bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/63646/2/bab i-converted.pdf · 2020. 7....
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah menjadi rahasia umum bahwa konflik Israel-Palestina adalah konflik
yang tak kunjung usai. Konflik ini dipandang sebagai salah satu konflik lama
yang masih terus diupayakan penyelesaiannya. Dapat dikatakan bahwa konflik ini
telah bermula sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Yangmana mulai
berkembang sejak negara Israel berdiri, yakni pada tahun 1948.1Ditelaah dari
kacamata politik, konflik ini menggambarkan perseteruan antara pihak Israel dan
Palestina yang saling memperebutkan satu wilayah dengan masing-masing
mengklaim memiliki wewenang atas wilayah tersebut. Salah satu bagian wilayah
yang diperebutkan adalah Yerusalem. Kota ini merupakan kota yang memiliki
keunggulan tersendiri. Dilihat dari aspek peradaban, tidak salah jika mengatakan
bahwa Yerusalem termasuk salah satu kota tertua di dunia. Hal ini antara lain
dibuktikan dengan terdapatnya tempat suci tiga Agama besar di Yerusalem itu
sendiri, yakni Masjid Al-Aqsa (Islam), Tembok Ratapan (Yahudi), dan Gereja
Makam Kudus (Kristen).2Israel dan Palestina yang latar belakang masyarakatnya
menganut budaya dan agama tersebut, maka dari nilai yang dimiliki kota
Yerusalem ini kemudian tidak perlu dipertanyakan alasan Israel dan Palestina
berusaha keras untuk menjadikan Yerusalem sebagai tanah kedaulatannya.
1 Alejandro Montero Ortiz, 2015, The Palestinian Israeli Conflict: An Analysis of Palestine’s Bid
for Statehood http://diposit.ub.edu/dspace/bitstream/2445/65843/1/Alejandro_Montero_TFM.pdf
(16/07/2019, 12.03 WIB) 2Yerusalem: Tiga Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Kota Suci, BBC.Com, 7 Desember 2017,
diakses dalam https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42261448 (22/10/2018, 12.03 WIB)
http://diposit.ub.edu/dspace/bitstream/2445/65843/1/Alejandro_Montero_TFM.pdfhttps://www.bbc.com/indonesia/majalah-42261448
-
2
Konflik Israel-Palestina telah banyak menuai perhatian dari masyarakat
internasional dalam setiap perkembangan terbarunya. Apabila berbicara mengenai
kota Yerusalem, maka tidak asing lagi bahwa salah satu fakta ataupun berita
terbaru adalah keputusan Amerika Serikat yang telah mengakui Yerusalem
sebagai ibukota Israel, dan telah memindahkan kantor kedutaannya dari Tel- Aviv
ke Yerusalem. Keputusan tersebut menjadi satu masalah yang kontroversial.
Pengakuan itu diputuskan secara resmi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald
Trump, pada tanggal 7 Desember 2017. Dalam pidatonya, Donald Trump
mengatakan bahwa ia resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibukota
Isarel.3Keputusan ini menjadi kontroversial dikarenakan status akhir Yerusalem
berdasarkan upaya penyelesaian yang telah dilakukan adalah masih berstatus
wilayah pendudukan internasional.4 Belum lagi melihat posisi Amerika Serikat
dalam konflik ini yang sejak lama begitu agresif. Amerika serikat dipandang
sebagai negara yang memberikan intensitas respon yang terbilang signifikan
dalam konflik di wilayah Timur Tengah. Untuk konflik Israel-Plaestina ini pun
demikian, sepanjang perjalanan persengketaan wilayah ini, Amerika Serikat telah
banyak terlibat. Seperti terlihat dalam perang yang terjadi pada tahun 1956-1967,
dimana AS banyak memberikan bantuan untuk salah satu pihak yang berkonflik,
3Amerika Serikat Resmi Pindahkan Kedutaan Yerusalem, Tempo.Co, 15 Mei 2018, diakses dalam
https://dunia.tempo.co/read/1089282/amerika-serikat-resmi-pindahkan-kedutaan-besar-ke-
yerusalem/full&view=ok (22/10/2018, 11.24 WIB) 4The Status Of Jerusalem – Prepared for, and under the guidance of, the Committe on the Exercise
of the Inelienable Rights of the Palestinian People, United Nations, New York, 1997, diakses
dalam https://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-
199708.pdf (17/07/2019, 10.24 WIB)
https://dunia.tempo.co/read/1089282/amerika-serikat-resmi-pindahkan-kedutaan-besar-ke-yerusalem/full&view=okhttps://dunia.tempo.co/read/1089282/amerika-serikat-resmi-pindahkan-kedutaan-besar-ke-yerusalem/full&view=okhttps://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdfhttps://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdf
-
3
yakni Israel.5Itulah mengapa tindakan AS tersebut menimbulkan sensitifitas dari
beragam pihak.
Tindakan Amerika Serikat tersebut terlihat seakan memperkeruh keadaan.
Hal ini semakin memberikan gambaran jelas bagi dunia internasional bahwa
pembahasan terkait konflik Israel-Palestina adalah suatu hal yang penting untuk
ditelaah dan terus ditindak lanjuti. Dikarenakan konflik Israel-Palestina tidak
hanya sekadar tentang konflik yang dilatarbelakangi oleh tendensi agama,
melainkan konflik ini bersinggungan dengan isu hukum internasional.6
Penyelesaian konflik Israel Palestina adalah berbicara tentang bagaimana upaya
untuk mengembalikan hak-hak sebuah negara yang berdasarkan sejarah telah
menempati sebuah tanah kemudian dirampas dan diambil alih oleh negara atau
pihak lain yang dengan klaim sejarah mengatakan berhak atas tanah tersebut.7
Sehingga tindakan AS mengakuiYerusalem sebagai ibukota Israel tersebut seperti
menciderai hukum internasional.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Amerika Serikat telah
memiliki rekam jejak yang tidak sedikit tentang keterlibatannya dalamkonflik ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan respon AS selama ini memanglah
5Drs. Riza Sihbudi dkk, 1995, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya,hal.120. 6The Status Of Jerusalem – Prepared for, and under the guidance of, the Committe on the Exercise
of the Inelienable Rights of the Palestinian People, United Nations, New York, 1997, diakses
dalam https://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-
199708.pdf (17/07/2019, 10.24 WIB) 7Fatmawati Firdaus, 2011, Arti Penting Yerusalem dalam Konflik Arab Israel, Skripsi, Makassar:
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin, diakses dalam
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/832/burning%20ke%20CD%20skripsi.d
ocx?sequence=1 (22/10/2018, 15.33 WIB)
https://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdfhttps://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdfhttp://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/832/burning%20ke%20CD%20skripsi.docx?sequence=1http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/832/burning%20ke%20CD%20skripsi.docx?sequence=1
-
4
dominan mengarah pada salah satu pihak, yakni Israel. Hal ini juga dapat
dikaitkan pula mengenai isu zionisme. Dimana zionisme merupakan isu politik,
yang memiliki misi bukan hanya untuk menyebarluaskan diaspora Yahudi. Tetapi
untuk mendirikan sebuah negara bagi bangsa Yahudi.8 Amerika Serikat menjadi
aktor pendukung dalam misi ini. Untuk itu, penelitian terkait konflik Israel-
Palestina yang dilihat dalam kasus pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel
tersebut menjadi penting untuk diteliti. Karena dengan begitu, otoritas Amerika
Serikat yang mengaku sebagai negara paling demokratis dan menjadi aktor
penentu dalam berbagai organisasi internasional semakin dipertanyakan. Amerika
Serikat seolah memberikan standar ganda. Disatu sisi dengan gelar negara
superpower yang dimilikinya, Amerika Serikat memiliki andil besar untuk
menawarkan solusi perdamaian yang dikerangkai oleh sebuah organisasi
internasional secara imbang bagi kedua pihak.9 Namun disisi lain, ia pun
memperlihatkan respon yang masif terhadap Israel.10
Sehingga tidak heran apabila dunia internasional tidak hanya diam saja
melihat perilaku AS tersebut. Termasuk organisasi-organisasi internasional,
seperti OKI. Selain melihat dari posisi Amerika Serikat yang membuat konflik
Israel-Palestina menjadi penting dibahas, dalam penelitian ini satu alasan yang
tidak kalah penting, dan menjadi fokus penelitian adalah OKI itu sendiri.
Organisasi Kerjasama Islam yang kerap disingkat OKI dibentuk berdasarkan
8Ibid. 9Peter Lintl, Actors in the Israeli-Palestinian Conflict, German Institute for International and
Security Affairs, hal.6, diakses dalamhttps://www.swp-
berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP03_ltl.pdf(22/10/2018, 14:09 WIB) 10Drs. Riza Sihbudi dkk, 1995, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya,hal.120.
https://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP03_ltl.pdfhttps://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP03_ltl.pdf
-
5
keputusan pertemuan tingkat tinggi yang diadakan di Rabat, Maroko, pada tanggal
25 September 1967 sebagai hasil munculnya aksi yang terjadi di Masjid Al-Aqsa
– Yerusalem. OKI merupakan satu-satunya organisasi antar pemerintah yang
mewakili umat Islam dunia. Organisasi ini beranggotakan 57 negara termasuk
Indonesia, yang mencakup tiga kawasan yaitu Asia, Arab dan Afrika.11 Sehingga
hal inilah yang menjadi satu alasan besar mengapa OKI turut memberi respon
pada keputusan AS tersebut. Untuk itu, melalui penelitian ini, penulis mencoba
mengkaji lebih lanjut mengenai bagaimana respon OKI ataspengakuan Amerika
Serikat atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Oleh karena itu, penulis mengambil
judul “Respon OKI terhadap Pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem
Sebagai Ibukota Israel”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana respon OKI terhadap
pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon OKI atas pengakuan Amerika Serikat atas
Yerusalem sebagai ibukota Israel.
11Informasi Singkat Tentang Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Konferensi Tingkat Menteri
(KTM) OKI tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan, diakses dalam
http://kemlu.go.id/Documents/OIC%20Meneg%20PP/Informasi%20Singkat%20OKI%20dan%20
KTM%20Perempuan%20Bahasa.pdf. (22/10/2018, 20:15 WIB)
http://kemlu.go.id/Documents/OIC%20Meneg%20PP/Informasi%20Singkat%20OKI%20dan%20KTM%20Perempuan%20Bahasa.pdfhttp://kemlu.go.id/Documents/OIC%20Meneg%20PP/Informasi%20Singkat%20OKI%20dan%20KTM%20Perempuan%20Bahasa.pdf
-
6
1.3.2 Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam aspek
Akademis dan manfaat dalam aspek Praktis, yang masing-masingnya dijabarkan
sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dalam memperkaya
sumber kajian studi Hubungan Internasional dalam isu konflik Israel-Palestina,
dan lebih rinci lagi tentang bagaimana respon OKI terhadap pengakuan Amerika
Serikat atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapakan akan dapat memberikan kontribusi
dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Paling minim, diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran bagi para pembaca untuk sama-sama mengupayakan
perdamaian terhadap konflik Israel-Palestina.
1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tanpa mengabaikan beberapa penelitian terdahulu
yang sedikit banyak memiliki korelasi dengan pembahasan yang hendak peneliti
fokuskan. Diantaranya yang pertama, penelitian dalam bentuk skripsi, oleh:
Muhammad Jamaludin Patytama, berjudul “Upaya OKI dalam Penolakan
Penetapan AS Atas Status Yerusalem pada Sidang PBB”, dengan
menggunakan konsep soft balancing sebagai pendekatan penelitian. Penelitian
terdahulu pertama ini membahas tentang usaha OKI dalam mengupayakan solusi
-
7
dalam konflik Israel-Palestina. Usaha-usaha tersebut dilakukan dengan
pendekatan soft. Yang mana berdasarkan kerangka konsep soft balancing yang
digunakan, pendekatan soft yang dimaksudkan adalah pendekatan dalam bentuk
diplomatis. Seperti penggunaan hak suara dalam suatu perundingan internasional
ataupun kerjasama dengan negara lain yang memiliki tujuan yang selaras.
Terdapat empat poin dari konsep soft balancing yang dibahas peneliti dalam
menjabarkan hasil penelitiannya. Poin-poin tersebut adalah; territotial denial,
entangling diplomacy, economic strengthening,dan signals of resolve to
balance.12
Dari keempat poin tersebut, hanya ada dua poin yang digunakan oleh
peneliti yaitu, entangling diplomacy dan signals of resolve to balance. Hal ini
dikarenakan dua poin lainnya yakni, economic strengthning dan territorial denial
adalah usaha penyelesaian konflik, yang mana konflik tersebut telah mencapai
tahapan perang, dan perang itu sedang berlangsung. Sehingga bentuk-bentuk
penyelesaianyang dimaksud adalah seperti perlakuan suatu negara dalam
membatasi ataupun menolak tawaran untuk mejadi basis militer negara tertentu,
dalam hal ini AS, sehingga AS tidak dapat memperlebar dominasinya dalam
konflik Israel-Palestina ini. Begitupun dengan poin penguatan aspek ekonomi,
adalah penguatan dalam bentuk militer, misalnya alat-alat perang, tidak lain untuk
menyeimbangi kekuatan negara super power. Sedangkan untuk dua poin yang
digunakan tersebut memanglah lebih menjurus pada pendekatan yang bersifat
12Muhammad Jamaludin Patytama, 2018, Upaya OKI dalam Penolakan Penetapan AS Atas Status
Yerusalem pada Sidang PBB, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang, diakses dalam
http://eprints.umm.ac.id/39280/ (14/12/18, 13:41 WIB)
http://eprints.umm.ac.id/39280/
-
8
diplomatis. Dimana negara-negara OKI menyatukan tekad untuk sama-sama
bersatu saling membantu dan bekerjasama dibawah kerangka OKI
sebagairepresentasi negara Islam dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Bentuk-bentuk kerajasama tersebut direalisasikan dalam bentuk penggunaan hak
suara dalam sidang PBB, perundingan bilateral sesama negara anggota OKI. Serta
tentunya dalam bentuk penyelenggaraan segala jenis konferensi, sebagai output
respon OKI dalam konflik ini.13
Persamaan penelitian terdahulu pertama tersebut dengan penelitian ini
adalah terletak pada isu, aktor, serta fokus pembahasan penelitian. Sama-sama
membahas isu pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Kemudian aktornyapun adalah sama membahas tentang OKI sebagai representasi
negara-negara Islam. Selanjutnya fokus pembahasannya adalah sama-sama
meneliti terkait usaha OKI dalam merespon perkembangan penyelesaian konflik
Israel-Palestina. Namun kedua penelitian ini bukan tidak memiliki perbedaan satu
dan lainnya. Perbedaannya terletak pada pendekatan serta detail ataupun
pembahasan hasil penelitian. Penelitian terdahulu pertama tersebut menggunakan
konsep soft balancing sedangkan penelitian ini menggunakan konsep
international organization. Sehingga akan memberikan kesimpulan hasil
penelitian yangsedikit berbeda. Pada penelitian terdahulu pertama tersebut salah
satu sub bahasan dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa bentuk soft
balancing yang dapat dilakukan oleh OKI pun dapat direalisasikan dalam bentuk
kerjasama bilateral sesama anggota. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan
13Ibid, hal. 25.
-
9
menjelaskan OKI sebagai representasi negara-negara Islam melalui kaidah-kaidah
dalam konsep international organization, dimana hanya mencantumkan hasil
penelitian dalam kerangka OKI sebagai sebuah organisasi internasional.
Penelitian terdahulu keduaadalah penelitian dalam bentuk skripsi, oleh:
Paoyee Waesahmae, yang berjudul“The Organization of The Islamic
Cooperation and The Conflict in Southern Thailand”, dengan pendekatan yang
digunakan adalah konsep ummah. Penelitian terdahulu kedua ini, mengangkat isu
persengketaan di kawasan Thailand Selatan. Dalam penelitian ini disebutkan
bahwa konflik ini dilatarbelakangi oleh faktor budaya dan agama. Walaupun
sebenarnya, akar permasalahan konflik belum dapat diidentifkasi dengan pasti,
namun, banyak peneliti mengambil kesimpulan sementara bahwa konflik tersebut
dominan tentang permasalahan yang berkenaan dengan aspek ethno-religious dan
juga diperluas dengan masalah ekonomi dan sejarah.
Thailand Selatan adalah bagian perbatasan yang berbatasan langsung dengan
wilayah kedaulatan negara Malaysia. Sehingga tidak heran penduduk di wilayah
tersebut mayoritas adalah ras Malaysia dan mereka adalah muslim, yakni dimana
mereka dikenal dengan sebutan masyarakat Pattani. Menurut sejarahnya, secara
budaya masyarakat ini memang lebih erat dengan budaya melayu, namun secara
politik mereka masih menjadi bagian dari salah satu kerajaan Thailand pada masa
itu. Dalam perjalanan pertumbuhan negara-bangsa, Thailand tidak luput dari
pengaruh westernisasi, yang kurang lebih juga memberikan dampak terhadap
kekuasaan atas wilayah Thailand Selatan tersebut. Sehingga, itulah mengapa
-
10
konflik Thailand Selatan ini menjadi salah satu konflik yang terbilang melibatkan
beragam aspek.14
Melalui konsep ummah, penelitian ini menjelaskan tentang OKI sebagai
representasi negara-negara Islam adalah legal untuk memberi kontribusi terhadap
negara bukan Islam. Hal ini dikarenakan asas yang terkandung dalam konsep
ummah bahwa Islam tidak hanya sebatas agama yang mempersatukan umatnya
berdasarkan asas agama itu sendiri. Melainkan lebih dari itu, di dalam konsep
ummah disebutkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang mempersatukan
umatnya dengan Islam sebagai basis identitas, solidaritas yang melampaui
cakupan identitas nasional atau dalam hal ini negara. Usaha OKI dalam meredam
konflik di Thailand ini adalah dengan menengahi dua pihak yang bersengketa
yakni kelompok separatis (PULO dan NLFP) diantaranya dengan membentuk
bagan khusus yang dinamai Government Expert on Fundamental Rights of
Moeslem Minorities and Muslim Communities in Non-OIC Member States
(1996).15
Persamaan penelitian terdahulu kedua tersebut dengan penelitian ini adalah
terletak pada jenis konflik dan peran aktor yang dibahas. Dimana jenis konflik
yang dibahas adalah sama-sama persengketaan wilayah yang salah satu pihak
terlibat adalah umat Islam. Kemudian pun aktor yang dibahas sama-sama adalah
tentang respon OKI sebagai representasi negara Islam. Sedangkan perbedaan
antara penelitian terdahulu kedua dengan penelitian ini terletak pada karakteristik
14Paoyee Waesahmae, 2012, The Organization of The Islamic Cooperation and The Conflict in
Southern Thailand, Thesis, Victoria University of Wellington, diakses dalam:
https://core.ac.uk/download/pdf/41337611.pdf. (02/04/19, 14:03 WIB) 15Ibid, hal. 35.
https://core.ac.uk/download/pdf/41337611.pdf
-
11
negara sebagai tempat terjadinya konflik, serta pendekatan penelitian. Penelitian
terdahulu kedua meneliti negara bukan anggota OKI yakni Thailand, penelitian ini
meneliti konflik yang terjadi di negara anggota OKI, yakni Palestina. Sedangkan
untuk pendekatannya penelitian terdahulu kedua menggunakan konsep ummah
sedangkan penelitian ini menggunakan konsep international organization.
Penelitian terdahulu ketigadalam bentuk jurnal, oleh: M. Ihsan Qadir dan M.
Saifur Rehman, berjudul “Organization of Islamic Co-operation (OIC) and
Prospects of Yemeni Conflict Resolution: Delusion or Plausible Reality”,
dengan pendekatan yang digunakan adalah conflict resolution. Penelitian
terdahulu ketiga ini membahas konflik yang terjadi di Yaman. Konflik Yaman
juga diketahui sebagai konflik yang kompleks. Ketidakstabilan kondisi Yaman
dapat dilihat dari pertarungan kekuasaan antara beragam kelompok ethno-
religious dan juga kelompok suku tertentu. Dimana hal ini memberikan peluang
bagi aktor-aktor bukan negara untuk mengambil kendali politik. Isu terorisme di
wilayah Timur Tengah pun menambah intensitas komplkesitas dalam konflik
Yaman. Sebelum tahun 1990, Yaman masihlah sebuah negara yang terpisah
dalam dua wilayah yakni, wilayah bagian utara dan selatan. Ketika Yaman
terunifikasi, instabilitas internal negara justru mulai menjadi-jadi.16 Hal ini terjadi
diasumsikan karena kedua wilayah memiliki karakteristik jenis sekte Islam yang
berbeda. Sehingga apabila satu diantaranya termarginalkan baik dalam hal politik
maupun ekonomi, akan memicu terjadinya protes yang berujung konflik.
16M. Ihsan Qadir dan M. Saifur Rehman, 2015, Organization of Islamic Co-operation (OIC) and
Prospects of Yemeni Conflict Resolution: Delusion or Plausible Reality, Journal of Political
Studies, Vol.22, No.2, diakses dalam: http://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdf-files/2%20-
%20IHSAN_v22_2_wint2015.pdf (14/07/19, 16:47 WIB)
http://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdf-files/2%20-%20IHSAN_v22_2_wint2015.pdfhttp://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdf-files/2%20-%20IHSAN_v22_2_wint2015.pdf
-
12
Hasil penelitian terdahulu ketiga ini mengatakan bahwa OKI sebagai mediator
dalam konflik Yaman, masihlah belum memberikan kontribusi yang maksimal.
Dikarenakan Iyad Ameen Madani dari Arab Saudi, yang pada saat itu menjadi
sekertaris umum OKI dicurigai turut terlibat dalam intervensi Arab Saudi terhadap
konflik Yaman. Hal ini dipicu oleh argumennya yang cenderung mendiskreditkan
salah satu kelompok separatis Yaman yakni Houthi adalah dalang di balik konflik
ini. Serta ia mengatakan bahwa aksi militer menjadi perlu untuk dilakukan.
Ditengah kecurigaan tersebut, OKI tetap memberikan upaya penyelesaian dalam
bentuk penyelenggaraan pertemuan tingkat mentri di Kuwait. Dimana agenda dari
pertemuan tersebut adalah megevaluasi kembali terkait konflik di beberapa negara
yakni, di Palestina, Suriah, Yaman, dan Libia, yang sedang menghadapi isu
islamofobia dan terorisme internasional.17
Persamaan antara penelitian terdahulu ketiga dengan penelitian ini adalah
terletak pada analisa penulis yang melihat bagaiaman respon OKI dalan
menyikapi konflik yang menimpa negara anggotanya.Sedangkan untuk
perbedaannya terletak pada pendirian hipotesa peneliti. Dimana pada penelitian
terdahulu ketiga ini peneliti telah berhipotesa bahwa resolusi yang diberikan oleh
OKI cenderung tidak dapat menunjukkan sebuah hasil yang kontributif. Dengan
kata lain OKI sebagai perwakilan negara Islam dikatakan gagal dalam membantu
upaya penyelesaian konflik Yaman yang begitu kompleks. Sedangkan dalam
penelitian ini, peneliti lebih pada sekedar memberikan gambaran respon OKI
terhadap konflik Israel-Palestina.
17Ibid.
-
13
Penelitian terdahulu keempatadalah penelitian dalam bentuk jurnal, oleh:
Alpaslan Ozerdem, yang berjudul “The Contribution of The Organization of the
Islamic Conference to the Peace Process in Mindanao”, dengan menggunakan
konsep conflict resolution sebagai pendekatan. Penelitian terdahulu keempat ini
menjabarkan konflik yang terjadi di Mindanao, Filipina. Konflik Mindanao
tersebut sering disebut sebagai sebuah konflik ethno-religious. Dimana sebuah
etnis agama di Mindanao, yaitu Bangsamoro yang berkonflik dengan umat
Kristen sebagai penduduk mayoritas. Meskipun penduduk muslim tersebut adalah
minoritas, namun menurut sejarah penduduk muslim memiliki garis keturunan di
Filipina. Lebih-lebih pada awal kedatangan Islam di Filipina akhir abad ke-14,
Islam mampu memberikan struktur dan menciptakan kesatuan bagi kelompok
ethno-lingustic di Filipina saat itu.18
Melalalui konsep conflict resolution, peneliti telah menjelaskan beberapa
kontribusi OKI dalam konflik tersebut. Diantaranya OKI telah menyelenggarakan
beberapa perundingan perdamaian untuk menengahi kedua pihak yang bertikai.
Mulai dari Tripoli Agreement yang menjadi pembuka dalam penyelesaian konflik
ini. Perjanjian ini ditandatangani pada 23 Desember 1976 antara GRP
(Government of the Philipines) dan MNLF (Moro National Liberation Front).
Dimana hasil dari perjanjian ini adalah meskipun keinginan MNLF sebagai
representasi penduduk muslim Filipina (Mindanao) untuk mendapatkan sebuah
18Alpaslan Ozerdem, 2012, The Contribution of The Organization of the Islamic Conference to the
Peace Process in Mindanao, diakses dalam:
https://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_
the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/d
ownload
https://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/downloadhttps://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/downloadhttps://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/download
-
14
kemerdekaan secara penuh tidak dapat direalisasikan, namun setidaknya melalui
pernjanjian ini telah memberikan mereka sebuah otonomi. Setelah MNLF
mendapatkan otonomi tersebut, selanjutnya OKI masih memberikan upaya untuk
memantau perkembangan penyelesaian konflik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
tindak lanjut seperti respon OKI terhadap otonomi muslim di Mindanao selama
tahun 1978 hingga 1996 dan penandatanganan oleh GRP-MNLF dalam Final
Peace Agreement 1996. Kemudian juga terkait isu dominasi regional dalam hal ini
oleh Indonesia dan Malaysia di konflik Filipina ini setelah tahun 1996, melihat
kedua negara ini adalah negara anggota OKI. Serta kemudian mengacu pada
pembahasan perkembangan resolusi konflik di tahun-tahun setelahnya.19
Persamaan penelitian terdahulu keempat dengan penelitian ini adalah
terletak pada aktor yang dibahas dalam penelitian yakni, sama sama membahas
peran OKI dalam penyelesaian sebuah konflik. Sedangkan yang menjadi
perbedaannya adalah terletak pada latar belakang negara yang diteliti, yakni pada
penelitian terdahulu kelima, negara yang diteliti bukan merupakan negara anggota
OKI. Pun pendekatan yang digunakan berbeda. Penelitian ini akan menggunakan
konsep international organization.
Penelitian terdahulu kelimaadalah penelitian dalam bentuk jurnal, oleh:
Ali Sarihan, yang berjudul “Cooperation, Competition, and Security Dilemma.
The Case of Muslim States and Israel”, dengan menggunakan pendekatan
security dilemma dan trade cooperation. Penelitian ini berisi tentang penjelasan
hubungan antara negara-negara Islam (di wilayah Timur Tengah) dengan Israel.
19Ibid,. hal. 11
-
15
Peneliti menjabarkan hubungan antara kedua pihak tersebut yang dilihat dari
perpespektif keamanan internasional.
Dari penelitian terdahulu kelima ini, dikatakan bahwa Israel dan negara-
negara Islam di Timur Tengah memiliki hubungan yang tidak bersahabat. Israel
begitu mendominasi wilayah Timur Tengah. Hal ini dapat dilihat dari tiga perang
besar yang pernah terjadi yakni, Perang Arab-Isarel pada tahun 1948, Krisis
Terusan Suez tahun 1957, dan Perang Enam Hari tahun 1967, dimenangkan oleh
Israel. Sehingga negara-negara Islam merasa terancam. Untuk itu melalui konsep
security dilemma peneliti menjelaskan berangkat dari rasa terancam tersebut,
maka negara-negara Islam membentuk sebuah organisasi yang diharapkan dapat
menyeimbangi dominasi Israel, yakni Organisasi Kerjasama Islam. Namun di sisi
lain, peneliti memberikan argumen yang sedikit berbeda dari harapan dibentuknya
OKI. Dimana berdasarkan yang tercantum dari hasil penelitian bahwa peran OKI
sebagai pemersatu negara-negara Islam untuk menyeimbangi kekuatan Israel
adalah belum menunjukan efektifitas.
Dari hasil tersebut, lebih rinci peneliti menekankan bahwa usaha OKI
dalam menyaingi kekuatan Israel hanyalah menjadi tambahan beban bagi negara-
negara Islam. Seperti tidak ada angin segar yang dapat di tawarkan OKI. Hal ini
dikarenakan permasalahan di Timur Tengah tidak menandakan sebuah akhir.
Untuk itu melalui konsep trade cooperation peneliti menjelaskan dan memberikan
argumen baru, bahwa menurutnya OKI akan lebih bisa memberikan kontribusi
yang efektif dalam menghimpun negara-negara Islam untuk menjadi sebuah
kekuatan baru di Timur Tengah, jika menerapkan pendekatan kerjasama dalam
-
16
perdagangan. Menurut peneliti dengan penerapan penedekatan ini, OKI akan
memiliki daya tahan yang kuat, dikarenakan setiap negara anggota merasa
memiliki keterkaitan dalam aspek ekonomi. Sehingga kekebalan OKI akan lebih
maksimal untuk merespon permasalahan Timur Tengah secara kompak.20
Persamaan penelitian terdahulu kelima dengan penelitian ini terletak pada
aktor yang dibahas dalam penelitian, yakni melibatkan OKI dan Israel, kemudian
juga terletak pada prinsip organisasi internasional. Dimana penelitian terdahulu
kelima tersebut dengan penelitian ini sama-sama berasumsi bahwa OKI dapat
menjadi sebuah entitas baru bagi negara Islam, yang dijalankan berdasarkan
prinsip organisasi internasional. Sementara perbedaannya terletak pada fokus
kasus yang dibahas. Penelitian terdahulu kelima ini membahas tentang hubungan
Israel dengan negara-negara Islam, bukan hanya dengan Palestina sebagaimana
yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Penelitian terdahulu keenam adalah penelitian dalam bentuk jurnal, oleh:
Hasbi Aswar, yang berjudul “The U.S Foreign Policy under Trump
Administration to Recognize Jerusalem as The State Capital of Israel”, dengan
menggunakan konsep foreign policysebagai pendekatan. Penelitian terdahulu
keenam ini membahas tentang kebijakan Amerika Serikat yang mengakui
Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dimana dengan menggunakan konsep foreign
policy, peneliti menganalisa apa saja faktor yang menyebabkan presiden Trump
mengambil kebijakan tersebut. Sebagaimana tertera dalam konsep yang
20Ali Sarihan, Cooperation, Competition, and Security Dilemma. The Case of Muslim States and
Israel, diakses dalam:
https://www.academia.edu/5063206/Cooperation_Competition_and_the_Security_Dilemma_The_
Case_of_Muslim_States_and_Israel
https://www.academia.edu/5063206/Cooperation_Competition_and_the_Security_Dilemma_The_Case_of_Muslim_States_and_Israelhttps://www.academia.edu/5063206/Cooperation_Competition_and_the_Security_Dilemma_The_Case_of_Muslim_States_and_Israel
-
17
digunakan, peneliti memaparkan bahwa ada beberapa level yang melatarbelakangi
terbentuknya sebuah kebijakan luar negeri. Level-level tersebut adalah individu,
negara, dan sistem internasional. Begitupun dengan Amerika Serikat. Dalam
kasus ini, menurut peneliti, kebijakan AS tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor domestik.21
Secara domestik, terdapat beberapa faktor yang membentuk proses
pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Mulai dari presiden dan
kongres, badan eksekutif, kelompok kepentingan, hingga berita media dan opini
publik. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal kebijakan AS tersebut,
lebih dominan dipengaruhi oleh kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok ini
terdiri dari kelompok Yahudi dan kelompok Kristen Evangelikal. Menurut
peneliti, kelompok-kelompok ini berusaha agar kepentingan mereka atas Israel
dapat terrealisasikan. Aktivitas yang mereka lakukan misalnya dengan
berpartisipasi dalam pemilu, dengan berkontribusi dalam proses kampanye agar
dapat membentuk opini publik. Salah satu kelompok Yahudi yang vokal di AS
adalah AIPAC (American Israel Public Affairs Committe). Kelompok ini sering
memberikan dukungan kepada elite politik AS yang pro-Israel, seperti dengan
berkontribusi dalam kamapanye dan juga dalam bentuk finansial.
Dalam penelitian ini dijelaskan pula bagaimana proses legalitas hukum
atas Yerusalem. Yangmana status hukum kota suci Yerusalem adalah sebagai
wilayah pendudukan internasional. Dengan status demikian, maka peneliti
21Hasbi Aswar, The U.S Foreign Policy under Trump Administration to Recognize Jerusalem as
The State Capital of Israel, Journal of International Studies, Vol, 1, No, 2, diakses dalam
https://www.researchgate.net/publication/336275749_The_US_Foreign_Policy_under_Trump_Ad
ministration_to_Recognize_Jerusalem_as_the_State_Capital_of_Israel (02/03/2020, 08.12 WIB)
https://www.researchgate.net/publication/336275749_The_US_Foreign_Policy_under_Trump_Administration_to_Recognize_Jerusalem_as_the_State_Capital_of_Israelhttps://www.researchgate.net/publication/336275749_The_US_Foreign_Policy_under_Trump_Administration_to_Recognize_Jerusalem_as_the_State_Capital_of_Israel
-
18
berargumen bahwa kebijakan yang diambil oleh Presiden Trump tersebut lebih
ditujukan untuk memenuhi janji kampanye yang diutarakannya saat masa pemilu.
Karena, apabila maksud dari presiden Trump adalah untuk menciptakan solusi
perdamaian baru, maka kebijakan tersebut kurang tepat. Lebih- lebih menurut
peneliti kebijakan tersebut menciderai hukum internasional.22
Persamaan penelitian terdahulu keenam dengan penelitian ini terletak pada
fokus isu yang dibahas, yakni kebijakan Amerika Serikat atas Yerusalem. Namun
yang membedakan adalah pada penelitian ini, lebih membahas bagaimana respon
OKI dalam kebijakan tersebut. Sehingga fokus aktor ataupun objek penelitian
pada penelitian ini dapat dikatakan sedikit lebih banyak daripada pada penelitian
terdauhulu keenam.
Penelitian terdahulu ketujuhadalah penelitian dalam bentuk artikel oleh
Victor Kattan berjudul, “Why U.S. Recognition of Jerusalem Could be Contrary
to International Law”. Penelitian ini juga membahas mengenai kebijakan AS atas
Yerusalem. Peneliti memaparkan tentang respon dunia internasional yang lebih
dominan memberikan penolakan atas kebijakan tersebut. Mulai dari PBB, Uni
Eropa, hingga OKI, semua mengecam kebijakan AS. Peneliti menjelaskan respon-
respon oleh dunia internasional. Dimana OKI merespon dengan
menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa. Kemudian PBB
khususnya konsil keamanan, mengadakan sidang untuk membahas isu ini. Namun
dalam sidang ini AS yang merupakan salah satu negara anggota tetap,
menggunakan hak vetonya untuk menolak draf resolusi yang diajukan. Sehingga
22Ibid
-
19
walaupun banyak negara yang mendukung draf resolusi tersebut, karena ada satu
negara anggota tetap tidak menyetujui, maka draf resolusi itu tidak dapat
disahkan.23
Setelah membahas respon dunia internasional atas kebijakan itu, kemudian
peneliti menjelaskan mengapa respon yang lebih banyak adalah respon yang
memberikan penolakan. Hal ini diuraikan oleh peneliti dengan menilik kembali
peta perjalanan penetapan status hukum kota Yerusalem. Tidak ketinggalan,
peneliti juga membahas mengenai nilai keunikan dan kesakralan yang dimiliki
kota Yerusalem. Yangmana kota ini merupakan kota Suci tiga Agama Besar,
yakni Islam, Yahudi dan Kristen. Sehingga status terakhir dari kota ini adalah
sebagai pendudukan internasional.
Persamaan penelitian terdahulu ketujuh dengan penelitian ini juga terletak
pada isu yang dibahas, yakni mengenai kebijakan AS atas kota Yerusalem.
Sedangkan hal yang membedakannya adalah; pada penelitian ini, pembahasan
tidak sekedar mengenai kebijakan tersebut. Melainkan melihat bagaiaman respon
OKI secara rinci atas kebijakan itu. Pada penelitian terdahulu ketujuh pembahasan
dominan mengulas tentang kebijakan AS.
Setelah menelaah beberapa penelitian terdahulu tersebut diatas, dapat
ditarik garis besar bahwa setiap penelitian sama-sama menyentil peran OKI dalam
merespon permasalahan dunia internasional yang berkaitan dengan umat muslim,
23Victor Kattan, Why U.S. Recognition of Jerusalem Could be Contrary to International Law,
diakses dalam
https://jps.ucpress.edu/sites/default/files/additional_assets/JPS187_07_Kattan.pdf(02/03/2020,
08.30 WIB)
https://jps.ucpress.edu/sites/default/files/additional_assets/JPS187_07_Kattan.pdf
-
20
baik di negara anggota maupun negara bukan anggota. Hal yang menjadi pembeda
antara satu penelitian dengan penelitian lainnya adalah porsi bahasan tentang
respon ataupun peran OKI dan juga terkait landasan konseptual yang digunakan.
Dalam lima penelitian terdahulu pertama, OKI menjadi fokus penelitian. Sehingga
mendapat porsi bahasan yang besar dan rinci. Sedangkan pada dua pepenelitian
terdahulu lainnya, lebih melihat atau mengkaji terkait kebijakan As atas
Yerusalem.
Kemudian terkait landasan konseptual pun masing-masing menggunakan
pendekatan yang berbeda. Diantaranya ada yang menggunakan konsep soft
balancing yang melihat OKI sebagai entitas yang memiliki power untuk
menyeimbangkan suara masyarakat muslim di percaturan dunia internasional.
Kemudian juga ada yang menggunakan konsep ummah, dimana OKI terbentuk
berdasaran identitas keislaman yang dapat melampaui batas nasional negara.
Hingga menggunakan pendekatan conflict resolution dalam upaya menciptakan
solusi perdamaian.
Sekilas penelitian ini memiliki arah tujuan yang sama dengan penelitian-
penelitian diatas. Namun lebih detail melalui konsep internatinal organization
penelitian ini akan memposisikan OKI sebagai organisasi internasional yang
segala responnya terhadap suatu permasalahan dilihat melalui sistematika
perundingan OKI itu sendiri. Dalam hal ini mengenai permasalahan yang terjadi
antara Israel dan Palestina ini, khususnya terkait pengakuan Amerika Serikat atas
Yerusalem sebagai ibukota Israel.
-
21
Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian dan
Nama Peneliti
Jenis Penelitian dan
Alat Analisa
Hasil
1. Upaya OKI dalam
Penolakan Penetapan
AS Atas Status
Yerusalem pada Sidang
PBB
oleh: Muhammad
Jamaludin Patytama.
Deskriptif Kualitatif.
Soft Balancing.
- OKI merupakan organisasi internasional berlatar belakang
Islam menolak penetapan AS
terhadap status Yerusalem
- Penolakan ini direalisasikan dalam di Sidang PBB
OKI menggunakan soft
balancing untuk mengimbangi
kekuatan AS yang semakin
tidak dapat diprediksi atas status
Yerusalem
2. The Organization of
The Islamic
Cooperation and The
Conflict in Southern
Thailand
oleh: Paoyee
Waesahmae
Deskriptif Kualitatif.
Konsep “Ummah”.
- Konflik Thailand Selatan adalah konflik yang dominan
dilatarbelakangi oleh aspek
perbedaan budaya-agama antar
penduduknya
- OKI memberikan respon untuk membantu menyelesaikan
konflik tersebut.
- Dikarenakan OKI sebagai representasi negara-negara
Islam tidak hanya memberikan
respon terhadap negara
anggotanya saja. Melainkan
OKI memiliki legalitas untuk
merespon konflik yang
melibatkan umat muslim di
seluruh dunia. Sebagaimana
yang peneliti sebutkan dalam
konsep Ummah bahwa Islam
adalah identitas yang
melampaui batas nasional
ataupun negara.
3. Organization of Islamic
Co-operation (OIC)
and Prospects of
Yemeni Conflict
Resolution: Delusion or
Plausible Reality
Deskriptif Kualitatif.
- Konflik Yaman adalah konflik yang kompleks
- Konflik Yaman adalah pertikaian antara dua sekte
Islam (syiah dan sunni), dan
semakin terprovokasi oleh
pihak-pihak eksternal.
-
22
oleh: M. Ihsan Qadir
dan M. Saifur Rehman
- OKI telah terlibat dalam mengusahakan perdamaian
dalam konflik Yaman ini.
Namun tidak memberikan
sebuah tanda kesuksesan dalam
penyelesaian konflik tersebut.
4. The Contribution of The
Organization of the
Islamic Conference to
the Peace Process in
Mindanao
oleh: Alpaslan
Ozerdem.
Deskriptif Kualitatif.
Conflict Resolution.
- Konflik Mindanao adalah konflik yang dilaterbelakangi
oleh aspek ethno-religious
- Konflik antara umat muslim sebagai minoritas dan umat
kristen sebagai mayoritas
- OKI telah memberikan beberapa kontribusi dalam
usaha penyelesaian konflik
tersebut. Diantaranya melalui
penyelenggaraan perjanjian
antara GRP dan MNLF yakni,
Tripoli Agreement.
- Dari perjanjian tersebut, MNLF memperoleh otonomi.
- Setelah perjanjian tersebut terlaksana, OKI melanjutkan
responnya terhadap konflik ini,
dengan terus memantau
perkembangannya.
5. Cooperation,
Competition, and The
Security Dilemma The
Case of Muslim States
and Israel
Oleh: Ali Sarihan
Deskriptif Kualitatif.
Security Dilemma.
Trade Cooperation.
- Israel dan negara-negara muslim di Timur Tengah
mempunyai hubungan yang
tidak bersahabat.
- Israel mendominasi wilayah Timur Tengah
- Dominasi tersebut menciptakan security dilemma bagi negara-
negara Islam
- Negara-negara Islam membentuk OKI sebagai entitas
yang dapat mempersatukan
mereka untuk menyeimbangi
dominasi Israel tersebut
- Namun OKI tidak banyak memberikan bukti nyata.
- Peneliti menjelaskan dan menekankan posisinya dalam
penelitian ini bahwa OKI akan
lebih efektif untuk menjadi
-
23
pemersatu negara-negara Islam
di Timur Tengah apabila
menerapkan pendekatan trade
cooperation.
6. The U.S Foreign Policy
under Trump
Administration to
Recognize Jerusalem as
The State Capital of
Israel.
Oleh: Hasbi Aswar
Deskriptif Kualitatif.
Konsep foreign
policy
- Dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri suatu
negara, terdapat bberapa lebel
yang dapat melatarbelakangi
kebijakan tersebut. Level-level
tersbeut adalah, negara,
individu, dan sistem
internasional
- Dalam isu kebijakan Amerika Serikat atas yerusalem lebih
dipengaruhi oleh faktor
domestik/negara.
- Faktor domestik yang paling berperan adalah kelompok
kepentingan yang berbasis
kelompok Yahudi dan
kelompok Kristen evangelikal
- Trump mengambil kebijakan tersbeut lebih dikarenakan
untuk membayar janji
kampanyenya pada saat masa
pemilu dulu.
- Sehingga apabila tujuan Trump untuk menciptakan solusi
perdamaian baru bagi konflik
Israel-Palestina, menurut
peneliti kebijakan tersebut
bukanlah sebuah pilihan yang
tepat.
7. Why U.S. Recognition
of Jerusalem Could be
Contrary to
International Law
Oleh: Victor Kattan
Deskriptif Kualitatif. - Dengan adanya kebijakan tersebut, dunia internasional
ternyta tidak hanya diam saja
- Dunia internasional memberikan respon yang cukup
beragam. Namun respon
dominan adalah dalam bentuk
penolakan
- Setelah mengetahui respon dunia internasional tersebut,
kemudian dijabarkan oleh
peneliti alasan mengapa
kebijakan AS ini lebih banyak
-
24
mendapat kecaman
- Tidak lain alasannya adalah status hukum terakhir dari kot
aYerusalem adalah menjadi
wilayah pendudukan
internasional
- Sehingga pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel menjadi
tidak adil bagi Palestina
8. Respon OKI Terhadap
Pengakuan Amerika
Serikat atas Yerusalem
sebagai Ibukota Israel.
Oleh: Rafiqatul Jannah
Hinelo
Deskriptif
Kualtitatif.
Konsep
International
Organization.
- Adanya dinamika dalam konflik Israel-Palestina.
- Respon OKI dalam aspek Politik: Penyelenggaran
Konferensi-Konferensi OKI,
seperti KTT Islam LB OKI, dan
Pertemuan Luar Biasa Menteri
Luar Negeri OKI,
- Respon OKI Terhadap Pengakuan Amerika Serikat atas
Yerusalem sebagai Ibukota
Israel melalui Diplomasi dalam
Sidang PBB, serta kerjasama
OKI dengan UNRWA
1.5 Kerangka Teori dan Konsep
a. Konsep Organisasi Internasional
Organisasi Internasional biasanya dipandang sebagai entitas yang dibentuk
oleh negara-negara untuk melakukan tugas atau fungsi yang diberikan,
berdasarkan perjanjian dan memiliki setidaknya satu organ. Organisasi
Internasional pun memiliki kekuatan independen yang memungkinkannya untuk
merumuskan dan menjalankan agenda bersama yang telah menjadi kehendak dari
setiap negara-negara, baik pada tingkat yang lebih besar atau lebih
kecil.24Organisasi internasional juga dapat didefinisikan sebagai perjanjian
24Jan Klabbers, Unity, Diversity, Accountability: The Ambivalent Concept of
International, diakses dalam:
-
25
kelembagaan diantara anggota sistem internasional untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kondisi dalam sistem internasional tersebut, yang mencerminkan atribut,
aspirasi dan rasa keprihatinan oleh anggotanya.25Dalam pengertian lain,
Organisasi Internasional juga dianggap sebagai kumpulan dari aktor-aktor dunia
internasional, dalam hal ini negara, yang dimana organisasi internasional telah
memiliki kriteria tertentu bagi negara-negara yang hendak menjadi anggota.
Dimana setiap negara yang telah menjadi anggota akan memiliki hak-hak tertentu
dalam proses operasional organisasi internasional tersebut.26
Menurut J. Samuel Barkin, dalam bukunya “Organization: Theory and
Institutions”, ia mengatakan bahwa organisasi internasional telah tumbuh dan
mulai menjadi aktor baru dalam dunia internasional. Sebagaimana kita ketahui
dalam studi hubungan internasional, Negara adalah aktor yang paling dominan
dibahas. Barkin dalam bahasannya mengenai organisasi internasional lebih
memfokuskan pada intergovernmental organization, yakni organisasi
internasional yang berbasis pemerintahan. Dimana ia menyebutkan bahwa
organisasi internasional dalam pembagiannya, dapat diklasifikasikan menjadi dua.
Inclusive International Organizations dan Exclusive International
Organization.Dalam tulisannya Barkin tidak banyak membahas mengenai
Exclusive International Organization. Karena menurutnya organisasi eksklusif
https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0006/1687443/06Klabbers1.pdf (28/07/2019,
14:05 WIB) 25Sterian Maria Gabriela,The Role Of International Organizations In The GlobalEconomic
Governance – An Assessment, diakses dalam:
http://www.rebe.rau.ro/RePEc/rau/journl/WI13S/REBE-WI13S-A32.pdf (28/07/2019, 14:25 WIB) 26Lisa Martin and Beth Simmons, International Organizations and Institutions, diakses dalam:
https://scholar.harvard.edu/files/bsimmons/files/ch_13_-_international_os_and_is.pdf (28/07/2019,
17:12 WIB)
https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0006/1687443/06Klabbers1.pdfhttps://econpapers.repec.org/scripts/redir.pf?u=http%3A%2F%2Fwww.rebe.rau.ro%2FRePEc%2Frau%2Fjournl%2FWI13S%2FREBE-WI13S-A32.pdf;h=repec:rau:journl:v:8:y:2013:i:4.1:p:308-316https://scholar.harvard.edu/files/bsimmons/files/ch_13_-_international_os_and_is.pdf
-
26
adalah organisasi yang dirancang khusus yang biasanya mengecualikan beberapa
negara. Contoh paling umum dari organisasi jenis ini adalah aliansi militer di
suatu regional tertentu. Sebaliknya, dalam tulisannya Barkin menitiberatkan
pembahasan organisasi internasional dalam bentuk inklusif. Dimana ia
mendefinisikan bahwa Organisasi internasional antar pemerintah
(Intergovernmental Organazition) adalah organisasi yang dibuat berdasarkan
kesepakatan diantara negara-negara bagian dan bukan oleh
individu.Intergovernmental Organization yang dimaksud oleh Barkin adalah
organisasi internasional yang inklusif. Dimana dapat melibatkan semua negara di
dunia, tidak membatasi hanya pada negara negara di wilayah tertentu.27
Kemudian dalam menjelaskan tentang organisasi internasional itu sendiri,
Barkin secara teoritikal memberikan beberapa pembagian untuk menelaahnya.
Poin pembahasan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, yakni adalah
mengenai perbedaan antara ranah kedaulatan dan globalisasi (sovereignity and
globalization) dalam organisasi internasional, kemudian perbedaan antara power
dan interdependence, selanjutnya tentang regimes dan institutions.28Kesemua
aspek ini saling mempengaruhi satu sama lainnya. Disaat berbicara kedaulatan
dan globalisasi maka akan erat kaitannya dengan aspek power dan
interdependensi. Dalam dunia hubungan internasional, negara dipandang sebagai
aktor dominan. Hingga eksistensi OI mulai naik dan diduga dapat menggerus
dominasi negara sebagai aktor dominan tersebut. Di era globalisasi ini, negara
27J. Samuel Barkin, 2006, International Organization; Theories and Instituitions, New York:
Palgrave Maccmilandiakses dalam: http://bookengine.site/go/read.php?id=B00CLO19KI
(29/07/2019, 13:09 WIB) 28Ibid
http://bookengine.site/go/read.php?id=B00CLO19KI
-
27
dituntut mampu meningkatkan kompetensinya untuk menjamin kesejahteraan
masyarakatnya. Untuk itu, sangat sulit bagi suatu negara untuk tidak menjalin
kerjasama dengan negara lain. Dimana salah satu jalan dalam merealisasikan
kerjasama tersebut adalah melalui keterlibatan dalam organisasi internasional.29
Sehingga mau tidak mau untuk mencapai tujuan tersebut suatu negara
harus rela mempertaruhkan kedaulatannya baik internal maupun eksternal. Maka
dari itu, dalam tulisannya Barkin menggambarkan bahwa organisasi internasional
secara konseptual dapat menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah dalam
dunia internasional, karena memiliki power dan dapat menjadi wadah untuk
memprakarsai interdependesi antar negara.Selanjutnya mengenai bagaimana
oraganisasi internasional bekerja, dan bagaimana efek yang diberikan dalam suatu
permasalahan, dapat dijelaskan dalam aspek regimes dan instituions.30
Rezim dalam organisasi internasional diartikan sebagai behavioral effect.
Maksudnya, bagaimana sebuah organisasi internasional dapat membentuk negara
untuk dapat memberikan respon atau tindakan terhadap suatu isu tertentu,
berdasarkan nilai dan norma yang telah disepakati bersama dalam organisasi
internasional tersebut. Sebaliknya pendekatan institusi adalah pendekatan yang
melihat bagaimana sistem operasional yang terjadi dalam suatu organisasi
internasional. Pendekatan institusi ini berkenaan dengan pembahasan mengenai
aspek hirarki birokrasi dan struktur formal organisasi internasional.31Kedua
pendekatan ini dapat membantu peneliti menganalisa bagaimana OKI sebagai
sebuah organisasi internasional dalam merespon suatu permasalahan yakni,
29Ibid 30Ibid 31Ibid
-
28
konflik Israel Palestina, khususnya isu pengakuan Amerika Serikat atas
Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Dengan menggunakan pendekatan institusi, peneliti dapat menjelaskan
bahwa OKI memiliki struktur formal dan birokrasi yang jelas. OKI memiliki
piagam sebagai landasan kebijakannya.32 Kemudian melalui pendekatan rezim,
peneliti dapat menjelaskan bahwa OKI adalah gabungan dari negara-negara Islam
yang saling bersatu karena latarbelakang dan memiliki kepentingan yang sama.
Kemudian berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bagaimana OKI merespon
pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dikarenakan
pendekatan rezim melihat pada efek perilaku negara yang telah tergabung dalam
sebuah organisasi internasional merespon sebuah kasus.
Setelah OKI sebagai aktor dijelaskan melalui pendekatan “rezim dan
institusi”, peneliti akan menggunakan pendekatan “kedaulatan dan globalisasi”
serta “kekuatan dan ketergantungan” dalam menganalisa beragam respon yang
telah OKI berikan dalam merespon tindakan pengakuan Amerika Serikat atas
Yerusalem sebagai ibukota Israel. Barkin dalam bukunya menyebutkan asumsi
umum tentang aktor dominan dalam dunia hubungan internasional adalah
negara.33 Untuk itu, dalam pembahasan mengenai kedaulatan, makakedaulatan
sebuah organisasi internasional akan sangat berkaitan erat dengan kedaulatan
sebuah negara. Melihat organisasi internasional (dalam hal ini organisasi berbasis
pemerintahan) adalah merupakan gabungan antara beberapa negara. Sehingga
kedaulatan antara kedua jenis aktor tersebut akan saling mempengaruhi satu sama
32Conference, Oraganization of Islamic Cooperation, diakses dalamhttps://www.oic-
oci.org/docdown/?docID=1865&refID=1079 33Opcit.
https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1865&refID=1079https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1865&refID=1079
-
29
lainnya. Kedaulatan sebuah negara dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori
yakni, kedaulatan kedalam dan keluar. Kedaulatan kedalam adalah kemampuan
atau otoritas negara untuk mengendalikan segala urusan domestiknya. Sedangkan
kedaulatan keluar adalah pengakuan dunia internasional atasnya.34 Yangmana
kedaulatan keluar ini berkaitan erat dengan eksistensi negara dalam organisasi
internasional.
Ketika sebuah negara bergabung dengan sebuah organisasi internasional
maka negara itu harus menerima konsekuensi atas perubahan pada kedaulatannya.
Pendekatan kedaulatan ini memiliki korelasi dengan aspek globalisasi. Dengan
asumsi bahwa dunia ini adalah terhubung antara satu wilayah dengan wilayah
lainnya, maka mau tidak mau bergabung dalam sebuah organisasi internasional
adalah urgen bagi setiap negara untuk menangani setiap permasalahan
domestiknya. Dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa respon OKI terhadap
pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel dapat
diidentifikasi dari aspek politik serta aspek kerjasama dan diplomasi. Dimana
aspek-aspek ini sangat selaras apabila di padupadankan dengan karakteristik
pendekatan kedaulatan-globalisasi serta kekuatan-ketergantungan.
Dilihat dari aspek politik, OKI telah memberikan respon dalam bentuk
penyelenggaraan konferensi demi konferensi.35 Dimana tidak lain konferensi
tersebut dilaksanakan untuk mengecam AS atas tindakannya tersebut, serta
mengajak dunia internasional untuk tidak mengikuti kebijakan AS. Pun
34Opcit. 35Draft Agenda of The OIC Extraordinary Islamic Summit Conference,Organization of Islamic
Cooperation, diakses dalam https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1910&refID=1079
(19/11/2018, 15.12 WIB)
https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1910&refID=1079
-
30
konferensi-konferensi tersebut diselenggarakan untuk menghimpun bantuan
barang dan jasa bagi penanganan korban, imigran dalam konflik Israel-Palestina
ini. Kemudian untuk aspek kerjasama dan diplomasi, OKI telah mengupayakan
dan menyuarakan hak-hak Palestina dalam sidang PBB dan menciptakan sebuah
program ekonomi yang disebut “Waqf Fund” dengan mengajak UNRWA (sebuah
badan khusus PBB yang menagani isu pengusngsi di Palestina dan sekitarnya)
untuk turut berkontribusi dalam program tersebut.36 Selanjutnya peneliti
menselaraskan pendekatan-pendekatan yang telah disebutkan sebelumnya dengan
respon-respon OKI tersebut. Dengan adanya globalisasi,OKI lahir sebagai
pemersatu negara-negara Islam dan memiliki kedaulatan dan kekuatan sebagai
oraganisasi internasional yang dapat memberikan kesadaran bagi negara-negara
Islam bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk memberikan
kontribusi dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina, khususnya terkait
pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh Amerika Serikat.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Dengan penjelasan tersebut diatas, jelas bahwa jenis penelitian ini
menggunakan tipe pendekatan deskriptif. Dimana seperti yang telah disebutkan
dalam rumusan masalah, maka penelitian ini akan diarahkan untuk mendapatkan
36Muhammad Jamaludin Patytama, 2018, Upaya OKI dalam Penolakan Penetapan AS Atas Status
Yerusalem pada Sidang PBB, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang, diakses dalam
http://eprints.umm.ac.id/39280/ (14/12/18, 13:41 WIB)
http://eprints.umm.ac.id/39280/
-
31
jawaban bagaimana respon OKI terhadap pengakuan Amerika Serikat atas
Yerusalem sebagai Ibukota Israel.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan
data-data pendukung penelitian berupa buku-buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis,
surat kabar, maupun website yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, kemudian data tersebut dipilih dan
dikelompokkan ke dalam bab pembahasan sesuai pembahasan yang terkait.
1.6.3 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
teknis analisis data kualitatif. Dimana analisa ini dilakukan melalui beberapa
tahapan yaitu klasifikasi data-data yang telah dikumpulkan. Setelah data
dikelompokkan, kemudian menghubungkan data-data yang telah dikumpulkan
agar dapat ditarik kesimpulan dari kumpulan data yang telah dipilih melalui fakta
dan konsep yang digunakan.
1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang terdiri dari batasan waktu dan batasan
materi diperlukan agar data-data yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh
peneliti sesuai batasan waktu dan materi agar tetap pada acuan pembahasan.
-
32
1.6.5 Batasan Waktu
Batasan waktu yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pada
tahun 2017-2020, karena Presiden Amerika Serikat mengeluarkan pengumuman
tentang pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibukota Israel sekaligus
pemindahan Kedutaan Besarnya di Israel dari Tel-Aviv ke Yerusalem terjadi pada
tahun 2017.
1.6.6 Batasan Materi
Materi yang dibahas dalam penelitian ini akan berfokus pada respon OKI atas
pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel.
1.7 Argumen Pokok
Melalui konsep International Organization, peneliti memberikan asumsi
bahwa respon OKI terhadap pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai
ibukota Israel diwujudkan melalui beberapa aspek yang meliputi; aspek politik
serta aspek kerjasama dan diplomasi. Dimana aspek politik dapat diindikasikan
dari penyelenggaraan konferensi-konferensi OKI, yakni dalam hal ini KTT Islam
OKI, KTT IslamLB OKI, Pertemuan Mentri Luar Negeri OKI, dan Pertemuan
Luar Biasa Menteri Luar Negeri OKI. Secara politik, menurut peneliti, dengan
pelaksanaan konferensi-konferensi tersebut OKI sebagai sebuah organisasi
internasional telah memberikan citra yang ideal mengenai isu yang berkaitan erat
dengan latar belakang ataupun identitas OKI itu sendiri, yakni pengakuan
-
33
Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Selanjutnya aspek
kerjasama dan diplomasi dapat diidentifikasi dari adanya usaha OKI untuk
mengajak seluruh aktor dunia internasional agar berada pada pendirian yang sama
dengan OKI dalam merespon pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai
ibukota Israel tersebut. Ajakan ini diupayakan dengan melakukan diplomasi
melalui sidang PBB dan membentuk program ekonomi “Waqf Fund” yang
dilakukan dengan UNRWA.
1.8 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis b. Manfaat Praktis
1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Landasan Konseptual
a. Konsep International Organization
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Metode Analisis 1.6.2 Teknik Pengumpulan Data 1.6.3 Teknik Analisa Data 1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.5 Batasan Waktu 1.6.6 Batasan Materi
1.7 Argumen Pokok 1.8 Sistematika Penelitian
BAB II
GAMBARAN
KONFLIK ISRAEL
PALESTINA DAN
KEPENTINGAN
AMERIKA SERIKAT
2.1 Dinamika Konflik Israel Palestina
2.1.1 Sejarah Konflik Israel Palestina
2.1.2 Upaya Penyelesaian Konflik Israel Palestina
2.2 Kepentingan AS dalam Konflik Israel-Palestina
2.2.1 Hubungan AS dengan Israel
-
34
2.2.2 Alasan Pengakuan Atas Yerusalem sebagai Ibukota
Israel
2.3 Respon Dunia Internasional Terhadap Pengakuan AS atas
Yerusalem sebagai Ibukota Israel
BAB III
RESPON OKI
MELALUI ASPEK
POLITIK
3.1 Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
3.2 Penyelenggaran Konferensi-Konferensi OKI
3.2.1 KTT Islam LB OKI 3.2.2 Pertemuan Menteri Luar
Negeri OKI
3.2.3 KTT Islam OKI
BAB IV
RESPON OKI
MELALUI DIPLOMASI
DAN KERJASAMA
4.1 Kerjasama OKI dengan UNRWA 4.2 Diplomasi OKI dalam Sidang
PBB
4.3 Analisis dan Diskusi
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran