bab i pendahuluan 1.1. latar belakangeprints.umm.ac.id/51311/3/bab i.pdf · 2019-08-23 · ini...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Isu lingkungan telah berkembang menjadi isu internasional, sebab
permasalahan lingkungan dianggap dapat mempengaruhi aspek-aspek
kehidupan lainnya. Berbagai masalah lingkungan yang menjadi pehatian
dunia sejak tahun 1972 pada konvensi lingkungan pertama yaitu konvensi
stockholm. Walaupun pembahasan dalam perjanjian internasional pertama
ini difokuskan pada pemeliharaan lingkungan dan kesehatan manusia dari
bahayanya bahan kimia beracun.1 Berawal dari perjanjian tersebut, berbagai
masalah lingkungan mulai menjadi perhatian khusus bagi PBB dan negara-
negara di dunia seperti hujan asam, limbah beracun, kelangkaan spesies
akibat kerusakan lingkungan, dan lain-lain.
Isu lingkungan yang penting untuk dibahas yaitu terkait perubahan
iklim dimana hal tersebut menyebabkan perubahan cuaca yang tak menentu,
mencairnya gunung es di kutub utara yang menyebabkan negara-negara
kepulauan kecil terancam tenggelam, dan lain-lain. PBB secara khusus
membentuk badan untuk menangani masalah lingkungan yaitu UNFCCC
(united nations framework convention on climate change) yang dihasilkan
1 Tim PCB free indonesia dalam http://www.pcbfreeindonesia.com/konvensi-stockholm/, akses
pada 29 juni 2016, 20 : 18
2
dari konferensi tingkat tinggi (earth summit) di rio de jenairo, Brasil pada
tahun 1992.2
Sesuai dengan prinsip UNFCCC untuk common but differentiated
responsibilities, dimana setiap negara bersama-sama menekan laju
peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) di negaranya namun memiliki
tanggung jawab yang berbeda-beda. Protokol Kyoto dibuat sebagai dasar
langkah nyata pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 1997
di Kyoto.3 Di dalam UNFCCC, Negara-negara pihak terbagi ke dalam dua
kelompok besar: pertama Annex-1 parties, yaitu Negara maju yang secara
historis menjadi penyebab terjadinya pemanasan global karena industry
pada abad 18, ditambah dengan Negara-negara yang sedang mengalami
transisi ekonomi (Economies in Transition atau EIT), termasuk negara yang
sebelumnya masuk ke dalam federasi Rusia, Negara-negara Baltic, dan
beberapa Negara di eropa timur dan tengah, kedua Non-Annex 1 Parties,
yang sebagian besar anggotanya merupakan Negara-negara berkembang,
miskin, dan rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim.4
Protokol Kyoto memiliki dua hal penting yaitu komitmen Negara-
negara maju atau juga disebut Annex-1Parties yang memiliki tujuan
menurunkan laju emisi rata-rata sebesar 5,2% dibandingkan tingkat emisi
2 Feni Astriatin S, 2011 Rasionalitas Kepentingan Negara Maju dan Negara Berkembang dalam
Ratifikasi Protokol Kyoto, Skripsi : Malang, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang, hal : 3 3 Kusnandar Prijadikusuma, Posisi Indonesia Dalam Perdagangan Karbon Internasional
(Mekanisme Pembangunan Bersih., 2012. Tesis:Universitas Indonesia 4 Doddy S. Sukadri, Masukan untuk REDD dan LULUCF, 2012. Jakarta:UN-REDD Programme
dalam
http://www.unredd.net/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=8850&Itemid=
53. Akses pada : 08 April 2015, 12:45
3
tahun 1990; dan memungkinkan mekanisme perdagangan karbon melalui
pembangunan bersih (Clean Development Mechanism (CDM)).5 Negara-
negara dengan misi target pengurangan emisi di bawah naungan Protokol
Kyoto dapat mengimplementasikan target tersebut dalam kegiatan
penurunan emisi yang berlokasi di Negara berkembang diperbolehkan oleh
CDM.6
Dalam kegiatan perdagangan karbon ada dua komoditi yang
diperdagangkan, yang pertama adalah apa yang disebut allowance dan
offset. Allowance terbentuk oleh system cap-and-trade. Offset sendiri
terbentuk oleh system baseline-and-credit (sering disebut project-based-
system).7 Perdagangan “emisi yang tidak dipergunakan” (allowance trading)
yaitu dimana Negara-negara yang ditarget penurunan emisi (annex 1
country) mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisinya pada periode
komitmen I (2008-2012) sebesar 5% di bawah tingkat emisi pada tahun
1990.
Emisi total Negara dibatasi (capped), dan kemudian muncul suatu
allowances (kelebihan emisi yang tidak dipakai).8 Kemudian perdagangan
kredit berbasis proyek (offset trading) dan Carbon Offset merupakan
alat/sarana untuk mengkompensasi emisi yang dikeluarkan oleh perusahaan
ataupun pribadi. Dengan membayar orang lain (di tempat lain) guna untuk
5Doddy S. Sukadri, Loc.cit., 6 Info PUSTANLING (pusat standarisasi dan lingkungan kementerian kehutanan dalam
www.pustanling.files.wordpress.com/2011/04/info-pustan-2010.pdf. akses pada : 08 April 2015,
12:42 7Doddy S. Sukadri, Loc.cit., 8Doddy S. Sukadri, Loc.cit.,
4
melakukan suatu usaha penyerapan karbon atau menghindari emisi karbon,
pembeli offset karbon bermaksud mengganti (atau dalam prinsipnya
meng”offset”) emisi karbon yang telah mereka lakukan.
Jepang sebagai negara tuan rumah dalam penyusunan protokol Kyoto
merasa mempunyai tanggung jawab lebih untuk menurunkan emisi dan
Indonesia sebagai salah satu negara yang disebut sebagai paru-paru dunia
dan juga mempunyai komitmen dalam upaya penurunan emisi, menjadi hal
yang menarik ketika keduanya mengadakan sebuah kerjasama yang tentu
bersifat simbiosis mutualisme. Pada Agustus 2013, pemerintah Indonesia
dan Jepang sepakat melakukan kerjasama Joint Crediting Mechanism
(JCM) yang merupakan skema perdagangan karbon yang dikemas dalam
kerjasama bilateral, hal ini ditandai dengan ratifikasi oleh menteri
perekonomian Indonesia Hatta Rajasa dan menteri luar negeri Jepang Fumio
Kishida yang dilakukan di tempat dan waktu terpisah.9 Mekanisme JCM
merupakan kerjasama bilateral yang mengutamakan investasi berwawasan
lingkungan guna mendukung pembangunan rendah karbon.10
Jepang melakukan pengembangan mekanisme bilateral offset atau
disebut dengan Joint Credit Mechanism (JCM). JCM ini melakukan
mekanisme ini untuk mengevaluasi kontribusi pengurangan emisi CO 2
yang berasal dari energi di luar negeri, salah satunya Indonesia yang
menjadi partner Jepang untuk menjalankan proyek JCM terbanyak (MOEJ,
2014:1).
9http://thepresidentpostindonesia.com/2013/09/02/ri-Jepang-sepakati-kerjasama-perdagangan-
karbon/ posting pada 2 September 2013 oleh admin2. Akses pada 08 April 2015, 13:13 WIB. 10Doddy S. Sukadri, Loc.cit.
5
Penelitian ini akan menjadi suatu ketertarikan tersendiri karena adanya
kerjasama yang dilaksanakan Jepang yang memanfaatkan dana dan
teknologi yang dimiliki melalui Official Development Assistance (ODA).
Hal ini bertujuan memberikan sumbangsih dalam misi perdamaian dan
pembangunan masyarakat dunia, dan memberikan jaminan terhadap
keamanan dan kesejahteraan Jepang sendiri. ODA memiliki dua bentuk
kerjasama yaitu ODA Bilateral dan ODA Multilateral. ODA Bilateral
bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam membina hubungan bilateral
Jepang dengan negara berkembang melalui bantuan yang dirancang
berdasarkan kesepakatan bersama antar kedua belah pihak. Sedangkan,
ODA Multilateral disumbangkan melalui organisasi internasional sebagai
bentuk netralitas Jepang dalam lingkup internasional.11 Kemudian ODA
disalurkan oleh lembaga kerjasama yang disebut Japan International
Cooperation Agency (JICA), sebagai badan pelaksana ODA Jepang.
Kerjasama antara Kemenhut dengan JICA dibidang kehutanan melalui
proyek REDD-plus sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
akibat dari tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia
adalah tanggungjawab Jepang akibat polusi yang ditimbulkan dari sektor
industri di Jepang dan tindakan praktik bisnis Jepang di negara berkembang
yang menyebabkan tingginya pasokan impor kayu lapis dari Indonesia
untuk pemanfaatan industrialisasi di negaranya.
11 Japan’s Official Development Assistance White Paper 2010, hal. 20.
6
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pemerintah Indonesia sepakat untuk meratifikasi
kerjasama bilateral bersama Jepang dalam aktivitas perdagangan karbon?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan perspektif
diplomasi lingkungan dalam melihat kerjasama perdagangan karbon antara
dengan Jepang, dan mendeskripsikan visi dan misi Jepang maupun
Indonesia dalam upaya penurunan emisi.
1.4. Penelitian Terdahulu
Daniel Aga Ardianto (2009) “ Peran Protokol Kyoto Dalam
Mengurangi Tingkat Emisi Dunia Melalui Clean Development
Mechanism”.12 Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana Protokol
Kyoto dapat mengurangi tingkat emisi di dunia terutama di Indonesia
melalui CDM, apakah fakta-fakta yang didapat di lapangan sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan. Pandangan peneliti bahwa banyak negara
yang tidak melakukan implementasi Protokol sebagaimana mestinya.
Banyak negara tidak menganggap CDM (salah satu mekanisme untuk
mengurangi emisi pada Protokol Kyoto) sebagai suplemen untuk tindakan
domestik. Mereka memprioritaskan CDM untuk pengurangan emisi karena
CDM lebih murah daripada mekanisme lain yang diatur dalam Protokol
12 Daniel Aga Ardianto, 2009, Peran Protokol Kyoto Dalam Mengurangi Tingkat Emisi Dunia
Melalui Clean Development Mechanism, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya
Yogyakarta
7
Kyoto 1997. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa banyak negara tidak
melihat CDM sebagai mekanisme suplemen. Mereka menerapkan CDM
sebagai sala satunnya mekanisme untuk mencapai target Protokol ini.
Muhammad Syaifuddin (2016) “Penolakan Greenpeace Terhadap
Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di
Indonesia (2007-2015)”.13 Penelitian ini menjelaskan tentang ancaman-
ancaman yang ditimbulkan dengan adanya PLTN dan usaha-usaha yang
dilakukan NGOs (Non Government Organisations) untuk menyadarkan
masyarakat dan pemerintah dari ancaman-ancamannya melalui fase
konsolidasi dan fase penolakan. Pada fase konsolidasi Green Peace bersama
NGOs lokal maupun internasional melakukan beberapa diskusi terkait
penolakan PLTN dan kemudian melakukan gerakan pada fase penolakan.
Nurita Efri Diana, (2018) “ Ketidakefektifan Implementasi Protokol
Kyoto di Indonesia (tinjauan dari sektor kehutanan)”.14 Penelitian ini
menjelaskan bahwa Indonesia ikut meratifikasi Protokol Kyoto pada tanggal
28 Juni 2004. Indonesia juga merupakan negara yang memiliki hutan dan
lautan yang luas yang sangat berpotensni sebagai carbodioxide sink yang
berfungsi untuk menjerat karbon dari atmosfer bumi. Indonesia
melaksanakan berbagai implementasi antara lain dengan adanya upaya
mitigasi dan adaptasi. Hasil penelitian ini adalah ruginya Indonesia dari sisi
13Muhammad Syaifuddin, 2016, Penolakan Greenpeace Terhadap Rencana Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia (2007-2015), Skripsi, Malang : Jurusan
Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang. 14Nurita Efri Diana tentang, “ Ketidakefektifan Implementasi Protokol Kyoto di Indonesia
(tinjauan dari sektor kehutanan) http://repository.upnyk.ac.id/SKRIPSI akses pada tanggal 30 Juni
2018
8
kepentingan nasional dan belum adanya peraturan perundang-undangan
mengenai implementasi Protokol Kyoto di Indonesia. Dalam rangka
menjaga keseimbangan hutan dirugikan dengan adanya REDD yang tidak
memberikan manfaat optimal dimana keuntungan ini tidak seratus persen
dinikmati oleh pelaksana lokal, utamanya adalah masyarakat adat dimana
pada penyelenggara REDD ini akan menemui permasalahan sosial yang
saling terkait dengan keberadaan masyarakat adat yang sebagian besar
tergantung hidupnya dengan kawasan dan fungsi hutan maupun yang berada
langsung di dalam hutan. Peraturan untuk mengatur kehutanan, pada
kenyataannya hanya peraturan yang dibuat oleh permenhut yang bersifat
umum dan tidak diindikasikan untuk implementasi Protokol Kyoto. Jadi
belum ada Peraturan mengenai implementasi Protokol Kyoto di sektor
kehutanan.
Moch.Iqbal Tanjung (2013) “Kerjasama Pemerintah Indonesia Jepang
dalam Implementasi Mekanisme Protokol Kyoto”.15 Penelitian ini
menjelaskan tentang peran pemerintah Indonesia dalam isu pemanasan
global terutama dalam pelaksanaan mekanisme protokol kyoto dan
bagaimana efisiensi kerjasama Indonesia dengan Jepang dalam
menjalankan proyek mekanisme Protokol Kyoto. Penurunan emisi GRK
sesuai Protokol Kyoto yang berkaitan erat dengan proses pelaksanaan,
adaptasi dan pembangunan berkelanjutan bagi Pemerintah Indonesia.
Indonesia memiliki porsi tawar yang tinggi dalam isu lingkungan, sehingga
15 Moch.Iqbal Tanjung, 2013, “ Kerjasama Pemerintah Indonesia Jepang dalam Implementasi
Mekanisme Protokol Kyoto” pada http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream diakses
pada tanggal 30 juni 2018
9
dengan diratifikasinya Protokol Kyoto Indonesia dapat memerankan
perannya sebagai negara berkembang yang diperhitungkan di dunia
Internasional. Efisiensi dari kerjasama Indonesia dan Jepang dalam
pelaksanaan proyek-proyek terlihat bahwa Jepang sangat tertarik dengan
proyek pengurangan emisi GRK DAN Indonesia menjadi tujuan utama dari
pihak Jepang.
Ummul Hasnah (2016) Environmental Diplomacy Indonesia Terhadap
Norwegia dalam Menangani Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia
melalui REDD+”16. Penelitian ini memanfaatkan moment pasca COP 13
yang diselenggarakan di Bali di mana Indonesia sebagai tuan rumah
konverensi dunia upaya pengurangan emisi. Dengan menggunakan konsep
Environmental Diplomacy dan Politik Lingkungan Internasional, kebijakan
dan bentuk aksi nyata untuk bias memaksimalkan target pengurangan emisi
40% dengan kurun waktu 10 tahun terhitung sejak rezim SBY sampai
dengan tahun 2014, dan Indonesia dapat menjadi sebuah magnety untuk
negara lain berkomitmen dalam penurunan emisi bumi melalui skema
REDD+ maupun keberlanjutan politik, sosial, dan Green Economy.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
No Nama
peneliti
Judul Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
16 Ummul Hasnah, S.IP, 2016 , Environmental Diplomacy Indonesia Terhadap Norwegia dalam
Menangani Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia melalui REDD+, Skripsi, Jurusan
Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.
10
1 Daniel
Aga
Ardianto
(2009)
Peran Protokol
Kyoto Dalam
Mengurangi
Tingkat Emisi
Dunia Melalui
Clean
Development
Mechanism
Penelitian ini
menggunakan
analisis data
bersifat
eksplanasi
Teori : Sistem
Politik
Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa
banyak negara yang tidak
melihat CDM sebagai
mekanisme suplement.
Mereka
megimplementasikan
CDM sebagai salah satu
mekanisme untuk
mencapai target protokol
ini. Autor menyarankan
akan lebih baik jika ada
batas CER yang bisa
diserap oleh negara.
2 Muhammad
Syaifuddin
(2016)
Penolakan
Greenpeace
Terhadap
Rencana
Pembangunan
Pembangkit
Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN)
Penelitian ini
menggunakan
analisis data
dengan metode
kualitatif
bersifat
deskriptif
Pada penelitian ini
disampaikan kesimpulan
bahwa penolakan yang
dilakukan oleh
Greenpeace dimana telah
melalui dua fase yaitu fase
konsolidasi dan fase
penolakan. Pada fase
11
di Indonesia
(2007-2015)
Teori/ Konsep:
Environmental
Security,
Transnational
Advocacy
Network
konsolidasi, Greenpeace
membentuk jaringan
internasional dan local
untuk menolak PLTN.
Misalnya, gerakan anti
nuklir Jepang, No Nukes
Asia Action (NNAA),
Network for Indonesian
Democracy Japan
(NINDJA), maupun
dengan gerakananti nuklir
Indonesia seperti WALHI
(Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia),
MANUSIA (Masyarakat
Anti Nuklir Indonesia),
dll. Selanjutnya, untuk
fase penolakan, adanya
kampanye langsung
(seperti aksi damai dan
teatrikal galeri seni di
lokasi rencana
pembangunan PLTN) dan
12
secara tidak langsung
(sepertimenyuarakan isu
PLTN melalui gambar,
video, iklan, jurnal ilmiah,
dan hasil observasi yang
disebar melalui media.
Adapun alas an
Greenpeace melakukan
hal tersebut karena mereka
menilai bahwa pengadaan
PLTN mengancam
keamanan manusia dan
lingkungan seperti
kecelakaan reactor nuklir,
radiasi yang ditimbulkan
nuklir, tidak adanya solusi
dalam menangani limbah
radio aktif, dll.
3 Nurita Efri
Diana
(2011)
Ketidakefektif
an
Implementasi
Protokol
Penelitian ini
menggunakan
analisis data
bersifat
Hasil penelitian ini
mengunjukkan bahwa
ketidakefektifan
implementasi Protokol
13
Kyoto di
Indonesia
(tinjauan dari
sektor
kehutanan)
eksplanasi
Teori/Konsep :
Perjanjian
Internasional
Kyoto di Indonesia yaitu
dirugikannya Indonesia
dari sisi kepentingan
nasional dan belum adanya
peraturan perundang-
undangan mengenai
implementasi Protokol
Kyoto di Indonesia.
4 Moch.Iqba
l Tanjung
(2013)
Kerjasama
Pemerintah
Indonesia
Jepang dalam
Implementasi
Mekanisme
Protokol
Kyoto
Penelitian ini
menggunakan
analisis data
metode
kualitatif yang
bersifat
deskriptif
Teori/Konsep :
Green Politycal
Theory,
National
Interest.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
Indonesia bekerjasama
dengan Pemerintah
Jepang, memiliki
perbedaan nama dari CDM
menjadi BOCM pada
dasarnya dua hal tersebut
merupakan satu proyek.
Efisiensi dari kerjasama
tersebut terlihat bahwa
Jepang sangat tertarik
dengan proyek
pengurangan emisi GRK
14
dan Indonesia menjadi
tujuan utama dari pihak
Jepang. Hal tersebut jelas
akan menguntungkan
kedua belah pihak selain
dari gairah Investasi dari
pihak swasta, Pemerintah
Jepang juga akan dapat
memenuhi target emisi
sebesar 6 persen dari emisi
tahun 1990. Sehingga
terdapat keuntungan
bersama dalam
pelaksanaan proyek
tersebut.
5 Ummul
Hasanah
(2016)
Green
Diplomacy
Indonesia
Terhadap
Norwegia
dalam
Menghadapi
Penelitian ini
menggunakan
metode
kualitatif yang
bersifat
deskriptif
Diplomasi Lingkungan
(Environmental
Diplomacy) Indonesia
terhadap norwegia sebagai
suatu peluang untuk
menguatkan tatanan
diplomasi Lingkungan
15
Deforestasi
dan Degradasi
Hutan Melalui
REDD+
Teori/Konsep :
Environmental
Diplomacy dan
Politik
Lingkungan
Internasional
Indonesia di mata dunia
melalui REDD+
(mereduksi emisi yang
disebabkan oleh degradasi
dan deforestasi hutan)
serta mengurangi
penyebab emisi di dunia
yang diharapkan
membantu stake-holders,
masyarakat adat, dan
pemerintah untuk
bersinergi melindungi
hutan besar di Indonesia.
6 Veris
Nindyarini
(2019)
Rasionalitas
Indonesia
Meratifikasi
Kerjasama
dalam
Perdagangan
Karbon (Studi
Kasus :
Kerjasama
Penelitian ini
menggunakan
metode
kualitatif yang
bersifat
eksplanatif
Teori/konsep :
Konsep
Indonesia merupakan salah
satu negara berpredikat
sebagai paru-paru dunia
berkomitmen untuk
menurunkan emisi dunia,
Jepang sebagai tuan rumah
pada protocol Kyoto
memiliki komitmen untuk
menurunkan emisi, kedua
16
Indonesia dan
Jepang)
Diplomasi
Lingkungan dan
Teori Aktor
Rasional
negara sepakat melakukan
kerjasama tersebut sebagai
langkah menurunkan emisi
untuk mendukung satu
sama lain dalam berbagai
sektor misalnya sektor
ekonomi dan tekhnologi.
1.5. Landasan Konsep dan Teori
Konsep Diplomasi Lingkungan
Menurut Andreas Pramudianto diplomasi dan lingkungan
merupakan istilah yang dapat dikaitkan dan berkembang menjadi
Diplomasi Lingkungan (Environmental Diplomacy), pengertiannya
adalah ilmu dan seni yang mempelajari dan menangani isu-isu
lingkungan hidup untuk mencapai kesesuaian dengan kepentingan
nasional (atau kepentingan dan kebijakan entitas bukan Negara)
terutama kebijakan politik luar negeri dan politik dalam negeri di
bidang lingkungan hidup suatu Negara.17 Indonesia sebagai negara
yang mempunyai perhatian terhadap isu lingkungan khususnya isu
pemanasan global, merasa perlu untuk mengadakan diplomasi melalui
17Andreas Pramudianto, Diplomasi Lingkungan : Teori dan Fakta. 2008. Jakarta. UI Press. hal : 27
17
kerjasama yang bersifat simbiosis mutualisme guna mengurangi
dampak pemanasan global.
Setelah perhatian dunia pertama kali tercurahkan melalui KTT
(konferensi tingkat tinggi), lanjut dengan beberapa kali rapat tahunan
COP (conference of the party) dan sampai pada COP III yang
dilaksanakan oleh UNFCCC di Kyoto yaitu disebut Protokol Kyoto
dimana terdapat kesepakatan bagi negara maju untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca sebesar 5% dibawah level 1990 pada periode
2008 sampai 2012. Namun mayoritas negara menganggap tanggung
jawab tersebut tidak akan mudah dicapai, maka tanggung jawab
tersebut dapat diambil dengan beberapa jalan salah satu nya dengan
mekanisme CDM. Mekanisme tersebut kemudian menjadi dasar bagi
Indonesia dan Jepang untuk melakukan kerjasama bilateral dalam hal
pengurangan emisi gas rumah kaca.
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Ruang Lingkup dan Jenis Penelitian
1.6.1.1. Ruang lingkup penelitian
Dalam penelitian ini diperlukan adanya ruang lingkup
penelitian, tujuannya adalah agar pembahasan tidak keluar
dari kerangka permasalahan yang ditentukan dan sesuai
dengan apa yang diteliti oleh penulis. Adapun materi yang
penulis gunakan adalah perdagangan karbon yang dilakukan
18
oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang melalui
kerjasama bilateral.
1.6.1.2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian dari penelitian dengan judul
Bagaimana Indonesia Meratifikasi Kerjasama Perdagangan
Karbon adalah bersifat deskriptif dimana penelitian ini
berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana” dengan
mencoba menjelaskan alasan bagaimana sebuah kasus dapat
terjadi dengan menggali informasi secara mendalam dan
empiris dari sesuatu dan keadaan yang belum diketahui.
1.6.2. Metode Analisa
Dalam penelitian ini, metode analisa yang digunakan adalah
metode deduktif dimana metode tersebut menggunakan cara berfikir
umum ke khusus yaitu cara berfikir yang berlandaskan teori umum
atau kaidah umum yang apabila dikaitkan dengan sebuah kasus,
metode dengan cara berfikir seperti ini akan menghasilkan pendekatan
yang banyak menggunakan nalar untuk menarik satu atau lebih
kesimpulan.
1.6.3. Tingkat Analisa
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat
korelasionis karena unit analisa dan unit eksplanasinya diperankan
oleh negara, hal tersebut dapat dilihat dari judul penelitian ini dimana
19
kedua negara sepakat untuk melakukan kerjasama. Indonesia sebagai
unit analisa atau variable dependen yang perilakunya hendak kita
deskripsikan, jelaskan , dan ramalkan. Sedangkan Jepang sebagai unit
eksplanasi atau variable independen dimana dampaknya terhadap unit
analisa hendak kita amati. Artinya dalam penelitian ini kedua variable
sama-sama mempunyai pengaruh dan saling mempengaruhi satu sama
lain.
1.6.4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan penulis
berdasarkan kebutuhan dalam penganalisisan dan pengkajian obyek
yang diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini sudah dilakukan
sejak penulis menentukan masalah yang akan dibahas. Pengumpulan
data yang dilakukan adalah :
1. Pengumpulan data berupa buku, jurnal, surat kabar, internet,
skripsi, tesis, disertasi, serta sejumlah data yang terkait dengan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
2. Penelitian pustaka dengan melakukan pengkajian data-data atau
sumber yang telah penulis dapatkan dari beberapa literature
untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan
yang dibahas..
20
1.7. Argumentasi Dasar
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang penulis gunakan
dalam penelitian ini, Penulis menarik argumentasi sebagai berikut :
1. Kegiatan perdagangan karbon yang dikemas dalam kerjasama bilateral
antara Indonesia dan Jepang dapat memberikan keuntungan kepada
kedua belah pihak
2. Peran pemerintah Indonesia dalam isu pemanasan global terutama
dalam pelaksanaan mekanisme Protokol Kyoto serta bagaimana
kerjasama Indonesia dan Jepang dalam menjalankan proyek
mekanisme Protokol Kyoto melalui mekanisme JCM
1.8. Struktur Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Penelitian Terdahulu
1.5. Landasan Konsep
1.6. Metodologi Penelitian
1.7. Argumentasi Dasar
1.8. Struktur Penulisan
BAB II PERKEMBANGAN PERDAGANGAN KARBON
2.1. Perubahan Iklim
21
2.2. Protokol Kyoto
2.3. Perdagangan Karbon
BAB III KERJASAMA PERDAGANGAN KARBON INDONESIA
DAN JEPANG
3.1. Kerjasama Perdagangan Karbon antara Indonesia dan Jepang
3.2. Pemerintah Indonesia Meratifikasi Kerjasama Bilateral
bersama Jepang dalam Aktivitas Perdagangan Karbon Dalam
Perspektif Diplomasi Lingkungan
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran