bab i pendahuluan 1.1 latar...

36
11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada hakikatnya selalu membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Sejak awal kelahirannya, seorang bayi membutuhkan ibu untuk memenuhi kebutuhan fisiknya seperti susu, perawatan, kasih sayang dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan diri dan kepribadian manusia, maka kebutuhannya pun semakin meningkat. Kebutuhan tersebut tidak hanya kebutuhan fisik saja, melainkan berupa kebutuhan psikis yang menimbulkan hasrat-hasrat lain yang bersifat individual sehingga mampu memberikan kepuasan bagi dirinya. Dengan kata lain bahwa kebutuhan biasanya lebih bersifat biologis dan tersampaikan melalui permintaan, sehingga kebutuhan tersebut akan dapat terpenuhi. Namun tidak semua hal bisa tersampaikan dengan permintaan. Hal ini menimbulkan kegelisahan dan rasa kurang dalam diri manusia. Kesenjangan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut tanpa disadari akan menimbulkan hasrat 1 dalam diri manusia. Hasrat yang berasal dari alam bawah sadar inilah yang kemudian akan menggerakkan kehidupan manusia, sebab pada dasarnya manusia selalu mengalami kekurangan. Kekurangan-kekurangan ini akan terus berjalan sepanjang perjalanan kehidupan manusia, sehingga manusia terdorong untuk senantiasa memenuhi kebutuhannya demi mencapai kepuasan dan keutuhan diri. 1 Hasrat muncul dari ketidakpuasan dan mendorong anda untuk memunculkan permintaan lain. Lihat Madan Sarup, 2011, Panduan Pengantar untuk Memahami Postrukturalisme dan Posmodernisme. Yogyakarta: Jalasutra. h. 25. HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIAN Wahyu Wiji Astuti Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Upload: vukien

Post on 17-Aug-2019

282 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia pada hakikatnya selalu membutuhkan orang lain untuk bertahan

hidup. Sejak awal kelahirannya, seorang bayi membutuhkan ibu untuk memenuhi

kebutuhan fisiknya seperti susu, perawatan, kasih sayang dan sebagainya. Seiring

dengan perkembangan diri dan kepribadian manusia, maka kebutuhannya pun

semakin meningkat. Kebutuhan tersebut tidak hanya kebutuhan fisik saja,

melainkan berupa kebutuhan psikis yang menimbulkan hasrat-hasrat lain yang

bersifat individual sehingga mampu memberikan kepuasan bagi dirinya. Dengan

kata lain bahwa kebutuhan biasanya lebih bersifat biologis dan tersampaikan

melalui permintaan, sehingga kebutuhan tersebut akan dapat terpenuhi. Namun

tidak semua hal bisa tersampaikan dengan permintaan. Hal ini menimbulkan

kegelisahan dan rasa kurang dalam diri manusia. Kesenjangan dalam pemenuhan

kebutuhan tersebut tanpa disadari akan menimbulkan hasrat1 dalam diri manusia.

Hasrat yang berasal dari alam bawah sadar inilah yang kemudian akan

menggerakkan kehidupan manusia, sebab pada dasarnya manusia selalu

mengalami kekurangan. Kekurangan-kekurangan ini akan terus berjalan

sepanjang perjalanan kehidupan manusia, sehingga manusia terdorong untuk

senantiasa memenuhi kebutuhannya demi mencapai kepuasan dan keutuhan diri.

1 Hasrat muncul dari ketidakpuasan dan mendorong anda untuk memunculkan permintaan lain.

Lihat Madan Sarup, 2011, Panduan Pengantar untuk Memahami Postrukturalisme dan

Posmodernisme. Yogyakarta: Jalasutra. h. 25.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

12

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Sarup (2011:26) bahwa manusia

sebagai subjek dianggap kekurangan karena diyakini sebagai fragmen dari sesuatu

yang lebih besar dan primordial. Untuk mencapai pemuasan kebutuhan dan

keinginan ini bisa diwujudkan dengan berbagai hal. Pencapaian yang dilakukan

manusia dalam hidupnya adalah wujud produksi hasrat, misalnya dalam hal

pendidikan, pekerjaan, percintaan dan sebagainya. Salah satu manifestasi dari

hasrat manusia adalah karya sastra, dengan kata lain bahwa pengarang

menghasilkan karya sastra sebagai bentuk pemenuhan atas hasrat dirinya. Maka

dalam hal ini pengarang disebut sebagai subjek yang berkekurangan.

Dalam menulis karya sastra pengarang menghadirkan interaksi para tokoh

yang secara tidak sadar membawa permasalahan kejiwaan mereka dalam karya

sastra. Permasalahan kejiwaan yang tercermin pada tokoh ini disajikan pengarang

lewat bahasa. Bahasa menjadi media ekspresi pengarang dalam menyampaikan

konflik kejiwaan pada karya sastra. Permasalahan kejiwaan ini tentunya

berhubungan erat dengan kajian psikoanalisis, maka di sinilah keterkaitan teks

sastra dengan kajian psikoanalisis.

Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al

Banna yang berisi empat belas cerpen di antaranya berjudul “Rumah

Amangboru”, “Gokma”, “Parompa Sadun Kiriman Ibu”, “Ijazah”, “Pasar

Jongjong”, “Rabiah”, “Kurik”, “Sampan Zulaiha”, “Pertikaian Firasat”,

“Tiurmaida”, “Horja”, “15 Hari Bulan”, “Ceracau Ompu Gabe”, dan “Hanya

Angin yang Terpahat di Rahang Pintu” menceritakan tentang kehidupan manusia

yang berbeda dengan segala karakter yang dimiliki. Cerpen-cerpen yang ada di

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

13

dalam Sampan Zulaiha, hampir keseluruhannya menceritakan dinamika

kehidupan manusia yang dihadapkan pada masalah sosial dan persoalan adat.

Hasan Al Banna banyak memuat unsur budaya dan adat istiadat Sumatera Utara di

dalam cerpen-cerpennya, yang dilihat dari perspektif berbeda pula. Cerpen-

cerpen dalam kumpulan cerpen ini sebagian besar menggambarkan munculnya

pemberontakan yang dilakukan tokoh karena ketidakmampuan dalam menghadapi

atau melawan kenyataan yang terjadi, yakni keadaan yang diatur oleh kekuatan

sosial dan adat istiadat.

Hasan Al Banna menggambarkan suasana, emosi dan perasaan dalam

cerpennya dengan begitu rinci, baik melalui dialog para tokoh maupun deskripsi

keadaan yang terjadi. Hasan Al Banna sebagai pengarang cenderung

menggunakan bahasa yang ekspresif dalam menyampaikan keadaan dan peristiwa

di dalam ceritanya. Penggambaran mengenai idealisme, perasaan, dan pandangan

hidup yang disampaikan Hasan melalui tokoh dalam cerpennya seolah memberi

efek psikologis bagi pembaca. Pergulatan emosi pada masing-masing cerita di

dalamnya terlihat begitu menonjol, sehingga bisa dikatakan bahwa kumpulan

cerpen Sampan Zulaiha ini banyak memuat unsur psikologis dan masalah

kepribadian di dalamnya.

Masalah kepribadian tentunya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat

individual. Individual menurut Kartono (2005:10) merupakan setiap manusia yang

mempunyai kepribadiannya sendiri yang khas dan tidak identik dengan orang lain.

Sehingga permasalahan kepribadian yang bersifat individual ini tentu berbeda satu

sama lain. Apa yang diceritakan Hasan Al Banna dalam cerpennya tentang

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

14

permasalahan kehidupan para tokoh ciptaannya bagaimanapun memiliki

hubungan dengan kondisi kejiwaan dan kepribadiannya. Cerpen-cerpen tersebut

menjadi tempat tersimpannya hasrat Hasan Al Banna, sebagaimana diketahui

bahwa apa yang dihasrati oleh manusia akan termanifestasikan dalam bahasa

(yang dalam hal ini adalah karya sastra). Hal inilah yang kemudian akan dikaji

melalui psikoanalisis.

Di antara kajian-kajian psikoanalisis, Jacques Lacan dinilai paling erat

menampilkan analisis yang berkaitan dengan kajian bahasa dan sastra. Seperti

yang dikatakan oleh Sarup (2011: 9) bahwa Lacan membangun teori bahasa yang

lengkap, ia menghubungkan teori bahasanya dengan subjektivitas. Seperti halnya

teori pascastrukturalisme yang dibangun dengan menemukan kelemahan-

kelemahan strukturalisme, psikoanalisis Lacan ini dibangun atas dasar kelemahan-

kelemahan teori Freud. Freud dan Lacan sama-sama menyajikan analisis

kepribadian manusia mulai dari awal kelahirannya sebagai sesuatu yang tidak

dapat dipisahkan dari ibunya, namun keduanya memiliki perbedaan pandangan.

Kebutuhan menyusu di awal perkembangan manusia yang disebut Freud

sebagai “hasrat seksual infantil2” akan mengalami peningkatan pada kebutuhan

lain menjadi hasrat seksualitas. Freud memandang hasrat sebagai energi libidinal

dan cenderung liar, karena berasal dari ketidaksadaran manusia sehingga bisa

membahayakan ego. Namun hasrat dalam pandangan Lacan tidak hanya

bermakna hasrat seksualitas, tetapi keinginan-keinginan lain yang ada dalam diri

2 Lihat Max Milner, 1992, Freud dan Interpretasi Sastra, hlm 108-118.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

15

manusia misalnya hasrat ingin memiliki kekayaan, pekerjaan, hasrat menjadi

sukses dan sebagainya.

Lacan menyebut bahwa hasrat bisa berbentuk sebagai hasrat untuk

menjadi dan hasrat untuk memiliki3. Hal ini sejajar dengan pembedaan hasrat oleh

Freud yang menggunakan istilah libido narsistik dan libido anaklitik. Hasrat yang

bersifat naluriah pada manusia ini dalam proses perkembangannya dipengaruhi

konstruksi sosial dari lingkungannya. Hasrat bagi seorang individu menurut Lacan

tidak murni hasratnya sendiri, tetapi merupakan campuran dari hasrat orang lain.

Bagi Lacan, kontrol ego atas id adalah sesuatu yang mustahil.

Bagaimanapun, ego merupakan sebuah produk jadi dari id yang terbentuk melalui

mekanisme kesalahan mengenali diri di hadapan cermin pada sebuah fase yang

disebut fase cermin. Lacan berpendapat bahwa pembentukan ego pada anak

terjadi pada tahap cermin, ketika seorang anak mengidentifikasi diri pada

citraannya yang ada di cermin. Adanya dorongan identifikasi tersebut pada anak

merupakan hasrat anak untuk memiliki identitas. Hasrat ini mengacu pada

keutuhan diri yang mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan memiliki diri

yang seutuhnya. Lacan menggunakan istilah Phallus sebagai atribut kekuasaan,

baik laki-laki maupun perempuan. Seperti dijelaskan dalam Sarup, (2011:18)

bahwa Phallus merujuk pada kepenuhan; merupakan penanda keutuhan yang

tidak kita miliki.

3 Lihat Donny Gahral Adian, 2009, Pesona Hasrat dalam Psikoanalisis-Struktural Jacques Lacan:

Refleksi atas Ketegangan antara Hasrat Memiliki dan Hasrat Menjadi. Kata Pengantar dalam

Jacques Lacan, Diskursus dan Perubahan Sosial: Pengantar Kritik-Budaya Psikoanalisis,

Yogyakarta: Jalasutra, h. xIiii.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

16

Lacan menyebut bahasa sebagai penanda. Bahasa merupakan prekondisi

bagi tindakan menjadi sadar akan diri sebagai entitas yang berbeda dari yang lain

(Faruk, 2012 :186). Untuk itu Lacan meyakini bahwa psikoanalisis harus dapat

menjadi ilmu bahasa dan tanda karena sifatnya yang secara eksklusif

mempergunakan bahasa dalam analisisnya. Oleh sebab itulah ilmu psikoanalisis

Lacan dapat digunakan dalam menganalisis karya sastra, yang dalam penelitian

ini adalah kumpulan cerpen berjudul Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna.

Maka Hasan Al Banna sebagai pengarang disebut subjek. Sebagai subjek yang

selalu berada dalam kekurangan (lackness) Hasan Al Banna memiliki hasrat

tertentu yang termanifestasikan dalam teks kumpulan cerpen Sampan Zulaiha.

Untuk mengetahui hasrat pengarang tentunya perlu dianalisis metafora-

metafora bahasa di dalam cerpen tersebut. Menurut konsep Lacanian, suatu

penanda selalu menandakan penanda lain; tidak ada kata yang bebas dari

metaforisitas (Sarup, 2011:10). Misalnya penanda “Zulaiha” merupakan metafora

yang menyimbolkan sebuah makna layak dikaji dalam psikoanalisis, demikian

pula dengan penanda-penanda lainnya. Penanda-penanda tersebut diasumsikan

mengandung hasrat pengarang yang tersembunyi dan perlu dikaji melalui

perspektif Lacanian. Hal ini diperkuat dengan asumsi bahwa meskipun sumber

data yang berupa kumpulan cerpen tersebut terdiri dari beberapa cerpen yang

berbeda, namun ditemukan adanya kesamaan-kesamaan tertentu yang membentuk

sebuah garis lurus yang mengacu pada hasrat Hasan Al Banna sebagai subjek

Lacan yang berkekurangan.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

17

1. 2 Rumusan Masalah

Setiap manusia memiliki hasrat yang mendorong dirinya untuk melakukan

berbagai hal dalam kehidupan. Namun hasrat-hasrat tersebut tidak pernah

terpenuhi karena manusia selalu merasa kekurangan. Hasrat tersebut pada

akhirnya termanifestasikan lewat bahasa. Hasan Al Banna sebagai pengarang

selalu mencari pemenuhan atas kekurangan diri yang termanifestasikan dalam

karya sastra. Psikoanalisis Lacan membahas hasrat manusia melalui bahasa

(penanda) dengan mekanisme metafora dan metonimia. Dengan demikian

kumpulan cerpen karya Hasan Al Banna berjudul Sampan Zulaiha yang memuat

hasrat-hasrat pengarang yang tersembunyi perlu dikaji dengan perspektif

Lacanian. Maka untuk melihat hasrat-hasrat tersebut akan dilakukan dengan

menjawab permasalahan berikut (1) Bagaimana rangkaian penanda sebagai

manifestasi hasrat dituliskan secara metaforik dan metonimik dalam kumpulan

cerpen Sampan Zulaiha; (2) Bagaimana hasrat pengarang dalam kumpulan cerpen

Sampan Zulaiha.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Teoritis

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penanda-penanda sebagai

manifestasi hasrat secara metaforik dan metonimik dalam kumpulan cerpen

Sampan Zulaiha serta mengungkap hasrat pengarang dalam kumpulan cerpen

Sampan Zulaiha. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan

alternatif penerapan teori sastra mengenai kajian psikoanalisis Lacanian.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

18

1.3.2 Tujuan Praktis

Penelitian ini bertujuan untuk memberi sumbangan pemikiran mengenai

hasrat-hasrat subjek dengan berdasarkan pada pendekatan psikoanalisis Lacanian.

Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk memberi sumbangan pemikiran

tentang pembahasan karya sastra melalui bahasa dalam karya sastra dengan

pendekatan psikoanalisis Lacanian. Dengan demikian manusia sebagai subjek

yang selalu merasa berkekurangan mampu mengetahui hasratnya dan pemenuhan

kebutuhan identitasnya dalam lingkungan sosial, budaya dan adat istiadat.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al

Banna memang belum banyak dilakukan secara khusus, namun dari data-data

yang diperoleh ada beberapa tulisan dan penelitian yang membicarakan tentang

cerpen-cerpennya secara terpisah. Di antaranya penelitian kuantitatif mengenai

keefektifan sebuah model pembelajaran yang dikaitkan dengan kegiatan

menganalisis nilai-nilai moral dalam kumpulan cerpen tersebut. Penelitian ini

ditulis oleh Purba (2010) dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Latihan

Penelitian Terhadap Kemampuan Menganalisis Nilai-nilai Moral Cerpen Sampan

Zulaiha Karya Hasan Al-Banna Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tanjung Balai

Tahun Pembelajaran 2010/2011”.

Purba (2010) dalam penelitiannya lebih menekankan pada penerapan

model pembelajaran kepada siswa, bukan pada cerpen Hasan Al-Banna. Cerpen

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

19

dalam penelitian ini sebagai materi yang akan diajarkan kepada siswa, yakni

melihat nilai-nilai moral yang ada di dalamnya. Dalam penelitian tersebut

dikatakan bahwa Model Latihan Penelitian lebih efektif dibandingkan dengan

metode ekspositori di SMA Negeri 1 Tanjung Balai Tahun Pembelajaran

2010/2011 dalam mengajarkan kemampuan menganalisis nilai-nilai moral cerpen

Sampan Zulaiha. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil nilai rata-rata kelas yang

menggunakan model pembelajaran Latihan Penelitian lebih tinggi yaitu 77,16

daripada nilai rata-rata kelas yang menggunakan metode pembelajaran ekspositori

yaitu 69,16.

Penelitian dengan menggunakan teori psikoanalisis Lacan dilakukan oleh

Halida (2010) dari Universitas Indonesia yang berjudul “Peran Perempuan dalam

Politik Nasional Jepang Kontemporer (1980-1990); Analisis Menurut Tatanan

Simbolik Jacques Lacan”. Penelitian ini membahas peran perempuan dalam

politik nasional Jepang kontemporer yang dianalisis dengan Tatanan Simbolik

psikoanalisis Lacan. Tatanan Simbolik menciptakan aturan sosial dalam ranah

ketidaksadaran manusia. Pada masyarakat Jepang yang patriarki, tatanan simbolik

memperkuat dominasi laki-laki sehingga peran perempuan semakin tersisihkan.

Perempuan dianggap tidak pantas berperan di dalam politik karena politik adalah

wilayah kekuasaan laki-laki. Hal ini mempengaruhi peran perempuan dalam

politik nasional Jepang pada masa kontemporer.

Penelitian karya sastra dengan menggunakan psikoanalisis Lacan juga

pernah ditulis oleh Rengganis (2004) berjudul “Seksualitas Perempuan dalam

Saman dan Larung Karya Ayu Utami: Sebuah Tinjauan Psikoanalisis Lacanian”.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

20

Penelitian ini melihat seksualitas subjek-subjek perempuan. Rengganis (2004)

mengatakan bahwa terdapat empat perempuan dengan karakter berbeda yang

menyuarakan seksualitas sebagai subjek perempuan dalam masyarakat, yang

merepresentasikan suara Ayu Utami mengenai subjektivitas perempuan.

Rengganis mengatakan bahwa kemampuan individual subjek dalam menyuarakan

seksualitas dipengaruhi oleh pandangan dan sikap subjek mengenai sistem norma,

ajaran dan agama yang cenderung patriarki, serta perilaku dan pandangan seksual

subjek dalam menyuarakan seksualitasnya.

Mengenai hasrat dalam psikoanalisis Lacan dibahas dalam penelitian

Manik (2011) berjudul “Hasrat N Riantiarno dalam Trilogi Cermin: Kajian

Psikoanalisis Lacanian”. Penelitian ini ditujukan untuk melihat hasrat Nano

Riantiarno sebagai pengarang trilogi cermin tersebut. Manik (2011) mengatakan

bahwa manusia sebagai subjek memiliki hasrat untuk memenuhi kekurangan diri.

Namun keinginan untuk kesatuan eksistensial itu tidak mungkin didapat kembali,

sehingga manusia menyerahkan dirinya pada otoritas Yang Simbolik untuk

memberikan yang seolah-olah utuh, yakni identitas. Ia menyimpulkan bahwa

hasrat Nano akan seorang yang jujur, berani, bertanggung jawab, loyal, ulet,

konsisten, pekerja keras, setia dan demokratis diidentifikasi dari citraan ayahnya.

Sedangkan identitas seniman, sutradara dan penulis dari citraan ideal identitas

tersebut adalah anchoring point dari ketidakmenentuan dan ambiguitas diri, dan

tetap tidak mampu memberikan pemenuhan bagi dirinya.

Identitas seniman, sutradara, penulis, laki-laki heteroseksual dan bunuh

diri berada pada hasrat memiliki (anaklitik) dan hasrat menjadi (narsistik),

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

21

sedangkan hasrat ingin menjadi Nano yang lain adalah dengan menjadi orang

yang menerima dan memberikan kebebasan bagi identitas yang mengalami

stigmatisasi seperti homoseksual, tapol, dan kaum terpinggirkan lainnya oleh yang

Simbolik. Dengan demikian Nano mencari sesuatu yang dapat memberikan

keutuhan dan kepuasan perasaan pada diri yaitu dengan cara produktif dalam

berkarya.

Nenden Lilis A sempat menyebut Hasan Al Banna dalam esainya (2011)

yang berjudul “Geliat Estetika dalam Cerpen-Cerpen Karya Cerpenis Terkini”.

Esai ini menyoroti estetika cerpen yang ditulis oleh cerpenis-cerpenis masa kini

dengan memaparkan pula perkembangan estetika cerpen masa-masa sebelumnya.

Lilis A (2011) mengatakan bahwa pada era reformasi yang terhitung sejak

jatuhnya rezim orde Baru tahun 1998 memang telah menunjukkan fenomena

khusus dalam perkembangan sastra Indonesia. Era keterbukaan pada masa

reformasi telah membawa keberagaman dalam jenis, bentuk, gaya, dan ideologi

yang muncul dalam karya sastra. Hal menonjol yang juga terjadi pada masa ini

adalah kebebasan berkarya serta tergalinya kembali berbagai jenis sastra yang

pada awalnya terpinggirkan, seperti sastra perempuan, sastra lokal, dan sastra

popular, bahkan sastra sebagai bagian dari industri.

Lilis A memfokuskan melihat cerpen masa kini dari cerpen-cerpen yang

dimuat dalam Jurnal Cerpen Indonesia (JCI), yang salah satunya adalah cerpen

Hasan Al Banna. Ia mengatakan bahwa Hasan Al-Banna di dalam cerpennya

menggunakan diksi-diksi yang sangat cermat dan dipilih dengan keseriusan,

misalnya pada cerpennya berjudul Kurik yang dimuat di Jurnal Cerpen Indonesia.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

22

Selain itu terdapat pula perubahan sudut pandang yang ada di dalam cerpen ini

dan cerpen-cerpen lain di JCI merupakan estetika baru pada cerpenis terkini.

Menurutnya cerpenis masa kini (setelah era reformasi) cenderung berada

pada keseragaman estetika yang sama dan bahkan masih terpengaruh estetika

masa sebelumnya. Namun cerpen Kurik dinilai mengandung eksplorasi bahasa

yang cukup berhasil dan padu dengan unsur-unsur lainnya. Fenomena lain yang

terjadi menurutnya adalah adanya gejala gagasan dan konflik cerita yang tidak

lagi menjadi sesuatu yang dikedepankan seperti sering dilakukan para pengarang

era sebelumnya. Menurutnya hal ini terjadi karena media-media komunikasi yang

ada akibat abad teknologi informasi dan era keterbukaan yang telah menampung

hal itu sehingga dipandang sebagai kondisi yang biasa. Sementara bahasa dalam

karya sastra yang di dalamnya harusnya penuh dengan daya refleksi menjadi

terlupakan.

Selain itu ada beberapa komentar lain yang membahas cerpen Hasan Al-

Banna dalam esai dan artikel media massa, di antaranya yang ditulis oleh Agus T.

Khaidir berjudul “Menyemai Bunga Cerpen Hasan Al Banna” (Analisa, Minggu,

26 Agustus 2012). Esai ini ditulis untuk menanggapi esai Damiri Mahmud

berjudul “Nihilisme Sampai Sampan Zulaiha” (Minggu, 12 Agustus 2012) yang di

dalamnya mengkritisi cerpen-cerpen Hasan Al-Banna dalam kumpulan cerpen

Sampan Zulaiha. Disebutkan dalam esai tersebut bahwa Mahmud (2012)

mengkritisi, cerpen yang dikumpulkan Hasan cenderung hanya berupaya

mengharu-biru pembaca dengan sangat berlebihan hingga jadi tak logis, dan

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

23

cenderung tak bermoral lantaran seperti tidak pernah berniat memenangkan sang

protagonis.

Mahmud (2012) menjelaskan tentang adanya kenihilan dan absurditas

yang ditulis Hasan mengenai konflik dalam cerpennya. Namun Khaidir menilai

bahwa tidak ada yang absurd di dalam cerpen Hasan Al-Banna tetapi justru sangat

realis. Ia menyebutkan bahwa ketidakmasukakalan seperti ini (cerpen-cerpen

absurd sejenis Marquez, Kafka dan Camus) tidak muncul dalam cerpen Hasan.

Tiga karakternya justru digiring menjemput kematian dengan cara masing-

masing. Berikutnya Khaidir (2012) mengatakan bahwa Hasan memberi judul

cerpennya Sampan Zulaiha seperti memberi taburan bunga kata, menyamarkan

kematian karakternya yang tragis dengan kalimat cantik. Hasan secara sadar

menempuh jalan berbeda dari jalan para wartawan kriminal. Karena pada

dasarnya peristiwa yang dikedepankan tidak berbeda. Khaidir mengatakan jika

bunga-bunga cerpen itu disemai, Sampan Zulaiha akan sejenis dengan berita yang

barangkali diberi judul: “Gadis Cacat Mati Tenggelam”.

Esai yang khusus membahas buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha juga

dimuat di Harian Haluan Padang, 2 Oktober 2011 oleh Desi Sommalia Gustina

berjudul “Sehimpun Kisah dari Gagasan yang Menyehari”. Esai berisi apresiasi

terhadap kumpulan cerpen tersebut, mengemukakan apa yang menarik dari buku

dan cerpen yang ada di dalamnya. Sedangkan esai yang ditulis oleh Hidayat

Banjar (2011) yang berjudul “Peluncuran“Sampan Zulaiha”; Nonton Perdebatan

dan Kesombongan Akademisi” berisi tentang pandangannya mengenai acara

peluncuran buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha di Taman Budaya Sumatera

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

24

Utara yang berlangsung pada tanggal 23 April 2011. Banjar mengatakan bahwa

menyaksikan peluncuran kumpulan cerpen Sampan Zulaiha sejatinya adalah

menonton perdebatan dan kesombongan akademisi. Menurutnya Hasan Al Banna

sebagai pengarang tetap arif dan rendah hati dalam menyikapi perdebatan

tersebut. Hasan kokoh pada pendiriannya yang menyebutkan bahwa, “begitu

Sampan Zulaiha diterbitkan dan diluncurkan di kantin Taman Budaya Sumatera

Utara (TBSU), sang ‘sampan’ adalah milik pembaca”. Selain itu menurut Banjar,

buku yang berisikan 15 cerpen Hasan bisa dikatakan menyajikan potret Sumatera

Utara jika pijakannya adalah setting peristiwa dan istilah atau idiom-idiom

(ungkapan-ungkapan) kedaerahan. Hanya saja, sesungguhnya cerpen-cerpen

Hasan menggambarkan problematika manusia secara universal.

Artikel berjudul “Sampan Zulaiha Berlabuh di Binjai” yang dimuat di

Analisa, 26 Juni 2011ditulis oleh Tanita Liasna, mengemukakan tentang prosesi

peluncuran buku kumpulan cerpen ini yang berlangsung di kota Binjai. Selain itu

Liasna (2011) sempat menelisik sedikit mengenai unsur yang ada di dalam cerpen

Hasan Al-Banna. Menurutnya akhir cerita dalam cerpen yang semuanya berakhir

duka, membuat kesadaran pada manusia, bahwa hidup yang dijalani jaranglah

mulus berjalan. Ada saja batu menyandung menciptakan perih, bahkan kematian

yang tidak terelakkan. Semuanya menyadarkan manusia untuk mensyukuri nikmat

dan menyadari semua pilihan adalah jalan yang harus ditempuh dan tak semuanya

sesuai dengan harap.

Budi Hatees dalam esainya “Secawan dan Air dalam Sastra” (Rebana

Analisa, Minggu, 16 Sep 2012) mempertanyakan kembali mengenai istilah

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

25

“pelancong” yang disandangkan kepada Hasan, bahwa Hasan Al-Banna adalah

"pelancong" di ranah kultur Sumatra Utara yang heterogen. Menurutnya meski

Hasan yang berasal dari Padangsidempuan, lahir dan tumbuh di lingkungan

masyarakat rural di Kota Padangsidempuan yang heterogen secara antropologi,

Hasan Al Banna adalah keturunan Minangkabau yang oleh masyarakat sekitar

disebut kelompok budaya Daret/ Darek (merupakan perantau dari Minagkabau).

Tetapi Hasan di dalam cerpen-cerpennya memuat keanekaragam kultur yang

menghidupinya dan berasimilasi satu sama lain, membias untuk memperkuat

diaspora Minangkabau di Provinsi Sumatra Utara.

Hatees (2012) tidak menyetujui istilah “pelancong” dilekatkan pada

Hasan. Sebab dalam sedikit cerpen Hasan Al Banna, ia menemukan jati diri orang

Batak dari lingkungan Angkola-Mandailing dan orang Melayu dua dari sekian

banyak kultur yang berkembang di Sumatra Utara. Di dalam cerpen-cerpen itu,

Hasan bicara tentang nilai yang membentuk dunia orang Batak Angkola-

Mandailing, baik dunia ide maupun dunia nyata. Menurut Hatees (2012) Hasan

berhasil membentang berbagai laku manusia Batak Angkola-Mandailing baik

interior, psikis maupun personalitasnya.

1.5 Landasan Teori

Psikoanalisis merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu

pengetahuan manusia karena telah merambah berbagai sektor keilmuan seperti

sastra, sosiologi, filsafat dan kesenian. Pada awalnya psikoanalisis identik dengan

nama Sigmund Freud, sehingga penggunaan istilah psikoanalisis sering

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

26

disandingkan dengan nama Freud. Namun dalam perkembangannya psikoanalisis

menuai pro-kontra dan mengalami perkembangan sampai kepada psikoanalisis

Lacanian. Terlepas dari berbagai pro dan kontra tersebut, psikoanalisis telah

memberikan sumbangan besar bagi berbagai bidang ilmu. Oleh sebab itu dalam

hal ini perlu dijelaskan sekilas mengenai pandangan Freud tantang psikoanalisis

sebelum berangkat pada teori Lacan.

Disebutkan dalam Semiun (2006:55) bahwa Freud diakui sebagai orang

pertama yang memetakan alam bawah sadar manusia. Freud menemukan

permasalahan kejiwaan mengenai alam bawah sadar secara langsung dari

analisisnya terhadap manusia termasuk dirinya sendiri. Ide-ide pokok Freud

tentang teori kepribadian ini berasal dari pengalamannya dalam merawat pasien-

pasien neurotik. Teori-teori kepribadian ini kemudian berkembang menjadi

psikoanalisis.

Freud mengatakan bahwa tujuan psikoanalisis adalah memperkuat ego,

membuatnya lebih independen dari superego, memperlebar persepsinya,

memperluas organisasinya sehingga ia dapat memiliki bagian-bagian yang segar

dari id (Semiun, 2006:16). Ego yang terdiri dari identitas diri dan kedirian yang

rasional akan mengantisipasi kemunculan id dan menggantikannya saat muncul ke

permukaan. Mengenai psikoanalisis Freud ini, Eagleton (2007:233) menyebutkan

slogan Freud yakni ‘di mana id pernah berada, di situ akan ada ego’. Pengalaman-

pengalaman Freud dalam memberikan terapi kepada pasien neurotiknya memberi

keyakinan dirinya bahwa ketidaksadaran merupakan faktor penentu tingkah laku

yang penting dan dinamik.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

27

Freud mengemukakan adanya tiga tingkatan kegiatan mental yakni

ketidaksadaran, keprasadaran dan kesadaran. Isi ketidaksadaran adalah dorongan-

dorongan, keinginan-keinginan, sikap-sikap, perasaan-perasaan, pikiran-pikiran,

atau insting-insting yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan, hanya dengan susah

payah ditarik ke dalam kesadaran, tidak terikat oleh hukum-hukum logika dan

tidak dapat dibatasi oleh waktu dan tempat (Semiun, 2006:56). Tingkat pikiran

prasadar berisi semua elemen yang tak sadar, tetapi dapat dengan mudah disadari.

Isi keprasadaran berasal itu sendiri dijelaskan oleh Freud terdiri dari dua sumber,

yakni persepsi sadar dan ketidaksadaran.

Ketidaksadaran merupakan penjelasan untuk makna mimpi-mimpi,

keseleo lidah (salah ucap), simtom-simtom neurotik dan sifat-sifat tertentu dari

sifat pelupa yang dinamakan represi-represi (Semiun, 2006:56). Sedangkan

kesadaran merupakan satu-satunya tingkat kehidupan mental yang secara

langsung tersedia bagi kita. Model struktural tentang mental manusia yang

diperkenalkan Freud, membagi daerah pikiran menjadi tiga agen, yakni id, ego,

dan superego. Bagi Freud, bagian yang sangat primitive dari jiwa adalah id (das

Es), bagian kedua adalah ego (das Ich), serta bagian ketiga superego (das

Uberich) (Semiun, 2006:60).

Id dianggap sebagai sumber utama energi fisiologis yang terungkap pada

dorongan-dorongan hidup dan dorongan-dorongan mati (Semiun, 2006: 63). Id

mudah untuk menuruti dorongan emosi, tidak berdasarkan akal sehat, suka

mengasingkan diri, egois, suka pilih kasih. Tidak adanya organisasi pada id,

sifatnya yang tidak memperhatikan kenyataan harus dijinakkan untuk menjaga

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

28

kelangsungan hidup. Dengan demikian ego melalui proses sekunder ditugaskan

untuk menjaga dan menyelamatkan diri.

“… Id adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar, disebut

pula libido. Id juga merupakan aspek kepribadian yang paling

“gelap” dalam bawah sadar manusia, berisi insting dan nafsu-nafsu,

tak kenal nilai dan menjadi “energi buta”, karena belum

dikendalikan. Id tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat dikendalikan.

Di dalam tidur, Id terjelma kembali hanya sebagian berwujud

mimpi.” (Suroso, 2009:41-42).

Ego adalah “aku” atau “diri” yang tumbuh dari id pada masa bayi dan

menjadi sumber dari individu untuk berkomunikasi dengan dunia luar (Semiun,

2006:64). Ego harus mempertimbangkan tuntutan-tuntutan dari id dan super-ego

yang bertentangan dan tidak realistik. Perbedaan pokok antara id dan ego adalah

bahwa id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan

antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia

luar. Ego bekerja dengan mengikuti prinsip kenyataan dan melalui proses

sekunder. Prinsip kenyataan bertujuan mencegah terjadinya tegangan sampai

ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan, sedangkan proses

sekunder dimaksudkan pada proses berpikir realistis.

Superego adalah bagian moral atau etis dari kepribadian. Superego adalah

perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat,

sebagaimana diterangkan orang tua kepada anak dan dilaksanakan dengan cara

memberinya hadiah atau hukuman (Semiun, 2006:66). Super-ego tumbuh dari

ego. Anak menerima norma-norma moral dari orang tua. Norma-norma moral ini

diinternalisasikan melalui identifikasi dengan ayah dan ibu. Superego

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

29

mencerminkan yang ideal dan yang bukan real, memperjuangkan kesempurnaan

dan bukan kenikmatan. Jadi, Superego berkembang mengontrol dorongan-

dorongan kebutuhan Id, dan berisi nilai-nilai atau evaluatif” (Suroso, 2009:42).

Superego tidak berhubungan dengan dunia luar dan dengan demikian tuntutannya

untuk kesempurnaan tidak realistik.

Berangkat dari pemikiran Freud tersebut, Lacan mengkritisi pandangan-

pandangan Freud dengan mengemukakan teori psikoanalisisnya. Secara umum

Lacan sama sekali tidak menolak konsep psikoanalisis Freudian, tetapi

memodifikasi masalah formasi ego yang memiliki hubungan dengan

ketidaksadaran yang menurutnya sangat krusial. Sebab menurutnya ego adalah

produk dari ketidaksadaran. Psikoanalisis Lacanian dilandasi oleh dua garis besar

pemikiran yakni fenomenologi dan strukturalisme. Fenomonologi menekankan

pada konsep Diri yang bebas; kemudian strukturalisme menekankan pada

determinisme bahasa (Bracher, 2009:299). Dengan dasar tersebut psikoanalisis

Lacan memusatkan perhatian pada konsep diri sebagai subjek, serta menggunakan

pola strukturalisme sebagai cara pembahasannya. Mengenai ontologi Lacan

berbeda idealisme Saussurean, namun lebih memusatkan pada karakteristik

material, dengan memberikan makna yang lebih luas pada ruang lingkup ontologi

psikoanalisisnya4. Hal ini dijelaskan pula dalam Eagleton (2007:237) bahwa apa

4 Far from the Saussurean idealism so often imputed to him, Lacan’s concern for the material

characteristics of signification widens the ontological scope of his psychoanalytic theory, such that

our understanding of what divides the material from the ideal, the present from that which is

represented, is fundamentally disrupted. Tom Eyers, 2011, Lacanian Materialism And The

Question Of The Real, dalam Cosmos and History: The Journal of Natural and Social Philosophy,

vol. 7, no. 1, 2011, h 155-166.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

30

yang Lacan lakukan dalam karyanya Ecrits adalah menafsirkan ulang Freud

sambil mempertimbangkan teori wacana strukturalis dan potstrukturalis.

Lacan menunjukkan kesamaan, sekaligus perbedaan, antara

teorinya dan teori Freud tentang struktur kesadaran. Struktur

tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu apa yang disebut Ego oleh

Freud adalah Angancipta (Real) menurut Lacan, Superego bagi

Freud adalah yang Simbolis (Simbolik) menurut Lacan, dan naluri-

naluri dasar primordial yang disebut Id oleh Freud disebut

terSawang (Imajiner) oleh Lacan. Perbedaannya, naluri-naluri dasar

primordial dipandang sebagai hal yang negatif oleh Freud dan

harus ditundukkan demi humanisasi, sedangkan Lacan

menganggapnya positif ibarat halaman kosong yang perlu bagi

deretan huruf dan makna verbalnya meskipun tak terpahami

karenanya dapat membuat cemas (Soetrisno-Van Eymeren,

2011:160)

Jika Freud mengatakan bahwa ego merupakan bagian kepribadian yang

mengontrol dan mengambil keputusan dalam bertindak, maka Lacan menolak ego

sebagai sumber kekuatan psikologis. Ego tidak akan dapat mengendalikan,

menggantikan, bahkan mengenyahkan ketidaksadaran karena sesuangguhnya ego

sendiri merupakan produk ketidaksadaran; otonomi ego adalah ilusi (Lacan,

1977:6). Dengan demikian Lacan tidak menyetujui pandangan Freud tentang

kuasa ego. Menurutnya ego tidak mampu membedakan hasratnya dengan hasrat

orang lain serta cenderung kehilangan dirinya dalam samudra objek-objek

(manusia dan citraan) (Adian, 2009:xxxvi).

Kondisi psikologis manusia terdiri dari alam bawah sadar dan alam sadar.

Seperti dikatakan oleh Bracher (2009:303) yang menyebutkan bahwa manusia

dewasa senantiasa berada di antara sadar (conscious) dan tak sadar (unconscious),

namun ketidaksadaranlah yang lebih sering menyembul dan mimpi merupakan

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

31

salah satu jalan ketaksadaran tersebut. Lacan menjelaskan bahwa ketidaksadaran

(unconsciousness) atau nirsadar menempati posisi penting dalam bahasan

psikoanalisis. Ketidaksadaran5 tidak lebih dari sebuah tatanan simbolik dari tradisi

linguistik Saussurian. Menurutnya ketidaksadaran sepenuhnya adalah sadar akan

bahasa, dan secara khusus ia terdiri dari struktur bahasa.

Berbeda dengan Freud yang mengatakan bahwa ketidaksadaran sudah

eksis sebelum bahasa memberikan pengaruhnya, Lacan berpandangan bahwa

ketaksadaran terbentuk bersamaan dengan bahasa (Bracher, 2009:303). Menurut

Lacan ranah nirsadar atau alam bawah sadar adalah ranah terstruktur layaknya

bahasa. Ketidaksadaran merupakan suatu struktur yang tersembunyi yang

menyerupai struktur bahasa. Pengetahuan mengenai dunia, mengenai orang-orang

lain dan diri ditentukan oleh bahasa (Faruk, 2008:17). Bahkan ketidaksadaran

hadir bersamaan dengan bahasa. Dengan kata lain, bahasa menunjukkan alam

bawah sadar (unconscious mind) seseorang.

Ditegaskan pula oleh Lacan bahwa bahasa sebagai sistem pengungkapan

tak pernah mampu secara utuh menggambarkan konsep yang diekspresikannya.

Dalam hal ini Lacan memandang adanya jalinan antara psikoanalisis dengan

linguistik. Bagi Lacan ketidaksadaran sebanding dengan struktur pada suatu

bahasa (Faruk, 2008:19). Hal ini terjadi karena formasi-formasi di dalam

5 There can be no “meaning” until a second or “next” signifier is added to a first utterance, S

1, that

only retroactively becomes a signifier (pointing to something else) when a second signifier is

added to it. This second signifier endows the first with a significance it cannot have on its own.

Moreover, this meaning, for psychoanalysis, is not only symbolic, but unconscious. Lihat Juliet

Flower MacCannel, 2008, The Real Imaginary: Lacan’s Joyce. Dalam S 1 : Journal of the Jan

Van Eyck Circle for Lacanian Ideology Critique 1, 2008, h 50.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

32

ketidaksadaran dan bahasa diatur oleh mekanisme yang sama, yakni metafora dan

metonimi.

Lacan mempercayai tentang bahasa yang otonom, yakni bahasa yang

terlepas dari makna dan referennya. Kata-kata yang tersusun di dalam bahasa

memiliki berbagai makna yang berbeda dari makna konkretnya. Teori Lacan

menggabungkan gagasan metafora dengan mempertimbangkan penyimpangan

sebagai aspek realitas manusia itu sendiri. Metafora menghubungkan subjek

kepada peristiwa sebenarnya6. Penyimpangan makna ini menggunakan metafora

dan metonimi sebagai alat penyampai pesan di dalam bahasa. Maka untuk

memahami karya sastra adalah dengan melihat bahasa karya sastra tersebut

melalui fenomena metafora dan metonimia.

Bahasa juga merupakan sesuatu yang diadakan secara sosial, sebuah

kebudayaan, larangan-larangan dan hukum-hukum. Dengan tidak disadari seorang

anak dibentuk oleh bahasa dalam perkembangannya. Lacan yakin bahwa subjek

manusia tidak mungkin ada tanpa bahasa, tetapi subjek tidak dapat direduksi

menjadi bahasa (Bracher, 2009:302). Ketika seseorang berbahasa maka ia tengah

mewujudkan diri dengan penanda-penanda. Penanda-penanda adalah satu-satunya

cara subjek itu dapat mewujudkan dirinya (Hill, 2002:29-30).

Menurut konsep bahasa Lacanian, suatu penanda selalu menandakan

penanda lain; tidak ada kata yang bebas dari metaforisitas (metafora adalah

penanda yang menandakan penanda lain) (Sarup, 2011:10). Dalam hal ini Lacan

6 Lacanian theory incorporates this notion of metaphors by considering distortion as an aspect of

human reality itself. Metaphors link the subject to the “original” event. Andre Nusselder, 2009,

Interface Fantasy: a Lacanian Cyborg Ontology. England: The MIT Press Cambridge, h 16.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

33

berbicara tentang glissement (keterpelesetan, ketergelinciran) dalam mata rantai

penandaan, dari penanda yang satu ke penanda yang lain. Bahasa selalu tidak

mampu menjelaskan sebuah makna secara utuh, karena bahasa dapat dimaknai

dengan berbagai pemaknaan. Bahasa disebut Lacan sebagai penanda. Sebuah

penanda bisa dipahami dan dijelaskan melalui kata lain, maka bahasa merupakan

rangkaian penanda-penanda yang tidak pernah selesai. Dengan demikian bahwa

bahasa selalu terbuka, ia membuka diri terhadap kemungkinan-kemungkinan

makna lain.

Di dalam sebuah penanda terdapat penanda lain dan petanda atau makna

sebuah penanda tersebar dalam mata rantai penanda, bukan hanya ada pada satu

penanda saja. Sehingga makna dalam sebuah kata tidak akan pernah selesai,

karena di dalam petanda adalah penanda, di dalam makna itu sendiri sebenarnya

adalah konsep atau kata. Misalnya: kata “meja” merupakan penanda yang

menandai konsep meja. Makna “meja” yang merupakan “benda yang terbuat dari

kayu, memiliki empat kaki dan digunakan untuk belajar, dst..” merupakan

rangkaian dari penanda, dan penanda pasti menandakan petanda lain, sehingga

makna “meja” tidak akan pernah selesai. Ia tidak bisa terdefinisikan secara

absolut, ia tidak penuh. Itulah sebabnya mengapa dikatakan terbuka.

Roman Jakobson (dalam Kurniasih, 2009: 303), seorang tokoh formalis

Rusia mengatakan bahwa terdapat dua operasi utama dalam bahasa manusia yang

keduanya bersifat simbolik, yaitu metafora (substitusi suatu tanda oleh tanda

lainnya karena adanya kesamaan) dan metonimi (asosiasi satu tanda oleh tanda

lainnya). Lacan mengikuti Jakobson yang menggunakan mekanisme metafora dan

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

34

metonimia dalam memahami bahasa, namun pandangan yang dikemukakan Lacan

memiliki perbedaan dengan Jacobson. Jika Jakobson menghubungkan metonimi

dengan kondensasi dan penggantian serta metafora pada identifikasi dan

simbolisme, maka bagi Lacan menghubungkan metafora sebagai kondensasi serta

metonimi sebagai penggantian. Hal ini dijelaskan oleh Jakobson (dalam Evans,

1996: 116) bahwa whereas for Jakobson, metonymy is linked to both displacement

and condensation, and metaphor to identification and symbolism, Lacan links

metaphor to condensation and metonymy to displacement.

Metafora mencoba menjelaskan sesuatu dengan membandingkannya

dengan sesuatu yang lain namun tidak menggunakan kata ‘seperti’, ‘bagaikan’

dan sebagainya. Metaphor is usually defined as a trope in which one thing is

described by comparing it to another, but without directly asserting a comparison

(Evans, 1996: 115). Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Verhaar

(1978:129) yang mengungkapkan bahwa metafora terbentuk karena adanya

penyimpangan makna kepada sesuatu referen yang lain, yang sesungguhnya tidak

sama. Maka secara definitif metafora merupakan sarana untuk memahami dan

mengalami sesuatu hal melalui pemaknaan hal yang lain (Lakoff dan Johnson,

1980: 8). Sedangkan metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti

menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian,

metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk

menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

Metonymy is usually defined as a trope in which a term is used to

denote an object which it does not literally refer to, but with which

it is closely linked. This link may be one of physical contiguity (such

as when ‘thirty sails’ means ‘thirty boats’), but not necessarily

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

35

(such as when ‘I haven’t read Shakespeare’ means ‘I haven’t read

anything written by Shakespeare’) (Evans, 1996: 117).

Menurut Halley (1980:139) dalam penciptaan metafora, bahasa yang

digunakan tergantung pada lingkungan sosial dan budaya. Maka untuk

mengetahui makna sebenarnya dari sebuah metafora, harus diketahui konteks dan

budaya dimana metafora tersebut muncul. Daerah-daerah yang memiliki budaya

yang berbeda akan memiliki metafora yang berbeda pula. Hal ini senada dengan

yang dikatakan oleh Lyons (1996:280-281) bahwa untuk mengetahui apakah

suatu ungkapan hanya bermakna harfiah saja atau bermakna metaforis dibutuhkan

konteks dan situasi pembicaraan. Misalnya “kalimat Mika adalah seekor ular

betina”, bisa dimaknai berbeda tergantung pada konteks pembicaraan.

Lacan mengatakan berkat kemampuan metaforis manusia, kata dapat

menyampaikan pelbagai macam makna dan kita dapat menggunakan kata untuk

menyampaikan sesuatu yang berbeda dengan makna konkretnya (Sarup, 2011:8).

Dengan demikian untuk menganalisis bahasa yang disampaikan manusia

dilakukan dengan mekanisme metafora dan metonimia. Hal ini dikarenakan

bahwa manusia senantiasa berada diantara sadar (conscious) dan tak sadar

(unconscious). Ketaksadaran cenderung muncul dalam bentuk mimpi sebagai

bentuk simbolik dari keinginan tak sadar. Dalam hal ini ketaksadaran menutupi,

menghaluskan, dan menyimpangkan makna-makna, sehingga mimpi menjadi

teks-teks simbolik. Inilah yang menjadi dasar dari yang dikatakan Lacan bahwa

ketaksadaran terstruktur seperti bahasa, karena mekanismenya serupa dengan

metafora dan metonimia.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

36

Lacan membagi perkembangan manusia (Kompleks Oedipus) ke dalam

beberapa fase sesuai dengan perkembangan bahasa. Fase-fase tersebut adalah

tananan real (alam sebelum ada bahasa), tatanan imajiner (alam fantasi/imajinasi

atau alam ketika bahasa belum tertata), dan tatanan simbolik (alam ketika bahasa

sudah tertata). Tananan simbolik merupakan fase di mana subyek telah

“terinstalasi” dengan baik dalam ranah Simbolik kebudayaan, di mana subyek

telah memperoleh predikat Oedipus (sang subyek dewasa). Namun Lacan

memahami Oedipus dalam pengertian bahasa, bukan dalam pengertian tubuh, dan

bahwa tidak ada tubuh sebelum bahasa ada (Sarup, 2011:32).

Pada fase pra-oedipal yang bekerja pada tatanan real, Lacan berpendapat

bahwa bayi merupakan “gumpalan” (mass) yang tak dapat dipisahkan dari ibunya;

tak ada perbedaan antara diri dan ibu; bahkan tak ada perbedaan antara bayi

dengan siapapun. Yang ada hanyalah kebutuhan, dan benda-benda yang

memuaskan kebutuhan tersebut. Fase ini merupakan ranah Real, dimana ide state

of nature mengemuka. Pada tatanan ini bayi belum menemukan dirinya. Bayi dan

ibu satu kesatuan dan yang ada hanyalah kebutuhan, sehingga disebut dengan

konsep need. Dalam ranah ini yang ada hanyalah kepenuhan dan kelengkapan

dimana tidak ada kebutuhan yang tidak terpuaskan, semua kebutuhan terpenuhi

karena kebutuhan bersifat fisiologis. Maka tidak ada pula ketiadaan, kehilangan,

atau kekurangan sehingga bahasa tidak dibutuhkan.

Fase cermin termasuk dalam tatanan imajiner. Dorongan yang muncul

dalam tatanan imajiner ini disebut Lacan dengan istilah demand. Jika need selalu

dipenuhi, maka demand adalah dorongan yang tidak dapat dipenuhi. Seorang anak

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

37

mampu membedakan dirinya dengan objek sekitar namun belum mampu

membedakan benda lain. Pada fase cermin yang bekerja pada tatanan imajiner,

ada beberapa hal penting yang terjadi, antara lain adalah saat bayi menyadari

keterpisahannya dengan sang ibu. Struktur imajiner merupakan dunia pra-oedipal.

Diri ingin menyatu dengan apa yang ia persepsi sebagai Yang Lain (Sarup,

2011:31). Pada saat kebutuhan sang bayi tidak langsung terpenuhi seperti pada

fase pra-oedipal, bayi akan menyadari bahwa ternyata dirinya tidak menyatu

dengan ibu sebagai objek pemuas kebutuhannya. Hal ini membuat sang bayi

merasa kehilangan, kekurangan, dan ingin menyatu kembali dengan ibu. Bayi

mulai menyadari bahwa ternyata ada “yang lain” (ibu dan orang lain) yang utuh.

Namun demikian, bayi masih belum mempunyai konsep tentang “diri”-nya. Hal

ini membawa bayi pada hal penting berikutnya, yaitu bergesernya konsep

kebutuhan menjadi permintaan.

Fase cermin merupakan fase di mana terjadi proses identifikasi diri pada

bayi. Dalam tahap ini, subjek dicabut dari relasi dengan hasratnya sendiri dan

diinternalisasikan dengan hasrat baru: identitas (Hartono:2007:2). Hasrat untuk

memiliki identitas mendorong ego untuk meyakini dirinya sebagai objek.

Keyakinan ini membuatnya melihat dirinya sebagai objek dari hasrat orang lain.

Identifikasi menurut Lacan adalah suatu transformasi yang terjadi pada benak

subjek saat ia membayangkan suatu citra. Pada saat anak melihat dirinya di

cermin dan ibu mengatakan, “itu kamu!” maka anak akan mengalami

kesalahpahaman (misrecognition) terhadap ego ideal. Anak menganggap diri yang

ada di cermin adalah dirinya, padahal itu hanyalah bayangan dirinya. Selain itu,

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

38

Lacan (dalam Faruk, 2012:190) juga menjelaskan bahwa orang tidak akan

memperoleh citra dirinya yang stabil karena orang mengetahui dirinya melalui

respon orang lain dan dalam mencoba memahami respon orang lain itu, orang

akan mungkin melakukan misinterpretasi dan karenanya juga salah mengenali

dirinya sendiri (misrekognisi).

Pada fase cermin ini, bayi hanya mempunyai konsep tentang dirinya.

Bayangan di cermin merupakan ‘ego ideal’ yang sempurna, utuh, sama seperti

“yang lain”. Lacan mengatakan bahwa salah-menegerti (méconnaissance)

terhadap ego ideal yang dianggap diri oleh si bayi merupakan kompensasi bagi

perasaan kehilangan keutuhan dan kesempurnaan saat ia belum berpisah dengan

ibu sebagai objek pemuasnya. Dengan gagasan itu bayi merasa terpuaskan.

Namun bayi benar-benar mendapatkan kata ilusif “aku” untuk menandai ego

idealnya (identitas barunya) saat ia telah memasuki fase Oedipal.

Menurut Lacan pembentukan ego yang pertama atau ego primordial terjadi

pada tahap cermin. Pada tahap ini anak mengidentifikasikan dirinya pada citraan

yang ada di cermin. Dorongan pada anak yang mempersepsikan bahwa citraan di

cermin adalah dirinya merupakan hasrat anak untuk memiliki identitas. Momen

ini akan terus bekerja pada setiap rentang kehidupan manusia. Maka bisa

disebutkan bahwa bagi Lacan, ego atau “Aku” (sesuatu yang dirujuk sebagai

‘diri’) hanyalah ilusi. Ia adalah produk dari hasrat itu sendiri. Ego terbentuk

melalui hasrat untuk memiliki identitas, sehingga ego merupakan sesuatu yang

imajiner. Diri dalam makna ego pada tatanan imajiner adalah ego yang mencintai

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

39

dirinya sebagai suatu kesatuan organ yang utuh dan lengkap atau ego yang

narsistik.

You know that the process of his physiological maturation allows

the subject at given moment in his history, to integrated effectively

his motor functions, and to gain access to a real mastery of his

body. Except the subject becomes aware of his body as a totality

prior to this particular moment, albeit in a correlative manner.

That is what i insist upon my theory of the mirror stage – the sight

alone of the whole form of the human body gives the subject an

imaginary mastery over his body, one which is premature in

relation to a real mastery (Lacan, 1953-2954: 79).

Memasuki fase Oedipal pada tatanan Simbolik, sang anak harus

mengalami kastrasi (keterpisahan) dengan ibunya. Ibu dipandang sebagai liyan

karena ibu dianggap bukan lagi sebagai kesatuan dirinya, dan tahap ini anak ingin

menyatu dengan ibunya. Pada tahap ini keterpisahan anak diperparah dengan

masuknya ayah sebagai Liyan Simbolik. Lacan melihat penanda paternal, apa

yang ia sebut “Atas-Nama-Ayah”, sebagai faktor terpenting baik dalam sejarah

subjek maupun organisasi wilayah simbolik yang lebih luas (Sarup, 2011:29).

Dalam hal ini ayah memiliki kuasa atas diri dan ibunya. Konsep struktur simbolik

Lacanian merupakan upaya menciptakan mediasi antara analisis libidinal dari

kategori linguistik, dengan kata lain untuk menyediakan skema transkode yang

memungkinkan kita membahas keduanya dalam kerangka konseptual yang umum

(Sarup, 2011:32).

Konsep-konsep tersebut bagi Lacan bekerja pada bahasa, yang dalam

penelitian ini untuk menemukan hasrat-hasrat yang termanifestasi pada bahasa.

Individu cenderung tidak bisa membedakan campuran antara hasrat dirinya dan

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

40

hasrat orang lain. Hasrat memiliki identitas mendorong ego untuk meyakini

dirinya sebagai objek. Keyakinan ini membuatnya melihat sebagai hasrat orang

lain, menghasrati dirinya dengan hasrat yang sama (Adian, 2009: xxxvi). Dengan

kata lain bahwa hasrat bersifat manusiawi dan sulit untuk dijelaskan. Percampuran

hasrat diri dengan orang lain inipun disebutkan oleh Hill (2006:65) bahwa hasrat

manusia menemukan maknanya dalam hasrat orang lain bukan karena orang lain

memegang kunci untuk menuju objek yang diingini, tetapi karena objek utama

hasrat adalah pengakuan dari orang lain.

Hasrat adalah apa yang tidak dapat dispesifikkan permintaan (Eagleton,

2007: 24). Hasrat merupakan kodrat manusia yang selalu berada dalam

kekurangan. Kekurangan eksistensial memicu dua jenis hasrat, yakni hasrat

memiliki (identitas) dan hasrat untuk menjadi. Bracher (2009:30) menguraikan

kembali menurut Lacan apabila kedua hasrat disandingkan dengan sebuah

diskursus, hasrat dapat bermanifestasi dalam empat hal, yakni:

(1) Hasrat narsistik pasif. Seseorang bisa berhasrat untuk menjadi

objek cinta dari Liyan (atau kekaguman, atau idealisasi, atau

pengakuan); (2) Hasrat narsistik aktif. Seseorang bisa berhasrat

untuk menjadi Liyan–hasrat dimana identifikasi merupakan satu

bentuk tertentu, sedangkan cinta atau pemujaan merupakan bentuk

Liyan lagi; (3) Hasrat anaklitik aktif. Seseorang bisa berhasrat untuk

memiliki Liyan sebagai cara untuk mendapatkan kepuasan; (4)

Hasrat anaklitik pasif. Seseorang bisa berhasrat untuk menjadi hasrat

orang lain atau dimiliki Liyan sebagai objek dari sumber kepuasan

Liyan.

Sementara Adian (2009: xiiii) menyimpulkan bahwa hasrat memiliki

bekerja pada ranah pengalaman Imajiner dan Simbolik, ranah pengalaman yang

memberi rasa keutuhan pada kekurangan primordial yang selalu membayangi

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

41

sang subjek. Sedangkan hasrat menjadi bekerja pada ranah pengalaman Yang

Real, praideologis dan nonmakna. Dengan kata lain hasrat memiliki berujung

pada simbolisasi, sedangkan hasrat untuk menjadi berujung pada desimbolisasi.

Dengan kata lain bahwa hasrat berhubungan dengan ketiga ranah atau tatanan

yang disebut Lacan dengan Real, Imajiner dan Simbolik. Lacan menjelaskannya

dengan perpotongan lingkaran sebagai berikut.

Toward the end of his twenty-third seminar, Lacan makes the

critical, even revolutionary discovery of an ego that is no longer

bounded by the form of the circle, no longer defined as and by the

two-dimensional imaginary barrier it erects (unsustainably)

between itself and the twinned hostilities of the real (the id

and/orthe social order). But a form of ego that no longer defends

itself with the armor of the symbolic or that escapes into the

comforting fantasy of the circle (of imaginary enclosure) is an ego

that has opened itself to the real through the imaginary: a newform

of “ego” which Lacan pictures no longer as a vacant circle but as

a set of open“brackets” (MacCannel, 2008: 55).

Hasrat narsistik pasif dari tatanan Simbolik melibatkan harapan bahwa

Liyan yang Simbolik, otoritas puncak atau sumber makna yang dibentuk oleh

tatanan Simbolik- dengan cara tertentu mencintai subjek, yaitu menilai,

memelihara, mengenali, atau hanya memikirkan si subjek saja (Bracher, 2009:33).

Hasrat ini mengacu pada rasa untuk diakui dan dicintai oleh Liyan yang Simbolik.

Misalnya seorang wanita yang ingin kelihatan lebih cantik, menarik dan cerdas

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

42

agar dicintai oleh pria yang dicintainya. Atau seseorang yang rajin beribadah,

menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan nilai-nilai positif agar dicintai oleh

Tuhan sebagai Liyan Yang Simbolik.

Hasrat narsistik pasif dengan demikian akan berhubungan langsung

dengan hasrat narsistik aktif. Hasrat narsistik pasif untuk mendapatkan pengakuan

dan penerimaan oleh Liyan yang bersifat Simbolik, sering meminta hasrat

narsistik aktif untuk mengidentifikasikan diri dengan Liyan yang bersifat

Simbolik sampai sejauh bisa mengejawantahkan penanda-penanda tertentu yang

dengan bangga berada pada sistem yang membentuk Liyan ini (Bracher, 2009:38).

Untuk mencapai kepenuhan diri demi mendapatkan cinta Liyan, subjek harus

mengakuisisi penanda-penanda tertentu yang menjadi citra ideal. Dengan

memiliki penanda-penanda tersebut maka subjek akan merasa utuh. Hasrat

narsistik aktif lebih mengacu pada proses identifikasi akan sebuah citra tertentu,

yakni penanda ‘cantik’, ‘menarik’, ‘cerdas’ dan sebagainya yang merupakan citra

ideal dari seorang wanita yang dicintai.

Hasrat memiliki secara umum timbul sebagai rasa kesenangan dan

kepuasan tertentu. Hasrat anaklitik aktif dalam tatanan Simbolik melibatkan hasrat

untuk memiliki sebagai cara pemuasan diri, suatu objek yang mengejawantahkan

penanda tertentu (Bracher, 2009:42). Hasrat ini berhubungan dengan hasrat

narsistik aktif, karena berhubungan dengan penanda yang dihasrati Liyan.

Pengejawantahan penanda-penanda tersebut dalam wujud tertentu akan

mempengaruhi kepuasan diri subjek. Misalnya pengejawantahan penanda ‘cantik’

sebagai ‘wanita yang menggunakan dandanan tebal dan seksi’ atau wanita ‘yang

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

43

memiliki hati yang bersih dan tulus sehingga memancarkan kecantikan dari

dalam’.

Sedangkan hasrat anaklitik pasif merupakan keinginan untuk memiliki

penanda tertentu yang dihasrati oleh Liyan, agar dihasrati oleh Liyan. Hasrat

dalam bentuk tatanan Simbolik anaklitik pasif terkait dengan hasrat subjek untuk

dihasrati oleh tatanan Simbolik sebagai pembawa salah satu penanda utama

(Bracher, 2009:43). Hasrat ini hampir sama dengan hasrat narsistik aktif, tetapi

bedanya yakni pada hasrat anaklitik pasif ini yang dihasrati subjek adalah hasrat

Liyan itu sendiri, agar subjek dihasrati oleh Liyannya.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Data dan Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data penelitian adalah buku kumpulan

cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna. Data penelitian ini terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah teks-teks

yang terdapat di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha. Teks yang

dijadikan data penelitian ini merupakan teks yang relevan dengan analisis

penelitian. Sedangkan data sekunder yang berfungsi untuk memperkaya dan

mempertajam analisis mengenai latar belakang kehidupan pengarang diperoleh

dari karya tulis, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya.

Penelitian ini dibedakan atas dua objek yaitu objek formal dan material.

Objek formal berkaitan dengan sudut pandang yang digunakan dalam usaha

penelitian untuk memahami objek material, sedangkan objek material berkaitan

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

44

dengan materi penelitian, wilayah penelitian, dan lapangan penelitian. Objek

material penelitian ini adalah pengarang kumpulan cerpen Sampan Zulaiha,

sedangkan objek formalnya adalah hasrat diri sebagai subjek yang dilihat dengan

perspektif Lacanian.

1.6.2 Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data penelitian yang berupa teks yakni buku

kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna, maka pengumpulan

data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak merupakan

metode yang digunakan dalam penelitian bahasa dengan cara menyimak

penggunaan bahasa pada objek yang diteliti (Sudaryanto, 1993:132). Adapun

langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian ini antara

lain: 1) menyimak data secara intensif dan berulang-ulang; 2) melakukan

penyeleksian data; 3) mencatat data-data yang dinilai relevan; 4) melakukan

analisis data sesuai dengan teori; 5) menyusun laporan penelitian.

1.6.3 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Psikoanalisis

Lacanian, yang berasumsi bahwa proses pembentukan diri dan identitas subjek

(manusia) dipengaruhi oleh alam bawah sadar, yakni ketaksadaran yang

terstruktur seperti bahasa melalui mekanisme metafora dan metonimi. Dengan

demikian untuk mengidentifikasi hasrat pengarang dalam kumpulan cerpen

Sampan Zulaiha, secara umum analisis dilakukan dengan 1) mengidentifikasi

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

45

bahasa (teks sastra) sebagai manifestasi hasrat subjek; 2) mengidentifikasi hasrat

subjek (pengarang). Dua langkah analisis secara umum ini kemudian akan dibagi

menjadi beberapa langkah khusus.

Mengidentifikasi bahasa (teks sastra) merupakan kegiatan awal dengan

menganalisis teks dalam kumpulan cerpen Sampan Zulaiha yang berupa

rangkaian penanda-penanda. Identifikasi bahasa sebagai manifestasi hasrat subjek,

dilakukan dengan 1) mengumpulkan penanda-penanda utama dalam teks; 2)

pemaknaan penanda berdasarkan mekanisme metafora dan metonimi; 3)

menganalisis hubungan antara penanda dengan penanda-penanda lain. Setelah

diketahui hubungan dan makna yang tersembunyi dalam rangkaian penanda-

penanda di dalam teks Sampan Zulaiha, maka akan dilihat hubungannya dengan

hasrat pengarang.

Tahap identifikasi hasrat subjek merupakan kegiatan analisis yang

mencari hasrat-hasrat tersembunyi dari penanda-penanda kumpulan cerpen

Sampan Zulaiha, yang sebelumnya telah dianalisis melalui mekanisme metafora

dan metonimia. Identifikasi ini dilakukan dengan 1) mengidentifikasi hasrat

subjek dari sudut pandang tokoh; 2) mengidentifikasi rasa kurang (lack) dan

kehilangan subjek yang menyebabkan adanya permintaan dan hasrat; 3) analisis

objek a sebagai objek yang diinginkan; 4) penentuan hasrat menjadi dan hasrat

memiliki subjek. Dengan dilakukannya identifikasi-identifikasi hasrat melalui

bahasa pengarang tersebut maka akan diketahui hasrat pengarang dalam kumpulan

cerpen Sampan Zulaiha.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70424/potongan/S2-2014-340129...Seperti di dalam buku kumpulan cerpen Sampan Zulaiha karya Hasan Al Banna

46

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian yang berjudul ‘‘Hasrat Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sampan

Zulaiha: Perspektif Lacanian’’ ini terdiri dari empat bab. Bab I berisi latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II membahas mengenai

rangkaian penanda sebagai metafora dan metonimia, sedangkan Bab III

membahas hasrat pengarang dalam kumpulan cerpen Sampan Zulaiha. Bab IV

merupakan kesimpulan hasil analisis dari penelitian terhadap hasrat pengarang

dalam kumpulan cerpen Sampan Zulaiha.

HASRAT PENGARANG DALAM KUMPULAN CERPEN SAMPAN ZULAIHA: PERSPEKTIF LACANIANWahyu Wiji AstutiUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/