bab i pendahuluan 1.1 latar belakang perusahaan asuransi
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan non bank
yang bergerak dalam bidang jasa dan dapat dijadikan sebagai salah satu pilar
perekonomian di Indonesia, karena perkembangan perusahaan asuransi dapat
memberikan pengaruh pada kondisi dan pertumbuhan ekonomi baik dibidang
perdagangan maupun jasa. Perusahaan asuransi yang berkembang saat ini mulai
banyak yang melakukan inovasi produk yaitu dengan menciptakan beragam jenis
produk hibrida atau produk campuran untuk menarik minat masyarakat dan untuk
memenuhi kebutuhan nasabah, misalnya produk perbankan (deposito) digabung
dengan produk asuransi jiwa. Dengan adanya produk hibrida ini diharapkan dapat
mendatangkan manfaat ganda bagi nasabah yaitu mendapatkan bunga deposito
sekaligus proteksi asuransi jiwa. Serta inovasi produk lainnya dengan sistem baru
yang berbeda dari asuransi konvensional yaitu asuransi yang berprinsip syariat
Islam.
Perusahaan asuransi yang berprinsip syariat Islam di Indonesia pertama
kali dikembangkan oleh PT. Asuransi Takaful Indonesia pada tahun 1994, kira-
kira dua tahun setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) (sumber :
www.syakirsula.com). Pengaruh dan perkembangan perusahaan asuransi
terhadap pertumbuhan industri syariah seperti di Indonesia yang tercatat sebagai
salah satu negara dengan pertumbuhan industri asuransi syariah tercepat selama
tahun 2005-2008 di Asia Tenggara dengan laju pertumbuhan rata-rata 35%.
Penetrasi premi asuransi syariahnya mendekati 3% dengan pertumbuhan asetnya
mencapai 63%. (sumber : www.infobanknews.com)
Data lainnya menurut Bapepam-LK menyebutkan, jumlah pelaku usaha
asuransi syariah mencapai 43 unit. Dari jumlah tersebut terdapat lima perusahaan
asuransi syariah dan 35 unit syariah. Total aset asuransi syariah mencapai 4,71
persen dari pangsa pasar asuransi per Desember 2010. Porsi aset itu meningkat
sebesar 4,34 persen dari total pangsa pasar asuransi pada 2009. Sementara itu,
2
total aset asuransi syariah per Desember 2010 mencapai Rp 6,9 triliun. Jumlah ini
meningkat 45 persen dari 2009 yang sebesar Rp 5 triliun. Pertumbuhan tersebut
menjadi gambaran bahwa bisnis asuransi syariah terus melonjak pada 2011.
(sumber: www.replubika.co.id)
Berdasarkan data diatas industri jasa asuransi berkembang dengan pesat
dan dapat dijadikan salah satu sektor keuangan yang dapat juga diartikan sebagai
bagian dari penggerak utama perekonomian Negara baik asuransi konvensional
maupun syariah. Bukti lain bahwa adanya pengaruh tersebut adalah disetiap sisi
usaha, baik dibidang perdagangan maupun jasa semuanya membutuhkan asuransi.
Namun menurut Kepala Bagian Perasuransian Syariah Bapepam-LK Yatty
Nurhayati, industri asuransi syariah masih memiliki hambatan yang harus
diperhatikan, yaitu kurangnya keseriusan peran DPS dalam melakukan
pengawasan, dan adanya penempatan dana asuransi syariah yang belum
dipisahkan dengan produk-produk investasi lainnya (sumber: www.asuransi-
jiwa-indonesia.blogspot.com). Asuransi sendiri merupakan suatu lembaga
keuangan non bank di bidang jasa yang dapat digunakan sebagai salah satu
sumber dana pembangunan nasional, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang
berpartisipasi dalam bisnis asuransi yang memiliki tujuan memberikan
perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan / financial loss, yang
ditimbulkan oleh peristiwa atau kejadian yang tidak terduga sebelumnya /
fortuitious event.
Kecenderungan munculnya produk hibrida di sektor jasa keuangan
khususnya produk hibrida asuransi di Indonesia sebenarnya lebih banyak
mengikuti trend yang ada di Negara maju. Fenomena semacam ini dapat
berdampak positif atau negatif tergantung cara kita menyikapinya. Penerbitan
produk hibrida di sektor jasa keuangan seperti produk jasa asuransi, jika dikelola
dengan baik dan benar, dapat meningkatkan gairah dan partisipasi masyarakat
secara signifikan untuk membeli produk-produk jasa asuransi. Di lain pihak, jika
tidak diiringi dengan pengawasan yang memadai, akan dapat memunculkan
dampak negatif seperti yang terjadi dalam kasus Bank Century dan Antaboga
Sekuritas, serta kasus gagal bayar yang menimpa PT. Asuransi Jiwa Bakrie atau
3
yang dikenal sebagai Kasus Bakrie Life. (sumber:
www.bisniskeuangan.kompas.com)
Berdasarkan hal diatas, maka pengawasan terhadap perusahaan-
perusahaan asuransi sangat perlu dilakukan. Karena masalah keuangan (financial)
merupakan masalah terpenting dalam pengawasan kinerja keuangan, terutama
pengawasan kinerja keuangan industri asuransi yang memiliki kriteria khusus
dalam penilaian kinerjanya maka perlu adanya ketentuan Risk Based Capital
(RBC) atau tingkat solvabilitas tentang ketahanan perusahan asuransi dan
ketentuan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini tentang
keuangan perusahaan asuransi guna mengatasi masalah tersebut.
Pengawasan kinerja keuangan dengan metode Risk Based Capital (RBC)
dan Early Warning System (EWS) memiliki persamaan fungsi yaitu sama-sama
menilai tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Risk Based Capital (RBC)
menggunakan batas tingkat solvabilitas (solvency margin) untuk dijadikan
penilaian tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Sedangkan Early Warning
System (EWS) menggunakan rasio-rasio keuangan yang rumusnya sudah
disesuaikan dengan laporan keuangan perusahaan asuransi yang memang berbeda
dengan laporan keuangan lembaga keuangan lainnya. Batas tingkat solvabilitas
(solvency margin) ini merupakan selisih antara kekayaan terhadap kewajiban yang
perhitungannya didasari pada cara perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha
asuransi. Rasio ini berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan keuangan
perusahaan dalam menanggung risiko atau kewajiban yang mungkin timbul dari
penutupan risiko yang telah dilakukan.
Berdasarkan penelitian Merawati (2002) penetapan Risk Based Capital
(RBC) sudah diberlakukan sejak akhir tahun 1999, dengan nilai batas minimum
tingkat solvabilitas sebesar 40% sampai pada tahun 2001, sedangkan untuk tahun
2002 sebesar 75%, dan tahun 2003 sebesar 100%. Dengan adanya perkembangan
ekonomi dan pentingnya Risk Based Capital (RBC) dalam penilaian tingkat
kesehatan perusahaan asuransi maka ditetapkanlah SK (Surat Keputusan
Menteri Keuangan) No.424/KMK.06/2003 tentang perhitungan tingkat
solvabilitas dengan metode Risk Based Capital (RBC). Dalam ketentuan tersebut,
4
penyesuaian pemenuhan kebutuhan RBC dilakukan dengan target angka dan
toleransi waktu yang sangat longgar dan protektif. Yakni ketentuan minimum
tingkat solvabilitas sebesar 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum
(BTSM) yang telah ditetapkan BAPEPAM pada tahun 2004. Namun pada
perusahaan yang memiliki tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya 100% dari
BTSM, Bapepam tidak langsung mengenakan sanksi administratif tetapi diberi
kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangan sesuai dengan jangka waktu
yang dimuat dalam rencana penyehatan. Apabila pada jangka waktu yang sudah
ditetapkan perusahaan tersebut belum bisa memperbaiki kondisi keuangannya,
maka perusahaan tersebut akan dikenakan sanksi administratif secara berurutan
sebagai berikut : SP I, SP II, SP III, pembatasan kegiatan usaha sampai
pencabutan perizinan usaha berdasarkan ketentuan SK (Surat Keputusan
Menteri Keuangan) No.423/KMK.06/2003 tentang pemeriksaan perusahaan
perasuransian yang menyatakan bahwa pemeriksaan perusahaan asuransi
dilakukan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Menurut Merawati (2002) dalam penelitiannya Early Warning System
(EWS) adalah tolok ukur perhitungan dari The National Association of Insurance
Commissioners (NAIC) atau lembaga pengawas badan usaha asuransi Amerika
Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat kesehatan
perusahaan asuransi. Disamping itu, sistem ini dapat memberikan peringatan dini
terhadap kemungkinan kesulitan keuangan dan operasi perusahaan asuransi di
masa yang akan datang. Negara-negara lain di luar Amerika Serikat yang
menerapkan sistem ini melakukan sedikit modifikasi terhadap rasio-rasio yang
digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Dimana dalam perhitungannya dapat
melakukan pengukuran kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perusahaan yang
pengukurannya dilihat dari aspek-aspek rasio keuangan yaitu rasio Likuiditas
(Liabilities of Liquid Assets Ratio), rasio Solvabilitas (Solvency Margin), rasio
Profitabilitas (Profitabiity Ratio), dan rasio Stabilitas Premi (Stability Premi).
Berdasarkan hal tersebut, maka perhitungan tentang pengawasan kinerja
perusahaan asuransi sangatlah penting guna memberikan informasi kepada
masyarakat umumnya yang berpartisipasi dengan perusahaan asuransi dan untuk
5
melindungi kepentingan masyarakat luas terutama untuk menjaga apakah
perusahaan asuransi setiap saat dapat memenuhi kewajibannya kepada
tertanggung baik itu pada asuransi syariah ataupun konvensional. Karena
pengawasan kinerja keuangan industi asuransi bertujuan untuk mempertahankan
lalu mengembangkan industri asuransi.
Untuk mengetahui baik atau tidaknya kinerja perusahaan khususnya yang
dibahas pada penelitian ini adalah perusahaan asuransi dapat dilihat dari laporan
keuangan yang telah dibuat secara berkala atau periodik, misalnya triwulanan,
kuartalan, semesteran, atau tahunan. Laporan keuangan yang dijadikan dasar
penilaian kinerja perusahaan terdiri dari neraca (balance sheet) dan laporan rugi-
laba (income statement). Selain itu juga laporan keuangan dapat menjadi sumber
informasi bagi pemakainya untuk pengambilan keputusan. Kinerja keuangan dari
suatu perusahaan merupakan gambaran dari laporan keuangan sebuah perusahaan,
karena di dalam laporan keuangan ini terdapat perkiraan-perkiraan seperti aktiva,
kewajiban, modal dan profit dari perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja
perusahaan dilakukan dengan membandingkan nilai rasio perusahaan jika dihitung
dengan ketentuan konvensional dan dengan ketentuan syariah. Selain itu, dengan
penelitian ini dapat diketahui batasan nilai rasio RBC dan rasio EWS perusahaan
asuransi.
Adapun perusahaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan asuransi syariah dan konvensional yang ada di Indonesia.
Fungsi asuransi sendiri baik asuransi syariah ataupun asuransi konvensional
adalah sama, yaitu sebagai lembaga keuangan nonbank yang berperan dalam
kegiatan perlindungan risiko atau kerugian yang mungkin akan terjadi pada masa
yang akan datang. Perbedaannya pun hanya terletak pada sistem masing-masing
usaha yang digunakan, sistem yang digunakan perusahaan asuransi syariah sesuai
dengan tuntutan agama dan bersih dari gharar (ketidakpastian), maisir (judi) dan
riba dimana hal tersebut dimiliki oleh asuransi konvensional.
Penelitian lain yang membahas tentang kinerja perusahaan asuransi
sebagai pembanding dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Siti Kodijah (2008) tentang analisis perbandingan tingkat kesehatan asuransi
6
kerugian antara asuransi konvensional dan asuransi syariah dengan menggunakan
metode riks based capital (RBC). Adapun yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian lainnya adalah dari metode yang digunakan dalam menganalisis
kinerja perusahaan menggunakan dua metode, yaitu metode Risk Based Capital
(RBC) dan Earning Warning System (EWS). Sedangkan penelitian lain hanya
menganalisis menggunakan salah satu metode, yaitu meneliti dengan
menggunakan metode Risk Based Capital (RBC). Penelitian lain juga rata-rata
membahas perusahaan asuransi yang menggunakan sistem operasional yang sama
yaitu perusahaan asuransi dengan sistem konvensional saja atau perusahaan
asuransi dengan sistem syariah saja dan membandingkan perusahaan yang sama
dengan tahun laporan keuangan yang berbeda.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dan Konvensional (Studi Kasus pada PT.
Asuransi Takaful Keluarga, PT. Asuransi Ramayana, PT. Prudential Life
Assurance, PT. AXA Mandiri Financial Service, PT. Panin Life, dan PT.
Asuransi Sinar Mas Periode Penelitian 2007-2011).“
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah berdasarkan metode
RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011?
2. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan asuransi konvensional berdasarkan
metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011?
3. Bagaimana perbandingan kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah
dengan perusahaan asuransi konvensional, selama periode penelitian 2007-
2011 dan perusahaan asuransi mana yang memiliki kinerja keuangan lebih
baik?
7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data yang dapat
diproses dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang didapat selama kuliah dan
berdasarkan literatur perasuransian. Setelah itu data tersebut digunakan untuk
menyusun skripsi guna menyelesaikan studi pada program studi Manajemen S1
Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung.
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain :
1. Menganalisis kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah berdasarkan
metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011.
2. Menganalisis kinerja keuangan perusahaan asuransi konvensional berdasarkan
metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011.
3. Menganalisis perbandingan kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah
dengan perusahaan asuransi konvensional, selama periode penelitian 2007-
2011.
1.4 Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah penulis hanya membahas mengenai
elemen-elemen yang terkait dengan laporan keuangan PT. Asuransi Takaful
Keluarga, PT. Asuransi Ramayana, PT. Prudential Life Assurance, PT. AXA
Mandiri Financial Service, PT. Panin Life, dan PT. Sinar Mas selama lima tahun
terakhir, yaitu periode 2007-2011 yang digunakan untuk memperoleh gambaran
perbandingan kinerja keuangan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional
yang diukur dengan menggunakan pendekatan Risk Based Capital (RBC) atau
Batas Tingkat Solvabilitas dari Keputusan Menteri Keuangan
No.424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan
Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan (DJLK) No.
Kep.3607/LK/2004 tentang pedoman perhitungan batas tingkat solvabilitas yang
dapat mengukur suatu perusahaan solven (sehat) atau tidak. Serta perhitungan
kinerja keuangan dengan menggunakan Early Warning System (EWS) atau sistem
peringatan dini yang merupakan tolok ukur perhitungan dari The National
Association of Insurance Commissioners (NAIC) atau lembaga pengawas badan
8
usaha asuransi Amerika Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai
tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Negara-negara lain di luar Amerika Serikat
yang menerapkan sistem ini melakukan sedikit modifikasi terhadap rasio-rasio
yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Dimana dalam perhitungannya
dapat melakukan pengukuran kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perusahaan
dan pengukurannya mempergunakan rasio-rasio keuangan yang mewakili setiap
aspek penilaian kinerja keuangan yaitu rasio Likuiditas (liabilities of liquid assets
ratio), rasio Tingkat Kecukupan Dana (adequacy of capital funds), rasio Beban
Klaim (incurred loss ratio), dan rasio Retensi Sendiri (retention ratio).
1.5 Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dan suatu dasar dalam pengambilan keputusan mengenai sehat
(solven) atau tidaknya kondisi keuangan PT. Asuransi Takaful Keluarga, PT.
Asuransi Ramayana, PT. Prudential Life Assurance, PT. AXA Mandiri
Financial Service, PT. Panin Life, dan PT. Sinar Mas dengan menggunakan
metode RBC (Risk Based Capital) / Batas Tingkat Solvabilitas Minimum
(BTSM) serta metode EWS (Early Warning System).
2. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi penulis dengan
masalah yang diuraikan dan membantu kuliah dan praktek menyusun skripsi
guna menyelesaikan studi pada program studi Manajemen S1 Fakultas Bisnis
dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung.
3. Bagi pihak ketiga
Penelitian ini berguna untuk memberikan pandangan yang luas dan menambah
wawasan mengenai bidang usaha perasuransian serta dapat menjadi tolok ukur
(milestone) pilihan asuransi yang aman dan sesuai dengan pilihan kita serta
menumbuhkan rasa kepercayaan (brand image) bagi para investor atau
9
masyarakat yang akan bekerjasama dengan lembaga keuangan asuransi atau
menggunakan produk asuransi.
1.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Lembaga keuangan di Indonesia terdiri dari dua lembaga keuangan, yaitu
lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan
merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani
masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Menurut Nurastuti (2011:53) lembaga
keuangan non bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk
asset keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan asset non finansial atau asset
riil.
Salah satu lembaga keuangan non bank yang ada di Indonesia adalah
perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan dalam
bidang usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan dana publik
sebenarnya tidak berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Pada dasarnya
perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka mengadakan penawaran /
menawarkan suatu perlindungan / proteksi serta harapan pada masa depan yang
akan datang kepada individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat atau
institusi-institusi lain, atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak tentu atau belum pasti.
Menurut UU No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian pengertian
asuransi adalah:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung meningkatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian tertanggung karena kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan
salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah,
10
yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Objek asuransi
adalah benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan atau berkurang nilainya. Ada beberapa unsur dalam asuransi, yaitu :
1. Tertanggung : anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas
harta benda.
2. Penanggung : pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung dan
menanggung risiko atas kerugian / musibah yang menimpa harta benda yang
diasuransikan.
3. Suatu peristiwa.
4. Kepentingan.
Perusahaan asuransi menghimpun dana yang cukup besar dimana dana
tersebut merupakan pengelolaan keuangan yang mendasar dalam sebuah
perusahaan. Hal ini dikarenakan dari dana inilah digunakan untuk seluruh
kegiatan operasional perusahaan asuransi seperti pendapatan premi, beban klaim,
maupun penawaran surat berharga perusahaan di pasar modal dilakukan. Selain
untuk kegiatan operasional, pengelolaan keuangan juga merupakan salah satu
faktor utama dalam penilaian performa perusahaan. Baik atau tidaknya
pengelolaan keuangan perusahaan menjadi indikasi penilaian terhadap perusahaan
tersebut.
Penilaian perusahaan tersebut dapat dilihat melalui laporan keuangan,
bagaimana kondisi keuangan setiap perusahaan sehingga dapat memberikan
gambaran yang cukup jelas kepada masyarakat ataupun insititusi-institusi yang
bekerjasama dengan perusahaan. Pengertian laporan keuangan menurut Harahap
(2004:105) adalah :
“Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil
usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu
tertentu.”
Laporan keuangan menggambarkan kinerja keuangan suatu perusahaan,
karena kinerja perusahaan bisa baik, kurang baik, dan konstan. Kinerja perusahaan
yang baik merupakan hasil dari penggunaan segala sumber dana secara optimal,
efektif, dan efisien. Dengan kinerja perusahaan yang baik merupakan modal
11
perusahaan untuk mengembangkan usahanya, memperoleh kredibilitas serta
kemampuan perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka
panjang.
Menurut Husnan (2007:70), diantara alat-alat analisis kinerja keuangan
yang selalu digunakan untuk mengukur kelemahan atau kekuatan yang yang
dihadapi oleh perusahaan dibidang keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio
pada dasarnya merupakan kejadian masa lalu, oleh karena itu faktor-faktor yang
mungkin ada pada periode yang akan datang, akan mempengaruhi posisi
keuangan atau hasil usaha di masa yang akan datang. Untuk itu seorang analis
dituntut agar dapat memberikan hasil analisis dan interprestasi yang baik dan
cermat, sebab hasil analisis akan bermanfaat dalam menentukan kebijakan
manajemen keuangan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
Analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan membandingkan data
secara historical (dari waktu ke waktu) untuk mengamati kecenderungan yang
terjadi atau bisa juga membandingkan rasio keuangan suatu perusahaan dengan
perusahaan lainnya yang masih dalam industri yang sama serta pada periode
tertentu. Rasio keuangan menurut Gitman (2006:54) adalah :
“Rasio analysis of a firm’s financial statement is of interest to
shareholders, creditors, and the firm own management. Both current
and prospective shareholders are interested in the firm’s current and
future level of risk and return.”
Analisis rasio keuangan perusahaan asuransi dapat menggunakan dua
pendekatan, yaitu pendekatan Risk Based Capital (RBC) atau Batas Tingkat
Solvabilitas yang merupakan selisih antara kekayaan terhadap kewajiban yang
perhitungannya didasari pada cara perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha
asuransi dan pendekatan Early Warning System atau sistem peringatan dini yang
membantu perusahaan agar terhindar dari kemungkinan kesulitan keuangan
dimasa yang akan datang.
Pendekatan Risk Based Capital berdasarkan SK (Surat Keputusan
Menteri Keuangan) No.424/KMK.06/2003 tentang perhitungan tingkat
Solvabilitas dengan metode Risk Based Capital (RBC) menjelaskan tentang,
12
penyesuaian pemenuhan kebutuhan RBC dilakukan dengan target angka dan
toleransi waktu yang sangat longgar dan protektif. Yakni ketentuan minimum
tingkat solvabilitas sebesar 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum
(BTSM) yang telah ditetapkan BAPEPAM.
Pengertian Risk Based Capital (RBC) menurut Muspa (2007) adalah
metode yang digunakan untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan
asuransi dengan mengaitkan risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat
dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.
Sedangkan pendekatan Early Warning System (EWS) menurut Merawati
(2002) adalah tolok ukur perhitungan dari The National Association of Insurance
Commissioners (NAIC) atau lembaga pengawas badan usaha asuransi Amerika
Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat kesehatan
perusahaan asuransi. Disamping itu, sistem ini dapat memberikan peringatan dini
terhadap kemungkinan kesulitan keuangan dan operasi perusahaan asuransi di
masa yang akan datang. Dimana dalam perhitungannya dapat melakukan
pengukuran kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perusahaan yang
pengukurannya dilihat dari aspek-aspek rasio keuangan yaitu rasio likuiditas
(liabilities of liquid assets ratio), rasio solvabilitas (solvency margin), rasio
profitabilitas (profitability ratio), dan rasio stabilitas premi (premium stability
ratio). Rasio yang digunakan dalam penelitian ini lebih spesifik yaitu rasio
likuiditas (liabilities of liquid assets ratio), rasio tingkat kecukupan dana
(adequacy of capital funds), rasio beban klaim (incurred loss ratio), dan rasio
retensi sendiri (retention ratio). Rasio likuiditas mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya (jangka pendek).
Menurut Gitman (2006:58) rasio likuiditas adalah :
“A firm’s ability to satisfy its short-term obligations as they come dye.”
Dimana rumus rasio likuiditas sebagai berikut :
Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan
untuk membayar semua utang jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
13
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Jika tingkat likuditas perusahaan yang
diukur dalam keadaan baik, maka memberikan indikasi bahwa kinerja perusahaan
dalam keadaan baik karena mampu membayar semua kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya tepat waktu dan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan modal perusahaan. Rasio likuiditas perusahaan dinyatakan baik
apabila tidak melebihi batas maksimum sebesar 120%. (Agustina:2011)
Sesuai dengan nama rasionya, menurut Sihombing (2005) dalam
penelitiannya rasio tingkat kecukupan dana mengukur tingkat kecukupan sumber
dana perusahaan dalam kaitannya dengan total operasi yang dimiliki perusahaan.
Dimana rumusnya sebagai berikut :
Rasio ini merupakan gambaran seberapa besar modal sendiri yang
digunakan sebagai sumber dana bagi total sumber daya untuk aktivitas
perusahaan. Rasio tingkat kecukupan dana dinyatakan baik apabila melebihi batas
minimum sebesar 33%. (Sihombing:2005)
Sedangkan rasio beban klaim (incurred loss ratio) digunakan untuk
mengukur tingkat kemampuan perolehan laba perusahaan serta berfungsi menjaga
likuiditas perusahaan. Apabila nilai rasionya buruk, maka sangat berpengaruh
pada kemampuan perusahaan asuransi dalam melaksanakan fungsi teknis asuransi
(underwritting). Berkaitan dengan nilai underwriting maka batasan minimum nilai
rasio beban klaim adalah 40% yang dikutip dalam penelitian yang dilakukan oleh
Agustina (2011). Dimana rumus dari beban klaim (incurred loss ratio) sebagai
berikut :
Rasio terakhir yang dijadikan tolok ukur rasio EWS adalah rasio retensi
sendiri, yang mengukur tingkat retensi perusahaan atau mengukur berapa besar
premi yang ditahan sendiri dibandingkan premi yang diterima secara langsung.
Dimana rumusnya adalah sebagai berikut : (Sihombing:2005)
14
Rasio retensi sendiri dinyatakan baik apabila melebihi batas minimum
sebesar 33% yang dikutip dalam penelitian analisis rasio perusahaan asuransi
yang dilakukan oleh Sihombing (2005).
Beberapa penelitian sebelumnya berdasarkan analisis yang dilakukan
Merawati (2002) tentang penilaian kinerja dengan risk based capital dan early
warning system menyatakan bahwa penilaian kinerja perusahaan asuransi
merupakan salah satu kebutuhan masyarakat, khususnya dalam upaya
mendapatkan perlindungan asuransi yang terjamin.
Analisis yang dilakukan Muspa (2007) dengan menggunakan Early
Warning System (EWS) menyimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan
asuransi berdasarkan laporan keuangan periode 2002-2006 memperlihatkan
penurunan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kodijah (2008) mengenai
analisis perbandingan tingkat kesehatan asuransi kerugian antara asuransi
konvensional dengan asuransi syariah dengan menggunakan metode risk based
capital periode penelitian 2004-2007 diperoleh kesimpulan bahwa tingkat
kesehatan perusahaan asuransi kerugian konvensional tidak lebih baik daripada
perusahaan asuransi kerugian syariah.
Berdasarkan hasil dari perbandingan kinerja keuangan diketahui
Nawangsih (2008) bahwa tingkat solvabilitas kedua perusahaan ini melebihi dari
yang ditetapkan pemerintah (Departemen Keuangan) yaitu diatas 120 %. Dan
dalam segi pemenuhan kewajiban jangka pendek (likuiditas), polis, pengelolaan
risiko yang diambil serta bantalan untuk berjaga-jaga dalam permodalan PT.
Asuransi Takaful Keluarga lebih baik dibandingkan dengan PT. Asuransi Allianz
Life Indonesia. Walaupun portofolio investasi perusahaan syariah terbatas namun
pengelolaan manajemen yang efisien mampu menarik masyarakat dalam memilih
produknya.
Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa risk based
capital, dan early warning system dapat menjadi faktor analisis kinerja perusahaan
asuransi syariah maupun konvensional. Perbedaan antara risk based capital dan
early warning system menurut Cardo (2005) yaitu dalam hal menilai kinerja
15
perusahaan asuransi. Risk Based Capital memperhitungkan risiko kegagalan
pengelolaan kekayaan, ketidakseimbangan antara nilai kekayaan dan kewajiban
dalam setiap jenis mata uang, perbedaaan antara beban klaim yang diperkirakan
dan ketidakmampuan reasuradur untuk memenuhi kewajiban membayar klaim
yang tidak ada didalam Early Warning system. Sedangkan Early Warning System
memasukkan unsur-unsur rasio keuangan, produktifitas, profitabilitas serta
pertumbuhan dalam perhitungannya, sementara Risk Based Capital hanya
memasukkan unsur rasio solvabilitas yang belum dapat menjelaskan secara jelas
tentang kinerja keuangan perusahaan asuransi.
Dari uraian diatas, maka dapat disusun bagan kerangka pemikiran sebagai
berikut :
16
Bagan 1.1
Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: yang diteliti
----------- : yang tidak diteliti
Analisis Rasio
Risk Based Capital
Rasio
Likuiditas
Rasio Tingkat
Kecukupan
Dana
Kinerja Perusahaan
Laporan Keuangan
Lembaga keuangan
Lembaga Keuangan
Bank
Lembaga Keuangan
Non Bank
Asuransi
Earning Warning
System
Asuransi Syariah
Asuransi Konvensional
Rasio Retensi
Sendiri
Rasio Beban
Klaim
17
Berdasarkan bagan di atas maka hipotesis untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi
Konvensional dengan metode Risk Based Capital.
2. H2a : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi
Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Likuiditas.
3. H2b : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi
Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Tingkat
Kecukupan Dana.
4. H2c : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi
Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Beban
Klaim.
5. H2d : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi
Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Retensi
Sendiri.
1.7 Metode Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk ke dalam explanatory. Dimana pengertian
explanatory menurut Nazir (2003:63) adalah:
“Suatu jenis penelitian yang berguna untuk menjelaskan hubungan
kausal antara variabel – variabel melalui hipotesis.”
Survey dilakukan dengan cara mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan pengambilan data sekunder berupa laporan keuangan melalui
internet yang diambil dari website perusahaan yang diteliti.
18
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dan komparatif. Dimana pengertian metode deskriptif
menurut Nazir (2003:45), yaitu :
“Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.”
Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari metode
penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan pengertian metode
komparatif menurut Sugiyono (2005:11) sebagai berikut :
“Metode komparatif adalah suatu metode penelitian yang bersifat
membandingkan.”
Dalam penelitian ini peneliti berkeinginan untuk mengetahui perbandingan
kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi
konvensional. Oleh karena itu variable yang digunakan adalah kinerja keuangan
perusahaan asuransi syariah dan perusahaan asuransi konvensional selama periode
2007-2011. Sedangkan indikator yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan adalah dengan menggunakan metode RBC dan metode EWS.
Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji
beda rata-rata berpasangan atau uni-t dependen pada data berpasangan yaitu
Paired Sample T Test. Dalam penelitian ini penulis ingin membandingkan kinerja
keuangan perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi konvensional,
apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja perusahaan asuransi
syariah dengan perusahaan asuransi konvensional.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
dalam hal ini data yang diperoleh berasal dari situs www.takaful.co.id /
www.ramayana.co.id / www.prudential.co.id / www.axa-mandiri.co.id /
www.paninlife.co.id / www.sinarmas.co.id.
19
1.8 Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian tidak secara langsung
ke perusahaan yaitu melalui penelitian ke pojok bursa di Perpustakaan
Universitas Widyatama untuk mendapatkan laporan tahunan (annual report)
perusahaan guna memperoleh data sekunder berupa laporan keuangan selama 5
tahun yaitu periode 2007-2011. Dan juga di Perpustakaan Magister Manajemen
UNPAD Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung. Sedangkan waktu penelitian ini
dimulai dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.