bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu genre sastra berbentuk prosa. Dilihat dari bentuk fisiknya, Stanton (2007:75) mengemukakan perbedaan cerpen dan novel terletak pada panjangnya atau jumlah kata-kata yang digunakan dalam cerita. Akan tetapi, mengenai ukuran panjang pendek suatu cerita tidak terdapat aturan yang pasti (Nurgiyantoro, 2000:101). Cerpen merupakan karya sastra yang digemari dalam dunia kesusastraan Indonesia setelah Perang Dunia II. Hampir setiap majalah, baik majalah sastra maupun majalah nonsastra memuat cerpen atau memberikan ruang untuk tempat cerpen. Dalam lembaran majalah, muncul para pengarang baru yang memberikan semangat bagi dunia kesusastraan Indonesia. Dalam memuat cerpen, pihak majalah membatasi jumlah halaman sehingga disebut sebagai cerita pendek. Cerpen Indonesia dimulai dengan kemunculan M. Kasim dan Suman H.S. dalam cerpen “Selendang Terbang”. Corak dan sifat cerita pendek M. Kasim dan Suman H.S tersebut lebih mengungkapkan sebuah kelucuan sebagai persambungan cerita-cerita lucu dari daerah. Kemudian, cerita pendek berkembang menjadi cerita yang mengungkapkan kelucuan dan dipakai untuk membahas persoalan kehidupan yang luas. Pada zaman Pujangga Baru, bentuk cerita pendek belum diakui sebagai pernyataan sastra (Pradopo, 2008:56). Cerpen- cerpen yang pernah terbit di Kompas sepanjang kurun 19801990 dijadikan

Upload: truonganh

Post on 17-Sep-2018

256 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu genre sastra berbentuk prosa.

Dilihat dari bentuk fisiknya, Stanton (2007:75) mengemukakan perbedaan cerpen

dan novel terletak pada panjangnya atau jumlah kata-kata yang digunakan dalam

cerita. Akan tetapi, mengenai ukuran panjang pendek suatu cerita tidak terdapat

aturan yang pasti (Nurgiyantoro, 2000:101). Cerpen merupakan karya sastra yang

digemari dalam dunia kesusastraan Indonesia setelah Perang Dunia II. Hampir

setiap majalah, baik majalah sastra maupun majalah nonsastra memuat cerpen

atau memberikan ruang untuk tempat cerpen. Dalam lembaran majalah, muncul

para pengarang baru yang memberikan semangat bagi dunia kesusastraan

Indonesia. Dalam memuat cerpen, pihak majalah membatasi jumlah halaman

sehingga disebut sebagai cerita pendek.

Cerpen Indonesia dimulai dengan kemunculan M. Kasim dan Suman

H.S. dalam cerpen “Selendang Terbang”. Corak dan sifat cerita pendek M. Kasim

dan Suman H.S tersebut lebih mengungkapkan sebuah kelucuan sebagai

persambungan cerita-cerita lucu dari daerah. Kemudian, cerita pendek

berkembang menjadi cerita yang mengungkapkan kelucuan dan dipakai untuk

membahas persoalan kehidupan yang luas. Pada zaman Pujangga Baru, bentuk

cerita pendek belum diakui sebagai pernyataan sastra (Pradopo, 2008:56). Cerpen-

cerpen yang pernah terbit di Kompas sepanjang kurun 1980–1990 dijadikan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

2

sebagai tolok ukur untuk melihat perkembangan dan pencapaian estetis cerpen-

cerpen pada periode itu. Nirwan Dewanto dalam salah satu situs blog

(http://www.cerpen_pilihan_kompas.com) menyatakan bahwa pada periode

tersebut Kompas menjadi media yang cukup penting dalam membahas

pertumbuhan cerpen. Pada periode selanjutnya, Kompas menjadi media bagi para

penulis yang banyak memberikan pengaruh pada pertumbuhan cerpen, seperti

Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, Radhar Panca Dahana, Danarto, Djenar

Maesa Ayu, Puthut EA dan Agus Noor.

Agus Noor adalah salah satu penulis yang banyak menyumbang

karyanya pada Kompas. Agus Noor merupakan cerpenis penting dalam khazanah

sastra kontemporer Indonesia yang telah menulis banyak prosa, cerpen, naskah

lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi dan

terkadang satir. Beberapa buku kumpulan cerpen yang telah ditulis Agus Noor

yaitu Bapak Presiden yang Terhormat (1999), Memorabilia (2000), Selingkuh Itu

Indah (2001), Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia) (2004), Matinya Toekang

Kritik (2006), dan Potongan Cerita di Kartu Pos (2006). Karya-karya Agus Noor

yang berupa cerpen banyak terhimpun dalam beberapa media cetak, antara lain

Lampor (Cerpen Pilihan Kompas, 1994), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia

(Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), Jl. Asmaradana (Cerpen

Pilihan Kompas, 2005), Pemburu ke Tapoetik (Majelis Sastra Asia Tenggara dan

Pusat Bahasa, 2005), Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika), 20 Cerpen

Indonesia Terbaik 2008 (Buku Pena Kencana), dan Ripin (Cerpen Kompas

Pilihan, 2007).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

3

Agus Noor merupakan salah satu pengarang cerpen yang banyak

mendapatkan penghargaan pada karya-karyanya. Tahun 1991, Agus Noor menjadi

juara 1 pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksimnas) 1 dan menerima

penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Ia

juga mendapatkan sertifikat Anugerah Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian

Jakarta tahun 1992 untuk tiga cerpennya Keluarga Bahagia, Dzikir Sebutir Peluru

dan Tak Ada Mawar di Jalan Raya, sedangkan cerpen yang berjudul Pemburu

(2005) oleh majalah sastra Horison dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik

yang pernah terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990–2000. Cerpen Piknik

masuk dalam Anugerah Kebudayaan 2006 Departemen Seni dan Budaya untuk

kategori cerpen. Melalui penghargaan-penghargaan tersebut, karya-karya Agus

Noor menjadi karya yang patut dipertimbangkan sebagai objek penelitian sastra.

Selain cerpen-cerpen yang disebutkan, Agus Noor menerbitkan buku

kumpulan cerpen terbaiknya yang berjudul Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia

(2010) dan buku kumpulan puisi yang berjudul Ciuman yang menyelamatkan dari

kesedihan (2012). Buku kumpulan cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia

merupakan karya Agus Noor yang beberapa di antaranya pernah dimuat dalam

Cerpen Pilihan Kompas dan Pena Kencana. Buku kumpulan cerpen tersebut berisi

sembilan cerpen, yaitu “Empat Cerita Buat Cinta”, “Kartu Pos Dari Surga”,

“Permen”, “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, “20 Keping Puzzle Cerita”,

“Cerita yang Menetes Dari Pohon Natal”, “Episode”, “Variasi bagi Kematian

yang Seksi”, dan “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”. Cerpen “Sepotong Bibir

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

4

Paling Indah di Dunia” dijadikan sebagai judul buku kumpulan cerpen oleh Agus

Noor sehingga membuat cerpen ini tampak begitu penting kedudukannya.

Cerpen yang berjudul “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”

mengandung retorika Agus Noor yang dominan pada gaya bahasa personifikasi.

Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati

atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat

kemanusiaan. Personifikasi merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang

mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia

(Keraf, 2000:140). Gaya bahasa personifikasi dalam cerpen ini digunakan untuk

menceritakan perilaku tokoh utama, yaitu sepotong bibir. Melalui gaya bahasa

personifikasi, Perilaku sepotong bibir dalam cerpen diketahui merujuk pada suatu

tokoh penguasa. Selain itu, dominasi gaya bahasa personifikasi dalam cerpen

“Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dimaksudkan untuk menimbulkan kesan-

kesan parodi. Kesan parodi bertujuan sebagai ungkapan sindiran atas politik dan

kekuasaan pemimpin Indonesia. Kesan-kesan parodi dalam cerpen ini

digabungkan oleh Agus Noor dengan memunculkan sebuah estetika kekerasan.

Perlu diketahui bahwa gaya bercerita Agus Noor memiliki ciri khas pada cerita-

cerita yang mengandung estetika kekerasan dalam setiap karya-karyanya.

Kata estetika (Soemanto, 1999: 1-15) memiliki arti kepekaan terhadap

seni dan keindahan. Kata kekerasan memiliki arti perbuatan seseorang atau

kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain. Secara

umum, pengertian estetika kekerasan adalah kepekaan terhadap keindahan

perilaku yang menyebabkan kerusakan. Konvensi estetika kekerasan memiliki

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

5

akar yang cukup lama dalam sastra Indonesia. Sejak Rendra, bahkan Chairil

Anwar sebelumnya telah menggunakan hal-hal yang menjijikan sebagai simbol

estetika kekerasan dalam karya-karyanya. Pada cerpen-cerpen Agus Noor, Hal-hal

yang menjijikkan berkedudukan sebagai foreground, bahkan sebagai pusat

perhatian. Dalam cerpen”Sepotong Bibir Paling Indah di dunia”, hal-hal yang

berupa darah dan penyiksaan dibuat menjadi sesuatu yang menarik minat

pembaca untuk menikmati cerita. Estetika kekerasan dalam cerpen tersebut

merupakan estetika kekerasan yang bersifat simbolis. Batasan estetika kekerasan

secara simbolis dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di dunia” adalah

eksplorasi pada ungkapan penyiksaan, seperti bibir yang dipotong, bekas sayatan,

dan darah yang diceritakan dengan menggunakan diksi.

Keistimewaan lain dari cerpen ini, yaitu ditemukan adanya inisial SGA

yang merujuk pada nama Seno Gumira Ajidharma sehingga diyakini bahwa

cerpen ini merupakan bentuk apresiasi penuh terhadap karya Seno Gumira

Ajidarma. Hal ini dibuktikan dengan munculnya tokoh pada cerpen “Sepotong

Bibir Paling Indah di Dunia” yang terinspirasi oleh tokoh kumpulan cerpen

Sepotong Senja Untuk Pacarku dan Dunia Sukab karya Seno Gumira Ajidharma.

Tokoh-tokoh tersebut adalah Sukab, Alina, dan Maneka. Dalam teks cerpen

“Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, tokoh baru dimunculkan dan

disandingkan dengan tokoh-tokoh inspirasi SGA. Tokoh baru tersebut adalah

sepotong bibir yang merujuk pada tokoh penguasa. Tokoh penguasa tersebut

direpresentasikan sebagai penguasa yang memiliki politik dan kekuasan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

6

Kekuasaan (Suryana, 2007:1) adalah kemampuan seseorang atau suatu

kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai

dengan keinginan dari pemilik kekuasaan. Politik merupakan konstruksi sosial

yang terbentuk akibat dari adanya kekuasaan tersebut. Kekuasaan politik adalah

kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik

terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang

kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan dan politik adalah satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan. Sumber kekuasaan tidak didapat dari kekuatan yang transenden,

tetapi berada dalam diri manusia, yaitu kehendak (will). Institusi kekuasaan dan

politik (bukan sekedar pengertian kekuasaan yang muncul pada karakteristik

individu, melainkan kekuasaan kedudukan yang melekat dalam jabatan) dapat

dipandang sebagai variabel struktural yang memiliki dampak menentukan

kehidupan atau budaya organisasi. Politik dan kekuasaan sebagai tema besar

cerpen ini berhubungan dengan delapan cerpen lain yang terdapat dalam buku

kumpulan cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. Delapan cerpen tersebut

menceritakan tentang dampak-dampak atas politik dan kekuasaan pemimpin

Indonesia. Pada cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, penyebab utama

dari dampak-dampak tersebut diceritakan.

Sindiran mengenai politik dan kekuasaan pemimpin Indonesia yang

terdapat dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” diceritakan dengan

menggunakan simbol-simbol yang saling berhubungan. Menurut Pierce

(Budiman, 1999:108), simbol merupakan salah satu jenis tanda yang bersifat

arbitrer dan konvensional. Berdasarkan pengertian ini, simbol merupakan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

7

ekuivalen dari pengertian Saussure tentang tanda. Tanda (simbol) yang banyak

terdapat dalam cerpen diungkapkan maknanya menggunakan teori-teori yang

berhubungan dengan analisis tanda. Simbol-simbol tersebut merupakan sarana

dalam menciptakan cerita yang dramatis dan memiliki nilai estetis mengenai

permasalahan politik dan kekuasaan dalam cerpen ini.

Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan teori semiotik. Teori semiotik

Roland Barthes dipilih sebagai objek formal dalam penelitian ini. Teori tersebut

dipilih untuk menganalisis cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” karena

menjangkau secara detail keragaman makna yang terdapat dalam teks dengan

memotong teks menjadi beberapa leksia sehingga tidak ada satu pun tanda yang

terlewat dalam proses menganalisis cerpen tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, ditemukan beberapa masalah yang

akan dikaji. Beberapa masalah yang ditemukan adalah sebagai berikut.

1.2.1 Leksia-leksia politik dan kekuasaan dalam cerpen “Sepotong Bibir

Paling Indah di Dunia”.

1.2.2 Devagasi keragaman makna politik dan kekuasaan dalam cerpen

“Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” ini mempunyai

dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dalam

penelitian ini mencakup pada dua hal, yang pertama yaitu menganalisis leksia-

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

8

leksia politik dan kekuasaan cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dan

devagasi keragaman makna politik dan kekuasaan cerpen “Sepotong Bibir Paling

Indah di Dunia” dengan menggunakan teori semiotik lima kode Roland barthes.

Penggunaan teori tersebut secara garis besar yaitu untuk mengetahui tafsir dari

keragaman makna politik dan kekuasaan yang ingin diungkapkan dalam cerpen

ini. Tujuan praktis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan wawasan kepada

pembaca untuk memahami ataupun menerapkan teori dan metode semiotik lima

kode Roland Barthes dalam melakukan penafsiran terhadap teks sastra.

1.4 Tinjauan Pustaka

Terdapat dua penelitian yang menggunakan cerpen “Sepotong Bibir

Paling Indah di Dunia” karya Agus Noor sebagai objek penelitian. Penelitian

pertama adalah skripsi milik Niken Sarasvati Devi pada tahun 2012 dari Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta skripsi

tersebut berjudul “Kajian Semiotik dan Nilai Pendidikan Kumpulan Cerpen

Sepotong Bibir Paling Indah Di Dunia Karya Agus Noor”. Skripsi ini lebih

menitikberatkan pada deskripsi dan identifikasi nilai-nilai pendidikan dengan

menggunakan teknik pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Hasil penelitian

skripsi ini adalah terdapat beberapa nilai yang terkandung pada Kumpulan Cerpen

Sepotong Bibir Paling Indah Di Dunia yaitu nilai agama, nilai sosial, nilai moral,

dan nilai estetis (http://dglib.uns.ac.id/).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

9

Penelitian kedua adalah skripsi milik Rayi Purikawati Suhari Putri dari

jurusan Sastra Indonesia UNAIR pada tahun 2012. Penelitian ini berjudul

“Fantastik Marvellous dan Pengembangan Makna Kelima Cerpen Sepotong Bibir

Paling Indah di Dunia Karya Agus Noor” yang meneliti hubungan antar teks dan

struktur fantastik yang meliputi narator, tokoh dan waktu serta kejadian-kejadian

aneh dalam cerpen “Sepotong Bibir paling Indah di Dunia” karya Agus Noor.

Penelitian tersebut menggunakan analisis teori hermeneutik yaitu teknik

pembacaan berulang-ulang. Selain kedua penelitian itu, tidak ada penelitian

khusus terhadap cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” karya Agus Noor

dengan menggunakan teori lima kode Barthes (http://www.unair.ac.id).

Penelitian lain terhadap karya Agus Noor adalah skripsi milik Inayatur

Rosidah jurusan Sastra Indonesia UNAIR pada tahun 2012

(http://www.unair.ac.id) yang berjudul “Cerpen-cerpen Agus Noor dalam

Kumpulan Cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos: Kajian Struktur Fantastik dan

Makna”. Penelitian ini menganalisis struktur fantastik cerpen-cerpen dengan

memanfaatkan teori fantastik Todorov sehingga dapat diketahui bahwa Kumpulan

cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos dapat dikelompokkan dalam genre dan

subgenre fantastik, yaitu marvellous, fantastik marvellous, fantastik murni,

fantastik uncanny dan uncanny .

Selain penelitian-penelitian skripsi mengenai karya Agus Noor,

ditemukan juga beberapa artikel yang membahas tentang karya-karya Agus Noor,

di antaranya artikel yang berjudul “Relasi Kekuasaan dalam Tiga Cerita Satu

Tema”. Analisis terhadap karya Agus Noor ini dilakukan oleh mahasiswa FIB UI

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

10

pada tahun 2009 dengan menggunakan teori Michel Foucault. Tulisan ini

merupakan pembahasan cerpen Agus Noor “Tiga Cerita Satu Tema”. Cerpen

tersebut adalah salah satu cerpen yang termuat dalam kumpulan cerpen berjudul

Potongan Cerita di Kartu Pos (2006). Artikel ini membahas mengenai relasi

kekuasaan melalui analisis wacana yang didasarkan kepada relasi pengetahuan

dan kekuasaan Michel Foucault. Artikel yang kedua ditulis oleh Prof. Dr. Bakdi

Soemanto, S.U. berjudul “Perhaps Only Those Horrible Thing Would Be Of

Memorabilia”. Artikel ini membicarakan tentang estetika kekerasan Agus Noor

dalam lima belas cerpennya yang terdapat pada buku kumpulan cerpen

Memorabilia (2000) (http://cabiklurik.blogspot.com).

Banyak penelitian lain dengan menggunakan kajian teori yang sama yaitu

teori semiotik Roland Barthes. Beberapa penelitian menggunakan teori semiotik

Roland Barthes sebagai alat analisis adalah penelitian skripsi milik Rahmad

Widada (UGM, 1999) berjudul “Menyimak Suara-Suara terpendam: Analisis

Semiotika Roland Barthesian Cerpen Dilarang Menyanyi Di Kamar Mandi”.

Skripsi tersebut meneliti konsep intertekstualitas teks dan melakukan penafsiran

atas makna dan gaya parodi yang dihadirkan oleh pengarang dalam cerpen

tersebut, yaitu berasal dari ideologi seni dan politik totalitarianisme.

Skripsi Bambang Barohmad (UGM, 2004) yang berjudul “Keberagaman

Makna Dalam Cerpen Kematian Paman Gober Karya Seno Gumira Ajidharma:

Analisis Semiotika Roland Barthes”. Hasil penelitian tersebut adalah

keberagaman makna dari cerpen “Kematian Paman Gober” dan konsep

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

11

intertekstualitas, akibat adanya perlintasan kode estetika, antara estetika komik

dan estetika sastra (cerpen).

Rahma Karyani (UGM, 2009) meneliti untuk skripsinya yang berjudul

“Cerpen Bulan karya Budi Darma: Analisis Semiotika Roland Barthes”.

Penelitian ini memperoleh makna-makna dari representasi bulan sebagai

gambaran yang telah diciptakan manusia yaitu persoalan religius. Dalam skripsi

milik Satriya Ardhi Nugraha (UGM, 2004) yang berjudul “Analisis Struktural

Semiotika Novel Kalau Ta’ Oentoeng Karya Selasih”, peneliti mengungkap

makna yang terkandung dalam isi keseluruhan cerita melalui hubungan

antarunsurnya, yaitu sebuah gejala sosial dan percintaan masyarakat marginal.

Dalam skripsi milik Seman (UGM, 2005) yang berjudul “Analisis

Struktural-Semiotik Model Stanton dan Barthes Novel Katak Hendak Jadi Lembu

Karya Nur Sutan Iskandar” disimpulkan bahwa dalam novel KJHL terdapat bias-

bias dari berbagai pengetahuan, pemahaman, dan cara pandang manusia terhadap

kehidupan. Ada pengetahuan yang menunjuk pada agama, moral, adat dan

kebiasaan serta kejiwaan tokoh yang dihubungkan dengan kode-kode budaya

Barthes.

Selanjutnya skripsi milik Zainal Arifin (UGM,2013) yang berjudul

“Cerpen Politik Warung Kopi Karya A.A Navis: Kajian Semiotik Roland

Barthes”. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk-bentuk simbol yang ada

pada cerpen “Politik Warung Kopi” dan menentukan makna melalui penjabaran

leksia dengan lima kode Barthes. Hasil dari penelitian ini adalah cerpen “Politik

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

12

Warung Kopi” memiliki narasi yang tersembunyi dalam teks dan tema besar

sebagai pusat penceritaan yaitu kritik terhadap pemerintah.

Thesis milik Sunahrowi (UGM, 2008) mahasiswa program pascasarjana

yang berjudul “Individualitas dan Absurditas Manusia Dalam Roman L’étranger

Karya Albert Camus: Kajian Semiotika Roland Barthes. Penelitian ini bermaksud

mengkaji sisi individualitas dan absurditas manusia dalam kehidupan

bermasyarakat dengan menggunakan teori semiotika lima kode. Penelitian ini

menyoroti sisi individualitas dan absurditas manusia yang ditampilkan dalam

roman L’étranger. L’étranger sebagai roman beraliran eksistensialisme

memerlukan berbagai langkah dalam melakukan pembacaan untuk menemukan

makna dan tema individualitas dan absurditas manusia.

Thesis milik Wahyu Handayani Setyaningsih (UGM, 2012) mahasiswa

program pascasarjana yang berjudul “Keterasingan Dalam Afuta Daku Karya

Haruki Murakami: Kajian Semiotika Roland Barthes. Penelitian ini bertujuan

untuk mengungkap bentuk-bentuk keterasingan dan makna dalam novel Afuta

daku karya Haruki Murakami dengan menggunakan leksia dan lima kode Barthes.

Hasil dari penelitian ini adalah Novel Afuta Daku merupakan produk budaya

modern yang menggambarkan kehidupan modern Jepang saat ini. Novel tersebut

juga memiliki simbol-simbol budaya dan modernitas gaya hidup tokoh-tokoh

yang terdapat di dalamnya. Keterasingan adalah hal yang menjadi suatu bentuk

negoisasi dalam kehidupan sehari-hari untuk bertahan hidup.

Berdasarkan uraian tersebut, belum pernah ditemukan sebuah penelitian

cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dengan menggunakan teori

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

13

semiotik lima kode Roland Barthes. Selain itu, cerpen ini memuat penciptaan

tentang ide dan beberapa gagasan baru Agus Noor melalui teks cerpen yang

diperbaharuinya dari teks cerpen lama karya SGA. Melalui simbol-simbol yang

terdapat dalam ciri dan karakteristik bahasanya, cerpen ini merupakan cerpen

yang tepat untuk dianalisis dengan menggunakan teori semiotik Roland Barthes.

Penelitian ini tidak mencantumkan sebuah analisis interteks karena penelitian

cerpen tersebut lebih memusatkan pada ragam simbol. Meskipun setiap teks pada

dasarnya adalah interteks, akan tetapi teks-teks lain hadir dalam kadar yang

beragam. Hal tersebut terjadi karena bahasa selalu memiliki sifat yang

konvensional. Keragaman makna di dalam karya sastra merupakan suatu kualitas

yang dibangun karena ketidakterbatasan sistem bahasa. Oleh karena itu, karya

sastra memiliki kecenderungan untuk mempunyai banyak penafsiran (Barthes,

1990:3).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa dengan

menggunakan teori semiotika lima kode Roland Barthes sebagian besar memiliki

tujuan untuk mengungkap makna yang terdapat dalam teks objek kajian. Hasil

penelitian-penelitian tersebut menitikberatkan pada simbol, makna, dan

intertekstualitas sehingga analisisnya tidak tertuju terhadap tema besar teks. Pada

penelitian “Keragaman Makna Politik dan Kekuasaan Cerpen „Sepotong Bibir

paling Indah di Dunia‟ Karya Agus Noor: Kajian Semiotik Roland Barthes”,

penelitian lebih mengarah pada simbol-simbol politik dan kekuasaan Indonesia

yang terkandung dalam teks. Politik dan kekuasaaan merupakan sebuah

penyederhanaan dari analisis keragaman makna yang telah dilakukan.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

14

Penyederhanaan tersebut kemudian difokuskan menjadi tema besar cerpen

“Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” berdasarkan dominasi potongan bagian

teks yang diteliti dengan menggunakan tahap-tahap teori semiotik lima kode

Roland Barthes.

1.5 Landasan Teori

Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang

berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol. Produksi tanda-tanda

dan simbol-simbol tersebut merupakan bagian dari sistem kode yang digunakan

untuk mengomunikasikan informasi. Bertens (2001:180) mengemukakan bahwa

semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan oldfactory

(semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera

yang kita miliki). Tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara

sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan

dan perilaku. Secara singkat, semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang

berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda

lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya

(Zoest, 1993:5).

Salah seorang pemikir yang memiliki andil cukup besar dalam

perkembangan kajian semiotik adalah Roland Barthes (1915-1980). Kritik sastra

Barthes merupakan kritik yang berbasis pada ilmu tentang tanda. Ilmu tersebut

memandang hubungan antara penanda, petanda, dan kode-kode yang ada dalam

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

15

teks sastra dengan cara mencari dan membagi leksia. Leksia tersebut merupakan

satuan-satuan analisis yang dihasilkan dengan memenggal teks.

Barthes (1990:7) menjabarkan bahwa pada tingkat denotasi, bahasa

menghadirkan kovensi atau kode-kode sosial yang bersifat eksplisit. Kode-kode

sosial yang bersifat eksplisit ini adalah kode yang makna tandanya akan segera

tampak ke permukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Sebaliknya,

pada sistem konotasi, bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya

bersifat implisit, yaitu sistem kode yang tandanya memiliki muatan makna-makna

tersembunyi (Barthes, 1990:7–8).

Gambar Model hubungan sistem tanda tingkat I dan II

Dari skema di atas dapat dilihat bahwa dalam sistem tanda bahasa

(language) sebagai sistem semiotik tingkat pertama, terdapat hubungan atara

penanda (signifier) dan petanda (signified) yang kemudian menghasilkan sistem

tanda (sign) yang bermakna. Barthes mengungkapkan (1990:113) secara semiotik

makna tersembunyi dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran kewacanaan. Hal ini

disebut dengan sistem semiotik tingkat dua, terdiri dari penanda (signifier) dan

petanda (signified) yang membentuk sistem tanda.

Bahasa

1.Penanda 2. Petanda

Tanda

I. PENANDA

II.

PETANDA

III. TANDA

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

16

1.5.1 Leksia

Dalam menganalisis teks dengan teori semiotik Roland Barthes, tahap

pertama yang dilakukan ialah pemenggalan teks. Pemenggalan teks dilakukan

untuk menentukan leksia. Leksia (lexia) merupakan satuan-satuan analisis yang

dihasilkan dengan cara memenggal teks (Barthes 1990:13). Leksia-leksia ini

merupakan satuan pembacaan (units of reading) dengan panjang pendek

bervariasi dan pemenggalan tersebut bersifat arbitrer.

Barthes (1975:13) mengakui bahwa pemenggalan tersebut tidak

mengimplikasikan tanggung jawab metodologis. Pemenggalan teks lebih banyak

didasarkan pada kepekaan dan pengalaman peneliti. Ia mengemukakan bahwa

leksia hendaknya merupakan penggalan terbagus, yaitu penggalan yang

memungkinkan suatu penggalian makna. Setiap leksia rata-rata akan mengandung

tiga sampai lima kode. Selanjutnya leksia-leksia tersebut dihubungkan dengan

lima kode umum. Di bawah lima kode inilah seluruh penanda tekstual

dihubungkan (Barthes, 1975:19).

Sepotong bagian teks merupakan sebuah leksia dan memiliki fungsi khas

bila dibandingkan dengan potongan-potongan teks lain di sekitarnya apabila

diisolasikan. Sebuah leksia bisa berupa apa saja, kadang berupa satu-dua patah

kata, kelompok kata, beberapa kalimat, dan paragraf. Pemenggalan sebuah teks

didasarkan pada kepekaan dan sensasi pengalaman penafsir ketika membaca

sebuah teks (Culler, 2003:140). Namun, menurut Zaimar (1991:33) kriteria

pemenggalan teks mengacu pada kriteria. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

17

(a) Kriteria pemusatan. Suatu penggalan teks dapat dikatakan sebagai

leksia bila penggalan tersebut berpusat pada satu titik perhatian, misalnya berpusat

pada satu peristiwa yang sama, tokoh yang sama, dan masalah yang sama.

(b) Kriteria koherensi. Suatu leksia yang baik merupakan pemenggalan teks

yang mampu mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang koheren, yaitu dapat

berupa suatu hal, keadaan, peristiwa, dalam ruang dan waktu yang sama.

(c) Kriteria batasan formal. Suatu leksia dapat diperoleh dengan

mempertimbangkan penanda-penanda formal yang memberi jeda atau batas

antarbagian dalam teks. Hal ini adalah ruang kosong atau nomor yang menandai

pergantian bab, jarak baris yang menandai pergantian paragraf, dan tanda-tanda

formal yang lain yang menandai pergantian suatu masalah.

(d) Kriteria signifikasi. Leksia sebaiknya merupakan penggalan yang

benar-benar signifikan bagi sebuah narasi. Sebagai contoh, yaitu judul yang hanya

berupa satu atau dua huruf, satu bilangan angka, mengadopsi kosakata dari

disiplin tertentu, atau hal-hal yang memiliki kadar signifikasi yang tinggi dalam

sebuah cerita sehingga dapat dipandang sebagai satu leksia tersendiri.

1.5.2 Lima Kode Barthes

Barthes mengembangkan teori kode dengan cara mendekonstruksi atau

membongkar teks dengan memecahnya menjadi beberapa bagian untuk

membentuk konstruksi lima kode. Sebagaimana cara yang telah dilakukannya

pada teks karya Honore de Balzac berjudul Sarrasine, Barthes mengungkap

pluralitas makna dalam sebuah analisis tekstual dengan mengemukakan teori

tentang kode untuk memahami kode-kode bahasa estetik (Barthes, 1990:19–20).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

18

Setiap satuan analisis yang telah ditafsirkan oleh Barthes disebut

“devagasi”, ia menghasilkan konstruksi lima macam kode yang berbeda. Masing-

masing kode merupakan akumulasi pengetahuan kultural yang membuat pembaca

mengenali rincian-rincian sebagai kontribusi bagi fungsi atau rangkaian tertentu.

Kelima kode tersebut yaitu:

(a) Kode hermeneutik (HER) adalah kode yang mengandung unit-unit tanda dan

berfungsi untuk mengartikulasikan dialektik pertanyaan serta responsi dengan

berbagai cara. Dialektik pertanyaan dan responsi tersebut terkadang

mengandung suatu persoalan, jawaban, penundaan jawaban sehingga

menimbulkan semacam enigma (teka-teki), atau yang menyusun semacam

teka-teki (enigma), kemudian memberi isyarat bagi peyelesaiannya. Barthes

(1990:17) mengemukakan bahwa kode ini mampu menimbulkan ketegangan

(suspect) dan membangun semua intrik di dalam cerita sehingga

menimbulkan semacam teka-teki di dalam alur cerita. Agar setiap enigma

yang terjadi dalam suatu cerita dapat teridentifikasi, masing-masing bagian

pada enigma ditandai dengan istilah-istilah tertentu. Masing-masing enigma

ditandai dengan istilah-istilah berikut:

(1) Pentemaan, istilah ini digunakan untuk menyebut kode yang menandai

kemunculan pokok permasalahan atau setiap tema enigma.

(2) Pengusulan, istilah untuk kode yang secara eksplisit atau implisit

mengandung sebuah pertanyaan teka-teki.

(3) Pengacauan, istilah untuk kode yang menyebabkan teka-teki menjadi

semakin rumit.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

19

(4) Jebakan, merupakan istilah untuk kode yang memberikan jawaban yang

salah atau menyesatkan.

(5) Penundaan, adalah istilah untuk kode yang menunda kemunculan jawaban.

(6) Jawaban sebagian, istilah untuk kode yang secara tidak utuh memberikan

jawaban.

(7) Jawaban sepenuhnya, merupakan isilah untuk kode yang memberikan

jawaban secara keseluruhan.

(b) Kode aksi atau kode proaretik (AKS) adalah kode yang mengatur alur sebuah

cerita. Kode ini menjamin bahwa sebuah teks adalah cerita yang memiliki

serangkaian aksi yang saling berkaitan satu sama lain. Analis yang baik

dituntut untuk mampu memberikan nama yang representatif bagi rangkaian

aksi-aksi itu. Kemunculan sebuah rangkaian aksi naratif berkaitan erat dengan

proses penamaan yang bersifat empiris dan rasional (Barthes, 1990:18-19).

Kode ini merupakan kode yang didasarkan atas kemampuan analis untuk

menentukan akibat dari suatu tindakan secara rasional dan tindakan yang

berimplikasi pada logika perilaku manusia. Tindakan-tindakan yang

menimbulkan dampak masing-masing memiliki suatu nama generik

tersendiri.

(c) Kode simbolis (SIM) merupakan penanda teks yang mampu membawa

pembaca untuk memasuki dunia lambang-lambang berikut maknanya.

Lambang-lambang dalam wilayah simbolis ini mempunyai banyak makna

(multivalence) yang dapat saling bertukar posisi (reversibility). Kode

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

20

simbolik merupakan kode yang mengatur aspek bawah sadar dari tanda dan

merupakan psikoanalisis (Barthes, 1990:19).

(d) Kode semantik (SEM) atau konotasi, merupakan kode yang memanfaatkan

berbagai isyarat, petunjuk, atau kilasan makna yang ditimbulkan oleh

penanda-penanda tertentu. Kode ini merupakan penanda yang mengacu pada

gambaran-gambaran mengenai kondisi psikologis tokoh, suasana atmosferik

suatu tempat atau objek tertentu (Barthes, 1990:19). Kode semik merupakan

penanda bagi dunia konotasi yang didalamnya mengalir kesan atau rasa

tertentu. Pada tataran tertentu kode konotatif ini mirip dengan apa yang

disebut sebagai “tema” atau “struktur tematik”.

(e) Kode referensial (REF) adalah kode yang membentuk suara-suara kolektif

anonim dari pertanda yang berasal dari berbagai ragam pengalaman manusia

dan tradisi. Dalam pengertian luas, kode referensial adalah penanda-penanda

yang merujuk pada seperangkat referensi/pengetahuan umum yang

mendukung teks. Unit-unit kode ini dibentuk oleh beraneka ragam

pengetahuan serta kebijakan yang bersifat kolektif. Dalam mengungkapkan

kode ini, analisis cukup mengindikasikan adanya pengetahuan yang menjadi

rujukan (Barthes, 1990:20).

1.6 Metode Penelitian

Metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan agar mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI,

2008:740). Pada intinya, semiotik teks adalah memahami makna suatu karya

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

21

dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya dengan

metode tertentu (Kurniawan, 2001:89). Oleh karena itu, metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis. Langkah-langkah

penelitian metode tersebut adalah sebagai berikut.

1. Langkah pertama adalah pembacaan cerpen-cerpen yang terangkum dalam

Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia secara keseluruhan. Dalam hal ini,

penafsiran dilakukan berdasarkan dari keberadaan teks-teks lain yang

memiliki hubungan korelatif dalam proses pembacaan teks.

2. Menentukan objek penelitian, yaitu cerpen berjudul “Sepotong Bibir

Paling Indah di Dunia” yang penulis anggap paling representatif mewakili

buku kumpulan cerpen tersebut. Dari sembilan cerpen yang menceritakan

tentang masalah politik dan kekuasaan di Indonesia, cerpen “Sepotong

Bibir Paling Indah di Dunia” merupakan titik permasalahan sekaligus

jawaban atas konflik sosial dari kisah-kisah cerpen yang lain.

3. Melakukan studi pustaka untuk memperoleh informasi yang mendukung

penelitian dan membuat struktur kerangka penelitian.

4. Melakukan analisis terhadap objek penelitian berdasarkan teori semiotik

Roland Barthes, yaitu menentukan satuan-satuan pembacaan yang disebut

leksia, mengelompokkannya berdasarkan kriteria menjadi submasalah-

submasalah kemudian menjabarkan leksia-leksia yang telah

dikelompokkan tersebut.

5. Mengidentifikasi kode-kode yang terkandung dalam masing-masing

leksia. Leksia sendiri merupakan penggalan yang benar-benar signifikan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64396/potongan/S1-2013... · lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi

22

bagi sebuah narasi, ada kalanya sebuah leksia dapat diperoleh dengan

mempertimbangkan penanda-penanda formal yang memberi jeda atau

batas antar bagian dalam teks. Leksia juga dapat membuat pembaca

mengerti keseluruhan isi cerita atau tema. Sebuah tema akan memberi

kekuatan dan menegaskan kebersatuan kejadian-kejadian yang sedang

diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang

paling umum (Stanton, 2007:7).

6. Menafsirkan keragaman makna yang terdapat dalam keseluruhan teks

dengan menggunakan teori lima kode. Satuan analisis yang telah

ditafsirkan kemudian disebut sebagai “devagasi”.

7. Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi dalam empat bab dengan sistematika penulisan

sebagai berikut.

Bab I merupakan pengantar yang mencakup latar belakang masalah;

perumusan masalah; tujuan penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; metode

penelitian; populasi, sampel, dan data; sistematika penulisan.

Bab II Leksia-leksia politik dan kekuasaan.

Bab III Devagasi keragaman makna politik dan kekuasaan dari tanda

(simbol) yang terkandung dalam keseluruhan teks.

Bab IV Kesimpulan.