bab i pendahuluan
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak
dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini
disebabkan ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat
popular serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan atau
keunggulan lele dumbo dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu
pertumbuhannya lebih cepat dan dapat mencapai ukuran lebih besar, lebih banyak
kandungan telurnya serta pemeliharaan dan pemberian pakan lebih mudah
(Mahyuddin 2008). Jenis ikan ini mudah dipelihara, karena tidak membutuhkan
banyak pergantian air serta oksigen, sebab ikan lele mempunyai alat pernapasan
tambahan berupa arborescent organ yang memungkinkannya mengambil oksigen
langsung dari udara (Saanin 1968; Viveen et al. 1985 dalam Angka 2005). Ikan
lele sangat digemari oleh masyarakat sehingga permintaan akan ikan lele semakin
meningkat. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya ikan lele Indonesia dari
tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Kenaikan rata-rata setiap tahunnya
sebesar 39,66% dan pada tahun 2010, produksi ikan lele menjadi 242.811 ton
(2010) dari 144.755 ton (2009) atau naik sebesar 67,74% (DJPB 2011).
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pasar adalah budidaya intensif
dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan yang intensif serta penggunaan air
secara berulang, berpotensi menimbulkan stress pada ikan yang akan
mempengaruhi kondisi kesehatan ikan. Salah satu kendala penyebab kegagalan
budidaya ikan lele adalah penyakit. Menurunnya kondisi pertahanan tubuh ikan
akan memudahkan masuknya patogen, sehingga memperbesar peluang
terjangkitnya wabah penyakit ikan. Penyakit bakterial merupakan salah satu
masalah yang dihadapi pada usaha budidaya ikan. Kerugian yang diakibatkan
biasanya tidak sedikit yaitu antara lain berupa kematian ikan dan penurunan
kualitas ikan. Salah satu penyebab utama peningkatan populasi bakteri adalah
adanya pencemaran air oleh penumpukan sisa pakan dan kotoran yang membusuk
pada dasar kolam. Penyakit yang sering ditemukan menginfeksi ikan-ikan air
tawar, termasuk lele dumbo adalah penyakit MAS (Motile Aeromonad
2
Septicaemia) dikenal juga sebagai penyakit bercak merah (red spot disease) akibat
terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Angka 2004) dan dapat menyebabkan
mortalitas yang tinggi pada ikan lele dumbo. Penyakit bercak merah dengan gejala
haemorrhagic septicaemia sering timbul sebagai wabah pada ikan lele di Asia
Tenggara sampai sekarang. Pertama kali wabah penyakit ini terjadi di Jawa Barat
pada tahun 1980, dan menyebabkan kematian 82,2 ton dalam waktu 1 bulan
(Angka et al. 1982).
Pengendalian penyakit sering dilakukan dengan menggunakan antibiotik
atau bahan-bahan kimia. Pemakaian antibiotik untuk jangka panjang tentu saja
akan menimbulkan efek negatif baik bagi ikan, lingkungan dan bagi konsumen
ikan (Vadstein 1996) serta dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap
antibiotik (Cheng et al. 2008). Oleh karena itu pencegahan penyakit dengan
menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kekebalan baik dengan
menggunakan vaksin maupun imunostimulan telah banyak diteliti. Berbagai
bahan seperti polisakarida, ekstrak tumbuhan dan beberapa nutrien semakin
mendapat perhatian untuk digunakan dalam pakan sebagai imunostimulan (Misra
et al. 2006; Pais et al. 2008). Bahan imunostimulan ini dapat diekstrak dari
rumput laut. Dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti
karagenan dalam alga merah, yang memiliki senyawa bioaktif yang
menguntungkan sebagai anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker, dan
aktivitas modulasi sistem imun (Wijesekara 2011).
Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lain yang
mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan
(Anderson 1992). Banyak perhatian telah ditujukan mengenai penggunaan
imunostimulan pada akuakultur untuk mengendalikan infeksi penyakit (Bricnell &
Dalmo 2005), diantaranya penggunaan makroalga laut. Indonesia sebagai negara
tropis, mempunyai perairan yang luas dengan rumput laut yang berlimpah dan
bahkan secara intensif telah dibudidayakan. Diantara rumput laut tersebut, yang
banyak dibudidayakan adalah Kappaphycus alvarezii (Anggadiredja 2006). K-
karagenan sangat penting digunakan pada industri pangan, farmasi, kosmetika dan
bioteknologi. Bahkan penggunaan k-karagenan sebagai imunostimulan telah
dikembangkan di negara sub tropis seperti di Taiwan. K-karagenan tersebut
3
telah dilaporkan dapat memodifikasi beberapa komponen sistem imun pada ikan
dan meningkatkan proteksi terhadap infeksi bakteri (Castro et al. 2006).
Beberapa studi telah menguji pemakaian imunostimulan pada organisme
akuatik untuk meningkatkan imunitas dan ketahanan terhadap patogen dengan
penggunaan makro alga laut. Pemberian imunostimulan yaitu lipopolisakarida,
levamisol dan S. cerevisiae dengan dosis pemaparan selama 10 menit dapat
meningkatkan respon non spesifik (respon seluler) yakni lekosit (total dan jenis-
jenis lekosit), aktivitas fagositik respon seluler, respon spesifik (humoral) yakni
antibodi terhadap infeksi bakteri A. hydrophila (Alifuddin 1999). Penggunaan
imunostimulan sebagai pakan suplemen dapat meningkatkan pertahanan alami
ikan sehingga resisten terhadap patogen selama periode strees (Kumari dan Sahoo
2006). Penambahan S. plantesis dalam pakan dengan dosis 4% kg-1 pakan, periode
pemberian diskontinyu dan lama pemberian 28 hari, dapat meningkatkan
ketahanan tubuh ikan koi terhadap virus herpes dengan prosentase ikan terinfeksi
20% (Amrullah 2004). Imunostimulan mengaktifkan mekanisme pertahanan non
spesifik, cell-mediated immunity dan respon imun spesifik. Pemberian kitosan
pada ikan lele memberikan respon imun non-spesifik yang lebih baik
dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kitosan meningkatkan jumlah eritrosit,
leukosit dan kadar hematokrit, hemaglobin dan indeks fagositik ikan. Disamping
itu prosentase limfosit, netrofil, monosit dan trombosit pada lebih baik pada
ikan-ikan yang diberi kitosan dibandingkan ikan kontrol dengan prosentase
tertinggi pada kelompok ikan yang diberi kitosan 6 µg/g (Sukenda et al. 2008).
Jasmanindar (2009), ekstrak Gracilaria verrucosa memiliki kemampuan
untuk menstimulasi sistem ketahanan pada udang Litopenaeus vannamei.
Pemberian ekstrak G.verrucosa yang berulang dengan interval waktu tertentu
yaitu 2 kali pemberian selama 30 hari pemeliharaan mampu memberikan
kelangsungan hidup hingga 86%. Suryati (2010) menyatakan bahwa pemberian k-
karagenan melalui injeksi dapat meningkatkan respon imun non spesifik pada ikan
lele dumbo, yang terukur dari kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel
darah merah, jumlah sel darah putih, diferensial leukosit dan indeks fagositik.
Selanjutnya pemberian k- karagenan dapat mencegah perkembangan infeksi
4
bakteri Aeromonas hydrophila berdasarkan gejala klinis maupun histopatologi
pada organ kulit, ginjal dan hati, dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan.
Penggunaan k-karagenan sangat berpotensi untuk pengendalian penyakit.
Disamping itu, k-karagenan sangat aman digunakan dalam kontrol penyakit sebab
bahan ini selain tidak meninggalkan residu dalam tubuh, juga tidak
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, sangat
diperlukan penelitian tentang k-karagenan sebagai imunostimulan terhadap
respon imun non-spesifik dan resistensi penyakit pada ikan lele dumbo (Clarias
sp.) melalui pakan.
1.2 Perumusan Masalah
Mortalitas yang tinggi pada ikan lele yang terserang penyakit MAS
(Motile Aeromonad Septicaemia) merupakan masalah utama dalam kegiatan
budidaya. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya ketahanan tubuh ikan dan
faktor lingkungan yang buruk sehingga memicu terjadinya penyakit yang
diakibatkan oleh bakteri A. hydrophila.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk menghindari mortalitas yang tinggi
pada budidaya ikan lele dumbo, adalah pengendalian serangan penyakit dengan
menggunakan imunostimulan. Penggunaan imunostimulan telah menarik
perhatian dan telah dilakukan sebagai suatu pendekatan yang lebih ramah
lingkungan terhadap pengendalian penyakit ikan (Raa 1996; Sakai 1999; Peddie et
al. 2002). Bahan imunostimulan ini dapat diekstrak dari rumput laut. K-
karagenan adalah jenis karagenan yang diekstrak dari Kappaphycus alvarezii dan
Gigartina radula (Renn 1997).
Pemberian imunostimulan harus memperhatikan dosis optimal yang
digunakan (Anderson 1992), karena dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme
pertahanan, dan dosis yang rendah bisa tidak efektif atau tidak cukup untuk
memberikan respon imun. Disamping itu juga durasi periode pemberian
imunostimulan untuk mencapai proteksi yang optimal juga merupakan hal yang
penting dalam pemberian imunostimulan (Couso et al. 2003). Menurut Cheng et
al. 2004 bahwa pemberian imunostimulan secara berkelanjutan diperlukan untuk
lebih memberikan kemampuan imun. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
5
untuk menguji pengaruh κ-karagenan yang diekstrak dari rumput laut K.alvarezii
dalam meningkatkan respon imun dan ketahanan ikan lele dumbo (Clarias sp.)
terhadap serangan bakteri A. hydrophila melalui pakan.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh pemberian κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam
pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.
2. Menguji pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan
parameter makroskopis dan mikroskopis pada ikan lele dumbo.
3. Menguji durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan
lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dosis κ-
karagenan yang optimal dan durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk
ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga penggunaan
k-karagenan pada budidaya ikan lele dapat mengatasi permasalahan penyakit.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah pemberian k-karagenan
melalui pakan dengan dosis dan durasi pemberian yang tepat dapat meningkatkan
respon imun non spesifik dan resistensi bakteri Aeromonas hydrophila