bab i pendahuluan 1.1 latar belakang -...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia dipengaruhi oleh berbagai hasil budaya ciptaan manusia, seperti hasil budaya materiil, ide dan sistem. Bentuk dari hasil kebudayaan dalam masyarakat meliputi sistem kemasyarakatan, sistem nilai, bahasa, kesenian, pendidikan, khasanah pemikiran, dan berbagai benda. Berbagai nilai kearifan lokal dan unsur budaya (bahasa, kesenian, sistem nilai, dan sebagainya) telah menjadi pembentuk identitas bangsa. Negara Indonesia yang memiliki semboyan “Bhennika Tunggal Ika” sesuai dengan kondisi yang terjadi bahwa terdiri dari banyak pulau, ras tau etnis, agama, bahasa, budaya atau adat istiadat yang berbeda. Perbedaan bukanlah masalah dan sesuatu yang harus dipertentangkan karena semuanya adalah satu. Arti dari kata satu yakni satu tujuan, satu perjuangan, satu keturunan, satu cita-cita dan satu kesatuan. Menarik sekali saat mendengar kata “budaya” karena dari budaya kita dapat mengetahui ikon satu sama lain antar daerah yang masing-masing berbeda, menurut ajaran nenek moyang yang diturunkan. Setelah melalui verifikasi dan penilaian oleh tim ahli menurut apa yang saya dengar dari salah satu media televisi swasta, bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Upload: lynhi

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan peradaban manusia dipengaruhi oleh berbagai hasil

budaya ciptaan manusia, seperti hasil budaya materiil, ide dan sistem. Bentuk

dari hasil kebudayaan dalam masyarakat meliputi sistem kemasyarakatan,

sistem nilai, bahasa, kesenian, pendidikan, khasanah pemikiran, dan

berbagai benda. Berbagai nilai kearifan lokal dan unsur budaya (bahasa,

kesenian, sistem nilai, dan sebagainya) telah menjadi pembentuk identitas

bangsa. Negara Indonesia yang memiliki semboyan “Bhennika Tunggal Ika”

sesuai dengan kondisi yang terjadi bahwa terdiri dari banyak pulau, ras tau

etnis, agama, bahasa, budaya atau adat istiadat yang berbeda. Perbedaan

bukanlah masalah dan sesuatu yang harus dipertentangkan karena semuanya

adalah satu. Arti dari kata satu yakni satu tujuan, satu perjuangan, satu

keturunan, satu cita-cita dan satu kesatuan.

Menarik sekali saat mendengar kata “budaya” karena dari budaya kita

dapat mengetahui ikon satu sama lain antar daerah yang masing-masing

berbeda, menurut ajaran nenek moyang yang diturunkan. Setelah melalui

verifikasi dan penilaian oleh tim ahli menurut apa yang saya dengar dari salah

satu media televisi swasta, bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

2

Republik Indonesia melalui Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi

Budaya menetapkan 77 karya budaya yang telah didaftarkan sebagai Warisan

Budaya Tak Benda Nasional Indonesia. Enam diantaranya telah ditetapkan

sebagai Warisan Budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO, seperti

wayang, batik, keris, reog ponorogo, tari saman, dan lain sebagaianya.

Wayang menjadi salah satu ikon budaya nasional yang sangat popular secara

mancanegara, banyak sekali festival wayang yang dihadiri oleh turis

mancanegara. Merupakan suatu kebanggan bahwa budaya yang kita miliki

diakui dan disanjung serta di hormati oleh bangsa lain, maka dari itu kita

sebagai warga Negara Indonesia yang baik harus menjaga dan

melestarikannya.

Selain budaya nasional, Indonesia juga memiliki budaya lokal yakni

suatu kebiasaan daerah tertentu yang diwariskan secara turun menurun oleh

generasi terdahulu pada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah

tersebut. Dalam budaya lokal juga terdapat nilai-nilai lokal hasil budi daya

masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan melalui proses dari

waktu kewaktu. Budaya lokal tersebut dapat berupa hasil seni, tradisi, pola

piker, atau hukum adat.

Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara

dalam 250 bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang

berbeda pula. Sebagai contoh ikon budaya lokal dari masyarakat Ponorogo

yakni reog Ponorogo, dari Madura yakni karapan sapi, dari Aceh yakni tari

3

saman, Bali dengan tari kecaknya dan lain sebagainya. Dari berbagai macam

budaya daerah atau budaya lokal tersebut maka munculah sesuatu yang

disebut Budaya Nasional.1

Sosiologi dan budaya sangat erat hubungannya, karena kebudayaan

tidak bisa dilepaskan dari manusia dan masyarakat. Sosiologi mempelajari

kebudayaan dari sudut pandang dinamika hubungan antara manusia dan

kelompok, serta interaksi kelompok dengan kelompok lain melalui

budayanya. Sosiologi memberikan banyak kajian tentang interaksi manusia

yang melahirkan suatu pola kebudayaan, bagaimana lembaga-lembaga

masyarakat memiliki kebudayaan tertentu, dan bagaimana antar-kelompok

sosial berbeda namun secara budaya mereka berinteraksi.

Bali termasuk salah satu daerah di Indonesia yang sangat kental

dengan budayanya. Kebudayaan Bali dikelilingi dengan Agama Hindu yang

asal muasalnya dari India, penyebarannya di Indonesia berlangsung secara

damai dan bertahap, kontak pendahuluan melalui media yang dilakukan oleh

para pedagang dari India dengan para pedangan Indonesia terutama di daerah

pesisir. Dari peristiwa tukar-menukar barang dagangan kemudian lebih

mendalam lagi pada kontak kebudayaan yang merambat dari daerah pesisir

sampai ke daerah pedalaman. Begitulah proses itu terus berkembang dari

kontak kebudayaan sampai kepada masalah agama, sehingga pada

perkembangan selanjutnya berdirilah kerajaan-kerajaan Hindu di Bali.

1 Geertz. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. 1981

4

Budaya di Bali memang tidak bisa dilepaskan dari Agama Hindu

kerana memang sudah menjadi dua hal yang melekat bagi umat Hindu di Bali.

Kebudayaan di Bali semuanya menarik untuk dikaji, dari beberapa yang

diketahui seperti tari kecak, atau pun subak juga budaya omed-omedan yaitu

sebuah budaya yang sudah turun-menurun bagi kaum Hindu di Bali.

Budaya Omed-omedan sangat menarik untuk dikaji karena ternyata

dilaksanakan hanya pada pasca Nyepi dan usai mensucikan diri mereka

kembali, yakni di hari Ngembak Geni2. Makna Budaya Omed-omedan yang di

warisi oleh leluhur, yakni berkaitan dengan apa yang menjadi segala kesulitan

dan kesusahan dalam Nyepi, menahan nafsu, tidak berbicara, dan dalam

kegelapan itu sebagai simbol bahwa mereka sedang bersama dan turut

merasakan bersama orang-orang yang hidup dalam serba kekurangan, setelah

usai nyepi selama 24 jam barulah masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan,

Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali ini merayakannya

dengan budaya Omed-omedan, yakni sebagai penutup dari Hari Raya Nyepi

dan disitulah terlihat realitas sosiologis bahwa mereka mempunyai solidaritas

yang tinggi akan apa yang menjadi senang dan mudah itu tidak bisa didaptkan

secara mudah dan instan akan tetapi dengan cara bersusah dahulu.

Hindu di India dan di Bali mengalami perbedaan dalam pemaknaan

kelas kastanya, seperti yang dikutip dari karya AAGN Ari Dwipayana

2Ngembak Geni merupakan tahun baru Saka kedua, yakni hari raya ke-2 setelah Nyepi.

5

“bahwa sistem kelas-kelas tradisional di Bali bukan merupakan kasta Hindu

seperti halnya di India. Kalau hal itu dikatakan sebagai sistem kasta, maka

tidak terdapat pembagian seluruh masyrakat ke dalam tingkat tingkat dengan

fungsi khusus, sebagaimana merupakan ciri khas dari sistem kasta di India.

Juga tidak terdapatnya gagasan penting mengenai dapat timbulnya pengotoran

upacara karena persentuhan kelompok rendah dengan kelompok yang lebih

tinggi. Memang terdapat pembatasan perkawinan antara kelompok yang

berbeda tingkatannya, tetapi pembatasan ini tidak melarang semua

perkawinan yang melampaui batas kelompok status, tetapi lebih merupakan

larangan bagi wanita untuk kawin dengan lelaki yang lebih rendah

martabatnya dari dirinya”.3

Menarik saat suatu tradisi atau ritual agama suatu kaum, namun tidak

semua umat melakukan ritual bahkan hanya segelintir kelompok masyarakat

saja yang meyakininya sebagai suatu hal yang sangat sakral, dan akan

menimbulkan marabahaya jika tidak melakukan tradisi budaya tersebut.

Sebagai bahan penelitian menggunakan analisis sosiologis, mencoba

mempelajari budaya Omed-omedan yang saling tarik ulur antara kedua belah

pihak yakni 40 Teruna4 dan 40 Teruni dan saling bersentuhan satu sama lain,

yang mereka dalam pelaksanaan ritual ini tidak mementingkan kasta sebagai

pembatas interaksi, sosialisasi maupun komunikasi demi terjalinnya hubungan

atau ikatan sosial mereka menjadi persaudaraan yang kuat. Memang dalam

ilmu antropologi, hal seperti ini tidak boleh terjadi karena merusak tatanan

kasta yang memang sudah menjadi kelas keturunan bagi kaum hindu. Akan

tetapi dalam ilmu sosiologi, ini menarik sekali untuk dikaji karena mereka

3 Hildred Greertz, Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, yayasan Ilmu Ilmu Sosial bekerjasama

dengan FISIP UI, Jakarta, 1981, Hal. 29. 4 Teruna & Teruni adalah pemuda dan gadis lajang yang terbentuk dalam suatu organisasi banjar. Dan

sebagai anggota kepanitiaan Budaya Omed-omedan

6

merelakan apa itu yang disebut kasta dan melupakan sejenak, demi terjalinnya

ikatan sosial erat dan solidaritas yang kuat.

Realita yang terjadi saat salah satu seka teruna yang tidak mengikuti

ritual omed-omedan memilih untuk berlibur ke daerah Bedugul, akhirnya

mengalami musibah yang tak terduga. Musibah- musibah atau malapetaka

yang menimpa teruna-teruni ini sering terjadi, maka dari itu masyarakat

Banjar Kaja Sesetan sangat berhati-hati dalam segala sesuatu yang berkaitan

dengan tradisi-tradisi atau ritual dari leluhur mereka, termasuk mengenai

budaya Omed-omedan karena mereka percaya disetiap budaya dan tradisi

mengandung sesuatu yang sakral dan mistik.

Struktur kebudayaan dan struktur sosial tidak bisa dilepaskan, karena

saling berkaitan satu sama lain. Struktur kebudayaan: kerangka nilai-nilai

normative yang terorganisasi mengatur perilaku umum anggota masyarakat

atau kelompok tertentu. Struktur sosial: kerangka terorganisasi dari hubungan

sosial yang melibatkan anggota-anggota kelompok atau masyarakat5. Saat

dikaitkan dengan struktur kebudayaannya, jelas ada sanksi yang diberikan

kepada masyarakat Banjar Kaja saat tidak mematuhi atau menjalankan sesuai

budaya mereka. Dari struktur sosial masyarakat Banjar Kaja terkenal

kesadaran akan berbagai tugas masing-masing individu dalam kelompoknya,

dan kaitannya dalam budaya ini mereka rela melepaskan kasta untuk

sementara waktu demi terjalinnya hubungan sosial yang menyatu tanpa

5 Rachmad K. Dwi Susilo, 20 Tokoh Sosiologi Modern, Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2008, Hal. 207

7

melihat kelas dalam agama mereka. ini membuat sistem sosial pada

masyarakat Banjar Kaja terlihat begitu sempurna dalam pelaksanaanya,

terbukti bahwa sistem sosial telah menggerakkan mereka dalam kesadaran

kolektif.

Berkaitan dengan hasil wawancara kepada Parwati Dewi yakni teruni

anggota perkumpulan Satya Dharma Kerthi Banjar Kaja Sesetan, “Omed-

omedan” adalah sebuah tradisi sakral yang harus dilaksanakan dan disaksikan

oleh seluruh masyarakat daerahnya, untuk menjauhkan diri dari segala

marabahaya dan untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat Banjar Kaja.

Dalam budaya omed-omedan mengandung unsur religious dan ikatan sosial

yang kuat. Disamping itu, kita sedang mengalami krisis budaya, dan

masyarakat hidup dengan dirinya masing-masing. Maka penelitian ini ingin

dan akan menggali lebih dalam lagi dan ingin menggambarkan proses secara

sosiologis apa yang berkaitan dengan bagaimana budaya Omed-omedan

menjadi suatu unsur atau elemen dalam system sosial kemudian terbentuknya

struktur sosial dan budaya Omed-omedan menjadi salah satu identiats di

Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota

Denpasar, Provinsi Bali.

8

1.1.1 Rumusan Masalah

Merujuk pada uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah

sebagai berikut :

Bagaimana budaya omed-omedan sebagai identitas sosial masyarakat Banjar

Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar,

Provinsi Bali?

1.1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

Menggambarkan budaya omed-omedan sebagai identitas sosial masyarakat

Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota

Denpasar, Provinsi Bali

1.1.3 Manfaat penelitian

Manfaat Teoritis

a. Dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan

terutama pengembangan teori sosiologi maupun teori sosiologi

pembangunan

9

b. Dapat bermanfaat untuk pengembangan pembelajaran tentang

identitas budaya serta konstruksi sosial atas budaya

Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan bahan kajian

dalam penelitian yang lebih luas dan pengembangan ilmu sosiologi

dan budaya khususnya pada budaya Omed-omedan di Banjar Kaja

sesetan, denpasar selatan, Bali.

b. Dapat memberikan manfaat bagi instansi terkait, yakni kepada

Industri Pariwisata agar tetap melestarikan dan menjaga Budaya

Omed-omedan.

1.2 Definisi Konsep

1.2.1 Identitas Sosial

Definisi Identitas sosial yakni adalah sebagai pengetahuan individu

merasa sebagai bagian anggota kelompok yang memiliki kesamaan emosi

serta nilai6. Identitas sosial juga merupakan konsep diri seseorang sebagai

anggota kelompok. Identitas bisa berbentuk kebangsaan, ras, etnik, kelas .

Identitas dibentuk oleh proses-proses sosial. Begitu memperoleh

wujudnya, ia dipelihara, dimodifikasi, atau malahan dibentuk ulang oleh

6Tajfel, H., & Turner, JC 1979 dalam Nuraeni 2005 . Sebuah teori integratif konflik

antarkelompok. Psikologi sosial hubungan antarkelompok.

10

hubungan-hubungan sosial7. Identitas akan tetap tidak bisa dipahami kecuali

jika ia berlokasi dalam dunia tersebut.

1.2.2 Budaya

Budaya merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak dan tak dapat

diraba yang ada didalam pikiran manusia yang dapat berupa gagasan, ide,

norma, keyakinan dan sebagainya. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-

unsur yang juga dimiliki oleh berbagai kebudayaan lain. Koentjaraningrat

menyebutnya sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal, meliputi:

sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan,

sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup (suatu

kompleks aktivitas serta tindakan manusia dalm suatu masyarakat), dan sistem

teknologi dan peralatan (sebagai benda-benda hasil karya manusia).8

1.2.3 Omed-omedan

Med-medan adalah suku kata asli dari Omed-omedan berasal dari kata

“omed” yang artinya “tarik” Jadi, omed-omedan artinya tarik-tarikan, itulah

gerakan utama yang dilakukan pada waktu acara ini. Sesuai namanya, tradisi

unik ini yang diikuti puluhan teruna dan teruni itu diwarnai tarik-menarik.

7Berger; penerjemah, Hasan Basari. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi

Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1990. Hal. 235 8 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. 1989 . Hal : 186

11

Para peserta yang mengenakan pakaian adat madya secara bergiliran

dipertemukan dengan calon dari kelompok masing-masing untuk saling tarik

dan berciuman.9

1.3 Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara yang digunakan peneliti sebagai pedoman

dalam melakukan penelitian dan mempunyai peran yang sangat penting

dalam pengumpulan data:

1.3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,

data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-

angka. Metodologi kualitatif, berusaha memahami fact yang ada di balik

kenyataan, yang dapat diamati atau diindra secara langsung, atau istilahnya

biasa disebut verstehen.

Sehubungan dengan metodologi kualitatif, Denzin dan Lincoln

mengemukakan bahwa Qualitative research is a field of inquiry in it’s right. It

crosscuts disciplines, fields, and subject matter (1994:1). Pernyataan tersebut

memberikan gambaran bahwa penelitian kualitatif sebagai medan penemuan

pemahaman merupakan kegiatan yang tersusun atas sejumlah wawasan,

9Munggah, I Made. 2008. Med-medan Tradisi Unik dari Sesetan. Denpasar : PT Offset BP

12

disiplin, maupun wawasan filosofis sejalan dengan kompleksitas pokok

permasalahan yang digarap.10

Berdasarkan karakteristik yang telah dibaca dan dipahami dari kedua

metode penelitian yakni kualitatif dan kuantitatif, maka dapat disimpulkan

bahwa pendekatan atau metode kualitatif cenderung lebih tepat untuk

digunakan dalam penelitian ini.

Dalam menggunakan metode atau pendekatan tersebut diharapkan

dapat mendeskripsikan segala sesuatu hal yang terjadi di lapangan berkaitan

dengan Budaya Omed-omedan Sebagai Identitas Sosial Masyarakat Desa

Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota

Denpasar, Provinsi Bali. Pada penelitian ini sejalan dengan kompleksitas

permasalahan yang digarap, dalam metodologi penelitian kualitatif juga

terdapat sejumlah paradigma, yang akan memberikan peluang kepada peneliti

untuk melakukan rekonstruksi ulang ataupun penggabungan karena

penggunaan metodelogi kualitatif berkaitan dengan penyusunan tindak kreatif

dan tidak mengandaikan adanya sebuah paradigma dan sebuah metode yang

siap pakai.

Pendekatan penelitian ini menggunakan etnometodologi, karena dalam

pendekatan ini akan memahami visi dan esensi pandangan budaya suatu

masyarakat, secara kelompok dan individual.11

10

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

13

Etnometodologi adalah penelitian empirik mengenai metode-metode

yang digunakan individu untuk memaknai dan sekaligus melaksanakan

kegiatan sehari-harinya: berkomunikasi, mengambil keputusan, dan penalaran.

Etnometodologi adalah studi tentang kehidupan sehar-hari baik yang umum,

biasa atau alamiah, karena mereka berpandangan bahwa sosiologi itu sendiri

harus dianggap sebagai suatu kegiatan praktik.12

Etnometodologi mempunyai pengertian sekumpulan pengetahuan

berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur serta pertimbangan (metode)

yang mana masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak

berdasarkan situasi dimana mereka menemukan jati diri. Penelitian

etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat

memandang, menjelaskan dan menggambarkan kata atas hidup mereka

sendiri.13

Beberapa konsep penting dalam etnometodologi:

1. Indeksikalitas (indexicalite)

Kehidupan sosial terbentuk melalui bahasa, tetapi bukan

bahasa para ahli tata bahasa dan para linguis, melainkan bahasa

kehidupan sehari-hari. Manusia saling bercakap, menerima perintah,

menjawab pertanyaan, mengajar, menulis, berjualan, belanja,

berbohong, menghadiri pertemuan semua menggunakan bahasa.

11

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 12

Alain, coulon. Etnometodologi. 2008: 28 13

Ibid. hal 31

14

Indeksikalitas adalah ide yang menyatakan ungkapan bahasa

umum. Misal: “itu”, “saya”, “anda” yang bermakna sesuai dengan

konteksnya. Indeksikalitas menggambarkan ketidaklengkapan kata.

Kata hanya bermakna lengkap dalam konteks pengungkapannya dan

jika diindeksikan pada situasi pertukaran linguistik. Pemaknaan suatu

kata atau suatu ungkapan berasal dari faktor kontekstual seperti

biografi pengujar, niat seketika, hubungan yang khusus antara

pengujar dan teman ujar, percakapan sebelumnya.14

2. Refleksivitas (reflexivite)

Refleksivitas menggambarkan praktik yang sekaligus juga

merupakan suatu kerangka sosial sebagai suatu kondisi yang utama.

Refleksivitas adalah suatu sifat khas kegiatan sosial yang mensyarakan

kehadiran sesuatu yang dapat diamati dalam waktu yang bersamaan15

.

(dalam kegiatan sehari-hari kita tidak sadar akan kenyataan bahwa

ketika kita sedang berbicara pada waktu yang bersamaan kita

membangun makna, tatanan dan rasionalitas yang sedang kita kerjakan

pada saat itu. Penggambaran sosial menjadi unsur-unsur dari yang

digambarkan).

14

Ibid, alain. Hal 32 15

Ibid, alain. Hal 42

15

3. accountability

Penelitian etnometodologi menganalisis kegiatan-kegiatan

keseharian para anggota sebagai metode yang menjadikan kegiatan-

kegiatan tersebut terlihat rasional dan terlaporkan untuk semua tujuan

praktik yakni dapat dideskripsikan (accountable) sebagai organisasi

biasa kegiatan seari-hari.

Dua sifat penting dari accountability adalah refleksif dan

rasional. Refleksif: menekankan bahwa accountability adalah suatu

unsur utama kegiatan tersebut. Sedangkan rasional: menekankan

bahwa konsep tersebut secara metodik dihasilkan dalam situasi dan

kegiatannya dapat dipahami dapat dideskripsi dan dievaluasi dengan

aspek rasionalitasnya.16

4. Member (anggota)

Konsep anggota mengacu tidak pada keanggotaan sosial, tetapi

pada penguasaan bahasa.

“….. bahwa manusia, karena ia berbicara bahasa alamiah,

boleh dikatakan terlibat dalam produksi dan peragaan objektif

pengetahuan bersama dari kegiatan sehari-hari sebagai gejala-

gejala yang dapat diamati dan diceritakan” (Garfinkel: 1970).

Singkatnya, anggota adalah kemampuan praktik yang sebagai

kemampuan biasa, penting untuk memproduksi unsur fenomena

tatanan sosial sehari-hari.17

16

Ibid, alain. Hal 49 17

Ibid, alain.

16

5. Kategorisasi anggota

Maksudnya adalah kategori linguistik dan kategori sosial yang

merupakan bagian dari suatu koleksi18

. Sebagai contoh:

“the baby cried and the mommy picked it up”

Kita faham bahwa yang dibicarakan adalah si anak tersebut

adalah ibu dari si bayi dan bukan sembarang ibu yang kebetulan lewat

di depan anak, walaupun tidak ada hubungan tata bahasa di dalam

kalimat antara baby dan mommy. Mengapa bisa begitu, karena

keduanya adalah kategori linguistik dan juga sosial.

Jadi ditarik dalam kesimpulan bahwa penelitian etnometodologi

memang sangat mempersilahkan objek yang berbicara, dalam arti kata situasi

atau realitas sosial dibebaskan untuk berbicara tentang dirinya sendiri dan

tugas bagi peneliti cukup menyimak dan melukiskan apa yang terjadi.

Wawancara jamak digunakan sebagai cara memperoleh data dalam

penelitian kualitatif. Wawancara dinilai mampu menggali opini dan informasi

yang bisa dijadikan asumsi kebenaran suatu realitas. Opini dari narasumber

diyakini adalah pengakuan jujur atas alam pikiran yang dijadikan sebagai

motif dari tindakan-tindakan sosial individu. Akan tetapi, wawancara dalam

penelitian etnometodologi dimengerti dalam makna yang berbeda, wawancara

formal penting sebagai cara memperoleh data. Namun, tidak bias dijadikan

sebagai sumber utama. Data bukan hanya hasil jawaban narasumber terhadap

18

Ibid alain. Hal 53

17

pertanyaan yang diajukan pewawancara namun proses wawancara itu sendiri

merupakan sebuah data yang harus dianalisa pula.

Fokus kajian dari Etnometodologi bukan hanya “orang” sebagai

kediriannya yang tunggal namun sebagai anggota atau bagian dari sebuah

struktur luaran yang lebih luas, misalkan masyarakat ataupun komunitas.

Sehingga wawancara bukan hanya untuk mengetahui jawaban-jawaban

terhadap pertanyaan namun aturan atau struktur yang membuat individu atau

orang tersebut memproduksi tindakan-tindakan atau jawaban tersebut.19

Tahap penelitian etnometodologi:

1. observasi

2. merekam percakapan dengan prinsip speaker-hearer

3. interview

4. mentranskip semua hasil rekaman percakapan dan hasil interview

5. reduksi dan kategorisasi data

6. menarik kesimpulan

19

Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. Handbook Of Qualitative Research (Terj: Dariyanto

dkk) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999

18

1.3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan,

Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Alasan dalam

pengambilan lokasi di daerah tersebut, karena merupakan tempat yang masih

melaksanakan dan membudidayakan atau mentradisikan Budaya Omed-

omedan, dan tidak berada di tempat atau lokasi lain dalam pelaksanaannya,

pada saat ini selain hanya di Banjar Kaja, kelurahan Sesetan, Kecamatan

Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

1.3.3 Subyek Penelitian

Aktivitas awal dalam proses pengumpulan data adalah menentukan

subyek penelitiannya. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam

menentukan subyek penelitian sebab dari merekalah diharapkan informasi

dapat terkumpul sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

diajukan dan menjadi acuan jawaban dari apa yang diteliti.

Dalam teknik penentuan subyek penelitian dapat digunakan model

Snow Ball sampling. Metode ini digunakan untuk memperluas subyek

penelitian atau informan, karena dalam hal penelitian kualitatif, kuantitas

subyek bukanlah hal yang utama, sehingga harus didasari pada pemilihan

informan atau penentuan subyek penelitian didasari pada kualitas informasi

19

yang terkait dengan tema penelitian20

. Dalam penelitian ini menggunakan

snow ball sampling harus mempunyai key person, yakni seseorang yang

memang mampu untuk membantu memperolehnya data awal untuk

melanjutkan dan menentukan informan selanjutnya, berdasarkan observasi

maka peneliti menentukan key person yakni tokoh masyarakat dari Banjar

Kaja yakni kepala Banjar atau kelihan Banjar yang tugas utamanya yakni

sebagai pengurus utama atas semua upacara adat dan urusan keagamaan di

tingkat Banjar, alasan menggunakan Kelihan Banjar yakni I Wayan Sunarya

sebagai Key Person karena beliau termasuk seseorang yang mengurusi budaya

Omed-omedan dan sebagai Key Person juga termasuk memenuhi syarat

dengan umurnya yang diatas 30 tahun.

Dengan menggunakan Snow Ball Sampling, dalam penelitian kualitatif

ini diharapkan mampu memperoleh subyek penelitian yang berkualitas

dengan informasi secara utuh, benar dan tepat dalam mendukung berjalannya

penelitian. Dalam penentuan subyek dengan metode snow ball sampling

dalam penelitian ini menggunakan kriteria yakni; sebagai warga Banjar Kaja

Asli dan mengetahui akan perihal budaya Omed-omedan tentunya dengan

umur diatas remaja.

20

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif: Jakarta:

Erlangga. 2002. Hal. 96.

20

1.3.4 Sumber Data

Data yang diperoleh dari dua sumber, yakni:

1. Data Sekunder, yaitu sumber data diperoleh dari internet, arsip

pemerintah lokal maupun pusat yang berkaitan dengan budaya

omed-omedan.

2. Data Primer, sumber data yang diperoleh dari subyek yang diteliti,

dengan cara wawancara dan observasi langsung dilapangan.

1.3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh

data yang sesuai dengan pokok permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara, merupakan pertemuan dua orang untuk mendapatkan

atau bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga

dapat dikonstruksi makna dalam suatu topik tertentu. Teknik ini

digunakan untuk mengumpulkan data-data tentang Budaya Omed-

omedan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar

Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jenis wawancara ada

wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Jenis yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak

terstruktur karena dalam wawancara ini tidak ingin mengikat

informan terpaku dalam pertanyaan dalam wawancara. Dalam

21

penelitian kualitatif diperlukan wawancara mendalam untuk

memperoleh data keaslian dari informan sebagaimana dituturkan

dalam bahasanya.

2. Observasi, atau pengamatan dengan panca indera serta aktivitas

pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Jenis

dalam observasi ada partisipatif dan non partisipatif, yang akan

digunakan dalam observasi ini adalah yang partisipatif atau terlibat

dalam kegiatan yang menjadi sasaran penelitian, tanpa

mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktifitas yang

bersangkutan.21

3. Dokumentasi. Dokumen ini dapat berupa dokumen publik (seperti

Koran, makalah, laporan kantor) dapat juga berupa dokumen privat

(seperti buku harian, surat, dan email). Juga dapat Menggunakan

jenis instrument seperti check list (daftar cocok) juga tabel.

4. Materi audio dan visual, data ini dapat berupa foto, objek-objek

seni, videotape, atau segala jenis bunyi/suara.22

21

Ibid, Muhammad Idrus, hal. 101. 22

John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2012, hal. 267.

22

1.3.6 Teknik Analisa Data

Analisis merupakan kegiatan: (1) pengurutan data sesuai dengan

rentang permasalahan atau urutan pemahaman yang ingin diperoleh; (2)

pengorganisasian data dalam formasi, kategori, ataupun unit perian

tertentu sesuai dengan antisipasi peneliti; (3) interpretasi peneliti

berkenaan dengan signifikansi butir-butir ataupun satuan data sejalan

dengan pemahaman yang ingin diperoleh; (4) penilaian atas butir ataupun

satuan data sehingga membuahkan kesimpulan: baik atau buruk, tepat

atau tidak tepat, signifikan atau tidak signifikan.23

Mengacu pada model analisis interaktif, dalam melakukan

kegiatan analisis data tersebut peneliti perlu memperhatikan tahap

kegiatan interaktif sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data, merupakan bagian intergral dari kegiatan

analisis sehingga pengumpulan data dan analisis dilakukan

bersamaan. Serta penataan “data mentah”, data tersebut

mungkin berupa catatan lapangan, rekaman, maupun

dokumen.

2. Reduksi Data, adalah proses pengolahan data dari lapangan

dengan pemilahan data kemudian menyederhanakan data

dengan merangkum atau membuat intisari dari hasil penelitian.

23

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara,

hal: 75.

23

3. Penyajian Data, dilakukan untuk menyistematiskan data yang

telah direduksi sehingga terlihat sosoknya yang utuh. Dalam

display data laporan yang sudah direduksi dilihat kembali

gambaran secara keseluruhan, maka kemudian dapat dilakukan

penggalian data kembali apabila dipandang perlu untuk

mendalami permasalahannya.

4. Menarik kesimpulan dan verifikasi, ini dilakukan sejak awal

data yang diperoleh, tetapi kesimpulannya masih kabur.

Kesimpulan harus diverifikasi selama penelitian masih

berlangsung.24

1.3.7 Validasi Data

Uji keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi data.

Trianggulasi dalam uji keabsahan data ini diartikan sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Trianggulasi

terdiri dari tiga yaitu:

1. Trianggulasi Sumber, yakni dilakukan dengan cara cross-check

data dengan fakta dari sumber lainnya dan menggunakan

kelompok informan yang berbeda25

. Trianggulasi ini dilakukan

dengan mencari orang-orang yang terlibat langsung dalam

24

Miles dan Huberman Dalam Maryaeni, 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi

Aksara, hal: 75. 25

Maloeng, lexy. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya, 2004.

24

permasalahan yang akan diteliti yaitu pihak-pihak yang terlibat

dalam Budaya Omed-omedan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan,

Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

2. Trianggulasi Metode, yakni dilakukan dengan cara menggunakan

beberapa metode dalam pengumpulan data26

. Selain menggunakan

metode observasi, peneliti juga menggunakan wawancara

mendalam terhadap informan untuk memastikan kondisi yang

sebenarnya.

3. Trianggulasi Data, yakni analisis dilakukan dengan cara meminta

umpan balik dari informan yang berguna untuk alasan etik serta

perbaikan kualitas laporan, data, dan kesimpulan yang ditarik dari

data tersebut27

. Untuk trianggulasi data peneliti mengecek kembali

jawaban yang diberikan informan dengan cara menanyakan

kembali maksud dari jawaban informan, serta bisa juga

pengecekan dilakukan pada orang terdekat informan, untuk

memastikan kebenaran data yang diberikan.

26

Ibid. 27

Ibid , Maloeng Lexy.