bab i pendahuluan · 2016. 3. 10. · bab i pendahuluan . a. alasan pemilihan judul . saat...

17
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Saat berlakunya Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah yang kemudian pelaksanannya diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 memungkinkan bahwa setiap daerah berhak untuk mengurusi segala kebutuhan atau pun permasalahan daerah masing-masing. Menurut Wayong otonomi daerah itu adalah “kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan sendiri”. 1 Selain itu terdapat pengertian otonomi daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Dalam Undang-undang tersebut terdapat tiga pengertian, yaitu : Hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri; Wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri; Kewajiban untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam hal otonomi ini pemerintah pusat tidak lagi mengatur apalagi sampai mendominasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga peran-peran pemerintah pusat dalam hal ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi, 1 Abdurrrahman,Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta, 1987, hlm. 11.

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Alasan Pemilihan Judul

    Saat berlakunya Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah

    yang kemudian pelaksanannya diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004

    memungkinkan bahwa setiap daerah berhak untuk mengurusi segala kebutuhan atau

    pun permasalahan daerah masing-masing. Menurut Wayong otonomi daerah itu

    adalah “kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah,

    dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan sendiri”. 1

    Selain itu terdapat pengertian otonomi daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun

    2004. Dalam Undang-undang tersebut terdapat tiga pengertian, yaitu :

    Hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri;

    Wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;

    Kewajiban untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

    Dalam hal otonomi ini pemerintah pusat tidak lagi mengatur apalagi sampai

    mendominasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga peran-peran

    pemerintah pusat dalam hal ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi,

    1 Abdurrrahman,Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta, 1987,

    hlm. 11.

  • 2

    dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.2 Jadi dapat kita simpulkan bahwa

    dengan berlangsungnya otonomi ini pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang

    luar untuk daerahnya sendiri.

    Dalam hal kepengurusan daerah itu salah satunya adalah dengan mengurusi

    suatu pembangunan di daerah tersebut. Terdapat pengertian pembangunan daerah,

    pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku,

    baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada

    tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan

    aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru

    untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara

    berkelanjutan. Menurut Sondang P. Siagian,

    “Pembangunan merupakan suatu usaha atau rangka pertumbuhan atau perubahan

    yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara, dan

    pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa”3.

    Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan suatau

    usaha yang dilakukan oleh suatu negara, pemeerintah untuk mencapai suatu

    kesejahteraan rakyat.

    Hakekat pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan

    2 Teguh Yuwono, 101 Salah Kaprah Otonomi Daerah Di Indonesia, UNDIP, Semarang, 2000, hlm. 68.

    3 Siagian, Sondang , P. Administrasi Pembangunan: Konsep Dimensi dan Strateginya, Haji Masa

    Agung, Jakarta, 1988, hlm. 2.

  • 3

    pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Berarti bahwa pembangunan mencakup,

    Pertama, kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain,

    Kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat,

    Ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercantum dalam

    perbaikan hidup yang berkeadilan sosial. Dengan begitu dapat diketahui bahwa ruang

    lingkup pembangunan sangatlah luas, sehingga dalam tahap pencapaiannya dilakukan

    secara bertahap dan berkesinambungan.

    Suatu pembangunan daerah haruslah mencakup suatu nilai-nilai. Menurut

    Kuncoro, terdapat 3 (tiga) nilai yang harus mencakup dalam pembangunan suatu

    daerah, yaitu

    1. Ketahanan : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang,

    pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan

    hidup.

    2. Harga diri : pembangunan haruslah memanusiakan manusia. Dalam

    arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan

    kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.

    3. Freedom from servitude. Kebebasan bagi setiap individu suatu negara

    untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk

    berpartisipasi dalam pembangunan.4

    4 Kuncoro, Mudjarad. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan

    Peluang. Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 63.

  • 4

    Nilai-nilai yang tercantum tersebut haruslah di terapkan dalam pembangunan, agar

    pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi cita-

    cita bersama.

    Dalam hal pembangunan daerah di Batang terdapat rencana membangun suatu

    Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU). Rencana pembangunan PLTU tersebut agar

    memenuhi kebutuhan masrayakat dalam sumber daya energi listrik. Perusahaan

    Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga

    Uap. Pembangkit ini memiliki alat pembakaran yang dinamakan dengan Boiler

    sehingga dihasilkan uap panas kering (steam) yang akan digunakan untuk memutar

    sudu-sudu turbin. Sudu-sudu turbin yang berputar akan memutar poros turbin yang

    terhubung langsung dengan poros generator, sehingga akan menghasilkan energi

    listrik. Seperti yang kita ketahui bahwa generator berfungsi untuk mengubah energi

    mekanik (poros turbin yang berputar) menjadi energi listrik yang nantinya akan

    disalurkan ke gardu induk melalui transformator.

    PLTU direncanakan dibangun di desa Ujungnegoro-roban, Desa Karanggenan

    Kecamatan Kandeman dan Desa Ponowareng, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang.

    PLTU tersebut berkapasitas 2 x 1.000 MW dan seluas kurang lebih 2.500.000 m

    (kurang lebih 250 hektar). Perusahaan tersebut akan dibangun oleh PT.Bhimasena

    Power Indonesia yang beranggotakan PT. Adaro Power, J-Power, dan Itochu.

    Pembangunan PLTU tersebut merupakan upaya pemerintah dalam pembangunan

    suatu daerah khususnya daerah Kabupaten Batang. Dalam hal pembangunan PLTU

    terdapat dua lokasi, yaitu lokasi darat dan lokasi lautan. Lokasi daratan berada di

  • 5

    Desa Karanggenang, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Sementara di lokasi

    lautan adalah daerah kawasan laut Ujungnegoro-roban yang ditetapkan sebagai

    kawasan lindung nasional berupa Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan

    lampiran VIII No. 311 Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008.

    Dalam hal suatu pembangunan tidaklah lepas dari para investor yang ingin

    berinvesatsi dan membangun sebuah industri. Terkait dengan pembangunan industri

    itu terdapat adanya suatu sistem perizinan yang merupakan kewenangan dari

    pemerintah. Pembangunan yang dilakukan membutuhkan suatu ruang untuk dapat

    berjalan. Dalam pemanfaatan ruang tersebut dikatakan haruslah memerlukan suatu

    izin. Di Dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 pasal 160 tentang

    penyelenggaraan Penataan Ruang menyatakan bahwa “Dalam pemanfaatan ruang

    setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap

    ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang”. Dari penjelasan tersebut

    dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan dalam pemanfaatan ruang haruslah

    memerlukan suatu ijin. Ijin tersebut diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang

    berwenang dalam memberikan ijin.

    Terkait dengan izin, dalam pembangunan PLTU memerlukan suatu izin

    lokasi. Di Indonesia Izin lokasi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun

    1999 tentang Izin Lokasi. Surat Keputusan Bupati Batang mengenai Izin lokasi No.

    460/06/2012 yang diterbitkan untuk pendirian PLTU di daerah Ujungnegoro-roban,

    batang terdapat suatu permasalahan.

    Mengingat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang menyatakan bahwa

  • 6

    lokasi yg akan digunakan untuk mendirikan PLTU merupakan lokasi kawasan

    konversi laut dan juga terdapat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 07

    Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 pasal 36

    ayat (3), yang menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai

    Ujungnegoro-Roban. Dari penjelasan diatas bahwa terkait lokasi untuk pembangunan

    PLTU tesebut, PLTU yang akan dibangun di daerah laut Ujungnegoro-roban

    bertentangan dengan peraturan mengenai tata ruang wilayah.

    Penulis juga melihat tentang permasalahan keabsahan dari surat keputusan

    yang diterbitkan atas nama Bupati Batang tersebut. Karena penulis melihat terdapat

    kejanggalan dalam sturktur penulisan suatu surat mengenai izin lokasi yang

    diterbitkan oleh Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu,

    kejanggalan tersebut terlihat bahwa adanya kesalahan kerangka dalam menulis surat

    keputusan. Dimana kesalahan tersebut merupakan surat keputusan Bupati, tetapi

    judulnya merupakan Surat Keputusan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan

    Perijinan Terpadu. Dari penjelasan diatas penulis berkeinginan untuk mengetahui

    tentang syarat-syarat dan juga prosedur-prosedur mengenai izin lokasi dan juga

    penulis berkeinginan untuk meninjau suatu izin lokasi yang telah diterbitkan oleh

    pemerintah Kabupaten Batang dilihat dari peraturan perundang-undangan. Dari uraian

    diatas maka penulis memilih judul:

    “ANALISIS TERHADAP PENERBITAN IZIN LOKASI

    PEMBANGUNAN PLTU DI KABUPATEN BATANG”.

  • 7

    B. Latar Belakang Masalah

    Permasalahan mengenai Agraria saat ini merupakan suatu permasalahan yang

    makin muncul dalam Negara ini. Sebagian permasalahan agraria ini dikarenakan

    permasalahan suatu tanah yang digunakan oleh pemerintah untuk alasan suatu

    pembangunan. Biasanya yang dirugikan dalam suatu permasalahan ini tidak lepas dari

    kelompok golongan masyarakat yang berasa di lokasi pendirian perusahaan tersebut.

    Dalam peran pemerintah sebagai pemegang kekuasaan terhadap tanah haruslah

    bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Ini tertulis dalam UUD 1945 yaitu “ bahwa

    tanah harus dikuasai dan digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran

    rakyat”5. Kemakmuran rakyat yang dimaksud adalah kemakmuran yang benar-benar

    adil dan merata.6

    Dalam proses suatu pembangunan itu haruslah mempunyai suatu izin. Izin

    tersebut di keluarkan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang. Pemerintah

    dilekati wewenang untuk membuat peraturan. Peraturan tersebut dibuat berdasarkan

    kebutuhan masyarakat, artinya ketika suatu kegiatan tertentu mengingikan suatu

    5 Pasal 33 ayat (3), Undang-Undang Dasar 1945

    6 Ana Silviana, Kebijakan Pertanahan kaitannya dengan Pembangunan bagi sebesar-besarnya

    Kemakmuran rakyat, Masalah-masalah Hukum, Majalah Fakultas Hukum UNDIP, Nomor 4 tahun 1997, hlm 18.

  • 8

    pengaturan, maka tugas pemerintah adalah membuat peraturan, yang akhirnya

    dituangkan secara tertulis dan dibuat oleh organ yang berwenang, sehingga lazim

    disebut dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan peraturan

    perundang-undangan disini adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan

    dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi

    legislatif sesuai dengan cara yang berlaku, salah satunya dengan pemberian izin.7

    Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk

    mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai

    tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak

    instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan

    makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran

    masyarakat adil dan makmur itu dapat terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan,

    yang terkandung dalam izin merupakan penegndali dalam memfungsikan izin itu

    sendiri.

    Disini kita akan membahas tentang suatu izin. Pengertian izin menurut Prof.

    Bagirmanan Yaitu :

    ”merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-

    undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum

    dilarang.” 8

    7 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata negara Indonesia, Alumni,

    Bandung , 1993, hlm 13.

    8 Ridwan H R, Hukum Aminstrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011 hal 199.

  • 9

    Dari penjelasan diatas terlihat bahwa izin tersebut merupakan suatu persetujuan dari

    pemerintah untuk dapat melakukan sesuatu yang dilarang. Dalam hal perizinan, yang

    berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat administratif.

    Izin merupakan suatu keputusan yang berbentuk tertulis, dalam Hukum

    Administrasi Negara izin harus tertulis.9 Izin tersebut merupakan keputusan yang

    bersifat konstitutif, yaitu keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya

    yang tidak dimiliki seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu atau

    keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan.10

    Dapat dikatakan bahwa Izin merupakan keputusan tat usaha negara yang berbentuk

    tertulis dan merupakan Keputusan Konstitutif dimana dapat menimbulkan suatu hak

    yang baru.

    Izin terdapat beberapa macam jenisnya, tetapi penulis hanya membahas

    mengenai izin lokasi. Dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan

    ketentuan mengenai keharusan diperolehnya izin lokasi sebelum suatu perusahaan

    memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman

    modalnya, atau dengan kata lain izin lokasi merupakan persyaratan yang perlu

    9 Ibid, hal

    10 disunting oleh Philipus M Hadjon. Spelt, JBM Ten Berge, Pengantar Hukum Perijinan, Gadjah Mada

    University Press, Yogyakarta, 1993.

  • 10

    dipenuhi dalam hal suatu perusahan akan memperoleh tanah dalam rangka

    penanaman modalnya. Maksud persyaratan ini adalah untuk mengarahkan dan

    mengendalikan perusahan dalam rangka memperoleh tanah mengingat penguasan

    tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat banyak dan penggunaan tanah

    harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan dengan kemampuan fisik

    tanah itu sendiri. Izin Lokasi di atur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun

    1999 tentang Izin Lokasi. Pengertian Izin Lokasi Dalam Peraturan Menteri Agraria

    mengatakan bahwa :

    “Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah

    yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin

    pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha

    penanaman modalnya”.11

    Izin lokasi ini menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Batang dan

    dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal yang telah ditanda tangani

    oleh Bupati Batang. Peraturan mengenai Ijin Lokasi terdapat dalam Peraturan

    Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2 tahun 1993 tentang Ijin

    Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal dan

    yang terbaru adalah Peraturan Menteri Agraria nomor 2 tahun 1999 tentang Izin

    Lokasi.

    11

    Pasal 1 ayat (1), Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional no 2 tahun 1999

    tentang Izin Lokasi.

  • 11

    Dalam tata cara pemberian izin lokasi menurut Peraturan Menteri

    Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 Tahun 1999 mengatakan bahwa

    dalam pemberian izin lokasi surat keputusan harus di tandatangani oleh

    Bupati/Walikotamadya atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur

    Kepala Darah Khusus Ibukota Jakarta, dengan persiapan administrasi dan bahan

    pertimbangan dilakukan oleh instansi pertanahan, yaitu Kepala Pertanahan

    kabupaten/Kotamadya.12

    Disini penulis ingin membahas mengenai izin lokasi khususnya mengenai izin

    lokasi dalam pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU). Surat Keputusan

    Bupati Batang mengenai Izin Lokasi No. 460/06/2012, dalam penerbitannya tersebut

    terdapat permasalahan-permasalahan, disini penulis melihat bahwa permasalahan

    tersebut seperti izin lokasi yang diterbitkan untuk pembangunan PLTU tersebut dapat

    dikatakan bertentangan dengan peraturan Peraturan daerah kabupaten Batang Nomor

    07 Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 yang

    menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban.

    Peraturan Daerah Kabupaten Batang No.7 tahun 2011 pasal 36 ayat (3), menyebutkan

    bahwa “Kawasan perlindungan terumbu karang ditetapkan sebagai Kawasan

    Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pantai Ujung Negoro Roban dengan luas kurang

    lebih 6.897,75 (enam ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh koma tujuh puluh lima)

    hektar”. Pendekatan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro – Roban

    12

    Ibid., pasal 6.

  • 12

    sebagai KKLD adalah dikarenakan kawasan ini melindungi 3 obyek penting dalam

    menjaga ekosistem, yaitu : (1) kawasan Karang Kretek yang memiliki peran penting

    melindungi potensi sumberdaya ikan bagi nelayan tradisional; (2) kawasan situ Syekh

    Maulana Magribi yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Batang; dan (3)

    kawasan wisata pantai Ujungnegoro yang memberikan andil pada perkembangan

    industri pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Batang.13

    Jika dilihat bahwa izin lokasi yang diterbitkan tersebut bertentangan dengan

    peraturan yang berada diatasnya, padahal semestinya bahwa suatu keputusan tidak

    dapat melanggar suatu peraturan perundang-undangan yang ada.14

    Jika kita lihat

    bahwa administrasi negara dalam pengertian hukum merupakan pelaksanaan dan atau

    penyelenggaraan daripada Undang-undang dalam arti luas. Jadi satiap tindakan itu

    haruslah dilandasi oleh peraturan perundang-undangan.15

    Permasalahan yang lain terdapat dalam keabsahan yang dilihat dari struktur

    penulisan surat izin lokasi yang dikeluarkan, dimana surat izin lokasi tersebut

    dikeluarkan oleh badan penanaman modal dan Pelayanan Perizinan terpadu, tetapi

    terdapat suatu tulisan yang menunjukan bahwa surat keputusan bupati. Dalam hal

    penulisan suatu surat keputusan itu haruslah melihat suatu tata cara penulisan dalam

    13

    Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang. Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah

    Ujungnegoro – Roban Kabupaten Batang, Batang.2009

    14 Kansil,C.S.T ..,Prof. Drs.S.H; Kansil, Christine, S.T .., M.H. S.H, Memahami Pembentukan Peraturan

    Perundang-undangan, P.T Pradnya Paramita, Jakarta, 2007, hlm 4.

    15Marbun. S.F dan Mahfud. Moh.., Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,

    2000, hlm. 89.

  • 13

    membuat suatu keputusan.

    Dari uraian diatas kita melihat bahwa izin Lokasi yang dikeluarkan oleh

    pemerintah daerah Kabupaten Batang belum memenuhi peraturan-peraturan yang

    berlaku,

    C. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam

    penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Bagaimana keabsahan dari penerbitan Izin lokasi terhadap pendirian PLTU di

    daerah Batang?

    2. Apakah Izin lokasi pembentukan PLTU tersebut telah memenuhi syarat dalam

    peraturan perundang-undangan?

    D. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui bagaimana dari penerbitan Izin lokasi terhadap pembangunan

    PLTU di daerah Batang

    2. Untuk mengetahui apakah Izin lokasi pembangunan PLTU tersebut telah

    memenuhi syarat dan sudah sesuai dalam peraturan perundang-undangan.

    E. Manfaat Penelitian

    Penulisan skripsi diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis:

  • 14

    1. Secara Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan ilmu

    pengetahuan hukum, khususnya mengenai Perizinan pembangunan PLTU

    (pembangkit Listrik Tenaga Uap)

    2. Secara Praktis

    a. Untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang

    penentuan perizinan pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)

    Di daerah Batang

    b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan akademisi di bidang ilmu hukum

    khususnya mengenai Perizinan, dalam hal ini Izin Lokasi Pembangunan

    PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Batang

    F. Metode Penelitian

    Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada

    metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

    satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.16

    1. Metode Pendekatan

    Metode pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Penelitian

    hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

    merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan.

    16

    Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UIPress, Jakarta, 1986, hlm.43

  • 15

    Dalam penelitian ini, penelitian normatif digunakan untuk menemukan

    landasan hukum Perizinan pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga

    Uap)

    2. Spesifikasi Penelitian

    Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.

    Deskripsi atau pemaparan merupakan kegiatan menentukan isi aturan hukum

    setepat mungkin, sehingga kegiatan mendeskripsikan tersebut dengan

    sendirinya mengandung kegiatan interprestasi. Spesifikasi kajian dalam

    penelitian meliputi teori, prinsip, dan norma-norma hukum nasional Indonesia

    tentang landasan hukum perizinan pembangunan PLTU di daerah Batang.

    Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam dogmatik hukum, yaitu

    deskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi, dan menilai hukum positif.

    Dalam penelitian ini yang diinterprestasikan yaitu mengenai Perizinan

    pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Batang

    3. Bahan Hukum

    Sumber penelitian dalam penelitian ini yaitu bahan primer yang meliputi

    peraturan perundang-undangan Indonesia yang relevan dengan isu hukum

    penelitian ini. Berikut rincian bahan hukum primer yang digunakan:

    a. Undang-undang no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

    b. Peraturan Pemerintah no.5 tahun 2010 tentang Penataan Ruang

    c. Peraturan Menteri no.2 th 1999 ttg Izin Lokasi Menteri Agraria

    d. Peraturan Daerah no.6 tahun 2010 tentang Rencana Tata ruang wilayah

  • 16

    Provinsi jawa Tengah tahun 2009-2029. .

    e. Peraturan Daerah no.7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten Batang

    Di samping bahan hukum primer, sumber penelitian lainnya adalah bahan

    hukum sekunder, misalnya: tentang pembahasan perizinan yang dapat

    ditemukan dalam buku-buku teks, laporan penelitian, juga terbitan berkala.

    4. Metode Pengumpulan Data

    Metode yang pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah melalui studi

    kepustakaan yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa

    bahan-bahan tertulis seperti perundang-undangan, karya ilmiah dari pakar-

    pakar dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan penelitian.

    5. Unit Amatan dan Unit Analisa

    Yang menjadi unit Amatan adalah pertama, surat keputusan Bupati Batang No

    460/06/2012 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk keperluan Pembangunan

    Power Block untuk PLTU yang dikeluarkan oleh Kantor Penanaman Modal

    dan Pelayanan Perzinan Terpadu. Sedangkan Unit Analisanya adalah

    ketentuan perauran perundangan khususnya Peraturan Kepala Badan

    Pertanahan Nasional No.2 tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan dalam

    Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan

    Tanah dan UU terkait, misalnya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang

    Penataan Ruang, Peraturan Menteri No.2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi,

    Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun

  • 17

    1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi

    Perusahaan dalam Menanamkan Modal, Keputusan Menteri Agraria/Kepala

    Badan Pertanahan Nasional No.22 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan

    Pemberian Izin Lokasi dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri

    Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun 1993 tentang Tata

    cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan dalam

    Rangka Penanaman Modal, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan

    Pertanahan Nasional No.2 tahun 1997 tentang Perolehan Izin Lokasi dan Hak

    Guna Bangunan bagi Perusahaan Kawasan Industri dan Perusahaan Industri,

    Peraturan Daerah No. 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

    Provinsi jawa Tengah tahun 2009-2029, Peraturan Daerah No.7 tahun 2011

    tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang.