bab i pendahuluan 1.1. latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal. Konflik internal di Sudan berlangsung sejak tahun 1989 dan menjadi permasalahan yang kompleks. Berbagai konflik yang terjadi di Sudan ini berujung pada pemisahan antara negara Sudan utara dan Sudan selatan pada tahun 2011. 1 Konflik yang terjadi di Sudan terbagi dua, pertama konflik mengenai kasus Sudan selatan dan Sudan utara dan yang kedua adalah konflik Darfur. 2 Darfur adalah sebuah propinsi yang luas di daerah Barat Sudan yang murni berpenduduk Muslim, campuran Arab dan Afrika. Darfur berasal dari kata Arab yang berarti Tanah Fur. Arab Darfur yang sebelumnya adalah sebagai suku nomad menciptakan keragaman entitas yang mendiami wilayah Darfur. Namun perubahan pola lingkungan baru dengan masuknya etnis pendatang tersebut justru menjadi awal munculnya konflik kecil yang bersifat kontinyu dan dinamis. Berawal dari konflik kecil antar etnis, konflik Darfur mengalami pergerakan yang ekspansif sejak adanya intervensi pihak asing. Dimulai pada tahun 1916 ketika Darfur berada di bawah kontrol pemerintahan Inggris yang memasukkan seluruh administrasi kesultanan Darfur masuk ke dalam pemerintahan Inggris-Mesir. Kontrol Darfur di bawah Inggris menyebabkan ketimpangan dalam berbagai bidang kesejahteraan seperti pembangunan dan 1 http://dnaberita.com/berita-24100-hasil-referendum-nyatakan-sudan-selatan-merdeka.html d akses pada tanggal 15 agustus 2014 2 Abdul Hadi Adnan. 2006. Penyelesaian Sudan Selatan dan Krisis Darfur. Jurnal UNPAS. Jakarta; hal 3

Upload: trannga

Post on 30-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal.

Konflik internal di Sudan berlangsung sejak tahun 1989 dan menjadi

permasalahan yang kompleks. Berbagai konflik yang terjadi di Sudan ini berujung

pada pemisahan antara negara Sudan utara dan Sudan selatan pada tahun 2011.1

Konflik yang terjadi di Sudan terbagi dua, pertama konflik mengenai kasus Sudan

selatan dan Sudan utara dan yang kedua adalah konflik Darfur.2

Darfur adalah sebuah propinsi yang luas di daerah Barat Sudan yang

murni berpenduduk Muslim, campuran Arab dan Afrika. Darfur berasal dari kata

Arab yang berarti Tanah Fur. Arab Darfur yang sebelumnya adalah sebagai suku

nomad menciptakan keragaman entitas yang mendiami wilayah Darfur. Namun

perubahan pola lingkungan baru dengan masuknya etnis pendatang tersebut justru

menjadi awal munculnya konflik kecil yang bersifat kontinyu dan dinamis.

Berawal dari konflik kecil antar etnis, konflik Darfur mengalami

pergerakan yang ekspansif sejak adanya intervensi pihak asing. Dimulai pada

tahun 1916 ketika Darfur berada di bawah kontrol pemerintahan Inggris yang

memasukkan seluruh administrasi kesultanan Darfur masuk ke dalam

pemerintahan Inggris-Mesir. Kontrol Darfur di bawah Inggris menyebabkan

ketimpangan dalam berbagai bidang kesejahteraan seperti pembangunan dan

1 http://dnaberita.com/berita-24100-hasil-referendum-nyatakan-sudan-selatan-merdeka.html d akses pada tanggal 15 agustus 2014 2 Abdul Hadi Adnan. 2006. Penyelesaian Sudan Selatan dan Krisis Darfur. Jurnal UNPAS. Jakarta; hal 3

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

2

sosio-ekonomi. Hal ini semakin memuncak ketika Darfur menjadi bagian dari

pemerintahan Sudan pada 1965. 3

Diskriminasi dialami etnis Afrika Darfur dengan sikap pemerintah Sudan

yang menempatkan etnis Arab Darfur dalam tata pemerintahan negara.

Marjinalisasi tersebut menimbulkan kekecewaan etnis Afrika Darfur yang

notabene merupakan penduduk asli sejak kesultanan Darfur berdiri. Akumulasi

kekecewaan etnis Afrika Darfur terhadap pemerintah Sudan akan adanya

pemarjinalisasian dan pendeskriminasian diwujudkan melalui pemberontkan

gerakan separatis.

Gerakan separatis Darfur menamakan dirinya sebagai Darfur Liberation

Front (DLF) sejak pembentukannya pada tahun 2003. Mereka menyerang pos-pos

militer di Darfur Barat dan menghancurkan infrastuktur publik. Diketahui dua

minggu setelahnya mereka berganti nama menjadi Sudan Liberation Movement

(SLM) dan kembali menyerang Darfur Barat dengan menewaskan 195 militer

Sudan. 4 Tanggal 25 April 2003 kelompok pemberontak SLM menyerang

pangkalan udara Sudan di daaerah Al-Fashir dan menghancurkan sejumlah

helikopter milik pemerintah, pesawat pembom Antonov, menduduki kantor pusat

militer dan menangkap Mayjen Ibrahim Bughara, kepala Angkatan Udara Sudan.

Kekuatan SLM bertambah dengan bergabungnya kelompok pemberontak baru,

Justice and Equality Movement (JEM), yang menyerang instalasi pemerintah

Sudan.5

3 Daniella Gross de Almeida. 2008. The Darfur Conflict : Beyond ‘Ethnic Hatred’ Explanations. University of Stellenbosch. Hal 11 4 Ibid, hal 12 5Conflict Analysis, diakses dari http://eyesondarfur.org/conflict.html pada tanggal 15 maret 2013

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

3

Tanggapan pemerintahan Sudan yang selama ini mengabaikan tuntutan

Darfur justru terkesan sangat represif dan berlebihan. Kemarahan pemerintah

Sudan atas serangan SLM dan JEM sebenarnya dapat dimaklumi. Namun

bukannya menanggapi penyerangan SLM dan JEM ini dengan negosiasi terhadap

tuntutan mereka yang tidak pernah didengar, pemerintah Sudan malah membentuk

kekuatan militer tandingan untuk menumpas gerakan SLA dan JEM yang dikenal

dengan pasukan Janjaweed. 6

Dalam kapasitasnya sebagai militer pemerintahan dengan tujuan

mengamankan dan menjaga ruang pertahanan wilayah pemerintahan Darfur,

Janjaweed bertindak di luar kontrol. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah

Sudan untuk pasukan Janjaweed dengan tujuan memerangi pemberontak, hal ini

tidak lagi digunakan untuk tujuan utama, akan tetapi pasukan janjaweed mulai

menyalahgunakan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Sudan ialah dengan

cara menyerang penduduk sipil, bahkan pasukan janjaweed melakukan

penggusuran terhadap warga sipil dipemukiman warga pusat tempat para

pemberontak.

Fenomena lainnya adalah perempuan-perempuan yang menjalankan

tugasnya di kamp-kamp pengungsian sering kali diculik dan diperkosa berulang-

ulang kali oleh pasukan Janjaweed. Jumlah perempuan korban perkosaan yang

berhasil lolos dan mampu mencapai pengungsian di Chad berjumlah 250 orang

dan diperkirakan 250 perempuan lainnya masih tersekap di kamp milisi.7 Selain

6Janjaweed adalah suatu istilah yang merujuk pada orang-orang bersenjata di wilayah Darfur, Sudan bagian barat. Menurut definisi PBB, Janjaweed terdiri dari para pejuang kulit hitam berbahasa Arab, yang intinya berasal dari kaum Abbala (peternak unta) dengan melibatkan kaum Baggara (peternak sapi) 7 Fitriani (2006), Kontribusi Perspektif Feminis Dalam Studi Hubungan Internasional:Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena Perkosaan Perempuan Di Wilayah Konflik, UI, Jakarta: hal 55

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

4

itu kasus pemerkosaan terjadi ketika perempuan-perempuan ini melakukan

tugasnya untuk mengumpulkan kayu bakar dan mengambil air. Pemerkosaan

terjadi di antara hutan dan desa ketika mereka berjalan untuk melakukan tugasnya.

Pemerkosaan ini dilakukan oleh pasukan Janjaweed terhadap perempuan-

perempuan Darfur.

Akibat dari pemerkosaan dan kekerasan seksual yang terjadi secara besar-

besaran ini yaitu kehamilan yang tidak di inginkan yang semakin meluas.

Ironisnya kebanyakan dari perempuan korban pemerkosaan tidak mengetahui

ayah dari anak yang di kandungnya akibat dari perkosaan yang sering di alami.

Hal ini menyebabkan berbagai dampak bagi para perempuan mulai dari fisik

hingga psikologis. Para perempuan Darfur yang hamil akibat diperkosa oleh

pasukan Janjaweed akan dijauhi dan dianggap tabu karena mengandung anak dari

musuh. Tidak hanya itu perempuan yang sudah menikah dan menjadi korban

bahkan akan ditolak kembali oleh suami-suami mereka. Selain pemerkosaan para

perempuan ini juga menjadi korban dari praktek kekerasan yang biasa disebut

Female Genital Mutilation (FGM).

Pemerkosaan dilakukan oleh pasukan Janjaweed ini bertujuan untuk

melaksanakan program pembersihan etnis fur, Zaghawa dan Masalit yang diutus

oleh pemerintah Sudan.8 Pemerkosaan merupakan tindak kekerasan fisik yang

dapat langsung menyebabkan kematian. Kekerasan terhadap genital perempuan

yang dilaksanakan di negara ini memberikan konsekuensi kesehatan yang lebih

besar. Cedera yang mereka alami berupa cedera fisik yang parah karena tidak

hanya pemaksaan seksual mereka juga mengalami serangan oleh tongkat dan

8 Sudan. Five Years On: No justice for Sexual Violence in Darfur, 2008, Human Rights Watch. Hal 16

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

5

cambuk. Sekitar 4% dari korban pemerkosaan yang dilaporkan ke Médecins Sans

Frontières (MSF) mengalami patah tulang dan luka bakar setelah serangan.

Penyebaran HIV/AIDS melalui infeksi secara seksual menempatkan hidup para

perempuan ini dalam bahaya, bahkan bagi kehidupan anak-anak mereka.9

Melihat situasi yang semakin memburuk dan terjadinya pelanggaran HAM

di Darfur. Maka pada tahun 2005 PBB mengirimkan berbagai pasukan keamanan

ke Darfur. Berdasarkan resolusi PBB nomor 1325 tahun 2000 mengenai

perempuan, keadilan, dan perdamaian, PBB mengutus UNIFEM untuk turun dan

menangani masalah ini. UNIFEM adalah dana pembangunan untuk perempuan

Perserikatan Bangsa Bangsa. UNIFEM menyediakan bantuan teknis dan

keuangan bagi program dan strategi inovatif yang memperjuangkan hak asasi,

partisipasi politik, dan ketahanan ekonomi perempuan. 10

Pada tahun 2005 UNIFEM masuk ke Darfur untuk melihat situasi dari

perempuan-perempuan tersebut. Beberapa tindakan telah dilakukan oleh UNIFEM

untuk mengembalikan hak-hak serta menghentikan kekerasan yang dialami oleh

perempuan di Darfur. Sebenernya UNIFEM telah hadir di Sudan sejak tahun

1994, namun pada saat itu UNIFEM berperan sebagai media yang mendukung

untuk dilaksanakannya dialog antara perempuan Sudan Utara dan Sudan Selatan.

Dialog tersebut berisi tentang agenda pengembangan perempuan Sudan. Kondisi

perempuan Sudan saat itu telah menarik perhatian UNIFEM, terutama dengan

pecahnya konflik di Darfur.

9 Maklumat politik Sudan, http://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/14/maklumat-politik-sudan/ diakses pada 15 Maret 2013 10 CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan), Mengembalikan Hak-Hak Perempuan, United Nations Development Fund For Women, hlm 3

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

6

Pada bulan April 2005, UNIFEM mengikuti konferensi yang membahas

mengenai negara donor untuk Sudan di Oslo, Norwergia, dan mendesak untuk

melakukan suatu tindakan untuk perempuan Sudan dengan Fokus pada enam

bidang, yaitu pemerintahan dan hukum, Gender Based Violence (GBV),

peningkatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan, kebijakan ekonomi dan

manajemen, mata pencaharian dan sektor produktif dan pelayanan sosial. Agenda

ini kemudian berlanjut dengan diadakannya pertemuan persetujuan Sudan di Oslo,

Norwergia pada Mei 2005.11

Setelah dibentuknya dokumen program UNIFEM untuk perempuan Sudan

kemudian menghasilkan rancangan kerja yaitu ; “Gender Justice” yang diterapkan

pada tahun 2005 hingga tahun 2008. 12 Program ini terdiri dari serangkaian

capability building di wilayah konflik. Kemudian dilanjutkan dengan program

“Defending and Securing the Human Right of Women’s and girls in the

Humanitarian Crisis in Darfur”.13 program ini merupakan program utama yang

diterapkan pada tahun 2008 hingga 2010. Dan merupakan program yang fokus

terhadap penanganan GBV. Program UNIFEM ini berdasarkan Deklarasi Beijing

dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1325 (2000). 14

11 Kathleen Linda Webo, Final Report: End Programme Evaluation ‘Protecting and Promotin Women’s Right and leadership in Sudan’ (2005-2006) and ‘Gender Justice in Sudan (2005-2008) UNIFEM, 2008. Hal ii 12 Ibid 13 Grace Okonji. Final Report: End of The Programme Evaluation Of the UN Women an Unitarian Universalist Service Committee Funded Programme, Defending And Securing the Human Rights Of women And Girls In the Humanitarian Crisis South Darfur, Sudan-July 2008- July 2010, 2011. UN Women, hal 6 14 Ibid

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

7

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Bagaimana peran

UNIFEM (United Nations Development Fund for Women) dalam upaya

melindungi hak-hak perempuan dalam konflik Darfur?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menjelaskan peran UNIFEM

(United Nations Development Fund for Women) dalam upaya melindungi hak-

hak perempuan di Darfur, ketika perempuan-perempuan di Darfur tersebut merasa

tertindas dan menjadi korban seksual akibat perang yang terjadi di daerah Darfur.

Serta langkah apa yang dilakukan oleh UNIFEM dalam melindungi perempuan-

perempuan dari konflik yang terjadi di Darfur seperti yang telah dirangkum dalam

latar belakang di atas.

1.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

Hasil studi ini diharapkan dapat memberi pemahaman tentang keadaan

perempuan-perempuan di Darfur yang menjadi korban perang pada masa konflik

di Darfur. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

bagaimana UNIFEM dalam upayanya melindungi hak-hak perempuan di Darfur

ketika konflik yang terjadi antara pasukan Pemerintah dengan pemberontak yang

bahkan melibatkan penduduk sipil, dan mengetahui sebab mengapa hal itu bisa

terjadi.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

8

2. Manfaat akademis

Untuk perkembangan studi hubungan internasional selanjutnya, akan

ditinjau lebih lanjut mengenai peran UNIFEM sebagai Organisasi Internasional

dalam melindungi hak-hak perempuan yang menjadi korban perang.

1.5. Literatur Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang menjadi literatur terdahulu dalam

penelitian ini. Penelitian yang pertama yaitu skripsi dari Fitriani,15 yang kedua

skripsi Dhita Bhangga Kun Maharani.16

Penelitian yang pertama berjudul Kontribusi Perspektif Feminis dalam

Studi Hubungan Internasional : Sebuah tinjauan terhadap fenomena perkosaan

perempuan di wilayah konflik, dari Fitriani. dalam tulisannya, Fitriani membahas

kasus pemerkosaan perempuan yang lazim terjadi selama masa konflik.Fitriani

menjabarkan karakteristik-karakteristik dari fenomena pemerkosaan perempuan di

wilayah konflik dan mencoba menganalisisnya dengan menggunakan sudut

pandang dari perspektif realis, liberalis, dan globalis. Namun perspektif-perspektif

tersebut tidak dapat menjelaskan mengenai fenomena pemerkosaan sehingga

perspektif feminis dibutuhkan untuk menjawab kasus pemerkosaan perempuan

yang terjadi di wilayah konflik ke dalam kajian dari studi HI.

Dalam penelitian Fitriani menurut Pakar feminis yang secara khusus

membahas tentang pemerkosaan perempuan di wilayah konflik adalah Susan

Brownmiller dan Chyntia Enloe. Susan Brownmiller mengenalkan terminologi

15 Fitriani, (2006), Kontribusi Perspektif Feminist Dalam Study Hubungan Internasional: Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena Perkosaan Perempuan Di Wilayah konflik, UI, Jakarta. 16 Dita Bhangga Kun Maharani, (2010), Peran UNIFEM (United Nations Development Fund For Women) dalam menghapuskan kekerasan Terhadap Wanita Afghanistan, UNAIR, Surabaya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

9

symbolic battlefields atau medan perang simbolik atas tubuh perempuan.

Walaupun perempuan tidak turun langsung dalam perang, identitas dari tubuhnya

merepresentasikan satu budaya dan genetik dari suku/agama/ras tertentu yang

berbeda dari pihak musuh, Chyntia Enloe mengenalkan terminologi the personal

is international yang memperlihatkan bagaimana politik yang ada secara

internasional membentuk identitas personal, kehidupan pribadi, serta hubungan

antar manusia di dunia. Pemerkosaan dalam waktu perang banyak dilakukan

tentara sebagai hasil dari sistem patriarkal yang ditanamkan melalui militerisasi. 17

Penelitian yang kedua yaitu Peran UNIFEM dalam menghapuskan

kekerasan terhadap perempuan Afghanistan dari Dita Bhangga Kun Maharani.

Dalam penelitiannya penulis mencoba membahas mengenai peningkatan hak asasi

perempuan di Afghanistan setelah Kelompok Taliban tidak lagi memimpin,

khusunya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Menurut sejarahnya, hak

asasi perempuan Afghanistan mengalami pasang surut, pada beberapa periode

mengalami peningkatan. Akan tetapi sejak perang sipil dan invasi Uni Soviet

terjadi di Afghanistan tahun 1978 kondisi perempuan memburuk. Perempuan

menjadi salah satu korban dalam perang. Hal ini diperparah ketika kelompok

Mujahidin dan Taliban menguasai Afghanistan.18

Pada saat kelompok Mujahidin berhasil mengalahkan Uni Soviet dan

menguasai Afghanistan, kekerasan terhadap perempuan menyebar luas, namun

pemerintah tidak memberlakukan kebijakan resmi mengenai larangan terhadap

perempuan untuk mendapatkan hak mereka. Kebijakan larangan terhadap

17Fitriani (2006), Kontribusi Perspektif Feminis Dalam Studi Hubungan Internasional:Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena Perkosaan Perempuan Di Wilayah Konflik, UI, Jakarta: hal 12 18Dita Bhangga Kun Maharani (2010) Peran UNIFEM (United Nations Development Fund for Women) Dalam Menghapuskan Kekerasan Terhadap Wanita Afghanistan (2002-2009) Surabaya: UNAIR

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

10

perempuan secara ekstrim diberlakukan pada saat Taliban memimpin

Afghanistan, perempuan dilarang tampil diruang publik dan diharuskan memakai

pakaian khusus (burqa). Setelah Taliban dikalahkan oleh AS melalui invasi militer

tahun 2001, kondisi perempuan di Afghanistan mendapatkan perhatian kembali,

baik dari dalam negeri maupun internasional. Beberapa perbaikan mulai terlihat

dibidang kesehatan, pendidikan dan sosial.

UNIFEM sebagai badan PBB yang bergerak untuk perempuan hadir di

Afghanistan tahun 2002. UNIFEM melalui program gender and justice yang

didalamnya termasuk unit elemination of violence against women bertujuan untuk

mengurangi perluasan kekerasan terhadap perempuan di Afghanistan. Fenomena

kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi baik kekerasan fisik dan

seksual. Penelitian ini mengkaji mengapa kekerasan terhadap perempuan masih

banyak terjadi di Afghanistan. Melalui teori organisasi dan konsep sistem serta

konsep sosiologi hukum diperoleh bahwa kekerasan terhadap perempuan masih

banyak terjadi di Afghanistan disebabkan oleh dua hal. Pertama, kurangnya

kapabilitas pemerintah dalam mengimplementasikan sistem hukum di

Afghanistan sehingga perempuan kurang mendapatkan perlindungan hukum.

Kedua, budaya patriarki dan fundamentalisme yang melekat kuat dalam

kehidupan masyarakat Afghanistan menyebabkan perempuan memiliki posisi

subordinat dibanding laki-laki.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

11

Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terdahulu

No Nama/Judul Metodologi Hasil 1 Fitriani/ Kontribusi

Perspektif Feminis dalam Studi Hubungan Internasional: Sebuah tinjauan terhadap fenomena perkosaan perempuan di wilayah konflik.

- Deskriptif - Menjabarkan

perspektif HI realis, liberalis, globalis dan feminis

- Fokus pada fenomena perkosaan perempuan di wilayah konflik

Fenomena Perkosaan yang terjadi diwilayah konflik sebagai medan perang simbolik atas tubuh perempuan. Perkosaan dalam waktu perang banyak dilakukan tentara sebagai hasil dari sistem patriarki yang ditanam melalui militerisasi.

2 Dita Bhangga Kun Maharani/ Peran UNIFEM (United Nations Development Fund For Women) dalam menghapuskan kekerasan terhadap wanita Afganistan.

- Deskriptif - Menggunakan teori

organisasi, konsep sistem dan konsep sosiologi hukum

- Fokus pada peran UNIFEM dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Afghanistan.

Dalam upayanya mengurangi perluasan kekerasan yang terjadi di Afghanistan, UNIFEM mengaplikasikan program gender and justice, dimana kekerasan terjadi terhadap perempuan Afghanistan disebabkan oleh dua hal. Pertama kurangnya kapabilitas pemerintah mengimplementasikan sistem hukum di Afghanistan. Kedua budaya patriarki dan fundamentalisme yang melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Afghanistan.

3 Trisnawati/ Peran UNIFEM ( United Nations Development Fund For Women) dalam upaya melindungi hak-hak perempuan pada konflik sipil Darfur.

- Deskriptif - Menggunakan

konsep Organisasi Internasional dan Gender Based Violence (GBV)

- Fokus terhadap peran UNIFEM dalam Melindungi perempuan dari kekerasan seksual, pemerkosaan, FGM dan GBV.

Kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan pada konflik Darfur dijadikan sebagai senjata oleh pasukan Janjaweed dalam memerangi para pemberontak. Dalam upayanya melindungi perempuan Darfur, UNIFEM mengaplikasikan program yang fokus terhadap penanganan GBV.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

12

1.6. Landasan Konsep

1.6.1. Organisasi Internasional

Organisasi Internasional memiliki dua pengertian. Pertama yaitu sebagai

suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal,

tempat dan waktu pertemuan. Kedua, organisasi internasional merupakan

pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada

aspek non lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.19 Peran organisasi

internasional di sini bukan hanya untuk menjaga perdamaian melalui jalan militer,

akan tetapi juga dalam hal sosial.

Fungsi utama dari organisasi internasional adalah untuk menyediakan

sarana kerjasama antar negara-negara, dimana kerjasama tersebut dapat

menghasilkan keuntungan untuk semua atau sebagian besar negara. Selain itu

organisasi internasional berfungsi untuk menyediakan saran sebagai saluran

komunikasi antar pemerintah agar penyelesaian secara damai dapat dilaksanakan

apabila terjadi konflik. Hal ini memiliki kesamaan dengan teori yang

dikembangkan oleh Umar S. Bakri bahwa Organisasi Internasional adalah sebuah

lembaga yang berfungsi untuk menghubungkan urusan antar negara-negara. Lalu

ia juga mengklasifikasikan Organisasi Internasional menurut jenisnya menjadi dua

bagian.20

1. Intergoverment Organization (IGO) organisasi antar pemerintah, yaitu

organisasi yang dibentuk oleh dua atau lebih negara-negara berdaulat

dimana mereka bertemu secara reguler dan memiliki staff yang fulltime.

19Michael Hass dalam James N. Rossenau, 1969. International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory. New York: The Free press, hlm. 131 20 Umar S. Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, University Press, Jakarta, 1999. Hlm 127

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

13

Keanggotaan IGO, umumnya bersifat sukarela, sehingga eksistensinya

tidak mengancam kedaulatan negara-negara.

2. Non-Goverment Organization (NGO), organisasi non pemerintah, definisi

ini mengacu pada Yearbook of International Organization, yang

menyatakan bahwa NGO merupakan organisasi yang terstruktur dan

beroperasi secara Internasional serta tidak memiliki hubungan resmi

dengan pemerintah suatu negara.

Menurut jenisnya UNIFEM merupakan IGO karena dilihat dari

strukturnya bahwa UNIFEM merupakan badan di bawah naungan PBB dan tidak

terikat oleh suatu negara maupun di dunia melainkan bebas bergerak kemanapun.

UNIFEM memiliki peran yang sangat penting terhadap kekerasan pada

perempuan dalam konflik Darfur. Pelaksanaan tugas UNIFEM merupakan suatu

peran dari Organisasi Internasional.

Peran ini dapat diartikan sebagai bagian yang harus di mainkan suatu

organisasi dalam porsi sosialnya. Peran suatu lembaga dalam bentuk bantuan

kepada pihak lain di bedakan sebagai berikut :

1. Peran sebagai instrumen, artinya bertindak untuk memberikan dorongan

kepada orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan.

2. Peran sebagai komunikator, artinya menyampaikan segala informasi

secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Peran sebagai perantara, yaitu mengupayakan dana, dan upaya serta

keahlian yang diperuntukkan untuk masyarakat.21

21Situmorang dalam Andre Pereira, 1999.Perubahan Global dan perkembangan Study Hubungan Internasional. Bandung: Citra Aditya Bakti, Hal 135

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

14

UNIFEM di artikan sebagai kategori yang ketiga, dimana dalam upayanya

melindungi hak perempuan dalam konflik sipil Darfur. UNIFEM menyediakan

bantuan teknis dan keuangan bagi program dan strategi inovatif yang

memperjuangkan hak asasi, partisipasi politik, dan ketahanan ekonomi

perempuan. Dan UNIFEM juga bekerja sama dengan pemerintah serta lembaga-

lembaga masyarakat lainnya dalam melindungi hak-hak perempuan di Darfur.

1.6.2. Gender Based Violence

Terdapat berbagai definisi mengenai Gender Based Violence (GBV). Menurut

UN Commissioner for Refugees mendefinisikan GBV sebagai:

“gender-based violence (GBV) refers to violence that targets a person or a group of persons because of gender.”22

Dalam hal ini GBV berarti kekerasan yang ditargetkan kepada seseorang

atau sekelompok orang karena gender mereka. Sedangkan Komite penghapusan

Kekerasan terhadap perempuan mengartikan dengan lebih luas, yaitu termasuk

kepada tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik, mental atau seksual atau

penderitaan, ancaman tindakan, serta paksaan dan perampasan kebebasan lainnya

berdasarkan gender mereka. Sedangkan menurut UNIFEM (United Nations

Development Fund for Woman) GBV memasukkan konteks baru ke dalam

pendefinisian GBV, yaitu memasukkan unsur hubungan kekuasaan yang tidak

setara antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi relasi kuasa

(power relations) yang tidak imbang secara historis antara perempuan dan laki- 22UNFPA state of world population 2005. Gender-Based Violence: A Price Too High (http://www.unfpa.org/swp/2005/english/ch7/ diakses pada tanggal 15 Agustus 2014

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

15

laki yang menimbulkan dominasi dan diskriminasi sistematis terhadap

perempuan. 23 Menurut deklarasi Beijing yang dihasilkan dalam konferensi

Perempuan Dunia keempat tahun 1995, kekerasan terhadap perempuan

didefinisikan sebagai:

Tindak kekerasan yang dilakukan berdasarkan gender dengan berdampak pada cedera ataupun penderitaan fisik, seksual ataupun psikologis yang dialami perempuan, termasuk didalamnya ancaman, tindak kekerasan maupun pembatasan kebebasan, baik terjadi diwilayah publik maupun privat.24

Deklarasi Beijing secara spesifik menyatakan bahwa pelanggaran hak

asasi manusia yang dimiliki perempuan yang kerap terjadi dalam situasi konflik

adalah pembunuhan, pemerkosaan yang dilakukan secara sistematis, perbudakan

seksual dan pemaksaan kehamilan.25

Menurut Susan Brownmiller latar belakang terjadinya pemerkosaan

perempuan di wilayah konflik dengan menggunakan termin “medan perang

simbolik” atas tubuh perempuan.26 Perempuan seringkali tidak turun langsung

dalam peperangan ataupun memanggul senjata namun identitas tubuhnya

mempresentasikan suatu budaya dan genetika suku/agama/ras tertentu yang

berbeda dari pihak musuhnya .

Perbedaan ini menjadi sangat kuat karena musuh melihat kemampuan

reproduksi genetik dari perempuan. Yang mana menjadikan pemerkosaan

maupun segala bentuk kekuasaan lainnya terhadap alat reproduksi perempuan

23Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan Internasiona Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 119 24 Poin 118 Deklarasi Beijing, United Nations, hal 75 dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 120 25 Ibid, hal : 120 26Susan brownmiller,Against Our Will: Men, women and Rape,dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 122

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

16

sebagai salah satu bentuk penaklukan dan aksi perang yang dianggap setipe

dengan penyerangan harta benda pihak lawan. Menurut Susan Brownmiller

“kemenangan atas perempuan melalui pemerkosaan merupakan salah satu cara

untuk mengukur kemenangan, bagian dari pembuktian maskulinitas dan

kesuksesan, sebuah penghargaan yang nyata atas perjuangan mereka”.27

Menurut pemerhati perang dan gender di India, Anuradha M.Chenoy,

dalam sebuah konflik bersenjata, perempuan berada didalam 6 posisi yaitu

sebagai :

1. Korban dan pengungsi

2. Berelasi dengan kombatan

3. Pendukung pergerakan

4. Kombatan yang dipersenjatai

5. Pendukung kehidupan kombatan

6. Pembuat perdamaian28

Lima dari enam posisi (1,2,3,5 dan 6) menunjukkan perempuan tidak

diposisikan sebagai kombatan, bahkan rentan menjadi korban karena tidak cukup

dilatih dan dipersenjatai. Dalam konflik, perempuan diperkosa karena perannya

yang mendukung kehidupan dan budaya yang dianggap bertentangan dengan

pelaku pemerkosaan.29

27 Ibid hal 123 28 Anuradha M.Chenoy, Women, War and Peacedalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 129 29Susan brownmiller. Against Our Will: Men, women and Rape. dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 129

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

17

Hal ini menunjukkan pemerkosaan digunakan sebagai instrumen perang.

Pemerkosaan diwilayah konflik terus terjadi karena fenomena internasional ini

menjalankan fungsi tersendiri dalam perang, menjadikannya taktik dalam konflik.

Menurut Spike Peterson dan Anne Sisson Runyan, sebab terjadinya

pemerkosaan perempuan dikarenakan adanya ideologi dominan gender dalam

masyarakat yang mempercayai bahwa secara alamiah laki-laki lebih agresif dan

aktif secara seksual dari pada perempuan yang lebih pasif dan represif secara

seksual. Hal ini juga sering menjadi alasan dilakukannya pemerkosaan selain juga

dalih sosial untuk tidak menghukum pelaku secara berat karena dipandang

sebagai kejahatan dan alamiah.30

1.7. Metodologi Penelitian

1.7.1. Level Analisis

Level analisis dalam penelitian ini yaitu peran UNIFEM dalam melindungi

hak-hak perempuan, yang dalam penelitiannya akan dijelaskan bahwa hal tersebut

bisa dipengaruhi, artinya adalah sebagai pengaruh dari konflik Darfur sehingga

UNIFEM berinisiatif untuk melindungi hak-hak perempuan di Darfur. Dimana

UNIFEM ini merupakan sistem Internasional yang merespon tindakan suatu

negara.Sedangkan unit ekplanasi dalam penlitian ini adalah konflik di Darfur

karena hal tersebut mengundang perhatian dari dunia Internasional terutama

UNIFEM. Kemudian hubungan antara variable dalm penelitian ini bersifat

reduksionis karena unit eksplanasi dalam penelitian ini lebih rendah, yaitu Negara

mempengaruhi sistem internasional.

30 Tara Gingerich, J.D., M.A. & Jennifer Leaning, M.D., S.M.H. 2004. The Use Of Rape As Weapon war in The Conflict In Darfur, Sudan. U.S. Agency for International Development

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

18

1.7.2. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif. Yaitu dengan berusaha

memberikan gambaran atau mendeskripsikan keadaan atau permasalahan obyek.

Dalam penjelasan metedologis, yang dimaksud dengan deskriptif adalah upaya

untuk menjawab pertanyaan “bagaimana”?31 Penelitian ini termasuk dalam tipe

penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini penulis akan berusaha dan

mencoba menjelaskan bagaimana peran UNIFEM dalam melindungi hak-hak

perempuan dalam konflik Darfur, dengan bantuan konsep Organisasi

Internasional.

1.7.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dikumpulkan

dari berbagai sumber internet, buku, skripsi, jurnal dan data dari E-book.

Selanjutnya, data tersebut diolah dan digunakan untuk membantu mempermudah

penelitian ini.

1.7.4. Teknik Analisa Data

Berkaitan dengan teknik analisa data, dalam penelitian ini penulis

menggunakan data kualitatif dimana data yang diambil untuk penelitian ini bukan

merupakan data yang sifatnya menghitung, serta jawaban dalam menjelaskan

rumusan masalahpun bukan merupakan sebuah pembahasan yang bisa

disimbolkan dengan menggunakan angka. Data-data kualitatif yang diperoleh

31 Mohtar Mas’oed (1990), Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metedologi, PT. Pustaka LP3ES bekerja sama dengan USAID, Jakarta, hal. 68

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

19

tersebut kemudian diolah dan akan digunakan sebagai bahan untuk menjawab dan

menjelaskan rumusan masalah yang telah diambil dalam penelitian ini.

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

1.8.1. Batasan Penelitian

Penelitian ini di fokuskan pada peran UNIFEM dalam upaya melindungi

hak hak perempuan yang menjadi korban atas konflik yang terjadi di Darfur.

Konflik ini telah banyak merugikan perempuan-perempuan di Darfur. Karena

banyaknya perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual yang di lakukan

oleh suku janjaweed. Maka atas fenomena ini, UNIFEM sebagai Organisasi

Internasional mempunyai inisiatif yaitu melindungi hak-hak perempuan yang

menjadi korban atas konflik yang terjadi di Darfur ini.

1.8.2. Batasan Waktu

Batasan waktu ini di fokuskan pada tahun 2005 sampai tahun 2010. Pada

Tahun 2005 PBB mengutus UNIFEM ke Darfur untuk membantu menangani

perempuan-perempuan yang menjadi korban akibat konflik Darfur. Upaya

dilakukan oleh UNIFEM untuk membantu mengembalikan hak-hak perempuan

Darfur pada tahun 2010, meskipun konflik Darfur sendiri masih berlangsung

hingga saat ini.

1.9. Argumen Dasar

Untuk melindungi perempuan dari pemerkosaan dan GBV yang

merupakan efek dari konflik sipil Darfur, UNIFEM merancang program khusus.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

20

Program yang dijalankan oleh UNIFEM memiliki landasan hak untuk setiap

perempuan hidup bebas dari deskriminasi dan kekerasan. Pengaplikasian landasan

tersebut dapat terlihat dari dua program kerja yang dijalankan UNIFEM yaitu

“Gender Justice” (2005-2008). Dari program tersebut dilanjutkan dengan

program Defending and Securing the Human Rights of Women and Girls in the

Humanitarian Crisis in Darfur” yang direalisasikan pada tahun 2008 hingga

2010. Program ini fokus pada pencegahan dan penanganan GBV. Implementasi

dari program ini ialah tercapainya hasil yang direncanakan, salah satunya ialah

mengurangi insiden dan jumlah korban perempuan yang mengalami GBV.

1.10. Sistematika Penulisan

Tabel 1.2 Sistematika Penulisan

Bab Bahasan Pokok Bab I: Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Literatur Terdahulu 1.6. Landasan Konsep 1.6.1. Organisasi Internasional 1.6.2. Gender Based Violence 1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Level Analisa 1.7.2. Tipe Penelitian 1.7.3. Teknik Pengumpulan Data 1.7.4. Teknik Analisa Data 1.8. Ruang Lingkup Penelitian 1.8.1. Batasan Penelitian 1.8.2. Batasan Waktu 1.9. Argumen Dasar 1.10. Sistematika Penulisan

Bab II : Gambaran umum 2.1. Konflik Darfur secara Umum 2.2. Akar Permasalahan Terjadinya Konflik Darfur 2003

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21642/2/jiptummpp-gdl-trisnawati-38961-2-babi.pdf · Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal

21

Tentang Konflik Darfur

dan Kekerasan Terhadap

Perempuan

2.2.1.Warisan masa olonial Inggris 2.2.2.Diskriminasi yang dilakukan oleh

Pemerintah Sudan 2.2.3.Disentegrasi Sudan Utara dan Sudan

Selatan 2.2.4. Konflik darfur 2003

2.3.Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan Darfur

2.3.1.Pemerkosaan Terhadap Perempuan sebagai Weapon of War

2.3.2. Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Darfur

Bab III : Profil UNIFEM

dan Peran UNIFEM

dalam Upaya melindungi

Hak Perempuan di Darfur

3.1.Gambaran Umum UNIFEM

3.2. UNIFEM diwilayah Konflik

3.3. Peran UNIFEM di Darfur

3.3.1. Program Gender Justice (2005-2008)

3.3.2.Program Defending and Securing The Human Rights On Women and Girls in The Humanitarian Crisis in Darfur (2008-2010)

Bab IV: Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran