central Counter Party.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai praktik transaksi short selling dan
perlindungan hukumnya terhadap investor di Pasar Modal Indonesia, dengan
skripsi yang berjudul :
“Kajian Hukum Pasar Modal Indonesia Terhadap Transaksi Short
Selling Menurut Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor II-H Dan
Peraturan Bapepam-LK Nomor V.D.6 Dihubungkan Dengan Perlindungan
Hukum Terhadap Investor“
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
untuk membatasi ruang lingkup pembahasan materi dalam skripsi ini
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan transaksi short selling di Pasar Modal
Indonesia ditinjau berdasarkan Peraturan Bursa Efek Indonesia
Nomor II-H dan Peraturan Bapepam-lk Nomor V.D.6?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perusahaan efek dan
investor dalam hal terjadinya kerugian pada transaksi short selling
12
ditinjau berdasarkan hukum pasar modal Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dengan dilaksanakannya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan transaksi short
selling di Pasar Modal Indonesia ditinjau berdasarkan Peraturan
Bursa Efek Indonesia Nomor II-H dan Peraturan Bapepam-lk
Nomor V.D.6.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan
hukum terhadap investor dalam hal terjadinya kerugian pada
transaksi short selling ditinjau berdasarkan hukum pasar modal ?
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan suatu manfaat dan
kegunaan baik ditinjau dari segi teoritis maupun dari segi praktis, yaitu:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
sumbangan pemikiran dan pengetahuan kepada para pembaca,
khususnya mahasiswa, mengenai perkembangan ilmu hukum pada
umumnya maupun perkembangan hukum ekonomi, khususnya
mengenai hukum pasar modal dan nasional
2. Secara Praktis
13
a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan
ilmu hukum pada umumnya, khususnya berkaitan dengan
transaki-transaksi yang diperdagangkan investor dalam BEI,
ditinjau dari UU Pasar Modal dan peraturan terkait lainnya.
b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan
wawasan serta bahan literatur untuk penelitian sejenis di
masa yang akan datang.
E. Kerangka Pemikiran
Sebagai negara hukum (rechtstaat), Indonesia bersandar pada
keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang
adil dan baik. Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan
ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya
sehingga hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga
Indonesia. Hal tersebut secara tegas disebutkan dalam penjelasan Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945).
Kedudukan hukum dalam sebuah negara dijelaskan lebih lanjut oleh
Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum berkedudukan sebagai perangkat
asas – asas dan kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat termasuk
didalamnya lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan hukum
14
itu dalam kenyataan. 73 Sebagai perangkat asas dan kaidah untuk mengatur
kehidupan masyarakat, hukum berfungsi tidak hanya sebagai sarana
pengendali sosial, namun dapat juga berperan sebagai alat perubahan sosial
(social engineering) terhadap masyarakat yang bersifat dinamis.74 Lebih lanjut
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa kekuasaan tunduk pada
hukum dan semua orang sama di hadapan hukum.75 Berdasarkan hirearki
peraturan perundang-undangan yang paling tinggi, landasan dan nilai-nilai
fundamental Indonesia terletak pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai
sebuah konstitusi negara.
Pancasila maupun UUD 1945 tidak hanya mengatur struktur
pemerintahan dan lembaga negara saja, namun lebih dari itu, layaknya
ideologi sebuah negara, konstitusi juga memiliki dimensi pengaturan ekonomi
dan kesejahteraan sosial yang tertuang pada Pasal 33 UUD 1945 76 yang
berisi sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
73 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum
Nasional, Bandung, Bina Cipta, 1976, hlm. 14.
74 Ibid, hlm 2
75 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, PT Alumni, 2009, hlm 43.
76 Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk, Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002), Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 1, Februari 2010, Hlm, 112.
15
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang
Sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia adalah Sistem Ekonomi
Pancasila yang bersumber langsung dari pancasila khususnya sila kelima,
yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta amanah dari Pasal 27
ayat (2), Pasal 33-34 UUD 1945. Sila kelima ini menjelaskan bahwa semua
orientasi berbangsa dan bernegara, politik, ekonomi, hukum, sosial dan
budaya harus dijiwai semangat keadilan menyeluruh dan diperuntukkan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sistem Ekonomi Pancasila dapat disebut sebagai
sebuah sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atas ekonomi
pasar terkendali. 77 Demi mencapai keseimbangan dalam sistem ekonomi
tersebut, dewasa ini pembangunan dan perkembangan hukum dalam aspek
ekonomi menjadi sasaran utama negara Indonesia sebagai negara
berkembang.
Adapun yang dimaksud dengan upaya pembangunan adalah upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai
77 Dawam Rahardjo, Ekonomi Pancasila dalam Tinjauan Filsafat Ilmu,
http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id.,, diunggah pada tanggal 27 April 2014
16
tujuan bernegara.78 Pembangunan nasional merupakan suatu usaha dalam
meningkatkan kualitas baik infrastruktur maupun masyrakat suatu bangsa,
sedangkan pembangunan ekonomi merupakan salah satu misi dalam
pembangunan nasional. Landasarn hukum dari pembangunan hukum dan
ekonomi Indonesia terdapat pada Pasal 33 UUD 1945 yang menjelaskan
bahwa perekonomian yang berada di Indonesia disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan, dan diselenggarakan berdasarkan
asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Berdasarkan Pasal 1 butir (3) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
dijelaskan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan
yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat pusat dan daerah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pembangunan
nasional tumbuh dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan
tahunan. Oleh karena itu, segala perencanaan negara yang dirangkum dalam
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan satu
78 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta: Sekertariat Negara, 2014, Pasal 1 ayat (2)
17
kesatuan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Adapun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJPMN) tahun 2010-2014 yang masih berjalan ketika penelitian ini
dlakukan, memiliki visi “Terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis
dan berkeadilan.” 79 Visi tersebut bermaksud untuk mengutamakan
kesejahteraan rakyat yang kemudian diaplikasikan ke dalam beberapa agenda
rencana pembangunan. Salah satu agendanya adalah pembangunan ekonomi
dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang dicapai melalui bentuk
pembangunan ekonomi yang tertuang dalam RPJMN yakni pembangunan
investasi.80
Dilihat dari Bab V dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 2010 Tentang RPJMN, investasi memiliki peran yang cukup besar
dalam upaya pembangunan ekonomi nasional. Investasi dapat dibagi menjadi
investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portofolio
investment). Investasi tidak langsung (portofolio investment) adalah investasi
yang dilakukan di pasar uang dan di pasar modal. Pasar uang adalah pasar
79 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, Jakarta: Presiden, BAB IV I-28.
80 Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau menginvestasikan uang atau modal. Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis di masyarakat, sedangkan penanaman modal lazim digunakan dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.
18
yang menyediakan sarana pengalokasian dan pinjaman dana jangka pendek,
sedangkan pasar modal berkaitan dengan surat berharga jangka panjang.81
Dalam RPMJMN tahun 2010-2014 diharapkan lembaga pasar modal
diharapkan dapat memegang teguh prinsip transparansi, akuntabilitas,
independen dan berintegritas, serta mampu menjadi penggerak ekonomi
nasional dengan berdaya saing global.
Bentuk pembangunan ekonomi yang diwujudkan Lembaga Pasar
Modal sebagai alternatif berinvestasi di Indonesia sudah terlihat sejak zaman
Kolonial Belanda. Periode pertama Pasar Modal ada di Indonesia sejak Tahun
(1912-1942), dengan dibentuknya asosiasi 13 broker di Jakarta pada tanggal
14 Desember 1912 bernama Veringin voor Effectenchandel yang merupakan
cikal bakal pasar modal pertama Indonesia.82 Pasal 1 butir (13) UU PM, Pasar
Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Sebagai wadah investasi jangka panjang, pasar modal merupakan
tempat memperdagangkan berbagai instrumen keuangan jangka panjang
(lebih dari satu tahun) yang bisa diperjual belikan, misalnya saham (ekuiti /
penyertaan), obligasi, reksadana, produk derivatif (warrant, right, option),
maupun instrumen lainnya. Pasar modal dalam hal ini berfungsi sebagai
81 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal,
Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm 25
82 Ibid
19
sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi pemerintah sekaligus
sebagai sarana bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan investasi. Dengan
demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan
jual beli surat-surat berharga dan kegiatan terkait lainnya.83
Sebagai tempat pertemuan pembeli dan penjual, dalam pasar modal
dibedakan antara pasar perdana (primer) dan pasar sekunder. Pasar perdana
adalah pasar yang digunakan oleh perusahaan yang akan menjual surat
berharganya untuk pertama kalinya di pasar modal. 84 Pada pasar inilah,
perusahaan-perusahaan tertutup mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendanaan dari publik, yang kemudian disebut sebagai perusahaan terbuka.
Kegiatan ini seringkali disebut sebagai penawaran umum perdana atau initial
public offering. Penawaran umum itu sendiri tercakup atas beberapa kegiatan,
meliputi:85
1. Periode pasar perdana, yaitu ketika efek ditawarkan kepada
pemodal oleh penjamin emisi melalui para agen penjual yang
ditunjuk;
2. Penjatahan saham, yakni pengalokasian efek pesana para
pemodal sesuai dengan jumlah efek yang tersedia;
83 Ibid., hlm 8
84 Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisa Investasi, Yogyakarta: BPFE, 2003, hlm. 15
85 Tjiptono Darmadji, Pasar Modal di Indonesia, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2000, hlm. 40
20
3. Pencatatan efek di bursa, yaitu saat efek tersebut mulai dapat
diperdagangkan di bursa.
Pasar sekunder adalah pasar yang merupakan tempat perdagangan
surat berharga yang sudah beredar.86 Pasar sekunder merupakan kelanjutan
perdagangan surat berharga setelah dilakukannya penawaran umum dalam
pasar perdana. Pada pasar inilah efek-efek dapat diperdagangkan dari satu
investor ke investor lainnya atas dasar penyesuaian antara penawaran dan
permintaan melalui sistem yang dibuat oleh bursa efek dan tidak lagi
ditentukan oleh emiten dan penjamin emisi sebagaimana halnya di pasar
perdana.. Turun naiknya harga saham di pasar sekunder disebabkan adanya
unsur permainan yang dilakukan oleh spekulan untuk mendapatkan
keuntungan (capital gain) dalam waktu singkat disamping juga ditentukan oleh
prospek perusahaan yang menerbitkan saham.87
Adapun agar dapat melakukan transaksi di pasar sekunder, terlebih
dahulu investor harus menjadi nasabah di salah satu atau beberapa
perusahaan efek yang mempunyai izin dari Bapepam-LK sesuai dengan Pasal
8 UU PM. Biasanya perusahaan efek mewajibkan kepada nasabahnya untuk
mendepositkan uang dalam jumlah tertentu sebagai jaminan bahwa nasabah
86 Jogiyanto, Ibid
87 Yasso Winarto, Pasar Modal Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997, hlm. 425
21
tersebut layak untuk melakukan jual beli saham. Jumlah yang diperjual belikan
dalam satuan perdagangan saham disebut dengan istilah lot.88
Sejak tahun 2000, pasar modal Indonesia telah menerapkan sistem
perdagangan tanpa warkat atau scripless trading system sebagai sistem
perdagangannya.89 Sistem scripless trading adalah tata cara perdagangan
efek tanpa adanya fisik efek berupa sertifikat saham, sertifikat obligasi, dan
lainnya, serta perdagangan sahamnya dilakukan secara elektronik yang
ditindaklanjuti dengan penyelesaian transaksi secara pemindahbukuan yaitu
perpindahan efek maupun dana hanya melalui mekanisme debit kredit atau
suatu rekening efek (securities account) yang tanda bukti kepemilikan efeknya
tidak lagi akan berbentuk fisik seperti sertifikat efek, melainkan diwujudkan
dalam rekening efek pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).90
Keadaan di atas tentunya berbeda dengan ketentuan hukum jual beli
menurut KUHP Perdata yaitu dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi diantara kedua belah
pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang
kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan,
maupun harganya belum dibayar.
88 Irsan Nasrudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal, Jakarta :
Kencana Prenada Media, 2004, hlm. 134
89 Lastuti Abubakar, Op.cit, hlm. 237
90 Tjiptono Darmadji, Op.cit., hlm. 167
22
Transaksi saham dalam sistem scripless trading dikatakan sah apabila
terjadi match order antara penawaran dan permintaan. Pengalihan
kepemilikan saham tersebut dilakukan dengan melakukan pemindahbukuan
saham dari rekening efek anggota bursa selaku penjual kepada rekening efek
anggota bursa pembeli melalui suatu jaringan komputer, tanpa diikuti dengan
penyerahan efek secara fisik (scripless transaction) yang tanda bukti
kepemilikan efeknya diwujudkan dalam rekening efek pada KSEI. Keadaan ini
berbeda dengan prinsip jual beli saham menurut prinsip jual beli saham
menurut KUH Perdata yang masih menganut prinsip penyerahan secara nyata
sehingga harus ada saham dalam bentuk riil yang dialihkan.91
Terkait hal diatas, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
memegang peranan penting. Pada dasarnya KPEI merupakan kelanjutan dari
kegiatan bursa efek dalam rangka penyelesaian transaksi bursa. Disamping
memiliki fungsi kliring, KPEI juga menjamin penyelsaian transaksi di bursa
yang pelaksanaannya dengan menempatkan KPEI sebagai counter party dari
anggota bursa yang melaksanakan transaksi.
Proses penyelesaian transaksi dalam scripless trading dilakukan secara
elektronik berupa pemindahbukuan efek pada dan/atau dari pihak-pihak yang
bertransaksi. Berbeda dengan KUH Perdata, sistem scripless trading tidak
mengenal adanya pembuatan akta baik otentik maupun akta di bawah tangan.
Melalui perdagangan efek di pasar sekunder, investor dapat berinvestasi dan
91 Ibid
23
memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka waktu yang singkat (capital
gain), oleh karena itu transaksi perdagangan di pasar sekunder tidak pernah
sepi peminatnya. Strategi berinvestasi seperti inilah yang pada dasarnya
mengharapkan suatu hasil (dividen atau capital gain) atas efek yang dibeli.92
Salah satu kegiatan perdagangan efek yang dikenal mampu memberikan
keuntungan dalam jangka waktu yang singkat adalah transaksi short selling.
Transaksi short selling merupakan salah satu bentuk kegiatan jual beli
saham yang dilakukan oleh investor dimana investor tidak memiliki saham..93
Transaksi short selling ini berbeda dengan transaksi jual-beli biasa, tansaksi
ini dilakukan ketika seorang penjual melihat bahwa harga suatu efek akan
turun, maka penjual memperkirakan bahwa harga efek tersebut akan turun
terus, sehingga ia mengambil kesempatan untuk menjual efek itu sekarang
dan sesaat kemudian membeli lagi dengan harga yang lebih rendah.
Transaksi ini diatur dalam Peraturan Bapepam-lk No. V.D.6 yang mengatur
tentang pembiayaan transaksi efek oleh perusahaan efek dari nasabah dan
transaksi short selling oleh perusahaan efek serta peraturan pelaksana yang
dibuat oleh bursa yakni Peraturan No. II-H tentang Persyaratan dan
Perdagangan Efek dalam Transaksi Marjin dan Transaksi Short Selling
(Peraturan No. II-H). Semua transaksi short selling yang dilakukan harus
tunduk pada peraturan-peraturan diatas.
92 Jusuf Anwar, Op.cit., 2008, hlm 4
93 Joko Salim, op.cit., hlm. 22
24
Transaksi short selling seringkali digunakan investor maupun
perusahaan efek karena mekanisme penyelesaian transaksi di pasar modal
diselesaikan 3 hari setelah transaksi (T+3), Hal ini memudahkan investor
untuk melakukan penjualan terlebih dahulu kemudian mencari efek yang untuk
dibeli untuk dikembalikan kembali dalam waktu 3 hari.
Apabila dalam waktu 3 hari tersebut pelaku short selling tidak dapat
menyerahkan efek yang ditransaksikan, maka dapat dikatakan telah terjadi
gagal serah efek. Gagal serah efek dapat terjadi apabila efek yang hendak
dibeli pada penutupan pasar ternyata tidak tersedia akibat adanya pihak yang
berusaha menahan efek atau tidak ada penawaran sehingga berisiko
mengalami gagal serah.94 KPEI sebagai lembaga kliring penjaminan dalam hal
ini dapat membantu anggota bursa yang membutuhkan pinjaman efek dalam
rangka mengatasi kegagalan penyelesaian transaksi, fasilitas ini disebut
sebagai Fasilitas Pinjam Meminjam Efek (PME) yang dimiliki KPEI dalam
rangka mencegah terjadinya gagal serah dalam penyelesaian transaksi di
pasar modal.
Fungsi pinjam meminjam efek oleh KPEI bertujuan untuk
mengamankan kegiatan perdagangan efek dari resiko penyelesaian
transaksi. 95 Bagi pemilik efek / lender, fasilitas pinjam meminjam efek
memberikan manfaat berupa peningkatan daya guna efek yang disimpannya,
94 Ibid
95 Booklet KPEI, Pinjam Meminjam Efek, hlm. 5
25
sedangkan bagi peminjam / borrower, fasilitas ini dapat menghindarkan diri
dari kerugian denda akibat gagal serah pada waktu jatuh tempo (T+3).
Terlepas dari hal tersebut, pengelolaan pinjam meminjam efek secara terpusat
oleh KPEI menjadikan fasilitas pinjam meminjam berlangsung secara aman,
wajar teratur dan efisien di pasar modal.
Mengingat beragamnya transaksi efek dan pentingnya pengawasan
yang harus dilakukan terhadap berbagai macam transaksi efek tersebut
termasuk transaksi short selling, berinvestasi di pasar modal Indonesia tidak
dapat terlepas dari pengawasan pemerintah. Maka dari itu terdapat suatu
lembaga sebagai pengatur dan pengawas di bidang pasar modal yaitu
BAPEPAM-LK. BAPEPAM-LK adalah sebuah badan pemerintah yang berada
dibawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAPEPAM-LK merupakan
lembaga yang bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan, pengaturan
dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal.96
Fungsi tersebut kemudian dialihkan pada lembaga baru bernama
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK yang berisikan tentang:
“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan.”
96 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal
26
Dengan lahirnya UU OJK, wewenang pengaturan dan pengawasan
seluruh kegiatan jasa keuangan kini dipegang oleh OJK. OJK yang memiliki
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan pasar modal di
Indonesia 97 , diberi wewenang khusus untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan bursa efek di pasar modal. Sebagai bentuk pengaturan yang dimiliki
OJK, OJK berwenang untuk menetapkan peraturan dan keputusan OJK serta
menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peratuan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Sebagai
bentuk pengawasan, OJK memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain terhadap
lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan di sektor jasa
keuangan, serta dapat menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.98
Peran pengawasan di bidang investasi oleh pemerintah yang dalam hal
ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga-lembaga lainnya
dilakukan guna melindungi investor dan para penyelenggaran investasi yang
akan memberikan dampak yang lebih baik dalam kelangsungan aktifitas
ekonomi Indonesia. Jika pasar yang bersangkutan tidak memiliki perangkat
97 Pasal 6 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan
98 Ibid, Pasal 8 , 9
27
aturan dan pengawasan dari pemerintah yang menjamin perlindungan,
kepastian hukum dan keadilan, para penyelenggara investasi tentu akan
merasa enggan untuk mengeinvestasikan modalnya di pasar modal.99
F. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk membuat secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada. Dengan demikian
penelitian ini akan menggambarkan masalah hukum, fakta dan
gejala lainnya yang berkaitan dengan transaksi short selling ditinjau
dari aturan yang berlaku, kemudian menganalisisnya sehingga
dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan
yang timbul.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini
adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
yaitu penelitian hukum terhadap asas-asas hukum dan data
sekunder melalui inventarisasi hukum positif.100 Penelitian hukum
99 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Bandung: PT Citra Adytia Bhakti, 2001, hal 6-7
100 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 62.
28
nomatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder
berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang
mempunyai hubungan dengan pembahasan permasalahan dalam
skripsi ini.101 Data kepustakaan yang dipergunakan terutama yang
menyangkut pada teori dan praktik transaksi short selling di bursa
efek, serta aturan terkait yang terdapat pada peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal dan KUH Perdata. Pendekatan ini
dimaksudkan untuk membahas aspek-aspek hukum yang
berhubungan dengan perlindungan investor terhadap transaksi
shortselling di bursa efek.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
skripsi ini adalah melalui studi kepustakaan yang bertujuan untuk
memperoleh data sekunder, yaitu terkait landasan hukum dan teori-
teori mengenai perdagangan efek. Data sekunder tersebut antara
lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil
penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.102
4. Tahap Penelitian
101 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas
Indonesia, 2012, hlm. 52.
102 Soerjono Soekanto, Ibid, hlm. 12.
29
Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian hukum ini
meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Penelitian Kepustakaan
Sebuah teknik yang mengumpulkan data sekunder dengan cara
mempelajari dan menganalisis bahan-bahan hukum dalam
penelitian. Data yang diteliti dapat berupa data yang diperoleh
melalui bahan-bahan kepustakaan dan/atau secara langsung dari
masyarakat. Penelitian kepustakaan ini terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat
yang terdiri dari :
a) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945;
b) Kitab Undang–Undang Hukum Perdata;
c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal;
d) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas;
e) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
f) Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2010 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010-2014
30
g) Peraturan KPEI Nomor II-5 Tentang Penyelenggaraan
Kliring dan Penyelesaian Transaksi Bursa Bersifat
Ekuitas
h) Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-
00071/BEO/11/2013 Tentang Perdagangan Efek
Bersifat Ekuitas (Peraturan Nomor II-A)
i) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor KEP-326/BL/2012
Tentang Sub Rekening Efek Pada Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian
j) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor KEP-258/BL/2008
Tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh
Perusahaan Efek bagi Nasabah dan Transaksi Short
Selling oleh Perusahaan Efek (Peraturan Nomor
V.D.6)
k) Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia
Nomor Kep-00009/BEI/01-2009 Tentang Persyaratan
dan Perdagangan Efek dalam Transaksi Marjin dan
Transaksi Short Selling (Peraturan Nomor II-H)
l) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
8/SEOJK.04/2014 Tentang Pencabutan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK.04/2013
31
Tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang
Berfluktuasi Secara Signifikan Dalam Pelaksanaan
Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh
Emiten Atau Perusahaan Publik
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum
penunjang yang menjelaskan lebih lanjut terkait bahan
hukum primer, seperti jurnal hukum pasar modal, buku-buku
yang ditulis oleh para ahli, makalah-makalah seminar, dan
lain-lain.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang baik
memberikan petunjuk maupun penjelasan lebih lanjut
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus
terjemahan maupun kamus hukum, artikel, majalah, dan
bahan lain yang dapat menunjang penelitian.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara sebagaimana dimaksud untuk mendapatkan data
sebagai pendukung analisis dengan responden PT Kliring dan
Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Bursa Efek Indonesia (PT.
BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investor bursa serta pakar
Pasar Modal yang bernama Adler Haymans Manurung, yang dapat
memberikan penjelasan terkait praktik transaksi short selling di BEI.
5. Metode Analisis Data
32
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode yuridis kualitatif. Dari ketiga bahan hukum yang sudah
dipaparkan diatas yaitu bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier dianalisis secara yuridis
normatif dengan metode analisis data secara kualitatif sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan.
6. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jalan
Dipati Ukur No. 35 Bandung;
b. Perpustakaan CISRAL/Pusat Universitas Padjadjaran, Jalan
Dipati Ukur No. 46 Bandung;
c. Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM), Jalan Jenderal
Sudirman Kav 52-53 Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta;
d. PT. Adler Manurung Press, Komplek Mitra Matraman A1/ 17,
Jl Matraman Raya No. 148, Jakarta Timur.