bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf skripsi ary.pdfhal tersebut sudah dapat...

29
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang juga kaya akan sumber daya alamnya. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Mengingat Negara Indonesia memiliki banyak pulau besar dan kecil menyebabkan Negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi yang masing-masing memiliki luas wilayah dan sistem pemerintahan sendiri-sendiri. Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya diterapkan dengan Undang-undang. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat (Negara bagian) juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil, yang mana daerah-daerah tersebut bersifat otonom. Atau dengan kata lain didaerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat

Upload: ngothuan

Post on 13-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau

besar dan kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang juga kaya akan

sumber daya alamnya. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara

Kesatuan yang berbentuk Republik”. Mengingat Negara Indonesia memiliki banyak

pulau besar dan kecil menyebabkan Negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi

yang masing-masing memiliki luas wilayah dan sistem pemerintahan sendiri-sendiri.

Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara kesatuan yang menganut

asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya, dengan memberikan

kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

daerah. Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, antara lain menyatakan bahwa

pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk

susunan pemerintahannya diterapkan dengan Undang-undang.

Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak

akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat (Negara bagian)

juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan

dibagi dalam daerah yang lebih kecil, yang mana daerah-daerah tersebut bersifat

otonom. Atau dengan kata lain didaerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat

2

administratif belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan

Undang-undang"1. Dengan demikian, Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan

otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab

kepada daerah. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan

dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan

serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Hal tersebut sudah dapat

mencerminkan tujuan dari pembangunan Nasional, dimana tujuan pembangunan

nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata

dan berkesinambungan antara material dan spiritual. Hal ini tercermin didalam alenia

ke empat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia disusun adalah untuk

membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Untuk mewujudkan tujuan dari Pembangunan Nasional tersebut, maka

diperlukan peningkatan dalam bidang pembangunan dan memantapkan

penyelenggaraan pemerintahan yang efektif di seluruh pelosok daerah. Sejalan

dengan itu, dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan

kedua atas Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

1 HAW Widjaja, 2005, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh.

PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, h 11

3

dan selanjutnya disebut dengan UU RI Nomor 12 Tahun 2008. Pengaturan mengenai

desa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut, dalam

pelaksanaannya belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan

masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh

tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan

pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat

hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan

pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah,

kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Atas dasar pemikiran tersebut, pemerintah melakukan

pembaharuan terhadap pengaturan mengenai desa yang kemudian diatur dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Pengertian mengenai desa diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dalam ketentuan pasal tersebut ditetentukan

bahwa:

Desa atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara

Republik Indonesia.

4

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa desa adalah merupakan

organisasi pemerintahan terendah. Sebagai suatu organisasi maka desa akan

mempunyai unsur-unsur dari suatu organisasi yaitu : adanya unsur pimpinan, unsur

pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.

Desa dikepalai oleh seorang Kepala Desa, sedangkan yang menjadi pembantu

dalam pelaksanaan tugas dari pimpinan di desa yaitu Sekretariat Desa yang terdiri

dari Sekretaris Desa dan Kepala-Kepala Urusan serta yang menjadi urusan

pelaksanaan adalah kepala dusun. Kepala desa disamping sebagai penyelenggaraan

rumah tangga desa, juga sebagai penyelenggaraan urusan pemerintahan.2

Kepala Desa harus dapat mengatur jalannya pemerintahan dan rumah tangga

desanya sendiri secara terkendali, berkesinambungan, adil dan inerata. Dengan

demikian dapatlah disadari bahwa betapa beratnya fungsi seorang Kepala Desa. Guna

memperlancar pelaksanaan tugas tersebut Kepala Dcsa di bantu oleh perangkat desa.

Mengingat demikian beratnya tugas dari pada Kepala Desa maka seorang Kepala

Desa harus memenuhi beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai syarat menjadi

seorang Kepala Desa.3

Dalam rangka melaksanakan urusan-urusan itu, Kepala Desa bertanggung

2 C.S.T Kansil, 1984. Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa, Cet 1,

Ghalia Indonesia. Jakarta.

3 Kartasapoetra, G. 1986, Desa dan Daerah Tata Pemerintahannya, PT. Bina Aksara.

Jakarta. h. 74

5

jawab kepada rakyat (Masyarakat Desa) melalui Badan Permusyawaratan Desa dan

kemudian menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya tersebut kepada

Bupati dengan tembusan kepada Camat. Badan Permusyawaratan Desa yang

selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan desa yang terdiri dan pemuka masyarakat yang ada di desa yang

berfungsi melestarikan adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerinntahan desa. Bertitik tolak pada hal tersebut diatas berarti

bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang kepala desa harus dapat

dikoordinasikan dahulu dengan Badan Permusyawaratan Desa dan Masyarakat Desa,

baik itu dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pembuatan Peraturan Desa dan

segala jenis kegiatan lainnya. Hal ini bertujuan agar segala tindakan yang dilakukan

dan segala bentuk dan pada keputusan dan peraturan yang dibuat atau dikeluarkan

oleh Kepala Desa tidak bertentangan dengan keinginan dan adat-istiadat di dalam

masyarakat desa. Oleh karena itu kedua lembaga dalam Pemerintahan Desa harus

dapat bekerja sama dengan sebaik-baiknya untuk depan menyelenggarakan jalannya

pemerintahan desa.4

Dari ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

dapat dilihat bahwa Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa mempunyai

4 Dadang Solihin, 2002. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Dalam Era

Reformasi, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, h 45.

6

hubungan dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Hubungan diartikan sebagai

"keadaan berhubungan".5 Keadaan yang berhubungan disini adalah berkaitan dengan

tata kerja, diantaranya : structural dan pertanggung jawaban. Mengenai hubungan,

dimana kata Hubungan berasal dari kata Hubung yang diartikan sebagai "jabatan,

peran, kerja, kegunaan, sekelompok pekerjaan, yang satu dengan yang lainnya ada

hubungan erat dalam pelaksanaan tugas pokok".6 Hubungan berkaitan karena jabatan.

Untuk melihat hubungan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan

Desa dalam pembentukan peraturan desa lebih dalam lagi, penulis mengadakan

penelitian di Desa Peguyangan Kaja, Denpasar Utara.

Desa Peguyangan Kaja membawahi 11 Banjar yaitu Banjar Umadesa, Banjar

Pondok, Banjar Benbiyu, Banjar Denyeh, Banjar Punduh kulit, Banjar Batur, Banjar

Dualang, Banjar Saih, Banjar Gunung, Banjar Paang Tebel, Banjar Blusung. Desa

Peguyangan kaja adalah desa yang terletak di kecamatan denpasar utara, karena desa

memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat. Di dalam perjalanannya desa telah berkembang

dalam berbagai bentuk sehingga perlu di lindungi dan diberdayakan agar menjadi

kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat

dalam melaksanakan pemerintahan desa.

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka, Jakarta, h 358.

6 Andi Hamzah. 1986. Kamus Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta, h 550.

7

Sedangkan mengenai Peraturan Desa yang terdapat dalam Pasal 69 ayat 3 dan

ayat 9 Undang-undang No. 6 tahun 2014. Menyatakan bahwa Peraturan Desa di

tetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan

Permusyawaratan Desa. Dan Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan

kepada masyarakat desa.

Secara awam masyarakat desa sering diartikan sebagai masyarakat tradisional.

Masyarakat desa dalah masyarakat yang tinggal di suatu wilayah teritorial tertentu

yang di sebut desa. Masyarakat desa merupakan anggota komunitas kecil atar

individu yang bersifat kekeluargaan. Di mana di desa peguyangan kaja yang

mayoritas penduduknya berkecimpung dalam bidang pertanian, menyebabkan

masyarakat tersebut acuh dengan rancangan peraturan di desa karena mereka sibuk

dengan urusan pertaniannya. Dalam pemahaman tentang peraturan desa, masyarakat

desa tersebut kurang paham dan cenderung hanya menerima apa saja keputusan dari

desa. Dan Kurang kritisnya masyarakat terhadap perancangan peraturan desa.

Sebagai suatu Organisasi Pemerintahan terendah yang diakui oleh Undang-

Undang, Desa Peguyangan Kaja memiliki dua lembaga desa yang berperan aktif

didalam kelangsungan pemerintahan yaitu Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan

Desa sebagai unsur dari penyelenggara pemerintahan di desa. Di dalam menjalankan

kinerjanya, Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa diharapkan menjalin

hubungan yang baik dan harmonis.

Desa Peguyangan Kaja dipilih sebagai tempat penelitian karena berdasarkan

infomasi yang penulis dapatkan, desa ini tergolong kesadaran masyarakatnya masih

8

sangat rendah terhadap peraturan desa yang telah di tetapkan oleh kepala desa dan

badan permusyawaratan desa. Disamping itu juga penelitian di desa ini dimaksudkan

untuk mengetahui penerapan peraturan perundang-undang tentang desa secara

langsung terutama dalam pembentukan peraturan desa.

Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa,

yang dimana peraturan desa merupakan penjabaran dari perundang-undangan yang

lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat desa setempat dan

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Peraturan desa ditetapkan oleh

Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan asas pembentukan

peraturan perundang-undangan. Pembentukan peraturan ditujukan untuk

pembangunan desa agar terwujud masyarakat yang adil, makmur dan merata.

Didalam pembuatan peraturan desa, konsep-konsep atau rancangan peraturan

desa dapat diajukan oleh Kepala Desa maupun oleh Badan Permusyawaratan Desa,

hal ini dikarenakan kedua unsur pemerintahan desa ini memiliki tugas dan hak untuk

mengajukan rancangan peraturan desa dan kemudian dibahas bersama-sama didalam

rapat musyawarah desa. Setelah dibentuk dan ditetapkannya peraturan desa, haruslah

disampakian oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan

pengawasan dan pembinaan, paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. (pasal 58

PP Rl Nomor 72 Tahun 2005).

Peraturan perundang-undangan tentang desa telah mengatur tentang hubungan

antara kepala desa dengan badan permusyawaratan desa dalam rangka pembentukan

peraturan desa. Kepala desa berhak mengajukan rancangan peraturan desa kemudian

9

membahasnya bersama Badan Permusyawaratan desa. Permasalahannya adalah

dalam prakteknya apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya. Disamping itu, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan

antara kepala desa dengan badan permusyawaratan desa.

Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang

Hubungan dari dua Lembaga Desa yang sangat berperan penting didalam memajukan

kemakmuran masyarakat, yaitu Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa,

didalam melaksanakan kinerjanya untuk memajukan desa. Maka penulis memilih

judul "HUBUNGAN KEPALA DESA DENGAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

DESA DI DESA PEGUYANGAN KAJA, DENPASAR UTARA”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah

yang akan menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana Hubungan Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa

di Desa Peguyangan Kaja ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan Kepala Desa dengan

Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Menyadari bahwa kemampuan dan agar pembahasan tidak melebar dan agar

10

nantinya pembahasan ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan, yang mana

perlu kiranya untuk mengadakan pembatasan terhadap ruang lingkup permasalannya,

yaitu :

a. Permasalah pertama dibahas mengenai hubungan kepala desa dengan badan

permusyawaratan desa.

b. Permasalahan kedua dibahas mengenai faktor-faktor apa yang mempengaruhi

di dalam pembentukan peraturan desa yang dibuat oleh kepala desa dengan

Badan Permusyawaratan Desa.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Skripsi ini merupakan karya asli penulis sehingga dapat dipertanggung

jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Untuk menunjukkan orisinalitas dari skripsi

ini, berikut penulis bandingkan perbedaannya dengan penelitian terdahulu yang

sejenis, yaitu:

Indikator Pembeda dari Penelitian :

No. Judul Penulis Penulis Permasalahan

1. Hubungan

Kepala Desa Dengan

Badan

Permusyawaratan

Desa Dalam

I Nyoman Ary

Sutrisnoputra

Fakultas

Hukum

Universitas

1. Bagaimana Hubungan Kepala Desa

Dengan Badan Permusyawaratan

Desa di Desa Peguyangan Kaja?

2. Faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi hubungan Kepala

11

Pembentukan

Peraturan Desa Di

Peguyangan Kaja,

Denpasar Utara

Udayana

Tahun

2016

Desa dengan Badan Permusyawaratan

Desa dalam Pembentukan Peraturan

Desa ?

12

2

3

Hubungan

Fungsional Antara

Kepala Desa Dengan

Badan

Permusyawaratan

Desa Dalam

Pembuatan

Peraturan Desa di

Desa Sumerta Kelod,

Kota Denpasar

Hubungan

fungsional antara

kepala desa dengan

badan

permusyawaratan

desa dalam

pembentukan

peraturan desa di

desa duda timur

kabupaten

I Wayan

Artawan

Purnata;

Fakultas

Hukum

Universitas

Udayana

Tahun 2008

I Gede Yuda

Partha

Mahendra

Fakultas

Hukum

Universitas

Udayana tahun

2015

1. Bagaimana hubungan fungsional

antara Kepala Desa dengan Badan

Permusyawaratan Desa dalam

rangka pembuatan Peraturan Desa?

2. Hambatan-hambatan apa yang

ditemui dalam pembuatan

Peraturan Desa yang dibuat oleh

Kepala Desa dengan Badan

Permusyawaratan Desa

1. Bagaimana hubungan

fungsional antara Kepala Desa

dengan Badan

Permusyawaratan desa dalam

rangka pembentukan peraturan

Desa,?

2. Hambatan-hambatan apa yang

ditemui dalam pembentukan

peraturan desa yang di buat

oleh kepala desa dengan badan

13

karangasem permusyawaratan desa?

14

Walaupun ketiga penelitian tersebut memiliki persamaan membahas mengenai

Hubungan Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan

Peraturan Desa, namun hal yang dibahas oleh penulis memiliki perbedaan dengan

skripsi pembanding. Terdapat dua perbedaan pada hal yang dibahas, perbedaan yang

pertama adalah pada tempat penelitian dari skripsi tersebut. Skripsi yang penulis buat

melakukan penelitian di Desa Peguyangan kaja Denpasar Utara. Sedangkan pada

skripsi pembanding melakukan penelitian di Desa Sumerta Kelod, Kota Denpasar,

dan di desa duda timur kabupaten karangasem. Perbedaan yang kedua pada rumusan

masalahnya berbeda antara penelitian satu dengan penelitian dua dan tiga.

pembahasan bab 2, bab 3 dan bab 4. Skripsi yang penulis buat pada bab 2 membahas

tentang tinjauan umum tentang desa, kepala desa, badan permusyawaratan desa, dan

peraturan desa. Pada bab 3 membahas tentang hubungan kepala desa dengan badan

permusyawaratan desa dalam rangka pembentukan peraturan desa. Pada bab 4

membahas tentang hambatan-hambatan yang ditemui dalam pembentukan peraturan

desa. Pada skripsi pembanding bab 2 membahas tentang tinjauan umum tentang

penyelenggaraan pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa. Bab 3

membahas tentang hubungan fungsional antara kepala desa dengan badan

permusyawaratan desa dalam rangka pembentukan peraturan desa. Bab 4 membahas

tentang penerapan peraturan desa di desa duda timur karangasem.

15

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1.5.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah agar lebih

mengetahui secara mendalam bagaimana hubungan Kepala Desa dengan

Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan peraturan desa di desa

Peguyangan Kaja.

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan kepala desa dengan badan

permusyawaratan desa di dalam mekanisme Pembentukan Peraturan

Desa.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Hubungan Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa di

dalam membentuk peraturan desa tersebut.

1.6 Manfaat Hasil Penelitian

1.6.1. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam aspek

16

teoritis (keilmuan). Hasil penelitian skripsi yang dibuat untuk memperoleh

gelar sarjana pada fakultas hukum universitas udayana dapat dijadikan

sebagai bahan lampiran lembaga fakultas hukum universitas udayana dan

sebagai refrensi pada perpustakaan.

1.6.2 Manfaat Praktis

1.6.2.1 Manfaat bagi masyarakat dari Penelitian ini diharapkan dapat

memberi pemahaman kepada masyarakat tentang pembuatan

peraturan desa dan memberi pemahaman tentang hubungan kepala

desa dengan badan permusyawaratan desa dalam pembentukan

peraturan desa.

1.6.2.2 Manfaat bagi penulis dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan pemahaman tentang hubungan Antara kepala desa

dengan badan permusyawaratan desa dalam pembentukan

peraturan desa serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi dalam pembentukan peraturan desa yang dibuat

oleh kepala desa dengan badan permusyawaratan desa.

1.7 Landasan Teoritis

Sebelum membahas permasalahan dalam skripsi ini secara mendalam, maka

terlebih dahulu akan diuraikan beberapa teori, asas-asas, atau landasan-landasan yang

dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Dengan

adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas dan

17

mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian

ini.

1.7.1 Teori Negara Hukum

Secara embriotik, gagasan Negara Hukum telah dikemukakan oleh

Plato, ketika ia menulis Nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di

usia tuanya, sementara dalam dua tulisan pertama, Politeia dan Politicos,

belum muncul istilah Negara, hukum7.Negara Indonesia adalah negara

yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) bukan negara yang berdasarkan

atas kekuasaan belaka (machtstaaf). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa

"negara Indonesia adalah Negara Hukum". Negara Hukum harus

memenuhi dua persyaratan yaitu supremacy before the law artinya hukum

diberikan kedudukan tertinggi, berkuasa penuh dalam suatu negara dan

rakyat. Syarat kedua adalah equality before the law artinya semua orang

pejabat pemerintahan maupun masyarakat biasa adalah sama statusnya atau

kedudukannya didalam hukum.8

Sifat Negara Hukum ini hanya dapat ditunjukkan jika alat-alat

perlengkapannya bertindak menurut peraturan perundang-undangan yang

dibentuk oleh lembaga pemerintahan yang berwenang dan sesuai dengan

asas legalitas. Frans Magnis Susena mengemukakan ciri-ciri Negara

7 Rindwan HR. 2011, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal..2

8 C.S.T. Kansil, 2000, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal.88

18

Hukum sebagai berikut:

1. Asas legalitas.

2. Kebebasan/kemandirian kekuasaan kehakiman.

3. Perlindungan hak asasi manusia.

4. Sistem konstitusi/hak dasar.9

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan

sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan

di setiap Negara Hukum terutama bagi Negara-Negara Hukum dalam

sistem Kontinental10

. Istilah asas legalitas juga dikenal dalam Hukum

Pidana; nullum delictum sine praevia lage poenali (tidak ada hukuman

tanpa undang-undang), kemudian asas legalitas ini digunakan dalam

bidang Hukum Administrasi Negara yang memiliki makna, "dat het

bestuur aan de wet is onderworpen " (bahwa pemerintah tunduk kepada

undang-undang) atau "het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle (algcmene)

de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten" (asas legalitas

menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warha Negara harus

didasarkan pada undang-undang)11

. Asas legalitas ini merupakan prinsip

Negara Hukum yang sering dirumuskan dengan ungkapan "het beginsel

9 Frans Magnis Suseno, 1978, Dasar-Dasar limn Politik. PT. Bumi Aksara, Jakarta, hal.34

10 Rindwan HR, op.cit, hal. 90.

11 Rindwan HR. loc.cit

19

van wetmatigheid van bestuur" yakni prinsip keabsahan pemerintah.12

Asas Negara Hukum menggambarkan bahwa dalam suatu Negara

Hukum haruslah membuat undang-undang untuk dapat mengikat

masyarakat karena tanpa undang-undang suatu Negara Hukum tidak bisa

mengikat masyarakatnya sendiri.

1.7.2 Teori Negara Kesatuan

Negara kesatuan disebut juga dengan uniterisme atau eenheistaat,

ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, di mana di seluruh Negara

yang berkuasa hanyalah satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh

daerah, jadi tidak terdiri dari beberapa daerah yang berstatus Negara bagian

(deelstaaf) atau Negara dalam Negara. Dengan demikian, dalam Negara

kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintah pusat yang

mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang

pemerintahan Negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan

melaksanakan pemerintahan Negara baik di pusat maupun di daerah-

daerah, di dalam maupun di luar negeri.13

Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, mewujudkan

kesatuan, unity, dan yang monosentris berpusat satu. Beberapa macam

12

Rindwan HR. loc.cit 13 Titik Triwulan Tutik, 2008, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandemen UUD 19451, Kharisma Putra Utama, Jakarta, h. 144

20

Negara kesatuan, antara lain: pertama, Negara kesatuan dengan system

sentralisasi, di mana segala urusan diatur oleh pemerintah pusat.

Sedangkan pemerintahan daerah tidak mempunyai hak untuk mengurus

sendiri daerahnya, pemerintah daerah tinggal melaksanakan. Contoh:

Jerman dibawah Hitler. Kedua, Negara kesatuan dengan system

desentralisasi (gedecentraliseerde eenheidsstaaf), di mana kepada daerah-

daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah

tangganya sendiri (otonomi daerah) yang di namakan daerah swatantra

(otonomi) tingkat 1 (Daswati I atau Pemprov) dan Daswati II atau

pemkot/pemkab.14

1.7.3 Teori Kewenangan

Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus

memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-

undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang.15

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kewenangan mengandung

arti: (1) hal wewenang, dan (2) hak dan kekuasaan yang dimiliki untuk

memiliki sesuatu. Sedangkan kata wewenang mengandung arti: (1) hak dan

kekuasaan untuk bertindak; kewenangan, (2) kekuasaan membuat

keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang

14

Ibid,h.145 15 Ridwan HR, op.cit, h. 100.

21

lain.16

Wewenang menurut H.D. Stout mengatakan bahwa wewenang

adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintah, yang

dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan

perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum

publik di dalam hubungan hukum publik.17

Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan konsep inti dari

hukum tata negara dan hukum administrasi negara.18

Tanpa adanya

kewenangan yang dimiliki, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan atau tindakan pemerintah.

Menurut Donner, ada dua fungsi berkaitan dengan kewenangan, yakni

fungsi pembuat kebijakan (policy marking) yaitu kekuasaan yang

menentukan tugas (taakstelling) dari alat pemerintah atau kekuasaan yang

menentukan politik negara dan fungsi pelaksanaan kebijakan (policy

exsecuting) yaitu kekuasaan yang bertugas untuk merealisasikan politik

negara yang telah ditentukan (verwezeblikking van de taak).19

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama

dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk

16

Balai Pustaka, 1989, Kamus Besar Indonesia, Depdikbud, Jakarta, h. 1010 17 Ibid,h. 101.

18 H.M. Arief Muljadi, 2005, Landascm dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara

Kesatuan Rcpublik Indonesia, Prestasi Pustaka, h. 61 19

Viktor Situmorang. 1989, Dasar-Dasar Hukum Admnistrasi Negara. Bima Aksara, Jakarta,

h. 30

22

berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak

dan kewajiban (rechten en plichten)20

. Wewenang merupakan bagian yang

sangat penting dan bagian awal dari hukum administrasi, karena

pemerintahan (administrasi) baru dapat menjalankan fungsinya adalah atas

dasar wewenang yang diperolehnya, artinya keabsahan tindak

pemerintahan atas dasar wewenang yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan (legalitiet beginselen).21

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, yaitu atribusi,

delegasi dan mandat.22

Teori kewenangan menurut H.D. Van Wijk/Willem

Konijnenbelt meliputi atribusi, delegasi dan mandat yang didefinisikan

sebagai berikut:

a. Attributie: toekening van een bestuursbevoegheid door een wetgever

aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang

pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan).

b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan

aan een under, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan

dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya),

c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namcns hem

20

Ridwan HR,op.cit,h.102 21

Nomensen Sinamo. 2010, Hukum Administrasi Negara. Jala Pcrmata Akasara, Jakarta,h.87

22

Ridwan HR.op.cit.,h.103

23

uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan

mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas

namanya).23

Menurut Indroharto, terdapat tiga sifat wewenang pemerintahan

yaitu:

1. Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat, yakni terjadi apabila

peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang

bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya

sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus

diambil.

2. Wewenang fakultatif terdapat dalam hal badan atau pejabat tata usaha

negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau

sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat

dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sebagaimana

ditentukan dalam peraturan dasarnya.

3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peraturan dasamya member!

kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk

menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan

dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup

kebebasan kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.24

23

Ibid, h.104 24

Ibid, h.111

24

1.8 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dalam uraian diatas maka dapat ditarik jawaban

sementara dari permasalahan yang diangkat. Dalam hipotesis ini bukan merupakan

jawaban yang sebenarnya untuk menjawab pennasalahan yang diangkat, akan tetapi

harus terlebih dahulu dilakukan penelitian dan pengujian mengenai kebenarannya

melalui suatu penelitian yang berdasarkan data-data yang kemudian dianalisa.

Barulah analisa tersebut dapat diyakini kebenarannya.

Adapun Hipotesis dari permasalahan tersebut adalah :

1. Hubungan kerja dapat berlangsung apabila dalam pembentukan peraturan desa,

kepala desa dan badan permusyawaratan desa telah membahas dan menyepakati

peraturan yang akan dibentuk.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam Pembentukan Peraturan Desa

yang dibuat oleh Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Undang- undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada

25

karsa manusia di dalam pergaulan hidup25

1.9 Metode Penelitian

1.9.1. Jenis Penelitian

Pengkajian dalam penulisan Skripsi ini termasuk penelitian hukum

empiris. Artinya, penelitian hukum tersebut dalam penulisannya mengkonsepkan

hukum sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan

nyata.26

Dalam konteks ini, sesuatu yang disebutkan sebagai hukum tidak

semata-mata ditimbulkan dan didasarkan dari literatur-literatur hukum, namun

sebagai suatu yang ditimbulkan dari keadaan masyarakat atau proses di dalam

masyarakat berdasarkan suatu gejala yang akan menimbulkan berbagai efek

dalam kehidupan sosial dengan merumuskan kesenjangan antara das sein dan

das solen, yaitu kesenjangan antara teori dengan realita atau fakta hukum.

1.9.2. Jenis pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (The Statute Approach) dan pendekatan fakta (The Fact

Approach). Pendekatan peraturan perundang-undangann (The Statute Approach)

25 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto 1), h.8.

26 Nomense Sinamo. 2009. Metode Penelitian Hukum. PT Bumi Jntitama Sejahtera,

Jakarta, h.59.

26

yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.27

Sedangkan

pendekatan fakta adalah pendekatan yang melihat langsung

dilapangan/masyarakat berdasarkan fakta yang ada dalam pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Denpasar Tentang Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa

tentang tata cara menjadi anggota, kedudukan dan susunan, rapat , Fungsi /dan

wewenang, pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa. Sesuai

dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya diikuti oleh

konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.9.3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian

deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian

ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,

keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran

suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala

dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan

peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur

maupun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan

bahkan jumlahnya cukup memadai.

1.9.4. SumberData

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu

data primer dan data sekunder, yaitu:

27

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hal. 97.

27

a. Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dalam penelitian

dilapangan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data kepustakaan (Library

research) yaitu dimana data-data atau bahan penulisan ini diperoleh dari

literatur-literatur dan peraturan Perundang-undangan yang ada kaitannya

dengan masalah.28

Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Adapun bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif) yang terdiri dari (a) peraturan perundang-undangan, (b) catatan-

catatan resmi atau risalah pembuatan suatu peraturan perundang-undangan,

dan (c) putusan hakim29

. Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan adalah:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (ULID) Tahun 1945;

b) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

c) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan;

d) Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;

28

Burhan Ashshofa. 2001, Metode Penelitian Hukum, Rhineka Cipta, Jakarta, hal 103 29

H. Zainuddin Ali, 2009.Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,hal. 47.

28

e) Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa;

f) Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Desa

g) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 4 Tahun 2007

tentang Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,

atau pendapat pakar hukum.30

Adapun bahan hukum sekunder yang

digunakan adalah:

a) Berupa Literatur-literatur yang memuat mengenai pandangan dari

beberapa ahli;

b) Bahan-bahan internet yang mendukung.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus (hukum), ensiklopiedia.31

Adapun bahan hukum tersier yang digunakan

adalah :

a. Kamus Hukum;

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia

1.9.5 Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian studi empiris ada beberapa teknik-teknik mengumpulkan

30

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h 32. 31

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, loc. cit

29

data yaitu :

a. Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum

(baik normatif maupun empiris)

b. Teknik wawancara (interview)

Menurut M Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode

memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya

jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden.32

c. Teknik Observasi/pengamatan

Teknik observasi dibedakan menjadi dua yaitu teknik observasi langsung dan

teknik observasi tidak langsung. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik observasi langsung dimana dalam pengumpulan data peneliti

mengadakan pengamatan langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala

subjek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi buatan, yang

khusus diadakan.

1.9.6 Pengolahan dan analisis data

Apabila seluruh data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atau dengan

wawancara, kemudian data diolah dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan

menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan

selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis.

32 M, Mochtar, 1998, Pengantar Metodelogi Penelitian, Sinar Karya Darma jakarta,hal.78.