bab i pendahuluan · 2016. 3. 10. · bab i pendahuluan . a. alasan pemilihan judul . saat...
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Saat berlakunya Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah
yang kemudian pelaksanannya diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004
memungkinkan bahwa setiap daerah berhak untuk mengurusi segala kebutuhan atau
pun permasalahan daerah masing-masing. Menurut Wayong otonomi daerah itu
adalah “kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah,
dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan sendiri”. 1
Selain itu terdapat pengertian otonomi daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun
2004. Dalam Undang-undang tersebut terdapat tiga pengertian, yaitu :
Hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri;
Wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;
Kewajiban untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Dalam hal otonomi ini pemerintah pusat tidak lagi mengatur apalagi sampai
mendominasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga peran-peran
pemerintah pusat dalam hal ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi,
1 Abdurrrahman,Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta, 1987,
hlm. 11.
-
2
dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.2 Jadi dapat kita simpulkan bahwa
dengan berlangsungnya otonomi ini pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang
luar untuk daerahnya sendiri.
Dalam hal kepengurusan daerah itu salah satunya adalah dengan mengurusi
suatu pembangunan di daerah tersebut. Terdapat pengertian pembangunan daerah,
pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku,
baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada
tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan
aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru
untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara
berkelanjutan. Menurut Sondang P. Siagian,
“Pembangunan merupakan suatu usaha atau rangka pertumbuhan atau perubahan
yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara, dan
pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa”3.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan suatau
usaha yang dilakukan oleh suatu negara, pemeerintah untuk mencapai suatu
kesejahteraan rakyat.
Hakekat pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan
2 Teguh Yuwono, 101 Salah Kaprah Otonomi Daerah Di Indonesia, UNDIP, Semarang, 2000, hlm. 68.
3 Siagian, Sondang , P. Administrasi Pembangunan: Konsep Dimensi dan Strateginya, Haji Masa
Agung, Jakarta, 1988, hlm. 2.
-
3
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Berarti bahwa pembangunan mencakup,
Pertama, kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain,
Kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat,
Ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercantum dalam
perbaikan hidup yang berkeadilan sosial. Dengan begitu dapat diketahui bahwa ruang
lingkup pembangunan sangatlah luas, sehingga dalam tahap pencapaiannya dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan.
Suatu pembangunan daerah haruslah mencakup suatu nilai-nilai. Menurut
Kuncoro, terdapat 3 (tiga) nilai yang harus mencakup dalam pembangunan suatu
daerah, yaitu
1. Ketahanan : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang,
pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan
hidup.
2. Harga diri : pembangunan haruslah memanusiakan manusia. Dalam
arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan
kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3. Freedom from servitude. Kebebasan bagi setiap individu suatu negara
untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk
berpartisipasi dalam pembangunan.4
4 Kuncoro, Mudjarad. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan
Peluang. Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 63.
-
4
Nilai-nilai yang tercantum tersebut haruslah di terapkan dalam pembangunan, agar
pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi cita-
cita bersama.
Dalam hal pembangunan daerah di Batang terdapat rencana membangun suatu
Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU). Rencana pembangunan PLTU tersebut agar
memenuhi kebutuhan masrayakat dalam sumber daya energi listrik. Perusahaan
Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga
Uap. Pembangkit ini memiliki alat pembakaran yang dinamakan dengan Boiler
sehingga dihasilkan uap panas kering (steam) yang akan digunakan untuk memutar
sudu-sudu turbin. Sudu-sudu turbin yang berputar akan memutar poros turbin yang
terhubung langsung dengan poros generator, sehingga akan menghasilkan energi
listrik. Seperti yang kita ketahui bahwa generator berfungsi untuk mengubah energi
mekanik (poros turbin yang berputar) menjadi energi listrik yang nantinya akan
disalurkan ke gardu induk melalui transformator.
PLTU direncanakan dibangun di desa Ujungnegoro-roban, Desa Karanggenan
Kecamatan Kandeman dan Desa Ponowareng, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang.
PLTU tersebut berkapasitas 2 x 1.000 MW dan seluas kurang lebih 2.500.000 m
(kurang lebih 250 hektar). Perusahaan tersebut akan dibangun oleh PT.Bhimasena
Power Indonesia yang beranggotakan PT. Adaro Power, J-Power, dan Itochu.
Pembangunan PLTU tersebut merupakan upaya pemerintah dalam pembangunan
suatu daerah khususnya daerah Kabupaten Batang. Dalam hal pembangunan PLTU
terdapat dua lokasi, yaitu lokasi darat dan lokasi lautan. Lokasi daratan berada di
-
5
Desa Karanggenang, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Sementara di lokasi
lautan adalah daerah kawasan laut Ujungnegoro-roban yang ditetapkan sebagai
kawasan lindung nasional berupa Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan
lampiran VIII No. 311 Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008.
Dalam hal suatu pembangunan tidaklah lepas dari para investor yang ingin
berinvesatsi dan membangun sebuah industri. Terkait dengan pembangunan industri
itu terdapat adanya suatu sistem perizinan yang merupakan kewenangan dari
pemerintah. Pembangunan yang dilakukan membutuhkan suatu ruang untuk dapat
berjalan. Dalam pemanfaatan ruang tersebut dikatakan haruslah memerlukan suatu
izin. Di Dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 pasal 160 tentang
penyelenggaraan Penataan Ruang menyatakan bahwa “Dalam pemanfaatan ruang
setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap
ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang”. Dari penjelasan tersebut
dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan dalam pemanfaatan ruang haruslah
memerlukan suatu ijin. Ijin tersebut diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang
berwenang dalam memberikan ijin.
Terkait dengan izin, dalam pembangunan PLTU memerlukan suatu izin
lokasi. Di Indonesia Izin lokasi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun
1999 tentang Izin Lokasi. Surat Keputusan Bupati Batang mengenai Izin lokasi No.
460/06/2012 yang diterbitkan untuk pendirian PLTU di daerah Ujungnegoro-roban,
batang terdapat suatu permasalahan.
Mengingat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang menyatakan bahwa
-
6
lokasi yg akan digunakan untuk mendirikan PLTU merupakan lokasi kawasan
konversi laut dan juga terdapat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 07
Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 pasal 36
ayat (3), yang menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai
Ujungnegoro-Roban. Dari penjelasan diatas bahwa terkait lokasi untuk pembangunan
PLTU tesebut, PLTU yang akan dibangun di daerah laut Ujungnegoro-roban
bertentangan dengan peraturan mengenai tata ruang wilayah.
Penulis juga melihat tentang permasalahan keabsahan dari surat keputusan
yang diterbitkan atas nama Bupati Batang tersebut. Karena penulis melihat terdapat
kejanggalan dalam sturktur penulisan suatu surat mengenai izin lokasi yang
diterbitkan oleh Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu,
kejanggalan tersebut terlihat bahwa adanya kesalahan kerangka dalam menulis surat
keputusan. Dimana kesalahan tersebut merupakan surat keputusan Bupati, tetapi
judulnya merupakan Surat Keputusan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perijinan Terpadu. Dari penjelasan diatas penulis berkeinginan untuk mengetahui
tentang syarat-syarat dan juga prosedur-prosedur mengenai izin lokasi dan juga
penulis berkeinginan untuk meninjau suatu izin lokasi yang telah diterbitkan oleh
pemerintah Kabupaten Batang dilihat dari peraturan perundang-undangan. Dari uraian
diatas maka penulis memilih judul:
“ANALISIS TERHADAP PENERBITAN IZIN LOKASI
PEMBANGUNAN PLTU DI KABUPATEN BATANG”.
-
7
B. Latar Belakang Masalah
Permasalahan mengenai Agraria saat ini merupakan suatu permasalahan yang
makin muncul dalam Negara ini. Sebagian permasalahan agraria ini dikarenakan
permasalahan suatu tanah yang digunakan oleh pemerintah untuk alasan suatu
pembangunan. Biasanya yang dirugikan dalam suatu permasalahan ini tidak lepas dari
kelompok golongan masyarakat yang berasa di lokasi pendirian perusahaan tersebut.
Dalam peran pemerintah sebagai pemegang kekuasaan terhadap tanah haruslah
bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Ini tertulis dalam UUD 1945 yaitu “ bahwa
tanah harus dikuasai dan digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”5. Kemakmuran rakyat yang dimaksud adalah kemakmuran yang benar-benar
adil dan merata.6
Dalam proses suatu pembangunan itu haruslah mempunyai suatu izin. Izin
tersebut di keluarkan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang. Pemerintah
dilekati wewenang untuk membuat peraturan. Peraturan tersebut dibuat berdasarkan
kebutuhan masyarakat, artinya ketika suatu kegiatan tertentu mengingikan suatu
5 Pasal 33 ayat (3), Undang-Undang Dasar 1945
6 Ana Silviana, Kebijakan Pertanahan kaitannya dengan Pembangunan bagi sebesar-besarnya
Kemakmuran rakyat, Masalah-masalah Hukum, Majalah Fakultas Hukum UNDIP, Nomor 4 tahun 1997, hlm 18.
-
8
pengaturan, maka tugas pemerintah adalah membuat peraturan, yang akhirnya
dituangkan secara tertulis dan dibuat oleh organ yang berwenang, sehingga lazim
disebut dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan peraturan
perundang-undangan disini adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan
dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi
legislatif sesuai dengan cara yang berlaku, salah satunya dengan pemberian izin.7
Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk
mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai
tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak
instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan
makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran
masyarakat adil dan makmur itu dapat terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan,
yang terkandung dalam izin merupakan penegndali dalam memfungsikan izin itu
sendiri.
Disini kita akan membahas tentang suatu izin. Pengertian izin menurut Prof.
Bagirmanan Yaitu :
”merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum
dilarang.” 8
7 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata negara Indonesia, Alumni,
Bandung , 1993, hlm 13.
8 Ridwan H R, Hukum Aminstrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011 hal 199.
-
9
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa izin tersebut merupakan suatu persetujuan dari
pemerintah untuk dapat melakukan sesuatu yang dilarang. Dalam hal perizinan, yang
berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat administratif.
Izin merupakan suatu keputusan yang berbentuk tertulis, dalam Hukum
Administrasi Negara izin harus tertulis.9 Izin tersebut merupakan keputusan yang
bersifat konstitutif, yaitu keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya
yang tidak dimiliki seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu atau
keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan.10
Dapat dikatakan bahwa Izin merupakan keputusan tat usaha negara yang berbentuk
tertulis dan merupakan Keputusan Konstitutif dimana dapat menimbulkan suatu hak
yang baru.
Izin terdapat beberapa macam jenisnya, tetapi penulis hanya membahas
mengenai izin lokasi. Dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan
ketentuan mengenai keharusan diperolehnya izin lokasi sebelum suatu perusahaan
memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman
modalnya, atau dengan kata lain izin lokasi merupakan persyaratan yang perlu
9 Ibid, hal
10 disunting oleh Philipus M Hadjon. Spelt, JBM Ten Berge, Pengantar Hukum Perijinan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1993.
-
10
dipenuhi dalam hal suatu perusahan akan memperoleh tanah dalam rangka
penanaman modalnya. Maksud persyaratan ini adalah untuk mengarahkan dan
mengendalikan perusahan dalam rangka memperoleh tanah mengingat penguasan
tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat banyak dan penggunaan tanah
harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan dengan kemampuan fisik
tanah itu sendiri. Izin Lokasi di atur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun
1999 tentang Izin Lokasi. Pengertian Izin Lokasi Dalam Peraturan Menteri Agraria
mengatakan bahwa :
“Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
penanaman modalnya”.11
Izin lokasi ini menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Batang dan
dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal yang telah ditanda tangani
oleh Bupati Batang. Peraturan mengenai Ijin Lokasi terdapat dalam Peraturan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2 tahun 1993 tentang Ijin
Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal dan
yang terbaru adalah Peraturan Menteri Agraria nomor 2 tahun 1999 tentang Izin
Lokasi.
11
Pasal 1 ayat (1), Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional no 2 tahun 1999
tentang Izin Lokasi.
-
11
Dalam tata cara pemberian izin lokasi menurut Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 Tahun 1999 mengatakan bahwa
dalam pemberian izin lokasi surat keputusan harus di tandatangani oleh
Bupati/Walikotamadya atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur
Kepala Darah Khusus Ibukota Jakarta, dengan persiapan administrasi dan bahan
pertimbangan dilakukan oleh instansi pertanahan, yaitu Kepala Pertanahan
kabupaten/Kotamadya.12
Disini penulis ingin membahas mengenai izin lokasi khususnya mengenai izin
lokasi dalam pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU). Surat Keputusan
Bupati Batang mengenai Izin Lokasi No. 460/06/2012, dalam penerbitannya tersebut
terdapat permasalahan-permasalahan, disini penulis melihat bahwa permasalahan
tersebut seperti izin lokasi yang diterbitkan untuk pembangunan PLTU tersebut dapat
dikatakan bertentangan dengan peraturan Peraturan daerah kabupaten Batang Nomor
07 Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 yang
menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban.
Peraturan Daerah Kabupaten Batang No.7 tahun 2011 pasal 36 ayat (3), menyebutkan
bahwa “Kawasan perlindungan terumbu karang ditetapkan sebagai Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pantai Ujung Negoro Roban dengan luas kurang
lebih 6.897,75 (enam ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh koma tujuh puluh lima)
hektar”. Pendekatan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro – Roban
12
Ibid., pasal 6.
-
12
sebagai KKLD adalah dikarenakan kawasan ini melindungi 3 obyek penting dalam
menjaga ekosistem, yaitu : (1) kawasan Karang Kretek yang memiliki peran penting
melindungi potensi sumberdaya ikan bagi nelayan tradisional; (2) kawasan situ Syekh
Maulana Magribi yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Batang; dan (3)
kawasan wisata pantai Ujungnegoro yang memberikan andil pada perkembangan
industri pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Batang.13
Jika dilihat bahwa izin lokasi yang diterbitkan tersebut bertentangan dengan
peraturan yang berada diatasnya, padahal semestinya bahwa suatu keputusan tidak
dapat melanggar suatu peraturan perundang-undangan yang ada.14
Jika kita lihat
bahwa administrasi negara dalam pengertian hukum merupakan pelaksanaan dan atau
penyelenggaraan daripada Undang-undang dalam arti luas. Jadi satiap tindakan itu
haruslah dilandasi oleh peraturan perundang-undangan.15
Permasalahan yang lain terdapat dalam keabsahan yang dilihat dari struktur
penulisan surat izin lokasi yang dikeluarkan, dimana surat izin lokasi tersebut
dikeluarkan oleh badan penanaman modal dan Pelayanan Perizinan terpadu, tetapi
terdapat suatu tulisan yang menunjukan bahwa surat keputusan bupati. Dalam hal
penulisan suatu surat keputusan itu haruslah melihat suatu tata cara penulisan dalam
13
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang. Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah
Ujungnegoro – Roban Kabupaten Batang, Batang.2009
14 Kansil,C.S.T ..,Prof. Drs.S.H; Kansil, Christine, S.T .., M.H. S.H, Memahami Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, P.T Pradnya Paramita, Jakarta, 2007, hlm 4.
15Marbun. S.F dan Mahfud. Moh.., Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,
2000, hlm. 89.
-
13
membuat suatu keputusan.
Dari uraian diatas kita melihat bahwa izin Lokasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Batang belum memenuhi peraturan-peraturan yang
berlaku,
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana keabsahan dari penerbitan Izin lokasi terhadap pendirian PLTU di
daerah Batang?
2. Apakah Izin lokasi pembentukan PLTU tersebut telah memenuhi syarat dalam
peraturan perundang-undangan?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana dari penerbitan Izin lokasi terhadap pembangunan
PLTU di daerah Batang
2. Untuk mengetahui apakah Izin lokasi pembangunan PLTU tersebut telah
memenuhi syarat dan sudah sesuai dalam peraturan perundang-undangan.
E. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis:
-
14
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan hukum, khususnya mengenai Perizinan pembangunan PLTU
(pembangkit Listrik Tenaga Uap)
2. Secara Praktis
a. Untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang
penentuan perizinan pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
Di daerah Batang
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan akademisi di bidang ilmu hukum
khususnya mengenai Perizinan, dalam hal ini Izin Lokasi Pembangunan
PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Batang
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.16
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Penelitian
hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang
merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UIPress, Jakarta, 1986, hlm.43
-
15
Dalam penelitian ini, penelitian normatif digunakan untuk menemukan
landasan hukum Perizinan pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga
Uap)
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Deskripsi atau pemaparan merupakan kegiatan menentukan isi aturan hukum
setepat mungkin, sehingga kegiatan mendeskripsikan tersebut dengan
sendirinya mengandung kegiatan interprestasi. Spesifikasi kajian dalam
penelitian meliputi teori, prinsip, dan norma-norma hukum nasional Indonesia
tentang landasan hukum perizinan pembangunan PLTU di daerah Batang.
Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam dogmatik hukum, yaitu
deskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi, dan menilai hukum positif.
Dalam penelitian ini yang diinterprestasikan yaitu mengenai Perizinan
pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Batang
3. Bahan Hukum
Sumber penelitian dalam penelitian ini yaitu bahan primer yang meliputi
peraturan perundang-undangan Indonesia yang relevan dengan isu hukum
penelitian ini. Berikut rincian bahan hukum primer yang digunakan:
a. Undang-undang no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
b. Peraturan Pemerintah no.5 tahun 2010 tentang Penataan Ruang
c. Peraturan Menteri no.2 th 1999 ttg Izin Lokasi Menteri Agraria
d. Peraturan Daerah no.6 tahun 2010 tentang Rencana Tata ruang wilayah
-
16
Provinsi jawa Tengah tahun 2009-2029. .
e. Peraturan Daerah no.7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Batang
Di samping bahan hukum primer, sumber penelitian lainnya adalah bahan
hukum sekunder, misalnya: tentang pembahasan perizinan yang dapat
ditemukan dalam buku-buku teks, laporan penelitian, juga terbitan berkala.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah melalui studi
kepustakaan yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa
bahan-bahan tertulis seperti perundang-undangan, karya ilmiah dari pakar-
pakar dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan penelitian.
5. Unit Amatan dan Unit Analisa
Yang menjadi unit Amatan adalah pertama, surat keputusan Bupati Batang No
460/06/2012 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk keperluan Pembangunan
Power Block untuk PLTU yang dikeluarkan oleh Kantor Penanaman Modal
dan Pelayanan Perzinan Terpadu. Sedangkan Unit Analisanya adalah
ketentuan perauran perundangan khususnya Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.2 tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan dalam
Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan
Tanah dan UU terkait, misalnya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Peraturan Menteri No.2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi,
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun
-
17
1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi
Perusahaan dalam Menanamkan Modal, Keputusan Menteri Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No.22 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemberian Izin Lokasi dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun 1993 tentang Tata
cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan dalam
Rangka Penanaman Modal, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.2 tahun 1997 tentang Perolehan Izin Lokasi dan Hak
Guna Bangunan bagi Perusahaan Kawasan Industri dan Perusahaan Industri,
Peraturan Daerah No. 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi jawa Tengah tahun 2009-2029, Peraturan Daerah No.7 tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang.