bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdftentang kepedulian sosial10....

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sitor Situmorang adalah penyair Indonesia dan seorang tokoh sejarah. 1 Sajak-sajak penyair yang wafat di umur 90 pada 20 Desember 2014 ini dikenal oleh publik nasional maupun internasional. 2 Usianya yang panjang memungkinkan Sitor menulis sajak dalam jumlah yang banyak yakni lebih dari 500 judul dengan kualitas yang mumpuni, salah satunya terbukti dari aneka ulasan yang ditulis oleh berbagai peneliti dari dalam negeri serta mancanegara. Keseluruhan hal ini menjadi landasan untuk mengkaji sajak-sajak Sitor Situmorang dengan menggunakan metodologi analisis sosio-historik yang diperkenalkan oleh sejarawan Kuntowijoyo. 3 Sajak-sajak Sitor Situmorang yang dikaji dalam studi ini adalah yang ditulisnya pada kurun waktu reformasi Indonesia, khususnya selama tahun 1998 hingga 2005, 4 yang sekaligus merupakan batasan temporal studi ini, 5 sedangkan 1 Profil Sitor Situmorang selengkapnya diulas pada bab II. 2 Sajaknya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sitor pun pernah melakukan lawatan ke luar negeri sebagai perwakilan sastrawan Indonesia. 3 Sampai sekarang relatif sedikit sejarawan yang menggunakan pendekatan tersebut di atas dalam kajian sejarah, termasuk di dalamnya penulisan skripsi. Pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana misalnya, sampai sekarang ini baru ada dua skripsi yang memakai pendekatan tersebut. Selengkapnya perihal pendekatan ini akan dibahas dalam sub bab metodologi. 4 Penetapan tahun 1998 hingga 2005 didasari atas temuan J.J. Rizal yang berhasil mendokumentasikan sajak-sajak Sitor Situmorang yang diciptakan tahun 1948 sampai 2005.

Upload: trinhduong

Post on 09-May-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sitor Situmorang adalah penyair Indonesia dan seorang tokoh sejarah.1

Sajak-sajak penyair yang wafat di umur 90 pada 20 Desember 2014 ini dikenal

oleh publik nasional maupun internasional.2 Usianya yang panjang

memungkinkan Sitor menulis sajak dalam jumlah yang banyak yakni lebih dari

500 judul dengan kualitas yang mumpuni, salah satunya terbukti dari aneka ulasan

yang ditulis oleh berbagai peneliti dari dalam negeri serta mancanegara.

Keseluruhan hal ini menjadi landasan untuk mengkaji sajak-sajak Sitor

Situmorang dengan menggunakan metodologi analisis sosio-historik yang

diperkenalkan oleh sejarawan Kuntowijoyo.3

Sajak-sajak Sitor Situmorang yang dikaji dalam studi ini adalah yang

ditulisnya pada kurun waktu reformasi Indonesia, khususnya selama tahun 1998

hingga 2005,4 yang sekaligus merupakan batasan temporal studi ini,

5 sedangkan

1 Profil Sitor Situmorang selengkapnya diulas pada bab II.

2 Sajaknya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sitor pun pernah

melakukan lawatan ke luar negeri sebagai perwakilan sastrawan Indonesia.

3 Sampai sekarang relatif sedikit sejarawan yang menggunakan pendekatan

tersebut di atas dalam kajian sejarah, termasuk di dalamnya penulisan skripsi.

Pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas

Udayana misalnya, sampai sekarang ini baru ada dua skripsi yang memakai

pendekatan tersebut. Selengkapnya perihal pendekatan ini akan dibahas dalam sub

bab metodologi.

4 Penetapan tahun 1998 hingga 2005 didasari atas temuan J.J. Rizal yang

berhasil mendokumentasikan sajak-sajak Sitor Situmorang yang diciptakan tahun

1948 sampai 2005.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

2

batasan spasial atau ruangnya adalah Indonesia, namun bukan dalam pengertian

geografis, melainkan geokultural, sebab karya sastra tidak mempunyai batasan

wilayah. Oleh karena itu digunakan istilah batasan geokultural, dalam pengertian,

bahwa pada masa reformasi, Indonesia pernah menjadi wilayah kultural dari

seorang penyair bernama Sitor Situmorang, yang karya-karya sajaknya tidak

terikat pada letak geografis negaranya.

Sekalipun Sitor Situmorang sudah berkarya jauh sebelumnya, namun

karya-karyanya semasa Reformasi sangat menarik dikaji secara historis, sebab ini

merupakan momentum penting bagi seluruh bangsa Indonesia karena diwarnai

oleh banyak perubahan.6 Pada masa Reformasi ada sebuah proses pemulihan

krisis multidimensional warisan rezim Soeharto, upaya demokratisasi serta

transparansi di segala lini, gejolak sosial-politik di berbagai daerah, dan

pengharapan akan lahirnya pemimpin dan Indonesia baru yang lebih baik.

Semuanya itu merupakan sebuah dasar struktur yang tidak pelak turut memberi

5 Sekalipun menggunakan skup temporal 1998-2005, namun penjelasan

dalam kajian ini tidaklah mutlak membahas kejadian-kejadian yang berurutan. Hal

tersebut karena seperti dikatakan oleh Kuntowijoyo, kategori sejarah tidak selalu

merupakan urutan yang bergantian, tetapi dapat saling bertumpang-tindih,

sekalipun pada dasarnya ada urutan kronologinya. Lihat Kuntowijoyo, Budaya

dan Masyarakat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), p. 7.

6 Kendati merupakan momentum pergantian kekuasaan, nyatanya belum

banyak perubahan yang signifikan seperti diharapkan oleh kaum reformis. Hal ini

dapat ditelusuri dalam wawancara Tempo bersama Mochtar Pabottingi beberapa

hari setelah Soeharto lengser. Pakar politik dari LIPI tersebut menyatakan bahwa

selama era reformasi yang ada adalah pergantian pemerintahan bukan pergantian

rezim. Mahasiswa menghendaki reformasi total. ―Wawancara Mochtar Pabottingi

: ‗Habibie Selama Tiga Windu Dibina oleh Pak Harto,‖ tempo.co.id, diakses pada

1 Mei 2015 pukul 09.41 Wita.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

3

pengaruh bagi masyarakat Indonesia, tak terkecuali Sitor Situmorang dalam

menulis sajak-sajaknya.7

Berdasarkan kajian sejarawan J.J. Rizal, ditemukan 44 sajak yang ditulis

Sitor Situmorang selama masa reformasi, sedangkan sisanya lagi 561 buah

dikerjakan jauh sebelumnya. Secara khusus, terdapat 31 karya bertema

spiritualisme,8 tujuh sajak tentang kecintaan pada tanah air,

9 dan enam sajak

tentang kepedulian sosial10

.

Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori

sejarah dan semesta simbolis yang menjadi formula dalam metodologi analisis

sosio-historik dari Kuntowijoyo,11

terdapat enam sajak yang tergolong

tradisional-patrimonial, dua sajak termasuk kategori sejarah kapitalis, 26 sajak

merupakan pertumpang-tindihan kategori sejarah tradisional-patrimonial dengan

kapitalisme, tiga sajak mengandung pertumpang-tindihan kategori sejarah

7 Hadirnya proses simbolis tidak terlepas dari dasar struktur yang

melatarinya. Proses simbolis meliputi filsafat, agama, seni, ilmu, sejarah, mitor,

dan bahasa. Selengkapnya lihat Kuntowijoyo, op.cit., pp. 3-6.

8 Sajak-sajak yang termasuk dalam tema spiritualisme antara lain sajak

yang mengandung mistisisme, pertanyaan-pertanyaan yang bersifat eksistensial,

sangkan paraning dumadi, absurditas hidup dan manusia, termasuk pula sajak

tentang cinta yang dalam ekspresinya merangkum lebih jauh dari hubungan tubuh,

tetapi ruh, yakni cinta dalam pengertian sarana untuk mencapai pengalaman

transendental.

9 Sajak-sajak yang termasuk dalam tema cinta tanah air antara lain yang

berisi pernyataan sikap Sitor tentang kecintaannya pada tanah air yang tercermin

dari kunjungan ke tempat-tempat tertentu di daerah-daerah di Indonesia, sajak

mengenai karya seni yang berbicara tentang tanah air, sajak tentang atau ditujukan

kepada tokoh-tokoh yang karyanya bertema tanah air.

10 Sajak-sajak yang termasuk dalam tema kepedulian sosial antara lain

yang merujuk kepada tokoh sosial atau korban sosial, bernada protes dengan

menggunakan pendekatan estetik parodi atau ironi.

11 Kerangka ini dijelaskan dalam metodologi sosio-historik proses simbolis

dalam ibid., pp. 5-9.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

4

kapitalis dan teknokratis, tujuh sajak mencerminkan pertumpang-tindihan kategori

sejarah tradisional-patrimonial dengan kapitalis dan teknokratis.

Penegasan unsur-unsur kategori di atas dilihat dari simbol dan norma yang

terkandung dalam kategori tersebut.12

Sebagai contoh sajak13

yang berada dalam

kategori sejarah tradisional-patrimonial yaitu berjudul dalam sajak ―Kissah

Seludang Menolak Mayang (dari Khasanah Syair Lama)‖ sebagai berikut :

―Terbalut beludru, seludang kasihmu, tenggelam aku, dalam rona

birahi, menyelami lubuk terdalam, langit pandangmu, dengarkan

degup, lagu kasmaran bersahutan, di arus banjir bandang,

senggama sempurna, perpaduan suntuk, jagad jantanku dan

betinamu, dua insani setubuh, padunya jagad kembar, jantan-

betina, betina-jantan, terusung pusaran, nikmat segala musim,

sepanjang usia bumi, kelahiran Adam dan Eva.‖14

12 Supaya dapat menentukan simbol dan norma suatu sajak Sitor, terlebih

dahulu dilakukan analisis dengan melihat petunjuk-petunjuk yang ada pada sajak-

sajaknya. Petunjuk didapatkan dengan cara melihat unsur-unsur pembentuk sajak

Sitor seperti tema, latar tempat, peristiwa yang diangkat, metafora atau kata-kata

tertentu yang dapat dicari rujukannya. Tentang ini selengkapnya dibahas pada sub

bab kerangka teoretis. 13

Pengutipan seluruh sajak Sitor Situmorang dalam penelitian ini

mengubah susunan tipografi sajak yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk

meringkas halaman dan memudahkan pembacaan isi sajak bagi pembaca karena

disusun seperti paragraf kalimat yang sambung menyambung. Pergantian bait

tidak disusun ke bawah, melainkan dijajarkan ke samping. Antara bait

sebelumnya dan sesudahnya dipisahkan dengan tanda koma (,) yang ditambahkan

secara sengaja. Adapun secara umum, sajak-sajak Sitor Situmorang tidak terlalu

bermain pada tipografi, sehingga perubahan ini boleh dikata tidak mengubah

makna inti dan mendasar dari sajak. 14

Sajak tersebut dapat dimasukkan kedalam kategori Sejarah Tradisional

Patrimonial, karena kata ―jantan-betina‖ yang terkandung di dalamnya tidak

sebatas menyinggung gender dalam arti biologis, melainkan menyangkut

pemahaman spiritual yaitu konsep Lingga-Yoni, lebih jauh yakni konsep

Nyegara-Gunung. Istilah ―senggama‖ oleh karenanya tidak semata merujuk pada

hubungan badaniah, tetapi penyatuan unsur inti kehidupan. Pada bagian akhir

sajak, disebutkan ―Adam dan Eva,‖ kisah ini dikenal dalam ajaran agama samawi.

Anthony Synnott menyatakan Adam dan Eva atau Hawa adalah sebuah mitos

penciptaan Kitab Kejadian, baca : Anthony Synnott, Tubuh Sosial: Simbolisme,

Diri, dan Masyarakat, terj. Pipit Maizier (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), pp. 62-64.

Aneka simbol yang bersifat mitis dan mengandung norma komunal serta

kepatuhan ini mencerminkan jelas kategori sejarah tradisional-patrimonial.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

5

Kategori sejarah tradisional-patrimonial juga terkandung dalam sajak ―Topeng‖

berikut ini :

―Gelombang birahi, meluap ranjang, saat tubuhmu kusentuh, dan

menyembul di bawah, tekanan jari-jariku, di bawah lengkung

bawah perutmu, basah, saat kau mengajari aku, jadi lelaki berserah,

dalam bercinta, dan kau betina purba, yang menuntun, saat kita

saling meraba, dalam bak mandi, saat, kau melukisi wajahku,

dengan busa jadi, topeng mahluk, tersiksa‖15

Selain itu, tercermin pula pada ―Pagi‖ antara lain :

―Nanap memandang, mengingat pusarmu sepeninggalanmu,

lekukan-lekukan terlalu akrab, tempatku, berlatih yoga, di

sembulan tubuhmu, saat ingin mencium, menghirup dan haus, uap

pagi tubuhmu, menusuk terlalu, dan aku gagal merengkuh,

punggungmu biar tak terjatuh, di bahumu murni, lalu lehermu,

kugigit, putting payudaramu, betis alis paha, kupu-kupu

berterbangan, di kosong ranjang, sepeningalmu—detik nafsu

tercurah, di liang pusarmu, sedang pandangmu nanap, terlalu asyik

menduga, kedalaman lubuk perutku.‖16

Sementara itu, sajak yang termasuk kategori sejarah kapitalis seperti

misalnya berjudul ―Perjalanan Malam‖ berikut ini :

15 Peristiwa ―bercinta‖ tidak semata merujuk pada hubungan badaniah,

tetapi penyatuan unsur inti yang melahirkan kehidupan, seperti penyatuan lingga

dan yoni, konsep Yin dan Yang, dan simbol mistis dan spiritualisme lainnya

dalam berbagai keyakinan. Gede Prama, ‖Kidung Kasih Sayang,‖

gedeprama.blogdetik.com/2014/03/21/happines-jou-bliss/diakses pada 13 Juli

2015 pukul 12.45 Wita.

16 Sitor Situmorang beberapa kali menulis sajak dengan menyebut kata

―tantra‖ baik saat menulis tentang Borobudur (Budha) maupun ketika melakukan

lawatan di Bali (Hindu). Dalam Budha, tantra mengacu kepada upaya mencari

kesejatian diri, energi yin dan yang. Dalam agama Hindu, ajaran tantra merupakan

simbol dan filosofi yang mengakar pada pemujaan terhadap penyatuan kekuatan

Dewa Shiwa dan Dewi Shakti yang menciptakan kekuatan luar biasa (kundalini),

baca : Arrayanov, ―Sex Ala Tantra,‖ m.kompasiana.com/diakses pada 1 Mei 2015,

pukul 21.00 Wita. Dalam bahasa Gede Prama, disebutkan bahwa tantra ditandai

oleh langkah awal untuk keluar dari segala bentuk dualitas. Ajaran tantra yang

dalam prakteknya juga terkadang dibarengi dengan aktivitas seksual sebagai cara

meraih pengalaman rohani ini. Lihat Gede Prama, ―Genta Shiva-Buddha,‖

gedeprama.blogdetik.com/diakses pada 1 Mei 2015 pukul 22.00 Wita. Ajaran

Tantra tecermin dalam sajak ―Pagi‖ yang secara eksplisit menyebut istilah ―yoga‖

dalam kiasan-kiasan yang mengandung seksualitas.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

6

―Di jalan pendek lagi sempit ini, kutahu masih ada teater kecil tua,

Theatre de la Huchette yang serba mini, simpanan suasana abad

tengah juga. Di ujung sananya ada pula, Toko buku Shakespeare,

persinggahan dulu, pusat loak sastra dunia di usia menggebu,

khayal muda boheme serba bebas dan bahagia. Dunia abad tengah

mahasiswa Paris, Quartier Latin seniman abad sembilan belas jaya,

di pinggir Montparnasse St. Germain des Pres, menjelang akhir

abad 20 pula, Saat diri adalah Van Gogh, Gauguin, Picasso,

sekalian Rimbaud, Lautrec, Baudelaire, Ionesco, ya, terlebih

Shakespeare, si-pujangga Inggeris, –gaung suaranya– sambil

mimpi: The World is a Stage dan Diri, sekalian penonton, tapi

terlebih pelaku memerlang, di panggung percintaan sehari-hari, di

jantung Paris abadi –panggung musimsemi– , tidur di siang –

berangkat petang.‖ 17

Selain yang sudah disebutkan di atas, sajak yang mengandung kategori sejarah

kapitalis yaitu ―Lagu Jembatan Kota Paris‖ :

―36 jembatan di kota ini. Namun, belum semuanya kulintasi. Dari

jembatan Bir Hakeim, kulayangkan pandang ke hulu. Lewat

bentangan Seine di bawah, dan kapal-kapal pesiar, hilir-mudik di

arus, lewat puncak pepohonan Tuileries, dan atap-atap Louvre,

putih menjulang, kubah-kubah Sacre Coeur, Di belakangku (ke

arah hilir), masih menanti, jembatan Mirabeau, 36 jembatan kota

ini. Belum, semuanya sempat kulintasi. Di air sungai di bawah,

berdesah, lagu Apollinaire, sepanjang musim-musim, kenangan

cinta‖18

Adapun pertumpang-tindihan kategori sejarah tradisional-patrimonial dan

kapitalis tercermin dalam sajak ―Chartres Revisited‖:

―Adakah cahaya mistik kaca berwarna jendelanya, akan bersinar

tercurah kembali dalam matabatin, seperti dulu 45 tahun lalu?

Ketika bersama kekasihku berdua ziarah ke mari? Ia telah lama

tiada, mati, akupun sudah uzur, menderita katarak mata rongrongan

usia tua. Kumasuki ruang katedral remang-remang, (sehari sesudah

Perayaan Kebangkitan Kristus), terlebih buram akibat mata rabun.

Bahana musik organ menyambut, berbaur baru kemenyan dibakar,

17 Sajak ini tergolong dalam kategori sejarah kapitalis karena mengandung

simbol realis dan norma individualis, lihat saja pada penggunaan aneka nama

tempat dan nama tokoh yang memang ada dalam realita.

18 Sajak “Lagu Jembatan Kota Paris‖ juga mencantumkan berbagai nama

jembatan, tempat, tokoh yang memang nyata ada (riil) sehingga termasuk dalam

kategori sejarah kapitalis.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

7

dan cahaya ratusan lilin. Perayaan komuni sedang dipersiapkan,

Kuresapkan kekhidmatan peziarah, di antara turis mancanegara.

Suara organ lenyap mendadak, Aku pun menengadah, mengangkat

pandang, tertadah ke bubungan atap katedral, berharap memandang

keajaiban cahaya, warna-warni gambar kisah Injil, tercurah, bakal

melimpahruah dalam mata,Yang nampak keburaman semata, sejuta

pecahan cahaya silau di selaputmata! Kulupa menderita katarak

usia tua! Kepalaku kutundukkan menatap, membiasakan pandang

pada cahaya lilin, Kubeli satu. Kunyalakan, atas nama kekasihku

yang sudah mati, dan keyakinannya sebagai pemeluk teguh, atas

nama kepasrahan usia tua, sejenak bahagia mengenang, cahaya

melimpahruah, pernah tercurah, pada selaput mataku, kini

tersimpan, dalam matabatin terdalam, bersama sinar wajah

pemeluk teguh, kekasih yang sudah lama mati.‖19

Lihat pula sajak ―Cimetiere de Passy‖ ini :

―dua gadis, lewat bercanda, di rue Augereau… gambar masa

depan, dan jalan Paris masa lalu, Lewat Champ de Mars,

menyeberangi Pondt d‘Lena, nanti, dari pelataran Trocadero,

kulayangkan pandang, menatap arus Seine, dan puncak Tour Eiffel,

(dua gadis rue Augereau, kubayangkan menyatu dengan musim),

aku naik ke bukit Passy, menyeberangi taman patung Marsekal

Foch, masuk di suasana pekuburan, tua dan sesak, namun tempat

terindah, meresapkan Sepi, berpadunya kesadaran Mati, dan Hidup

gemuruh, di jantung kota Paris, seperti ziarah setiap kali, pada saat

akan pergi, dan setiap kali datang kembali, -sekalipun hanya dalam

kenangan-, kini terpatri gambar, dua gadis, lewat di rue Augereau,

dalam balutan semesta, bisikan kenangan cinta, yang terukir

dalam-dalam, di akar pepohonan gundul, di antara makam-

makam.‖ 20

Sajak ―Tari Sembah (Pergelaran Tari Pakarena di Balla Lampoa, Istana

Raja Goa, Sulawesi Selatan)‖ berikut juga mengetengahkan pertumpang-tindihan

kategori sejarah tradisional-patrimonial dan kapitalis :

19 Berbagai istilah kekristenan yang dimuat dalam sajak ini adalah salah

satu indikator kategori sejarah tradisional-patrimonial dengan norma mitis dan

komunal serta kepatuhan. Kategori sejarah kapitalis ditunjukkan dengan Chartres,

sebuah katedral di Perancis, yang menjadi latar tempat dari sajak ini.

20 Dalam ―Cimetiere de Passy‖ pun bertebaran nama-nama benda dan

lokasi yang dapat ditemukan dalam kehidupan nyata. Simbol mitis dapat ditelisik

dari tema sajak yang membahas tentang absurditas hidup manusia, sebuah

pertanyaan yang terkait konsep sangkan paraning dumadi (darimana asal dan

akan kemana manusia setelah tiada).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

8

―Diiringi suara serunai dan, genderang tabuhan dua kendang besar,

sosok perempuan penari tua muncul, dalam temaram panggung-

tari pakarena akan mulai- halus dan lamban- dalam irama, bahasa

tari purba mencari hubungan, dengan dunia atas dewa-dewa.

Seperti perahu di atas gelora samudra, tubuh sang penari mengalun

tenang, - didukung tabuhan seperti di medan perang, gerak

tubuhnya memancarkan roh upacara, penghayatan ulang karya-

karya gaib sejarah, para dewa dan para leluhur di dunia sana,

Sesuatu alur puisi naskah La Galigo, tubuh penari menjelma jadi

perahu rohani, melintasi bentangan angkasa demi angkasa, jadi

tumpangan kita sebagai pelaut-pelaut, samudra batin, berlayar

mencapai pantai hikmah, berhadapan muka dengan muka, dengan

wajah asal-muasal semesta alam, menyampaikan sembah tarian

bumi.‖21

Di sisi lain, sajak yang termasuk dalam pertumpang-tindihan kategori

sejarah kapitalis dan teknokratis terlihat pada ―Bicara tentang Buruh, Bicara

tentang Marsinah‖:

―Bicara tentang buruh, kita mengenang Marsinah : Mengenang

keteladanannya, mengabdi, Kemudian berkorban nyawa, Marsinah

kita kenang, sebaik murid hal ajaran, azaz perikemanusiaan

keadilan, harkat serta martabat buruh, jadi sokoguru masyarakat

berdemokrasi, dalam wujud negara R.I.-45, poros semangat

berdikari sekalian pelopor, barisan pendukung emansipasi

peradaban, maju sebagai pelaku dan teladan gerakan, pembaharuan

masyarakat meninggalkan kekolotan, menggalang setiakawan

dengan segenap, pejuang demokrasi di seantero bumi, siap

menghadapi tantangan perjuangan, mengakhiri sistem dan

kekuasaan, yang masih belum sedia melepaskan prinsip:

penghisapan manusia atas manusia!‖22

21 Sitor menulis sajak ini saat berada di Goa, Sulawesi Selatan. Ia mencipta

―Tari Sembah‖ dari pengalaman konkret yang dilaluinya dalam sebuah ziarah di

buan April tahun 2002. Kategori tradisional-patrimonial terasa langsung ketika

melihat lokasi pertunjukan tari yakni di Istana Raja Goa dan ungkapan yang

menunjukkan mistisisme Tari Pakarena itu sendiri antara lain dengan penyebutan

―dewa-dewa,‖ ―gaib,‖ ―leluhur,‖ dan sebagainya.

22 Marsinah adalah seorang pejuang buruh yang pada tahun 1993 berunjuk

rasa menuntut peningkatan kesejahteraan buruh di PT CPS, Jawa Timur, yang

tewas karena disiksa. Marsinah memperoleh penghargaan Yap Thiam Hien pada

tahun yang sama dan menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Namun pembunuh

Marsinah yang sebenarnya belum dihukum sampai sekarang. Sumber : Yus

Ariyanto, ―Marsinah, 21 Tahun Berlalu dan Pembunuhnya Belum Dihukum,‖

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

9

Pertumpang-tindihan tersebut tampak pula dalam ―Sebuah Catatan dari Jonggol‖

di bawah ini:

― Kucatat sebuah tamasya musim panen, di tanah Priangan, di

tengah asap jerami, berlatar persawahan warna padi keemasan, jadi

panggung impian wadah kenangan, di timur bukit-bukit dan hutan

hijau, berkibar sebarisan umbul-umbul warna-warni, Di bawahnya

nampak rombongan TV dari kota, sibuk, Mempersiapkan ajang

bagi panggung sebuah skenario, Tiba-tiba seorang perempuan

muda lagi cantik, (mirip selebriti sinetron) di depanku, lewat

agaknya mengejar gilirannya tampil, (sebagai kekasih dalam kisah

musim panen?) Mata bertemu mata. Sekejap saja, (akrabnya),

Ditimpa suara orang memanggil namanya: Tjandra!, Gemanya

bening mengiang di bukit-bukit sana, bersambut pula dalam hati

bersama khayal: (tentu saja di luar skenario asli) Betapa mudah :

dengan gaung namanya menuliskan skenario baru, sebuah skenario

tandingan: dengan judul: Kisah dadakan cinta di Jonggol, di sore

keemasan di musim panen.‖23

m.liputan6.com/diakses pada 1 Mei 2015 pukul 22.45 Wita. Sajak Sitor di atas

juga berisikan protes sosialnya, usaha untuk menawarkan suatu kesadaran

kemanusiaan, keadilan hukum, sosial, politik bagi pembaca. Upaya semacam ini

merupakan ciri kategori sejarah teknokratis dengan simbol pseudorealis dan

norma modifikasi perilaku.

23 Fenomena perampasan tanah petani sekitar tahun 1998-an yang

melibatkan intervensi negara dan tak jarang juga militer yang terjadi di sejumlah

tempat di Indonesia, juga berlangsung di daerah di Jonggol, Jawa Barat. Sumber :

Daniel Mangoting, ―Pertanahan Indonesia 1998: Terampasnya Alat Produksi Vital

Petani,‖ Wacana No.15 (edisi khusus) Januari-Pebruari 1999, pp. 4-6. Akibatnya,

petani Jonggol hidup dari mengerjakan tanah yang bukan miliknya. Oleh Sitor,

kenyataan ini diolah menjadi sebentuk sajak yang bernada ironi dan parodi. Sitor

membangun pseudorealis tentang ―musim panen,‖ ―warna padi keemasan‖ yang

―jadi panggung impian‖ dan ―wadah kenangan.‖ Kedatangan ―orang kota‖ dengan

―rombongan tv‖ hanya ―mempersiapkan ajang bagi pangggung sebuah skenario.‖

Masyarakat Jonggol juga menjual tanah mereka pada orang Jakarta (sumber: Mul,

Boy, Ira, Lom, ―Jonggol Terlalu Lama Terkungkung,‖ Kompas (PIKNet), 23

Desember 1996, p. 1). Para ―orang kota‖ ini menjanjikan perbaikan kesejahteraan

rakyat Jonggol dengan berbagai proyek pembangunan yang sebatas ―skenario‖

belaka. Salah satunya adalah pembangunan Jonggol sebagai Kota Mandiri oleh PT

Bukit Jonggol Asri yang sahamnya dimiliki Bambang Trihatmodjo, putra Presiden

Suharto yang mangkrak seiring krisis moneter dan lengsernya Orde Baru 1998).

Bahkan rencana pengembangan kawasan Jonggol tersebut melahirkan Keppres

nomor 1 tahun 1997. Jonggol juga sempat diwacanakan menjadi ibukota

pemerintahan Republik Indonesia pada masa Orde Baru, selengkapnya baca

―Jonggol Alternatif Pusat Pemerintahan RI (3),‖ intelijen.co.id/ diakses pada 1

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

10

Lihat pula sajak ―Sandi Digital‖ berikut :

―Suaranya bening, gairah rindu, membaca sajak, lewat telpon,

pesan lugu, sekaligus tertutup, dalam sandi semiotika melulurkan

batas, antara Penanda, dan yang Ditandai, hanyut banjir,

metabahasa tanpa kata, ingin berita, sepatah, sepatah kata saja.‖24

Pertumpang-tindihan tiga kategori sejarah sekaligus, yakni tradisional-

patrimonial dan kapitalis serta teknokratis, dapat disimak dalam sajak ―Missa

Requiem di Siaran TV‖:

― Dua upacara di TV kuamati sekaligus, Satu : Upacara kenegaraan

untuk bekas Presiden Perancis, Francois Mitterand yang

meninggal, diterbangkan, jenazahnya, secara kemiliteran untuk

dimakamkan di selatan di desa kelahirannya. Dua : Perayaan Missa

Requiem, di katedral Notre Dame de Paris, dipimpin oleh kardinal,

dihadiri Presiden dan kepala-kepala negara, Sementara jenazah

diterbangkan ke tujuan, untuk dimakamkan di desa, di makam

keluarga, ditayangkan silih berganti oleh TV, sambil kuamati,

duduk seorang diri, bertanya, ke mana orang mati pergi, nanti. Aku

lupa layar TV yang kuhadapi, lupa Presiden yang mati, lupa

penggantinya yang duduk di dalam katedral, lupa kemegahan

protokol kepala-kepala negara, yang hadir menghormati, lupa suara

kardinal, gerak-gerik pelayan Missa, lupa warna pakaian mereka,

Hanyut, sadar, tenggelam, dalam bentangan ruang tak ada ujung,

gema nyanyian Gregorian, dari dunia orang mati-, menyanyikan

kebangkitannya, kelak, bangkit dari Mati serupa Kristus, dalam

Mei 2015 pukul 23.56 Wita. ―Sebuah Catatan dari Jonggol‖ selain

memperlihatkan kategori sejarah kapitalis, juga merupakan cermin sajak

berkategori sejarah teknokratis yang menyatakan kekecewaan dengan realisme

dan menjadikan proses simbolis sebagai usaha social engineering.

24 ―Sandi Digital‖ kritik atau protes Sitor Situmorang terhadap

kecanggihan teknologi media dan pencitraan, baik audio, visual, maupun

audiovisual, yang tak jarang menghadirkan rekayasa. Dalam sebuah artikel yang

dimuat koran Kompas, Warih Wisatsana menyatakan media tersebut di atas tak

ayal menyuguhkan realitas imajiner, dunia rekaan yang seakan-akan lebih nyata

dari kenyataan yang sebenarnya. Lihat: Warih Wisatsana, ‖Ilusi Globalisasi:

Mantra Visual dan Mimikri,‖ Kompas, 21 Februari 2010, p. 20. Dari uraian ini,

jelas bahwa ―Sandi Digital‖ adalah perpaduan antara kategori sejarah kapitalis dan

teknokratis.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

11

jasad kekal-Nya, Nanti – di Ujung Zaman, Sementara Diri, lebur

dalam alunan, nyanyian Gregorian.‖ 25

Pertumpang-tindihan serupa juga tampak pada sajak ―Lagu Lautan Nusantara

(berita ziarah, Agustus 1999, di pingir Danau Toba, di tengah kemelut sejarah

bangsa)‖ :

―Di lembah menghadap teluk ini, berulang kali kita masih, akan

datang- juga berharap pulang, bil aumur panjang, kini aku ziarah,

masuk alam suratan takdir, di bayangan gunung-gunung berapi,

yang membentengi dataran tinggi, danau-danau dan tanah datar,

pesisir tanahair, datang untuk sujud, berulang mendengar kisah-

kisah, di desir sawah ladang dan, gelora sungai-sungainya,

menyusu, pada sejarah Ibu Pertiwi, pilihan dan karunia, dari antara

alam enam benua, -Nusantara kita! – Kini dalam bahaya! Kancah

nasib-peruntungan, keturunan demi keturunan, dititipi panggilan

hidup, dalam gema nyanyian, peredaran bulan dan matahari,

Terbentuknya negara-bangsa, pada 17 Agustus 1945! pemikul

tugas pencipta, pewaris nilai peradaban baru, berinti cinta tanah air

tunggal! pusaka kelahiran di setiap dusun dari Sabang sampai

Merauke, di lembah di pegunungan, sepanjang setiap sungai,

sekujur pantai seluruh Nusantara, dalam ayunan irama pasangsurut,

samudra sejarah, demi hukum ber-Tanah Air, demi karunia Maha

Pencipta! Sepanjang masa!‖26

25 Kategori sejarah tradisional terlihat pada penggunaan istilah ―missa,‖

―nyanyian Gregorian,‖ latar situasi di ―katedral Notre Dame de Paris‖ yang

menunjukkan simbol mitis serta norma komunal dan kepatuhan. Kategori sejarah

kapitalis bertebaran dalam sajak ini, salah satunya tampak ketika Sitor

menyinggung peristiwa pemakaman mantan Presiden Perancis, Franscois

Mitterand. Kategori sejarah teknokratis terasa dalam bait ―menyanyikan

kebangkitannya, kelak, bangkit dari Mati, serupa Kristus, dalam jasad kekal-Nya.‖

Mitterand adalah presiden beraliran sosialisme pertama di Perancis. Melalui sajak

ini, Sitor menyuarakan harapan dan dukungannya terhadap sosialisme.

26 Terminologi ―takdir‖ dan ―sujud‖ yang muncul dalam sajak ini

menunjukkan simbol dan norma dalam kategori sejarah tradisional-patrimonial.

Simbol dan norma kategori sejarah kapitalis dalam ―Lagu Lautan Nusantara‖

dapat dibuktikan dari berbagai hal, salah satunya penyebutan tanggal

kemerdekaan Indonesia, penulisan sajak yang dilakukan pada Agustus 1999 dan

ditujukan kepada tokoh Gus Dur. ―Nusantara kita! Kini dalam bahaya!‖ adalah

seruan sekaligus ajakan kepada pembaca yang sarat norma modifikasi perilaku

dalam kategori sejarah teknokratis.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

12

Selain itu, terdapat pula sajak ―Eksil‖ yang merangkum ketiga kategori sejarah

tersebut, simak saja berikut ini :

―Di alam kata-kata tak terucap, kami menjemput tanah, kami

menghirup air purba, negeri kelahiran, Kami berkumpul,

berdatangan dari diaspora Eropa, bersatu di tanah, dan air

kenangan, Kesempatan bertemu lagi, mengantar seorang teman,

Kami kuburkan di tanah orang, Merayakan setiakawan,

persahabatan, kekal karena, dan dalam, matinya, menyatu dengan,

cinta dan rindu, tanah airnya. Nusantara abadi!‖27

Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat sebuah permasalahan yang menarik

untuk dibahas, yakni sajak bertema apapun yang digarap Sitor pada era reformasi

bila dilihat dengan memakai metodologi analisis sosio-historik dari Kuntowijoyo

selalu menunjukkan adanya pertumpang-tindihan kategori sejarah.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Permasalahan tersebut di atas memperlihatkan adanya korelasi sebab

akibat antara terjadinya pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak Sitor

Situmorang di era Reformasi dengan cara-caranya mengolah dasar struktur.

Korelasi sebab-akibat tersebut baru sebatas asumsi atau landasan berpikir yang

27 Sajak ―Eksil‖ ditujukan kepada Budiman Sudharsono, seorang tokoh

eksil yang pergi ke Perancis pada masa Orde Baru. Ini adalah bukti kategori

sejarah kapitalis. Ziarah Sitor ke makamnya pada 1999 adalah wujud

perenungannya pasca lengsernya Orde Baru tahun 1998. Kontemplasi sekaligus

pernyataan tentang nasib eksil yang walau tersisihkan ke tanah orang namun tetap

cinta pada tanah airnya sendiri. Ini merupakan cerminan kategori sejarah

teknokratis. Konsep hidup yang kekal atau kehidupan setelah kematian seperti

dikenal dalam ajaran Kristen tersirat dalam sajak ini dan memperlihatkan kategori

sejarah tradisional-patrimonial. Tentang konsep hidup kekal, baca : jlwijaya,

―Hidup Kekal Diperoleh Akan Datang dan Juga Sekarang,‖

sabdaspace.org/node/10652, diakses pada 2 Mei 2015 pukul 09.00 Wita.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

13

kebenarannya masih harus diuji dengan pembuktian-pembuktian melalui

penelitian sejarah. Formulasi permasalahan tersebut di atas akan dijabarkan

melalui tiga pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana ragam pemikiran Sitor Situmorang dalam sajak-sajaknya di

era reformasi?

2. Bagaimana wujud pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak-

sajak Sitor Situmorang di era reformasi?

3. Mengapa terjadi pertumpang-tindihan kategori sejarah pada sajak-sajak

Sitor Situmorang di era reformasi?

Dari pertanyaan penelitian di atas terdapat sub-sub pertanyaan yang akan dijawab

menurut pemikiran sejarah pascastrukturalisme, antara lain : apakah ada

keterputusan (discontinuity), patahan (rupture), kontingensi dan kebetulan

(chance) di dalam sajak-sajak Sitor?28

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam sajak-sajak Sitor

Situmorang.

28 Kaum pascastrukturalis mengganti tahapan-tahapan historis dalam

sejarah seperti feodalisme, kapitalisme (yang digunakan oleh kaum strukturalis)

menjadi : keterputusan, patahan, kontingensi, dan kebetulan dalam pembentukan

dinamika kultural dan institusional. Alexander Aur, ―Pascastrukturalisme Michel

Foucault dan Gerbang Menuju Dialog Antarperadaban,‖ dalam Mudji Sutrisno

dan Hendar Putranto (eds.), Teori-Teori Kebudayaan (Yogyakarta : Penerbit

Kanisius, 2005), p. 149.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

14

2. Mengetahui wujud pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak-

sajak Sitor Situmorang pada era reformasi.

3. Mengetahui penyebab terjadinya pertumpang-tindihan kategori sejarah

pada sajak-sajak Sitor Situmorang di era reformasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain :

1. Menambah daftar penelitian tentang Sitor Situmorang sebagai seorang

sastrawan dan intelektual.

2. Memperdalam pemahaman publik terhadap pemikiran Sitor Situmorang.

3. Meyakinkan sejarawan untuk tidak ragu-ragu menggunakan pendekatan

kategori sejarah dan semesta simbolis Kuntowijoyo dalam penelitiannya.

4. Sebagai salah satu referensi untuk memahami sekaligus menegaskan peran

karya sastra khususnya sajak sebagai sumber sejarah.

1.5. Tinjauan Pustaka

Sampai saat ini telah ditemukan 605 sajak Sitor Situmorang yang

dirangkum oleh sejarawan J.J. Rizal dalam dua jilid buku. Buku pertama yakni

Sitor Situmorang: Kumpulan Sajak 1948 – 1979. Di dalamnya tidak hanya

berisikan sajak-sajak Sitor melainkan juga ulasan tentang sosok serta kepenyairan

Sitor Situmorang oleh Ajip Rosidi dan J.J. Rizal. Ajip menyatakan bahwa bagi

Sitor menulis sajak seperti menulis catatan harian yang memberikan ruang bagi

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

15

siapapun untuk mengikuti perjalanan hidupnya.29

Ajip menguraikan perihal profil

kepenyairan Sitor Situmorang dari awal tahun 1948 hingga tahun 2000-an.30

Sementara J.J. Rizal sendiri, dalam buku tersebut, mendedah alasan di

balik pengumpulan dan penyusunan kumpulan sajak-sajak Sitor Situmorang

antara lain :

―…perlu sebuah buku kumpulan sajak-sajak Sitor selengkap-

lengkapnya, baik yang sudah dikenal maupun yang terlupakan atau

tersingkirkan dalam waktu yang lalu, yang lebih mengutamakan

segi dokumentasi secara kronologis dan dapat pula berfungsi

sebagai semacam bibliografi, dari sejak masa awal kepenyairannya

di tahun 1948 sampai masa yang paling belakangan ini. Buku yang

akan memungkinkan peneliti dan pembacanya dapat melihat

evolusi kepenyairannya, sehingga dapat lebih utuh memahami

Sitor dan karya-karyanya serta sejarahnya.‖31

Rizal melengkapi tulisan pertangunggjawabannya itu dengan menguraikan proses

pengurutan sajak-sajak Sitor secara kronologis berikut dasar-dasar pertimbangan

yang digunakannya. Penjelasan tersebut penting sebagai dasar dalam penelitian

sejarah ini. Rizal juga membuat klasifikasi sajak Sitor berdasarkan lima periode

kepenyairan yang ia rumuskan.32

Buku kedua yaitu Sitor Situmorang: Kumpulan Sajak 1980 – 2005 dengan

pengantar dari E. Ulrich Kratz. Dalam pengantar yang ditulisnya, professor dari

SOAS, London, ini menyebutkan adanya hubungan antara dunia pemikiran,

29 J.J. Rizal (ed.), op.cit, p. xix.

30 Ibid., pp. xix-xxv.

31 Ibid., pp. xxix-xxx.

32 Rizal pun mengungkapkan, Sitor senantiasa menulis sajak dari

kehidupan nyatanya. Sejak karya pertamanya, Sitor menunjukkan bahwa dia

bukan penyair yang mengasingkan diri dari kehidupan nyata di sekelilingnya. Ia

adalah sosok yang intens mendalami budaya ibunya dan budaya global serta

menjadi pelaku dalam berbagai zaman. Lihat : Ibid., pp. xxviii-xxxviii.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

16

perasaan dan pengalaman Sitor dengan sajak-sajaknya.33

Kratz juga menyinggung

bahwa pengerjaan kumpulan sajak Sitor oleh J.J. Rizal ini turut melibatkan Sitor

dalam pemeriksaan dan persiapan naskahnya:34

Pada bagian akhir buku, J.J. Rizal

mencantumkan tahun penciptaan sajak-sajak tersebut berikut judul buku atau

koran yang memuat karya Sitor, serta sumber-sumber lainnya.35

Berbagai

keterangan tersebut semakin menguatkan kredibilitas kedua buku di atas sebagai

sumber primer untuk penelitian sejarah ini. Belum ada buku lain yang

menyuguhkan karya-karya terlengkap sajak-sajak Sitor Situmorang.

Buku selanjutnya adalah otobiografi Sitor Situmorang yakni Sitor

Situmorang : Seorang Sastrawan 45 Penyair Danau Toba yang ditulis sendiri

olehnya. Otobiografi ini menuturkan riwayat hidup Sitor dari masa kecilnya

hingga tahun 1977. Sitor menuturkan perjalanan hidupnya melalui sembilan bab,

antara lain : ―Silsilah Si Ulubalang Soba,‖ ―Dari Harianboho ke Batavia,‖ ―Masa

Remaja,‖ ―Perang Dunia Kedua,‖ ―Asia Tenggara Diduduki Jepang,‖ ―Revolusi,‖

―Yogyakarta Ibu Kota Republik,‖ ―Konvoi di Tengah Sawah,‖ dan ―Tahun-Tahun

Pengembaraan,‖ serta sebuah epilog yaitu berupa dokumentasi ritual adat atau

ruwatan yang diikuti Sitor di Pusuk Buhit.36

Buku ini secara khusus telah diulas

oleh C.H. Watson. Watson menilai, membaca otobiografi tersebut selain untuk

mengetahui pergulatan Sitor dalam menelusuri identitasnya, boleh dikata

33 J.J. Rizal (ed.), Sitor Situmorang : Kumpulan Sajak 1980-2005 (Jakarta:

Komunitas Bambu, 2006), p. xiii.

34 Ibid., p. xv.

35 Tidak semua sajak Sitor dapat dilacak tanggal, bulan, tahunnya secara

lengkap, ada beberapa sajak yang hanya diberi keterangan tahun saja.

36 Sitor Situmorang, Sitor Situmorang: Seorang Sastrawan 45 Penyair

Danau Toba (Jakarta: Sinar Harapan, 1981), p. 8.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

17

merupakan renungan mengenai dinamika yang terjadi pada bangsa Indonesia

selama 70 tahun (1930-2000).37

Otobiografi ini diperlukan untuk memperoleh

informasi perihal dasar struktur yang membentuk Sitor Situmorang.

Buku berikutnya berjudul Menimbang Sitor Situmorang. Pustaka ini

disusun oleh J.J. Rizal dengan merangkum esai-esai penting dari berbagai tokoh

nasional dan internasional yang mengulas tentang sosok dan karya Sitor

Situmorang. Karangan V.S. Naipaul, peraih hadiah Nobel di bidang Sastra tahun

2001, membuka buka ini dengan mengisahkan perjumpaannya dengan Sitor di

Jakarta dan rekonstruksi sejumlah peristiwa di masa lalu Sitor. Perihal pencarian

identitas dan ketegangan diri Sitor Situmorang dalam menghadapi dua budaya

yakni tradisional Toba dan modernitas Eropa, menjadi pokok bahasan dalam

tulisan A.H. Jons. Kajian tentang sajak-sajak Sitor yang mengangkat gagasan

eksistensialisme dan aliran simbolisme Perancis ditulis oleh sastrawan dan

budayawan terkemuka Subagio Sastrowardoyo. Terdapat pula telaah buku Toba

Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, sebuah karya ilmiah

tentang sejarah dan budaya etnis Toba yang ditulis oleh Sitor, disusun oleh Johann

Angerler. Martina Heinshke mengaitkan pemikiran Sitor yang tercermin dalam

karya-karyanya, terutama esei, dengan konteks sosial politik yang terjadi di

Indonesia pada era pasca kolonial. Heinshke juga membedah pemikiran Sitor

terhadap Marhaenisme dan kebudayaan Indonesia. A. Teeuw dan Mohammad

Haji Saleh mengkaji sajak-sajak Sitor. Tulisan C.H. Watson tentang otobiografi

37 C.W. Watson, ―Sitor Situmorang, Dunia Penuh Ambivalensi: Renungan

Otobiografis Sitor Situmorang Mengenai Indonesia Pascapenjajahan‖ terj.

Koesalah Soebagyo Toer dalam J.J. Rizal (ed.), Menimbang Sitor Situmorang

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), p. 21.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

18

Sitor juga termuat di dalamnya bersama sejumlah sajak karya penyair Indonesia

yang menjadikan Sitor sebagai tema penulisannya. Membaca buku ini adalah

upaya memahami sosok, pemikiran, dan sajak Sitor dari berbagai perspektif para

peneliti dan pemikir Indonesia maupun mancanegara.

Tiga hari setelah Sitor Situmorang meninggal pada 20 Desember 2014

lalu, J.J. Rizal kembali menulis buku tentang Sitor, kali ini bertajuk Sitor

Situmorang : Biografi Pendek 1924-2014. Rizal membahas Sitor melalui tujuh

bab, antara lain : ―Zaman Baru dan Dunia Lama,‖ ―Batavia, Penguasa Jepang dan

Revolusi di Sumatra,‖ ―Revolusi Fisik dan Revolusi Seorang Diri,‖ ―Membawa

Pulang Dunia dan Kampung Halaman,‖ ―Panglima Kebudayaan Marhaen,‖

―Lembaga Kebudayaan Nasional,‖ ―Dunia Setelah Penjara Orde Baru.‖ Rizal

menunjukkan aneka peristiwa sejarah di mana Sitor bertindak sebagai pelaku aktif

politik, penyair yang menulis sajak dari zaman ke zaman, seorang yang intens

mendalami budaya Batak, dengan wawasan keIndonesiaan yang kental dan

dipengaruhi oleh pergulatan pemikiran Barat. Biografi ini kendati sangat ringkas

adalah referensi yang penting untuk mencermati perjalanan hidup Sitor dari awal

kelahiran hingga wafatnya.

Demi mendapatkan contoh konkret perihal penelitian yang menggunakan

kerangka analisis sosio-historik dari Kuntowijoyo, dilakukan pembacaan terhadap

skripsi Jurusan Sejarah Universitas Udayana bertajuk ―Mesjid dalam Tiga Zaman:

Studi tentang Perubahan Fisik Mesjid di Bali 1860-1991‖ karya Slamat Trisila

(1997). Tulisan ini mengkaji pengaruh transformasi kondisi zaman sejak era

kerajaan, kolonial hingga masa kemerdekaan terhadap perubahan fisik mesjid di

Bali. Secara metodologis, batasan temporal dalam karya Trisila ditentukan dengan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

19

menggunakan kerangka kategori sejarah. Trisila menyatakan, mesjid sebagai

wujud budaya tidak mesti dicermati berdasarkan penjumlahan kronologinya tetapi

dapat diamati dari segi evolusi artistik atau nilai budaya ekspresinya.38

Skripsi kedua, masih dari kampus yang sama, berjudul ―Bahasa dan

Sastra Betawi dalam Dimensi Sejarah : Studi Kasus Karya Sastra Firman Muntaco

1955-1993,‖ ditulis oleh Viktor P.S. Bancin. Bancin menelaah sastra Betawi yang

digubah Firman Muntaco dengan menggali dasar struktur yang memengaruhi

pengarang, super struktur yang terkandung dalam karya-karyanya serta sejauh

mana fakta dalam prosa-prosa Muntaco dapat diuji kebenarannya dalam realitas

sosial. 39

Ditemukan pula sejumlah judul skripsi yang mengulas tentang Sitor

Situmorang antara lain bertajuk ―Nasionalisme dalam karya Sajak Sitor

Situmorang pada Tahun 1966-1998,‖ karya Dosriani Damanik (2012), dari

Jurusan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan. Damanik mengungkap

gagasan dan bentuk nasionalisme Sitor Situmorang berdasarkan sajak-sajak yang

telah ditulisnya selama kurun waktu yang telah ditetapkan serta menelisik

pengaruh penerbitan kumpulan sajak Sitor Situmorang terhadap nasionalisme

38 Slamat Trisila, ―Mesjid dalam Tiga Zaman: Studi tentang Perubahan

Fisik Mesjid di Bali 1860-1991,‖ (Skripsi S-1 Jurusan Sejarah Fakultas Sastra

Universitas Udayana, 1997), p.15.

39 Viktor. P.S. Bancin, ―Bahasa dan Sastra Betawi dalam Dimensi Sejarah

: Studi Kasus Karya Sastra Firman Muntaco 1955-1993,‖ (Skripsi S-1 Jurusan

Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana, 1999), p. 13.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

20

bangsa Indonesia.40

Berdasarkan temuan di internet, ditemukan informasi adanya

skripsi bertajuk ―Sitor Situmorang sebagai Penyair dan Pengarang Tjerita Pendek‖

ditulis oleh J.U. Nasution dari Universitas Indonesia.41

Skripsi ini memakai

pendekatan sastra dalam penulisannya. J.J. Rizal mengangkat Sitor Situmorang

dalam skripsi S-1 di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun

1998 dengan mengambil tajuk ―Nasionalisme di Padang Kurusetra Kebudayaan:

Biografi Politik Sitor Situmorang (1956-1967).‖42

Esei-esei dan sejumlah judul skripsi yang mengulas Sitor Situmorang

tersebut di atas tidak ada yang menggunakan metodologi analisis sosio-historik

dari Kuntowijoyo. Untuk itu, tulisan ini akan membahas karya-karya Sitor

Situmorang dengan memakai kerangka tersebut.

1.6. Metodologi Sejarah yang Digunakan

Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang istilah-istilah kunci

yang digunakan dalam metodologi sosio-historik dari Kuntowijoyo. Pertama

adalah pengertian dasar struktur yang dalam penelitian ini tidak merujuk kepada

kondisi sosial dan ekonomi semata seperti kaum Marxis, tetapi juga meliputi sisi

lain yaitu :

40 Dosriani Damanik, ―Nasionalisme dalam karya Sajak Sitor Situmorang

pada Tahun 1966-1998,‖ http://digilib.unimed.ac.id/ diakses pada 17 Mei 2014

pukul 21.00 Wita.

41 J.U. Nasution, ―Sitor Situmorang sebagai Penyair dan Pengarang Tjerita

Pendek,‖ http://lontar.ui.ac.id/diakses pada 17 Mei 2014 pukul 21.15 Wita.

42 J.J. Rizal (ed.), Sitor Situmorang : Kumpulan Sajak 1980-2005, op.cit.,

p. 473.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

21

―… norma (terutama hukum dan politik), modus organisasi sosial

(wujud historis struktur kelas dan lembaga-lembaga), sumber sosial

(terutama ekonomi, demografi, pendidikan, teknologi).43

Kedua adalah proses simbolis yakni :

―…kegiatan manusia dalam menciptakan makna yang merujuk

pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari. Proses

simbolis meliputi bidang-bidang agama, filsafat, seni, ilmu,

sejarah, mitos, dan bahasa.‖44

Dalam konteks penelitian ini, yang tergolong ke dalam proses simbolis

adalah penciptaaan sajak-sajak oleh Sitor Situmorang yang merupakan wujud

pemaknaan Sitor terhadap pengalaman hidupnya. Proses simbolis tidak terlepas

dari dasar struktur yang memengaruhinya. Setiap proses simbolis mengandung

superstruktur yaitu meliputi nilai, cita-cita, dan simbol ekspresif.45

Penelitian ini

menelusuri korelasi antara nilai, cita-cita, dan simbol-simbol ekspresif dalam

sajak-sajak Sitor Situmorang dengan dasar stuktur masyarakat.

George Huaco telah menyusun model dasar-superstruktur yang merupakan

pengayaan dari konsep dasar struktur Karl Marx dipadukan dengan kategori dari

Smelser yang sangat diperlukan dalam pembahasan seputar proses simbolis.

Berikut adalah model tersebut yang dikutip dari buku Kuntowijoyo, Budaya dan

Masyarakat :

Superstruktur nilai, cita-cita, simbol ekspresif

Dasar

norma (terutama hukum dan politik)

modus organisasi sosial (wujud historis struktur

kelas dan lembaga-lembaga)

sumber sosial (terutama ekonomi, demografi,

pendidikan, teknologi

Tabel 2 : Model dasar-superstruktur dari Huaco

43 Kuntowijoyo, op.cit., p. 6.

44 Ibid., p. 3.

45 Ibid., p. 6.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

22

yang menjadi salah satu dasar pemikiran Kuntowijoyo46

Dasar struktur tidak dikaitkan secara langsung dengan superstruktur, melainkan

melalui jaringan yang kompleks dan langkah-langkah antara.47

Artinya, manusia

secara sadar dan tidak sadar hidup di dalam dasar struktur. Hasil interaksinya

dengan dasar struktur, dicerna dalam pikiran, dipadukan, diselaraskan dengan

sudut pandang, kebiasaaan sehari-hari, pola pikir dan orientasi ideologinya,

kemudian terpantulkan di dalam nilai, cita-cita, dan simbol-simbol ekpresif karya-

karyanya. Model ini menjadi kerangka dalam pembahasan lebih jauh perihal

kaitan antara superstruktur yang terkandung dalam sajak-sajak Sitor Situmorang

dan dasar struktur yang melingkupi Sitor.

Dalam studi ini, akan dibicarakan pelembagaan produksi dan distribusi

simbol-simbol dalam superstruktur sajak-sajak Sitor Situmorang di era Reformasi,

karena itu sangat penting menggunakan pendekatan sosiologi budaya dari

Raymond William, yang kemudian menjadi dasar metodologi analisis sosio-

historik terhadap proses simbolis ala Kuntowijoyo. Metodologi ini terdiri dari tiga

komponen pokok yaitu: lembaga-lembaga budaya, isi budaya, dan efek budaya

atau norma-norma.48

Dijelaskan bahwa :

―…lembaga budaya berkaitan dengan subjek penghasil produk

budaya, subjek yang bertugas melakukan kontrol dan bagaimana

kontrol tersebut dilakukan. Sementara itu isi budaya berhubungan

46 Ibid., p. 5.

47 Ibid., p. 4.

48 Kuntowijoyo mengutip rumusan sosiologi budaya dari Raymond

Williams. Raymond Williams adalah seorang pengamat dan kritikus kebudayaan

tersohor yang mengemukakan kompleksitas makna kebudayaan (culture), lihat

dalam Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (eds.), op.cit., pp. 7-8. Akademisi dari

Inggris yang juga novelis ini adalah pemikir kiri yang memberi sumbangan

signifikan bagi kritik budaya dan seni Marxis.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

23

dengan simbol-simbol yang diusahakan muncul dari produk

budaya dan efek budaya menanyakan konsekuensi yang diinginkan

dari proses budaya tersebut.49

Kuntowijoyo memetakan kerangka tersebut dalam tiga kategori sejarah, antara

lain : kategori sejarah tradisional-patrimonial, kategori sejarah kapitalis, dan

kategori sejarah teknokratis. Berikut adalah tabel yang menerangkan kerangka

berpikir di atas:

Kategori

Sejarah

Proses Simbolis

Lembaga Simbol Norma

tradisional

patrimonial

masyarakat abdi dalem

raja

perintah

mitis

mitis

komunal

kepatuhan

kapitalis profesional

pasar

penawaran

Realis individualis

teknokratis profesional

negara

pesanan

pseudorealis modifikasi

perilaku

Tabel 2 : Rekonstruksi sejarah proses simbolis di Indonesia

yang dibuat oleh Kuntowijoyo50

Tabel di atas menunjukkan klasifikasi proses simbolis yang terjadi dalam

tiga kategori sejarah. Bertolak dari rumusan Williams, Kuntowijoyo menjelaskan

tabel tersebut di atas sebagai berikut : dalam kategori sejarah tradisional dan

patrimonial, penghasil produk budaya yang sekaligus melakukan pengontrolan

adalah raja bersama masyarakat abdi dalem melalui mekanisme perintah. Perintah

diturunkan kepada seluruh rakyat dengan dibungkus simbol-simbol yang bersifat

49 Kuntowijoyo, loc.cit.

50 Ibid.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

24

mitis untuk dijalankan sebagai ketentuan hidup bersama demi mewujudkan cita-

cita egalitarian dan kepatuhan.51

Ketika sajak Sitor Situmorang berada dalam

kategori sejarah tradisional-patrimonial, akan tampak unsur-unsur mitis seperti

halnya dikenal dalam kisah-kisah mite, tabu, tradisi lisan, serta kisah-kisah dalam

ajaran agama.

Pada kategori sejarah kapitalis, produk budaya dibentuk oleh kalangan

profesional dan atau pasar melalui cara-cara yang bersifat penawaran, bukan lagi

perintah mutlak seperti kategori tradisional-patrimonial. Produk budaya yang

dihasilkan bersifat realis atau ―betoel soedah kedjadian‖ yang sarat dengan nilai-

nilai individualisme. Sajak Sitor Situmorang yang ditulis berdasarkan kenyataan

yang dialaminya, hal yang ada atau terjadi di sekitarnya, serta mengangkat

peristiwa historis tertentu tergolong dalam kategori sejarah kapitalis.

Dalam kategori sejarah teknokratis, para subjek pencipta dan pengontrol

produk budaya (profesional dan negara) berusaha untuk menjadikan proses

simbolis sebagai cara untuk mengubah perilaku masyarakat atau social

engineering.52

Pada kategori ini pula, dilakukan usaha-usaha untuk menyatakan

kekecewaan terhadap realisme atau perlawanan melalui produk budaya yang

bercirikan pseudorealis, realitas semu. Sebagai seorang intelektual, Sitor

Situmorang juga menyatakan pemikiran dan menyuarakan protes sosial melalui

sajak-sajaknya. Adapun contoh-contoh sajak yang termasuk dalam seluruh

kategori di atas telah disebutkan sebelumnya di bagian latar belakang.

51 Ibid., p. 7

52 Ibid.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

25

Pertumpang-tindihan kategori-kategori sejarah tersebut akan ditelaah

dengan berangkat dari sajak-sajak Sitor terkini, yakni selama masa Reformasi,

untuk kemudian dilacak jejak-jejaknya di masa lampau. Cara penulisan seperti ini

juga dilakukan oleh Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya.

Jilid 1, 2, 3. yang melakukan pembalikan urutan dengan penjelasan dimulai dari

waktu yang paling dekat.53

Metode penulisan ini, seperti disebutkan I Nyoman

Wijaya dalam disertasinya, merupakan anjuran sejarawan James Vernon dalam

merespon serangan akademik dari kaum pascamodernisme54

yang sejak 1980-an

memandang bahwa:

―…tulisan sejarah hanya sebuah wacana. Mereka menyerang

pandangan sejarah ilmiah yang ditulis berdasarkan sumber primer.

Pertanyaan mereka bukan apa itu sejarah, melainkan apakah

mungkin sejarawan menyusun sejarah secara utuh. Dalam upaya

menghadapi serangan itu, James Vernon menganjurkan supaya

sejarawan mengerjakan sejarah intelektual zaman mereka sendiri,

yaitu sejarah yang berdasarkan ide-ide.‖55

Adapun kritik kaum pascamodernisme tertuju kepada keyakinan para

sejarawan strukturalis yang memandang bahwa penggunaan sumber-sumber

53 Jilid satu buku ini berbicara tentang Pembaratan, sementara jilid dua

perihal Islamisasi, dan jilid tiga tentang Indianisasi. Kuntowijoyo mengatakan

pembalikan semacam ini seperti teknik flash back dalam sinema. Penjelasan

lengkap lihat Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation)

(Yogyakarta : Tiara Wacana, 2008), pp. 28-30.

54 Pengertian pascamodernisme dapat dipahami atas tiga konstruksi, antara

lain : (a) zaman, (b) gaya dan (c) filsafat. Karya ilmiah ini merujuk kepada

definisi pascamodernisme sebagai suatu filsafat. Sebagai filsafat,

pascamodernisme mencakup pemikiran pascastrukturalisme, dekonstruksi,

multikulturalisme, neo-relativisme, neo-marxisme, dan kajian-kajian gender.

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta : Ombak, 2007), pp. 335-

336.

55 Pandangan James Vernon ini dikutip dalam I Nyoman Wijaya

―Mencintai Diri Sendiri : Gerakan Ajeg Bali dalam Sejarah Kebudayaan Bali

1910-2007,‖ (Disertasi S-3 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Gadjah Mada, 2009), p.18.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

26

primer yang sezaman dengan suatu peristiwa sejarah di masa lampau adalah cara

terkuat yang dapat dilakukan untuk mendekati kebenaran sejarah terkait.56

Keyakinan tersebut disangsikan oleh kaum pascastrukturalis lantaran rekonstruksi

sejarawan strukturalis yang kendati pun sudah menggunakan perangkat

metodologis, namun kerap mengandung bias, berat sebelah, baik karena

prasangka dan relativisme sejarah serta kepentingan personal seperti ideologi,

sehingga memengaruhi usaha penelusuran kebenaran sejarah.57

Pemikiran pascamodernisme mengkritik pola-pola umum yang digunakan

oleh sejarawan yang menganggap bahwa sejarah dan masyarakat berkembang ke

arah yang lebih baik dan semakin maju dari waktu ke waktu dalam proses yang

linear.58

―Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa

dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian,

menganalisis genealogi, lalu membangun dan mempertahankan

singularitas peristiwa, memilih peristiwa yang dianggap

spektakuler, seperti perang, serta mengabaikan peristiwa yang

bersifat lokal dan tanpa kekerasan, misalnya kehidupan di

pedesaan.‖59

Kaum pascastrukturalis menolak adanya konsep emansipasi dan kemajuan (the

idea of progress), mereka memandang bahwa pada hakikatnya sejarah bersifat

kacau (chaotic).60

Kaum pascastrukturalis kemudian memperkaya cara penulisan

para sejarawan strukturalis tersebut. Michel Foucault menawarkan bahwa dalam

56 Dedi Irwanto dan Alian Syair, Metodologi dan Historiografi Sejarah

(Yogyakarta: Eja_Publisher, 2014), p. 138.

57 Ibid., 176.

58 Dedi Irwanto dan Alian Syair, op.cit., p. 143.

59 Ibid.

60 Alexander Aur, loc.cit.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

27

sejarah juga ada konsep-konsep keterputusan (discontinuity), patahan (rupture),

kontingensi dan kebetulan (chance).61

Sejumlah sejarawan berpegangan pada fakta-fakta yang didapatkan dari

hasil analisis terhadap teks-teks secara struktur dengan tidak mempertimbangkan

wacana yang ada di balik teks itu sendiri. Padahal ada sekian kebenaran di balik

bahasa yang dihadirkan. Kaum pascamodernisme menolak kemanunggalan makna

yang muncul dari sebuah teks yang disampaikan melalui bahasa tersebut. Demi

tujuan itu, Julia Kristeva menawarkan penggunaan bahasa puitik yang justru

menawarkan multimakna.62

Menurut Kristeva:

―…bahasa puisi adalah bahasa yang bersifat terbuka, yang

mencoba merombak kebiasaan umum yang ada dalam rangka

mencari sebuah bahasa alternatif yang menyegarkan, sehingga

diharapkan ia mampu membuka cakrawala baru dalam

pemahaman, apresiasi dan penafsiran.‖63

Kristeva menekankan bahwa bahasa puitik dapat ―menggerakkan ke arah berbagai

ide, pemikiran atau tindakan-tindakan yang kreatif, inovatif, dan produktif.‖64

Dengan demikian, penggunaan sajak, dalam hal ini sajak-sajak Sitor Situmorang,

justru memberikan tawaran bagi sejarawan dalam membaca realita. Hal ini

dipertegas dengan pernyataan Sitor dalam salah satu bait sajaknya yang berbunyi:

―tak ada yang lebih jelas dari, kekaburan puisi dan ia, tak berulang.‖65

Sitor

meyakini bahwa sajak, kendati merupakan karya fiksional, bukan lahir dari rekaan

61 Ibid., p. 143.

62 Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-

Batas Kebudayaan (Yogyakarta : Jalasutra, 2004), p. 463.

63 Ibid.

64 Ibid.

65 J.J. Rizal (ed.), Sitor Situmorang : Kumpulan Sajak 1948-1979, op.cit.,

p. 67.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

28

semata-mata tetapi berpijak pada realita sehingga mengandung kejelasan dan

kejujuran.

Dengan demikian, secara keseluruhan, tulisan disusun melalui dua ramuan

metodologi sejarah yakni : analisis sosio-historik dengan pendekatan kategori-

kategori sejarah dan semesta simbolisnya serta kerangka yang ditawarkan kaum

pascastrukturalisme yaitu melacak adanya keterputusan (discontinuity), patahan

(rupture), kontingensi dan kebetulan (chance) dalam sejarah.

Seperti telah disebutkan di atas, dalam sajak-sajak Sitor Situmorang

selama era reformasi terkandung pertumpang-tindihan kategori sejarah. Demi

membuktikan asumsi awal, yakni adanya hubungan sebab akibat antara

pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak Sitor Situmorang dengan cara

Sitor mengolah dasar struktur, dilakukan pelacakan ke masa lalu Sitor

Situmorang. Model penulisan flash back ini mengikuti apa yang diajarkan oleh

paham pascastrukturalisme. Pada akhirnya dapat dilihat pula, apakah terjadi

keterputusan (discontinuity), patahan (rupture), kontingensi dan kebetulan

(chance) pada sajak-sajak Sitor Situmorang.

1.7. Kerangka Teoretis

Kajian historis bertujuan menyusun rekonstruksi masa lalu dengan cara

mengumpulkan, mengevaluasi, verifikasi, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk

menegakkan fakta guna memperoleh simpulan yang kuat.66

Dalam upaya

66 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta : CV Rajawali,

1992), p. 16.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

29

membantu proses tersebut, peneliti perlu menggunakan teori tertentu sehingga

dapat menghasilkan tulisan sejarah yang ilmiah dan pengetahuan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Teori berguna sebagai kerangka penelitian, generalisasi,

dan memberikan prediksi awal terhadap suatu permasalahan yang hendak dikaji.

Seperti disebutkan Sartono Kartodirdjo dalam buku ―Pendekatan Ilmu Sosial

dalam Metodologi Sejarah,‖ teori sangat penting karena :

―…memudahkan peneliti dalam merumuskan substansi penulisan

naratif dengan segala unsur-unsurnya, seperti fakta-fakta, fakta,

struktur, dan proses; faktor-faktor; dan lain sebagainya.Tanpa

kerangka teoritis dan konseptual tidak ada butir-butir referensi

untuk membentuk naratif, eksplanasi, argumentasi.‖67

Penelitian ini menggunakan tiga teori. Teori pertama adalah

intertekstualitas. Intertekstualitas merupakan salah satu konsep utama dalam

budaya pascamodernisme.68

Intertekstualitas menitikberatkan dimensi ruang dan

waktu serta perubahan yang terjadi dalam kebudayaan.

―Sebuah kebudayaan dan objek-objeknya tidak pernah berada di

ruang kosong, tidak berdiri sendiri, tidak self-determination, dan

tidak otonom. Ia mesti berhubungan dan berdialog dengan

kebudayaan-kebudayaan lain.‖69

Menurut Yasraf Amir Piliang, intertekstualitas adalah strategi intelektual utama

sekaligus jalan keluar pascamodern dari keterasingan suatu objek kebudayaan dan

67 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah

(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), pp. 85-86.

68 Menurut Yasraf Amir Piliang, intertekstualitas adalah ―reaksi atas cara

berpikir strukturalisme dalam kebudayaan, yang sarat dengan simplifikasi

kebudayaan, yaitu dengan melihat kebudayaan sebagai sebuah relasi struktural

antara bentuk dan makna atau penanda (signifier) dan petanda (signified), yang

dianggap bersifat tetap, statis, dan tidak pernah berubah.‖ Yasraf Amir Piliang,

op. cit., p. 432.

69 Ibid., p. 432.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

30

masyarakatnya.70

Dengan kata lain, untuk menilai suatu ekspresi budaya,

diperlukan upaya melihat teks-teks budaya yang terdahulu, karena seperti

disebutkan dalam kutipan di atas, pada hakikatnya tidak ada teks yang berdiri

sendiri (ada dari dan untuk dirinya sendiri).71

―Hanya lewat dialog dengan kebudayaan-kebudayaan lainlah

sebuah kebudayaan dapat hidup, berkembang, berubah, dan

bertransformasi. Intertekstualitas adalah semacam pelintasan

sistem-sistem tanda (sign system) dari satu sistem budaya ke sistem

budaya lainnya, yang mampu menghasilkan kategori-kategori

kebudayaan baru yang sangat beraneka ragam, dalam wujud

alegori, parodi, hibrida, sinkretisme, dan eklektisme.

Intertekstualitas merupakan strategi intelektual utama dalam

posmodernisme, yang dicirikan oleh sifat pengkodean ganda

(double coding), yaitu semacam dialog antara teknik-teknik

modern dan kode-kode kebudayaan masa lalu, dan juga dialog

antara elit/populer, atau baru/lama.‖72

Lebih jauh, dalam buku Derrida, disebutkan bahwa prinsip intertekstualitas

menjadi satu-satunya cara untuk melihat kebenaran karena tidak ada kebenaran di

luar teks.73

Pemikiran tersebut di atas berakar dari terminologi intertekstual yang

dikembangkan pertama kali oleh Julia Kristeva, seorang tokoh semiotika yang

tergabung dalam kelompok Tel Quel74

(bersama Jacques Derrida dan Roland

70 Ibid., pp.432-433.

71 Ibid., p. 433.

72 Ibid.

73 Muhammad Al-Fayyadl, Derrida (Yogyakarta : LKiS, 2009), p. 77.

74 Tel Quel adalah kelompok yang paling kritis terhadap strukturalisme

dalam bahasa. Baca : Yasraf Amir Piliang, op.cit., p. 317.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

31

Barthes) di Perancis. Kristeva memandang bahwa prinsip dasar intertekstualitas

adalah hubungan antara sebuah teks dengan teks-teks lain.75

Ia melihat bahwa :

―…setiap teks memperoleh bentuknya sebagai mosaik kutipan-

kutipan, setiap teks merupakan rembesan dan transformasi dari

teks-teks lain. Bagi dia, sebuah karya hanya dapat dibaca dalam

kaitannya dengan atau dalam pertentangannya terhadap teks-teks

lain yang menjadi resapannya.‖76

Menurutnya, hubungan antara suatu teks dengan teks-teks lain dapat

dilacak dengan petunjuk-petunjuk yang dapat dilihat jejaknya pada teks itu

sendiri. Jejak tersebut akan mengantar pembaca atau seorang peneliti kepada teks-

teks terdahulu. 77

Dalam menganalisis teks, Kristeva menawarkan jalan yaitu

dengan mencermati unsur-unsur struktur yang membentuk teks terkait seperti

tema dan gagasan serta unsur-unsur di luar struktur seperti sejarah, budaya dan

sebagainya. 78

Menurut Michael Bakhtin, seorang pencipta teks tidak berbicara dengan

dan tentang dirinya sendiri, melainkan juga berhadapan dengan suara lain, teks-

teks lain.79

Atas dasar pemikiran ini, Norman Fairclough mencari keterkaitan

antara teori tersebut dengan tugas seorang wartawan yang dinyatakan sebagai

berikut :

75 Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika (Yogyakarta:

Paradigma, 2009), pp. 228-229.

76 Ibid., p. 229.

77 Yulis Majidatul, loc.cit.

78Alfian Rokhmansyah, ―Teori Intertekstual (Pengantar),‖ academia.edu,

diakses pada 23 April 2015 pukul 17.20 Wita.

79 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media

(Yogyakarta: LKiS, 2012), p. 306.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

32

―Teori intertekstualitas dipakai untuk menghadirkan bagaimana

wartawan menghadapi aneka suara itu dan bagaimana ia

menampilkan suara dan pandangan banyak pihak itu dihadapkan

dengan suaranya sendiri yang akan ditampilkan dalam teks

berita.‖80

Dalam konteks penelitian ini, teori intertekstualitas digunakan untuk

mengetahui makna yang terkandung dalam sajak-sajak Sitor Situmorang dengan

cara mencermati proses Sitor dalam menghadapi berbagai ―suara‖ atau teks-teks

lain di luar sajaknya dan meramunya dengan pemikirannya sendiri sehingga

menghasilkan sebuah teks baru. Kondisi intertekstualitas dalam sajak-sajak Sitor

Situmorang dapat dilacak dengan melihat petunjuk-petunjuk yang ada pada sajak-

sajaknya. Petunjuk didapatkan dengan melihat unsur-unsur pembentuk sajak Sitor

seperti tema, latar tempat, peristiwa yang diangkat, metafora atau kata-kata

tertentu yang dapat dicari rujukannya dengan teks-teks lain. Sitor juga sering

menulis sajak yang ditujukan bagi sejumlah sosok yang mana dapat turut menjadi

petunjuk intertekstualitas. Dalam penelusuran ini, pembahasan tentang dasar

struktur Sitor Situmorang dengan sendirinya akan terjadi.

Piliang menganjurkan agar intertektualitas hendaknya jangan hanya pada

tingkat permukaan dan penampakan saja, akan tetapi lebih bersifat substantif,

dalam pengertian ada dialog-dialog budaya yang menyangkut nilai, norma,

ideologi dan makna.81

Pendekatan intertekstual dalam penelitian ini pada

akhirnya akan mengungkap kategori-kategori sejarah dan ideologi Sitor

Situmorang. Hal tersebut memungkinkan, karena proses intertekstualitas tidak

80 Ibid.

81 Ibid., p. 438.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

33

dapat terlepas dari pemikiran dan aspirasi sang pengarang teks itu sendiri,82

kendati ada berbagai ―suara-suara lain‖ yang bercampur dan berdialog dengannya

sebelum teks itu tercipta.

Selain yang disebutkan di atas, studi ini memerlukan teori behaviorisme

Skinner untuk mengetahui hubungan antara pengaruh reaksi lingkungan sosial

terhadap perilaku dan pemikiran Sitor Situmorang serta sajak-sajaknya. Teori

yang sangat terkenal dalam psikologi ini berpengaruh secara langsung terhadap

sosiologi perilaku.83

Teori behaviorisme yang pertama digunakan dalam sosiologi

oleh George Homans menyatakan bahwa:

―lingkungan tempat munculnya perilaku, entah itu berupa sosial

atau fisik, dipengaruhi oleh perilaku dan selanjutnya ‗bertindak‘

kembali dalam berbagai cara. Reaksi ini, entah positif, negatif, atau

netral, memengaruhi perilaku aktor berikutnya. Bila reaksi telah

menguntungkan aktor, perilaku yang sama mungkin akan diulang

di masa depan dalam situasi serupa. Bila reaksi menyakitkan atau

menyiksa aktor maka perilaku itu kecil kemungkinannya terjadi di

masa depan.‖84

Teori behaviorisme dapat digunakan untuk menelisik pengaruh reaksi atas

perilaku Sitor Situmorang di masa lalu terhadap perkembangan diri dan

pemikirannya berikutnya. Dengan kata lain, melalui teori ini pula akan diketahui

bagaimana dasar struktur berdampak pada serta diri pribadinya sebagai aktor

individual termasuk proses simbolis sajak-sajak Sitor Situmorang. Teori ini juga

82 Penjelasan Adbul Rahman Napiah berdasarkan pemahamannya terhadap

prinsip intertekstual dari Julia Kristeva yang dikutip dalam Alfian Rokhmansyah,

loc.cit.

83 George Ritzer dan Douglas J.Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi

Keenam, terj. Alimandan (Jakarta: Kencana, 2012), p. 356.

84 Ibid.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

34

menjelaskan tentang konsep hadiah (atau penguat) dan ongkos (atau hukuman).85

Bila aktor memperoleh reaksi positif atas perilakunya, maka ia akan memperoleh

hadiah, yang akan membuatnya mengulangi perilaku tersebut di kemudian hari.

Bila aktor memperoleh reaksi negatif dalam sebuah hubungan pertukaran maka ia

akan menanggung ongkos. Ongkos dapat berupa waktu, usaha, konflik,

kecemasan, dan keruntuhan harga diri serta kondisi-kondisi lain yang tidak

menyenangkan.86

Adanya ongkos atau hukuman ini dapat menimbulkan rasa jera

bagi aktor, sehingga cenderung enggan mengulangi perilaku serupa.

Guna memperkokoh kerangka teoretis ini, maka digunakan pula teori

pilihan rasional untuk mengetahui hal-hal mendasar lainnya yang juga berdampak

terhadap pertumpang-tindihan Sitor Situmorang. Teori yang dirumuskan oleh

Friedman dan Hecter ini menitikberatkan aktor sebagai subjek yang memiliki

tujuan, motif atau maksud tertentu yang memengaruhi tindakannya. Tindakan

seorang aktor juga tidak terlepas dari dua faktor utama pemaksa tindakan antara

lain : ketersediaan sumber daya yang dimiliki aktor serta pengaruh keberadaan

lembaga sosial. 87

Dijelaskan bahwa aktor yang memiliki sumber daya yang sedikit boleh

jadi akan mengalami kesulitan dalam upaya mencapai tujuan-tujuannya,

sementara aktor yang memiliki kekuatan lebih, akan lebih mudah menggapai

85 Ibid., pp. 356-357.

86 ―Teori Pertukaran Sosial,‖ http://meiliemma.wordpress.com/ diakses

pada 22 Agustus 2014 pukul 21. 38 Wita.

87 George Ritzer dan Douglas J.Goodman, op.cit., pp. 357-358.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

35

tujuannya.88

Pilihan rasional Sitor Situmorang dapat diselidiki menilik ke

perjalanan hidupnya. Ada berbagai peluang atau kesempatan yang ia peroleh,

tetapi tidak sedikit pula kondisi sulit yang dialami, yang kemudian mendorong

Sitor untuk melakukan pertimbangan dan pilihan tertentu demi mewujudkan

tujuannya.

Adapun tindakan Sitor Situmorang, termasuk tindakan seluruh manusia di

dunia, juga pastilah dipengaruhi oleh lembaga sosial tempat di mana individu

tumbuh dan berkembang. Mengutip pendapat Friedman dan Hecter, seorang aktor

pada galibnya akan :

―Merasakan tindakannya diawasi sejak lahirnya hingga mati oleh

aturan keluarga dan sekolah; hukum dan peraturan; kebijakan

tegas; gereja; sinagoge dan mesjid; rumah sakit dan pekuburan.

Dengan membatasi rentetan tindakan yang boleh dilakukan

individu dengan dilaksanakannya aturan permainan—meliputi

norma, hukum, agenda, dan aturan pemungutan suara—secara

sistematis memengaruhi akibat sosial.‖89

Sebagai manusia yang lahir dari kebudayaan Timur, Sitor niscaya tidak

terlepas dari adat, tradisi dan kultur etniknya walaupun telah menerima pengaruh

Barat yang diperoleh dari gereja, sekolah Belanda, pergaulan lintas bangsa, serta

beraneka bacaan. Sebagai warga negara Indonesia, Sitor pun harus menerima

konsekuensi mematuhi aturan serta undang-undang yang berlaku terlebih ia

pernah menjadi pejabat terhormat sekaligus tahanan penjara. Sejumlah sajak-sajak

Sitor pun sarat dengan pemertanyaan terhadap kehidupan, kematian, dan ekspresi

pribadinya terkait permasalahan negara dan isu-isu universal.

88 Ibid., p. 357.

89 Ibid., p. 358.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

36

Selain itu, pilihan rasional juga dapat dipengaruhi oleh berbagai informasi

yang diperoleh oleh aktor.90

Dengan demikian, menurut teori pilihan rasional, baik

sumber daya atau kesempatan, lembaga sosial maupun kuantitas serta kualitas

informasi bisa mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan

menghindarkan tindakan yang lain.91

1.8. Kerangka Konseptual

Pada dasarnya konsep merupakan unsur-unsur abstrak yang mewakili

kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi, dengan demikian konsep adalah

penjabaran abstrak dari teori.92

Oleh karena itu konsep-konsep yang digunakan

dalam studi akan dicari teori-teoeri yang disebutkan di atas. Dalam teori

intertekstualitas dari Julia Kristeva, terkandung sejumlah konsep antara lain : teks,

hipogram, dan transformasi.

Teks. Dalam buku Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media

disebutkan pengertian teks dari Peter Garret dan Allan Bell secara sederhana

yakni :

―…semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di

lembar kertas, -tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi,

ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya.‖93

90 Ibid.

91 Ibid.

92 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian,

Sebuah Panduan Dasar (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), p. 20.

93 Eriyanto, op.cit., p. 9.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

37

Pengertian di atas digunakan untuk membuka kemungkinan pembacaan atas teks-

teks yang terkait dengan sajak Sitor Situmorang. Misalnya saja, dalam sajak

―Lukisan dalam Lukisan‖ yang ditujukan kepada Srihadi dan istrinya Farida

Soedarsono. Srihadi adalah pelukis yang terkenal dengan candi Borobudur

sebagai subject matter dalam banyak karyanya, Sitor memiliki ikatan batin

terhadap candi Borobudur yang dapat dibuktikan lewat sajak-sajaknya. Makna

dari lukisan Srihadi Soedarsono sebagai sebuah teks—yang dapat dibaca dari

kritik seni rupa yang telah beredar luas—bisa menjadi rujukan memahami sajak-

sajak Sitor Situmorang.

Roland Barthes, seorang pascastrukturalis, mendefinisikan teks dalam

kerangka pascamodernisme bukan sebagai ekspresi yang tunggal dan orisinil dari

penciptanya sehingga maknanya pun tidak tunggal, di dalamnya terkandung aneka

ragam bahasa masa lalu dan yang sudah ada. Dengan kata lain, dalam sebuah teks

terdapat aneka ragam teks lain yang bercampur dan berinteraksi. Teks dipahami

sebagai ―sebuah jaringan kutipan-kutipan yang diambil dari berbagai pusat

kebudayaan yang tak terhitung jumlahnya.‖94

Mengutip kembali pengertian teks

dari Kristeva, teks dipandang sebagai kumpulan kutipan-kutipan, setiap teks tidak

hadir secara tiba-tiba dalam ruang hampa melainkan merupakan rembesan dan

transformasi dari teks-teks lain. Bagi Kristeva, ―sebuah karya hanya dapat dibaca

dalam kaitannya dengan atau dalam pertentangannya terhadap teks-teks lain yang

menjadi resapannya‖.95

94 Yasraf Amir Piliang, op.cit., pp. 335-336.

95 Kaelan, loc.cit.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

38

Kembali pada sajak ―Lukisan dalam Lukisan‖ yang dibuat pada tahun

2001. Ketika hendak mencerna teks lukisan Srihadi, dengan sendirinya akan

dibicarakan pula candi Borobudur sebagai sebuah teks, misalnya saja melalui

tulisan-tulisan para kritikus seni maupun sejarawan yang mana tulisan mereka

juga merupakan teks-teks. Pembicaraan tentang sosok dan kiprah Srihadi sendiri

juga merupakan pembicaraan atas teks-teks lain. Contoh kecil ini menunjukkan

bahwa dalam sebuah sajak Sitor saja dapat terlihat berbagai macam teks yang

bercampur, bertumpang-tindih, yang dapat dibaca kaitan maupun pertentangannya

satu sama lain, sehingga makna yang utuh dari karya Sitor dapat dicari. Banyak

sedikitnya teks-teks yang dapat direngkuh dan ruang lingkup pemaknaannya

bergantung kepada latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca atau

peneliti.

Hipogram. Salah satu konsep penting dalam teori intertekstual adalah

hipogram. Hipogram merupakan teks pendahulu yang menjadi dasar atau

memengaruhi teks yang lahir berikutnya.96

Dalam hipogram tersebut terkandung

gagasan, ungkapan, simbol, peristiwa, dan sebagainya yang dimaknai oleh kreator

dalam menciptakan teks.97

Menurut Michael Riffaterre, hipogram adalah struktur

prateks yang menjadi energi puitika teks yang berfungsi sebagai petunjuk

hubungan intertekstual bagi pembaca atau pengamat teks untuk meraih makna

96 Panji Pradana, ―Kajian Intertekstual dalam Novel Namaku Hiroko Karya

N.H. Dini dan Memoirs of Geisha Karya Arthur Golden,‖ piiekaa.blogspot.com/

diakses pada 29 April 2015 pukul 16.00 Wita.

97 Tulisan Hutomo yang dikutip dalam Ibid.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

39

yang lebih kaya.98

Sifat hipogram dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam,

antara lain : hipogram yang ditentang oleh teks berikutnya (negasi), yang diterima

dan atau dikuatkan oleh teks baru (afirmasi), serta hipogram yang diperbaharui

oleh teks selanjutnya (inovasi).99

Transformasi. Intertekstual pada dasarnya bukan sebatas mencari rujukan

dari suatu teks, melainkan juga menelusuri sejauh apa penyerapan atau

transformasi dari teks satu ke teks lainnya.100

Adanya hipogram yang

ditransformasikan ke dalam teks setelahnya merupakan fokus utama dalam kajian

intertekstual.101

Menurut Kristeva, dari transformasi itulah dinamika teks akan

dapat ditemukan. Transformasi tersebut dapat berupa :

―…negasi, oposisi, sinis, lelucon dan parodi, maupun sebagai

apresiasi, afirmasi, nostalgia, dan jenis pengakuan-pengakuan

estetis lain, yang secara keseluruhan berfungsi untuk menemukan

makna-makna yang baru…‖102

Selain konsep dalam teori intertekstual, berikut akan diterangkan pula

konsep-konsep dalam teori behaviorisme dan pilihan rasional yang digunakan

dalam kajian ini. Dalam berinteraksi, aktor mempertimbangkan hadiah dan biaya

atau pengorbanan. Perilaku sosial menurut Homans merupakan pertukaran

98 Uraian dari Nyoman Kutha Ratna dalam ―Teori Dekonstruksi, Teori

Postkolonialis, dan Teori Intertekstual,‖ eunikeyoanita.blogspot.com/ diakses

pada 29 April 2015 pukul 17.23 Wita.

99 Uraian dari Ali Imron dalam Meina Febriani, ―Teori Intertekstual dalam

Apresiasi Puisi,‖ banggaberbahasa.blogspot.com/ diakses pada 29 April 2015

pukul 17.30 Wita.

100 Pendapat Julia Kristeva yang dikutip dalam Umam Rejo S.S., ―Teori

Intertekstualitas dalam Sastra Bandingan,‖ jendelasastra.com/ diakses pada 29

April 2015 pukul 18.00 Wita.

101 Ibid.

102 Suci Sundusiah dan Halimah, ―Pendekatan Intertekstual dalam

Mengkaji Drama,‖ lib.unnes.ac.id, diakses pada 29 April 2015 pukul 18.05 Wita.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

40

kegiatan yang terjadi setidaknya antara dua aktor, baik yang tampak maupun

tersembunyi, dan memberikan reward atau mengeluarkan cost.103

Homans

mengambil dua konsep ini dari teori ekonomi dasar. Homans berpendapat :

―Dalam konsep reward dan cost, individu bebas menentukan

perilaku dalam berinteraksi dengan berpatokan pada manfaat apa

yang ia dapat dan seberapa besar ia berkorban (mengeluarkan

biaya) untuk mendapatkan manfaat tersebut.‖104

Hadiah (Reward/ Reinforcement). Hadiah diartikan sebagai sesuatu yang

dapat memperkuat perilaku aktor. Dengan adanya reward atau reinforcement

sebagai reaksi terhadap perbuatan aktor, maka kemungkinan aktor mengulang

kembali perilakunya sangat besar. Terdapat dua jenis reinforcement yaitu yang

positif dan negatif. Reinforcement positif adalah reaksi yang menyenangkan bagi

aktor semisal pujian yang dilontarkan atas perbuatan yang telah dilakukan.

Sementara reinforcement negatif diberikan ketika stimulus ditolak atau dihindari.

Kendati demikian, reinforcement ini justru menguatkan aktor agar melakukan

tindakan yang sama ketika berhadapan kembali dengan situasi yang serupa.105

Biaya atau hukuman (Cost/Punishment). Hukuman berbeda dengan

reinforcement negatif. Punishment bukan menguatkan melainkan mengurangi

kemungkinan pengulangan perilaku oleh aktor. Ada dua jenis hukuman :

presentation punishment, terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan

ditunjukkan atau diberikan; removal punishment, terjadi apabila stiumulus tidak

ditunjukkan atau diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan

103 Ibid.

104 Ibid.

105 ―Teori Belajar B.F. Skinner,‖ oktavianipratama.wordpress.com,

diakses pada 23 Agustus 2014 pukul 21.00 Wita.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

41

atau dinginkan. Berada dalam posisi bawahan dalam sebuah relasi sosial dapat

dipandang sebagai cost.106

Konsep biaya ini terkait dengan teori behaviorisme dan

teori pilihan rasional yang mempertimbangkan biaya kesempatan (opportunity

cost) dalam melakukan suatu tindakan. Biaya di sini tentu tidak saja mengacu

pada faktor ekonomi, tetapi mencakup biaya dalam arti kerugian yang akan

didapatkan.

Sitor bersentuhan dengan banyak pihak dari berbagai struktur sosial.

Selama proses tersebut, dapat digali apa saja kiranya reward yang diterimanya

dan cost yang harus ia tanggung. Hadiah dan biaya tersebut berpengaruh terhadap

perkembangan diri Sitor Situmorang yang giliran berikutnya memperjelas adanya

pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam dirinya. Contoh reward yang pernah

diperoleh Sitor seperti diakui sebagai sastrawan Indonesia yang terpilih mewakili

negaranya dalam berbagai perjalanan kesenian ke luar negeri. Contoh reward

lainnya semisal persahabatannya dengan sejumlah tokoh ternama, salah satunya

adalah yang paling ia kagumi, yakni Presiden Soekarno. Contoh biaya atau

hukuman yang harus ditanggung Sitor, yang paling mengemuka, adalah ketika ia

dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun tanpa melalui proses pengadilan.

Hubungan ini turut memengaruhi pilihan-pilihan dalam hidup Sitor berikutnya

yang akan diselidiki dalam studi ini.

106 ―Homans: tentang Pertukaran Sosial,‖ nyitz82.blogspot.com/2008/11/

diakses pada 23 Agustus 2014 pukul 21.10 Wita.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

42

1.9. Metode Penelitian dan Sumber

Dalam menggarap riset ini, dilakukan tahapan wawancara. Teknik

wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab antara pewawancara dan informan dengan atau tanpa

menggunakan pedoman wawancara.107

Pada tahun 2011 lalu, penulis

berkesempatan wawancara Sitor. Ketika itu ia dan istrinya, Barbara L. Brouwer,

tinggal untuk beberapa minggu di Jalan Cekomaria, Gang Melati, Denpasar, Bali.

Wawancara berlangsung secara tidak terstruktur, artinya tidak sepenuhnya

memakai kerangka pertanyaan, sebab terkadang secara spontan dan mengalir.

Selain Barbara L. Brouwer, di rumah itu ada pula Jean Couteau (budayawan) dan

Warih Wisatsana (sastrawan). Tujuan wawancara bukan sekadar untuk menggali

informasi dari Sitor melainkan juga perspektif pihak lain yang juga telah

mendalami sosok, karya dan kiprah Sitor selama ini.

Sejak wawancara tersebut berlangsung, penulis yang baru duduk di

semester tiga merasa tertarik untuk mempelajari sajak-sajak Sitor Situmorang dan

meneliti sajak-sajaknya untuk dijadikan skripsi. Sejarawan Nyoman Wijaya

mengingatkan penulis pada metodologi analisis sosio-historik yang ditulis

Kuntowijoyo dalam buku Budaya dan Masyarakat serta menunjukkan ada dua

karya skripsi yang telah dihasilkan dengan memakai metodologi tersebut di

Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana.

107 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja

Grapindo Persada, 2001), p. 126.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

43

Setelah mendapat pemahaman yang jelas mengenai substansi pemikiran

Kuntowijoyo dalam buku itu, penulis melanjutkan kembali penelusuran studi

tentang Sitor Situmorang yang pernah disusun oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

Langkah ini dilakukan dengan membaca satu per satu tulisan maupun ringkasan

hasil penelitian yang berhasil dikumpulkan baik dari berbagai buku maupun

internet. Hasil tinjauan ini membuktikan belum ada peneliti terdahulu yang

menulis sajak-sajak Sitor Situmorang dengan menggunakan pendekatan analisis

sosio-historik seperti diajarkan oleh Kuntowijoyo.

Setelah yakin pada topik penelitian, selanjutnya diteliti pertumpang-

tindihan kategori sejarah pada sajak Sitor Situmorang dengan melakukan

pembacaan atas teks sajak Sitor yang berhasil didokumentasikan oleh sejarawan

J.J. Rizal dalam dua buku antologi sajak yakni Sitor Situmorang: Kumpulan Sajak

1948-1979 dan Sitor Situmorang: Kumpulan Sajak 1980-2005. Selain data

tersebut, ditelusuri pula sumber-sumber primer berupa teks-teks puisi Sitor yang

tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin di Taman Ismail

Marzuki, Jakarta Pusat serta teks ketikan puisi karya Sitor yang diperoleh dari

Barbara L. Brouwer. Berdasarkan surat elektronik (email) dengan Barbara,

diketahui bahwa belum ada buku yang mencetak sajak-sajak Sitor tahun 1998-

2005 atau tahun setelahnya selain buku Sitor Situmorang: Kumpulan Sajak 1980-

2005.

Dari 44 sajak yang ditulis Sitor selama tahun 1998-2005 yang diperoleh

dari buku tersebut di atas, dilakukan pengklasifikasian berdasarkan tema sajak

untuk kemudian diselidiki kategori sejarahnya. Demi menunjang proses penulisan,

dilakukan pembacaan terhadap buku otobiografi Sitor yang di dalamnya tecermin

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

44

pergulatan Sitor dalam menelusuri identitasnya serta keterlibatan dan pandangan

pribadi Sitor terhadap dinamika yang terjadi pada bangsa Indonesia.

Sebagai pelengkap, ditemukan pula sumber primer lain yakni sejumlah

foto Sitor dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan tandatangan Sitor yang juga

diperoleh dari Barbara L. Brouwer. Adapun sumber sekunder dalam studi ini di

antaranya adalah tulisan-tulisan karya peneliti terdahulu yang menelaah sajak

maupun sosok Sitor. Salah satunya adalah Menimbang Sitor Situmorang

(Komunitas Bambu, 2009). Buku terbaru tentang Sitor yakni Sitor Situmorang:

Biografi Pendek 1924-2014 juga menjadi referensi penting dalam mengetahui

perjalanan hidup Sitor dari masa kanak hingga wafatnya. Di samping itu,

penelitian ini juga menggunakan buku-buku yang ditemukan di Perpustakaan

Program Magister Kajian Budaya Universitas Udayana, buku dan kliping surat

kabar di Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Bali, kliping surat kabar Kompas

dari Pusat Informasi Kompas yang diakses lewat internet (PIKNet) serta media

on-line lainnya.

1.10. Sistematika Pembahasan

Karya tulis ini disusun dengan sistematika pembahasan antara lain :

diawali dengan bab I yang mengulas latar belakang riset, rumusan permasalahan,

asumsi dan pertanyaan penelitian. Berangkat dari penjelasan tersebut, diterangkan

pula perangkat-peragkat yang digunakan dalam penelitian ini sehingga mampu

menjawab pertanyaan penelitian, antara lain : metodologi dan teori, sejumlah

konsep yang menjadi pedoman, yang seluruhnya berasal dari studi pustaka yang

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

45

telah dikerjakan sebelumnya. Dalam bab I, disebutkan juga sejumlah tahapan

penelitian yang telah dan akan dilakukan berikut sumber-sumber primer dan

sekunder yang sudah diperoleh.

Pada bab II dibahas biografi singkat Sitor Situmorang yang memuat

perjalanan hidup Sitor yang disusun berdasarkan otobiografi Sitor serta sumber-

sumber lain. Pendekatan biografis ini memiliki banyak jendela yang membuka

berbagai peristiwa yang lebih luas dari yang dialami oleh individu itu sendiri.

Lewat uraian tentang sosok Sitor, giliran berikutnya dapat dianalisis sejarah lokal,

sejarah nasional dan internasional yang terjadi pada kurun waktu tertentu yang

melingkupi perjalanan hidup Sitor Situmorang sebagai seorang penyair dan tokoh

sejarah yang melalui berbagai zaman (kolonial Hindia Belanda, kolonial Jepang,

Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, termasuk pula dalam arus sejarah dunia) serta

bersentuhan dengan beraneka kultur (budaya Batak, Kristen, kultur kolonial,

wawasan keIndonesiaan, marhaenisme, kultur modern, filsafat eksistensialisme,

pemikiran pascamodern dan sebagainya) serta bangsa. Pendekatan biografis ini

menjadi pintu masuk untuk menyelami dasar struktur dan pemikiran Sitor

Situmorang.

Bab III merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian pertama. Bab ini

berisi aneka ragam pemikiran atau ideologi yang terdapat dalam sajak-sajak Sitor

era reformasi yang didapatkan dengan menggunakan teori intertesktualitas. Uraian

ini diperlukan untuk memperkaya dan memperkuat pemahaman terhadap sajak-

sajaknya. Bab IV adalah jawaban dari pertanyaan penelitian kedua. Dalam bab ini

diuraikan wujud-wujud pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak-sajak

Sitor Situmorang di era reformasi yang diklasifikasikan berdasarkan tiga tema

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdftentang kepedulian sosial10. Sajak-sajak tersebut di atas, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta

46

utama antara lain : spiritualisme, cinta tanah air, dan kepedulian sosial. Khusus

tema spiritualisme, hanya diambil beberapa sajak saja sebagai sampel yang

dipandang cukup untuk mengungkap keberagaman kategori sejarah di dalam sajak

Sitor. Penjelasan dalam bab IV ini juga menggunakan teori intertekstualitas untuk

membedah simbol-simbol dan norma yang terkandung dalam setiap sajak. Bab V

ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga, yaitu dengan melacak

dasar struktur yang memengaruhi sajak-sajak Sitor Situmorang era reformasi.

Proses pelacakan ini berpedoman kepada kerangka analisis sosio-historik dari

Kuntowijoyo dan juga menggunakan teori intertekstualitas, teori behaviorisme

dan teori pilihan rasional. Adapun bab VI berisi simpulan yang memuat tanggapan

penulis terhadap jawaban atas pertanyaan penelitian.