bab i pendahuluan 1.1. latar belakangeprints.umm.ac.id/51311/3/bab i.pdf · 2019-08-23 · ini...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan telah berkembang menjadi isu internasional, sebab permasalahan lingkungan dianggap dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lainnya. Berbagai masalah lingkungan yang menjadi pehatian dunia sejak tahun 1972 pada konvensi lingkungan pertama yaitu konvensi stockholm. Walaupun pembahasan dalam perjanjian internasional pertama ini difokuskan pada pemeliharaan lingkungan dan kesehatan manusia dari bahayanya bahan kimia beracun. 1 Berawal dari perjanjian tersebut, berbagai masalah lingkungan mulai menjadi perhatian khusus bagi PBB dan negara- negara di dunia seperti hujan asam, limbah beracun, kelangkaan spesies akibat kerusakan lingkungan, dan lain-lain. Isu lingkungan yang penting untuk dibahas yaitu terkait perubahan iklim dimana hal tersebut menyebabkan perubahan cuaca yang tak menentu, mencairnya gunung es di kutub utara yang menyebabkan negara-negara kepulauan kecil terancam tenggelam, dan lain-lain. PBB secara khusus membentuk badan untuk menangani masalah lingkungan yaitu UNFCCC (united nations framework convention on climate change) yang dihasilkan 1 Tim PCB free indonesia dalam http://www.pcbfreeindonesia.com/konvensi-stockholm/, akses pada 29 juni 2016, 20 : 18

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Isu lingkungan telah berkembang menjadi isu internasional, sebab

permasalahan lingkungan dianggap dapat mempengaruhi aspek-aspek

kehidupan lainnya. Berbagai masalah lingkungan yang menjadi pehatian

dunia sejak tahun 1972 pada konvensi lingkungan pertama yaitu konvensi

stockholm. Walaupun pembahasan dalam perjanjian internasional pertama

ini difokuskan pada pemeliharaan lingkungan dan kesehatan manusia dari

bahayanya bahan kimia beracun.1 Berawal dari perjanjian tersebut, berbagai

masalah lingkungan mulai menjadi perhatian khusus bagi PBB dan negara-

negara di dunia seperti hujan asam, limbah beracun, kelangkaan spesies

akibat kerusakan lingkungan, dan lain-lain.

Isu lingkungan yang penting untuk dibahas yaitu terkait perubahan

iklim dimana hal tersebut menyebabkan perubahan cuaca yang tak menentu,

mencairnya gunung es di kutub utara yang menyebabkan negara-negara

kepulauan kecil terancam tenggelam, dan lain-lain. PBB secara khusus

membentuk badan untuk menangani masalah lingkungan yaitu UNFCCC

(united nations framework convention on climate change) yang dihasilkan

1 Tim PCB free indonesia dalam http://www.pcbfreeindonesia.com/konvensi-stockholm/, akses

pada 29 juni 2016, 20 : 18

2

dari konferensi tingkat tinggi (earth summit) di rio de jenairo, Brasil pada

tahun 1992.2

Sesuai dengan prinsip UNFCCC untuk common but differentiated

responsibilities, dimana setiap negara bersama-sama menekan laju

peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) di negaranya namun memiliki

tanggung jawab yang berbeda-beda. Protokol Kyoto dibuat sebagai dasar

langkah nyata pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 1997

di Kyoto.3 Di dalam UNFCCC, Negara-negara pihak terbagi ke dalam dua

kelompok besar: pertama Annex-1 parties, yaitu Negara maju yang secara

historis menjadi penyebab terjadinya pemanasan global karena industry

pada abad 18, ditambah dengan Negara-negara yang sedang mengalami

transisi ekonomi (Economies in Transition atau EIT), termasuk negara yang

sebelumnya masuk ke dalam federasi Rusia, Negara-negara Baltic, dan

beberapa Negara di eropa timur dan tengah, kedua Non-Annex 1 Parties,

yang sebagian besar anggotanya merupakan Negara-negara berkembang,

miskin, dan rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim.4

Protokol Kyoto memiliki dua hal penting yaitu komitmen Negara-

negara maju atau juga disebut Annex-1Parties yang memiliki tujuan

menurunkan laju emisi rata-rata sebesar 5,2% dibandingkan tingkat emisi

2 Feni Astriatin S, 2011 Rasionalitas Kepentingan Negara Maju dan Negara Berkembang dalam

Ratifikasi Protokol Kyoto, Skripsi : Malang, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas

Muhammadiyah Malang, hal : 3 3 Kusnandar Prijadikusuma, Posisi Indonesia Dalam Perdagangan Karbon Internasional

(Mekanisme Pembangunan Bersih., 2012. Tesis:Universitas Indonesia 4 Doddy S. Sukadri, Masukan untuk REDD dan LULUCF, 2012. Jakarta:UN-REDD Programme

dalam

http://www.unredd.net/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=8850&Itemid=

53. Akses pada : 08 April 2015, 12:45

3

tahun 1990; dan memungkinkan mekanisme perdagangan karbon melalui

pembangunan bersih (Clean Development Mechanism (CDM)).5 Negara-

negara dengan misi target pengurangan emisi di bawah naungan Protokol

Kyoto dapat mengimplementasikan target tersebut dalam kegiatan

penurunan emisi yang berlokasi di Negara berkembang diperbolehkan oleh

CDM.6

Dalam kegiatan perdagangan karbon ada dua komoditi yang

diperdagangkan, yang pertama adalah apa yang disebut allowance dan

offset. Allowance terbentuk oleh system cap-and-trade. Offset sendiri

terbentuk oleh system baseline-and-credit (sering disebut project-based-

system).7 Perdagangan “emisi yang tidak dipergunakan” (allowance trading)

yaitu dimana Negara-negara yang ditarget penurunan emisi (annex 1

country) mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisinya pada periode

komitmen I (2008-2012) sebesar 5% di bawah tingkat emisi pada tahun

1990.

Emisi total Negara dibatasi (capped), dan kemudian muncul suatu

allowances (kelebihan emisi yang tidak dipakai).8 Kemudian perdagangan

kredit berbasis proyek (offset trading) dan Carbon Offset merupakan

alat/sarana untuk mengkompensasi emisi yang dikeluarkan oleh perusahaan

ataupun pribadi. Dengan membayar orang lain (di tempat lain) guna untuk

5Doddy S. Sukadri, Loc.cit., 6 Info PUSTANLING (pusat standarisasi dan lingkungan kementerian kehutanan dalam

www.pustanling.files.wordpress.com/2011/04/info-pustan-2010.pdf. akses pada : 08 April 2015,

12:42 7Doddy S. Sukadri, Loc.cit., 8Doddy S. Sukadri, Loc.cit.,

4

melakukan suatu usaha penyerapan karbon atau menghindari emisi karbon,

pembeli offset karbon bermaksud mengganti (atau dalam prinsipnya

meng”offset”) emisi karbon yang telah mereka lakukan.

Jepang sebagai negara tuan rumah dalam penyusunan protokol Kyoto

merasa mempunyai tanggung jawab lebih untuk menurunkan emisi dan

Indonesia sebagai salah satu negara yang disebut sebagai paru-paru dunia

dan juga mempunyai komitmen dalam upaya penurunan emisi, menjadi hal

yang menarik ketika keduanya mengadakan sebuah kerjasama yang tentu

bersifat simbiosis mutualisme. Pada Agustus 2013, pemerintah Indonesia

dan Jepang sepakat melakukan kerjasama Joint Crediting Mechanism

(JCM) yang merupakan skema perdagangan karbon yang dikemas dalam

kerjasama bilateral, hal ini ditandai dengan ratifikasi oleh menteri

perekonomian Indonesia Hatta Rajasa dan menteri luar negeri Jepang Fumio

Kishida yang dilakukan di tempat dan waktu terpisah.9 Mekanisme JCM

merupakan kerjasama bilateral yang mengutamakan investasi berwawasan

lingkungan guna mendukung pembangunan rendah karbon.10

Jepang melakukan pengembangan mekanisme bilateral offset atau

disebut dengan Joint Credit Mechanism (JCM). JCM ini melakukan

mekanisme ini untuk mengevaluasi kontribusi pengurangan emisi CO 2

yang berasal dari energi di luar negeri, salah satunya Indonesia yang

menjadi partner Jepang untuk menjalankan proyek JCM terbanyak (MOEJ,

2014:1).

9http://thepresidentpostindonesia.com/2013/09/02/ri-Jepang-sepakati-kerjasama-perdagangan-

karbon/ posting pada 2 September 2013 oleh admin2. Akses pada 08 April 2015, 13:13 WIB. 10Doddy S. Sukadri, Loc.cit.

5

Penelitian ini akan menjadi suatu ketertarikan tersendiri karena adanya

kerjasama yang dilaksanakan Jepang yang memanfaatkan dana dan

teknologi yang dimiliki melalui Official Development Assistance (ODA).

Hal ini bertujuan memberikan sumbangsih dalam misi perdamaian dan

pembangunan masyarakat dunia, dan memberikan jaminan terhadap

keamanan dan kesejahteraan Jepang sendiri. ODA memiliki dua bentuk

kerjasama yaitu ODA Bilateral dan ODA Multilateral. ODA Bilateral

bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam membina hubungan bilateral

Jepang dengan negara berkembang melalui bantuan yang dirancang

berdasarkan kesepakatan bersama antar kedua belah pihak. Sedangkan,

ODA Multilateral disumbangkan melalui organisasi internasional sebagai

bentuk netralitas Jepang dalam lingkup internasional.11 Kemudian ODA

disalurkan oleh lembaga kerjasama yang disebut Japan International

Cooperation Agency (JICA), sebagai badan pelaksana ODA Jepang.

Kerjasama antara Kemenhut dengan JICA dibidang kehutanan melalui

proyek REDD-plus sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca

akibat dari tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia

adalah tanggungjawab Jepang akibat polusi yang ditimbulkan dari sektor

industri di Jepang dan tindakan praktik bisnis Jepang di negara berkembang

yang menyebabkan tingginya pasokan impor kayu lapis dari Indonesia

untuk pemanfaatan industrialisasi di negaranya.

11 Japan’s Official Development Assistance White Paper 2010, hal. 20.

6

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pemerintah Indonesia sepakat untuk meratifikasi

kerjasama bilateral bersama Jepang dalam aktivitas perdagangan karbon?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan perspektif

diplomasi lingkungan dalam melihat kerjasama perdagangan karbon antara

dengan Jepang, dan mendeskripsikan visi dan misi Jepang maupun

Indonesia dalam upaya penurunan emisi.

1.4. Penelitian Terdahulu

Daniel Aga Ardianto (2009) “ Peran Protokol Kyoto Dalam

Mengurangi Tingkat Emisi Dunia Melalui Clean Development

Mechanism”.12 Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana Protokol

Kyoto dapat mengurangi tingkat emisi di dunia terutama di Indonesia

melalui CDM, apakah fakta-fakta yang didapat di lapangan sudah sesuai

dengan apa yang diharapkan. Pandangan peneliti bahwa banyak negara

yang tidak melakukan implementasi Protokol sebagaimana mestinya.

Banyak negara tidak menganggap CDM (salah satu mekanisme untuk

mengurangi emisi pada Protokol Kyoto) sebagai suplemen untuk tindakan

domestik. Mereka memprioritaskan CDM untuk pengurangan emisi karena

CDM lebih murah daripada mekanisme lain yang diatur dalam Protokol

12 Daniel Aga Ardianto, 2009, Peran Protokol Kyoto Dalam Mengurangi Tingkat Emisi Dunia

Melalui Clean Development Mechanism, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya

Yogyakarta

7

Kyoto 1997. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa banyak negara tidak

melihat CDM sebagai mekanisme suplemen. Mereka menerapkan CDM

sebagai sala satunnya mekanisme untuk mencapai target Protokol ini.

Muhammad Syaifuddin (2016) “Penolakan Greenpeace Terhadap

Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di

Indonesia (2007-2015)”.13 Penelitian ini menjelaskan tentang ancaman-

ancaman yang ditimbulkan dengan adanya PLTN dan usaha-usaha yang

dilakukan NGOs (Non Government Organisations) untuk menyadarkan

masyarakat dan pemerintah dari ancaman-ancamannya melalui fase

konsolidasi dan fase penolakan. Pada fase konsolidasi Green Peace bersama

NGOs lokal maupun internasional melakukan beberapa diskusi terkait

penolakan PLTN dan kemudian melakukan gerakan pada fase penolakan.

Nurita Efri Diana, (2018) “ Ketidakefektifan Implementasi Protokol

Kyoto di Indonesia (tinjauan dari sektor kehutanan)”.14 Penelitian ini

menjelaskan bahwa Indonesia ikut meratifikasi Protokol Kyoto pada tanggal

28 Juni 2004. Indonesia juga merupakan negara yang memiliki hutan dan

lautan yang luas yang sangat berpotensni sebagai carbodioxide sink yang

berfungsi untuk menjerat karbon dari atmosfer bumi. Indonesia

melaksanakan berbagai implementasi antara lain dengan adanya upaya

mitigasi dan adaptasi. Hasil penelitian ini adalah ruginya Indonesia dari sisi

13Muhammad Syaifuddin, 2016, Penolakan Greenpeace Terhadap Rencana Pembangunan

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia (2007-2015), Skripsi, Malang : Jurusan

Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang. 14Nurita Efri Diana tentang, “ Ketidakefektifan Implementasi Protokol Kyoto di Indonesia

(tinjauan dari sektor kehutanan) http://repository.upnyk.ac.id/SKRIPSI akses pada tanggal 30 Juni

2018

8

kepentingan nasional dan belum adanya peraturan perundang-undangan

mengenai implementasi Protokol Kyoto di Indonesia. Dalam rangka

menjaga keseimbangan hutan dirugikan dengan adanya REDD yang tidak

memberikan manfaat optimal dimana keuntungan ini tidak seratus persen

dinikmati oleh pelaksana lokal, utamanya adalah masyarakat adat dimana

pada penyelenggara REDD ini akan menemui permasalahan sosial yang

saling terkait dengan keberadaan masyarakat adat yang sebagian besar

tergantung hidupnya dengan kawasan dan fungsi hutan maupun yang berada

langsung di dalam hutan. Peraturan untuk mengatur kehutanan, pada

kenyataannya hanya peraturan yang dibuat oleh permenhut yang bersifat

umum dan tidak diindikasikan untuk implementasi Protokol Kyoto. Jadi

belum ada Peraturan mengenai implementasi Protokol Kyoto di sektor

kehutanan.

Moch.Iqbal Tanjung (2013) “Kerjasama Pemerintah Indonesia Jepang

dalam Implementasi Mekanisme Protokol Kyoto”.15 Penelitian ini

menjelaskan tentang peran pemerintah Indonesia dalam isu pemanasan

global terutama dalam pelaksanaan mekanisme protokol kyoto dan

bagaimana efisiensi kerjasama Indonesia dengan Jepang dalam

menjalankan proyek mekanisme Protokol Kyoto. Penurunan emisi GRK

sesuai Protokol Kyoto yang berkaitan erat dengan proses pelaksanaan,

adaptasi dan pembangunan berkelanjutan bagi Pemerintah Indonesia.

Indonesia memiliki porsi tawar yang tinggi dalam isu lingkungan, sehingga

15 Moch.Iqbal Tanjung, 2013, “ Kerjasama Pemerintah Indonesia Jepang dalam Implementasi

Mekanisme Protokol Kyoto” pada http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream diakses

pada tanggal 30 juni 2018

9

dengan diratifikasinya Protokol Kyoto Indonesia dapat memerankan

perannya sebagai negara berkembang yang diperhitungkan di dunia

Internasional. Efisiensi dari kerjasama Indonesia dan Jepang dalam

pelaksanaan proyek-proyek terlihat bahwa Jepang sangat tertarik dengan

proyek pengurangan emisi GRK DAN Indonesia menjadi tujuan utama dari

pihak Jepang.

Ummul Hasnah (2016) Environmental Diplomacy Indonesia Terhadap

Norwegia dalam Menangani Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia

melalui REDD+”16. Penelitian ini memanfaatkan moment pasca COP 13

yang diselenggarakan di Bali di mana Indonesia sebagai tuan rumah

konverensi dunia upaya pengurangan emisi. Dengan menggunakan konsep

Environmental Diplomacy dan Politik Lingkungan Internasional, kebijakan

dan bentuk aksi nyata untuk bias memaksimalkan target pengurangan emisi

40% dengan kurun waktu 10 tahun terhitung sejak rezim SBY sampai

dengan tahun 2014, dan Indonesia dapat menjadi sebuah magnety untuk

negara lain berkomitmen dalam penurunan emisi bumi melalui skema

REDD+ maupun keberlanjutan politik, sosial, dan Green Economy.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

peneliti

Judul Metode

Penelitian

Hasil Penelitian

16 Ummul Hasnah, S.IP, 2016 , Environmental Diplomacy Indonesia Terhadap Norwegia dalam

Menangani Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia melalui REDD+, Skripsi, Jurusan

Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.

10

1 Daniel

Aga

Ardianto

(2009)

Peran Protokol

Kyoto Dalam

Mengurangi

Tingkat Emisi

Dunia Melalui

Clean

Development

Mechanism

Penelitian ini

menggunakan

analisis data

bersifat

eksplanasi

Teori : Sistem

Politik

Hasil penelitian ini

membuktikan bahwa

banyak negara yang tidak

melihat CDM sebagai

mekanisme suplement.

Mereka

megimplementasikan

CDM sebagai salah satu

mekanisme untuk

mencapai target protokol

ini. Autor menyarankan

akan lebih baik jika ada

batas CER yang bisa

diserap oleh negara.

2 Muhammad

Syaifuddin

(2016)

Penolakan

Greenpeace

Terhadap

Rencana

Pembangunan

Pembangkit

Listrik Tenaga

Nuklir (PLTN)

Penelitian ini

menggunakan

analisis data

dengan metode

kualitatif

bersifat

deskriptif

Pada penelitian ini

disampaikan kesimpulan

bahwa penolakan yang

dilakukan oleh

Greenpeace dimana telah

melalui dua fase yaitu fase

konsolidasi dan fase

penolakan. Pada fase

11

di Indonesia

(2007-2015)

Teori/ Konsep:

Environmental

Security,

Transnational

Advocacy

Network

konsolidasi, Greenpeace

membentuk jaringan

internasional dan local

untuk menolak PLTN.

Misalnya, gerakan anti

nuklir Jepang, No Nukes

Asia Action (NNAA),

Network for Indonesian

Democracy Japan

(NINDJA), maupun

dengan gerakananti nuklir

Indonesia seperti WALHI

(Wahana Lingkungan

Hidup Indonesia),

MANUSIA (Masyarakat

Anti Nuklir Indonesia),

dll. Selanjutnya, untuk

fase penolakan, adanya

kampanye langsung

(seperti aksi damai dan

teatrikal galeri seni di

lokasi rencana

pembangunan PLTN) dan

12

secara tidak langsung

(sepertimenyuarakan isu

PLTN melalui gambar,

video, iklan, jurnal ilmiah,

dan hasil observasi yang

disebar melalui media.

Adapun alas an

Greenpeace melakukan

hal tersebut karena mereka

menilai bahwa pengadaan

PLTN mengancam

keamanan manusia dan

lingkungan seperti

kecelakaan reactor nuklir,

radiasi yang ditimbulkan

nuklir, tidak adanya solusi

dalam menangani limbah

radio aktif, dll.

3 Nurita Efri

Diana

(2011)

Ketidakefektif

an

Implementasi

Protokol

Penelitian ini

menggunakan

analisis data

bersifat

Hasil penelitian ini

mengunjukkan bahwa

ketidakefektifan

implementasi Protokol

13

Kyoto di

Indonesia

(tinjauan dari

sektor

kehutanan)

eksplanasi

Teori/Konsep :

Perjanjian

Internasional

Kyoto di Indonesia yaitu

dirugikannya Indonesia

dari sisi kepentingan

nasional dan belum adanya

peraturan perundang-

undangan mengenai

implementasi Protokol

Kyoto di Indonesia.

4 Moch.Iqba

l Tanjung

(2013)

Kerjasama

Pemerintah

Indonesia

Jepang dalam

Implementasi

Mekanisme

Protokol

Kyoto

Penelitian ini

menggunakan

analisis data

metode

kualitatif yang

bersifat

deskriptif

Teori/Konsep :

Green Politycal

Theory,

National

Interest.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa

Indonesia bekerjasama

dengan Pemerintah

Jepang, memiliki

perbedaan nama dari CDM

menjadi BOCM pada

dasarnya dua hal tersebut

merupakan satu proyek.

Efisiensi dari kerjasama

tersebut terlihat bahwa

Jepang sangat tertarik

dengan proyek

pengurangan emisi GRK

14

dan Indonesia menjadi

tujuan utama dari pihak

Jepang. Hal tersebut jelas

akan menguntungkan

kedua belah pihak selain

dari gairah Investasi dari

pihak swasta, Pemerintah

Jepang juga akan dapat

memenuhi target emisi

sebesar 6 persen dari emisi

tahun 1990. Sehingga

terdapat keuntungan

bersama dalam

pelaksanaan proyek

tersebut.

5 Ummul

Hasanah

(2016)

Green

Diplomacy

Indonesia

Terhadap

Norwegia

dalam

Menghadapi

Penelitian ini

menggunakan

metode

kualitatif yang

bersifat

deskriptif

Diplomasi Lingkungan

(Environmental

Diplomacy) Indonesia

terhadap norwegia sebagai

suatu peluang untuk

menguatkan tatanan

diplomasi Lingkungan

15

Deforestasi

dan Degradasi

Hutan Melalui

REDD+

Teori/Konsep :

Environmental

Diplomacy dan

Politik

Lingkungan

Internasional

Indonesia di mata dunia

melalui REDD+

(mereduksi emisi yang

disebabkan oleh degradasi

dan deforestasi hutan)

serta mengurangi

penyebab emisi di dunia

yang diharapkan

membantu stake-holders,

masyarakat adat, dan

pemerintah untuk

bersinergi melindungi

hutan besar di Indonesia.

6 Veris

Nindyarini

(2019)

Rasionalitas

Indonesia

Meratifikasi

Kerjasama

dalam

Perdagangan

Karbon (Studi

Kasus :

Kerjasama

Penelitian ini

menggunakan

metode

kualitatif yang

bersifat

eksplanatif

Teori/konsep :

Konsep

Indonesia merupakan salah

satu negara berpredikat

sebagai paru-paru dunia

berkomitmen untuk

menurunkan emisi dunia,

Jepang sebagai tuan rumah

pada protocol Kyoto

memiliki komitmen untuk

menurunkan emisi, kedua

16

Indonesia dan

Jepang)

Diplomasi

Lingkungan dan

Teori Aktor

Rasional

negara sepakat melakukan

kerjasama tersebut sebagai

langkah menurunkan emisi

untuk mendukung satu

sama lain dalam berbagai

sektor misalnya sektor

ekonomi dan tekhnologi.

1.5. Landasan Konsep dan Teori

Konsep Diplomasi Lingkungan

Menurut Andreas Pramudianto diplomasi dan lingkungan

merupakan istilah yang dapat dikaitkan dan berkembang menjadi

Diplomasi Lingkungan (Environmental Diplomacy), pengertiannya

adalah ilmu dan seni yang mempelajari dan menangani isu-isu

lingkungan hidup untuk mencapai kesesuaian dengan kepentingan

nasional (atau kepentingan dan kebijakan entitas bukan Negara)

terutama kebijakan politik luar negeri dan politik dalam negeri di

bidang lingkungan hidup suatu Negara.17 Indonesia sebagai negara

yang mempunyai perhatian terhadap isu lingkungan khususnya isu

pemanasan global, merasa perlu untuk mengadakan diplomasi melalui

17Andreas Pramudianto, Diplomasi Lingkungan : Teori dan Fakta. 2008. Jakarta. UI Press. hal : 27

17

kerjasama yang bersifat simbiosis mutualisme guna mengurangi

dampak pemanasan global.

Setelah perhatian dunia pertama kali tercurahkan melalui KTT

(konferensi tingkat tinggi), lanjut dengan beberapa kali rapat tahunan

COP (conference of the party) dan sampai pada COP III yang

dilaksanakan oleh UNFCCC di Kyoto yaitu disebut Protokol Kyoto

dimana terdapat kesepakatan bagi negara maju untuk mengurangi

emisi gas rumah kaca sebesar 5% dibawah level 1990 pada periode

2008 sampai 2012. Namun mayoritas negara menganggap tanggung

jawab tersebut tidak akan mudah dicapai, maka tanggung jawab

tersebut dapat diambil dengan beberapa jalan salah satu nya dengan

mekanisme CDM. Mekanisme tersebut kemudian menjadi dasar bagi

Indonesia dan Jepang untuk melakukan kerjasama bilateral dalam hal

pengurangan emisi gas rumah kaca.

1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Ruang Lingkup dan Jenis Penelitian

1.6.1.1. Ruang lingkup penelitian

Dalam penelitian ini diperlukan adanya ruang lingkup

penelitian, tujuannya adalah agar pembahasan tidak keluar

dari kerangka permasalahan yang ditentukan dan sesuai

dengan apa yang diteliti oleh penulis. Adapun materi yang

penulis gunakan adalah perdagangan karbon yang dilakukan

18

oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang melalui

kerjasama bilateral.

1.6.1.2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian dari penelitian dengan judul

Bagaimana Indonesia Meratifikasi Kerjasama Perdagangan

Karbon adalah bersifat deskriptif dimana penelitian ini

berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana” dengan

mencoba menjelaskan alasan bagaimana sebuah kasus dapat

terjadi dengan menggali informasi secara mendalam dan

empiris dari sesuatu dan keadaan yang belum diketahui.

1.6.2. Metode Analisa

Dalam penelitian ini, metode analisa yang digunakan adalah

metode deduktif dimana metode tersebut menggunakan cara berfikir

umum ke khusus yaitu cara berfikir yang berlandaskan teori umum

atau kaidah umum yang apabila dikaitkan dengan sebuah kasus,

metode dengan cara berfikir seperti ini akan menghasilkan pendekatan

yang banyak menggunakan nalar untuk menarik satu atau lebih

kesimpulan.

1.6.3. Tingkat Analisa

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat

korelasionis karena unit analisa dan unit eksplanasinya diperankan

oleh negara, hal tersebut dapat dilihat dari judul penelitian ini dimana

19

kedua negara sepakat untuk melakukan kerjasama. Indonesia sebagai

unit analisa atau variable dependen yang perilakunya hendak kita

deskripsikan, jelaskan , dan ramalkan. Sedangkan Jepang sebagai unit

eksplanasi atau variable independen dimana dampaknya terhadap unit

analisa hendak kita amati. Artinya dalam penelitian ini kedua variable

sama-sama mempunyai pengaruh dan saling mempengaruhi satu sama

lain.

1.6.4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan penulis

berdasarkan kebutuhan dalam penganalisisan dan pengkajian obyek

yang diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini sudah dilakukan

sejak penulis menentukan masalah yang akan dibahas. Pengumpulan

data yang dilakukan adalah :

1. Pengumpulan data berupa buku, jurnal, surat kabar, internet,

skripsi, tesis, disertasi, serta sejumlah data yang terkait dengan

masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

2. Penelitian pustaka dengan melakukan pengkajian data-data atau

sumber yang telah penulis dapatkan dari beberapa literature

untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan

yang dibahas..

20

1.7. Argumentasi Dasar

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang penulis gunakan

dalam penelitian ini, Penulis menarik argumentasi sebagai berikut :

1. Kegiatan perdagangan karbon yang dikemas dalam kerjasama bilateral

antara Indonesia dan Jepang dapat memberikan keuntungan kepada

kedua belah pihak

2. Peran pemerintah Indonesia dalam isu pemanasan global terutama

dalam pelaksanaan mekanisme Protokol Kyoto serta bagaimana

kerjasama Indonesia dan Jepang dalam menjalankan proyek

mekanisme Protokol Kyoto melalui mekanisme JCM

1.8. Struktur Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Penelitian Terdahulu

1.5. Landasan Konsep

1.6. Metodologi Penelitian

1.7. Argumentasi Dasar

1.8. Struktur Penulisan

BAB II PERKEMBANGAN PERDAGANGAN KARBON

2.1. Perubahan Iklim

21

2.2. Protokol Kyoto

2.3. Perdagangan Karbon

BAB III KERJASAMA PERDAGANGAN KARBON INDONESIA

DAN JEPANG

3.1. Kerjasama Perdagangan Karbon antara Indonesia dan Jepang

3.2. Pemerintah Indonesia Meratifikasi Kerjasama Bilateral

bersama Jepang dalam Aktivitas Perdagangan Karbon Dalam

Perspektif Diplomasi Lingkungan

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

4.2. Saran