bab i pendahuluan

9
www.hoirulblog.co.cc BAB I PENDAHULUAN Methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau yang akrab disebut MRSA, sejak ditemukan epidemi pertama-nya di Amerika Serikat pada 1968 hingga kini, masih menjadi masalah utama infeksi nosokomial. MRSA yang termasuk dalam emerging infectious pathogen i ni, bisa menyebar melalui kontak antara tenaga kesehatan yang terinfeksi atau memiliki kolonisasi (bertindak sebagai reservoir) dengan pasien di rumah sakit. Insiden MRSA dari tahun ke tahun terus meningkat. Vankomisin, obat yang selama ini diandalkan untuk MRSA, mulai tampak resisten. Dalam beberapa dekade belakangan, insiden infeksi MRSA terus meningkat di berbagai belahan dunia. Di Asia, prevalensi infeksi MRSA kini mencapai 70%. Sementara di Indonesia pada 2006 prevalensinya bertengger di angka 23,5%. Kecenderungan peningkatan insiden tersebut makin diperparah dengan kian meluasnya penyebaran MRSA. Pada beberapa tahun belakangan, MRSA ditemukan tak lagi terbatas di rumah sakit, tapi juga mulai merebak di komunitas. Penelitian kasus menunjukkan, galur MRSA dari komunitas ini berbeda dengan yang di rumah sakit. Sebagian dari galur ini mengeluarkan suatu toksin yang disebut Panton-Valentine leucocidin (PVL). Toksin inilah yang meningkatkan kemampuan infeksi kuman, sehingga bisa menyerang individu sehat. Untungnya, galur yang kemudian disebut 'community-acquired MRSA' ini sensitif terhadap lebih banyak antibiotik dibandingkan dengan MRSA di rumah sakit. Meskipun bakteri yang terpapar antibiotika pada akhirnya memiliki resistensi yang cukup tinggi, tapi berkat penelitian dan kecanggihan teknologi medis, bakteri kebal tetap dapat dilenyapkan. Namun, upaya menemukan antibiotika terbaru terus dilakukan, tidak akan pernah berakhir. Karena, sifat bakteri mudah beradaptasi sehingga pada suatu masa bakteri dapat jadi kebal kembali.

Upload: hoirul22121842

Post on 15-Jun-2015

725 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

www.hoirulblog.co.cc

BAB I

PENDAHULUAN

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau yang akrab disebut

MRSA, sejak ditemukan epidemi pertama-nya di Amerika Serikat pada 1968

hingga kini, masih menjadi masalah utama infeksi nosokomial. MRSA yang

termasuk dalam emerging infectious pathogen ini, bisa menyebar melalui kontak

antara tenaga kesehatan yang terinfeksi atau memiliki kolonisasi (bertindak

sebagai reservoir) dengan pasien di rumah sakit. Insiden MRSA dari tahun ke

tahun terus meningkat. Vankomisin, obat yang selama ini diandalkan untuk

MRSA, mulai tampak resisten. Dalam beberapa dekade belakangan, insiden

infeksi MRSA terus meningkat di berbagai belahan dunia. Di Asia, prevalensi

infeksi MRSA kini mencapai 70%. Sementara di Indonesia pada 2006

prevalensinya bertengger di angka 23,5%.

Kecenderungan peningkatan insiden tersebut makin diperparah dengan

kian meluasnya penyebaran MRSA. Pada beberapa tahun belakangan, MRSA

ditemukan tak lagi terbatas di rumah sakit, tapi juga mulai merebak di

komunitas. Penelitian kasus menunjukkan, galur MRSA dari komunitas ini

berbeda dengan yang di rumah sakit. Sebagian dari galur ini mengeluarkan suatu

toksin yang disebut Panton-Valentine leucocidin (PVL). Toksin inilah yang

meningkatkan kemampuan infeksi kuman, sehingga bisa menyerang individu

sehat. Untungnya, galur yang kemudian disebut 'community-acquired MRSA' ini

sensitif terhadap lebih banyak antibiotik dibandingkan dengan MRSA di rumah

sakit.

Meskipun bakteri yang terpapar antibiotika pada akhirnya memiliki

resistensi yang cukup tinggi, tapi berkat penelitian dan kecanggihan teknologi

medis, bakteri kebal tetap dapat dilenyapkan. Namun, upaya menemukan

antibiotika terbaru terus dilakukan, tidak akan pernah berakhir. Karena, sifat

bakteri mudah beradaptasi sehingga pada suatu masa bakteri dapat jadi kebal

kembali.

www.hoirulblog.co.cc

BAB II

PEMBAHASAN

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak

ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak

membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua

komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikhoat. Metabolisme dapat

dilakukan secara aerob dan anaerob. Infeksi yang disebabkan digolongkan sebagai

penyakit menular/lokal (biasanya) atau menyebar (jarang).

Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah sekitar

1µm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan. Staphylococcus aureus

menghasilkan koagulase,suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan

plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang

terdapat dalam banyak serum. Bakteri yang membentuk koagulase dianggap

mempunyai potensi menjadi patogen invasif.

Leukosidin pada toksin Staphylococcus aureus ini dapat mematikan sel

darah putih pada banyak hewan, tetapi peranannya dalam patogenesis tidak jelas,

sebab staphylococcus patogen tidak mematikan sel-sel darah putih dan dapat

difagositosis seefektif jenis yang tidak patogen, namun bakteri tersebut mampu

berkembang biak dengan sangat aktif di dalam sel. 40-50% manusia adalah

pembawa Staphylococcus aureus dalam hidungnya,dan dapat di temukan di baju,

sprei, dan benda-benda lainnya sekitar manusia.

Infeksi Staphylococcus aureus dapat juga di sebabkan oleh kontaminasi

langsung pada luka, misalnya pada infeksi luka pascabedah oleh staphylococcus

atau infeksi setelah trauma. Bila Staphylococcus aureus menyebar dan terjadi

bakteremia, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis,

atau infeksi paru-paru. Gambaran klinisnya mirip dengan gambaran klinis yang

terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah.

Bakteremia, endokarditis, pneumonia, dan infeksi hebat lain yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus memerlukan terapi intravena yang lama

dengan penicilin yang resisten terhadap β-laktamase. Vankomisin sering

dicadangkan untuk staphylococcus yang resisten terhadap nafsilin. Jika infeksi

www.hoirulblog.co.cc

disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang tidak menghasilkan β-laktamase,

penicilin G merupakan obat pilihan, tetapi hanya sedikit strain Staphylococcus

aureus yang peka terhadap penicilin G.

Beberapa jenis Staph telah menjadi kebal terhadap antibiotika methicillin

dan lainnya yang dulu dipakai untuk mengobati infeksi. Infeksi yang disebabkan

Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) yang kebal methicillin ini

sulit diobati, sebab kebanyakan antibiotika tak dapat membunuh bakteri tersebut.

Selama infeksi yang disebabkan MRSA tidak serius, masih bisa disembuhkan.

Banyak pakar kesehatan yang mengingatkan akan tersebarnya bakteri MRSA.

Karena sangat sulit disembuhkan, MRSA dikenal sebagai super bug. Gejala

MRSA sendiri tergantung di bagian mana Anda terinfeksi. Sebagian besar,

dikarenakan adanya infeksi ringan pada kulit. Tapi bisa juga disebabkan karena

infeksi kulit serius atau infeksi luka setelah operasi. Biasanya ditandai dengan

bengkaknya kulit yang terinfeksi, berupa benjolan merah dan kadang

mengeluarkan nanah.

Staphylococcus aureus yang resistan terhadap Methicillin (MRSA)

dianggap oleh banyak orang sebagai penyebab kerusakan/keburukan dalam

pengobatan modern. MRSA dapat dengan cepat menimbulkan resistansi terhadap

agen antimikroba yang baru. Pengontrolannya memerlukan kepatuhan terhadap

tindakan-tindakan pengontrolan infeksi yang baik serta pengobatan sesuai pasien-

pasien yang terinfeksi Staphylococcus aureus pertama kali didokumentasikan

pada tahun 1884. Walaupun peka terhadap benzylpenicillin, antibiotic beta-lactum

yang pertama, kebanyakan Staphylococcus aureus dengan cepat memperoleh

resistansi, dengan demikian mendesak pencarian bahan-bahan anti-bakteri lain.

Methicillin penisilin semi-sintetis yang pertama, dikembangkan pada tahun 1960

Methicillin dibuat untuk melawan infeksi Staphylococcus. Sayangnya, resistansi

terhadap Methicillin yang secara klinis sangat penting berkembang selama akhir

tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, dan kini jenis MRSA yang sangat virulen

dan tersebar luas muncul. Jenis MRSA ini pada umumnya resistan tidak saja

terhadap methicillin, tetapi terhadap semua antibiotik beta-lactum dan sering

antibiotik dari dari kelompok lain juga.

www.hoirulblog.co.cc

Staphylococcus aureus terdapat di kulit sekitar 30% orang yang normal,

dan kemungkinan terdapat di kulit sampai 25% staff rumah sakit. Kemampuannya

untuk dengan cepat mengembangkan resistansi terhadap agen antimikroba serta

kecendrungannya untuk membuat wadah dengan mengkoloni para pasien dan staf

rumah sakit membantu keberhasilannya sebagai patogen. MRSA sering tersebar

masuk ke rumah sakit oleh seorang pasien atau karyawan perawat kesehatan yang

terkoloni.

Penyebaran ke pasien-pasien dan staff lain dapat terjadi melalui tiga jalan.

Karena MRSA dapat hidup di kulit orang selama beberapa jam setelah

mengadakan kontak dengan para pasien yang terkoloni, jalan penting untuk

penyebarannya ialah via tangan para karyawan perawat kesehatan yang

terkontaminasi. Kontak antara pasien, jalan penyebaran yang kedua, telah

didokumentasikan di ruang perawatan intensip dan di kamar di mana ada lebih

dari satu pasien. Mekanisme penyebaran yang ketiga, penyebaran melalui

udara,tampaknya memainkan peranan yang jauh lebih kecil. Penyebaran MRSA

tercegah (terhalang) dengan membersihkan kulit secara efektif, dengan

menggunakan benda penghalang dan dengan mengucilkan orang yang terkoloni

atau terinfeksi. Dekontaminasi kulit dengan mencuci tangan secara efektif adalah

salah satu strategi pengontrolan yang terpenting. Meskipun desinfektan pada

umumnya lebih efektif daripada sabun untuk menyingkirkan mikroba dari tangan

agen desinfektan yang optimal untuk MRSA masih belum ditentukan. Karena

kasur, perabot dan benda-benda lain dapat terkontaminasi dengan MRSA, dan

karena para pasien dapat terkoloni di beberapa lokasi, semua orang yang masuk ke

kamar di mana ada orang yang terinfeksi harus memakai sarung tangan .

Hampir 53 juta orang diperkirakan membawa kuman MRSA, dan para

pakar memperkirakan 2 milliar orang, atau sama dengan 25 – 30% total penduduk

dunia membawa bakteri Staphylococcus aureus. Pneuomonia MRSA grup, dan

pasien yang mendapatkan flurokuinolone adalah salah satu populasi yang beresiko

terkena MRSA. MRSA disebabkan oleh obat-obatan iv (intra vena) sebanyak 20%

dari total populasi.

Praktek higiene yang baik dan praktek pengendalian infeksi dapat

menurunkan risiko infeksi MRSA. Hal ini mencakup :

www.hoirulblog.co.cc

1. Mencuci tangan adalah salah satu cara mencegah penyebaran kuman. Praktek

mencuci tangan yang baik paling sedikit 15 detik dengan sabun dan air atau

pembersih tangan berbahan dasar alkohol bila sabun dan air tidak tersedia.

2. Tidak berbagi barang pribadi seperti handuk, lap tangan, pisau cukur, seragam

atletik atau pakaian lain yang dapat kontak dengan luka atau perban. Cuci

pakaian atau kain dengan air hangat dan sabun deterjen dan keringkan pada

udara panas.

3. Hindari kontak dengan luka atau perban orang lain. Jika kontak diperlukan,

gunakan sarung tangan sekali pakai dan cusi tangan segera setelah melepas

sarung tangan. Sarung tangan dan pakaian yang telah digunakan dapat dibuang

dengan sampah rumah tangga

4. Jaga semua potongan dan serpihan bersih dan tertutup dengan kain atau perban

sampai sembuh. Ikuti instruksi penyedia layanan kesehatan Anda untuk

penyembuhan luka yang benar.

5. Para murid harus menghidari berbagi barang pribadi dan produk-produk

kesehtan kulit seperti pakaian, balsem atau pelembab.

6. Cari bantuan medis jika luka tidak sembuh dengan baik atau muncul infeksi.

7. Jika diberikan antibiotika, makan semua dosis, walaupun infeksi terlihat

membaik. Tidak boleh berbagi antibiotika dengan yang lain atau menyimpan

antiobiotika yang tidak habis untuk digunakan di kemudian hari.

8. Bersihkan permukaan dengan desinfektan atau larutan segar pemutih dalam air.

Alkohol (70%) dapat efektif sebagai sanitasi pencegahan MRSA.

Quaternary ammonium yang dikombinasi dengan Alkohol juga efektif. Dan perlu

dicegah dengan pembersihan rutin ruang-ruang rawat dengan menggunakan

Nonflammable Alcohol Vapor in CO2 (NAV-CO2) system atau sodium

hypochlorite adalah zat yang sering digunakan untuk sanitasi ruangan pasien

dengan MRSA.

Penentuan tata laksana MRSA terlebih dulu dalam diagnosis laboratorium

perlu dibedakan antara kolonisasi dengan infeksi. Diagnosis laboratorium bisa

dilakukan dengan cara biakan, serologi, dan biologi molekuler. Kolonisasi MRSA

pada manusia terutama ditemukan di lubang hidung, trakea, lipatan kulit, rektum

atau luka terbuka, dan biasanya tanpa gejala penyakit. Sebagian besar individu

www.hoirulblog.co.cc

(70-90%) memiliki kolonisasi MRSA sementara, sehingga tidak perlu dirawat.

Sementara infeksi MRSA biasanya menginvasi jaringan yang disertai oleh gejala

klinis, sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Diagnosis laboratorium bisa dilakukan dengan mengambil bahan usap ka-

pas dari lubang hidung, rektum atau kulit, dan darah yang kemudian dikultur pada

medium khusus seperti MSA, oxacillin Resistance Screening Agar Base. Uji

kepekaan antibiotik terutama oksasiklin dengan teknik Kirby Bauer bisa

mengidentifikasi MRSA. Bila tampak resisten terhadap oksasiklin, maka ini

merupakan indikator resisten dengan metisilin, dan biasanya resisten terhadap

semua penisilin.

Infeksi MRSA bisa diberikan terapi standar seperti vankomisin intravena.

Sedangkan dekolonisasi MRSA carrier bisa dilakukan dengan cara kontrol infeksi

dan atau memberikan terapi antibiotik oral/topikal. Langkah ini ditempuh

terutama pada penderita imunosupresi dengan kolonisasi, individu yang

berpotensi menyebarkan organisme tersebut karena perilakunya (retardasi mental)

atau pasien yang mendapat infeksi berulang karena MRSA yang bersarang pada

pasien tersebut.

Seperti yang telah diungkapkan diatas, jumlah antibiotik yang sensitif

terhadap galur MRSA dari rumah sakit lebih sedikit dibandingkan dengan galur

MRSA dari komunitas. Sebagian besar infeksi MRSA bisa diobati dengan

antibiotik, seperti vankomisin, teicoplanin, dan linezolid. Namun antibiotik yang

banyak digunakan selama ini adalah vankomisin. Vankomisin merupakan

antibiotik yang termasuk dalam golongan glikopeptida. Adapun mekanisme kerja

vankomisin adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri. Vankomisin

berikatan dengan ujung D-alanyl-D-alanine dari unit prekusor dinding sel,

sehingga menganggu sintesis peptidaglikon

Peningkatan penggunaan vankomisin belakangan ini, termasuk untuk

MRSA komunitas, akhirnya membuat sensitifitas antibiotik ini jadi berkurang.

Kasus berkurangnya sensitifitas vankomisin terhadap S.aureus dilaporkan pertama

kali pada 1996. Sejak itu, vancomycin-intermediate staphylococcus aureus

(VISA) dilaporkan terjadi di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia. Enam tahun

kemudian, telah dilaporkan terjadi kasus pertama vancomycin-resistant

www.hoirulblog.co.cc

staphylococcus aureus (VRSA) di Amerika Serikat.

Mekanisme resistensi dan berkurangnya sensitifitas Staphylococcus aureus

terhadap vankomisin diperkirakan terkait dengan perubahan dan pengaturan ulang

dinding sel bakteri. Selain itu, produksi yang berlebihan dari penicillin binding

protein (PBP2) juga dipertimbangkan sebagai faktor penting untuk ekspresi

resisten terhadap vankomisin. Resistensi terhadap vankomisin dimediatori oleh

gen van A yang spesifik untuk glikopeptida.

Munculnya VISA dan VRSA ini menjadi berbahaya, karena akan

mempersulit penanganan MRSA multiresisten di rumah sakit. Studi meta-analisis

memperlihatkan, VISA meningkatkan kematian 12 kali lipat dibandingkan

kelompok kontrol. Meskipun di banyak negara lain di dunia, termasuk Asia,

terjadi kecenderungan peningkatan VRSA, tapi untungnya hasil uji kepekaan

Staphylococcus aureus terhadap vankomisin di Indonesia (data LMK FKUI 2003-

2006) masih menunjukkan sensitivitas yang baik.

Melihat data tersebut, hendaknya perlu dilakukan pengawasan dan

pengendalian serta kebijakan dalam pemberian antibiotik, terutama di rumah

sakit, sehingga bisa mencegah meningkatnya insiden MRSA. Selain itu, meski

saat ini telah ada obat baru yang disahkan FDA untuk mengobati infeksi MRSA

seperti linezolid, quinopristin, dalfopristin, daptomycon, tygecycline,

platensimycin, namun untuk beberapa kasus vankomisin masih cost-effective.

Studi memperlihatkan, oropharyngeal vancomycin yang mengontrol ICU-

acquired lower airway infection dan secondary carriage yang terkait dengan

MRSA, adalah cost effective dan aman untuk vancomycin resistant enterococci

dan VISA.

Sekarang ini telah dikembangkan penelitian dan pengembangan teknologi

medis terbaru untuk menanggulangi penyebaran MRSA. Antara lain, Metode

yang berbasis antagonistik langsung antara bakteri laut dan Staphylococcus aureus

resistan metisilin (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus, MRSA) berhasil

digunakan untuk skrining bakteri laut penghasil senyawa anti-MRSA. Metode ini

menggunakan medium agar lapis ganda untuk mendukung pertumbuhan bakteri

laut dan MRSA. Beberapa bakteri laut penghasil senyawa anti-MRSA berhasil

diisolasi dengan metode ini. Suatu bakteri laut, strain O-BC30 merupakan bakteri

www.hoirulblog.co.cc

yang paling kuat menghambat pertumbuhan MRSA. Isolat-isolat bakteri yang

didapat menunjukkan aktivitas yang stabil terhadap MRSA dan aktivitas ini juga

konsisten dengan aktivitas ekstrak yang diperoleh dari sel bakteri yang dikultur

pada medium agar. Metode ini sangat berguna dan efisien untuk skrining bukan

hanya bakteri penghasil senyawa anti-MRSA tetapi juga bakteri penghasil

antibiotik.

Minyak esensial yang biasa digunakan untuk aroma terapi ditemukan bisa

membunuh bakteri mematikan MRSA yang mengakibatkan tingginya angka

kematian di rumah sakit di seluruh dunia. Para peneliti dari Universitas

Manchester mengonfirmasi bahwa mereka telah mengidentifikasi tiga minyak

esensial yang bisa membunuh bakteri MRSA dan E Coli dalam waktu dua menit

setelah kontak. Minyak ini bisa dikemas dalam bentuk sabun dan sampo untuk

digunakan staf rumah sakit untuk menghentikan penyebaran bakteri mematikan.

Minyak esensial memiliki kandungan kimia yang merupakan tanaman beraroma

wangi, yang bisa digunakan untuk melawan infeksi. Para peneliti telah menguji 40

jenis minyak esensial untuk melawan 10 bakteri mematikan dan jamur. Dua dari

minyak itu langsung membunuh MRSA dan E Coli secara instan, sedangkan

minyak yang ketiga membutuhkan waktu sedikit lebih lama. Sebelumnya pada

2002, Universitas Sydney juga telah melaporkan bahwa minyak ekaliptus dan teh

secara mengejutkan efektif untuk membasmi MRSA ketika dioleskan pada kulit

yang terinfeksi. Alasan bahwa minyak esensial menjadi sangat efektif karena

minyak ini memiliki kandungan kimia yang kompleks, yang ditemukan bahwa

MRSA dan superbug lainnya akan kesulitan untuk menjadi resisten. Pengobatan

terkini untuk melawan MRSA telah secara cepat membuat MRSA menjadi

resisten dan hanya mencapai kesuksesan sebesar 50 persen. Sementara itu, minyak

esensial juga memiliki keuntungan mudah untuk digunakan, selain memang

membasmi bakteri. Namun, upaya menemukan antibiotika terbaru terus

dilakukan, tidak akan pernah berakhir. Karena, sifat bakteri mudah beradaptasi

sehingga pada suatu masa bakteri dapat jadi kebal kembali.

www.hoirulblog.co.cc