bab i pendahuluan 1.1 latar belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/bab i.pdf · dasarnya telah...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah yang besar, terutama masalah pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi. Pencemaran lingkungan tersebut terjadi dikarenakan kurangnya perhatian korporasi terhadap masalah pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup. Kondisi ini semakin parah apabila Pemerintah tidak melakukan tindakan yang tegas terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan lingkungan hidup akan semakin menurun daya dukungnya dikarenakan pertumbuhan industri lebih diutamakan daripada pelestarian lingkungan. Hessel mengatakan bahwa “pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan”. Hal ini sesuai dengan pemikiran Emil Salim yang mengatakan bahwa “penyumbang utama kerusakan lingkungan adalah industri, aktivitas industri telah menghasilkan kotoran limbah ampas industri yang sangat serius mencemarkan lingkungan”. 1 Seringkali demi penghematan investasi dan pengurangan biaya produksi, korporasi tidak mempunyai fasilitas pengolah limbah industri, sehingga limbah atau sisa-sisa dari usaha industri dibuang secara bebas ke dalam sungai. 2 Meningkatnya kegiatan industri beserta dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini juga menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terus meningkat. Hal ini tentu 1 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Lingkungan Hidup, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2004, h. 1 2 M.T. Zen, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,1981, h. 107 UPN "VETERAN" JAKARTA

Upload: others

Post on 24-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Indonesia masih

merupakan masalah yang besar, terutama masalah pencemaran lingkungan

hidup yang dilakukan oleh korporasi. Pencemaran lingkungan tersebut

terjadi dikarenakan kurangnya perhatian korporasi terhadap masalah

pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup. Kondisi

ini semakin parah apabila Pemerintah tidak melakukan tindakan yang

tegas terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Jika kondisi ini terus

berlanjut, maka dikhawatirkan lingkungan hidup akan semakin menurun

daya dukungnya dikarenakan pertumbuhan industri lebih diutamakan

daripada pelestarian lingkungan.

Hessel mengatakan bahwa “pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan

pembangunan”. Hal ini sesuai dengan pemikiran Emil Salim yang

mengatakan bahwa “penyumbang utama kerusakan lingkungan adalah

industri, aktivitas industri telah menghasilkan kotoran limbah ampas

industri yang sangat serius mencemarkan lingkungan”. 1

Seringkali demi penghematan investasi dan pengurangan biaya

produksi, korporasi tidak mempunyai fasilitas pengolah limbah industri,

sehingga limbah atau sisa-sisa dari usaha industri dibuang secara bebas ke

dalam sungai.2 Meningkatnya kegiatan industri beserta dengan

perkembangan teknologi di era globalisasi ini juga menyebabkan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terus meningkat. Hal ini tentu

1 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Lingkungan Hidup, Yayasan

Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2004, h. 1

2 M.T. Zen, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,1981,

h. 107

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

2

menuntut perlindungan lingkungan hidup untuk mendapat perhatian

hukum.3

Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke

globalisasi memberikan peluang terhadap tumbuhnya korporasi dan

perusahaan-perusahaan transnasional. Saat ini, perseroan terbatas

merupakan bentuk badan usaha/korporasi yang paling banyak diminati

saat ini oleh para pelaku usaha. Hal ini dikarenakan badan usaha berbentuk

perseroan terbatas memiliki suatu ciri yang khusus dalam hal

pertanggungjawabannya, yaitu pertanggungjawaban yang terbatas dari

pemegang saham perseroan, yang mengakibatkan pemegang saham tidak

perlu bertanggung jawab secara pribadi terhadap hutang-hutang dari

perseroan. Secara prinsipil, setiap perbuatan yang dilakukan oleh suatu

badan hukum hanya badan hukum itu sendiri yang bertanggung jawab.

Para pemegang saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai

saham yang dimasukkannya.4

Adakalanya tindakan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh

perusahaan anak tersebut merupakan tindakan yang diharuskan untuk

dilakukan oleh perusahaan induk demi memperoleh keuntungan tertentu.

Memang sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) ataupun peraturan

perundang-undangan lain bahwa aspek hukum dalam perusahaan grup

masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum

induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum mandiri.5

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPPLH) pada

dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara

dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. UUPPLH telah memuat asas dan

3 Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Penerbit PT Sofmedia,

Jakarta, 2009, h. 28

4 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Penerbit PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 125

5 Ibid, h. 5

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

3

prinsip-prinsip pokok pencegahan dan penanggulangan pencemaran

lingkungan. UUPPLH di dalamnya juga terdapat beberapa pasal yang

mengatur hal-hal mengenai tanggung jawab mutlak pencemar lingkungan,

hak masyarakat dan organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan

gugatan dan dapat dipidananya suatu korporasi, badan hukum, perseroan

perserikatan, yayasan atau organisasi lain bila terbukti melakukan

pencemaran lingkungan.

Pembebanan pertanggungjawaban pidana pada korporasi atas

tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dapat diterapkan apabila

dipenuhi semua unsur-unsur atau syarat-syarat berikut:6

1. Tindak pidana tersebut (baik dalam bentuk commision maupun

ommision) dilakukan atau diperintahkan oleh personil korporasi yang

di dalam struktur organisasi korporasi memiliki posisi sebagai

directing mind dari korporasi, yaitu personil yang memiliki posisi

sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan sah

untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat

korporasi tanpa harus mendapat persetujuan dari atasannya.

Pertanggungjawaban korporasi hanya dapat diberlakukan dalam hal

tindak pidana:

a. Dilakukan oleh pengurus, yaitu mereka yang menurut anggaran

dasar secara formal menjalankan pengurusan korporasi, dan/atau

b. Dilakukan oleh mereka yang sekalipun menurut anggaran dasar

korporasi bukan pengurus, tetapi secara resmi memiliki

kewenangan untuk melakukan perbuatan yang mengikat

korporasi secara hukum berdasarkan:

1) Pengangkatan oleh pengurus untuk memangku suatu

jabatan dengan pemberian kewenangan untuk mengambil

keputusan sendiri dalam batas ruang lingkup tugas dan

kewajiban yang melekat pada jabatannya itu untuk

6 Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Penerbit PT Grafiti

Pers, Jakarta 2007, h 117 – 124.

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

4

melakukan perbuatan yang secara hukum mengikat

korporasi, atau

2) Pemberian kuasa oleh pengurus atau oleh mereka

sebagaimana disebut di atas untuk dapat melakukan

perbuatan yang secara hukum mengikat korporasi.

2. Tindak pidana yang dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan

korporasi. Kegiatan tersebut berupa kegiatan intra vires yaitu kegiatan

yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditentukan dalam

anggaran dasarnya.

3. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi

perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi. Artinya, apabila

tindak pidana itu tidak berkaitan dengan tugas pelaku atau tugas

pemberi perintah di dalam korporasi tersebut, sehingga karena itu

personil tidak berwenang melakukan perbuatan yang mengikat

korporasi, maka korporasi tidak dapat diharuskan untuk memikul

pertanggungjawaban pidana.

4. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud memberikan

manfaat bagi korporasi. Manfaat dapat berupa keuntungan finansial

atau non finansial atau dapat menghindarkan/mengurangi kerugian

finansial maupun non finansial bagi korporasi.

5. Pelaku atau pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar atau

alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana.

Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur

dalam UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian.

Dicantumkannya unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan

bahwa pertanggungjawaban pidana dalam UUPPLH menganut prinsip

pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault).

Artinya, UUPPLH menganut asas kesalahan atau culpabilitas.7

Seperti kasus yang terjadi di Ciamis terdakwa I Chrisdianto Rahardjo

selaku Direktur Utama PT. Albasi Priangan Lestari dan terdakwa II PT.

7 Muhammad Topan, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup, Penerbit Nusa

Media, Bandung, 2009, h. 116

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

5

Albasi Priangan Lestari dalam hal ini diwakili oleh Iwan Irawan Yohan

bersalah melakukan tindak pidana melanggar baku mutu air limbah, baku

mutu emisi atau baku mutu gangguan, sebagaimana diatur dan diancam

pidana khusus, terdakwa I : pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 116

ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khusus

terdakwa II : pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 116 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk

mengangkat kasus perkara pidana dengan berjudul

“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PENCEMARAN

LINGKUNGAN OLEH PT. ALBASI PRIANGAN LESTARI” (Studi

Kasus Putusan No. 155/PID.SUS/2013/PN.CMS)”

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana koporasi

mengenai pencemaran lingkungan hidup ?

b. Bagaimana Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusan No.155/Pid.Sus/2013/PN.Cms ?

1.3 Ruang Lingkup Penulisan

Sesuai permasalah di atas, maka ruang lingkup penelitian dibatasi

pada pertanggungjawaban pidana korporasi mengenai tindak

pidana pencemaran lingkungan hidup dan Pertimbangan hukum

hakim dalam menjatuhkan putusa No.155/Pid.Sus/2013/PN. CMS.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk memuhi sebagian persyaratan bagi

penulisan Penulis di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan

Veteran Jakarta.

a. Tujuan Penelitian

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

6

1) Untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban pidana korporasi

mengenai tindak pidana pencemaran lingkungan lingkungan.

2) Untuk mengetahui Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusa No.155/Pid.Sus/2013/PN. CMS.

b. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Penulisan dapat menjadi bahan masukan untuk memberikan

informasi dalam bidang pengetahuan hukum umumnya dan hukum

pidana khususnya, serta untuk mempraktikkan dan memberikan

pemikiran dari teori-teori yang telah di peroleh, serta menambah

referensi kepustakaan sebagai sumbangan penulis selama Kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Jakarta.

2) Manfaat Praktis

Sebagai masukan kepala pemerintah maupun kepada aparat

penegak hukum mengenai pertanggungjawaban yang dapat diterapkan

dalam pertanggungjawaban pidana korporasi mengenai tindak pidana

pencemaran lngkungan hidup.

1.5 Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

Kerangka teori

1. Teori Pertanggung jawaban Pidana

Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak

termasuk pertanggungjawaban. Perbuatan pidana menurut Roeslan Saleh

mengatakan, orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang

mempunyaikesalahan merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana.

Asas yang tidak tertulis mengatakan “tidak ada pidana jika tidak ada

kesalahan,” merupakan dasar dari pada di pidananya si pembuat.8

“Dasar Adanya Tindak Pidana Adalah Asas Legalitas, Sedangkan

Dasar Dapat Dipidananya Pembuat Tindak Pidana Adalah Asas Kesalahan.”

8 Roelan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Penerbit, Aksara

Baru,Jakarta, h.75

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

7

Menurut Roeslan Saleh yang mengikuti pendapat Moelijatno bahwa

pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan, sedangkan unsur-unsur

kesalahan adalah :

1) Mampu bertanggung jawab

2) Mempunyai kesengajaan atau kealpaan

3) Tidak adanya alasan pemaaf

Asas Kesalahan dan Asas-Asas Penghapusan Pidana

Pendapat para ahli pada umumnya mengakui berlakunya asas tidak

tertulis dalam hukum pidana, yaitu asas “geen straf zonder schuld”, atau

tiada pidana tanpa kesalahan. Di samping itu juga dikenal beberapa asas

yang berlaku dalam ilmu pengetahuan pidana, tetapi dalam beberapa hal

telah ada yang dirumuskan terbatas dalam undang-undang:

a. Alasan pembenar (rechtsvaardigingsgronden), yaitu menghapuskan

sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yang

benar;

b. Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgronden), yaitu menghapuskan sifat

kesalahan dari terdakwa meskipun perbuatannya bersifat melawan

hukum tetapi tidak pidana;

c. Alasan penghapusan penuntutan (onvervolgbaarheid), yaitu

pernyataan tidak menuntut karena tidak dapat diterima oleh badan

penuntut umum yang disebabkan konflik kepentingan dengan lebih

mengutamakan kemanfaatannya untuk tidak menuntut.

Dalam asas kesalahan dan asas-asas penghapusan pidana yang

sebagian besar masih berkembang di dalam doktrin ilmu pengetahuan itu,

apabila banyak para sarjana yang menganjurkan untuk dirumuskan secara

tertulis di dalam undang-undang hukum pidana, akan mengalami kesulitan

untuk membuat batasan berhubung dengan sifatnya asas-asas itu terus

menyesuaikan (fleksibel) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Kedua asas hukum pidana tentang kesalahan dan penghapusan pidana itu

mempunyai arti penting untuk menentukan dipidana atau tidak

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

8

dipidananya seseorang meskipun telah terbukti perbuatannya akan tetapi

tidak terpenuhi unsur dari asas-asas tersebut di atas.9

2. Teori pemidanaan

Menurut Hebert L.Packer terdapat dua macam teori pemidanaan

yaitu:

1. Pandangan Retributif (Retributive View)

Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan sebagai

ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh

warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan

hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas

dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini

dikatakan bersifat melihat ke belakang (backward-looking).

2. Pandangan utilitarian (utilitarian view).

Dasar pemidanaan menurut teori inkapasitasi adalah para pelaku

kejahatan dibuat untuk tidak mampu melakukan kejahatan dibuat

untuk tidak mampu melakukan kejahatan lagi baik untuk sementara

waktu atau selamanya. Sedangkan menurut teori rehabilitasi tujuan

pemidanaan adalah untuk merubah kepribadian atau mental si

pelanggar hukum, sehingga kepribadiannya sesuai dengan hukum.

Teori terakhir yang merupakan gabungan dari teori-teori di atas adalah

Teori Pembinaan. Teori pembinaan ini lebih mengutamakan perhatiannya

kepada si pelaku tindak pidana, bukan pada tindak pidana yang telah

dilakukan. Pidana ini di dasarkan pada berat dan ringannya tindak pidana

yang dilakukan, melainkan harus di dasarkan pada keperluan yang

dibutuhkan untuk dapat memperbaiki si pelaku tindak pidana.

Menurut teori ini, tujuan pidana untuk merubah tingkah laku dan

kepribadian si pelaku tindak pidana agar ia meninggalkan kebiasaan jelek

yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Dengan kata lain, adalah

9 “Asas-Asas hakim pidana”<http://makalah-hukum-pidana.blogspot.co.id/2010/12/asas-

asas-hukum-pidana.html>.diakses tanggal 31 Oktober 2016, pukul 20.00 wib.

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

9

untuk memperbaiki pelaku tindak pidan. Teori inilah yang dianut oleh

Rancangan KUHP. 10

Kerangka Konseptual

Untuk tidak menimbulkan salah penafsiran terhadap judul

penelitian ini, serta sebagai pijakan penulis dalam penulisan penelitian ini,

maka penulis memberikan definisi-definisi atau batasan-batasan terhadap

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut :

1) Pencemaran adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan energi di

introduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau

oleh proses alam sendiri dalam konsentransi sedemikian rupa, higga

menyebabkan terjadinya perubahan dalam keadaan termasuk yang

melibatkan lingkungan itu berfungsi seperti semula dalam arti

kesehatan, kesehateraan dan keselamatan hayati.

2) Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan

sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.”11

3) Menurut Utrecht dan M. Saleh Djindang, korporasi adalah suatu

gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-

sama sebagai suatu subjek hukum tersendiri sebagai suatu

personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, namun

mempunyai hak dan kewajiban tersendiri yang terpisah dari hak dan

kewajiban anggota masing-masing.12

4) Lingkungan hidup adalah lingkungan hidup fisik atau jasmani yang

mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmani yang

terdapat dalam alam. Dalam pengertian ini, maka manusia, hewan dan

10

Erdianto Effendi, 2011. Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar. PT Refika

Aditama: Bandung.

11 M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, penerbit CV mandar

Maju, Medan 2000, h. 35.

12 Mahmud Mulyadi, Hakekat Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Dalam

Pelestarian Lingkungan Hidup, Penerbit Pustaka bangsa Press Medan 2004, h. 203.

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

10

tumbuh-tumbuhan tersebut dilihat dan dianggap sebagai perwujudan

fisik jasmani belaka.13

I.6. Metode Penelitian

Cara memperoleh data yang digunakan sebagai bahan pembahasan

dan analisis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diperoleh dan

dapat dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan, metode-metode

sebagai berikut :

a. Metode penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yang

bersifat yuridis normatif pendekatan masalah yang mempunyai

maksud dan tujuan mengkaji perundang-undangan dan peraturan

yang berlaku juga buku-buku yang berkonsep teoritis.

Kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi

pokok pembahasan yang di bahas di dalam skrispi ini.

b. Metode Pendekatan Yuridis Normatif

Yaitu pendekatan yang mengacu kepada norma-norma hukum

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada

dalam masyarakat.

c. Sumber bahan hukum

Sumber bahan hukum dalam penulisan skripsi ini dibedakan

menjadi 3 (tiga ), yaitu bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier.

1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat

mengikat, berupa peraturan perundang-udangan yang

berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

- Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, Tentang

Pencemaran lingkungan hidup

13

Laden Marpaung, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya, Peneliti

Sinar Grafik, Jakarta 1997, h. 4.

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

11

- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang

Perseroan Terbatas

- Putusan Pengadilan Negeri Ciamis No.

155/PID.SUS/2013/PN.CMS

2) Bahan hukum tersier merupakan petunjuk atau penjelasan

mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum

sekunder yang berasal dari buku , ensikplopedia, dan

sebagainya.

d. MetodeAnalisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang

dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data

sekunder.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan di dalam penulisan skripsi ini, penulis akan

membagi pembahasan skripsi ini ke dalam 5 (lima) bab, dan

masing-masing bab akan terdiri dari sub bab-sub bab, yaitu sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar

belakang, perumusan masalah, ruang lingkup penulisan,

tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, dan

kerangka konseptual, metode penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG

JAWABAN PIDANA KORPORASI

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang tentang

pengertian korporasi, perkembangan korporasi sebagai

subjek hukum pidana, perkembangan teori-teori

pertanggungjawaban pidana korporasi, sistem

UPN "VETERAN" JAKARTA

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.upnvj.ac.id/3286/3/BAB I.pdf · dasarnya telah memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan

12

pertanggungjawaban pidana korporasi mengenai tindak

pidana pencemaran lingkungan hidup, sanksi tindak

pidana lingkungan hidup.

BAB III ANALISIS PUTUSAN No. 155/PID.SUS/2013/PN.CMS

Dalam bab ini akan diuraikan Kasus Posisi, Surat Dakwaan,

Keterangan Saksi, Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Amar

Putusan, Dan Analisa atas Putusan Pengadilan Negeri

Ciamis.

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN

PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM

MENJATUHKAN PUTUSAN

Dalam bab ini akan dibahas berisikan tentang

pertanggungjawaban pencemaran lingkungan dan

Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan.

BAB V PENUTUP.

Dalam bab v ini berisikan kesimpulan dan saran.

UPN "VETERAN" JAKARTA