bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah i.pdf · keselamatan kepada wisatawan, menciptakan...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditopang oleh sektor pariwisata, perkebunan, pertanian, perikanan, pertambangan dan lainnya. Indonesia adalah Negara yang memiliki keadaan alam, flora, fauna, seni, budaya yang berlimpah yang merupakan aset dalam modal pembangunan kepariwisataan. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, berkelanjutan dan bertanggungjawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat setempat akan memberikan pemerataan kesempatan berusaha dalam bentuk banyaknya tercipta lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. World Tourism Organization dalam perkiraan yang dikeluarkan tahun 1977 mencatat, bahwa kalau pada tahun 1995 arus wisatawan mancanegara mencapai 564 juta orang, maka ditahun 2020 wisatawan mancanegara akan mencapai 1.602 juta orang. Angka tersebut mencerminkan peningkatan mendekati 3 kali lipat dalam kurun waktu 25 tahun, atau pertumbuhan rata-rata 4,3% per tahun. 1 Pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar di abad ini dan menjadi sektor andalan di dalam pembangunan ekonomi berbagai Negara. 2 1 Andi Mappi Sammeng, 2001, Cakrawala Pariwisata, Balai Pustaka, Jakarta, h. 26 2 I Putu Gelgel, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1.

Upload: trinhdien

Post on 04-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditopang oleh sektor pariwisata,

perkebunan, pertanian, perikanan, pertambangan dan lainnya. Indonesia adalah

Negara yang memiliki keadaan alam, flora, fauna, seni, budaya yang berlimpah yang

merupakan aset dalam modal pembangunan kepariwisataan. Pembangunan

kepariwisataan di Indonesia yang dilaksanakan secara sistematis, terencana,

berkelanjutan dan bertanggungjawab dengan tetap memberikan perlindungan

terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat setempat akan

memberikan pemerataan kesempatan berusaha dalam bentuk banyaknya tercipta

lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.

World Tourism Organization dalam perkiraan yang dikeluarkan tahun 1977

mencatat, bahwa kalau pada tahun 1995 arus wisatawan mancanegara mencapai 564

juta orang, maka ditahun 2020 wisatawan mancanegara akan mencapai 1.602 juta

orang. Angka tersebut mencerminkan peningkatan mendekati 3 kali lipat dalam kurun

waktu 25 tahun, atau pertumbuhan rata-rata 4,3% per tahun.1 Pariwisata sudah diakui

sebagai industri terbesar di abad ini dan menjadi sektor andalan di dalam

pembangunan ekonomi berbagai Negara.2

                                                                         1 Andi Mappi Sammeng, 2001, Cakrawala Pariwisata, Balai Pustaka, Jakarta, h. 26 2 I Putu Gelgel, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1.

2  

  

Di Indonesia, daerah yang memiliki potensi besar dalam kepariwisataan

adalah Provinsi Bali. Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat jumlah wisatawan

mancanegara yang paling banyak berkunjung ke Bali selama Januari-Desember 2013

adalah kebangsaan Australia 826.388 orang, Cina sebanyak 387.533 orang, Jepang

208.116 orang, Malaysia 199.232 orang, Singapura 138.388 orang, New Zealand

48.749 orang, Thailand 34.728 orang.3 Selama tahun 2014 hingga bulan agustus

sudah tercatat 2,4 juta orang atau bertambah 15,51 persen jika dibandingkan periode

sama tahun 2013 sebanyak 2,1 juta orang.4 Berdasarkan analisa Bank Indonesia

Wilayah III Bali dan Nusa Tenggara pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan III

tahun 2014 diprediksi mencapai 5,9 - 6,5 persen.

Banyaknya wisatawan ke Bali tentunya diimbangi dengan jumlah hotel di

berbagai kabupaten/kota di Bali seperti Kabupaten Badung yang disebut sebagai

pintu gerbang pariwisata Pulau Bali. Berdasarkan data wajib pajak daerah di

Kabupaten Badung hingga bulan September 2014 terdapat 162 hotel bintang dan

1419 hotel non bintang. Banyaknya hotel merupakan contoh dari dampak positif

pariwisata dalam pertumbuhan perekonomian sebagaimana dikemukakan oleh Tjok

Istri Putra Astiti dan I Ketut Sudantra,

The positive impacts of tourism development in Bali can be seen in various aspects of life, that is, the economic, social and cultural, as well as physical aspects.The economic impact of tourism development can clearly be seen in

                                                             3 Parwata; 2014, Pariwisata Bali Minim Anggaran Promosi, Majalah Bali Post, Vol. 33. No. ., Bali. 4 Radar Bali, Sampai September, Turis Asing Capai 2,4 Juta, Tgl. 16 September 2014, h. 16

3  

  

the creasing business. In the services sector various opportunities have arisen such as accommodation, transportation and other.5 Aspek yang mendapat perhatian paling besar dalam pembangunan pariwisata

adalah aspek ekonomi.Terkait dengan aspek ekonomi inilah pariwisata dikatakan

sebagai suatu industri. Bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai kegiatan bisnis

yang berorientasi dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan seperti

accomodation.6

Besarnya industri pariwisata di Provinsi Bali terutama di Kabupaten Badung

harus dimanfaatkan pemerintah daerah (dalam hal ini pemerintah Kabupaten

Badung) untuk mendapatkan sumber pendapatan daerah dari sektor pajak. Hal

tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 286 ayat (1) Undang-Undang 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yakni “Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan

dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Daerah”. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kabupaten diberikan

kewenangan untuk menggali potensi pajak daerah yang spesifik dan potensial dari

daerahnya. Salah satu sumber pendapatan daerah yang dominan di Kabupaten

Badung adalah berasal dari pajak daerah khususnya pajak hotel. Pajak daerah diatur

berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi

                                                             5 Michael Faure, Ni Ketut Supasti Dharmawan & I Made Budi Arsika (Eds.), 2014, Sustainable Tourism and Law, Eleven International Publishing, The Netherlands, h. 236. 6 Ida Bagus Wyasa Putra, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT Refika Aditama, Bandung, h.17-18.

4  

  

Daerah). Pajak daerah adalah pajak yang diadakan oleh pemerintah daerah dan

penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak daerah.

Lapangan atau obyek pajak daerah berbeda dengan pajak pusat sehingga tidak

menimbulkan pajak ganda nasional yang merugikan wajib pajak. Berdasarkan

ketentuan diatas Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk

menetapkan pajak daerah tidak lepas dari adanya pembagian kekuasaan berdasarkan

asas desentralisasi yang memberikan otonomi kepada daerah untuk mengatur dan

mengurus pemerintahannya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kewenangan tersebut adalah kewenangan dalam menetapkan Peraturan Daerah

sebagai produk hukum yang mencantumkan sanksi pidana.

Kompleksnya industi pariwisata menuntut suatu kebijakan hukum yang

memadai untuk melandasi pertumbuhan pariwisata yang teratur dan terus meningkat.

Peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Daerah yang mengatur pajak yang

dibebankan pada wisatawan dan badan-badan usaha wisata oleh pemerintah dan

penguasa daerah untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan dalam persiapan dana

pembangunan prasarana dan sarana-sarananya harus dipertimbangkan dengan hati-

hati. Hasil dari penarikan pajak harus dapat diaplikasikan kearah perbaikan kondisi

serta fasilitas wisata.7

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

jenis pajak dibedakan mejadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

Pajak kabupaten/ kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak                                                                            7 Salah Wahab, 2003, Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 180-182

5  

  

reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak

parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung wallet, pajak bumi dan bangunan

pedesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Bahwa dengan

berlakunya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan potensi

pariwisata di Kabupaten Badung Pemerintah Kabupaten Badung membentuk

Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel (selanjutnya disebut

Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011) sebagai landasan pemungutan

pajak hotel.

Sistem pemungutan pajak daerah dapat dibagi menjadi dua. Pertama,

pemungutan pajak daerah dengan sistem official assessment yang berarti pemungutan

pajak daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan surat

ketetapan pajak daerah (selanjutnya disingkat SKPD) atau dokumen lain yang

dipersamakan dengan itu8. Kedua, pemungutan menggunakan sistem self assessment.

Sistem ini memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang.9 Wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan

sendiri pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah surat

pemberitahuan pajak daerah (selanjutnya disingkat SPTPD) untuk menghitung,

memperhitungkan, membayarkan dan melaporkan pajak yang terutang.

Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 pada Pasal 11 ayat (1)

menyatakan setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD. Jadi sistem self assessment

                                                             8 Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi)-Ed.IV, Andi, Yogyakarta (Selanjutnya disebut Y. Sri Pudyatmoko I), h.81.  

6  

  

digunakan pada Peraturan Daerah Kabupaten tersebut. Besarnya tarif pajak

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten diatas ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh

persen) dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar.

Pendapatan pajak daerah ini akan digunakan pemerintah kabupaten untuk

membiayai kepentingan umum. Landasan filosofis pemungutan pajak didasarkan atas

“Benefit Approach” atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini membenarkan

pemungutan pajak sebagai pungutan yang dapat dipaksakan. Pendekatan manfaat ini

mendasarkan suatu falsafah, oleh karena Negara menciptakan manfaat yang dapat

dinikmati seluruh warga Negara yang berdiam dalam Negara, maka Negara

berwenang memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dipaksakan. Bentuk

manfaat yang dapat dinikmati tentunya tidak dapat dibuat sendiri oleh pihak

perorangan maupun swasta seperti, kesejahteraan, pelayanan umum, perlindungan

hukum, kebebasan dan penggunaan fasilitas umum.10

Berhubungan dengan kewajiban pemerintah daerah dalam mengelola

kepariwisataan sesuai dengan Pasal 23 huruf a, b, c, d Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dapat disimpulkan pendapatan pajak hotel yang

merupakan potensi pendapatan pajak yang besar seperti di Kabupaten Badung dapat

digunakan untuk menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum serta

keselamatan kepada wisatawan, menciptakan iklim yang kondusif untuk

perkembangan usaha pariwisata, mengembangkan asset yang menjadi daya tarik

                                                             10 H. Bosari, 2004, Pengantar Hukum Pajak-Ed. Revisi, Cet 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 38

7  

  

wisata dan asset potensial yang belum tergali, dan mengendalikan kegiatan

kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi dampak negatif bagi

masyarakat luas.

Peranan pajak untuk pembangunan terlihat pada hampir setiap proyek

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah selalu disebutkan bahwa dana untuk

proyek tersebut berasal dari pajak yang telah dikumpulkan masyarakat. Jadi fungsi

budgeter pajak terpenuhi.11 Pemungutan pajak daerah hasil dari perusahaan-

perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pariwisata seperti hotel yang terdapat

di Kabupaten Badung merupakan pendapatan yang sah untuk dimanfaatkan dalam

memajukan daerah pariwisata tersebut seperti dalam pembangunan kepariwisataan.

Industri pariwisata dengan objek pajak hotel adalah pilar utama pendapatan

asli daerah beberapa pemerintah kabupaten di Bali khususnya Pemerintah Kabupaten

Badung, namun terdapat akumulasi piutang pajak hotel dari tahun pengakuan piutang

pajak hotel dalam jumlah besar di Kabupaten Badung. Data rekapitulasi piutang pajak

dan aset lain-lain menunjukkan piutang pajak hotel per 31 Desember 2012 tercatat

sebesar Rp. 89.757.743.476,08 (delapan puluh sembilan milyar tujuh ratus lima puluh

tujuh juta tujuh ratus empat puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh enam rupiah point

nol delapan sen), per 31 Desember 2013 piutang pajak hotel sebesar Rp.

84.609.330.529,43 (delapan puluh empat milyar enam ratus sembilan juta tiga ratus

tiga puluh ribu lima ratus dua puluh sembilan rupiah point empat puluh tiga sen), per

                                                             11 Richard Burton dan Wirawan B Ilyas, 2001, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, h. 7-8.

8  

  

31 Desember 2014 piutang pajak hotel sebesar Rp.88.031.316.895, 25 (delapan puluh

delapan milyar tiga puluh satu juta tiga ratus enam belas ribu delapan ratus sembilan

puluh lima rupiah point dua puluh lima sen)12

Data Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Denpasar

mencatat, beberapa wajib pajak yang mempunyai tunggakan pembayaran pajak atau

piutang pada pemerintah Kabupaten Badung antara lain Sandi Phala Hotel sebesar

Rp. 4.649.087.074,38 ( empat milyar enam ratus empat puluh sembilan juta delapan

puluh tujuh ribu tujuh puluh empat rupiah point tiga puluh delapan sen) SKK-

354/P.1.10/Gs/01/2012 tanggal 4 Januari 2012, Ramada Resor Benoa sebesar Rp.

6.571.647.850,40 (enam milyar lima ratus tujuh puluh satu juta enam ratus empat

puluh tujuh ribu delapan ratus lima puluh rupiah point empat puluh sen) SKK-

3169/P.1.10/Gs/05/2012 tanggal 16 Mei 2012 yang penyelesaiannya dilaksanakan

dengan mencicil.

Berdasarkan data piutang pajak hotel diatas, dapat disimpulkan penerimaan

pajak tidak tercapai secara maksimal. Piutang pajak hotel yang tersebut diatas

tentunya disebabkan karena adanya wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak dan

kendala-kendala dalam menambah pendapatan asli daerah (selanjutnya disingkat

PAD) dari sektor pajak hotel. Piutang pajak hotel ini muncul dapat dikarenakan

terdapat berbagai macam bentuk pelanggaran terhadap Perda Nomor 15 Tahun 2011

beserta peraturan turunannya seperti Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012

tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak                                                                           12 Bidang Pembukuan dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung 

9  

  

Hiburan Dan Pajak Penerangan Jalan, Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun

2012 Tentang Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administratif Dan

Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah, dan Peraturan Bupati

Badung Nomor 28 Tahun 2013 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran

Dan Penyetoran Pajak Daerah.

Kejahatan di bidang perpajakan terjadi dikarenakan terlanggarnya kaidah

hukum pajak. Terlanggarnya kaidah hukum pajak dapat dilakukan oleh pegawai pajak

atau pun wajib pajak ketika melakukan perbuatan atau tidak berbuat dibidang

perpajakan ketika memenuhi rumusan aturan hukum pajak.13 Contohnya wajib pajak

melakukan perbuatan pemalsuan pembukuan, tidak menyetor pajak yang telah

dipungut, tidak mendaftakan diri atau usahanya, wajib pajak tidak membayar pajak

untuk masa pajak bagi setiap jenis pajak. Perda No 15 Tahun 2011 telah

mencantumkan sanksi pidana, namun sanksi pidana tidak dimanfaatkan sebagai

sarana penegakan Perda No 15 Tahun 2011 di Kabupaten Badung.

Terkait dengan besarnya piutang Pajak Hotel di Kabupaten Badung, yang

menunjukkan penerimaan pajak yang tidak maksimal penulis sangat prihatin dengan

kondisi tersebut sehingga tertarik untuk menulis tesis dengan judul “Pelaksanaan

Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel Dalam Rangka

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung”.

                                                             13 Muhamad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar, 2011, Kejahatan di Bidang Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta, h.2.

10  

  

1.2. Rumusan Masalah:

Berkaitan dengan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang

Pajak Hotel di Kabupaten Badung?

1.2.2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya piutang pajak hotel di

Kabupaten Badung?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari

permasalahan yang dibahas maka perlulah adanya pembatasan dalam ruang lingkup

masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut:

1.3.1. Pembahasan pertama mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15

Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung.

1.3.2. Pembahasan kedua mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya

piutang pajak hotel di Kabupaten Badung.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian terkait dengan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15

Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung ada dua, yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut antara lain:

1.4.1. Tujuan Umum

1. Untuk pengembangan ilmu hukum terkait dengan science as a process.

Dengan pradigma ini ilmu akan terus berkembang di bidang Pajak Daerah

11  

  

yang diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009.

Berdasarkan Undang-undang tersebut dan peraturan Perundang-undangan

dibawahnya akan dapat dilihat bagaimana pelaksanaan dari Peraturan

Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengkaji mengenai hasil dari pelaksanaan penegakan Peraturan

Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten

Badung.

2. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi besarnya piutang pajak hotel di Kabupaten Badung.

1.5. Manfaat Penelitian:

1.5.1. Manfaat Teoritis

Penulisan tesis ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran

dalam bidang pendidikan terutama dibidang hukum pajak, khususnya pengaturan

pajak kabupaten/kota yang diatur dengan peraturan daerah.

1.5.2. Manfaat Praktis

Penulisan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan dan

prakteknya terhadap agenda penegakan Peraturan Daerah Pajak Hotel agar tidak

terjadi akumulasi piutang pajak hotel dalam jumlah besar sebagai penghambat

optimalnya pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan daerah termasuk

untuk pembiayaan kegiatan pariwisata didaerah tersebut. Penulis juga memiliki

harapan besar, tesis ini untuk memberikan pengetahuan kepada wajib pajak atas

12  

  

manfaat penting dari pajak dalam pembangunan khususnya dibidang pariwisata,

membuka ruang untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi wajib pajak dan

aparatur pajak, memberikan masukan untuk penanganan piutang pajak hotel.

1.6. Orisinalitas Tesis

Orisinalitas tesis ini dapat dilihat perbedaannya dari tesis lain yang pernah

ditulis, antara lain:

Pertama, menemukan tesis atas nama I Komang Agus Budiyasa, Pasca-

Sarjana Universitas Udayana Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis “Aspek

Hukum Pemungutan Pajak Hotel Dengan Sistem Online Pada Pemerintah Kota

Denpasar” dengan rumusan masalah:

1.Bagaimanakah pengaturan pemungutan pajak dengan sistem online Pada

Pemerintah Kota Denpasar?

2.Bagaimanakah kedudukan hukum perjanjian kerjasama pemungutan pajak

hotel dengan sistem online?

Tesis ini membahas dasar hukum pemungutan Pajak Hotel dengan sistem

online di Kota Denpasar berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan ditindaklanjuti dengan pembentukan

Peraturan Daerah Kota Denpasar No 5 Tahun 2011, disamping kesepakatan bersama

Pemerintah Kota Denpasar serta Bank Pembangunan Daerah Bali. Kedudukan hukum

perjanjian kerja sama yang dibuat diklasifikasikan sederajat dengan Peraturan

Bersama Kepala daerah.Usulan proposal penulis membahas pelaksanaan Peraturan

Daerah Nomor 15 Tahun 2011 di Kabupaten Badung tentang pajak hotel dengan

13  

  

mencari faktor-faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya pelaksanaan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tersebut.

Kedua, tesis atas nama Rona Rositawati, mahasiswi program studi Magister

Ilmu Hukum Pasca-Sarjana Universitas Diponogoro, tahun 2009, judul tesis ”Sistem

Pemungutan Pajak Daerah Dalam Era Otonomi Daerah (Studi Kasus di Kabupaten

Bogor)” dengan rumusan masalah:

1.Bagaimanakah dasar hukum pemungutan pajak daerah dalam era otonomi

daerah?

2.Bagaimanakah sistem pemungutan pajak daerah dalam era otonomi daerah?

3.Bagaimanakah konsistensi peraturan daerah yang mengatur pajak daerah

dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah?

Tesis ini membahas dasar pemungutan pajak yang harus memiliki dasar

hukum yang kuat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, Undang-

Undang 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu untuk

direvisi. Perbedaan usulan proposal tesis penulis dengan tesis ini dapat dilihat dari

pokok permasalahan yang dikaji. Usulan proposal penulis mengkaji pelaksanaan

Peraturan Daerah Kabupaten yang digunakan sebagai dasar penerimaan pajak hotel

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Ketiga, tesis atas nama Siti Choiriah, mahasiswi Program Studi Magister

Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, tahun 2009, dengan

judul tesis ”Upaya Hukum Keberatan Bagi Wajib Pajak Dalam Sengketa Pajak Di

14  

  

Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (Studi di KPP Pratama Semarang Tengah I)”

dengan rumusan masalah:

1.Bagaimanakah wajib pajak menggunakan upaya hukum keberatan dalam

sengketa pajak di bidang PBB di KPP Pratama Semarang Tengah I?

2.Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh wajib pajak di bidang PBB

dalam melakukan upaya hukum keberatan dan bagaimana upaya untuk

mengatasi hambatan tersebut?

Perbedaan usulan proposal penulis dengan tesis ini adalah tesis ini membahas

bahwa wajib pajak memiliki upaya hukum yaitu keberatan pajak sebagai bentuk

perlindungan hukum terhadapnya atas perselisihan antara wajib pajak dengan pejabat

pajak menganai besar atau jumlah pajak yang harus dibayar. Serta membahas

hambatan-hambatan yang dialami wajib pajak dalam mengajukan keberatan seperti

rumitnya prosedur permohonan dan lamanya jangka waktu penyelesaiannya. Usulan

proposal penulis memfokuskan pada pembahasan terhadap faktor-faktor penyebab

tunggakan pajak hotel dan langkah-langkah yang ditempuh Dinas Pendapatan Daerah

untuk penagihan piutang pajak tersebut.

1.7. Landasan Teori

Teori-teori hukum digunakan untuk membahas permasalahan penelitian untuk

mencapai kebenaran ilmu hukum yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran.

Penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris dalam tesis ini, dibahas dengan

menggunakan teori-teori yang relevan untuk menjawab rumusan masalah yang ada

sehingga diperoleh jawaban yang dapat memperbaiki keadaan yang ada.

15  

  

1.7.1. Teori Sistem Hukum

Menurut Lawrence Friedman hukum merupakan suatu sistem yang terdiri dari

tiga komponen yakni,14

‘…substance of law, structure of law, culture of law. Substance of law is another aspect of legal system is its substance of law. By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system. This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term.the fact that the speedlimit is fifty-five miles an hour, that burglars can be sent to prison, that”by law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar. Culture of law, by this we mean people’s attitude toward law and the legal system their beliefs, values, ideas, and expectations. In other words, it is that parts of the general culture which concerns the legal system. Legal structure, structure to be sure, is one basic and obvious element of the legal system. The structure of the system is its skeletal framework, it is the elements shape, the institusional body of the system.’ Lawrence Friedmann mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya

penegakan hukum tergantung Three Elements of Legal System diantaranya:15

a. Struktur hukum

Struktur adalah dasar dan merupakan unsur nyata dari sistem hukum. Struktur

dalam sebuah sistem adalah kerangka permanen, atau unsur tubuh dalam

sistem hukum. Struktur dalam sebuah sistem meliputi lembaga yang

diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsi.

                                                                           14 M. Lawrence Friedman, 1984, American Law-An Introduction, Stanford University, W.W. Norton and Company, New York, p.5-6                  15 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet V, Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I), h. 59 

16  

  

b. Substansi hukum

Substansi hukum adalah aturan atau norma hukum. Substansi tersusun dari

peraturan-peraturan mengenai bagaimana institusi-institusi bertindak.

c. Kultur hukum

Kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan, kebiasaan-

kebiasaan cara berfikir, cara bertindak baik dari penegak hukum maupun dari

warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan

dengan hukum.16

Teori ini penulis gunakan untuk membahas permasalahan pertama. Dalam

mewujudkan realisasi penerimaan piutang Pajak Hotel tidak saja diperlukan peraturan

perundang-undangan sebagai substansi hukum (legal substance), lembaga

pelaksananya baik itu Dispenda, Kejaksaan, Satpol PP, sebagai struktur hukum (legal

structure), tetapi juga dibutuhkan nilai-nilai atau sikap sebagai kultur hukum(legal

culture) dari seluruh wajib pajak dan petugas pajak.

Pajak hotel merupakan salah satu pajak daerah sebagai sumber penerimaan

asli daerah Kabupaten Badung terbesar yang perlu ditingkatkan untuk melaksanakan

pembangunan di wilayah Kabupaten Badung dengan kemampuan sendiri berdasarkan

prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran wajib pajak dan subjek pajak di bidang

pajak hotel harus didukung peningkatan peran aktif serta pemahaman hak dan

kewajiban dalam melaksanakan Peraturan Daerah.

                                                             16 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (LegisPrudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 204

17  

  

1.7.2. Asas The Four Maxims

Adam Smiths mengemukakan asas-asas pedoman pemungutan pajak yang

disebut sebagai The four maxims atau four canons taxation sebagai berikut:

a. Penekanan pada asas equality. Negara tidak diperbolehkan mengadakan

diskriminasi terhadap wajib pajak. Dalam keadaan sama wajib pajak harus

dikenakan pajak yang sama pula.

b. Harus ada kepastian atau certain mengenai subjek pajak, objek pajak,

ketentuan mengenai waktu pembayarannya.

c. Teknik convenience of payment menetapkan pajak hendaknya dipungut

pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak.

d. Pemungutan pajak dilaksanakan sehemat-hematnya17

Asas-asas ini penulis gunakan untuk mengkaji rumusan masalah pertama.

Asas equity, berdasarkan asas ini dapat dikaji apakah Dispenda Kabupaten Badung

sebagai pihak yang diberi kewenangan dalam menerima pungutan pajak daerah dari

wajib pajak yang berdasarkan sistem self assesment sudah mendata dan mendaftarkan

setiap calon wajib pajak yang memiliki potensi sebagai wajib pajak hotel tanpa

adanya diskriminasi. Asas certainty akan menjawab apakah sudah ada kepastian

dalam tata cara pemungutan pajak arti pasti apa yang disebut sebagai objek pajak

hotel , siapa yang termasuk subjek hotel, kepastian berapa jumlah tarif pajak hotel,

dan hak-hak serta jaminan hukum yang diperoleh wajib pajak. Penerimaan dari

                                                                        17 R Santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Hukum Pajak Cet I-Ed IV, PT. Refika Aditama, Bandung , h. 27-28

18  

  

pemungutan pajak di Kabupaten Badung, harus lebih besar daripada biaya-biaya

untuk mendukung pemungutan pajak untuk optimalisasi pendapatan pajak sehingga

terdapat efisiensi. Keempat kaedah Adam Smith ini dapat digunakan untuk menjawab

pelaksanaan Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel.

1.7.3. Kebijakan Penanggulangan Kejahatan

Kejahatan adalah tindakan yang dapat dikenakan hukuman oleh hukum

pidana. Kejahatan dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang secara hukum dilarang

oleh Negara.18 Penentuan suatu perbuatan sebagai kejahatan dalam suatu peraturan

perundang-undangan berkaitan erat dengan proses pembuatan kebijakan dalam

menentukan sebuah perbuatan sebagai delik. Dalam membuat atau merumuskan suatu

kebijakan banyak faktor yang berpengaruh, sehingga harus diantisipasi sehingga

dalam implementasinya dapat berjalan dengan mudah. Kebijakan penggunaan hukum

pidana merupakan upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial atau penggunaan

hukum pidana sebagai sarana untuk melindungi kepentingan dan nilai-nilai sosial

tertentu dalam mencapai kesejahteraan sosial.

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan

kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini tidak terlepas

dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari upaya untuk

perlindungan masyarakat dan upaya untuk kesejahteraan sosial sebagai tujuan dari

kebijakan kriminal dengan sarana hukum pidana.

                                                             18Arief Amrullah, 2006, Kejahatan Korporasi, Malang, Banyumedia, h. 2-3

19  

  

Menurut Sudarto ada tiga arti mengenai kebijakan/politik kriminal, yaitu:19

a. Kebijakan kriminal dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan

yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang

bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat

b. Dalam arti luas, kebijakan kriminal merupakan keseluruhan fungsi dari

aparatur penegak hukum termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan

dan polisi

c. Dalam arti sempit, kebijakan kriminal adalah keseluruhan asas dan metode

yang menjadi dasar reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa

pidana

Ada 2 (dua) bentuk upaya penanggulangan kejahatan melalui sistem peradilan

pidana yaitu upaya “non penal” yang menekankan pada faktor penyebab terjadinya

kejahatan dan upaya “penal” yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-

undangan pidana. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan

pendekatan integral dengan memperhatikan keseimbangan sarana penal dan non

penal. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan

penal enforcement policy yang operasionalisasinya dengan beberapa tahap seperti

formulasi, aplikasi dan eksekusi. Dengan adanya tahap formulasi penanggulangan

kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga aparat legislatif

sebagai pembuat hukum yang memiliki kewenangan strategis dari upaya

                                                             19Marwan Effendy, 2014, Teori Hukum Dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan Dan Harmonisasi Hukum Pidana, Jakarta, Gaung Persada Press Group, h. 225-226

20  

  

penanggulangan kejahatan melalui penal policy. Kesalahan/kelemahan kebijakan

legislatif merupakan kesalahan strategis yang berdampak pada terhambatnya upaya

pencegahan dan penanggunlangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.20

Kebijakan kriminal dengan penggunaan sarana penal artinya menggunakan hukum

pidana sebagai sarana untuk penanggulangan kejahatan.21 Sanksi pidana merupakan

sarana agar wajib pajak memenuhi kewajibannya membayar pajak. Sanksi pidana

dapat memberikan ancaman penderitaan kepada wajib pajak yang melanggar dan

diharapkan memberikan efek jera kepada pelanggar Perda.

Hukum pidana memiliki fungsi memerangi kejahatan sebagai suatu gejala

masyarakat. Pidana merupakan alat yang paling ampuh untuk memerangi kejahatan

namun pidana bukan satu-satunya alat, sehingga pidana harus diterapkan dalam

kombinasi dengan tindakan-tindakan preventif.22 Kejahatan merupakan fenomena

sosial yang dinamis oleh karenanya penanganannya tidak hanya dengan upaya penal

tetapi juga harus menggunakan upaya non penal. Upaya penanggulangan kejahatan

dengan menggunakan jalur non penal bersifat sebagai upaya pencegahan kejahatan

(preventif) yang memiliki sasaran untuk menangani faktor-faktor penyebab terjadinya

kejahatan yang berkaitan dengan langkah upaya teknis pencegahan.

                                                                        20 Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, h. 74. 21Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, h. 149

22 J.M. Van Bemmelen, 1987, Hukum Pidana I, Hukum Materil Bagian Umum, Bina Cipta, Jakarta, h.13-14 

21  

  

Upaya pencegahan ini dianggap sebagai upaya strategis dan memegang peran

penting, dan dianggap lebih menjanjikan keberhasilan daripada merupakan langkah

represif.

‘criminal policy in many countries has turned towards developing preventive measures to prevent and reduce crime, which are much cheaper than the costs of providing police forces, courts and prisons and would appear to hold out more promise of success in combating the broadened to include agencies and individuals outside the criminal justice system. Crime has become a common public concern and its prevention is no longer seen as the exclusive province of the specialists, althought the relationship between crime prevention and the criminal justice system remains complex and diverse’.23

Upaya non penal sebagai upaya pencegahan kejahatan pada intinya untuk

menghapuskan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya kejahatan atau penanganan

masalah-masalah yang secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan

kejahatan. Penulis menggunakan kebijakan penanggulangan ini untuk membahas

rumusan masalah kedua. Dispenda Kabupaten Badung dalam optimalisasi pendapatan

daerah dari sektor pajak termasuk dalam menanggulangi tunggakan pajak

menggunakan sarana nonpenal yang bersifat preventif atau kebijakan penal yang

bersifat represif atau pendekatan integral dengan keseimbangan penal dan non penal.

1.7.4. Konsep Penegakan Hukum

Pajak daerah `merupakan sumber pemasukan atau pendapatan daerah utama

yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat.

Namun terdapat hambatan dalam pemungutan pajak seperti sulitnya wajib pajak

untuk membayar pajak yang merupakan suatu permasalahan tersendiri.                                                                           23John Graham, 1990, Crime Prevention, Strategies in Europe and Morth Amerika, Helsimki, Heuni, h.7

22  

  

Penegakan hukum merupakan serangkaian aktivitas, upaya, dan tindakan

melalui organisasi berbagai istrumen untuk mewujudkan apa yang dicita-citakannoleh

penyusun hukum atau undang-undang tersebut.24Di dalam pengertian penegakan

hukum tersebut juga termasuk sosialisasi, pendidikan, penyuluhan serta bimbingan

agar pembayar pajak dapat mengikuti dan mematuhi undang-undnag perpajakan

sesuai dengan yang dicita-citakan oleh peraturang perundang-undangan di bidang

perpajakan.

Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum adalah:

1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup25

Pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah oleh fiskus dan peran wajib pajak

dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan

sangat diharapkan. Dalam kenyataan yang ditemui dilapangan masih ditemuinya dan

ditargetkannya penerimaan piutang pajak hotel sebagai akibat tidak dilunasinya utang

pajak sebagaimana mestinya. Perkembangannya jumlah tunggakan pajak dari waktu

ke waktu semakin besar jumlahnya karena tidak diimbangi dengan tindakan-tindakan

                                                                         24 Jusuf Anwar, 2005, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Alumni, Bandung, h.33              25 Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), h. 8

23  

  

pencairannya, meskipun secara umum penerimaan di bidang pajak hotel semakin

meningkat.

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011

tentang Pajak Hotel, disebutkan bahwa utang pajak atau pajak yang terutang adalah

pajak yang harus dibayar dalam masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan daerah. Masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu)

bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling

lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung,

menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.

Terhadap tunggakan pajak hotel perlu dilaksanakan penagihan pajak yang

memiliki kekuatan hukum memaksa karena kepatuhan wajib pajak untuk membayar

pajak merupakan potensi utama dalam upaya pencairan tunggakan pajak hotel.

Dengan demikian pengkajian terhadap kelima faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 sangat perlu mendapat

perhatian.

Kelima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam hal ini Peraturan

Daerah Nomor 15 tahun 2011 tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung tersebut

diatas saling berkaitan, karena merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan

hukum dan esensi dari penegakan hukum.

24  

  

1.8. Kerangka Berpikir

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011

TENTANG PAJAK HOTEL DALAM RANGKA MENINGKATKAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN BADUNG

Gambar 1: Kerangka Berpikir

25  

  

1.9. Metode Penelitian

Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data maupun

informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah mempunyai

susunan yang sistematis dan konsisten. Van Peursen menerjemahkan pengertian

metode sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian

berlangsung menurut suatu rencana tertentu.26

1.9.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah yuridis

empiris. Salah satu ciri penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris beranjak dari

adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori

atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan realita

pelaksanaannya dilapangan.27

1.9.2. Sifat Penelitian

Penelitian ini lebih mengarah kepada penelitian deskriptif yakni penelitian

secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk

menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam

masyarakat.28 Penulis bermaksud mendeskripsikan dan menggambarkan pelaksanaan

                                                             26 Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang, h.26. 27 Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis, 2013, Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, h. 52. 28 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43.

26  

  

Peraturan Daerah Pajak Hotel terkait dengan penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten

Badung.

1.9.3. Data dan Sumber data

Dalam penulisan tesis pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer dan diperoleh dari

bahan-bahan pustaka dinamakan data sekunder.29 Adapun data yang dipergunakan

dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber, yaitu:

1. Data Primer adalah data yang bersumber dari suatu penelitian

lapangan, yaitu suatu data yang diperoleh dari informan sebagai

sumber dilapangan.30 Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari

lapangan dalam hal ini penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan

Daerah Kabupaten Badung, Hotel di Kabupaten Badung, Dinas

Pariwisata Kabupaten Badung, Kejaksaan Negeri Denpasar, Satuan

Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung.

2. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang bersumber dari

penelitian kepustakaan (library research) yaitu dalam bentuk bahan-

bahan hukum.31 Bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder :

                                                             29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 12.   30 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 102 31 Ibid

27  

  

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat

kepada masyarakat, dan terdiri dari 32:

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia:

- Undang-Undang Dasar 1945

-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah

-Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011

tentang Pajak Hotel

-Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012 Tentang

Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan Dan Pajak Penerangan Jalan

-Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 Tentang

Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi

Administratif Dan Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan

Pajak Daerah

Bahan atau sumber hukum sekunder yaitu bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku

                                                                                                                                                                           32 Amirudin dan H Zainal Asikin,1994, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 31.

28  

  

buku hukum, termasuk tesis, jurnal-jurnal hukum, pendapat para

sarjana dan para ahli hukum, dan bahan-bahan pendukung lainnya.33

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder seperti kamus hukum, dan artikel-artikel yang terdapat di

internet yang memuat tentang hal-hal yang berhubungan dengan

hukum pajak khususnya.

1.9.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tesis ini

yaitu :

1. Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen adalah teknik awal yang digunakan dalam setiap

penelitian ilmu hukum termasuk penelitian dengan aspek empiris karena

penelitian ilmu hukum selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen

dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan

penelitian. Untuk menunjang penulisan penelitian ini pengumpulan bahan-

bahan hukum diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku,

jurnal, surat kabar, berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas.

                                                             33 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 155

29  

  

2. Teknik Wawancara (Interview)

Wawancara adalah suatu pembicaraan yang diarahkan pada suatu

masalah tertentu atau lebih berhadapan secara fisik dengan mengajukan daftar

pertanyaan yang diajukan secara sistematis.34 Dalam hal ini, penulis

mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk berwawancara kepada informan

di tempat terkait dengan penelitian.

1.9.5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Penentuan populasi dan sampel penelitian yang tepat sangat penting artinya

dalam suatu penelitian. Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri

yang sama. Populasi dapat berupa orang, benda, kasus-kasus dengan sifat atau ciri

yang sama.35 Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Teknik

penentuan sampel yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teknik non

probability sampling, yaitu peneliti memiliki peran yang sangat besar untuk

menentukan dan mengambil sampelnya36. Bentuk non probability yang digunakan

dalam penulisan tesis ini yaitu purposive sampling. Penarikan sampel dilakukan

berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti,

yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa

sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang

                                                                         34 Amirudin dan H Zainal Asikin, op.cit., h. 82              35 Bambang Sunggono, 2013, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h.118 36 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 87.

30  

  

merupakan ciri utama dari populasinya. Artinya, ciri-ciri sampel dimaksud telah

dikenal sebelumnya.37

1.9.6. Pengolahan dan Analisis Data

Apabila keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui

studi kepustakaan ataupun dengan wawancara, kemudian mengolah dan menganalisis

secara kualitatif, yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan

dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis.38 Maksudnya

data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan teori

yang terdapat pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan tesis ini.

                                                             37 Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, h. 84. 38Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika Offset, Jakarta, h.104.